BERFIKIR FILSAFAT DALAM KONTEKS KOMUNIKA
BAB I
PENDAHULUAN
Santer terdengar berita mengenai pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, namun yang cukup
besar dan mencengangkan adalah kasus dari Gubernur Riau, Anas Maamun. Anas Maamun (74) di
laporkan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan
berusia 39 tahun. Ia disebut-sebut sempat menempuh jalan damai, tapi korban tetap tidak terima
sehingga dipolisikan.(detik.com, senin 1 september 2013).
Menurut pemberitaan (detik.com), kasus asusila itu terjadi di kediaman sang gubernur pada jumat
(30/5/2014), pada saat korban ingin mengurus administrasi seminar yang akan diadakan . Ternyata
kasus tersebut bukan kali pertama, berita beredar bahwa Saat masih menjadi Bupati Rokan Hilir,
Annas diduga melakukan tindak asusila terhadap S, pembantunya. Kepada sejumlah media pada
pertengahan November tahun lalu, perempuan berusia 52 tahun itu bercerita awalnya Annas yang
kelihatan capek meminta S memijat beberapa bagian tubuhnya. Lantaran yang meminta itu majikan, S
pun manut. Awalnya proses pemijatan tersebut berlangsung sopan layaknya majikan dan pembantu.
Namun, belakangan Annas mengajak S berhubungan badan. Seingat S, dua kali mereka pernah benarbenar berhubungan badan.(tempo.co, 5 september 2014)
Beredar kasus ini sangat memengangkan telinga masyrarakat, terutama riau, karena dugaan pelecehan
itu di lakukan oleh seorang abdi negara, yang seharusnya menjadi pemimpin, dan panutan bagi
wilayah yang di wakilinya. Seperti unjuk rasa ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi
Aktivis Rakyat Riau menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Riau, pada saat pelantikan anggota
DPRD riau dan menuntut agara anggota dewan yang baru di lantik mengusut kasus dugaan pelecehan
seksual yang melibatknan Gubernur Riau Anas Maamun, yang kebertulan juga hadir di dalam acara
pelantikan tersebut. (news.okezone.com, 6 september 2014).
Tidak hanya demonstari melalui aksi massa, berbagai spanduk pun bertebaran dengan isi yang kurang
lebih mengecam perilaku pelecehan tersebut, seperti dalam (detik.com ,rabu 3 sept 201), Spanduk di
kain putih itu bertuliskan 'Riau Darurat Gubernur Cabul, Waria (Warga Riau Peduli Marwah)'.
Selanjutnya ada lagi tulisan, 'Kami Malu Punya Gubernur Cabul'. Spanduk – Spanduk tersebut
tersebar di jalan protokol, jembatan penyebrangan, dan flyover di kota Pekanbaru.
Media televisi pun memberitakan berita tersebut dalam salah satu headline mereka beberapa hari
belakangan, baik di pagi, siang, ataupun malam hari, dan hingga saat ini pun berita tersebut dari
pemanggilan para korban dugaan pelecehan, hingga pemanggilan gubernur Riau itu sendiri. Dari satu
sisi dilihat dar si pelapor, kasus asusila ini negatif, karena di duga dilakukan oleh seorang Guberrnur,
yang seharusnya bisa menjaadi seorang yang menjunjung tinggi nilai –nilai dalam norma yang
berlaku, sesuai dengan jabatan nya sebagai seorang gubernur (pemimpin). Namun jika dilihat dari sisi
terduga, kasus ini menjadi sebuah pemberitaan negatif pula, karena melakukan pencemaran nama baik
terhadap sang Gubernur, atau mungkin terdapat motif lain seperti politik, pemerasan, atau motif lain
jika terbukti nantinya, beliau tidak bersalah di pengadilan . Dari kasus ini akan coba di kaitkan
melalui cabang filsafat komunikasi
BAB II
Landasan Teori
Komunikasi pada dasar nya adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komuniator, kepada
komunikan. menurut Onong Uchjana Effendy, adalah sebuah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu , mengubah sikap, pendapat, ataupun perilaku, baik
secara lisan (langsung). De fleur , dan Mc Quails mendefinisikan kembali melalui ruang komunikasi
massa, yang mendefinisikan bahwa Komunikasi massa sebagai suatu proses melallui mana
komunikator – komunikator menggunakan media massa untuk menyebarluaskan pesan – pesan secara
luas dan terus menerus, menciptakan makna, serta di harapkan dapat mempengaruhi khalayak yang
besar dan beragam melalui berbagai macam cara.
