PELANGGARAN HAM DI BEBERAPA NEGARA

PELANGGARAN HAM DI BEBERAPA NEGARA

Inilah Daftar Pelanggar HAM Versi
AS
Amerika Serikat dalam laporan tahunan hak asasi manusia menyebut 2014
sebagai tahun yang dipenuh serangan keji kaum teroris. Islamic State menjadi
pemuncak ranking pelanggar berat HAM.

Amerika Serikat dalam laporan tahunan hak asasi manusia 2014 untuk pertama kalinya
menempatkan aktor non pemerintah, yaitu Islamic State, sebagai pemuncak ranking
pelanggar HAM. Disebutkan dalam laporan itu 2014 menjadi tahun yang dipenuh serangan
keji kaum teroris, mulai dari kekejian IS, Al Qaeda di jazirah Arab dan di kawasan Islam
Maghribi, Al Shaabab, Boko Haram dan Front Al-Nusra.
"Dunia menyaksikan pembunuhan keji oleh milisi Islamic State dengan cara membakar
hidup-hidup tawanan, menggorok leher sandera, menjual tawanan wanita sebagai budak
sex atau membantai warga sipil yang melawan", tulis menteri luar negeri John Kerry dalam
kata pengantar laporan tahunan HAM itu.

Negara pelanggar HAM

Tapi seperti tradisi laporan HAM sebelumnya, Amerika Serikat juga membuat daftar

negara atau pemerintahan yang tergolong pelanggar berat hak asasi manusia. Suriah
dikritik tajam akibat menggunakan akasi pembantaian, pemboman warga sipil dan
pemerkosaan massal sebagai alat perang. "Suriah bukan hanya mengerahkan tentara
reguler tapi juga kelompok milisi yang berafiliasi dengan rezim untuk melancarkan aksi
kekerasan", tulis laporan tahunan yang disusun berdasar mandat Kongres AS itu.
Selain itu laporan mengkategorikan Korea Utara, Rusia, Arab Saudi dan Iran sebagai
negara dengan pemerintahan otoriter yang menggunakan hukum yang represif atau
kekerasan untuk mengintimidasi warganya. Rusia terutama dikritik terkait invasi ke
Ukraina. Arab Saudi dikecam karena tidak melakukan represi kebebasan beragama dan
tidak menghormati hak perempuan. Sementara Iran dikecam karena melakukan eksekusi
mati sewenang-wenang.
Sejumlah negara juga dikecam karena melanggar hak mengeluarkan pendapat dan
berekspresi dengan membolokir akses ke situs internet atau media sosial. Laporan itu
menempatkan Cina, Turki, Arab Saudi, Kuwait, Vietnam, Belarusia, Tajikistan, dan Ekuador
sebagai pelaku utama represi media dan akses ke internet.

AS dan otokritik


H A M D A N R E A L I TA PA H I T K E M A N U S I A A N


Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak
atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak
atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350
wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.

1234567891011121314

Tidak hanya mengecam negara lain sebagai pelanggar HAM, laporan itu juga mengkritik
beragam pelanggaran hak asasi manusia berat yang masih terus berlangsung di Amerika
Serikat sendiri. Yang paling menonjol adalah aksi pembunuhan berlatar kebencian ras
terhawap warga kulit hitam di negara itu.
Kasus pembunuhan warga sipil kulit hitam oleh polisi kulit putih, memicu aksi protes dan
kerusuhan sepanjang tahun 2014 silam. Kasus teranyar pada 2015 adalah penembakan
membabi buta oleh seorang remaja kulit putih yang menewaskan 9 warga kulit hitam di
sebuah gereja di Charleston, South Carolina. Menlu Kerry menegaskan, dengan laporan ini,
hendak ditegaskan tidak ada arogansi AS dalam mencatat kasus pelanggaran HAM di
seluruh dunia.


Indonesia dipuji
Selain mengulas pelanggaran hak asasi manusia, laporan tahunan HAM dari Kongres AS
itu juga memuat pujian bagi negara yang dinilai melakukan reformasi atau transformasi
positif. Indonesia termasuk yang dipuji, karena melakukan transisi secara damai, dengan
memilih seorang presiden yang berani mendobrak tradisi pusat kekuasaan.
India dipuji karena sukses menggelar pemilu damai terbesar dalam sejarah. Afghanistan
dipuji mampu melakukan transfer kekuasaan secara damai dari satu pemerintahan terpilih
ke pemerintahan terpilih berikutnya. Juga Tunisia mendapat pujian, sebagai negara "Arab
Uprising" yang bisa menggelar pemilihan presiden bebas dan adil untuk pertama kalinya
pasca revolusi tahun 2012.
as/ml (dpa,rtr,afp,ap)
LAPORAN PILIHAN

Arab Saudi - Antara Modern dan Dogmatis
Wahabisme adalah agama negara di Arab Saudi. Segalanya harus berdasarkan paham itu.
Banyak pakar Islam mengkritik sistem itu. Sementara di Arab Saudi kritik tidak dimengerti.
(10.06.2015)

Jerman Kritik HAM di Mesir Tapi Ajak Tingkatkan Bisnis
Kanselir Jerman Merkel saat menerima presiden Mesir di Berlin mengritik hukuman mati

massal di negara itu, tapi mengajak Kairo untuk meningkatkan bisnis. Kunjungan presiden
Mesir ke Jerman diwarnai aksi protes di Berlin. (04.06.2015)

Tuduhan Aniaya Pengungsi Ancam Reputasi Jerman

Jerman dikejutkan sebuah laporan tentang penganiayaan pengungsi oleh polisi Jerman. Sejauh
ini polisi tolak komentari tuduhan, namun polisi yang jadi tersangka utama telah
diberhentitugaskan. Perspektif Grahame Lucas. (18.05.2015)

Xxxxxxxx
JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Koalisi Keadilan dan Pengungkapan
Kebenaran (KKPK) Kamala Chandrakirana menyebutkan, pola kasus
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia selalu berulang.
Dari hasil pengumpulan database nasional yang didokumentasikan KKPK selama
satu tahun enam bulan dan diliris pada 2014, Kamala menyebutkan bahwa selama
40 tahun, yaitu periode 1965 - 2005, jumlah kasus pelanggaran HAM mencapai
1.300 kasus.
"Kasus-kasus ini menceritakan logika rezim yang memunculkan pola-pola
pelanggaran yang terus-menerus muncul, berulang," ucap Kamala dalam sebuah
diskusi di Universitas Atma Jaya Jakarta, pada Selasa (20/9/2017).

