Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB II
PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL
A. Bentuk Kegiatan Perbankan Konvensional Menurut Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan:46
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu

mewujudkan

sistem

keuangan

yang

tumbuh

secara


berkelanjutan dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa
keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu,
OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber
daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa
keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 47 OJK
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. 48
Penggunaan kata bank pada awal dikenalnya adalah bangku. Namun,
sebeneranya kata bank sendiri berasal dari bahasa Italia, yaitu Banco. Bangku

46

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Pasal 4.
47
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Penjelasan Pasal 4.
48

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Pasal 5.

Universitas Sumatera Utara

tersebut yang kemudian dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan
operasionalnya kepada nasabah. 49 Pengertian tersebut kemudian berkembang
menjadi tempat penyimpanan uang sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu.
Namun dengan seiring berkembangnya dunia perbankan, maka pengertian bank
turut berubah pula.
Terdapat beberapa pengertian terkait bank yang dapat dikemukakan guna
mengetahui arti dari terminologi bank itu sendiri. Menurut G.M. Veryn Stuart,
Bank diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang
diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat
penukaran baru berupa uang-uang giral. 50 Sedangkan dalam kamus hukum
Fockema Andreae, yang dimaksud dengan bank adalah “ suatu lembaga atau
orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan
uang dari dan kepada perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari
dan kepada pihak ketiga .” Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat


diberikan kepada bankir sebagai pihak tertarik, maka bank dalam arti luas adalah
“orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang
untuk pihak ketiga .” Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan

pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang usaha pokonya memberikan
kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

49
50

Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hlm. 1
Ibid., hlm. 2

Universitas Sumatera Utara

Beberapa arti dari perbankan menurut buku dan lembaga keuangan secara
sederhana dapat diartikan sebagai berikut:51
a) Menurut Abdulrahman perbankan pada umumnya ialah kegiatan-kegiatan
dalam menjual/belikan mata uang, surat efek dan instrumen-instrumen

yang

dapat

diperdagangkan.

Penerimaan

deposito,

untuk

mempermudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga dan
atau pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barangbarang tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan
untuk disimpan.
b) Menurut O.P Simorangkir bank merupakan salah satu badan usaha
lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa.
Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau
dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan
jalan yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan

mengedarkan alat-alat pembayaran berupa uang giral.
Pengertian di atas menyimpulkan bahwa usaha perbankan pada dasarnya
merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga
tanpa memperhatikan bentuk hukumnya, apakah perseorangan ataukah badan
hukum (rechts person).

52

Sementara itu, dalam Undang-Undang Republik

Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), diuraikan bahwa
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

51
52

Sentosa, Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm.1.
Andrea Fockema, Kamus Istilah Hukum, (Bandung: Binacipta, 1983), hlm. 40

Universitas Sumatera Utara


simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 53
Dengan demikian, pengertian bank dapat disimpulkan sebagai suatu
lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut disalurkan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit. 54 Dengan
melihat kepada pengertian-pengertian terkait dengan terminologi bank itu sendiri,
maka dapat diketahui bahwa bank memegang peranan yang sangat penting dalam
lalu lintas pembayaran yang akan mempengaruhi perekonomian suatu bangsa,
karena bank adalah:55
1) Pengumpul dana dari masyarakat yang berlebih akan modal ( surplus of
capital) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang kekurangan modal

(lack of capital).
2) Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat.
3) Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis
dan ekonomis.
4) Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C.
5) Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.

Dalam UU Perbankan dikenal 2 (dua) jenis bank yaitu:
a. Bank Umum

53

Ibid.
Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal.3
55
Ibid.
54

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan menyebutkan bahwa bank
umum

adalah

bank


yang

melaksanakan

kegiatan

usaha

secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat
Pada Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian bahwa Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Lebih lanjut, Lukman Dendawijaya menggolongkan bank menurut fungsinya ke
dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:56
1) Bank Sentral, yaitu merupakan BI yang merupakan lembaga negara yang

independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak
lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undangundang ini, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia.
2) Bank Umum, merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
3) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan
tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
Yang dimaksud dengan mengkhususkan kegiatan tertentu antara
melaksanakan kegiatan pembiayaan
mengembangkan
56

koperasi,

jangka

pengembangan


lain:

panjang, pembiayaan untuk
pengusaha

golongan

ekonomi

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta : Ghalia Indoensia), 2001, hlm.