Dalam hubungannya komunikasi dengan proses filsafat komunikasi, Stephen W. Littlejohn dan Karen
A. Foss dalam bukunya yang berjudul Theories of Human Communication, membagi proses filsafat
komunikasi menjadi empat tema. Yaitu, epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan), ontology
(pertanyaan mengenai eksistensi), dan axiology (pertanyaan mengenai nilai-nilai). Menurut Littlejohn,
proses berfikir, bertindak, dan berkomunikasi yang menggunakan landasan-landasan yang filosofis
membawa kepada pemahaman, dan pemahaman tersebut akan membawa kepada tindakan yang lebih
layak dan manusiawi. (Littlejohn: 2009)
a. Aspek Epistemologi
Adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang
bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada
dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya
menggunakan metode ilmiah. Metode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang dan mapan, sistematis dan logis.
Epistemologi juga bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan
sementara. Serta, mengkaji instrumen dan teknik dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian
yang objektif.
b. Aspek Ontologi
Adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita
ketahui keberadaannya. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat
interaksi sosial. Menurut Littlejohn, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah
gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial, termasuk ilmu komunikasi, ontologi memiliki keluasan
eksistensi kemanusiaan.
Menurut Onong, ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau lebih
sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial, ontologi terkait
dengan sifat interaksi sosial. Tema ontologi mencakup cara mengkonseptualisasikan komunikasi
bergantung pada bagaimana pandangannya terhadap komunikator. (Onong: 2003)
c. Aspek Aksiologi
Adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, logika atau agama.
Littlejohn menyebutkan bahwa aksiologi merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value
(nilai-nilai). Mengenai nilai-nilai ini, dalam tema aksiologi ada tiga persoalan. Pertama, apakah
pengetahuan itu bebas nilai. Kedua, sejauh mana pengaruh praktik penyelidikan terhadap objek yang
dipelajari, dan yang ketiga, sejauh mana pengetahuan berupaya mencapai perubahan sosial.
Dari tiga persoalan di atas, pada tema aksiologi terdapat dua posisi umum. Yaitu, pertama, ilmu yang
sadar nilai (value conscious) mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori dan secara bersama
berupaya mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan positif. Kedua, ilmu yang bernilai netral (valueneutral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, atau dengan kata lain ilmu itu bebas
nilai.
Di luar tiga aspek di atas paham filosofis yang banyak menginspirasi perkembangan pemikiran hingga
saat ini, khususnya dalam ilmu komunikasi adalah ethos, pathos, dan logos. Paham ini dengan tokoh
sentral Plato dan Aristoteles. Ethos, terkait dengan rambu-rambu normatif, sumber kepercayaan atau
kompeten; pathos, terkait dengan unsur afeksi, emosi/rasa dalam diri manusia, atau kemampuan
dalam membangkitkan semangat/rasa; logos, terkait pertimbangan-pertimbangan nalar dan rasional
dalam pengambilan keputusan. Komponen penting lain dari filsafat adalah etika, logika, dan estetika.
Komponen-komponen ini akan bersinergi satu sama lainnya dengan aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologi, sehingga melahirkan poros berfikir filsafat. Artinya, sebuah tindakan dapat dianggap
mencerminkan poros berfikir filsafat selama mencerminkan aspek-aspek dan komponen di atas.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagaimana disinggung dalam Bab II, suatu proses komunikasi dapat dianggap telah berlandaskan
filosofis kalau mengacu pada landasan-landasan atau aspek filosofis. Aspek filosofis sendiri ada tiga,
yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Masih ada hubungannya dengan kerangka berfikir dan
berkomunikasi secara filsafati adalah ethos, pathos, dan logos, serta logika, etika, dan estetika.
