BUDAYA POLITIK DAN PELANGGARAN HAM (1)

BUDAYA POLITIK DAN PELANGGARAN HAM

Oleh Pertampilan S. Brahmana

1. Pendahuluan

Masih segar dalam ingatan kita. Begitu selesai diumumkan Senin (7/5/2007) perombakan kabinet tahap kedua oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lebih kurang seminggu kemudian meledak sengketa tanah di Meruya antara PT. Portanigra dengan masyarakat setempat. Portanigra mengklaim tanah seluas 44 hektare yang telah sudah dihuni 5300 kepala keluarga, dan mayoritas keluarga tersebut sudah memiliki sertifikat tanah di Meruya ini. Mereka yang tinggal di lokasi lahan yang diklaim oleh Portanigra menjadi resah.

Berselang beberapa hari kemudian (22/5/2007), pemerintah mencanangkan reformasi agraria yaitu menyiapkan tanah untuk rakyat miskin seluas lebih dari 9,25 juta hektare tanah pelaksanaan program reformasi agraria (land reform). Pekerjaan ini bukanlah mudah, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menilai program pembagian tanah untuk warga miskin di Jakarta sulit diterapkan karena keterbatasan lahan serta sebagian besar lahan telah resmi menjadi hak milik (Antara 26/05/207). Bagaimana di daerah lain, apakah rencana ini berjalan mulus atau tidak, belum jelas, tetapi tiba-tiba pecah bentrokan antara TNI AL dengan warga di Pasuruan Jawa Timur. Akibat lima warga tewas tertembak, beberapa warga menderita luka-luka. Awal perseteruan berpangkal pada perebutan lahan seluas 40 hektar. TNI AL kemudian membangun gedung markas komando dan tempat latihan perang di wilayah sengekta ini. Oleh masyarakat diklaim tanah tersebut adalah miliknya.

Keduanya, sengketa tahan di Meruya dan bentrokan antara TNI AL dengan warga di Pasuruan Jawa Timur, yang mengakibatkan empat warga tewas tertembak serta beberapa warga menderita luka-luka dalam perseteruan perebutan lahan ini benar-benar telah terjadi pelanggaran HAM yaitu antara lain hak untuk hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak atas rasa aman dan hak atas kesejahteraan.

Apakah ada hubungan antara perombakan kabinet, (kepentingan pemerintah yang berkuasa SBY-Kalla) dengan pihak yang berseberangan dengan mereka, sehingga masalah pertanahan ini diledakkan dalam waktu yang berdekatan?, termasuk kasus dana dari DKP?. Keduanya (perombakan kabinet di satu sisi dan kasus Meruya, kasus Pasuruan dan aliran dana DKP di sisi lain) boleh jadi bersumber dari dua model budaya politik yang bertolak belakang. Kalau kasus di atas saling berhubungan, ini menunjukkan bahwa sangat-sangat sulit menegakkan HAM. Niat Apakah ada hubungan antara perombakan kabinet, (kepentingan pemerintah yang berkuasa SBY-Kalla) dengan pihak yang berseberangan dengan mereka, sehingga masalah pertanahan ini diledakkan dalam waktu yang berdekatan?, termasuk kasus dana dari DKP?. Keduanya (perombakan kabinet di satu sisi dan kasus Meruya, kasus Pasuruan dan aliran dana DKP di sisi lain) boleh jadi bersumber dari dua model budaya politik yang bertolak belakang. Kalau kasus di atas saling berhubungan, ini menunjukkan bahwa sangat-sangat sulit menegakkan HAM. Niat

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa kasus ini meledak setelah terjadi perombakan kabinet tahap kedua? Mengapa tidak diledakkan sebelum terjadi perombakan kabinet? Apakah ada unsur kesengajaan, mengingat kasus ini sudah ada sebelum terjadi perombakan kabinet tahap kedua. Yang jelas kasus ini (dua kasus sengketa lahan dan satu kasus aliran dana DKP) secara tidak langsung di duga dapat mengarah kepada pendekonstrusian citra yang ingin dibangun oleh SBY-Kalla melalui perombakan kabinet.

Pertanyaan berikutnya adakah negara yang benar-benar murni menegakkan HAM di dunia ini, tidak ada terjadi pelanggaran HAM? Kalau ada negara yang mana? Jawabannya yang jelas tidak ada, tidak ada negara yang benar-benar murni dapat menegakkan HAM kepada semua warga negaranya, semua negara yang ada di dunia ini berpotensi melanggar HAM. Pelanggaran itu disebabkan adanya budaya politik yang saling berbeda dan bertolak belakang di dalam negara tersebut.

Maka sebenarnya apapun budaya politik yang dianut suatu negara, negara itu tetap berpotensi melanggar HAM. Sebab kalau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain dibiarkan atas nama penghormatan akan HAM, artinya kalau tindak justru melanggar HAM si pelaku, kacaulah negara tersebut. Pembuat onar dalam masyarakat di dalam suatu negara, kalau tidak ditindak, justru keonarannya akan semakin menjadi-jadi. Kalau ditindak pasti melanggar HAM sebab yang namanya tindakan, pencegahan, hukuman, di dalamnya sudah berisi perampasan atas HAMnya.

