Identifikasi Zat Pewarna Tambahan Pangan Pada Jeli Secara Kromatografi Kertas

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jeli
Jeli merupakan makanan yang dibuat dari karaginan, yaitu senyawa
polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit,
seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Ioto-karaginan, Kappa-karaginan, dan Lambdakaraginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel yang dihasilkan. Kappa-karaginan dan
Lambda-Karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan Ioto-karaginan
membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk. (Anggadiredja, 2009).
Komposisi jeli secara umum yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula, serta
dibutuhkan sejumlah air (60-62 %) untuk melarutkannya hingga diperoleh produk
akhir. Salah satu senyawa yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan jeli
adalah pektin, sebab pektin mempengaruhi pembentukan gel dari jeli. Pektin
merupakan senyawa yang berasal dari asam poligalakturonat. Kondisi pH optimum
untuk pembentukan gel dari pektin adalah 2,8-3,2. Apabila pH diatas 3,5, maka gel
tidak akan terbentuk. Sedangkan pH dibawah 2,5 gel yang terbentuk terlalu keras.
(Jelen, 1985).

Secara umum pembuatan jeli cukup sederhana, yakni buah-buahan yang

akan dibuat jeli diperas dan diambil sarinya. Sejumlah gula kemudian
ditambahkan, sesuai dengan perbandingan, yakni 45 bagian buah dan 55 bagian
gula. (Jelen, 1985).

Universitas Sumatera Utara

5

Pembuatan jeli yakni, pertama buah dipotong-potong kecil, lalu direbus
selama 5-10 menit. Kemudian dihaluskan dengan blender , kemudian disaring.
Cairan yang diperoleh didiamkan selama 1 jam sampai semua kotoran
mengendap, sehingga diperoleh cairan sari buah yang bening. Lalu masukkan 450
gr sari buah kedalam wajan, lalu ditambahkan 550 gr gula pasir dan dimasak
sampai kental dan matang. Tanda kematangannya ialah bila dituangkan jatuhnya
terputus-putus dan tercium aroma buah yang khas. (Koswara, 2006).

2.2 Bahan Tambahan Pangan
Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan

merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan
penyimpanan. (Cahyadi, 2008).
Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan adalah untuk meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan
Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan,
antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet,
pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran. (Cahyadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

6

2.3 Pewarna Pangan
Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu
produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur
dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat. Warna
juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan. (Deman,

1980).
Menurut International Food Information Council Foundation (1994),
pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan tampilan tertentu dan
membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes (1999) lebih
sederhana, yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada pangan. (Wijaya, 2009).
Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna,
yaitu :
1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Misalnya klorofil
berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna
merah pada daging.
2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanasknan membentuk warna
cokelat. Misalnya warna cokelat pada kembang gula karamel atau roti yang
dibakar.
3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Mailard, yaitu antara gugus
amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk
yang disimpan lama akan berwarna gelap. (Winarno, 1992).

Universitas Sumatera Utara


7

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam
atau cokelat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta
enzim, mislanya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetis, yang
termasuk dalam golongan bahan aditif makanan. (Winarno, 1992).

2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan
Berdasarkan survey yang telah dilakukan Walford (1980), ada beberapa
tujuan penggunaan pewarna pangan, yaitu :
1. Untuk memberikan penampilan yang menarik dari produk makanan yang telah
berubah warna ketika proses pembuatan.
2. Untuk memberikan warna kepada produk makanan sesuai dengan sifat
makanan tersebut.
3. Untuk menguatkan warna suatu produk makanan yang memiliki warna yang
lemah.
4. Untuk memastikan keseragaman suatu bets dari sumber yang berbeda.
(Walford, 1980).


2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan
Pewarna pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna
alami, dan pewarna sintetis. Pewarna pangan yang berasal dari bahan alam disebut
pewarna alami. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis
secara kimia. (Wijaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara

8

2.3.2.1 Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang
dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi, memberikan bumbu atau pemberi rasa ke bahan
olahannya. Dewasa ini ada beberapa bahan pewarna alami yang digunakan untuk
menggantikan pewarna sintetis. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan
pewarna merah sintetis FD & C No. 2. Pewarna alami juga dapat memberikan
fungsi tambahan sebagai antioksidan, antimikroba, dan fungsi lainnya. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan penggunaan pewarna alami cenderung menjadi dua

kali lipat bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, terutama di negara-negara
maju. Meskipun pewarna alami ini jauh lebih aman untuk dikonsumsi, akan tetapi
penggunaan pewarna alami belum dapat dilakukan secara menyeluruh, sebab
beberapa kendala, seperti rasa yang kurang sedap, penggumpalan pada saat
penyimpanan, dan ketidakstabilan dalam penyimpanan. (Cahyadi, 2008 ; Wijaya,
2009).
Umumnya pewarna alami diperoleh dari ekstrak kasar dari suatu
tumbuhan yang pada dasarnya tidak stabil. Jelas terlihat stabilitas warna pada
beberapa makanan dari penggunaan pewarna alami ini. Sebagai contoh adalah
antosianin. Antosianin dapat digunakan pada beberapa produk, akan tetapi variasi
warna yang ada terlalu sempit penggunaannya. Hal ini disebabkan ketidakstabilan
antosianin terhadap pH tertentu, terutama pH asam. (Walford, 1984).
Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari, dan
suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu 4–80C untuk
meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. (Wijaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara

9


Pewarna alami berbentuk bubuk pada umumnya higroskopis. Beberapa
sifat dari pewarna alami ditunjukkan pada tabel 2.1. (Wijaya, 2009).
Tabel 2.1. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok
Karamel

Warna
cokelat

Sumber
gula
dipanaskan
tanaman

Kelarutan
Stabilitas
air
stabil

Antosianin

Flavonoid

jingga, merah,
biru
kuning

tanaman

air

Batalain

kuning, merah

tanaman

air

Quinon


kuning-hitam

tanaman

air

Xanthon

kuning

tanaman

air

Karotenoid

kuning, merah

air


Klorofil

hijau

tanaman/
hewan
tanaman

Heme

merah, cokelat

hewan

air

lipid dan
air
air


peka terhadap
panas dan pH
stabil terhadap
panas
sensitif
terhadap panas
stabil terhadap
panas
stabil terhadap
panas
stabil terhadap
panas
sensitif
terhadap panas
sensitif
terhadap panas

Sumber : Cahyadi (2008)

2.3.2.2 Pewarna Sintetis
Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia.
Berdasarkan kelarutannya, dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes dan
lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umunya bersifat larut dalam air, sehingga

larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut
yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin, atau alkohol.
Sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. (Cahyadi,
2008).

Universitas Sumatera Utara

10

Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, dan

pasta. Lakes adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan
absorpsi dyes pada radikal (A atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Lapisan
alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut dalam air. Pada pH
3,5-9,5 stabil, dan di luar selang tersebut lapisan alumina pecah, sehingga dyes
yang dikandungnya akan terlepas. (Cahyadi, 2008).
Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak
merupakan campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour
terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat
pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat
didalamnya. Pada umumnya pewarna sintetis lebih stabil terhadap pH, cahaya,
dan faktor lainnya selama pengolahan dan penyimpanan (Tabel 2.2). (Wijaya,
2009).
Tabel 2.2. Kestabilan Beberapa Pewarna Sintetis

Pewarna
Cahaya
Eritrosin
Sangat baik
Merah Allura
Sangat baik
Kuning FCF
Sedang
Hijau FCF
Rendah
Biru Berlian
Rendah
Indigotin
Sangat rendah
Tartrazin
Baik
Sumber : Wijaya (2009)

Kestabilan terhadap
Oksidasi
pH
Rendah
Sangat rendah
Rendah
Baik
Rendah
Baik
Sangat rendah
Baik
Sangat rendah
Baik
Sangat rendah
Baik
Rendah
Baik

Pewarna sintetis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia
yang terdapat pada pewarna tersebut (Tabel 2.3), yakni Azo dyes, Triarylmethane
dyes, Quinophthalon dyes, Xanthene dyes, dan Indigo dyes. Struktur beberapa

pewarna sintetis terlihat pada Gambar 2.1. (Socaciu, 2008).