26 .

Universitas Sumatera Utara

lemah/usaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan
pembangunan perumahan.57
Berdasarkan pengertian dasar bank, yaitu sebagai lembaga keuangan yang
menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal ( surplus of capital)

dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkannya kembali kepada
masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) dalam bentuk pinjaman,
maka dapat digariskan bahwa usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok,
yaitu:58
a. Denomination Divisibility
Artinya bank menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan
modal yang masing-masing nilainya relative kecil, tetapi secara
keseluruhan jumlahnya sangat besar. Dengan demikian, bank dapat
memenuhi permintaan kelompok masyarakat yang kekurangan akan modal
yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
b. Maturity Flexibility
Artinya bank dalam menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang
bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening
Koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan
sebagainya. Penarikan simpanan yang dilakukan kelompok masyarakat
yang berlebih akan modal juga bervariasi sehingga ada dana bank yang
mengendap. Dana yang mengendap inilah yang kemudian dipinjam oleh
kelompok masyarakat yang kekurangan modal.
57
58

Ibid.
Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal. 5

Universitas Sumatera Utara

c. Liquidity Transformation
Artinya dana yang disimpan oleh kelompok masyarakat yang berlebih
akan modal kepada bank, umumnya bersifat likuid. Karena itu, kelompok
masyarakat yang berlebih akan modal dapat dengan mudah mencairkannya
sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank harus
menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas/giro wajjib minimumnya.
Giro wajib minimum ini ditentukan oleh BI dengan memperhitungkan
jumlah uang beredar agar seimbang dengan volume perdagangan (Rumus
Irving Fisher, yaitu MV=PT). Dengan seimbangnya jumlah uang beredar,
diharapkan nilai tukar uang relative stabil.
d. Risk Diversification
Artinya bank dalam menyakurkan kredit kepada banyak pihak atau debitur
dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang
dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.
Pengertian Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum
Konvensional (BUK) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 59 Kegiatan usaha bank
konvensional yaitu:60
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuksimpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
59

Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2014, (Jakarta: Departemen
Perizinan dan Informasi Perbankan OJK), 2014, hlm. 11
60
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan suratsurat dimaksud;
2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya

tidak

lebih

lama

daripada

kebiasaan

dalam

perdagangan suratsurat dimaksud;
3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5) Obligasi;
6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun; dan
7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
1 tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

Universitas Sumatera Utara

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak;
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang Undang tentang Perbankan dan peraturan
perundangundangan yang berlaku;
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku;
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan,
dengan memenuhi ketentuan yang berlaku;
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku;

Universitas Sumatera Utara

17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun
yang berlaku; dan
18. Melakukan

kegiatan

usaha

bank

berupa

Penitipan

dengan

Pengelolaan/Trust.

B. Pengawasan Kegiatan Perbankan Konvensional oleh Otoritas Jasa
Keuangan
Secara yuridis, OJK sebagai Lembaga Pengawas Jasa Keuangan lahir dari
amanat Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU
BI), yang mengamanatkan bahwa wewenang pengawasan terhadap bank dari BI
sebagai pengawas sektor perbankan dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

61

Disebutkan pula selain pengawasan terhadap sektor perbankan, lembaga
pengawas ini akan pula mengawasi sektor jasa keuangan lainya seperti asuransi,
dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badanbadan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. 62 Dengan
demikian, pengawasan sektor jasa keuangan selain bank yang semula dilakukan
antara lain oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam
LK) juga beralih kepada OJK.

61

Republik Indonesia, (Bank Indonesia), Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999, Pasal 34.
62
Ibid, Penjelasan Pasal 34.

Universitas Sumatera Utara

Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan
pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan
lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan
perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat.