Amerika yang selalu dipuja-puja sebagai raja demokrasi, juga tidak terlepas dari pelanggaran HAM. HAM yang dilanggar boleh saja tidak sama dengan negara-negara di Afrika yang membungkamkan warganya melalui penjara dan penghilangan nyawa. Sementara di Amerika pemenjaraan atau pembunuhan lawan-lawan politik tidak ada tetapi dalam bidang lain misalnya terjadinya diskriminasi antara kulit putih terhadap kulit hitam adalah bentuk lain dari pelanggaran HAM tersebut.

2. Pengertian Budaya Politik

Apa sebenarnya budaya politik? Banyak ahli mendefinisikan pengertian budaya politik. Roy Macridis, mendefinisikan kebudayaan politik adalah sebagai tujuan bersama dan peraturan yang diterima bersama. Samuel Beer komponen-komponen kebudayaan adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap emosi tentang bagaimana pemerintah seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan pemerintah. Sedangkan menurut Finer, Apa sebenarnya budaya politik? Banyak ahli mendefinisikan pengertian budaya politik. Roy Macridis, mendefinisikan kebudayaan politik adalah sebagai tujuan bersama dan peraturan yang diterima bersama. Samuel Beer komponen-komponen kebudayaan adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap emosi tentang bagaimana pemerintah seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan pemerintah. Sedangkan menurut Finer,

Robert Dahl, mendefinisikan kebudayaan politik adalah satu faktor yang menjelaskan pola-pola yang berbeda mengenai pertentangan politik. Adapun unsur budaya yang penting:

1 Orientasi masalah-masalah, apakah mereka pragmatik atau rasionalistis. Orientasi ini biasanya ditentukan/diarahkan oleh faktor- faktor eperti tradisi, kenangan sejarah, motif, agama, perasaan, dan simbol-simbol. Adapun komponen orientasi ini Cognitif (pengetahuan dan kesadaran tentang sistem politik), afektif, kecenderungan emosi terhadap sistem itu, dan evaluasi (pertimbangan terhadap sistem). 2 Orientasi terhadap aksi bersama, apakah mereka bersifat kerjasama atau tidak (kooperatif atau non kooperatif). 3 Orientasi terhadap sistem politik, apakah mereka setia atau tidak. 4 Orientasi terhadap orang lain, apakah mereka bisa dipercaya atau tidak.

Menurut Pye, indikator-indikator kebudayaan politik suatu bangsa mencakup faktor-faktor seperti wawasan politik, bagaimana hubungan antara tujuan dan cara standar untuk penilaian aksi politik serta nilai-nilai yang menonjol bagi aksi politik.

Definisi budaya politik yang lain diberikan Almond dan Verba, Menurut keduanya budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sistem politik. Budaya politik tidak lain daripada orientasi psikologis terhadap obyek sosial, dalam hal ini sistem politik kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluasi. Orientasi yang bersifat kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap sistem politik dan atributnya, seperti tentang ibukota negara, mata uang yang dipakai, dan lain sebagainya. Sementara itu orientasi yang bersifat afektif menyangkut ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi yang bersifat evaluatif menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan dan bagaimana peranan individu di dalamnya (Gaffar, 2004:99-100). Pendapat lain lagi dikemukan oleh Rusadi Kantaprawira, Budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai Definisi budaya politik yang lain diberikan Almond dan Verba, Menurut keduanya budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sistem politik. Budaya politik tidak lain daripada orientasi psikologis terhadap obyek sosial, dalam hal ini sistem politik kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluasi. Orientasi yang bersifat kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap sistem politik dan atributnya, seperti tentang ibukota negara, mata uang yang dipakai, dan lain sebagainya. Sementara itu orientasi yang bersifat afektif menyangkut ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi yang bersifat evaluatif menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan dan bagaimana peranan individu di dalamnya (Gaffar, 2004:99-100). Pendapat lain lagi dikemukan oleh Rusadi Kantaprawira, Budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai

Jadi kebudayaan politik tidak lain adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam kedudukannya sebagai satu subkultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh budaya secara umum.

Lalu bagaimana dengan budaya politik Indonesia? Menurut Afan Gaffar (Gaffar, 2004:106-118) budaya politik Indonesia yang dominan adalah yang berasal dari etnis Jawa, kecenderungan kepada patronage dan kecenderungan neo-patrimonialistik. Rusadi Kantaprawira, memberikan gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia adalah sebagai berikut (Kantaprawira, 1999:37- 39):

1 Konfigurasi subkultur di Indonesia masih beraneka ragam. Keaneka ragaman subkultur ini ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa (nation building) dan pembangunan karakter (character building). 2 Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan dilain pihak; di satu segi massa masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggungjawab politiknya - yang mungkin disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, ikatan primordial - sedang di lain pihak kaum elitnya sungguh- sungguh merupakan merupakan partisipan yang aktif – yang kira-kira disebabkan oleh pengaruh pendidikan moderen – kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat membedakan faktor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, kesukuan dan lainnya, dengan kata lain kebudayaan politik Indonesia merupakan “mixed political culture” yang diwarnai dengan besarnya pengaruh kebudayaan politik parokial-kaula. 3 Sifat ikatan primordial yang masih berurat berakar yang dikenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; puritanisme dan nonpuritanisme dan lain-lain. Di samping itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat dilihat dari pola budaya politik yang tercermin dalam struktur vertikal masyarakat di mana usaha gerakan kaum elit langsung mengeksploitasi dan menyentuh substruktur sosial dan subkultur untuk tujuan perekrutan dukungan. 4 Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengkukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang. Di Indonesia, budaya politik tipe parokial kaula lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap obyek politik yang menyandarkan atau menundukkan diri pada proses output dari penguasa. 5 Dilema interaksi tentang introduksi moderenisasi (dengan segala konsekwensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