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2.3. Golongan Pewarna Sintetis
Golongan
Azo Dyes

Triarylmethane Dyes
Quinophthalon Dyes
Xanthene Dyes
Indigo Dyes
(2008)

Contoh Pewarna
Allura Red (Merah Allura), Amaranth,
Azorubin (Carmoisine), Briliant Black,
Brown FK, Brown HT, Litol Rubin BK,
Ponceau 4R, Merah 2G, Sunset Yellow,
Tartrazine
Briliant Blue FCF , Fast Green FCF , Green
S, Patent Blue V
Quinoline Yellow (Kuning Kuinelin)
Erythrosine (Eritrosin)
Indigotine (Indigotin)

Su
mb
er :
Soc
aci
u

Gambar 2.1. Struktur Beberapa Pewarna Sintetis

Allura Red

Brilliant Blue

Carmoisine

Tartrazine

Sunset Yellow

Quinoline Yellow

Sumber : Socaciu (2008)

Universitas Sumatera Utara

12

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan pewarna yang dilarang (Tabel 2.4) diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan pangan (BTP). (Cahyadi, 2008).
Tabel 2.4. Pewarna Sintetik yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia

Pewarna
Amaran
Biru Berlian
Eritrosin
Hijau FCF
Hijau S
Indigotin
Ponceau 4R
Kuning Kuinelin
Sunset Yellow
Tartrazin
Carmoisin
Citrus Red
Ponceau 3R
Ponceau SX
Rhodamin B
Buinea Green B
Magentha
Chrysoidine
Butter Yellow
Sudan I
Methanil Yellow
Auramine
Oil Orange SS
Oil Orange XO
Oil Yellow AB
Oil Yellow OB
Sumber : Cahyadi (2008)

Pewarna yang Diizinkan
Nomor Indeks Warna (C.I. No)
16185
42090
45430
42053
44090
73015
16255
15980
15985
19140
14720
Pewarna yang Dilarang
12156
16155
14700
45170
42085
42510
11270
11020
12055
13065
41000
12100
12140
11380
11390

Universitas Sumatera Utara

13

2.4 Identifikasi Pewarna Sintetis
Identifikasi pewarna sintetis dapat dilakukan dengan beberapa metode. Umumnya
metode identifikasi yang digunakan adalah metode kromatografi maupun metode
spektrofotometri, ataupun gabungan kedua metode ini. Metode yang dapat digunakan
antara lain reaksi warna, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, spektrofotometri,
dan kromatografi cair kinerja tinggi. (Cahyadi, 2008 ; Walford, 1984; Socaciu, 2008).

2.4.1 Cara Reaksi Warna
Identifikasi pewarna sintetis dengan cara reaksi warna biasanya dilakukan
sebagai identifikasi pendahuluan. Penggunaan cara reaksi kimia ini dilakukan dengan
penambahan HCl(p), H2SO4(p), NaOH 10%, dan NH4OH 12%. Kemudian warna yang
dihasilkan dengan penambahan pereaksi-pereaksi tersebut disesuaikan dengan tabel 2.5.
(Apriyantono, 1989).
Tabel 2.5. Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi
Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi
Pewarna
HCl(p)
H2SO4(p)
NaOH 10%
NH4OH 12%

Carmoisin
Tartrazin

Sedikit
berubah
Sedikit gelap

Sunset
Kemerahan
Yellow
Briliant
Kuning
Blue
Ponceau 4R Merah pucat
Sumber : Apriyantono (1989)

Violet

Merah

Merah

Sedikit gelap
Kecoklatan

Sedikit
berubah
Kecoklatan

Sedikit
berubah
Tidak berubah

Kuning

Tidak berubah

Tidak berubah

Violet

Cokelat kuning Merah

Universitas Sumatera Utara

14

2.4.2 Identifikasi Zat Pewarna dengan Kromatografi
Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya
menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan
prinsip yang sama seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan
atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran
bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang
berbeda. (Gritter, 1991)

2.4.2.1 Kromatografi Kertas

Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan
mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah
kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas
yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan
kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja beragam.
Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan. (Jim, 2009)
Prosedur penyiapan sampel dari metode kromatografi ini yakni, sejumlah
cuplikan ditambahkan asam asetat encer kemudian masukkan benang wool bebas lemak
secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk.
Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool
dengan penambahan ammonia 10% diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan
pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen yang
sesuai dan diletakkan pada suhu kamar. (Cahyadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

