Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap
negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.1
Hal tersebut dapat dilihat dalam pengertian Bank yang selengkapnya berbunyi:2
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”.
Apabila pada 3 (tiga) dekade yang lalu perbankan nyaris hanya didominasi
dengan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana yang konvensional
dalam arti nasabah harus datang kepada Bank untuk memenuhi keperluannya,
maka produk perbankan sekarang jauh lebih maju dan variatif, meskipun dasar
utama kegiatannya tidak berubah dari menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana kepada masyarakat.3 Contoh nyata dalam kegiatan operasional
perbankan saat ini adalah masyarakat sangat mengenal produk perbankan


1

Chatamarrasjid, Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2014), hlm. 7.
2
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut
dengan UU Perbankan), Pasal 1 angka 2.
3
Nurtjipto, Aspek Hukum Penggunaan Agen dalam Breancless Banking Di Indonesia,
(Tesis, Pasca Sarjana Hukum, UI, 2012), hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM), yang
memudahkan masyarakat yang telah menjadi nasabah Bank dalam menarik uang
tanpa harus mengantri pada kasir Bank.4 Dalam perkembangannya pula melalui
ATM masyarakat dimudahkan untuk melakukan transaksi penyetoran, pengiriman
dan pembayaran. Setelah ATM, muncul pelayanan nasabah berbasis teknologi
informasi seperti sebutkanlah Mobile Banking (Phone atau SMS Banking) dan

Internet Banking. Segi operasional dua kegiatan ini nyaris sama dengan ATM,
namun dalam perkembangannya, perkembangan Mobile Banking belum seperti
yang diharapkan.5
Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari
hampir seluruh aktivitas masyarakat.6 Bahkan di dunia perbankan hampir seluruh
proses penyelenggaraan sistem pembayaran telah dilaksanakan secara elektronik
(paperless).7 Perkembangan teknologi informasi itu telah memaksa pelaku usaha
mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama
dalam proses inovasi produk dan jasa. 8 Pelayanan electronic transaction (ebanking) melalui ATM, phone banking dan Internet banking misalnya,
merupakan bentuk-bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang
mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh

4

Ibid.
Ibid.
6
Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Peranan Bank Indoensia Dalam Pencegahan
Kejahatan Penipuan Internet di Perbankan” (http://www.interpol.go.id/en/transnationalcrime/cyber-crime/90-peranan-bank-indonesia-dalam-pencegahan-kejahatan-penipuan-internet-diperbankan diakses pada 16 Oktober 2016)
7

Ibid.
8
Ibid.
5

Universitas Sumatera Utara

teknologi.9
Bagi perekonomian, kemajuan teknologi memberikan manfaat yang sangat
besar, karena transaksi bisnis dapat dilakukan secara seketika (real time), yang
berarti perputaran ekonomi menjadi semakin cepat dan dapat dilakukan tanpa
hambatan ruang dan waktu. 10 Begitu juga dari sisi keamanan, penggunaan
teknologi, memberikan perlindungan terhadap keamanan data dan transaksi.
Namun demikian, di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak
dapat dipungkiri telah menimbulkan ekses negatif, yaitu berkembangnya
kejahatan yang lebih canggih yang dikenal sebagai Cybercrime.11
Penerapan teknologi dan sistem informasi dalam perbankan Indonesia
menunjukkan perkembangan pesat. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara
umum untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan. 12
Dibalik perkembangan ini terdapat berbaga permasalahan hukum yang berkaitan

dengan kejahatan informasi dan transaksi elektronik di bidang perbankan yang
kemudian merugikan bank, masyarakat dan/ nasabah jika tidak diantisipasi
dengan baik. Seiring dengan semakin maraknya tindak kejahatan cyber crime di
bidang perbankan yaitu kasus pembobolan terhadap sistem keamanan dan
pembobolan rekening (hacking) atau sistem elektronik nasabah dalam sistem

9

Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia,
“Urgensi Cyberlaw Di Indonesia Dalam Rangka Penanganan Cybercrime Di Sektor Perbankan”,
Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2006, hlm. 15
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Koran Sindo, “Tiga Modus Kejahatan Perbankan Mengancam Masyarakat”,
http://nasional.sindonews.com/read/1026441/149/tiga-modus-kejahatan-perbankan-mengancammasyarakat-1437964142/3 (diakses pada tanggal 10 Agustus 2016).