63

Lembaga ini bersifat independen dalam

menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan
berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan
Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini ( supervisory
board) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BI sebagai Bank Sentral

yang akan diatur dalam undang-undang pembentukan lembaga pengawasan
dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank yang berkoordinasi dengan
BI dan meminta penjelasan dari BI mengenai keterangan dan data makro yang
diperlukan.64
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU OJK disebutkan bahwa OJK adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK ini. Dari Pasal 1
ayat (1) tersebut diketahui bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen
63
64

Ibid, Penjelasan angka 6, Pasal 34 Ayat (1)
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada
Lembaga Jasa Keuangan.
OJK berkoordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di
bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem
informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri,
penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk
perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan
institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain
yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan informasi.65 Kemudian, disebutkan
bahwa BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, tetapi
dalam pemeriksaan tersebut BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat
kesehatan bank.66 Laporan hasil pemeriksaan kemudian OJK menginformasikan
kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang
65
66

Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, Pasal 39.
Ibid, Pasal 40.

Universitas Sumatera Utara

sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Apabila bank tersebut mengalami
kesulitan likuiditas dan/ atau kondisi kesehatannya semakin memburuk, OJK
segera menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan
kewenangan BI sebagai bank sentral.67
Pasal 7 UU OJK berwenang dalam hal membuat pengaturan dan
melakukan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen
risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta melakukan
pemeriksaan bank. Ketentuan yang menentukan secara khusus tentang
kewenangan OJK yang berkaitan dengan tugas pengaturan bank hanya terdapat
dalam pasal 8 UU OJK melaksanakan tugas pengaturan. UU OJK memberikan
kewenangan luas kepada OJK untuk membuat pengaturan dan pengawasan.
Dalam

rangka

pengawasan

bank, OJK hanya

melakukan

pengawasan

microprudential sesuai tugas dan wewenang OJK. Selanjutnya pasal 9 UU OJK,
menentukan bahwa OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
c. melakukan

pengawasan,

pemeriksaan,

penyidikan,

perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,

67

Ibid, Pasal 41.

Universitas Sumatera Utara

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
a) izin usaha;
b) izin orang perseorangan;
c) efektifnya pernyataan pendaftaran;
d) surat tanda terdaftar;
e) persetujuan melakukan kegiatan usaha;
f) pengesahan;
g) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h) penetapan lain,

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya beralih
dari BI ke OJK. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan
pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK berkoordinasi dengan BI
untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.68
Berdasarkan Pasal 40 UU OJK dijelaskan bahwa :
1. Dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, BI dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan
menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
2. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.
Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang
OJK. Namun, dalam hal BI melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan
bank,
3. BI dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu
yang masuk systemically important bank dan atau bank lainnya sesuai
dengan kewenangan BI di bidang macroprudential.
Akibat hukum setelah dibentuknya Lembaga OJK mengakibatkan peranan
BI dalam menjalankan tugasnya hanya sebatas fungsi independen sebagai Bank
Sentral selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran. BI tetap berwenang
mengatur dan mengawasi seluruh aspek perbankan dalam rangka perumusan dan
68

Ibid, Pasal 40.

Universitas Sumatera Utara

pelaksanaan kebijakan moneter dan sistem pembayaran. 69 Dalam pelaksanaannya,
BI melakukan kebijakan moneter melalui penetapan uang beredar atau suku bunga,
dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar
uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan
cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. 70 Selain itu,
BI juga menciptakan efisiensi sistem pembayaran, kesetaraan akses dan
perlindungan konsumen.71 OJK dan BI akan bekerjasama dalam pengawasan bank
terkait penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank,
dibantu oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kewenangan pengawasan sektor perbankan sebagai salah satu sektor
bidang jasa keuangan secara otomatis beralih dari BI kepada OJK. Beberapa
kewenangan pengawasan sektor perbankan yang semula berada di BI diatur dalam
UU tentang BI dialihkan kepada OJK . Dalam Pasal 8 UU tentang BI ditentukan
bahwa pengaturan dan pengawasan Bank merupakan salah satu tugas BI. Dalam
rangka melaksanakan tugas ini, BI menetapkan peraturan, memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan

69

Prof. Dr. Anwar Nasution, Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Impllkasi Hukum, dan
Agenda Kedepan, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Masalah-Masalah
Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl, Denpasar, 2012. http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/ Masalah%20sistem %20keuangan%20dan%20 perbankan%20-%20anwar% 20nasution.
pdf. (diakses tanggal 9 Oktober 2016 pda pukul 15.00 WIB).
70
Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Tujuan Kebijakan Moneter
(http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/, (diakses tanggal 9 Oktober
2016 pada pukul 15.30).
71
Bank Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia, Sistem Pembayaran di Indonesia ,
(http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+Indonesia/Sekilas
(diakses tanggal 9 Oktober 2016 pada pukul 16.00 WIB).