"Dari hasil analisis terhadap data yang kami kumpulkan bersama ada enam pola
yang berulang," kata dia.
Keenam pola kasus pelanggaran HAM itu yakni pembasmian; kekerasan dalam
perampasan sumber daya alam; penyeragaman dan pengendalian; kekerasan
antarwarga; kekerasan terhadap perempuan; serta kebuntuan hukum.
Kamala menuturkan, 1.300 kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebagian besar
pada masa Orde Baru tersebut telah memakan korban lebih dari 3.000 orang.
"Ini semua menjadi pola yang berulang," ujar Kamala.
(Baca juga: Imparsial: Penuntasan Kasus HAM Akan Pengaruhi Elektabilitas Jokowi
pada 2019)
Dia mengatakan, maka dari itu apabila ada kasus pelanggaran HAM pada rentang
masa itu yang bisa diselesaikan, seharusnya ada kasus serupa lain yang bisa
dituntaskan pula. Namun, kata Kamala, sejauh ini tidak ada.
"Karena masih ada sistem yang telah terbangun selama 32 tahun yang masih punya
nyawa dalam kehidupan kita hari ini. Jadi kalau kita lihat sekarang ada kebuntuan
(hukum), itu tidak muncul begitu saja," ucap Kamala.
Selain Kamala, salah satu narasumber yang hadir dalam diskusi itu tak lain adalah
ibu dari korban Tragedi Semanggi I, yaitu Maria Catarina Sumarsih.

Sumarsih menceritakan upayanya bersama keluarga korban dan para aktivis HAM

dalam mendapatkan keadilan.
Melihat perjuangan korban Tragedi Semanggi I, Semanggi II dan Trisakti tersebut,
Kamala menegaskan, perjuangan penyelesaian tungas pelanggaran HAM masa
lalu bukanlah sebuah proses pendek.
"Ini akan berlangsung, dan bukan hanya Sumarsih, karena akar persoalan ini begitu
dalam, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata dia.
Rangkuman dokumentasi yang dilakukan KKPK pun mencoba menggambarkan
narasi yang menggabungkan kasus demi kasus pelanggaran HAM di masa Orde
Baru, termasuk Semanggi dan Trisakti.
"Kita perlu melihat kasus dari kasus sebagai bagian tidak terpisah dari rangkaian,
dalam konteks satu rezim Orba. Rezim ni telah menghasilkan pelanggaranpelanggaran ini. Ini bukan anomali," ucap Kamala.

Xxxxxxxxx
20 PELANGGARAN HAM DAN SOLUSINYA
1.

Penembakan Buruh Pt.Freeport Pelanggaran Ham

Kasus:
Pada hari Senin 10 Oktober 2011 pagi pukul 09.00 WPB terjadi penembakan di

Terminal Bus Gorong-gorong. Insiden ini bermula ketika ribuan karyawan yang sejak
15 September lalu menggelar aksi mogok kerja, hendak naik menuju areal tambang di
Tembagapura melalui terminal Gorong-gorong. Namun, pihak manajemen Freeport
dibantu aparat kepolisian menghadang.
Tujuan naik untuk menutup Freeport karena hingga saat ini manajemen tidak mau
berunding. Lantas, saat menuju terminal bus Freeport, mereka dihadang dan kemudian
ditembaki aparat. Tembakan dari Polisi kepada karyawan. Tembakan dari polisi
mengenai karyawan berjumlah 8 Orang. 1 orang langsung Tewas ditempat, 2 Luka
Parah dan lainnya luka ringan.

Solusi:
Menyikapi tragedi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) yang terus berlangsung di tanah Papua, khususnya pada

peristiwa penembakan terhadap peserta aksi mogok kerja serikat
pekerja PT. Freeport yaitu :

PT. Freeport harus bertanggungjawab terhadap korban tragedi pelanggaran hak
asasi manusia baik terhadap buruh-buruhya.


Mendesak Negara segera menghentikan tindakan kekerasan dalam penyelesaian
konflik dengan rakyatnya, dan bertanggungjawab terhadap berbagai tragedi kekerasan
dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh para aparatusnya.

Mendesak Presiden RI bertanggungjawab terhadap tragedi penembakan yang
terjadi terhadap serikat pekerja PT. Freeport Indonesia. Mencopot Kapolri dan
Kapolda Papua atas tragedi ini dan tindakan repressif lainnya yang dilakukan terhadap
rakyat di berbagai daerah.

Mendukung sepenuhnya perjuangan yang dilakukan oleh Serikat Pekerja PT.
Freeport Indonesia atas hak-haknya.

2.

Perambah Hutan Di Register 45 Kabupaten Mesuji, Lampung

Kasus :
Kasus pengelolaan lahan milik adat di areal kawasan Hutan Tanaman Industri Register
45 Way Buaya tepatnya di Talang Pelita Jaya Desa Gunung Batu. Pemicu konflik
terkait perkebunan sawit adalah karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan

menguasai tanah warga dalam waktu yang lama mulai 10 – 17 tahun. Dan warga tidak
satu rupiah-pun mendapatkan manfaat dari hasil kebun sawit itu.
Tindakan sewenang-wenang perusahaan ini selalu berlindung atas UU perkebunan
Nomor 18 tahun 2004. Dimana UU ini telah memberikan legalitas yang sangat kuat
kepada perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang
dikuasai rakyat. Pasal-pasal dalam UU ini dengan jelas memberikan ruang yang besar
kepada perusahaan perkebunan baik swasta maupun pemerintah untuk terus
melakukan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani.

Solusi :


Mendesak DPR untuk segera melakukan interpelasi


Mendesak Presiden untuk melakukan evalusi terhadap POLRI dan
menempatkannya dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri


Mendesak KAPOLRI agar segera menarik seluruh pasukan Brimob dari dalam

areal perkebunan sawit dan menghukum berat pelaku penembakan petani serta tidak
terlibat dalam sengketa agraria

Mendesak POLRI untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap petani di
Mesuji dan memberikan pertanggungan atas seluruh biaya yang ditimbulkan atas para
korban baik yang meninggal dan masih dirawat di rumah sakit

Mendesak Komnas HAM untuk mengumumkan bahwa kasus di Mesuji
merupakan pelanggaran HAM Berat.