Universitas Sumatera Utara


perbankan nasional dengan menggunakan sarana, prasarana dan identitas orang
lain guna memalsukan kartu kredit dalam kejahatan yang disebut Carding13.
Contoh cybercrime dalam transaksi perbankan yang menggunakan sarana
Internet sebagai basis transaksi adalah sistem layanan kartu kredit dan layanan
perbankan online (online banking). Dalam sistem layanan yang pertama, yang
perlu diwaspadai adalah tindak kejahatan yang dikenal dengan istilah carding.
Prosesnya adalah sebagai berikut, pelaku carding memperoleh data kartu kredit
korban secara tidak sah (illegal interception)14, dan kemudian menggunakan kartu
kredit tersebut untuk berbelanja di toko online (forgery). Modus ini dapat terjadi
akibat lemahnya sistem autentifikasi yang digunakan dalam memastikan identitas
pemesan barang di toko online.15
Kegiatan yang kedua yaitu perbankan online (online banking). Modus
yang pernah muncul di Indonesia dikenal dengan istilah typosite yang
memanfaatkan kelengahan nasabah yang salah mengetikkan alamat bank online
yang ingin diaksesnya. 16 Pelakunya sudah menyiapkan situs palsu yang mirip
dengan situs asli bank online (forgery). Jika ada nasabah yang salah ketik dan

13


Carding atau Credit Card Froud, suatu kejahatan kartu kredit, merupakan salah satu
bentuk dari pencurian (thelf) dan kecurangan (froud) di dunia internet yang dilakukan oleh
pelakunya dengan menggunakan kartu kredit (credit card) curian atau kartu kredit palsu yang
dibuat sendiri. Tujuannya tentu saja adalah untuk membeli barang secara tidak sah atas beban
rekening dari pemilik kartu kredit yang sebenarnya (yang asli) atau untuk menarik dana secara
tidak sah dari suatu rekening bank milik orang lain.
14
Beberapa contoh dari illegal interception yaitu antara lain: Penggunaan kartu asli yang
tidak diterima oleh pemegang kartu sesungguhnya (Non received card), Kartu asli hasil
curian/temuan (lost/stolen card), kartu asli yang diubah datanya (altered card), kartu kredit palsu
(totally counterfeit), menggunakan kartu kredit polos yang menggunakan data asli (white plastic
card), penggandaan sales draft oleh oknum pedagang kemudian diserahkan kepada oknum
merchant lainnya untuk diisi dengan transaksi fiktif (record of charge pumping atau multiple
imprint), dll.
15
Tiga Modus Kejahatan Perbankan Mengancam Masyarakat, Op. Cit.
16
Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia,
Op. Cit, hlm. 19.


Universitas Sumatera Utara

masuk ke situs bank palsu tersebut, maka pelaku akan merekam user ID dan
password nasabah tersebut untuk digunakan mengakses ke situs yang sebenarnya
(illegal access) dengan maksud untuk merugikan nasabah. Misalnya yang dituju
adalah situs www.klikbca.com, namun ternyata nasabah yang bersangkutan salah
mengetik menjadi www.klickbca.com.17
Otoritas Jasa Keuangan Indonesia lahir berdasarkan Undang-Undang No. 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) yang disahkan pada
tanggal 22 November 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja, tugas pokok
dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain tentang lembaga ini diatur oleh
Undang-Undang tersebut. 18 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK,
pengertian “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,
dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.
Di lihat dari sistematika lingkup OJK tidak hanya dibatasi untuk melakukan
pengawasan terhadap Bank, namun juga pengawasan terhadap Lembaga
Keuangan lain yang bukan merupakan kewenangan BI seperti Lembaga Asuransi,
Dana Pensiun, Sekuritas (Pasar Modal), Modal Ventura, dan Perusahaan

Pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (UU BI) terdapat pembagian tugas dalam melaksanakan
17

Ibid.

Zulaikakita,
“Ojk
dalam
ketatanegaraan
indonesia”,
Http://Zulakita.Blogspot.Com/2012/12/Ojk-Dalam-Ketatanegaraan-Indonesia.Html, (Diakses Pada
Tanggal 30 Mei 2014 Pukul 20.00).
18

Universitas Sumatera Utara

pengawasan Perbankan, yaitu tugas mengatur Bank dilaksanakan oleh BI,
sementara tugas mengawasi Bank dilaksanakan oleh OJK. Adanya OJK fungsi

pengawasan Lembaga Keuangan baik Bank maupun bukan Bank akan diambil
alih OJK. Sementara BI sebagai Bank Sentral hanya berperan sebagai regulator
Kebijakan Moneter untuk menjaga stabilitas moneter.19
Berdirinya lembaga OJK menandai dimulainya era baru sistem pengawasan
sektor jasa keuangan. 20 UU OJK menata ulang sistem pengawasan sektor jasa
keuangan dengan menetapkan beberapa perubahan mendasar sistem pengawasan
yang selama ini diterapkan di Indonesia. Perubahan mendasar yang dilakukan UU
OJK adalah: Pertama, menerapkan sistem pengawasan terintegrasi. Kedua,
memisahkan pengawasan microprudential dengan pengawasan macroprudential.
Ketiga, membentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dan
menetapkan Menteri Keuangan sebagai Koordinator. Keempat, meningkatkan
edukasi keuangan dan perlindungan konsumen jasa keuangan. Kelima,
mempertajam peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan terakhir,
memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan.21
Di samping itu, tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada
pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan Bank karena Bank
itu merupakan sektor dalam perekonomian.