Dengan demikian, akan kita kaji lebih dalam satu demi satu secara menyaluruh, apakah berita dugaan
pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau sudah cukup mempertimbangkan aspek-aspek
dalam filsafat komunikasi
a. Aspek Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Adalah menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan yang bersangkutan dengan kriteria penilaian
terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi adalah cara bagaimana pengetahuan disusun.
Epistemologi juga bersangkutan dengan metode dalam menguji dugaan-dugaan sementara. Serta,
mengkaji instrumen dan teknik dalam rangka memverifikasi sebagai penilaian yang objektif. Dalam
pemberitaan kunci utamanya adalah fakta, kejadian nyata. Namun, dalam ranah jurnalistik juga
dikenal dengan istilah news value (nilai-nilai berita). Selain faktual, news value yang lainnya adalah
aktual, menarik, penting,. (Romli: 2002)
Dalam hubungannya dengan pemberitaan media massa mengenai dugaan pelecahan seksual Gubernur
Riau (sebagai komunikator), bila dilihat dari sisi unsur menarik, berangkali ada. Namun, apakah berita
itu fakta, ini yang masih menjadi perdebatan, karena masih membutuhkan verifikasi untuk bisa
mendapatkan penilaian yang objektif. Dan faktanya, kajian instrumen dan teknik dalam memverifikasi
data belum ada, tetapi pemberitaannya sudah gencar, sehingga ada kesan terduga memang melakukan
tindakan asusila tersebut (meski pembuktian harus melalui lembaga penegak hukum dengan proses
yang harus di lalui pula).
b. Aspek Ontologi
Adalah berkaitan dengan sifat (wujud) atau keberadaannya dalam interaksi sosial. Dalam
hubungannya dengan pemberitaan atas kasus dugaan pelecehan seksual yang di lakukan Gubernur
Riau di atas adalah bagaimana keberadaan media massa, dalam hal ini kita ambil televisi di ruang
publik. Keberadaan berita di ranah publik dalam interaksi sosial adalah untuk menginformasikan (to
inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan untuk mempengaruhi (to influence).
Mengacu pada contoh kasus di atas, dari sisi mendidik, khususnya apabila kita menggunakan
pendekatan efek prososial sebagaimana digagas oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi
Komunikasi, maka pemberitaan tersebut tidak mendidik (to educate). Faktanya, Implikasi dari kasus
tersebut meluas keppada aksi – aksi demonstrasi yang menuntut pengusutan tuntas dalam kasus ini.
Dilihat dari sisi menginformasikan, memang jelas media massa, menginformasikan kepada khalayak
luas tentang berita ini, sehingga menimbulkan sebuah efek bagi komunikan nya, implikasinya juga
terlihat dari news value yang di hadirkan, yaitu ke aktualan informasi,faktor menarik nya informasi
tersebut, dalam arti memasukan nama seorang pejabat publik (Gubernur Riau), sebagi terduga. Dpara
komunikan nya, namun dalam aspek menghibur, jelas berita ini tidak masuk kedalam ranah hiburan,
dan terakhir melalui aspek untuk mempengaruhi, mungkin media massa disini sebagai komunikator
bisa mempengaruhi namun efek nya pun beragam dan tidak bisa di generalisasikan.
c. Aspek Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau
wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun
S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah
sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Adalah yang berkaitan dengan nilai-nilai dari pengetahuan tersebut. Selain nilai, aspek lain yang
masuk dalam kajian aksiologi adalah logika, etika, estetika, atau agama. Dari kajian ini, dilihat dari
aspek logika, untuk mencari kebenaran atau kesalahan dalam kasus ini mungkin belum jelas terlihat,
namun banyak nya media yang memberitaan secara negatif dari salah satu sisi jelas menyudutkan
posisi si Gubernur Riau, walaupun kebenaran / fakta sebenarnya dari kasus ini masih dalm proses
penyelidikan pihak berwajib.