Universitas Sumatera Utara

pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank. 72 Selain itu, BI
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
kehati-hatian.73 Terkait dengan perizinan, ditegaskan bahwa BI:74
a. memberikan dan mencabut izin usaha bank;
b. memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor
bank;
c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
dan
d. memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatankegiatan
usaha tertentu.
Pengawasan yang dilakukan oleh BI meliputi pengawasan langsung dan
tidak langsung.75 BI berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan,
keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh BI, yang
dalam hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak
terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan. 76 Pemeriksaan terhadap
bank dilakukan baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan dan
dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan
pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan.77
BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan
pemeriksaaan terhadap bank. 78 Selain itu, BI dapat memerintahkan bank untuk
menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila
menurut penilaian BI transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di bidang

72

Republik Indonesia, (Bank Indonesia), Op. Cit, Pasal 24.
Ibid, Pasal 25.
74
Ibid, Pasal 26.
75
Ibid, Pasal 27.
76
Ibid, Pasal 28.
77
Ibid, Pasal 29.
78
Ibid, Pasal 30.
73

Universitas Sumatera Utara

perbankan.79 Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian BI membahayakan
kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem
perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian
nasional, BI dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang Perbankan yang berlaku.80
Pengalihan tugas pengawasan bank dari BI kepada OJK, dalam penjelasan
Pasal 34 UU tentang BI Tahun 1999 tidak termasuk tugas pengaturan bank serta
tugas yang berkaitan dengan perizinan. Namun demikian dalam penjelasan Pasal
34 pada UU No. 3 Tahun 2004 tentang BI, pengecualian (pembatasan) ini tidak
diatur atau dinyatakan dalam pasal perubahannya, sehingga dalam UU tentang
OJK, aspek pengaturan termasuk di dalamnya perizinan menjadi wewenang OJK.
Jika dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Perbankan, maka fungsi, tugas,
dan wewenang BI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 27,
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35,
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 37A, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44,
Pasal 52, dan Pasal 53 Undang-Undang ini, beralih menjadi fungsi, tugas, dan
wewenang OJK sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) UU tentang OJK.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa beberapa peran BI dalam hal
pengaturan dan pengawasan perbankan dialihkan kepada OJK, khususnya untuk
hal-hal yang bersifat microprudential, yaitu fokus pada pengawasan langsung
79
80

Ibid, Pasal 31.
Ibid, Pasal 33.

Universitas Sumatera Utara

kepada bank-bank secara individual dan menghindari masalah individual lembaga
pebankan dalam rangka melindungi kepentingan deposan.81 Sedangkan BI hanya
terfokus kepada ruang lingkup macroprudential, yaitu fokus pada sistem
perbankan yang digunakan secara komprehensif. Namun, dalam pelaksanaanya
ternyata antara kedua bentuk kebijakan dari dua lembaga yang berbeda ini
memiliki arah sasaran kebijakan yang sama sehingga batasan pelaksanaanya
menjadi tidak terlihat jelas. Dampaknya industri perbankan cenderung “bingung”
dalam menerapkan kedua jenis kebijakan itu. Di sisi lain ternyata kebijakan ini
khusunya kebijakan mikroprudential yang dibuat oleh OJK juga berdampak
terhadap kinerja Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). 82
Keputusan bersama BI dan OJK guna mewujudkan sistem keuangan yang
stabil dan berkesinambungan tertuang dalam Keputusan Bersama dalam tanggal
18 Oktober 2013 dengan prinsip dasar bersifat kolaboratif, meningkatkan efisiensi
dan efektivitas, menghindari duplikasi, melengkapi pengaturan sektor keuangan,
dan memastikan kelancaran pelaksanaan tugas BI dan OJK.83
Berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia,
tim transisi tersebut bertugas membantu kelancaran pelaksaan tugas Dewan
Komisioner dengan wewenang untuk mengidentifikasi dan memverifikasi
kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen dan hal lain yang terkait dengan

