Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kader Posyandu
Secara umum istilah kader posyandu yaitu kader-kader yang dipilih oleh
masyarakat menjadi penyelenggara Posyandu. Menurut L.A. Gunawan kader
kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela
yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat.
Kader

posyandu

adalah

seorang

yang

karena

kecakapannya


atau

kemampuannya diangkat, dipilih dan atau ditunjuk untuk memimpin pengembangan
posyandu disuatu tempat atau desa (Depkes, 2008).
Kader kesehatan adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau
ditunjuk oleh masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari
warga setempat untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar
diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan kesehatan dan kebutuhan masyarakat
yang bersangkutan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka
rela dan ikhlas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi
keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalam
bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk
melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam
bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

9
Universitas Sumatera Utara


Kader adalah tenaga suka rela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang
bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI memberikan batasan kader, bahwa kader adalah warga
masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja
secara sukarela (Handayani, 2011).
Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan
hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu
adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah
maupun jenis pelayanan. Adapun tugas kader adalah sebagai berikut:
a. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu akan
adanya kegiatan posyandu.
b. Mencatat semua sasaran wanita usia subur, pasangan usia subur dan lanjut usia.
Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan diperlukan, bila ada yang kurang
dan belum tersedia dapat meminjam dan meminta pada petugas atau membuat
sendiri.
c. Pembagian tugas diantara sesama kader dan dibantu oleh ibu-ibu lainnya,
misalnya: kegiatan sebelum hari H posyandu (H+), hari H posyandu, dan sesudah
H (H-).
Kementerian Kesehatan RI (2009), menjelaskan bahwa Kader mempunyai 6
peran dan fungsi sebagai pengembang desa siaga, yaitu: (1) Membantu tenaga

kesehatan dalam mengelola desa siaga melalui kegiatan usaha kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM) seperti posyandu, (2) Memantau kegiatan dan evaluasi desa

Universitas Sumatera Utara

siaga seperti mengisi register Ibu dan Anak, mengisi KMS, (3) Membantu
mengembangkan

dan

mengelola

UKBM

selain

posyandu,

(4)


Membantu

mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat yang dapat berdampak
kepada masyarakat, (5) Membantu dan memberikan pemecahan masalah kesehatan
yang sederhana kepada masyarakat, (6) Mempersiapkan masyarakat dalam
menghadapi kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana.
Mengingat kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk
oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela, maka kader kesehatan merupakan
perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya
kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada lima program dan
mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak
kompeten memberikannya (Ramadhoni, 2011).
2.1.1. Tujuan Pembentukan Kader
Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang
kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat
bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri.
Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan
bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dapat meningkatkan efisiensi
pelayanan atas dasar terbatasnya sumber daya


dalam operasional pelayanan

kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat
seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan penjabaran dari karsa

Universitas Sumatera Utara

pertama yang berbunyi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong
dirinya dalam bidang kesehatan (Yohanik, 2012).
Kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata di desanya ternyata mampu
melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat
sekelompoknya meliputi:
1. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare
dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhana dan lain-lain.
2. Penimbangan dan penyuluhan gizi.
3. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi,
pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya
menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
4. Penyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya
menamakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

5. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan
jamban keluarga dan sarana air sederhana.
6. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat, hal ini di sebabkan karena kader berasal dari masyarakat setempat
sehingga alih pengetahuan dan keterampilan dari kader kepada tetangganya menjadi
mudah (Adisasmito, 2008).
Peran kader dalam siap antar jaga kesehatan ibu anak adalah ibu harus selalu
siap mengantar dan menjaga apabila ada ibu atau anak yang memerlukan pertolongan