Dari aspek etika, tujuannya adalah untuk mencari kecocokan, dengan ukuran nilai baik atau buruk.
Dalam pemberitaan ini,aspek etika mungkin juga belum terpenuhi, karena bisa menumbuhkan
persepsi negatif terhadap pandangan seorang pemimpin, yang notabene padaa saat ini pun banyak
masyarakat yang kecewa dengan tindakan para pemimpin nya.
Sedangkan dari sisi estetika, tujuannya adalah mencari keindahan, dengan nilai-nilai indah dan jelek.
Faktanya, dalam kasus ini pun segi keindahan tidak terpenuhi, karena berkaitan dengan tindakan
asusila, maka akan menjurus kepada hal negatif / jelek. Dari pandangan agama pun menyatakan
bahwa pemberitaan tersebut tidak di benarkan . Dengan demikian aspek – aspek tersebut tidak
terpenuhi di dalam kasus ini.
d. Aspek Ethos, Pathos, dan Logos
Dari sisi ethos, yang berkaitan dengan sumber kepercayaan, belum tentu terpenuhi, karena hal
tersebut masih merupakan dugaan, dan belum ada fakta yang di ungkapkan secara menyeluruh dari
kasus ini, selain itu berita ini hanya mengambil dari satu sisi si pelapor, atau korban saja, tidak
mencakup kedua belah pihak.
Dari sisi pathos, yakni yang berkaitan dengan unsur afeksi, kemampuan membangkitkan
semangat/rasa, efek pemberitaan tersebut cenderung lebih banyak mengarah kepada hal-hal yang
berbau negatif. Seperti dalam bab I di atas dengan adanya aksi demonstarasi, serta penuntutan untuk
mengusut kasus ini secara menyeluruh.
Sedangkan dari aspek logos, yang berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan nalar maupun
rasional di dalam pengambilan keputusan untuk penayangan berita melaui news value memang aktual,
tetapi ada batasan sampai mana untuk menjaga privasi, seperti memblur wajah korban, yang terlihat
tidak dilakukan oleh media yang terang – terangan menyebutkan nama pelaku dan korban secara
gamblag.
Komunikator, dalam hal ini media televisi, kurang mempunyai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan yang rasional, khususnya yang berkaitan dengan dampak yang mungkin terjadi apabila
berita tersebut ditayangkan secara terus menerus. Dengan demikian, aspek logos juga teramat penting
untuk menjadi bahan pertimbangan komunikator agar proses komunikasinya dianggap mampu
memberikan manfaat, sebagaimana yang digambarkan oleh Jalaluddin Rakhmat sebagai efek
prososial dari media massa.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarakan hasil penjabaran kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau
apabila dikaji dalam wilayah filsafat komunikasi, yang terdiri dari aspek epistemologi, ontologi, dan
aksiologi, serta komponen lain seperti logika, etika, estetika, serta ethos, pathos, dan logos, tidak
memenuhi unsur-unsur atau aspek-aspek yang menjadi domain filsafat secara menyeluruh. Dalam
kasus ini news value tentang aktualitas memang di laksanakan oleh Media Massa, namun kaidah –
kaidah dalam penyiaran dalam kasus ini, seperti penyamaran nama korban, dan blur terhadap wajah
tidak dilakukan, yang bertujuan untuk melindungi privacy si korban. Selain itu, pemberitaan dari sisi
terduga juga di nilai kurang, bisa di karenakan karna faktor terduga yang memang susah, atau tidak
ingin di wawancarai, atau ada faktor lain, sehingga statement yang di dapat hanya berasal dari korban,
sehingga massive menimbulkan persepsi bahwa Si gubernur bersalah, sebelum adanya ketok palu dari
pengadilan, dengan demikian media massa dalam mengambil keputusan soal pemberitaan tersebut
tidak berlandaskan cara berfikir dan bertindak filosofis.