Abdul Rasyid, “Tugas dan Wewenang Antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Sektor Keuangan (Bagian 2 dari 2 Tulisan) ” (http://businesslaw.binus.ac.id/2016/07/30/tugas-dan-wewenang-antara-bank-indonesia-dengan -otoritas-jasakeuangan-terhadap-sektor-keuangan-bagian-2-dari-2-tulisan/ diakses tanggal 16 Oktober 2016)
82
http://masterlee-iwansuparliblogspotcom.blogspot.co.id/2014/09/desentralisasiwewenang-pengawasan.html?view=mosaic/ (diakses tanggal 1 Juli 2016)
83
Ibid.
81

Universitas Sumatera Utara

pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan mengalihkan
penggunaannya ke OJK.84
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia sebagai :85
a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana.
b. Mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien
guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
pertumbuhan perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan
menerapkan :86
a. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi) ;
b. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) ; dan
c. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara
konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri ( self regulatory banking)
dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu
kepada prinsip kehati-hatian.
Pengaturan dan pengawasan bank oleh OJK meliputi wewenang sebagai
berikut : 87

84

Ibid.
Bank Indonesia, “Ikhtisiar Perbankan”
(http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dankewenangan/Contents/Default.aspx diakses tanggal 16 Oktober 2016)
86
Ibid.
87
OJK,
“Pengaturan
dan
Pengawasan
Perbankan”,
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/ikhtisar-perbankan/Pages/Peraturan-dan-PengawasanPerbankan.aspx (diakses tanggal 27 Mei 2016)
85

Universitas Sumatera Utara

a. Kewenangan memberikan izin (right to license ), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan
pemberian izin oleh OJK meliputi pemberian izin dan pencabutan izin
usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan
kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan
bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan
usaha tertentu.
b. Kewenangan yang mengatur (right to regulate ), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan
perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
c. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan
melakukan pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan
tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus, yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk
memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta
untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung
yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berskala yang
disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan OJK dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan

Universitas Sumatera Utara

induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur bank.
OJK dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama OJK melaksanakan
tugas pemeriksaan.
d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction ), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak
memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar
bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut OJK untuk
melakukan pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan meningkatkan
efektivitas pengawasan atas lembaga jasa keuangan secara terintegrasi antar sub
sektor keuangan. Pelaksanaan pengawasan terintegrasi diharapkan dapat
menurunkan potensi resiko sistemik kelompok jasa keuangan, mengurangi potensi
moral hazard, mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa keuangan dan
mewujudkan stabilitas sistem keuangan. Pengembangan sistem pengawasan
terintegrasi mencakup hal-hal sebagai berikut : 88
a. Menyusun metodologi pengawasan konglomerasi yang mencakup siklus
pengawasan, metodologi perhitungan permodalan, dan metode rating
terhadap konglomerasi.
b. Menyusun peraturan internal OJK untuk mendukung implementasi
pengawasan terintegrasi. Ketentuan tersebut terdiri dari ketentuan
mengenai sistem pengawasan terintegrasi, forum komunikasi dan
Nurita Kumala Sari, “Bank Indonesia vs Otoritas Jasa keuangan”, http://nuriithaa.blogspot.co.id/2015/01/bank-indonesia-vs-otoritas-jasa-keuangan.html (diakses tanggal 30
Mei 2016 pukul 13.00 WIB).
88

Universitas Sumatera Utara

koordinasi

pengawasan

terintegrasi,

dan

mekanisme

koordinasi

pengawasan terintegrasi.
c. Menyiapkan organisasi dan SDM.
d. Menyiapkan sistem informasi dan pelaporan. OJK selaku otoritas
pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan berupaya agar
pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat membawa sektor jasa keuangan
berjalan teratur, kredibel dan berjalan tumbuh berkelanjutan.
C. Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Dalam Hal
Terjadi Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Bank
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang OJK ini. Dari Pasal 1 ayat (1) tersebut diketahui
bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang
diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

89

OJK

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan

Rudy Hendra Pakpahan, “Akibat Hukum Terbentuknya Lembaga OJK Terhadap
Lembaga Pengawasan perbankan di Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9 No. 3,
Oktober 2012, Hlm. 419.
89