Universitas Sumatera Utara

tenaga kesehatan. Peran kader dalam kasus ibu hamil dengan faktor risiko adalah
dapat mengenal faktor risiko, menjelaskan kepada ibu/keluarga tentang faktor risiko,
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan serta merujuk ibu hamil dengan faktor
risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2007).
Peran kader dalam surveilans penyakit dan masalah kesehatan adalah:
melihat, mendengar, mencatat untuk menemukan gejala dan masalah kesehatan,
menemukan, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan dan penanganan
sederhana. Dalam pelaksanaan peran menemukan gejala, tanda serta masalah

kesehatan yang ada di masyarakat termasuk faktor risiko ibu hamil informasi
diperoleh dari posyandu, laporan dari masyarakat, laporan dasa wisma, kunjungan
rumah, kegiatan sosial masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).
Kader adalah tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat
karena :
1) Berasal dari masyarakat, sehingga mengenal betul masyarakat setempat;
2) Dipilih masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat;
3) Disegani dan dipercaya masyarakat sehingga saran dan petunjuknya akan
didengar dan diikuti oleh masyarakat (Mantra, 1997).
Kader merupakan perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan terencana
untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidup. Dalam usaha ini kader diberikan keterampilan tertentu untuk menjadi “agent
of change” yang akan membawa norma-norma baru yang sesuai dengan norma yang
ada di daerah setempat (Sarwono, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Persyaratan Kader
Persyaratan menjadi kader posyandu menurut Zulkifli (2003) adalah dapat
membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan

tugas-tugas sebagai kader, berwibawa, mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal
tetap di desa yang bersangkutan. Selain itu kader yang dipilih adalah orang-orang
yang aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, serta
dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya.
Menurut Bagus (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi
seorang kader antara lain adalah warga yang bisa membaca dan menulis, merupakan
penduduk yang tinggal di desa tersebut, berasal dari masyarakat setempat dan
diterima oleh masyarakat setempat, tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu
yang lama serta masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari
nafkah lain.
Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas
dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup
bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat dimana perilakunya
menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai
penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya.
Peran serta atau keikutsertaan kader Pos Pelayanan Terpadu melalui berbagai
organisasi dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan
masyarakat desa harus dapat terorganisir dan terencana dengan tepat dan jelas.
Beberapa hal yang dapat atau perlu dipersiapkan oleh kader seharusnya sudah


Universitas Sumatera Utara

dimengerti dan dipahami sejak awal oleh kader posyandu. Karena disadari atau tidak
keberadaan posyandu adalah sebuah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Upaya posyandu yang telah ada dan telah berjalan selama ini mampu
lebih ditingkatkan dan dilestarikan (Rachman, 2005).
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya
kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.
Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut Depkes RI
(2000) ada dua peran kader yaitu:
1.

Peran kader saat posyandu (sesuai dengan sistem lima meja) adalah:
a.

Melaksanakan pendaftaran (pada meja I).

b.


Melaksanakan penimbangan bayi balita (pada meja II).

c.

Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan (pada meja III).

d.

Memberikan penyuluhan (pada meja IV).

e.

Memberi dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh petugas puskesmas
(pada meja V).

2.

Peran kader di luar posyandu adalah:
a.


Menunjang pelayanan KB, KIA, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare.

b. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu.
c.

Menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang
ada,

seperti

pemberantasan

penyakit

menular,

penyehatan

rumah,

Universitas Sumatera Utara

pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air
bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pemberian pertolongan
pertama pada penyakit, P3K dan dana sehat.
Kader posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun
mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem
kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para
pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman (WHO, 1995). Hal ini bertujuan
agar kader posyandu dapat melakukan fungsinya dengan baik.
Junaedi (1990) mengungkapkan bahwa bimbingan, supervisi petugas
kesehatan atau sektor lain yang terkait seperti petugas KB merupakan salah satu
sumber untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader. Di samping itu
sumber-sumber lainnya adalah pelatihan kader baru, pelatihan ulang kader dan
pengalaman kader selama menjalankan kegiatan Posyandu juga dapat meningkatkan
kemampuan kader. Salah satu keterampilan kader di Posyandu adalah menimbang
balita dengan menggunakan dacin.
Menurut Buku Panduan Kader Posyandu (2013), prosedur penimbangan balita
ada 6 (enam) tahap yaitu :
Tahap 1 : Gantungkan dacin pada tempat yang kokoh, seperti pelana rumah atau
kusen pintu atau dahan pohon atau penyangga kaki tiga yang kuat.
Tahap 2 : Atur posisi angka pada batang dacin sejajar dengan mata penimbang.