BERFIKIR FILSAFAT DALAM KONTEKS KOMUNIKASI
(Dalam Kasus Dugaan Pelecehan Gubernur Riau)
Oleh : Rezka Judittya Dian Pratama
NIM : 55214110015
Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana
Jakarta,2014
PENDAHULUAN
Santer terdengar berita mengenai pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, namun yang cukup
besar dan mencengangkan adalah kasus dari Gubernur Riau, Anas Maamun. Anas Maamun (74) di
laporkan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan
berusia 39 tahun. Ia disebut-sebut sempat menempuh jalan damai, tapi korban tetap tidak terima
sehingga dipolisikan.(detik.com, senin 1 september 2013).
Menurut pemberitaan (detik.com), kasus asusila itu terjadi di kediaman sang gubernur pada jumat
(30/5/2014), pada saat korban ingin mengurus administrasi seminar yang akan diadakan . Ternyata
kasus tersebut bukan kali pertama, berita beredar bahwa Saat masih menjadi Bupati Rokan Hilir,
Annas diduga melakukan tindak asusila terhadap S, pembantunya. Kepada sejumlah media pada
pertengahan November tahun lalu, perempuan berusia 52 tahun itu bercerita awalnya Annas yang
kelihatan capek meminta S memijat beberapa bagian tubuhnya. Lantaran yang meminta itu majikan, S
pun manut. Awalnya proses pemijatan tersebut berlangsung sopan layaknya majikan dan pembantu.
Namun, belakangan Annas mengajak S berhubungan badan. Seingat S, dua kali mereka pernah benarbenar berhubungan badan.(tempo.co, 5 september 2014)
Beredar kasus ini sangat memengangkan telinga masyrarakat, terutama riau, karena dugaan pelecehan
itu di lakukan oleh seorang abdi negara, yang seharusnya menjadi pemimpin, dan panutan bagi
wilayah yang di wakilinya. Seperti unjuk rasa ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi
Aktivis Rakyat Riau menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Riau, pada saat pelantikan anggota
DPRD riau dan menuntut agara anggota dewan yang baru di lantik mengusut kasus dugaan pelecehan
seksual yang melibatknan Gubernur Riau Anas Maamun, yang kebertulan juga hadir di dalam acara
pelantikan tersebut. (news.okezone.com, 6 september 2014).
Tidak hanya demonstari melalui aksi massa, berbagai spanduk pun bertebaran dengan isi yang kurang
lebih mengecam perilaku pelecehan tersebut, seperti dalam (detik.com ,rabu 3 sept 201), Spanduk di
kain putih itu bertuliskan 'Riau Darurat Gubernur Cabul, Waria (Warga Riau Peduli Marwah)'.
Selanjutnya ada lagi tulisan, 'Kami Malu Punya Gubernur Cabul'. Spanduk – Spanduk tersebut
tersebar di jalan protokol, jembatan penyebrangan, dan flyover di kota Pekanbaru.
Media televisi pun memberitakan berita tersebut dalam salah satu headline mereka beberapa hari
belakangan, baik di pagi, siang, ataupun malam hari, dan hingga saat ini pun berita tersebut dari
pemanggilan para korban dugaan pelecehan, hingga pemanggilan gubernur Riau itu sendiri. Dari satu
sisi dilihat dar si pelapor, kasus asusila ini negatif, karena di duga dilakukan oleh seorang Guberrnur,
yang seharusnya bisa menjaadi seorang yang menjunjung tinggi nilai –nilai dalam norma yang
berlaku, sesuai dengan jabatan nya sebagai seorang gubernur (pemimpin). Namun jika dilihat dari sisi
terduga, kasus ini menjadi sebuah pemberitaan negatif pula, karena melakukan pencemaran nama baik
terhadap sang Gubernur, atau mungkin terdapat motif lain seperti politik, pemerasan, atau motif lain
jika terbukti nantinya, beliau tidak bersalah di pengadilan . Dari kasus ini akan coba di kaitkan
melalui cabang filsafat komunikasi
BAB II
Landasan Teori
Komunikasi pada dasar nya adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komuniator, kepada
komunikan. menurut Onong Uchjana Effendy, adalah sebuah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu , mengubah sikap, pendapat, ataupun perilaku, baik
secara lisan (langsung). De fleur , dan Mc Quails mendefinisikan kembali melalui ruang komunikasi
massa, yang mendefinisikan bahwa Komunikasi massa sebagai suatu proses melallui mana
komunikator – komunikator menggunakan media massa untuk menyebarluaskan pesan – pesan secara
luas dan terus menerus, menciptakan makna, serta di harapkan dapat mempengaruhi khalayak yang
besar dan beragam melalui berbagai macam cara.
