WAKAF DAN PENDIDIKAN ISLAM KLASIK

1
WAKAF DAN PENDIDIKAN ISLAM KLASIK
Oleh:H.M. Yusril Fuad
A. PENDAHULUAN
Wakaf adalah salah satu lembaga yang mengandung nilai
sosial ekonomi dalam Islam, sebuah lembaga yang digunakan
sebagai sarana penyaluran harta kepada masyarakat Islam.
Wakaf dinilai sebagai wujud keadilan sosial dalam Islam.
Prinsip pemilikan harta dalam Islam menyatakan bahwa harta itu
tidak dibenarkan jika dikuasai hanya oleh sekelompok orang
sebagaimana termaktub dalam Alquran surah at Taubah: 103 :

‫خذ م من أ ه‬
‫ة ت تطه‬
‫ك‬
‫ه‬
َ‫ها‬
ِّ‫كي‬
‫ز‬
‫ت‬
‫و‬

ِ‫م‬
‫ه‬
‫ر‬
‫ه‬
‫ق‬
‫د‬
‫ص‬
ِ‫م‬
‫ه‬
‫ل‬
َ‫وا‬
‫م‬
‫ت‬
‫ة‬
‫ت‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ه‬
‫ه‬
‫همِ ب ب ه‬

‫ك‬
‫ب م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫ه‬
‫ه‬
‫ت‬
‫ه‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ل ه ه‬
‫صل هت ه ه‬
‫ص ك‬
ِ‫م‬
‫مِ إ ب ل‬
‫ن لل ت‬
‫ك ه‬
‫سك ه ن‬
‫ه م‬

‫ه م‬
‫ن ه‬
‫و ه‬
‫ه‬
‫عليِّ م ب‬

Artinya: “Ambillah zakat sebahagian dari harta mereka, dengan

zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.”(QS.9:103).
Harta yang dimiliki orang kaya dan tidak disalurkan kepada
yang berhak akan melahirkan kecemburuan sosial yang berakibat
negatif bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat.
Pada zaman Islam klasik, lembaga wakaf berkembang sangat
pesat, hal ini ditandai dengan banyaknya lembaga-lembaga wakaf
yang ada, baik berupa sarana ibadah, perpustakaan, pendidikan
maupun sarana publik lainnya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Wakaf
Wakaf secara etimologi ialah al habs an attasharruf
menahan

terminologi

sesuatu
adalah

dari

memanfaatkannya 1,sedangkan

sejenis

pemberian

yang

yaitu
secara

pelaksanaannya


dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan
manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud dengan menahan asal
adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,

1
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, al- Fiqh al-Islami wa Adillatuhu , jilid 10 (Beirut,
Libanon: Dar el Kutub al Ilmiah,1997) h. 7601.

2
digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan,
dipinjamkan dan sejenisnya.2
2. Disyari’atkannya Wakaf
Dalam Alquran tidak ada nash yang secara jelas menyatakan
tentang wakaf, namun ada beberapa ayat yang dijadikan landasan
wakaf, salah satunya surat Ali Imran:92,

‫ف ت‬
َ‫ما‬
‫ماَ ت ت ب‬
‫حلتىَّ تتنُ ب‬

‫قواَ م ب‬
‫حببو ه‬
‫هلن ت ههنُاَتلواَ م اَل مب بلر ه‬
‫و ه‬
‫م ل‬
‫ن ه‬
‫ء ه‬
‫ف ت‬
‫من ه‬
ِ‫م‬
ْ‫ي ء‬
‫ه ه‬
‫تتنُ ب‬
‫ه بب ب‬
‫قواَ م ب‬
‫فإ ب ل‬
‫عبليِّ ن‬
‫ن اَلل ل ه‬
‫ش م‬
Artinya:“ kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan sebelum


kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang

kamu

nafkahkan,

maka

sesungguhnya

Allah

maha

mengetahui”.(Q.S.3:92).
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Umar
menceritakan bahwa Umar memiliki sebidang tanah di Khaibar,
kemudian ia menemui Rasulullah seraya berkata: “Ya Rasulullah aku

memiliki sebidang tanah di Khaibar, tetapi aku belum mengambil
manfaatnya, maka bagaimana menurutmu?”. Nabi bersabda: “ jika
kamu mau tahanlah tanah itu dan sedekahkan hasilnya. Tanah itu
tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, tidak boleh dihibahkan dan
tidak boleh diwariskan”. Umar menyedekahkan harta tersebut
kepada fakir miskin, kaum kerabat dan ibnu sabil.
Dari beberapa dalil di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf
memiliki landasan hukum yang kuat, walaupun statusnya dalam
Islam tidak sampai kepada wajib.