15

Richard Laurence Millington Synge (1914-1994) adalah orang pertama yang
menggunakan metode identifikasi asam amino dengan kromatografi kertas. Saat
campuran asam amino menaiki lembaran kertas secara vertikal karena ada fenomena
kapiler, partisi asam amino antara fasa mobil dan fasa diam (air) yang teradsorbsi pada
selulosa berlangsung berulang-ulang. Ketiak pelarut mencapai ujung atas kertas proses
dihentikan. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Dari
nilai R, masing-masing asam amino diidentifikasi. (Jim, 2009)
Penelitian yang telah dilakukan Charles (1990) eluen yang baik digunakan untuk
identifikasi pewarna sintetis dengan metode kromatografi kertas adalah etil metil
keton:aseton:air (70:30:30). (Walford, 1984)

2.4.2.1.1 Jenis Kromatografi Kertas
2.4.2.1.1.1 Kromatografi Kertas Satu Arah
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam.
Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel tinta diteteskan
pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut
dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada
garis yang sama. Dalam gambar 2.2, pena ditandai 1,2 dan 3 serta tinta pada pesan
ditandai sebagai M. (Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.2. Contoh Kromatografi Kertas

Sumber: (Jim, 2009)
Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah
garis pada bercak diatasnya. Gambar berikutnya tidak menunjukkan terperinci
bagaimana kertas di gantungkan karena terlalu banyak kemungkinan untuk
mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar. Kadang-kadang kertas hanya
digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian
atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah
wadah. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam
gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia
dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut
pada kertas. (Jim, 2009)
Gambar 2.3. Kromatografi Kertas dengan eluen

Eluen
Sumber: (Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara

17

Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda
dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan
berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Gambar 2.4 menunjukkan apa yang tampak
setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas. (Jim, 2009)
Gambar 2.3. Bergeraknya eluen
Batas atas

Sumber: (Jim, 2009)
Dengan sangat mudah dijelaskan melihat dari kromatogram akhir dari pena yang
ditulis pada pesan yang mengandung pewarna yang sama dengan pena 2. Anda juga
dapat melihat bahwa pena 1 mengandung dua campuran berwarna biru yang
kemungkinan salah satunya mengandung pewarna tunggal terdapat dalam pena 3. (Jim,
2009)

2.4.2.1.1.2. Kromatografi Kertas Dua Arah
Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah
pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.Waktu ini kromatogram
dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar.
(Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara

18

Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai
pelarut mendekati bagian atas kertas. Dalam gambar 2.4, posisi pelarut ditandai dengan
pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk
pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda. (Jim, 2009)
Gambar 2.4. Kromatografi kertas dua arah

Sumber: (Jim, 2009)
Jika anda melihatnya lebih dekat, anda dapat melihat bahwa bercak pusat besar
dalam kromatogram sebagian biru dan sebagian hijau. Dua pewarna dalam campuran
memiliki nilai Rf yang hampir sama. Tentunya, nilai-nilai ini bisa saja sama, keduanya
memiliki warna yang sama, kertas kering seluruhnya, dan putar 90o dan perlakukan
kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda. Hal yang sangat tidak dipercaya
bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua
sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan
bergerak dengan jumlah yang berbeda.
(Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.5. Bergeraknya eluen

Sumber: (Jim, 2009)
Gambar berikutnya menunjukkan apa yang mungkin terjadi pada berbagai bercak
pada kromatogram awal. Posisi pelarut kedua juga ditandai bercak-bercak yang telah
bergerak. Kromatogram akhir akan tampak seperti gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kromatogram Kromatografi Kertas dua arah

Sumber: (Jim, 2009)
Kromatografi dua arah secara seluruhnya terpisah dari campuran menjadi empat
bercak yang berbeda. (Jim, 2009)

2.4.2.2 Menentukan Jarak Relatif (Rf)
Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh
pelarut, beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relatif pada
pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu. (Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara

20

Sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan
komposisi pelarut yang tepat. Jarak relatif pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk
setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:
Rf =
(Jim, 2009)

Ja a ya

yawa

Ja a ya

a

Misalnya, jika salah satu komponen dari campuran bergerak 9,6 cm dari garis
dasar, sedangkan pelarut bergerak sejauh 12,0 cm, jadi Rf untuk komponen itu:
Rf =

,

,

= 0,90 cm
Dalam contoh tidak perlu menghitung nilai Rf karena anda akan membuat
perbandingan langsung dengan hanya melihat kromatogram. Ada dua bercak pada
kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama
pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak
selalu benar, senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga
sangat mirip. (Jim, 2009)

Universitas Sumatera Utara