Dalam hubungannya komunikasi dengan proses filsafat komunikasi, Stephen W. Littlejohn dan Karen
A. Foss dalam bukunya yang berjudul Theories of Human Communication, membagi proses filsafat
komunikasi menjadi empat tema. Yaitu, epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan), ontology
(pertanyaan mengenai eksistensi), dan axiology (pertanyaan mengenai nilai-nilai). Menurut Littlejohn,
proses berfikir, bertindak, dan berkomunikasi yang menggunakan landasan-landasan yang filosofis
membawa kepada pemahaman, dan pemahaman tersebut akan membawa kepada tindakan yang lebih
layak dan manusiawi. (Littlejohn: 2009)
a. Aspek Epistemologi
Adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang
bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada
dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya
menggunakan metode ilmiah. Metode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang dan mapan, sistematis dan logis.
Epistemologi juga bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan
sementara. Serta, mengkaji instrumen dan teknik dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian
yang objektif.
b. Aspek Ontologi
Adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita
ketahui keberadaannya. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat
interaksi sosial. Menurut Littlejohn, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah
gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial, termasuk ilmu komunikasi, ontologi memiliki keluasan
eksistensi kemanusiaan.
Menurut Onong, ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau lebih
sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial, ontologi terkait
dengan sifat interaksi sosial. Tema ontologi mencakup cara mengkonseptualisasikan komunikasi
bergantung pada bagaimana pandangannya terhadap komunikator. (Onong: 2003)
c. Aspek Aksiologi
Adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, logika atau agama.
Littlejohn menyebutkan bahwa aksiologi merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value
(nilai-nilai). Mengenai nilai-nilai ini, dalam tema aksiologi ada tiga persoalan. Pertama, apakah
pengetahuan itu bebas nilai. Kedua, sejauh mana pengaruh praktik penyelidikan terhadap objek yang
dipelajari, dan yang ketiga, sejauh mana pengetahuan berupaya mencapai perubahan sosial.
Dari tiga persoalan di atas, pada tema aksiologi terdapat dua posisi umum. Yaitu, pertama, ilmu yang
sadar nilai (value conscious) mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori dan secara bersama
berupaya mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan positif. Kedua, ilmu yang bernilai netral (valueneutral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, atau dengan kata lain ilmu itu bebas
nilai.
Di luar tiga aspek di atas paham filosofis yang banyak menginspirasi perkembangan pemikiran hingga
saat ini, khususnya dalam ilmu komunikasi adalah ethos, pathos, dan logos. Paham ini dengan tokoh
sentral Plato dan Aristoteles. Ethos, terkait dengan rambu-rambu normatif, sumber kepercayaan atau
kompeten; pathos, terkait dengan unsur afeksi, emosi/rasa dalam diri manusia, atau kemampuan
dalam membangkitkan semangat/rasa; logos, terkait pertimbangan-pertimbangan nalar dan rasional
dalam pengambilan keputusan. Komponen penting lain dari filsafat adalah etika, logika, dan estetika.
Komponen-komponen ini akan bersinergi satu sama lainnya dengan aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologi, sehingga melahirkan poros berfikir filsafat. Artinya, sebuah tindakan dapat dianggap
mencerminkan poros berfikir filsafat selama mencerminkan aspek-aspek dan komponen di atas.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagaimana disinggung dalam Bab II, suatu proses komunikasi dapat dianggap telah berlandaskan
filosofis kalau mengacu pada landasan-landasan atau aspek filosofis. Aspek filosofis sendiri ada tiga,
yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Masih ada hubungannya dengan kerangka berfikir dan
berkomunikasi secara filsafati adalah ethos, pathos, dan logos, serta logika, etika, dan estetika.