Universitas Sumatera Utara

di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya antara lain melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain
terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan.
Lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan
jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa
lembaga menjadi pengawasan yang dilakukan oleh satu lembaga, yaitu OJK. Pasal
5 UU OJK menyatakan, bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.90
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai
wewenang yang diatur dalam Pasal 7 :
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan

Bismar Nasution, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan : Kajian Terhadap Independensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”,
(Medan : disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi, 8 juni 2012), hlm 3.
90

Universitas Sumatera Utara

b. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
a. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum,batasmaksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
b. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. sistem informasi debitur;
d. sistem informasi debitur;
e. pengujian kredit (credit testing); dan
f. standar akuntansi bank.
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
a. manajemen risiko;
b. tata kelola bank;
c. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
d. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;
e. pemeriksaan bank.
Pelaksanaan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,OJK
mempunyai wewenang yang diatur dalam Pasal 8 UU OJK:
1. menetapkan peraturan pelaksanaan UU OJK;
2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4. menetapkan peraturanmengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

Universitas Sumatera Utara

5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;
7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan;
8. menetapkan

struktur

organisasi

dan

infrastruktur,

serta

mengelola,

memelihara,dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
OJK mempunyai wewenang yang diatur dalam Pasal 9 UU OJK :
1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen,
dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan;
4. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak
tertentu;
5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

Universitas Sumatera Utara

7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
8. memberikan dan/atau mencabut:
a. izin usaha;
b. izin orang perseorangan;
c. efektifnya pernyataan pendaftaran;
d. surat tanda terdaftar;
e. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
f. pengesahan;
g. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h. penetapan lain,sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
di sektor jasa keuangan.
Dalam pelaksanaan kegiatan perbankan dimungkinkan terjadi suatu
pelanggaran yang bisa dilakukan oleh pihak bank, baik itu pelanggaran
administrative atau pun bahkan pelanggaran yang berupa tindak pidana perbankan.
Terkait dengan hal ini OJK tentu mempunyai tanggung jawab atas terjadinya
pelanggaran yang merupakan ranah atau bagian dari pengawasan OJK. 91 Sesuai
pasal 6 huruf A UU OJK mengatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Ketika
terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak bank maka hal ini tentu
berhubungan langsung dengan aspek kehati-hatian bank, OJK mempunyai
kewenangan dalam hal pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian

91

Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, Pasal 6.

Universitas Sumatera Utara

bank yang meliputi: manajemen resiko, tata kelola bank, prinsip mengenal
nasabah dan anti pencucian uang serta terakhir pencegahan pembiayaan terorisme
dan kejahatan perbankan.92
Pelanggaran yang dilakukan oleh bank dan masuk di dalam kewenangan
OJK tersebut tentu saja OJK mempunyai tanggung jawab akan hal tersebut.
Terkait dengan tugas OJK sebagai lembaga pengawas di sektor perbankan maka
tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh OJK dapat dilihat di Pasal 9 huruf C
yaitu

“melakukan

pengawasan,

pemeriksaan,

penyidikan,

perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau
penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan”. Pasal ini lebih mengarah untuk
memberikan perlindungan konsumen (nasabah) ketika terjadi pelanggaran yang
dilakukan oleh bank.
OJK berwenang melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa
Keuangan yang dilakukan oleh Penyidik OJK. 93 Penyidik OJK terdiri atas:94
a. Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
dipekerjakan di OJK; dan/atau
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK dan diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik.
Penyidik OJK, sesuai kewenangannya, menyampaikan hasil Penyidikan kepada
Jaksa untuk dilakukan penuntutan. 95 Jaksa menindaklanjuti dan memutuskan

92

Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, Pasal 7 huruf C.
Republik Indonesia, (Penyidikan Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan ) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /Pojk.01/2015 , Pasal 2.
94
Ibid, Pasal 3.
93

Universitas Sumatera Utara

tindak lanjut hasil Penyidikan sesuai kewenangannya paling lama 90 (sembilan
puluh) hari sejak diterimanya hasil Penyidikan dari Penyidik OJK. 96 Untuk
kepentingan Penyidikan, Penyidik OJK dapat meminta keterangan dari bank
tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.97

95

Ibid, Pasal 6 ayat (1).
Ibid, Pasal 6 ayat (2).
97
Ibid, Pasal 7 ayat (1).
96

Universitas Sumatera Utara