Untuk melaksanakan tugas


19

Ibid.
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga
stabilitas Sistem Keuangan” (Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan
Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil,
25 November 2014), hlm.1.
21
Ibid.
20

Universitas Sumatera Utara

pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang: 22
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan
izin usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,

produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
5. pemeriksaan bank.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehatihatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan
microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup
pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan
selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam
rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu BI untuk
melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.23
Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan BI sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam

22

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5253, Pasal 7.
23
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga
pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan BI dan meminta
penjelasan dari BI keterangan dan data makro yang diperlukan.24
OJK 25 merupakan sebuah solusi yang terbaik bagi kebaikan sistem
keuangan dengan mengedepankan efektivitas dan efesiensi dalam melakukan
pengawasan lembaga keuangan (bank, pasar modal dan asuransi) di Indonesia.
Selama ini, pengawasan lembaga keuangan (bank, pasar modal dan asuransi)
dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda yaitu BI dan Kementerian Keuangan
melalui Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun pada prakteknya BI dan
Bapepam dalam melakukan pengawasan tersebut belum optimal. Hal ini
dikarenakan kewenangan yang dimiliki BI begitu banyak sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia26, dimana BI memiliki kewenangan membuat peraturan, memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank,

24

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Penjelasan Pasal 34 ayat (1).
25
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).
26
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4357) kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901).

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.27
Selanjutnya, BI dalam kewenangannya di bidang perizinan selain
memberikan dan mencabut izin usaha suatu bank, juga dapat memberikan izin
pembukuan, penutupan dan pemindahan kantor, memberikan persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan suatu bank, serta memberikan izin kepada bank
untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Kemudian, Bapepam 28
dalam melakukan pengawasan pasar modal dan asuransi bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang lembaga keuangan.
Bapepam juga menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi emiten29
dan perusahaan publik, 30 perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan
prosedur di bidang lembaga keuangan, dan bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang lembaga keuangan.31
Secara yuridis, OJK sebagai Lembaga Pengawas Jasa Keuangan lahir dari
amanat Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU
27 27

Chatamarrasjid, Ais, Op. Cit. Hlm. 175.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608), Pasal 3-5.
29
Emiten adalah Pihak yang melakukan penawaran umum, Lihat dalam Pasal 1 ayat (6),
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608).
30
Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya
oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Lihat dalam Pasal 1 ayat (22), Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608).
31
Andika Hendra Mustaqim, “Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi
Nasional”, Jurnal Perspektif, Vol. VIII No. 1 Maret 2010, hlm. 70.
28

Universitas Sumatera Utara

BI), yang dalam Pasal 34 diamanatkan bahwa wewenang pengawasan terhadap
bank dari BI sebagai pengawas sektor perbankan dialihkan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undangundang. Hal ini tentu saja membawa dampak yang signifikan bahwa OJK juga
melakukan pengawasan dan melakukan upaya penanganan terhadap kejahatan
perbankan.
OJK dan instansi terkait termasuk POLRI senantiasa berkolaborasi dalam
menyusun strategi dan penanganan terhadap kejahatan teknologi informasi di
dunia maya atau cyber crime secara berkesinambungan. 32 Peraturan prudensial
juga terus dilakukan penyempurnaan sejalan dengan kompleksitas sistem
keuangan dan industri perbankan. 33 Perkembangan dari peraturan-peraturan
terkait lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang seperti Kementrian
Komunikasi dan Informasi, serta pihak-pihak lain seperti asosiasi yang
berkompeten dalam bidang teknologi informasi juga akan menjadi bagian dari
upaya seluruh pihak untuk mengurangi potensi risiko dari cyber crime. Industri
perbankan semakin dituntut meningkatkan kualitas manajemen risiko dan edukasi
kepada nasabah dengan lebih transparan dan lebih dini.34 OJK sendiri juga terus
menggalakkan program edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
untuk semakin meminimalkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan semua