Mendesak Presiden untuk segar turun memimpin penghentian tindak
pelanggaran HAM disemua sector.

3.

Kasus Ambon Tahun 1999

Kasus :
Konflik dan pertikaian yang melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999
telah berkembang menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan

menghancurkan semua tatanan kehidupan bermasyarakat.
Tidak heran bahwa awal dari kerusuhan ini tidak lain berawal dari sentimen agama
yang diprovokasi oleh masing-masing agama, mengingat kecenderungan di masingmasing agama sama banyak. Konflik pertama-tama dipicu oleh kejadian pertengkaran
personal antara seorang sopir angkutan umum dan seorang pemuda yang sudah
dianggap biasa oleh masyarakat Ambon pada umumnya. Ada dua versi, dari Islam dan
Kristen, yang beredar di masyarakat. Pertengkaran personal ini kemudian meluas
menjadi pertikaian antar kelompok agama dan suku yang meledak menjadi kerusuhan.

Solusi :

Melakukan penegakan hukum secara tegas dan bijaksana, tanpa pandang bulu.
memberi rasa adil dan kepuasan dari para korban terhadap mereka yang secara nyata
telah melakukan tindak kriminalitas.


Meminta secara serius perhatian para pemuka agama untuk secara sistimatis
melakukan pelayanan-pelayanan yang bersifat pastoral agar kehidupan umat
khususnya para korban bisa memperoleh penghiburan. Dengan demikian, diharapkan
pemulihan kondisi psikologis ini dapat membantu meredanya keinginan-keinginan
balas dendam.

Masyarakat Ambon juga harus selalu menjaga kesejukan, perdamaian, serta
tidak mudah terpancing oleh desas-desus. Alhasil, masyarakat di sana bisa terhindar
dari pertikaian dan kekerasan.

Harus ada komunikasi yang baik dari semua unsur politik dan kemasyarakatan,
ulama, gereja dan kepemudaan

4.

Kasus Bom Bali

Kasus :
Kasus Bom Bali juga menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM terbesar di
Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada 12 November 2002, di mana terjadi peledakan
bom oleh kelompok teroris di daerah Legian Kuta, Bali. Total ada 202 orang yang
meninggal dunia, baik dari warga lokal maupun turis asing mancanegara yang sedang
berlibur. Akibat peristiwa ini, terjadi kepanikan di seluruh Indonesia akan bahaya
teroris yang terus berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya.
Korban terbanyak adalah warga Australia yang sedang berlibur di Bali. Hal ini juga
sempat membuat hubungan Indonesia dengan Australia retak karena pemerintah kita
tak kunjung berhasil mengeksekusi mati pelaku peledakan bom di Bali tersebut.

Solusi :

Polisi sebagai aparat penegak hukum sudah saatnya meningkatkan kualitas
intelijennya untuk menghadapi terorisme yang juga semakin kompleks modus
operasinya. Sudah saatnya polisi maupun pihak terkait memiliki kemampuan untuk
mengendus jaringan-jaringan yang mampu dan memiliki kemungkinan untuk

melakukan aksi terorisme, sehingga penanggulangan yang dilaksanakan bukan hanya
reaktif pasca terjadinya terorisme saja.

Dan yang harus kita ingat bahwa aksi-aksi terorisme tidak bisa hanya dilakukan
dengan cara hard power saja seperti dengan kekerasan untuk menangkap atau
penyergapan teroris, namun dibutuhkan pula cara soft power seperti sosialisme nilainilai pancasila, pemahaman ideologi, melakukan dialog-dialog dengan kelompok yang
memiliki kemungkinan dalam aksi terorisme serta deradikalisasi.

Peran serta masyarakat, baik masyrakat Indonesia pada umumnya maupun
masyarakat Bali pada khususnya dalam memberantas terorisme juga sangat
dibutuhkan. Karena teroris juga hidup di dalam masyarakat, sehingga seharusnya
masyarakat sudah mengenali sejak awal gerak-gerik serta karakter orang disekitarnya.
Kemudian segera laporkan kepada pihak berwajib apabila terdapat keanehan serta
kejanggalan di sekitar kita. Namun, meskipun demikian pihak yang berwajib tersebut
tidak seharusnya langsung begitu saja menangkap orang yang dicurigai, selidiki dulu
apakah benar mereka adalah teroris. Jangan sampai penangkapan dan penyergapan
teroris menjadi salah sasaran dan melanggar hak asasi manusia.

5.

Tragedi Trisakti

Kasus :
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis
finansial Asia sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi
besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada
pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang
kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti
bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan
peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar
berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan
penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil
Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara

Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan
Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang
dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru
tajam. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru
tajam untuk tembakan peringatan.
Hak Yang Di Langgar :
Salah satu hak yang dilanggar dalam peristiwa tersebut adalah hak dalam kebebasan
menyampaikan pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi setiap
warga negara dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi pancasila di
Indonesia. Peristiwa ini menggoreskan sebuah catatan kelam di sejarah bangsa
Indonesia dalam hal pelanggaran pelaksanaan demokrasi pancasila.. Dari awal
terjadinya peristiwa sampai sekarang, pengusutan masalah ini begitu terlunta-lunta.
Sampai sekarang, masalah ini belum dapat terselesaikan secara tuntas karena berbagai
macam kendala. Sebenarnya, beberapa saat setelah peristiwa tersebut terjadi, Komnas
HAM berinisiatif untuk memulai untuk mengusut masalah ini. Komnas HAM
mengeluarkan pernyataan bahwa peristiwa ini adalah pelanggaran HAM yang berat.
Masalah ini pun selanjutnya dilaporkan ke Kejaksaan Agung untuk diselesaikan.
Namun, ternyata sampai sekarang masalah ini belum dapat diselesaikan bahkan
upayanya saja dapat dikatakan belum ada. Belum ada satupun langkah pasti untuk
menyelesaikan masalah ini. Alasan terakhir menyebutkan bahwa syarat kelengkapan
untuk melakukan siding belum terpenuhi sehingga siding tidak dapat dilaksanakan.
Seharusnya jika pemerintah benar-benar menjunjung tinggi HAM, seharusnya
masalah ini harus diselesaikan secara tuntas agar jelas agar segala penyebab terjadinya
peristiwa dapat terungkap sehingga keadilan dapat ditegakan.
Solusi :
Agar masalah ini dapat cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk
ikut turut serta dalam proses penuntasan kasus ini. Namun, sampai sekarang yang
masih berjuang hanyalah para keluarga korban dan beberapa aktivis mahasswa yang
masih peduli dengan masalah ini. Seharusnya masyarakat dan mahasiswa tidak tinggal
diam karena pengusutan kasus ini yang belum sepenuhnya selesai. Walaupun sulit
untuk menuntaskan kasus tersebut secara sepenuhnya, tetapi jika masyarakat dan
mahasiswa ingin bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya masalah bisa
diselesaikan, dengan catatan stakeholder yang bersangkutan harus jujur dalam
memberikan informasi. Di luar itu semua, ada hal lain yang sebenarnya bisa diambil