Dengan demikian, akan kita kaji lebih dalam satu demi satu secara menyaluruh, apakah berita dugaan
pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau sudah cukup mempertimbangkan aspek-aspek
dalam filsafat komunikasi
a. Aspek Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Adalah menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan yang bersangkutan dengan kriteria penilaian
terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi adalah cara bagaimana pengetahuan disusun.
Epistemologi juga bersangkutan dengan metode dalam menguji dugaan-dugaan sementara. Serta,
mengkaji instrumen dan teknik dalam rangka memverifikasi sebagai penilaian yang objektif. Dalam
pemberitaan kunci utamanya adalah fakta, kejadian nyata. Namun, dalam ranah jurnalistik juga
dikenal dengan istilah news value (nilai-nilai berita). Selain faktual, news value yang lainnya adalah
aktual, menarik, penting,. (Romli: 2002)
Dalam hubungannya dengan pemberitaan media massa mengenai dugaan pelecahan seksual Gubernur
Riau (sebagai komunikator), bila dilihat dari sisi unsur menarik, berangkali ada. Namun, apakah berita
itu fakta, ini yang masih menjadi perdebatan, karena masih membutuhkan verifikasi untuk bisa
mendapatkan penilaian yang objektif. Dan faktanya, kajian instrumen dan teknik dalam memverifikasi
data belum ada, tetapi pemberitaannya sudah gencar, sehingga ada kesan terduga memang melakukan
tindakan asusila tersebut (meski pembuktian harus melalui lembaga penegak hukum dengan proses
yang harus di lalui pula).
b. Aspek Ontologi
Adalah berkaitan dengan sifat (wujud) atau keberadaannya dalam interaksi sosial. Dalam
hubungannya dengan pemberitaan atas kasus dugaan pelecehan seksual yang di lakukan Gubernur
Riau di atas adalah bagaimana keberadaan media massa, dalam hal ini kita ambil televisi di ruang
publik. Keberadaan berita di ranah publik dalam interaksi sosial adalah untuk menginformasikan (to
inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan untuk mempengaruhi (to influence).
Mengacu pada contoh kasus di atas, dari sisi mendidik, khususnya apabila kita menggunakan
pendekatan efek prososial sebagaimana digagas oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi
Komunikasi, maka pemberitaan tersebut tidak mendidik (to educate). Faktanya, Implikasi dari kasus
tersebut meluas keppada aksi – aksi demonstrasi yang menuntut pengusutan tuntas dalam kasus ini.
Dilihat dari sisi menginformasikan, memang jelas media massa, menginformasikan kepada khalayak
luas tentang berita ini, sehingga menimbulkan sebuah efek bagi komunikan nya, implikasinya juga
terlihat dari news value yang di hadirkan, yaitu ke aktualan informasi,faktor menarik nya informasi
tersebut, dalam arti memasukan nama seorang pejabat publik (Gubernur Riau), sebagi terduga. Dpara
komunikan nya, namun dalam aspek menghibur, jelas berita ini tidak masuk kedalam ranah hiburan,
dan terakhir melalui aspek untuk mempengaruhi, mungkin media massa disini sebagai komunikator
bisa mempengaruhi namun efek nya pun beragam dan tidak bisa di generalisasikan.
c. Aspek Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau
wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun
S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah
sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Adalah yang berkaitan dengan nilai-nilai dari pengetahuan tersebut. Selain nilai, aspek lain yang
masuk dalam kajian aksiologi adalah logika, etika, estetika, atau agama. Dari kajian ini, dilihat dari
aspek logika, untuk mencari kebenaran atau kesalahan dalam kasus ini mungkin belum jelas terlihat,
namun banyak nya media yang memberitaan secara negatif dari salah satu sisi jelas menyudutkan
posisi si Gubernur Riau, walaupun kebenaran / fakta sebenarnya dari kasus ini masih dalm proses
penyelidikan pihak berwajib.
Dari aspek etika, tujuannya adalah untuk mencari kecocokan, dengan ukuran nilai baik atau buruk.