Universitas Sumatera Utara

Tahap 3 : Letakan bandul pada angka nol, jika ujung kedua paku timbang tidak
dalam posisi lurus, maka timbangan perlu ditera atau diganti dengan yang
baru.
Tahap 4 : Pastikan bandul geser berada pada angka nol.
Tahap 5 : Pasang sarung timbang/celana timbang/kotak timbang yang kosong pada
dacin.
Tahap 6 : Seimbangkan dacin yang telah dibebani dengan sarung timbang dengan
memberi kantung plastik berisikan pasir atau batu diujung batang dacin,
sampai kedua jarum di atas tegak lurus.

2.2. Pelatihan Kader
Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan
keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar
(Tanjung, 2003).
Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998), berarti
mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan menimbulkan
perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses
belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem
pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan
praktek daripada teori.

Universitas Sumatera Utara

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek
daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan
pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau
beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu
proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah pada
pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih dahulu
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan, 2002).
Handoko (2001), mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil suatu
produk sistem pendidikan akan memberikan pengalaman yang nantinya akan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu.
2.2.1. Tujuan Pelatihan
Menyatakan

bahwa

tujuan

pelatihan

merupakan

upaya

peningkatan

sumberdaya manusia termasuk sumberdaya manusia tenaga kesehatan, kader
posyandu, agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat. Kader posyandu perlu
mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Pelatihan bagi kader dapat berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi
dan praktek. Pelatihan bagi kader dapat berupa : a) ceramah; b) tanya jawab; c) curah
pendapat; d) simulasi dan e) praktek. (Depkes, 2000). Menurut Notoatmodjo (2005),
pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
sebagai kriteria keberhasilan program kesehatan secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan
kader posyandu dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat
(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya adalah :
a.

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola posyandu
berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya.

b.

Meningkatkan

pengetahuan,

keterampilan

dalam

berkomunikasi

dengan

masyarakat.
c.

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan metode
media diskusi yang lebih partisipatif.

2.2.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Pelatihan
Menurut Depkes (2004), suatu keberhasilan pelatihan dapat dilihat dari :
a.

Masukan (input) mencakup tiga kelompok yaitu : 1) perangkat keras adalah
sarana dan prasarana, yang meliputi tempat belajar, alat bantu, laboratorium, dan
perpustakaan yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran; 2) perangkat lunak
adalah rancangan proses pembelajaran yang terdiri dari kurikulum, proses
pembelajaran, jadwal kegiatan, bahan belajar/modul; 3) sumber daya manusia
Diklat yang terdiri dari peserta pelatihan, pelatih, dan penyelenggaraan pelatihan.

b.

Proses adalah proses pembelajaran yang berjalan selama pelatihan dilakukan,
yaitu dari awal sampai berakhirnya kegiatan pelatihan.

c.

Luaran yaitu pencapaian tingkat kompetensi sesuai dengan tujuan pelatihan.

d.

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat adanya intervensi melalui
pelatihan.

Universitas Sumatera Utara

e.

Evaluasi adalah penilaian dari seluruh komponen dan sub komponen masukan,
proses, luaran dan dampak dari suatu kegiatan pelatihan.

f.

Lingkungan yaitu hal-hal yang mempengaruhi pelatihan.
Depkes (1993) menentukan komponen yang dapat berpengaruh terhadap

keberhasilan pelatihan antara lain : kurikulum, pengajar/pelatih, penyelenggara,
sarana yang digunakan, metode serta karakteristik peserta pelatihan seperti umur,
pekerjaan, pendidikan, dan pengalaman.
Terdapat empat kelompok faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
sebuah pelatihan (Notoatmodjo, 1993) yakni : (1) faktor materi/hal yang dipelajari,
(2) lingkungan fisik : suhu, kelembaban udara, kondisi tempat belajar dan lingkungan
sosial yakni manusia dengan segala interaksinya, (3) instrumental yang terdiri dari
perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga dan perangkat lunak seperti
kurikulum, pengajar, serta metode belajar, dan (4) kondisi individual subjek belajar
yakni kondisi fisiologis seperti panca indra dan status gizi serta kondisi psikologis
misalnya intelegensi, pengamatan, daya tangkap dan ingatan.
2.2.3. Metode Pelatihan
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pelatihan
adalah pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar dapat
diidentifikasikan melalui besarnya kelompok peserta. Notoatmodjo (1993), membagi
metode pendidikan menjadi tiga, yakni metode pendidikan individu, kelompok, dan
masa.