oleh masyarakat dan mahasiswa dalam peristiwa tersebut, yaitu semangat melawan
pemerintahan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Walaupun bisa
dibilang bahwa Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik dan berkembang dari
segi pembangunan, tetapi tetap banyak masalah yang sebenarnya bisa terlihat jika kita
berbicara dari tentang pemerintahan. Beberapa contoh masalah-masalah pemerintahan
yang ada, yaitu korupsi, perebutan kekuasaan untuk kepentingan golongan, berbagai
praktik kecurangan dalam menapai kekuasaan, dan masalah lainnya. Dari masalahmasalah tersebut, seharusnya masyarakat dan mahasiswa banyak mengambil peran
dalam pengarahan dan evaluasi kepemimpinan. Untuk peran mahasiswa tak dapat
dipungkiri akan semakin besar karena di pundak mereka ada sebuah beban tanggung
jawab dimana para mahasiswa dituntut harus membentuk pemimpin-pemimpin yang
cakap untuk mengelola Indonesia yang lebih baik di masa depan. Agar peristiwa ini
tak kembali terulang, Hak kebebasan berpendapat setiap warga negara benar-benar
harus ditegakan.

6.

Marsinah

Kasus :
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam
aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara
lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993
di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya
bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi
buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk
perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250.
Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh
buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama
rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah
menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan
perundingan dengan pihak perusahaan.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk
rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka
dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan
mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim
Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil
pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal

6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya
ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Hak Yang Di Langgar
Kasus pembunuhan Marsinah merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
berat. Alasannya adalah karena telah melanggar hak hidup seorang manusia. Dan juga
karena sudah melanggar dari unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di
luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut
dianggap kejahatan kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai
pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan
dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan
oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk
menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam
Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Solusi :
Hak Asasi setiap manusia harus dihargai oleh manusia yang lain yang dalam kasus ini
adalah hak asasi berpendapat dan hak untuk hidup. Selain itu, kasus marsinah yang
tak kunjung usai ini diakibatkan oleh kurangnya transparansi dan kredibilitas para
penyidik. Seharusnya kredibilitas dan transparansi penyidikan lembaga terhadap suatu
kasus haruslah dijaga oleh para penegak hukum sehingga tercipta keadilan dan
ketentraman masyarakat Indonesia

7.

Peristiwa Pembunuhan Munir

Kasus :
Delapan tahun silam, tepatnya pada 2004, Indonesia dikejutkan oleh meninggalnya
seorang aktivis HAM, Munir Saib Thalib. Kematianya menimbulkan kegaduhan
politik yang menyeret Badan Intelijen Negara (BIN) dan instituti militer negeri ini.
Berdasarkan hasil autopsi, diketahui bahwa penyebab kematian sang aktivis yang

terkesan mendadak adalah karena adanya kandungan arsenik yang berlebihan di
dalam tubuhnya. Munir meninggal ketika melakukan perjalanan menuju Belanda. Ia
berencana melanjutkan studi S2 Hukum di Universitas Utrecht, Belanda, pada 7
September 2004. Dia menghembuskan nafas terakhirnya ketika pesawat sedang
mengudara di langi Rumania.
Hak Yang Di Langgar
Hak yang di langgar dalam kasus munir yaitu karena telah menghilangkan nyawa
dengan sengaja atau sudah melanggar hak untuk hidup. Banyak orang yang terlibat
dalam kejadian itu. Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan
Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama
persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus
sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke
Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’
Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir,
Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar
oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP
dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak
mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario
pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa
Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan
Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi
Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni
Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah
menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang
ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah
menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia

Solusi :
Kasus Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus
Munir juga merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih
bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk bangsa
ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter k arena setiap manusia atau
warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup, hak
memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia saat ini
memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi HAM
seluruh masyarakat Indonesia.

8.

Peristiwa Tanjung Priok

Kasus :
1. Petugas koramil menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala
dengan air got (comberan)
2. Pembakaran motor anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan
pihak koramil tidak terima.
Hak Yang Dilanggar
Dibunuhnya jamaah-jamaah pengajian oleh pasukan ABRI

Solusi :
1. Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada
kerusuhan.
2. Jika melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga
menahan emosi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili dengan seadil-adilnya agar menimbulkan
efek jera.

9.

Penculikan aktivis 1997/1998

adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para
aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)
tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998
Jakarta Selatan.
Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu
Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di

antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul
kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman
mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga
muncul.[1]Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara.
Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan
penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Solusi
Mendekati Pemilihan Umum 2009, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang
Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup lagi. Pansus juga berencana memanggil Wiranto,
Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono yang diduga terlibat
dalam kasus itu.
Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menjabat Panglima ABRI/TNI,
Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen
TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai Assospol Kassospol ABRI.
28 September 2009, Panitia Khusus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang
Hilang) merekomendasikan pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung, segera
membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili aktor-aktor di balik
penculikan aktivis pro demokrasi di tahun 1998-1999.

10. Pelanggaran HAM di TIMOR-TIMUR (1974-1999)
Timor Leste adalah negara baru yang berdiri secara resmi berdasarkan jajak pendapat
tahun 1999. Dulunya, ketika masih tergabung dengan Republik Indonesia bernama
Timor Timur, propinsi ke-27. Pemisahan diri Timor Timur memang diwarnai dengan
suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan oleh milisi yang kecewa
dengan hasil referendum.
Disebutkan telah terjadi pembantaian terhadap 102.800 warga Timor Timur dalam
kurun waktu 24 tahun, yakni ketika Timtim masih tergabung dengan Indonesia (19741999). Sekitar 85 persen dari pelanggaran HAM, menurut laporan CAVR, dilakukan
oleh pasukan keamanan Indonesia.