Otoritas Jasa Keuangan, “Diskusi Strategi Dan Penanganan Kejahatan Perbankan
Berbasis Teknologi Informasi” (disampaikan pada : Focus Group Discussion – Kejahatan
Perbankan Berbasis Teknologi Informasi: Strategi dan Penanganannya, pada tanggal 13 Mei 2014
di Jakarta), hlm. 4.
33
Ibid.
34
Ibid.
32

Universitas Sumatera Utara

pihak, serta sekaligus membangun sektor jasa keuangan yang lebih sehat dan
kredibel baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 35
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi
ini penulis akan membahas tentang bagaimana tinjauan hukum penanganan
kejahatan perbankan konvensional berbasis teknologi informasi oleh OJK.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas,
penulis akan melakukan penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsi yang
berjudul “PENANGANAN KEJAHATAN PERBANKAN KONVENSIONAL
BERBASIS

TEKNOLOGI

INFORMASI

OLEH

OTORITAS

JASA

KEUANGAN”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pengawasan kegiatan perbankan konvensional oleh
Otoritas Jasa Keuangan ?
2. Bagaimana bentuk kejahatan perbankan konvensional berbasis teknologi
informasi dalam kegiatan perbankan ?
3. Bagaimana penanganan kejahatan perbankan konvensional berbasis
teknologi informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

35

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pengawasan kegiatan perbankan
konvensional oleh Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kejahatan perbankan konvensional
berbasis teknologi informasi dalam kegiatan perbankan.
3. Untuk

mengetahui

bagaimana

penanganan

kejahatan

perbankan

konvensional berbasis teknologi informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan
skripsi ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan
sumbangan pikiran bagi masyarakat terhadap pengembangan ilmu hukum pada
umumnya, dan pada khususnya dalam kaitannya dengan bidang hukum perbankan
yang sebelumnya kedudukan pengawasannya dilakukan oleh BI.Namun dengan
lahirnya UU OJK, sistem pengaturan dan pengawasan perbankan diambil alih
oleh lembaga independen yang disebut OJK.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan wawasan kepada masyarakat, khususnya bagi penulis
sendiri, dalam menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaturan dan

Universitas Sumatera Utara

pengawasan OJK terhadap sektor jasa keuangan khususnya dalam menangani
kejahatan dalam perbankan yang terjadi melalui teknologi dan sistem informasi.

D. Keaslian Penulisan
Sepanjang

pengetahuan

penulis,

belum

ada

penelitian

tentang

“Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi
Oleh Otoritas Jasa Keuangan” sesuai dengan judul skripsi ini. Kemudian penulis
juga melakukan pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada Arsip Perpustakaan
Universitas cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi
Fakultas Hukum USU, yang menyatakan bahwa “Tidak Ada Judul Yang Sama”.
Surat keterangan tersebut merupakan bukti yang sah, yang berarti bahwa tidak ada
judul yang sama dengan judul skripsi penulis, berdasarkan surat pernyataan
tersebut Ibu Windha, SH, M. Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi
FH USU menerima judul skripsi yang diajukan penulis. Maka berdasarkan hal itu
wajarlah bila penulis melanjutkan penelitian terhadap judul skripsi tersebut.
Sehingga penulis sampai pada suatu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil
penggandaan ataupun jiplakan dari hasil karya maupun tulisan orang lain.
Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam tulisan ini adalah suatu hal yang
tidak perlu diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan
wajar karena diajukan semata-mata demi penyempurnaan penulisan skripsi, jadi
sama sekali tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat
atau menjiplak hasil karya tulis lain.

Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Pustaka
Adapun judul yang dikemukakan adalah “Penanganan Kejahatan
Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi Oleh Otoritas Jasa
Keuangan”.Dalam tinjauan pustaka dicoba untuk mengemukakan beberapa
ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi
kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi
agar tetap berada didalam topik yang diangkat dari permasalahan yang disebutkan
diatas.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.36
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan)
dikatakan bahwa pengertian perbankan adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam kegiatannya, bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan
rakyat. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

36

Republik Indonesia, (Perbankan) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Bab I, Pasal 1 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

memberikan jasa lalu lintas pembayaran.37 Bank umum yang dikenal masyarakat
luas dapat juga disebut bank komersial, bank niaga, dan bank dagang. Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatannya tidak
memberikan jasa lalu lintas pembayaran.38
Setelah diundangkannya UU OJK menentukan lain, yakni memberikan
kewenangan luas kepada OJK. OJK adalah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang.39 OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya antara lain
melakukan pengawasan, penyidikan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau
penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan
kepada lembaga keuangan.40
Pada Pasal 7 UU OJK dikatakan, untuk melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan di sektor perbankan, OJK mempunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank meliputi :

37

Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan (Konsep dan
Implementasi Untuk Bersaing), (Bandung: Kappa-Sigma, 2004), hlm. 130
38
Ibid.
39
Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, Bab I, Pasal 1 angka (1).
40
Adrian Sutedi, Op. Cit, hlm. 55.