Pemilihan

metode

pelatihan

tergantung

pada

tujuan,

kemampuan

Universitas Sumatera Utara

pelatih/pengajar, besar kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran berlangsung dan
fasilitas yang tersedia (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991), jenis-jenis metode
yang digunakan dalam pelatihan antara lain : (1) ceramah-tanya-jawab, (2) diskusi
kelompok, (3) kelompok studi kecil, (4) bermain peran, (5) studi kasus, (6) curah
pendapat, (7) demonstrasi, (8) penugasan, (9) permainan, (10) simulasi, dan (11)
praktek lapangan. Metode yang digunakan dalam pelatihan petugas kesehatan
meliputi metode ceramah dan tanya-jawab (metode konvensional).
Depkes (1993) menunjukkan bahwa untuk mengubah komponen perilaku
perlu dipilih metode yang tepat. Metode untuk mengubah pengetahuan dapat
digunakan metode ceramah, tugas baca, panel dan konseling. Sedangkan untuk
mengubah sikap dapat digunakan metode curah pendapat, diskusi kelompok, tanyajawab serta pameran. Metode pelatihan demonstrasi dan bengkel kerja lebih tepat
untuk mengubah keterampilan.

2.3. Pelatihan dan Pengetahuan Kader
Kirkpatrick (1994), mendefinisikan pelatihan sebagai upaya meningkatkan
pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan. Pengetahuan
merupakan tahap awal seseorang berbuat sesuatu dan pengetahuan tentang apa yang
akan dilakukan membuat seseorang mengetahui langkah selanjutnya yang harus
diperbuat. Seperti halnya seorang kader posyandu yang harus mengetahui tentang

Universitas Sumatera Utara

tugas yang diembannya sehingga dapat memberikan pelayanan maximal kepada
masyarakat dalam mengelola posyandu.
Tingkat pengetahuan kader terhadap kesehatan khususnya mengenai
pelaksanaan posyandu akan mempengaruhi pola perilaku kader untuk lebih aktif
berperan serta dan lebih tanggap untuk setiap permasalahan kesehatan yang terjadi
(Supari, 2006).
Tujuan umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan
kader posyandu dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat
(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya adalah :
a.

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola posyandu
berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya.

b.

Meningkatkan

pengetahuan,

keterampilan

dalam

berkomunikasi

dengan

masyarakat.
c.

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan metode
media diskusi yang lebih partisipatif.
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :

a. Faktor Internal
1. Pendidikan
Pendidikan

berarti

bimbingan

yang

diberikan

seseorang

terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang
dikutip Notoatmodjo (2003), Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk
juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2. Pekerjaan
Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari
nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3. Umur
Menurut Elisabet BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan
menurut Huclok (1998), semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

Universitas Sumatera Utara

b.

Faktor Eksternal

1. Faktor Lingkungan
Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi. Berdasarkan penelitian Retno, dkk, (2013),
menunjukan pengaruh pelatihan PMBA terhadap pengetahuan bidan desa, dengan
nilai t hitung sebesar -9,973, dengan signifikasi 0,000 dan nilai t table dengan df 58
adalah ± 2,000. Karena harga t hitung < t table maka ada pengaruh pelatihan PMBA
terhadap pengetahuan bidan desa.
Peningkatan pengetahuan dipengaruhi oleh pelatihan, dengan adanya
pelatihan maka pengetahuan akan meningkat, hal ini sesuai dengan penelitian yang
pernah dilakukan diantaranya:
Hasil penelitian Sandi (2012), membuktikan bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan sesudah diadakan pelatihan dapat diketahui dari persentase kader yang
sebelumnya berpengetahuan kurang (93,3%) turun menjadi (26,7%). Pengetahuan
kader meningkat menjadi kategori sedang (26,7%) dan baik (46,7%).
Berdasarkan penelitian Sarbini ( 2008), tentang pelatihan pembuatan MP ASI
lokal nilai rata-rata pengetahuan kader mengalami peningkatan yaitu 97,74% atau
memiliki pengetahuan yang baik.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Pelatihan dan Keterampilan Kader
Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan
keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar
(Tanjung, 2003).
Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan
yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi
sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington,1991). Keterampilan dari kata dasar
terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan
keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1999).
Menurut Graeff, dkk (1996), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas
utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi
pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat
penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah
kepada perolehan keterampilan. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia
(human skill), kemampuan teknik (technicall skill), dan kemampuan membuat konsep
(conceptual skill).
Materi pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan cara menghitung
kelompok sasaran yang menjadi tanggung jawab Posyandu, cara menimbang dan
menilai pertumbuhan anak, cara menyiapkan kegiatan pelayanan sesuai kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