Solusi
Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut
masa depan Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi khusus, maka pada
tanggal 5 Mei 1999 di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah
Indonesia dan pemerintah Portugal di bawah payung PBB, tentang penyelenggaraan
jajak pendapat di Timor Timur termasuk pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian
dan keamanan di Timor Timur.

11. Penembakan Misterius (1982-1985)
Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah
peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang
sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun
kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai
seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus
yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal
dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain.
Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena
ditembak.

Solusi
Aparat keamanan di Yogyakarta melakukan Operasi Penumpasan Kejahatan (OPK)
terhadap para gali ini dikarenakan tindak kejahatan para gali sudah sangat keterlaluan,
bahkan masyarakat DIY cenderung lebih takut kepada gali dibanding aparat
kepolisian. Turunnya militer dalam operasi OPK diakui sendiri oleh Letkol M. Hasbi
yang saat itu sebagai Komandan kodim 0734 yang sekaligus merangkap Kepala Staf
Garnisun Yogyakarta.

12. Kasus Penganiayaan Wartawan Udin (1996)
Kasus :
Fuad Muhammad Syafruddin yang akrab dipanggil Udin (lahir di Bantul, Yogyakarta,
18 Februari 1964 – meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 pada umur 32 tahun)

adalah wartawan Bernas, Yogyakarta, yang dianiaya oleh orang tidak dikenal, dan
kemudian meninggal dunia. Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel kritis
tentang kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia menjadi wartawan di Bernas
sejak 1986.

Selasa malam, pukul 23.30 WIB, 13 Agustus 1996, ia dianiaya pria tak dikenal di
depan rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13
Yogyakarta. Udin, yang sejak malam penganiayaan itu, terus berada dalam
keadaannya koma dan dirawat di RS Bethesda, Yogyakarta. Esok paginya, Udin
menjalani operasi otak di rumah sakit tersebut. Namun, dikarenakan parahnya sakit
yang diderita akibat pukulan batang besi di bagian kepala itu, akhirnya Udin
meninggal dunia pada Jumat, 16 Agustus 1996, pukul 16.50 WIB.

Solusi :
27 November: Iwik divonis bebas! Majelis Hakim pemeriksa perkara terdiri dari Ny
Endang Sri Murwati SH, Ny Mikaela Warsito SH, dan Soeparno SH.
Pertimbangannya, tidak ada bukti yang menguatkan Iwik adalah pembunuh Udin.
Motif perselingkuhan yang dituduhkan selama ini berarti gugur. Selain itu, keterangan
memberatkan dari Serma Pol Edy Wuryanto dalam persidangan dinyatakan tidak
dapat dipakai sebagai alat bukti keterangan. Selanjutnya muncul tuntutan agar polisi
mencari, mengungkap motif, dan menangkap pelaku pembunuhan Udin yang
sebenarnya.
13. Pemberontakan di Aceh / Gerakan Aceh Merdeka (1976–2005)
Kasus :
Pemberontakan di Aceh (1976–2005)
Pemberontakan di Aceh dikobarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk
memperoleh kemerdekaan dari Indonesia antara tahun 1976 hingga tahun 2005.
Operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri (2003-2004), beserta kehancuran yang
disebabkan oleh gempa bumi Samudra Hindia 2004 menyebabkan diadakannya
persetujuan perdamaian dan berakhirnya pemberontakan. Amnesty International
merilis laporan Time To Face The Past pada April 2013 setelah pemerintah Indonesia
dianggap gagal menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian damai 2005. Laporan
tersebut memperingatkan bahwa kekerasan baru akan terjadi jika masalah ini tidak
diselesaikan.

Solusi :
Kesepakatan damai dan pilkada pertama
Setelah bencana Tsunami dahsyat menghancurkan sebagian besar Aceh dan menelan
ratusan ribu korban jiwa, kedua belah pihak, GAM dan pemerintah Indonesia
menyatakan gencatan senjata dan menegaskan kebutuhan yang sama untuk
menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.[26] Namun, bentrokan bersenjata sporadis
terus terjadi di seluruh provinsi. Karena gerakan separatis di daerah, pemerintah
Indonesia melakukan pembatasan akses terhadap pers dan pekerja bantuan. Namun
setelah tsunami, pemerintah Indonesia membuka daerah untuk upaya bantuan
internasional.
Bencana tsunami dahsyat tersebut walaupun menyebabkan kerugian manusia dan
material yang besar bagi kedua belah pihak, juga menarik perhatian dunia
internasional terhadap konflik di Aceh. Upaya-upaya perdamaian sebelumnya telah
gagal, tetapi karena sejumlah alasan, termasuk tsunami tersebut, perdamaian akhirnya
menang pada tahun 2005 setelah 29 tahun konflik berkepanjangan. Era pascaSoeharto dan masa reformasi yang liberal-demokratis, serta perubahan dalam sistem
militer Indonesia, membantu menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan
bagi pembicaraan damai. Peran Presiden Indonesia yang baru terpilih, Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ialah sangat signifikan dalam
menangnya perdamaian di Aceh.Pada saat yang sama, kepemimpinan juga GAM
mengalami perubahan, dan militer Indonesia telah menimbulkan begitu banyak
kerusakan pada gerakan pemberontak yang mungkin menempatkan GAM di bawah
tekanan kuat untuk bernegosiasi. Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh
LSM berbasis Finlandia, Crisis Management Initiative, dan dipimpin oleh mantan
Presiden Finlandia Martti Ahtisaari. Perundingan ini menghasilkan kesepakatan damai
ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan
menerima otonomi khusus di bawah Republik Indonesia, dan tentara non-organik
(mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan
25.000 tentara), dan dilakukannya pelucutan senjata GAM. Sebagai bagian dari
perjanjian tersebut, Uni Eropa mengirimkan 300 pemantau yang tergabung dalam
Aceh Monitoring Mission (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka berakhir pada tanggal
15 Desember 2006, setelah suksesnya pilkada atau pemilihan daerah gubernur Aceh
yang pertama.
Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas melalui UU Pemerintah, meliputi hak
khusus yang disepakati pada tahun 2002 serta hak masyarakat Aceh untuk membentuk
partai politik lokal untuk mewakili kepentingan mereka. Namun, pendukung HAM
menyoroti bahwa pelanggaran HAM sebelumnya di provinsi Aceh akan perlu
ditangani.