Varibel-variebel tersebut di atas terjali satu sama lain, berinteraksi, bersilangan, kadang-kadang berkoinsidensi yang bentuk potret sementaranya bergantung pada variabel tertentu yang relatif paling dominan. Akibat budaya politik seperti ini, dampak yang menonjol selama orde baru adalah kolusi, korupsi dan nepotisme. Pengangkatan seseorang pada jabatannya cenderung bukan berdasarkan prestasi tetapi pada kolusi atau nepotisme, peraturan tentang pengangkatan ada tetapi tidak ditaati.

Bentuk-bentuk mempolitisasi agama ini dapat dilakukan dengan dua cara pertama dengan menggunakan dari ayat-ayat tertentu dari agama yang dapat membenarkan tindakan yang dilakukan dan dua dengan mengerahkan massa turun ke jalan, apakah itu dalam bentuk demonstrasi atau pawai dijalanan istilah lainnya “tekanan dari jalanan”.

3. Pengertian HAM

Manusia Menurut Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.

Di dalam pengertian dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama rinci HAM menurut dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah

No

Uraian

1 Semua manusia mempunyai hak yang sama. 2 Setiap orang berhak atas semua hak dan kekebesan tanpa perkecualian seperti misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, asal usul kebangsaan, kelahiran. 3 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang. 4 Tidak boleh ada perbudakan. 5 Tidak boleh ada penganiayaan. 6 Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi. 7 Semua orang berhak atas perlindungan hukum yang sama. 8 Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif. 9 Tidak boleh ada penangkapan, penahanan atau pembuangan sewenang-wenang

Khusus untuk Indonesia, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39/1999 tentang HAM; dijelaskan

No

Uraian

1 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia; 2 Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia,

3 Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,

penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya, 4 Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.

penyimpangan,

atau

Maka yang dimaksud ke dalam HAM adalah:

No

Uraian

1 Hak untuk hidup 2 Hak untuk berjodoh 3 Hak untuk mengembangkan diri 4 Hak untuk memperoleh keadilan 5 Hak atas kebebasan pribadi. 6 Hak atas rasa aman 7 Hak atas kesejahteraan 8 Hak turut serta dalam pemerintahan. 9 Hak Wanita. 10 Hak Anak.

Perbedaan yang mendasar antara isi dokumen PBB dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tersebut, isi dokumen PBB lebih mengedepankan masalah hak manusia, tidak menjelaskan kewajiban manusia di Negara di mana manusia itu berada. Dokumen HAM Indonesia menjelaskan kewajiban manusia Indonesia, selain mempunyai hak yang disebut Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), juga ada kewajiban manusia Indonesia. Di dalam dokumen HAM versi Indonesia, pelaksanaan HAM itu, antara hak dan kewajiban harus berjalan secara harmonis, tidak dibenarkan hanya menuntut haknya, kalau ini terjadi sama dengan memeras, tidak dibenarkan melaksanakan kewajibannya saja, kalau ini terjadi sama dengan perbudakan.

Adapun kewajiban manusia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:

No

Uraian

1 Wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM yang diterima negara Indonesia. 2 Wajib bela negara berdasarkan UU.

3 Wajib menghormati HAM orang lain, moral, etika.

Akibat tidak jelasnya kewajiban dalam dokumen HAM PBB tersebut, isi dokumen PBB itu kerapkali berubah menjadi alat provokasi oleh kalangan tertentu, terhadap negaranya sendiri. Ketika hak-hak atau kepentingan kalangan tertentu terganggu di negaranya, mereka menggunakan dokumen PBB untuk mengekspresikan,

sekaligus untuk mempertahankan hak-hak atau kepentingannya. Namun ketika dituntut kewajibannya, tanggungjawabnya, mereka pura-pura tidak tahu.

membenarkan

dan

4. Budaya Politik Orde Baru

Orde Baru, sebagai salah satu babakan dalam sejarah Indonesia, dituding banyak melakukan pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang dilakukan mulai kasus G30S/PKI sampai kepada kasus kerusuhan Mei 1998.

Orde baru adalah salah satu babakan sejarah dalam sejarah Negara Indonesia. Orde baru dimulai tahun 1966 dan berakhir 21 Mei 1998. Tokoh sentral orde ini adalah Soeharto, presiden republik Indonesia yang kedua.

Pada pidato amanat kenegaraan Soeharto yang pertama tanggal

16 Agustus 1967 Orde Baru diartikan tidak lain adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Landasan penting Orde baru terdiri dari landasan ideologi, yaitu Pancasila, landasan ketatanegaraan yaitu Undang-undang dasar 1945 dan landasan sikap mental yaitu kemurniaan pengabdian kepada kepentingan rakyat banyak ... yang dibersihkan dari segala bentuk penyelewengan, atau pun penunggangan untuk kepentingan yang lain dari kepentingan rakyat (Soeharto, 1985:4-7).

Menurut Amir Mahmud (Mahmud, 1986: 136-137) orde baru pada hakekatnya adalah sikap dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan hakekat tersebut maka orde baru adalah:

No

Uraian

1 Satu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2 Merupakan koreksi total atas penyelewengan yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. 3 Suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan yang terjadi pada masa lampau, berjalan bertahun-tahun sehingga 1 Satu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2 Merupakan koreksi total atas penyelewengan yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. 3 Suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan yang terjadi pada masa lampau, berjalan bertahun-tahun sehingga

Program orde baru adalah melaksanakan pembangunan, untuk membangun diperlukan keamanan. Dalam bahasa Susetiawan (1999:13), prinsip utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia menekankan kepada terciptanya stabilitas politik guna mendukung pertumbuhan ekonomomi. Alasannya adalah (1) pemikiran yang didukung oleh pengalaman historis yakni kegagalan pemikiran rezim orde lama yang tidak mampu mengangkat perkembangan ekonomi bangsa Indonesia, (2) situasi sosial dan politik yang penuh dengan konflik dan perbedaan pada jaman orde lama dianggap tidak mendukung perkembangan ekonomi negara, (3) alasan legitimasi budaya bahwa konflik dan perbedaan diharamkan oleh nilai budaya bangsa karena tidak mendukung kehidupan yang harmonis. Kelemahan prinsip utama di atas adalah situasi tidak mungkin tanpa konflik. Akibatnya stabilitas bukan untuk kepentingan politik tetapi alat bagi kelompok yang berkuasa. Maka Orde baru bukan memanajemen konflik (managed conflict), tetapi mengelola adu domba (managed devide et impera) (Susetiawan, 1999:17,21).

Inilah yang menyebabkan selama 32 tahun masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Presiden Soeharto membangun negara Indonesia dengan sistem politik yang “keras”, oleh kalangan pemerhati dikatakan sistem otoriter dan represif (Subekti, 1998:11).

Pandangan yang mengatakan orde baru mengelola adu domba masih perlu diperdebatkan. Andai memang orde baru mengelola adu domba, begitu lengser orde baru, pasti disebahagian besar Negara Indonesia ini terjadi konflik horizontal, seperti yang terjadi di Kalimantan antara Dayak dengan Madura, di Maluku, dan di Poso, yang terjadi adalah konflik vertikal, seperti di Aceh, dan Papua, dan wacana Riau merdeka. Konflik-konflik ini sebahagian besar bersumber dari ketidakpuasan wilayah tersebut atas kebijaksanaan pemerintah pusat dalam mengelola pembangunan. Kalau pun ada nuansa konflik horizontal di wilayah ini, itu pun bersumber dari imbasan atas ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, bukan karena perbenturan masyarakat akibat orde baru “mengelola adu domba“ masyarakat dalam membangun kekuasaannya.

Konflik horizontal, seperti yang terjadi di Kalimantan, Maluku, dan Poso, kuat pula dugaan akibat adanya pihak ketika yang mengelola Konflik horizontal, seperti yang terjadi di Kalimantan, Maluku, dan Poso, kuat pula dugaan akibat adanya pihak ketika yang mengelola

Selain konflik horizontal dan vertikal di atas, ada juga konflik yang bersifat ideologis yaitu ingin menganggantikan ideologi negara (Pancasila) dengan idelolgi agama. Pengelola konflik ini bukanlah dari pihak yang berkuasa.

Maka budaya politik Orde Baru, secara gagasan adalah pemusatan kekuasaan yang besar di tangan penguasa negara, dalam hal ini Presiden Soeharto. Pemusatan kekuasaan ini, tentu ada sebabnya.

Penjabaran dari gagasan pemusatan kekuasaan di atas adalah dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundangan, keppres dan Inpres dan aturan produk hukum lainnya sebagai aturan main bersama.

4.1 Jabaran Budaya Politik Orde Baru

4.1.1 Menerbitkan Keppres

Orde Baru banyak menerbitkan Keppres dengan berbagai tujuan dan kepentingan positip di dalam berbagai bidang, mulai dari bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat sampai kepada bidang keamanan.

Penerbitan Keppres di dalam bidang keamanan jelas bertujuan untuk “menyaring” orang-orang yang diragukan kesetiaannya kepada Negara menurut pandangan penguasa. Mereka yang tersandung aturan dalam Keppres tersebut selain hak-haknya dikebiri juga mereka kurang dipercayai oleh pemerintah yang berkuasa.

Sejumlah keppres dalam bidang keamanan misalnya adalah sebagai berikut:

Sejumlah Keppres Dikeluarkan Selama Orde Baru Atas Nama Ketertiban, Keamanan, dan Kewibawaan Hukum.

Tanggal Nomor Subyek

Keppres No Terkenal dengan istilah skrining 300/1968 03-03-1969

Keppres No

Operasi Pemulihan 19/1969

Ketertiban (Kopkamtib). Tugas pokok Kopkamtib disebutkan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa pemberontakan G-

dan

30S/PKI

(Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia), serta kegiatan-kegiatan ekstrem dan subversi lainnya. Kopkamtib juga ditugaskan

ikut mengamankan kewibawaan pemerintah beserta alat-alatnya, dari pusat sampai dengan daerah, demi kelangsungan hidup Pancasila dan UUD 1945.

untuk

Kopkamtib

di daerah-daerah

dilaksanakan

Pelaksana Khusus (Laksus), dan berkembang cepat menjadi lembaga

oleh

menakutkan. Semula Kopkamtib berkonsentrasi pada tugas-tugas menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan sisa-sisa persoalan PKI. Akan tetapi, dalam waktu yang terasa berjalan begitu cepat,

yang

bergerak dengan kewenangan sangat besar. Sejak awal tahun 1970-an, Kopkamtib mulai menangkap dan menjebloskan orang ke dalam penjara semata-mata karena dicurigai berpotensi mengganggu

Kopkamtib

ketertiban dan keamanan, tanpa bukti jelas. Orang ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan

04-04-1973 Keppres No 13 Mengatur pelaksanaan dan pengawasan tahun 1973

tugas

Kopkamtib.

Pengawasan atas

Pelaksanaan

Komando Operasi Pengawasan Keamanan dan Ketertiban, menugaskan Menhankam/ Pangab untuk atas nama presiden

Tugas

melakukan pengawasan

sehari-hari

terhadap pelaksanaan tugas Kopkamtib. Tuntutan pembubaran Kopkamtib dan

Pribadi (Aspri) presiden, termasuk salah satu tuntutan Peristiwa Malari 15 Januari 1974. Namun, Presiden Soeharto tidak banyak terpengaruh, malah melakukan penyempurnaan atas Kopkamtib melalui Keppres No 2/1974, yang dikeluarkan tanggal

Asisten

29 Januari 1974.

04-02-1974 Keppres No

Dewan Stabilisasi Politik dan 4/1974

Tentang

Keamanan Nasional. Tugas Dewan ini pada intinya

tidak

banyak berbeda dengan

Kopkamtib.

25-06-1975 Keppres No Tentang Perlakuan terhadap Mereka Yang 28/1975

Terlibat G-30S/PKI Golongan C. 05-09-1977

Keppres No Tentang Operasi Tertib (Opstib) bertugas 9/1977

melakukan penertiban terhadap aparatur negara.

bergerak bebas ke departemen-departemen

Opstib

di lingkungan pemerintah. Pejabat atau petugas yang dicurigai tidak bersih dari PKI atau dicurigai menentang

pemerintah, ditertibkan dan

dikeluarkan.

Aktivitas Opstib maupun Kopkamtib benar-benar membuat banyak orang cemas dan terus dibayangi ketakutan

05-09-1988 Keppres No

Koordinasi Bantuan 29/1988

Stabilitas Nasional/Daerah

(Bakorstanas/da).

17-04-1990 Keppres Tentang Penelitian Khusus bagi Pegawai No16/1990

Negeri Republik Indonesia. Keppres ini Negeri Republik Indonesia. Keppres ini

Khusus) soal bersih lingkungan dari keterpengaruhan komunisme atau PKI. Bukan hanya pejabat negara atau pegawai badan milik negara yang dilitsus, tetapi juga para anggota calon DPR dan MPR dalam Pemilu tahun 1992 dan 1997

Sumber: Kompas, Jumat, 11 Desember 1998

Penerbitan Keppres tersebut tentu ada tujuan positipnya. Keppres No 19/1969, Tentang Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Tugas pokoknya disebutkan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa pemberontakan G-30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia), serta kegiatan-kegiatan ekstrem dan subversi lainnya. Selain itu Kopkamtib juga ditugaskan untuk ikut mengamankan kewibawaan pemerintah beserta alat-alatnya, dari pusat sampai dengan daerah, demi kelangsungan hidup Pancasila dan UUD 1945. Sisi lain dari tugas Kopkamtib jelas terjadi pelanggaran HAM sebab sejak awal tahun 1970-an, Kopkamtib mulai menangkap dan menjebloskan orang-orang yang dicurigai mampu membuat “onar” ke dalam penjara. Mereka ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan

Dan memang tidak dipungkiri di balik alasan rasional penerbitan atas Keppres di atas, ada penumpang gelapnya. Ini adalah wajar karena penumpang gelap ini adalah sisi lain dari oposisi binner alasan di balik gagasan tersebut.

4.1.2 Tangan-Tangan Yang Tidak Kelihatan

Tangan-tangan yang tidak kelihatan ini, biasanya terlihat dalam proses demokrasi, ketika suara terbanyak yang menang tetapi tidak terpilih. Sebagai contoh adalah Ismail Suko dari Propinsi Riau. Pada tahun 1985 , dia diposisikan sebagai calon pendamping bersama H Abd Rachman Hamid (Pembantu Gubernur di Tanjung Pinang), dalam pemilihan Gubernur Riau untuk periode 1985-1990, calon yang mereka dampingi adalah H Imam Munandar (Gubernur Riau pada masa itu). Pemerintah pusat ini H Imam Munandar ingin diorbitkan kembali menjadi Gubernur untuk perode kedua.

Ketika diadakan pemilihan dalam sidang pleno DPRD Riau tanggal

2 September 1985 ternyata H Ismail suko memperoleh 19 suara, H Imam Munandar memperoleh 17 suara, dan H Abd Rachman Hamid memperoleh 1 suara. Ini berarti calon unggulan dari Pusat kalah. Akan tetapi walaupun Ismail Suko berhasil mengungguli H Imam Munandar, pemerintah pusat tetap menunjuk H Imam Munandar sebagai Gubernur Riau periode berikutnya (1985-1990).

Hal yang sama juga pernah terjadi dalam pemilihan Rektor, maupun Dekan di Universitas Sumatera Utara, yang terpilih tidak menjabat. Hal yang sama juga pernah terjadi di IKIP Negeri Medan (Sekarang menjadi Universitas Negeri Medan). Dan juga mungkin

terjadi di daerah lain. Budaya politik gaya invisible hand ini sebenarnya menambah lawan-lawan politik dari penguasa yang ada.

4.1.3 Pelarangan Barang Cetak Tertentu

Dalam bidang perbukuan misalnya banyak buku atau barang cetakan yang dilarang beredar. Semuanya dilakukan untuk menjaga kestabilan dan keamanan dalam negeri.

Sepanjang dasa warsa terakhir ini, dari tahun 1987-1996, tak kurang dari 69 judul buku, majalah dan barang cetakan lain telah dihentikan peredarannya oleh pemerintah. Data dari Kejakgung mengungkapkan, sebagian besar buku serta barang cetakan lain yang dilarang peredarannya menyangkut masalah politik dan SARA, dan juga buku yang mempersoalkan pemerintah, seperti Menuntut Janji Orde Baru yang dilarang tahun 1986, Siapa yang Sesungguhnya Melakukan Kudeta Terhadap Pemerintahan Presiden Soekarno (1987), Regulasi Rejim Birokratik Militer-Kasus di Indonesia (1988) dan Bertarung demi Demokrasi (1990). Sedangkan yang dilarang gara-gara berunsur SARA, antara lain Sikap Muslim Terhadap Pancasila (dilarang tahun 1987), Ritual Jahiliah yang Haram (1988), Kasih yang Menyelamatkan (1990), serta Dosa dan Penebusan Menurut Islam dan Kristen (1991). Dasar pelarangan ini adalah Undang-undang Nomor 4/ PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum tidak mengenal pengecualian dalam hal pelarangan buku. Siapa pun yang menyimpan buku-buku terlarang, tetap dapat dipidana.

Buku/Barang Cetakan yang Dilarang Beredar oleh Kejakgung Sepanjang Tahun 1992-1996.

Tgl.

No. Judul

Pengarang Penerbit Pelarangan

Cina, Jawa, Madura dalam

CV Abtariksa 1 Konteks Hari Jadi Kota

M Chosni

Surabaya 21-03-1992 Surabaya Komite 2 Buletin Progres

Herlingga

Internasional idem Progres Resume Hasil Observasi

AH Garuda

3 YLBHI idem Peradilan Kasus Aceh

Nusantara

idem Kebudayaan Indonesia

4 Sebuah Mocopat

Joebaar Ajoeb

5 Program Kerja Kristenisasi di 16-01-1993 Indonesia

Yayasan 6 Majalah Al Shaddai

idem Penyebar Kasih

Penerangan Al 29-01-1993 Pegangan Darul Arqam

7 Aurat Muhammadiyah

Ashaari

Muhammad Arqam Malaysia Berhati-hati Membuah

idem idem Tuduhan

8 idem

Indah Surabaya idem Menyingkap Sosok

9 Mujarrobat Ampuh

HM Qori

Ibrahim 10 Sulaiman Al

Pustaka Mantiq idem Missionaris

Jabhani

11 Sajian Tuntunan Tuhan pada

Haswir/ idem Jaman Akhir

Haswir/

Suharno

Suharno Kabushiki Kai-

12 Madame D. Syuga

Fujii Hideki

08-11-1993 sha Sukora

Yayasan Eka 13 Rakyat Indonesia Mengingat

Primadosa (Wimanjaya dan

Wimanjaya K

24-01-1994

Fakta Kota Imperium Suharto)

Liotohe

Abuya Syeik Imam Ashaari

Al Arqam 14 Presiden Ikut Jadwal Allah

06-08-1994

Muhammad-

Indonesia

Khadijah Aam

Wawancara KRT Permadi Satrio Wiwoho dengan Thoha dari Radio Unisi

22-03-1995 Yogyakarta dan Seminar di

15 Permadi

UGM sekitar Maret-April 1994 16 Kalender Bergambar Nabi

Victori Offset idem Muhammad Saw.

Prima

Brosur Forum Wartawan RSTA Tanah 17 28-03-1995 Indonesia (FOWI)

Abang 18 Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

Pramudya

Lentera 19-04-1995

Ananta Toer

19 Memoar Oei Tjoe Tat Hasta Mitra 25 -09-1995

Imran

Institut Studi 20 Bayang-Bayang PKI

Hasibuan-Togi Arus Informasi 22-04-1996

Simanjuntak

Sumber: Mizan (22/01/2002)

Maka melalui berbagai produk hukum dan peraturan yang dikeluarkan orde baru di atas nama keamanan, ketertiban, dan penegakan sistem hukum intinya selain untuk mengamankan jalannya pembangunan juga secara tidak langsung untuk mengamankan kekuasaan dari pemerintah yang berkuasa, dan ini melahirkan ideologi perkerabatan, pertemanan dan ideologi uang, menjadi budaya politik yang menonjol selama orde baru, ini melahirkan keresahan dalam masyarakat, karena dalam mendapatkan hak-hak dasar masyarakat, masyarakat mengalami diskriminasi.

Varibel-variebel tersebut di atas terjalin satu sama lain, berinteraksi, bersilangan, kadang-kadang berkoinsidensi yang bentuk potret sementaranya bergantung pada variabel tertentu yang relatif paling Varibel-variebel tersebut di atas terjalin satu sama lain, berinteraksi, bersilangan, kadang-kadang berkoinsidensi yang bentuk potret sementaranya bergantung pada variabel tertentu yang relatif paling

Sedangkan pengendalian yang bersifat invensible hand adalah nepotis dan koncisme. Bagi seseorang yang ingin menduduki semacam jabatan kepala sekolah misalnya, kalau tidak ada cantelan semacam hubungan darah atau pertemanan, terhadap pejabat yang berkuasa di atasnya, harus menyediakan sejumlah uang. Bagi yang mempunyai hubungan darah atau pertemanan dengan di atasnya, tidak perlu menyediakan sejumlah uang. Dalam ideologi perkerabatan termasuk di dalamnya se-agama, atau se- suku. Ini terlihat dari pejabat menteri selama orde baru cenderung dari etnis tertentu saja. Ini berkait dengan masih kuatnya ikatan primordial, sikap paternalisme dan sifat patrimonial dan lainnya.

Salah satu indikator yang berbau kolusi dan nepotisme ini adalah pengangkatan seseorang dalam jabatan tertentu dengan status PJS (Pejabat Sementara). Walaupun seseorang cakap dalam sesuatu bidang, namun karena tidak mempunyai cantelan dalam bentuk kolusi atau nepotisme, seseorang itu kerapkali tidak di tempatkan di bidang tersebut. Justru dan kerapkali yang ditunjuk adalah orang yang mampu berkolusi atau bernepotisme. Maka masalah PJS ini, kerapkali disalahgunakan untuk kepentingan kolusi atau nepotisme. Jadi di sini ideologi perkerabatan, pertemanan dan ideologi uang menjadi budaya politik yang menonjol, inilah yang terjadi pada massa orde baru, dan juga hingga kini (tahun 2007).

Dalam kasus-kasus tertentu, sebenarnya kondisi pengelolaan pegawai itu, seperti rambu-rambu lalulintas yang terdiri dari warna hijau (tanda jalan), kuning (tanda bersiap-siap untuk berhenti dan atau untuk dipersiapkan akan jabatan baru) dan merah (tanda berhenti). Pegawai Negeri Sipil dan Militer pun seperti ini. Pegawai Negeri Sipil dan Militer yang dekat dengan cantelan dikategorikan Pegawai Negeri Sipil dan Militer warna hijau, dia selalu bersiap-siap selalu untuk mendapat jabatan baru sampai pensiun. Pegawai Negeri Sipil dan Militer yang berwarna kuning, pilihannya ada dua, disimpan untuk diberikan jabatan baru, atau disimpan untuk segera dipensiunkan. Kalau nasibnya baik, dia bisa mendapatkan posisi seperti yang berwarna hijau, kalau nasibnya jelek, dibiarkan pensiun. Sedangkan yang berwarna merah, mereka sama sekali tidak diberikan jabatan apa-apa, mau masuk kantor atau tidak, tidak Dalam kasus-kasus tertentu, sebenarnya kondisi pengelolaan pegawai itu, seperti rambu-rambu lalulintas yang terdiri dari warna hijau (tanda jalan), kuning (tanda bersiap-siap untuk berhenti dan atau untuk dipersiapkan akan jabatan baru) dan merah (tanda berhenti). Pegawai Negeri Sipil dan Militer pun seperti ini. Pegawai Negeri Sipil dan Militer yang dekat dengan cantelan dikategorikan Pegawai Negeri Sipil dan Militer warna hijau, dia selalu bersiap-siap selalu untuk mendapat jabatan baru sampai pensiun. Pegawai Negeri Sipil dan Militer yang berwarna kuning, pilihannya ada dua, disimpan untuk diberikan jabatan baru, atau disimpan untuk segera dipensiunkan. Kalau nasibnya baik, dia bisa mendapatkan posisi seperti yang berwarna hijau, kalau nasibnya jelek, dibiarkan pensiun. Sedangkan yang berwarna merah, mereka sama sekali tidak diberikan jabatan apa-apa, mau masuk kantor atau tidak, tidak

4.2 Implikasinya: Salahkah Demikian?

Apa dampak dan implikasi dari penerapan Keppres dan aturan lainnya yang dikeluarkan Orde Baru terhadap kehidupan masyarakat Indonesia selama orde baru? Jawabannya telah terjadi pelanggaran HAM kepada warga negara.

Berdasarkan catatan redaksi sekitar kita, pelanggaran HAM semasa orde baru adalah sebagai berikut:

Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru

Tahun

Kasus

1965 - Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat. - Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis

Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.

1966 - Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di

penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. - Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan

dieksekusi pada bulan Desember. - Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.

- Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah. - April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan

demonstrasi anti Cina di Jakarta. - Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

1969 - Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.

- Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. - Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian

Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.

- Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi

aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.

1970 - Pelarangan demo mahasiswa. - Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.

- Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. - Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.

1971 - Usaha peleburan partai- partai. - Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat

sebelah dari Golkar. - Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.

- Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum

Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan. 1972

- Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung. 1973

- Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung. 1974

- Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran-

pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. - Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis. 1975

- Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. - Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

1977 - Tuduhan subversi terhadap Suwito. - Kasus tanah Siria- ria.

- Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.

- Kasus subversi komando Jihad. 1978

- Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.

- Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara

lain Heri Ahmadi. - Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas. 1980

- Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan dan Kudus.

- Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.

1981 - Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim

radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.

1982 - Kasus Tanah Rawa Bilal. - Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur

di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.

- Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP,

dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

1983 - Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.

- Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI. 1984

- Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia. - Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.

- Tuduhan subversi terhadap Dharsono. - Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur

1985 - Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.

1986 - Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan

berbau konspirasi kalangan elit. - Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.

- Kasus subversi terhadap Sanusi. - Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.

1989 - Kasus tanah Kedung Ombo.

- Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf. - Kasus tanah Kemayoran.

- Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.

- Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima. - Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan

buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI. 1991

- Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap

yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal. 1992

pemuda-pemuda

Timor

- Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.

- Penangkapan Xanana Gusmao. 1993

- Pembunuhan

aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993

terhadap seorang

1994 - Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.

1995 - Kasus Tanah Koja. - Kerusuhan di Flores.

1996 - Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember

19962. Kasus tanah Balongan. - Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara

Enim mengenai pencemaran lingkungan. - Sengketa tanah Manis Mata.

- Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.

- Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak

Harto yang berkun-jung di sana. - Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar. - Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro

Megawati pada tanggal 27 Juli. - Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada

tanggal 30 Desember 1996. 1997

- Kasus tanah Kemayoran. - Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di

Jawa Timur. 1998

- Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan

perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.

- Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap

beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

1999 - Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999. Pembumi hangusan kota Dili, Timor

Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.

- Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa

Semanggi II. - Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.

Sumbe: http://www.sekitarkita.com/data/tabel_kml.htm (30/12/2003)

Sedangkan dalam catatan KontraS, kasus-kasus pelanggaran HAM berat adalah sebagai berikut:

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA VERSI KONTRAS

Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses

Hukum

No Nama Kasus

Korban sebagian besar massal 1965

merupakan anggota PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti SOBSI, BTI,

Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah 2 Penembakkan

Korban sebagian besar misterius

merupakan tokoh kriminal, “Petrus”

residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas

3 Kasus di Timor

Dimulai dari agresi militer TNI Timur pra

1974- Ratusan ribu

(Operasi Seroja) terhadap Referendum

pemerintahan Fretilin yang sah di Timor Timur. Sejak itu TimTim selalu menjadi daerah operasi

militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan aparat RI. 4 Kasus-kasus di

Semenjak dideklarasikannya Aceh pra DOM

GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.

5 Kasus-kasus di

Operasi militer intensif dilakukan Papua

oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan

sumber daya alam, antara perusahaan tambang internasional, aparat negara, berhadapan dengan penduduk local 6 Kasus Dukun

Adanya pembantaian terhadap Santet

puluhan

tokoh masyarakat yang dituduh Banyuwangi

dukun santet. 7 Kasus

1 Pelaku utamanya tidak Marsinah

tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi) militer di tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi) militer di

Insiden ini terjadi karena Bulukumba

keinginan PT London Sumatera

puluhan

untuk melakukan perluasan area

orang

perkebunan mereka, namun

ditahan dan

masyarakat menolak upaya

luka-luka.

tersebut.

Kasus Pelanggaran HAM Yang Macet Di Komnas HAM Dan Jaksa Agung

No Kasus Th

Salah seorang Lampung

Represi terhadap

Komnas HAM

sekelompok

membentuk

yang diduga

komunitas Muslim

KPP tahun

paling

di Lampung

2001, tim

bertanggungjawab

Tengah yang

pengkajian di

menjabat Kepala

dituduh sebagai

tahun 2004 dan BIN sehingga sulit

GPK ekstrim

Vonis terlalu n

Komnas HAM

ringan, terdakwa mahasiswa

aparat terhadap

membentuk

hanya aparat Trisakti

mahasiswa

KPP dan

Trisakti yang

hasilnya telah

rendah di

sedang

diserahkan ke

lapangan, tidak

berdemonstrasi.

Jaksa Agung

menyentuh pelaku

Merupakan titik

pada 2002

utama. Komnas

tolak peralihan

HAM telah

kekuasaan politik

membuat KPP

dan pemicu

(TSS) dan telah

kerusuhan sosial

dimajukan ke

di Jakarta dan

Kejaksaan Agung

kota besar

(2003), namun

Indonesia lainnya.

sampai sekarang belum beranjak maju. DPR menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat.

3 Mei 1998 1998

Kerusuhan sosial

Komnas HAM

Jaksa Agung

di Jakarta yang

lagi berkas ke

momentum

hasilnya telah

Komnas HAM

peralihakekuasaa

diserahkan ke

dengan alasan

Jaksa Agung

tidak lengkap.

pada 2003

Tidak ada perkembangan lebih lanjut

4 Semanggi I 1998

Represi TNI atas

Komnas HAM

Jaksa Agung

mahasiswa yang

membentuk

mengembalikan

menolak Sidang

KPP dan

lagi berkas ke

Istimewa MPR

hasilnya telah

Komnas HAM

diserahkan ke

dengan alasan

Jaksa Agung

tidak lengkap.

pada 2002

Tidak ada perkembangan lebih lanjut. DPR menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat.

5 Semanggi II 1999

Represi TNI atas