anak dan ibu, Pelatihan kader diberikan secara berkelanjutan, berupa pelatihan dasar
dan pelatihan berjenjang, sesuai pedoman dan modul yang telah disiapkan.
Dalam proses pendidikan atau pelatihan, Notoatmodjo (1993), menyebutkan
bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan. Masih
diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi
praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu:
1.

Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain melakukan
keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.

2.

Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan
sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.

3.

Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru.

4.

Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Keterampilan Menurut

Green (1991), ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perilaku atau tindakan
seseorang yaitu:
a.

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan,
sikap, keyakinan dan persepsi individu.

b.

Faktor-faktor penguat (enabling factors), meliputi sikap dan perilaku petugas
kesehatan dan orang lain disekitarnya.

c.

Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factors), seperti kebijakan teknis kesehatan
seperti adanya revitalisasi Posyandu, ketersediaan sumberdaya kesehatan yang
ada.

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan keterampilan kader sangat dipengaruhi oleh pelatihan, dengan
adanya pelatihan diharapkan pengetahuaan meningkat sehingga keterampilan juga
meningkat karena keterampilan sebagai psikomotor yang sangat penting bagi
perubahan perilaku seseorang hal ini senada dengan penelitian Sandi (2012),
menunjukan terjadi peningkatan keterampilan kader sesudah diadakan pelatihan
pembuatan PMT Modisco. Hal ini dilihat dari 15 kader sebelum diadakan pelatihan
tidak seorangpun (100,0%) kader memiliki keterampilan dalam pembuatan PMT
Modisco, kemudian meningkat menjadi Sembilan orang (60,0%) kader yang terampil
dan seminggu setelah diadakan pelatihan kader yang terampil meningkat lagi menjadi
12 (80,0%) kader. Dan hasil uji paired sample t-test untuk melihat pengaruh pelatihan
terhadap kader menunjukan hasil p yaitu 0,000 < 0,05, P ditolak yang artinya ada
pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.
2.5. Landasan Teori
Menurut Notoatmodjo ( 2007), hal yang terpenting dalam perilaku kesehatan
adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Salah satu teori perubahan
perilaku adalah teori yang dikemukakan oleh Skinner (1938) dan Holland, et al
(1953) dalam Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa proses perubahan
perilaku pada hakikatnya sama dengan proses belajar, yang terdiri dari :
1.

Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organism dapat diterima atau ditolak.
Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut
efektif mempengaruhi perhatian individu, begitu pula sebaliknya.

2.

Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organism (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

3.

Setelah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (perubahan perilaku).
Proses perubahan perilaku ini dinamakan dengan teori S-O-R, yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

Stimulus

-

Organisme
Perhatian
Pengertian
Penerimaan

Reaksi tertutup
(perubahan sikap)

Reaksi terbuka
(perubahan praktik)
Gambar 2.1. Teori Stimulus Organisme Respon

2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagi berikut :
Variabel Independen

Variabel Dependen
Pengetahuan Kader

Pelatihan tentang Menilai
Pertumbuhan Balita
Keterampilan Kader

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

8 91 112

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER TERHADAP PERILAKU KADER DALAM PENYULUHAN GIZI BALITA Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Kader Terhadap Perilaku Kader Dalam Penyuluhan Gizi Balita Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

2 12 10

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER TERHADAP PERILAKU KADER DALAM PENYULUHAN GIZI BALITA Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Kader Terhadap Perilaku Kader Dalam Penyuluhan Gizi Balita Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 3 16

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 0 16

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 0 8

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 1 4

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 0 21

Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

0 0 25

Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Dalam Pemantauan Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014

0 0 13