Selama pilkada gubernur Aceh diadakan pada bulan Desember 2006, mantan anggota
GAM dan partai nasional berpartisipasi. Pemilihan itu dimenangkan oleh Irwandi
Yusuf, yang basis dukungannya sebagian besar terdiri dari para mantan anggota
GAM.

14. Kasus Pembantaian di Bulukumba (2003)

Kasus :
Senin, 21 Juli 2003, sekitar pukul 14:00 Wita, Polres
Bulukumba dengan dukungan personil Brimob Bone, Polres
Bantaeng dan Sinjai sejumlah 320 orang, di Desa Bonto
Mangiring Keb. Bulukumba, melakukan pembantaian
petani/masyarakat adat kajang yang sedang melakukan
aksi untuk memperjuangkan tanah leluhurnya yang
dirampas oleh PT. PP Lonsum sejak tahun 80-an. Akibat
dari aksi brutal aparat kepolisian tersebut, korban
berjatuhan di pihak petani/ masyarakat adat. Laporan
masyarakat menyebutkan lebih 20 orang terluka, 4 tewas
dan puluhan lainnya ditangkapi.
Aksi petani di areal perkebunan yang dikuasai oleh PT.
PP.Lonsum bermula rentetan kasus sebelumnya :
(1). Pada Tahun 1980-an hingga awal tahun 1990, PT.
PP. Lonsum yang didukung oleh pemerintah dan aparat
militer/kepolisian melakukan pencaplokan lahan-lahan

pertanian petani/ masyarakat dibeberapa desa di
Kabupaten Bulukumba.
(2). Pada kasus tersebut, ratusan rumah warga
dihancurkan dan dikuasai oleh PT. PP London Sumatera
untuk ditanami karet.
(3). Pada bulan Maret 2003, kembali PT. PP Lonsum
melakukan pengusuran lahan0lahan warga didesa Bonto
Mangiring, pada saat itu, PT. PP Lonsum melakukan
pembakaran 5 rumah warga dan penembakan orang-orang
PT. PP.Lonsum terhadap warga yang ada disekitar
lokasi. Peristiwa tersebut dilakukan dihadapan
dihadapan aparat yang tidak melakukan apa-apa.
(4). Warga kemudian melaporkan kasus, kepemilikan
senjata oleh sipil (orang lonsum yang benama A. Abd.
Malik) serta pembakaran rumah warga.
(5). Namun aparat kepolisian tidak melakukan tindakan
apa-apa terhadap Lonsum, malah pada tanggal 28 Mei
2003, Aparat kepolisian bersama dengan pimpinan PT.PP.
Lonsum terlihat makan bersama di salah satu restoran
di Kabupaten Bulukumba, dan pada dini harijam 02:00
Wita, aparat kepolisian menangkap 4 orang
petani/masyarakat kajang yang menentang PT.PP.Lonsum,
nama-nama yang ditangkap ( Sampe 45 tahun, Baddu 53
tahun, Sannai 30 tahun, dan Maing 35 tahun).
(6). Sebagai protes atas tindakan kepolisian

menangkapi warga secara semena-mena Petani/ masyarakat
adat melakuka aksi demontrasi pendudukan DPRD selama
10 hari (tanggal 1 s/d 10 Juni 2003). Dan beberapa
wakil petani menghadap pada Wakapolda Sulsel untuk
mempertanyakan tindakan aparat pores Bulukumba.
Namun seluruh upaya, aksi maupun dialog yang dilakukan
masyarakat tidak mendapat tanggapan yang berarti dari
aparat kepolisian meupun pemerintah daerah, kecuali
intimidasi.
Dalam perjuangannya melawan PT. PP London Sumatera
Indonesia sejak tahun 1980 hingga sekarang, sekitar
20-an rakyat anti lonsum kabupaten bulukumba sulsel
berupa tindakan intimidasi, penyiksaan penangkapan,
penahan dan penjara.
Siang tadi, senin 21 Juli 2003 sekitar pukul 14:00
wita terjadi penangkapan dan penembaan beberapa warga
kecamatan kajang kebupaten bulukumba. Berikut
kronologisnya ;
Senin pukul 08:00 wita sekitar 1500 warga kajang dan
Bulukumpa berkumpul di kampung ganta desa bontobiraeng
kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba pukul 10:00 wita
massa rakyat memasuki lokasi areal [perkebunan Pt. PP
Lonsum division Bulukumba desa Bontomangiring kec
Bulukumpa yang dirampas perusahaan tanpa HGU puluhan
tahun silam pukul 13:00 wita gelombang pertama anggota

polres Bulukumba memasuki lokasi sedang diduduki massa
rakyat, serangan pertama ini berhasil menangkap 3
orang warga ( AN. Satarian dan istrinya, seorang lagi
yang belum teridentifikasi ) pukul 14:00 wita
gelombang penyerangan kedua, sekitar 12 orang anggota
Polres Bulukumba yang dipimpin oleh Wakapolres AKP.
Gatot Budiwiyono yang dilengkapi senjata menembaki
massa rakyat secara membabi buta.
Dalam insiden ini 5 orang warga terkena peluru
masing-masing:
Timoro>betis-betis
Ansu> Paha Hancur
Sembang> Lengan
Siing > Telapak tangan tembus
Sani > Betis hancur.
Warga Meninggal dalam kejadian tersebut :
Campe> dada tembak
Dg. Sangkala> dada tembak

Solusi :
Kelima korban tersebut, belum dapat tertolong oleh
dokter karena semua jalan masuk kelokasi diblokir oleh
anggota Polres Bulukumba. Salah seorang diantara
korban tertinggal peluru dan belum dapat tertolong.

Polres Bulukumba memblokade semua arah untuk masuk
kelokasi, dengan melibatkan anggota polres dari dua
kabupaten masing-masing Kabupaten sinjai dan Kabupaten
Bantaeng penembakan tersebut memicu kemarahan massa
rakyat yang akhirnya mengusir Wakapolres dan
Anggotanya untuk keluar dari lokasi. Disamping itu
massa rakyat terus melakukan penebangan pohon-pohon
karet dan tetap menguasai lokasi.