3. Pandangan Ulama Tentang Wakaf
a) Abu Hanifah mengartikan wakaf sebagai shadaqah yang
kedudukannya
Perbedaan

seperti

antara

ariyah


wakaf

yaitu

dengan

pinjam-meminjam.3

ariyah

adalah

pada

bendanya. Pada ariyah benda ada di tangan si peminjam
2
3

Ibid, h.7607.

Ibid, h 7603.

3
sebagai pihak yang menggunakan dan mengambil manfaat
dari benda tersebut. Sedangkan benda dalam wakaf ada di
tangan si pemilik yang tidak menggunakan dan mengambil
manfaat dari benda tersebut. Dengan demikian benda wakaf
itu tetap menjadi milik wakif sepenuhnya, hanya manfaatnya
saja yang di shadaqahkan.4
b) Menurut Imam Malik, wakaf itu mengikat dalam arti lazim,
artinya tidak mesti dilembagakan secara abadi atau muabbad,
dan boleh saja diwakafkan untuk masa waktu tertentu atau

muaqqat. Namun demikian wakaf tidak boleh ditarik di tengah
perjalanan, yaitu wakif tidak boleh menarik ikrar wakaf
sebelum habis masa yang telah ditentukan. Di sinilah letak
kepastian hukum perwakafan yang berdasarkan suatu ikrar
menurut Imam Malik.
c) Imam Syaf’i dan Hambali berpendapat bahwa wakaf sama
dengan shadaqah, baik dari segi kedudukannya yang lazim

maupun sahnya wakaf dengan ucapan atau perbuatan. Kedua
Imam ini meletakkan syarat bagi keabsahan wakaf.

Pertama: Benda yang diwakafkan dapat diperjual belikan,
bermanfaat dan tidak mengalami kerusakan.

Kedua: Bertujuan untuk kebaikan, misalnya untuk fakir miskin,
sarana ibadah, dan sarana umum.

Ketiga: wakaf hendaknya diberikan kepada orang yang memiliki
hak tamalluk.

Keempat: wakaf mesti dilaksanakan secara langsung tanpa
digantungkan kepada syarat tertentu.5
4. Pengelolaan Harta Zakat
Menurut hukum Islam, wakaf terbagi kepada dua bagian, yaitu
wakaf ahli atau zurri dan wakaf khairi atau umum.6
Wakaf ahli adalah wakaf yang diperuntukkan untuk orangorang tertentu yang terdiri dari anggota keluarga dan kerabat sang
4
5

h.18.
6

Ibid, h 7599.
Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia( Bandung: Yayasan Piara,1993)
Wahbah, Al Fiqh al Islami, h. 7607.

4
wakif,7 karenanya ia juga disebut zurri. Sedangkan wakaf khairi
adalah wakaf yang diikrarkan oleh wakif untuk tujuan umum, yaitu
untuk kemaslahatan ummat.
Untuk mengurus atau mengelola wakaf ditunjuklah seorang
nazir atau mutawalli. Nazir dapat berbentuk individu atau badan
hukum. Pada dasarnya wakif berhak menunjuk atau menentukan
siapa yang diinginkannya untuk menjadi nazir asal mempunyai
kecakapan yang diperlukan dan mampu mengurus harta wakaf
sesuai dengan tujuannya.8
Dalam