Universitas Sumatera Utara

1. Perizinan untuk mendirikan bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin
usaha bank; dan;
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank meliputi :
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait kesehatan dan kinerja bank;
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (Credit Testing);
5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank meliputi :
1. Manajemen risiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.41
Teknologi

informasi

adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau

41

Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, pasal 7.

Universitas Sumatera Utara

menyebarkan informasi.

42

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk : 43
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia;
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna
dan penyelenggara Teknologi Informasi.

F. Metode Penulisan
Metode penelitian adalah urutan-urutan bagaimana penelitian itu
dilakukan.Untuk mendapatkan data yang akurat penelitian harus dilakukan secara
sistematis dan teratur. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipergunakan
adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan sekunder. Pada penelitian hukum ini, seringkali hukum
42

Republik Indonesia, (Informasi dan Transaksi Elektronik) Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Pasal 1.
43
Ibid, Pasal 4.

Universitas Sumatera Utara

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.44
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara
sistematik, faktual, dan akurat. Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah
pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian
melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, penelitian
ini juga tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun bahan
dari internet.
2. Bahan Penelitian
Untuk melengkapi materi dalam skripsi ini, maka penulis mencari dan
mengambil

data

primer dan data sekunder.Penelitian yuridis normatif

menggunakan data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh
pihak lain.45
Data sekunder yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :

44

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.
45

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terkait tentang ketentuanketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat, seperti :
1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan;
4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan;
7) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /Pojk.01/2015 Tentang
Penyidikan Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang mempunyai hubungan
dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, berupa buku-buku yang berkaitan
dengan judul skripsi, hasil seminar atau makalah-makalah dari para pakar
hukum, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, koran, majalah, skripsi,
tesis, disertasi, serta sumber-sumber lain yang diperoleh melalui media

Universitas Sumatera Utara

cetak maupun melalui melalui media elektronik yakni internet yang
memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.
c. Bahan hukum tersier atau disebut juga bahan hukum penunjang, yang
mencakup bahan-bahan penelitian yang member petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data melengkapi penulisan skripsi ini, agar
terstruktur dan sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode
penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka melalui
data yang tertulis, dan data yang diperoleh dari internet. Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan sekunder serta
alat penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari internet, dalam
peraturan perundang-undangan, buku, makalah ilmiah, majalah, jurnal, dan
sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka akan diidentifikasi dan
digolongkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data yang diperoleh
kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif
untuk mencapai kejelasan masalah yang sedang dibahas, yaitu dengan :
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan tersier
yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut
diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.
c. Mengolah data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.
d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif,
yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur
terperinci didalam penulisannya agar di mengerti dan di pahami maksud dan
tujuannya. Tulisan ini terdiri dari lima bab, yang akan diperinci lagi dalam satu
bab. Adapun kelima bab tersebut terdiri dari :
BAB I

PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II

PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL
Bab ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk kegiatan perbankan
konvensional, pengawasan kegiatan perbankan konvensional oleh
OJK, dan tanggung jawab OJK sebagai pengawas apabila terjadi
pelanggaran dalam perbankan.

Universitas Sumatera Utara

BAB III

BENTUK

KEJAHATAN

PERBANKAN

KONVENSIONAL

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM KEGIATAN
PERBANKAN
Bab ini menjelaskan penyebab terjadi kejahatan perbankan
konvensional berbasis teknologi informasi, bentuk kejahatan
perbankan konvensional berbasis teknologi informasi dalam
kegiatan perbankan, serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan
oleh bank.
BAB IV

PENANGANAN
KONVENSIONAL

KEJAHATAN
BERBASIS

PERBANKAN

TEKNOLOGI

INFORMASI

OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
Bab ini menjelaskan tentang perlindungan yang dapat diberikan
oleh bank kepada nasabah yang menjadi korban kejahatan
perbankan berbasis teknologi informasi, penanganan kejahatan
perbankan konvensional berbasis teknologi informasi oleh OJK,
dan perlindungan hukum yang dapat diberikan OJK kepada
nasabah.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian
bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang

Universitas Sumatera Utara

dibuat berdasarkan uraian skripsi, dan dilengkapi dengan saransaran yang penulis anggap perlu dari isi yang diuraikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara