ECTASY DAN BUDAYA GLOBALISASI doc
ECTASY DAN BUDAYA GLOBALISASI
Oleh: Agus Budi Wibowo
Kalau ada sebuah mama yang saat ini sedang diburu untuk dicoba
dan dinikmati, tetapi juga dihancurkan, nama itu tidak lain adalah
ectasy. Sejak tersiar berita seorang pria bernama Aldi tewas di rumah
seorang artis terkenal Ria Irawan karena minum pil ectasy, pil ini kemudian
menjadi populer di Indonesia. Kepopuleran ectasy boleh jadi bisa
mengalahkan kepopuleran seorang artis setara Ayu Azhari atau yang
lainnya.
Demam ectasy sedang merebak di Indonesia. Dan perhatian semua
orang terbetot hanya ada sebuah benda kecil ini tidak hanya kalangan
masyarakat saja. tetapi aparat permerintah dan keamanan ikut terlibat di
dalamnya. Ectasy bagaikan seorang bidadari yang dipuja semua orang, tetapi
ia juga bagaikan setan yang sedang gentayangan mencari korban.
Sebetulnya apa sih keistimewaan benda ini? Ectasy pertama kah di
ketemukan oleh ahli kimia Jerman G Mannish dan WJacohson tahun 1910.
Ectasy yang dalam unsur kimianya, disebut MDMA (methylenedioxyN
methylamphetarnine) unsur dasarnya adalah MDA (3,4 methylendioxy
phenylosopylamine) ini baru pada tahun 1939 dieksprimenkan pada
hewan.
Pertengahan tahun 1950an Gordon Alles dari Universitas California
mengembangkan MDA ini. Setelah diuji di laboratorium pada tingkat 70
sampai 150 mg ternyata efeknya sangat luar biasa mempengaruhi pusat
syaraf. Tahun 1960an malah sangat populer dikalangan hipies.
Saat ini MDMA telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan berbagai
unsur kimia lainnya, yang mencapai efek yang seperti diliarapkan oleh
Tulisan ini pernah dimuat dalam harian umum Serambi Indonesia pada hari Rabu 31 Juli 1996
halaman 4.
Drs. Agus Budi Wibowo, MSi adalah Staf Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisonal Banda Aceh
pembuatnya. Di Belanda, misalnya, sedikitnya ada 16 jenis ectasy yang
kesemuanya menimbulkan rang sangan berbeda. Misalnya, jenis, playboy
bisa menimbulkan halunisasi sementara jenis yang lainnya bisa
menimbulkan rangsangan tertawa dan gembira. Sedang jenis tango yang
ngetrend di Indonesia saat ini sebenarnya lebih banyak mengandung
unsur speed yang membuat pemakaianya selalu ingin menggerakkan
tubuh.
Walau ectasy pertamatama memberikan kesan yang tidak
berbahaya, hanya meningkatkan stamina. Namun yang perlu diingat bahwa
ectasy ini dapat merusak jaringan setsel otak. Di Amerika Serikat telah
diberitakan bahwa sudah puluhan orang tewas setelah meminum pil ini.
Sehingga tidak berlebihan pil ini disebut pula pit setan. Hal ini pula yang
menyebabkan pil setan ini diharapkan di beberapa negara seperti
Belanda (disarikan dari Kompas 7/7/96).
Bagaimana di Indonesia? Pi1 yang sedang ngetrend ini telah
memakan korban Pula, beberapa orang di beritakan tewas setelah
menenggak pil ini. Di Eropa malah ectasy mulai tidak laku dan permakaianya
banyak beralih ke ganja, atau narkotika.
Budaya Global
Zaman telah berubah. Kita telah memasuki dasa warsa globalisasi,
industrialisasi dan imfomiatika. Demam globalisasi tengah melanda
semua lapisan masyarakat. Tidak afdhal rasanya apabila dalam seminar,
berita di surat kabar, dan jokejoke dalam hehidupan seharihari tanpa
kata globalisasi terucap. Globalisasi menjadi kata kunci (key word) dalam
pembuka sebuah kalimat. Disadari atau tidak, globalisasi telah merasuk
ke dalam relungrelung hati budaya bangsa Indonesia.
Globalisasi membuat arus etnis dan agama bisa menyeberangi batas
batas negara. Arus golabalisasi menyebabkan batasbatas negara
semakin tipis dan menyempit, kalau boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Mau tidak mau, suka tidak suka. bangsa Indonesia harus menerima
kenyataan ini. Bangsa Indonesia pun tidak bisa menolak dan mencegah
apalagi memotong arus globalisasi masuk. Seakanakan semua etnis di
dunia terseret arus ini. Hal ini didukung oleh kemudahan dan kecanggihan
informasi sehingga seakanakan dunia merjadi "satu".
Dampak sampingnya akan terjadi jaringanjaringan g loba l et nis di
du nia . Pengaruh mempegaruhi antar etnis mengglobal pula. Budaya etnis
tertentu dengan mudah diketahui dan bisa ditiru oleh etnis lain. Misalnya
saja, tayangan TV tentang kekerasan, kehidupan free sex mulai merebak di
negaranegara Asia, termasuk Indonesia. Budaya ini dapat diketahui dan
dilihat dalam hitungan detik. Boleh dikata tiada budaya etnis yang dapat
disembunyikan lagi dan tidak ada satu wilayah pun di dunia yang tidak
tersentuh. Halhal yang tadinya ditabukan bisa menjadi dampak
secara transparan bahkan vulgar dan dijadikan suatu yang bebas dan biasa
dilakukan.
Dibalik gelombang modernitas yang makin menghalalkan segala
sesuatu dan cara yang bersifat keduniawian, keberadaan pil setan ectasy
ini ikut pula terbawa arus global. Dalam kondisi ini tingkah laku
manusia sangat dipengaruhi halhal yang bersifat duniawi sehingga
cenderung mengejar halhal yang bersifat materi semata. Dalam konteks
ini yang dituntut dari manusia modern adalah kesuksesan dalam dunia kerja
dengan tolak ukur seberapa jauh dan seberapa banyak ia dapat mengumpulan
materi. Karenanya kemudian muncul simbolsimbol kesuksesan seseorang
dapat dilihat dari apa yang dikendarainnya, BMW atau Mercedes, membawa
handphone/tidak, ada keramik di ru mahnya atau tidak, atau
perilaku perilaku yang mengarah kepada budaya Barat, seperti
pergaulan bebas (Free sex), kumpul kebo (samen leven), dan lainlain.
Dengan demikian, kegagalan adalah suatu yang menakutkan dan
perlu dihindari. Meraka mencoba menghalalkan segala cara agar tidak jatuh
dalam "sumur" kegagalan. Kalaupun mereka mengalami kegagalan akan
menimbulkan rasa tertekan dan stres. Segala daya dan upaya di
lakukan agar bisa menghilangkan stres yang sedang menghimpitnnya.
Sebagai jawaban semua itu, pil setan dapat dijadikan media
pelarian. Pil yang menjajikan kenikmatan bagi pemakainya amat cocok untuk
mengeliminir segala keresahan hati. Mereka berharap dapat menghilangkan
segala sesuatunya. Satu dua kali pil ini dapat memberikan kenikmatan
sesaat. Namun ketika obat ini sudah tidak mendapatkan “on” ia akan
berusaha menengak lagi denah menambah lagi dosisnya
Tanpa disadarinya, lama kelamaan kebiasian menjadi pola hidup
dijalahinya seharihari. Dan satu, dua orang lama kelamaan merebak menjadi
suatu budaya di kalangan tertentu dan mendivusi pada kelompok masyarakat
lain. Seseorang yang tidak ikut arus pola hidup ini dianggap orang yang
tidak modern, kolot. Orang yang tidak memakaipun bisa jadi bisa
terbawa arus karena mereka menerima ejekan, sindiran dari lingkungan
sekitarnya.
Beginilah sisi gelap dari arus glubalisasi yang sedang merebak di
seantero dunia. Namun masalahnya bagaimana kita mengeliminir sisi gelap
globalisasi dan mengabil sisi positif dari globalisasi. Bagaimanapun kemajuan
yang dialami bangsa Indonesia tidak terlepas dari adanya arus globalisasi
ini.
Perjalanan waktu menunjukkan
bahwa proses globalisasi,
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari semma bangsa di dunia.
Karenanya diperlukan suatu daya tangkal. Dalam setiap insan bangsa
Indonesia harus bertekad membentangi diri dari hal yang bersifat negatif
dari adanya globalisasi.
Sa lah satu upa ya yang da pat dilakukan ke arah itu adalah
dengan meningkatkan wujud identitas kultural bangsa, identitas
kultural ini diperlukan untuk memberi media filter terhadap pengaruh
budaya yang bersifat negatif yang membonceng di belakang arus global.
Hal ini, berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat. Menurut Mulder, misalnya dalam kehidupan Jawa, dalam
kehidupan diatur oleh akidahakidah adat yang mengatur keselarasan dalam
masyarakat, kaidahkaidah tatakramah yang mengatur kelakuan antar
manusia. Kaidah yang mengatur hidupan dengan Tuhan dan kaidahkaidah
moril (Sumintarsih dkk, 1991) Kaidahkaidah tersebut membentuk perilaku
yang normatif yang harus ditaati. Menurut Durkheim, prilakuprilaku
normative tersebut tidak hanya bersifat ekternal bagi diri pribadinya, tetapi
mempunyai daya pemaksa bagi diri pribadi secara langsung memberi pula
sangsi terhadap warga masyarakat agar mematuhinya.
Dengan demikian dalam menghadapi arus globalisasi ini agar terus
dipupuk dan ditumbuhkembangkan identitas kultural bangsa. Harus
dimulai diciptakan lagi dalam opini masyarakat untuk mengangkat akar
budaya yang ada dan hidup di masyarakat. Dengan kata lain, harus
diciptakan suatu mekanisme budaya malu dalam masyarakat bahwa ectasy
adalah pil yang merusak harkat dan martabat bangsa dan ia sebagai diri
pribadi. Amatlah memalukan, apabila kita diberitakan di koran kita tewas
karena menenggak pil ini.
Dalam lingkungan budaya Jawa sudah lama tertanam bahwa
seseorang yang ingin meraih kebahagian dunia dan akhirat harus
menghindari sifat Molimo, yaitu madate peminum candu, madon bermain
perempuan, main berjudi, minum pemabuk, dan maling mencuri. Dalam
konteks permasalahan ectasy ini, salah satu unsur molimo yang patut
diangkat adalah madat. Dengan mengkampanyekan nilai budaya ini
terbentuk suatu opini bahwa minum pil ectasy adalah memalukan baik bagi
dirinya maupun keluarganya.
Kemudian, untuk lebih "memaksa" atau "menekan" warga masyarakat
untuk mengikuti aturan masyarakat, maka hendaknya diciptakan atau
dilembagakan pula suatu sistem. yang disebut dengan pengendalian sosial
atau kontrol sosial lain.nya. Me kanisme pengendalian sosial yang
mungkin dapat dilaksanakan adalah "penjeratan" pemakai dan pengendar pil
setan ini dengan hukuman yang cukup berat. Selain itu, dapat pula
dilakukan dengan cara memberi ganjaran kepada mereka yang bersedia
menjadi "informan" dengan memberitahukan orangorang yang memakai
atau mengendarkan pil ektasy ini.
Lantas apakah halhal yang dilakukan di atas akan efektif
memberantas pil setan itu? Jawabannya tergantung pada masyarakat dan
kegelisahan kaum muda dan gaya hidup yang sedang berkembang.
Oleh: Agus Budi Wibowo
Kalau ada sebuah mama yang saat ini sedang diburu untuk dicoba
dan dinikmati, tetapi juga dihancurkan, nama itu tidak lain adalah
ectasy. Sejak tersiar berita seorang pria bernama Aldi tewas di rumah
seorang artis terkenal Ria Irawan karena minum pil ectasy, pil ini kemudian
menjadi populer di Indonesia. Kepopuleran ectasy boleh jadi bisa
mengalahkan kepopuleran seorang artis setara Ayu Azhari atau yang
lainnya.
Demam ectasy sedang merebak di Indonesia. Dan perhatian semua
orang terbetot hanya ada sebuah benda kecil ini tidak hanya kalangan
masyarakat saja. tetapi aparat permerintah dan keamanan ikut terlibat di
dalamnya. Ectasy bagaikan seorang bidadari yang dipuja semua orang, tetapi
ia juga bagaikan setan yang sedang gentayangan mencari korban.
Sebetulnya apa sih keistimewaan benda ini? Ectasy pertama kah di
ketemukan oleh ahli kimia Jerman G Mannish dan WJacohson tahun 1910.
Ectasy yang dalam unsur kimianya, disebut MDMA (methylenedioxyN
methylamphetarnine) unsur dasarnya adalah MDA (3,4 methylendioxy
phenylosopylamine) ini baru pada tahun 1939 dieksprimenkan pada
hewan.
Pertengahan tahun 1950an Gordon Alles dari Universitas California
mengembangkan MDA ini. Setelah diuji di laboratorium pada tingkat 70
sampai 150 mg ternyata efeknya sangat luar biasa mempengaruhi pusat
syaraf. Tahun 1960an malah sangat populer dikalangan hipies.
Saat ini MDMA telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan berbagai
unsur kimia lainnya, yang mencapai efek yang seperti diliarapkan oleh
Tulisan ini pernah dimuat dalam harian umum Serambi Indonesia pada hari Rabu 31 Juli 1996
halaman 4.
Drs. Agus Budi Wibowo, MSi adalah Staf Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisonal Banda Aceh
pembuatnya. Di Belanda, misalnya, sedikitnya ada 16 jenis ectasy yang
kesemuanya menimbulkan rang sangan berbeda. Misalnya, jenis, playboy
bisa menimbulkan halunisasi sementara jenis yang lainnya bisa
menimbulkan rangsangan tertawa dan gembira. Sedang jenis tango yang
ngetrend di Indonesia saat ini sebenarnya lebih banyak mengandung
unsur speed yang membuat pemakaianya selalu ingin menggerakkan
tubuh.
Walau ectasy pertamatama memberikan kesan yang tidak
berbahaya, hanya meningkatkan stamina. Namun yang perlu diingat bahwa
ectasy ini dapat merusak jaringan setsel otak. Di Amerika Serikat telah
diberitakan bahwa sudah puluhan orang tewas setelah meminum pil ini.
Sehingga tidak berlebihan pil ini disebut pula pit setan. Hal ini pula yang
menyebabkan pil setan ini diharapkan di beberapa negara seperti
Belanda (disarikan dari Kompas 7/7/96).
Bagaimana di Indonesia? Pi1 yang sedang ngetrend ini telah
memakan korban Pula, beberapa orang di beritakan tewas setelah
menenggak pil ini. Di Eropa malah ectasy mulai tidak laku dan permakaianya
banyak beralih ke ganja, atau narkotika.
Budaya Global
Zaman telah berubah. Kita telah memasuki dasa warsa globalisasi,
industrialisasi dan imfomiatika. Demam globalisasi tengah melanda
semua lapisan masyarakat. Tidak afdhal rasanya apabila dalam seminar,
berita di surat kabar, dan jokejoke dalam hehidupan seharihari tanpa
kata globalisasi terucap. Globalisasi menjadi kata kunci (key word) dalam
pembuka sebuah kalimat. Disadari atau tidak, globalisasi telah merasuk
ke dalam relungrelung hati budaya bangsa Indonesia.
Globalisasi membuat arus etnis dan agama bisa menyeberangi batas
batas negara. Arus golabalisasi menyebabkan batasbatas negara
semakin tipis dan menyempit, kalau boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Mau tidak mau, suka tidak suka. bangsa Indonesia harus menerima
kenyataan ini. Bangsa Indonesia pun tidak bisa menolak dan mencegah
apalagi memotong arus globalisasi masuk. Seakanakan semua etnis di
dunia terseret arus ini. Hal ini didukung oleh kemudahan dan kecanggihan
informasi sehingga seakanakan dunia merjadi "satu".
Dampak sampingnya akan terjadi jaringanjaringan g loba l et nis di
du nia . Pengaruh mempegaruhi antar etnis mengglobal pula. Budaya etnis
tertentu dengan mudah diketahui dan bisa ditiru oleh etnis lain. Misalnya
saja, tayangan TV tentang kekerasan, kehidupan free sex mulai merebak di
negaranegara Asia, termasuk Indonesia. Budaya ini dapat diketahui dan
dilihat dalam hitungan detik. Boleh dikata tiada budaya etnis yang dapat
disembunyikan lagi dan tidak ada satu wilayah pun di dunia yang tidak
tersentuh. Halhal yang tadinya ditabukan bisa menjadi dampak
secara transparan bahkan vulgar dan dijadikan suatu yang bebas dan biasa
dilakukan.
Dibalik gelombang modernitas yang makin menghalalkan segala
sesuatu dan cara yang bersifat keduniawian, keberadaan pil setan ectasy
ini ikut pula terbawa arus global. Dalam kondisi ini tingkah laku
manusia sangat dipengaruhi halhal yang bersifat duniawi sehingga
cenderung mengejar halhal yang bersifat materi semata. Dalam konteks
ini yang dituntut dari manusia modern adalah kesuksesan dalam dunia kerja
dengan tolak ukur seberapa jauh dan seberapa banyak ia dapat mengumpulan
materi. Karenanya kemudian muncul simbolsimbol kesuksesan seseorang
dapat dilihat dari apa yang dikendarainnya, BMW atau Mercedes, membawa
handphone/tidak, ada keramik di ru mahnya atau tidak, atau
perilaku perilaku yang mengarah kepada budaya Barat, seperti
pergaulan bebas (Free sex), kumpul kebo (samen leven), dan lainlain.
Dengan demikian, kegagalan adalah suatu yang menakutkan dan
perlu dihindari. Meraka mencoba menghalalkan segala cara agar tidak jatuh
dalam "sumur" kegagalan. Kalaupun mereka mengalami kegagalan akan
menimbulkan rasa tertekan dan stres. Segala daya dan upaya di
lakukan agar bisa menghilangkan stres yang sedang menghimpitnnya.
Sebagai jawaban semua itu, pil setan dapat dijadikan media
pelarian. Pil yang menjajikan kenikmatan bagi pemakainya amat cocok untuk
mengeliminir segala keresahan hati. Mereka berharap dapat menghilangkan
segala sesuatunya. Satu dua kali pil ini dapat memberikan kenikmatan
sesaat. Namun ketika obat ini sudah tidak mendapatkan “on” ia akan
berusaha menengak lagi denah menambah lagi dosisnya
Tanpa disadarinya, lama kelamaan kebiasian menjadi pola hidup
dijalahinya seharihari. Dan satu, dua orang lama kelamaan merebak menjadi
suatu budaya di kalangan tertentu dan mendivusi pada kelompok masyarakat
lain. Seseorang yang tidak ikut arus pola hidup ini dianggap orang yang
tidak modern, kolot. Orang yang tidak memakaipun bisa jadi bisa
terbawa arus karena mereka menerima ejekan, sindiran dari lingkungan
sekitarnya.
Beginilah sisi gelap dari arus glubalisasi yang sedang merebak di
seantero dunia. Namun masalahnya bagaimana kita mengeliminir sisi gelap
globalisasi dan mengabil sisi positif dari globalisasi. Bagaimanapun kemajuan
yang dialami bangsa Indonesia tidak terlepas dari adanya arus globalisasi
ini.
Perjalanan waktu menunjukkan
bahwa proses globalisasi,
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari semma bangsa di dunia.
Karenanya diperlukan suatu daya tangkal. Dalam setiap insan bangsa
Indonesia harus bertekad membentangi diri dari hal yang bersifat negatif
dari adanya globalisasi.
Sa lah satu upa ya yang da pat dilakukan ke arah itu adalah
dengan meningkatkan wujud identitas kultural bangsa, identitas
kultural ini diperlukan untuk memberi media filter terhadap pengaruh
budaya yang bersifat negatif yang membonceng di belakang arus global.
Hal ini, berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat. Menurut Mulder, misalnya dalam kehidupan Jawa, dalam
kehidupan diatur oleh akidahakidah adat yang mengatur keselarasan dalam
masyarakat, kaidahkaidah tatakramah yang mengatur kelakuan antar
manusia. Kaidah yang mengatur hidupan dengan Tuhan dan kaidahkaidah
moril (Sumintarsih dkk, 1991) Kaidahkaidah tersebut membentuk perilaku
yang normatif yang harus ditaati. Menurut Durkheim, prilakuprilaku
normative tersebut tidak hanya bersifat ekternal bagi diri pribadinya, tetapi
mempunyai daya pemaksa bagi diri pribadi secara langsung memberi pula
sangsi terhadap warga masyarakat agar mematuhinya.
Dengan demikian dalam menghadapi arus globalisasi ini agar terus
dipupuk dan ditumbuhkembangkan identitas kultural bangsa. Harus
dimulai diciptakan lagi dalam opini masyarakat untuk mengangkat akar
budaya yang ada dan hidup di masyarakat. Dengan kata lain, harus
diciptakan suatu mekanisme budaya malu dalam masyarakat bahwa ectasy
adalah pil yang merusak harkat dan martabat bangsa dan ia sebagai diri
pribadi. Amatlah memalukan, apabila kita diberitakan di koran kita tewas
karena menenggak pil ini.
Dalam lingkungan budaya Jawa sudah lama tertanam bahwa
seseorang yang ingin meraih kebahagian dunia dan akhirat harus
menghindari sifat Molimo, yaitu madate peminum candu, madon bermain
perempuan, main berjudi, minum pemabuk, dan maling mencuri. Dalam
konteks permasalahan ectasy ini, salah satu unsur molimo yang patut
diangkat adalah madat. Dengan mengkampanyekan nilai budaya ini
terbentuk suatu opini bahwa minum pil ectasy adalah memalukan baik bagi
dirinya maupun keluarganya.
Kemudian, untuk lebih "memaksa" atau "menekan" warga masyarakat
untuk mengikuti aturan masyarakat, maka hendaknya diciptakan atau
dilembagakan pula suatu sistem. yang disebut dengan pengendalian sosial
atau kontrol sosial lain.nya. Me kanisme pengendalian sosial yang
mungkin dapat dilaksanakan adalah "penjeratan" pemakai dan pengendar pil
setan ini dengan hukuman yang cukup berat. Selain itu, dapat pula
dilakukan dengan cara memberi ganjaran kepada mereka yang bersedia
menjadi "informan" dengan memberitahukan orangorang yang memakai
atau mengendarkan pil ektasy ini.
Lantas apakah halhal yang dilakukan di atas akan efektif
memberantas pil setan itu? Jawabannya tergantung pada masyarakat dan
kegelisahan kaum muda dan gaya hidup yang sedang berkembang.