15. Peristiwa Abepura, Papua (2000-2003)
Kasus :

Kronologi Kasus Pelanggaran HAM Berat Abepura
7 Desember 2000 Sekitar Pukul 01.30 Wit: Terjadi penyerangan massa terhadap
mapolsekta Abepurayang mengakibatkan seorang polisi meninggal dunia )
BribkaPetrus Eppa), dan 3 orang lainnya luka-luka. Disertai pembakaran ruko yang
berjarak 100 meter dari mapolsek. Terjadi juga penyerangan dan pembunuhan satpam
di kantor Dinas Otonomi Kotaraja.
7 Desemer 2000, sekitar pukul 02.30: Pasca penyerangan massa ke Mapolsek
Abepura, Kapolres jayapura AKBP Drs. Daud sihombing, SH setelah menelpon
Kapolda Brigjen Pol Drs. Moersoertidarno Moerhadi D. langsung melaksanakan
perintah operasi untuk pengejaran dan penyekatan ke tiga asrama mahasiswa dan tiga
pemingkiman penduduk sipil. Di Asrama Ninmin satuan Mbrimob melakukan
pengrusakan,pemindahan paksa (Involuntary displace persons), ancaman, makian,
pemukulan dan pengambilan hak milik (rigthto property)mahasiswa. Di asrama
mahasiswa. Di asrama Waropen Yapen Waropen satu mahasiswa terserempet peluruh.
Yang lainnya dipukul, ditendang, dan diolempar kedalam truk untuk di bawa ke
mapolsek. Begitu pula penjiksaan dan penagkapan terjadi di asrama IMI (ikatan
mahasiswa Ilaga), penagkapan dan penyiksaan (Persecution) berulang-ulang terjadi
juga di pemingkuman penduduk sipil kampung Wamena di Abepantai dan suku lani
asal Mamberamo di kota raja dan suku yali di skyline. Telah terjadi pembunuhan

kilat(Summary Killing)oleh anggota mbrimib , Elkius Suhuniap,di skyline. Dan telah
terjadi krmatian dalam tahanan Polres Jayapura (dead in custody) akibat penyiksaan
(torture) terhadap Jhoni karunggu dan Orry Dronggi
Pebruari 2001: Komnas HAM membentuk KPP HAM Abepura, dalam KPP HAM;
peristiwa pengejaran dan penangkapan itu telah terjadi tindakan pelanggaran
kemanusiaan

28 Maret 2002: Pelimpahan berkas KPP HAM Papua/irian jaya dan Tim Tinjak Lanjut
KPP HAM Papua/Irian Jaya

31 Maret 2002: Kejagung mengirim 20 anggota untuk melakukan penyelidikan di
Papua, yang dipimpin staf ahli Jaksa agung, Umar.

7 Desember 2002: Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura membuat
pernyataan sikap tentang proses penyilidikan Kejaksaan Agung Terhadap Insiden
Traumatis Abepura 7 desember 2000.

13 November 2002: Jaksa Agung MA Rachman dengan komisi II DPR hanya
menetapkan dua pelaku yaitu Komisaris Besar Polisi Drs, Johny Wainal Usman
sebagai komandan satuan Brimob Polda Irian Jaya (Waktu Itu) dan ajun Komisaris
Besar Polisi Drs. Daud Sihombing Sebagai pengendali dan pelaksana perintah operasi.

31 Desember 2002: Koalisi masyarakat sipil untuk kasus abepura membuat
pernyataan sikap berjudul; “penyelidikan kejagu memangkas temuan jumlah pelaku
pelanggaranHAM berat Abepura.

Awal 2003: Tiga (3) orang korban dari jalan bau, kota raja meninggal. Mereka adalah
Epenus Kogoya, Temandor Kogoya dan Roby Wenda.

17 Februari 2003: Kejagung telah menyelesaikan berkas kasus pelanggaran Ham berat
Abepura papua. Jaksa Agung RI mengumumkan bahwa penyelidikan yang dilakukan
oleh Kejaksaan Agung telah lengkap. Disamping itu, jaksa Agung juga menyatakan

bahawa mantan Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Daud Sihombing Mantan Komandan
Satgas Brimob Polda Papua Kombes Johny Wainal Usman menjadi tersangka dalam
kasus Abepura.

1 Sebtember 2003: Komunitas korban abepura menulis Surat permohonan terhadap
jaksa Agung R.I, M.A Rahman agar tim penyidik pelanggaran berat mengeluarkan
surat dakwaan yangmencantumkan tuntutan atas kerugianmateril dan immaterial yang
dialami dan harus diganti, khususnya oleh POLRI.

Oktober 2003: Jaksa agung mengumumkan telah menujukkan 6 orang jaksa untuk
menangani kasus abepura.

3 Sebtember 2003: Jaksa agung M.a rahman, akhirnya melantik 6 Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Kasus Pelanggaran Berat Abepura Papua di Jakarta.Keenam JPU HAM
itu sebagian besar dari Kejaksaan Tinggi (kejati) Sulawesi Selatan (Sulse) dan hanya 2
yang berasal dari kejaksaan agung (Kejagung).

31 Maret 2004. pukul 11.20.Wita: Pelimpahan kasus dari Jaksa Penuntu Umum ke
pengadilan HAM Makassar.

Siang, 31 Maret 2004: paska penyerahan berkas, koalisi masyarakat sipil untuk kasus
abepura melakukan koverensi pers di restaurant New york Chicken Makassar. Mereka
melancarkan protes lantaran kedua tahanan tidak ditahan, dan perlindungan terhadap
saksi tidak jelas.

8 april 2004: PBHI melayangkan surat kepada Kapolri Jendral polisi bachtiar. Dalam
surat tersebut mempertanyakanpenanganan kasus Abepura yang terkesan terlarut-larut
dan tak ada kepastian.

13 April 2004: Akibat ketidakmampuan Arnold Mundu Soklayo (sala satu korban)
membiayai kelumpuhan yang di deritanya sehingga meninggal dunia.

13 April 2004: Ketua Pengadilan negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilam
HAM, H andi Haedar, SH akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan
menyidangkan kasus pelanggaran HAM Berat Abepura. Majelis hakim tersebut antara
lain; Jalaluddin,SH (Hakim Ketua), EddyWibisono, SE; SH; MH, (Anggota),Heru
Susanto,SH. Mhum (Hakim Ad Hoc, Anggota), AmiruddinBuraera, SH. ( Hakim AD
Hoc, Anggota), Dan HM Kabul Supriadi, SH. MH (Hakim Ad Hoc, Anggota).
Sedangkan Hakim cadangan adalah Rocky Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea,
SH.

13 April 2004: Ketua Pengadilan Negeri Makassar yang sekaligus ketua pengadilan
HAM, H. Andi Headar,SH, akhirnya menetapkan majelis hakim yang akan
menyidangkan kasus pelanggaran HAM Berat Abepura. Majels hakim tersebut antara
lain; Jalaluddin, SH (Hakim Ketua, Eddy Wbisono,SE., SH. MH (Anggota), Heru
Susanto, SH. Mhum,Hakim Ad Hoc, Anggota), Amiruddin Buraera, SH. (Hakim AD
Hoc, Anggota) dan HM. Kabul Supriadi, SH.MH (Hakim Ad Hoc, Anggota).
Sedangkan hakim cadangan adalah Rokcy Panjaitan, SH dan Herman Heller Hutapea,
SH.

7 Mei 2004: Digelar sidang perkara Abepura di Makassar . persidangan perdana ini
mendengarkan dakwaan Jaksa penuntut Umum. Untuk trdakwa (Pol) Johny Wainal
Usmanpukul 09.48 Wita, siding diketuai oleh Jalaludin, SH. Dengan tim JPU; Kol
CHK. Aris sudjarwadi (komandan Oditur Militer III-16), Heriyanti , SH . dan H.
Abdul Ruf Kinu, SH. (pengkasi Kejati Sulsel). Setelah membacaan dakwaan, sekitar 5
menit kemudian dilanjutkan denganTerdakwa Kombes (Pol) Daud Sihombing
disidangkan terpissa(displit) dengan majelis hakim yang sama ketua Eddy Wibisono
dan ti JPU terdakwa; H. Burhanuddin Achmad, SH. (Jaksa Senior pada Aswas kejati
Sulsel), Letkol Sus Banbang Ariwibowo (Kepala Oditur Militer III-17 Manado),
Hj.Nurni Farahyanti Lukman, SH.MH. Dan TonagMadjid, SH (Kepala Kejari
Soppeng). Dalam dakwaan Jaksa , kedua Perwira Polisi ini drjerat dengan dakwaan
dan pasal penggaran HAM berat secara berlapis. Pun keduanya mendapat ancaman
hukuman maksimal seumur hidup.

7 Mei 2004: Gugata Class Action Korban Pelanggaran HAM Abepura dimasukkan
dan akan digelar dalam sidang penggabungandengan siding pidana.

24 Mei 2004: Berlangsung siding II dengan agenda pembacaan eksepsi. Menurut Tim
Penasehat Hukum(TPH) terdakwa, banyak gugatan yang kabur.

31 Mei 2004: Sidang III kasus dengan agenda menedengarkan tanggapan JPU ad hoc
atas eksepsi (keberata) Tim Penasehat Hukum terdakwa. JPU membanta TPH; bahwa
dakwa telah sesuai dengan KUHAP.

6 Juni 2004: Tim Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura mengeluarkan
statemen “Korban Abepura 7 Desember 2000 Menggugat Hak Reparasi di Pengadilan
HAM Tetap Di Makassar.”

7 Juni 2004: Sidang pertama gugatan class action oelh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk
Kasus Abepura dengan tergugat dua perwira polri di pengadilan negeri/HAM
Makassar. Dalam Gugatannya, kuasa hukum para penggugat meminta agar kedua
tergugat membayar ganti kerugian kepada para penggugat (wakil kelas). Namun
Majeli Hakim menyatakan class action yang diajukan koerban pelanggaran HAM
Abepura tidak dapat diterima. Pertimbangan Hakim, gugatan pengabungan itutidak
diatur secara khusus dalam UU No. 26 Tahun 2000; dimana kewenanga pengadilan
HAM adalah berdiri sendiri.

8 Juni 2004: Korban pelanggaran HAM Abepuramengajukan upaya banding setelah
gugatan ganti rugi yang diajukan di pengadilan HAM Makassar oleh Majelis Hakim
dinyatakan tidak dapat diterima. Pernyataan banding kuasa hukum korban diterima
oleh petugas kepaniteraan pidana PN Makassar,M. Ilyas.

9 Juni 2004: Tim Masyarakat sipil untuk kasus abepura melakukan siaran pers tentang
penetapan pengadilan HAM Mkassar atas penggabungan Gugatan Ganti Rugi
Kerugian korban Peristiwa Abepura.

14 Juni 2004: Putusan sela dibacakan pada pengadilan lanjutan di pengadilan HAM
Makassar.

Majelis hakim ad hoc menyatakan eksepsi yang di ajukan TPH terdakwa tidak
beralasan hukum. Majelis Hakim juga memandang keberatan TPH terhadap dakwaan
jaksa harus di tolak dan ditangguhkan.

15 Juni 2004: Tim Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kasus Abepura memberi
keterangan pers berkaitan dengan Perlindungan Korban Abepura.

28 Juni 2004: Sidang pengadilan lanjutan di PN Makassar. Dalam siding tersebut,Tim
JPU, H. Rauf Kinu, SH. Mengajukan beberapa saksi.

12 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura dengan
mendengarkan keterangan saksi. Dalam persidingan tersebut, terdakwa Kombes (Pol)
Daud Sihombing manuding saksi korban Peneas Lokbere (24) memberikan
keterangan bohong. Selain itu, ia mempertanyakan keabsahan foto hasil penyiksaan
yang diperlihatkan Jaksa Barhanuddin di hadapan Hakim Edy.

19 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus Abepura. Amion Karunggu, Saksi dari pihak
korban, diminta untuk ditahan oleh Denny Kailimang, SH. TPH Terdakwa Brijen
(Pol) Drs. Johny Wainal Usman. Pasalnya, Denny Kailimang menilai saksi terlalu
berbeli-belit dalam memberikan keterangan dan selalu berubah-ubah. Namun Hakim
Ketua Jalaluddin tidak mengabulkannya. Selain itu, saksi korban, Matias Heluka
memprotes tindakan PH terdakwa.

26 Juli 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura masi dengan agenda
mendengarkan keterangan saksi korban.

3 Agustus 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura, PH terdakwa
menuding saksi Timotius Wakerkwa berbohong.

16 Agustus 2004: Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM Abepura. Dalam
persidangan kali ini dihadi