Dalam pemberitaan ini,aspek etika mungkin juga belum terpenuhi, karena bisa menumbuhkan
persepsi negatif terhadap pandangan seorang pemimpin, yang notabene padaa saat ini pun banyak
masyarakat yang kecewa dengan tindakan para pemimpin nya.
Sedangkan dari sisi estetika, tujuannya adalah mencari keindahan, dengan nilai-nilai indah dan jelek.
Faktanya, dalam kasus ini pun segi keindahan tidak terpenuhi, karena berkaitan dengan tindakan
asusila, maka akan menjurus kepada hal negatif / jelek. Dari pandangan agama pun menyatakan
bahwa pemberitaan tersebut tidak di benarkan . Dengan demikian aspek – aspek tersebut tidak
terpenuhi di dalam kasus ini.
d. Aspek Ethos, Pathos, dan Logos
Dari sisi ethos, yang berkaitan dengan sumber kepercayaan, belum tentu terpenuhi, karena hal
tersebut masih merupakan dugaan, dan belum ada fakta yang di ungkapkan secara menyeluruh dari
kasus ini, selain itu berita ini hanya mengambil dari satu sisi si pelapor, atau korban saja, tidak
mencakup kedua belah pihak.
Dari sisi pathos, yakni yang berkaitan dengan unsur afeksi, kemampuan membangkitkan
semangat/rasa, efek pemberitaan tersebut cenderung lebih banyak mengarah kepada hal-hal yang
berbau negatif. Seperti dalam bab I di atas dengan adanya aksi demonstarasi, serta penuntutan untuk
mengusut kasus ini secara menyeluruh.
Sedangkan dari aspek logos, yang berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan nalar maupun
rasional di dalam pengambilan keputusan untuk penayangan berita melaui news value memang aktual,
tetapi ada batasan sampai mana untuk menjaga privasi, seperti memblur wajah korban, yang terlihat
tidak dilakukan oleh media yang terang – terangan menyebutkan nama pelaku dan korban secara
gamblag.
Komunikator, dalam hal ini media televisi, kurang mempunyai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan yang rasional, khususnya yang berkaitan dengan dampak yang mungkin terjadi apabila
berita tersebut ditayangkan secara terus menerus. Dengan demikian, aspek logos juga teramat penting
untuk menjadi bahan pertimbangan komunikator agar proses komunikasinya dianggap mampu
memberikan manfaat, sebagaimana yang digambarkan oleh Jalaluddin Rakhmat sebagai efek
prososial dari media massa.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarakan hasil penjabaran kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gubernur Riau
apabila dikaji dalam wilayah filsafat komunikasi, yang terdiri dari aspek epistemologi, ontologi, dan
aksiologi, serta komponen lain seperti logika, etika, estetika, serta ethos, pathos, dan logos, tidak
memenuhi unsur-unsur atau aspek-aspek yang menjadi domain filsafat secara menyeluruh. Dalam
kasus ini news value tentang aktualitas memang di laksanakan oleh Media Massa, namun kaidah –
kaidah dalam penyiaran dalam kasus ini, seperti penyamaran nama korban, dan blur terhadap wajah
tidak dilakukan, yang bertujuan untuk melindungi privacy si korban. Selain itu, pemberitaan dari sisi
terduga juga di nilai kurang, bisa di karenakan karna faktor terduga yang memang susah, atau tidak
ingin di wawancarai, atau ada faktor lain, sehingga statement yang di dapat hanya berasal dari korban,
sehingga massive menimbulkan persepsi bahwa Si gubernur bersalah, sebelum adanya ketok palu dari
pengadilan, dengan demikian media massa dalam mengambil keputusan soal pemberitaan tersebut
tidak berlandaskan cara berfikir dan bertindak filosofis.
BERFIKIR FILSAFAT DALAM KONTEKS KOMUNIKASI
(Dalam Kasus Dugaan Pelecehan Gubernur Riau)
Oleh : Rezka Judittya Dian Pratama
NIM : 55214110015
Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Mercu Buana
Jakarta,2014