kasus

wakaf

khairi,

jumhur

ulama

berpendapat

manakala wakaf diikrarkan harus ada nazir yang ditunjuk dan wakif
telah menentukan nazir yang dikehendakinya, jika tidak maka hakim
yang akan menentukan nazirnya.9
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang wakif.
Seorang wakif harus memiliki kecakapan tertentu, dia harus cakap
hukum dan dapat mempertimbangkan baik buruknya serta ia harus
pemilik sebenar dari harta yang diwakafkan. 10 Sehingga penyerahan
harta wakaf bukan paksaan pihak-pihak tertentu serta dokumen
ikrar wakaf yang telah ditandatangani tidak boleh diubah.11
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa wakif berhak
menentukan nazir atau badan hukum untuk mengelola harta wakaf,
ini berkaitan dengan tujuan-tujuan wakif dalam memberikan wakaf,
misalnya untuk kepentungan umum, sarana ibadah, maupun untuk
kepentingan keluarga dan keturunannya.12
Nazir atau pengelola wakaf mempunyai hak terhadap harta
wakaf, untuk penghidupan diri dan keluarganya dalam batas-batas
yang wajar. Hal ini tidak bertentangan dengan hukum wakaf itu
Ibid.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf( Jakarta: UI
Press, 1998) h.91.
9
Juhaya, Perwakafan, h.30.
10
Daud Ali, Sistem Ekonomi, h.85,. Lihat juga George Makdisi, The Rise of
Colleges:Institusions of Learning Islam and The West,( Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1981), h.35.
11
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam , terj. H. Afandi
dan Hasan Asari(Jakarta:Logos,1994) h. 44.
12
Ibid.
7
8

5
sendiri,biasanya wakif yang menentukan pendapatan nazir, jika
tidak, maka hakim yang menentukan dengan mempertimbangkan
berat ringannya pekerjaan nazir. Nazir juga tidak dibebankan atas
resiko kerusakan atau kerugian harta wakaf yang dikelolanya kecuali
jika terbukti kerusakan atau kerugian itu akibat kelalaian atau
disengaja.13
5. Motivasi Dalam Pemberian Wakaf
Yang

memotivasi

seseorang

untuk

berwakaf

adalah

mendekatkan diri kepada Allah, sebagai tanda syukur atas harta
yang telah dikaruniakanNya. Disamping itu pemberian wakaf
mempunyai tujuan-tujuan lain diantaranya mencari kehormatan,
popularitas di mata masyarakat, atau wakaf untuk anak yang
dikhawatirkan akan dijual jika ia telah wafat dan memberi zakat
karena unsur riya’. Semua ini tidak mendapat pahala di sisi Allah
SWT.
Makdisi menyebutkan selain tujuan taqarrub ilallah, ada
tujuan yang sifatnya lebih manusiawi yaitu untuk melindungi harta
dari kecurigaan pemerintah seperti melepaskan harta dari beban
pajak atau penyitaan.14
Begitu diserahkan, harta tidak berada pada kekuasaan luar,
sekalipun wakif tidak dapat mengambil keuntungan dari wakaf
secara langsung, namun ia dapat mengabadikan nama keluarganya
dengan mengaitkannya dengan lembaga yang didukung dengan
wakaf tersebut.15
Kebebasan luas yang diberikan Islam terhadap wakif atas
harta

wakafnya

dalam

menentukan

syarat-syaratnya

memungkinkan lembaga ini disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat
dari niat wakif yang bertujuan untuk menghindari diri dari pajak,
penyitaan dalam pembayaran hutang, kondisi ini menurut Makdisi

13

Daud Ali, Sistem Ekonomi, h.92. Lihat juga Makdisi, The Rise of Colleges,

14

Makdisi, The rise of Colleges, h.39.
Stanton, Pendidikan Tinggi, h.42.

h. 35.
15

6
disebabkan praktek-praktek penyitaan yang menakutkan dari pihak
penguasa, sultan-sultan dan pangeran pada masa itu.16
6. Wakaf

Sebagai

Pendukung

Finansial

Pelaksanaan

Pendidikan Islam Klasik
Berdasarkan hukum wakaf, seorang dapat membentuk satu
wakaf yang assetnya akan mendukung lembaga yang ia pilih.
Muslim yang shalih melakukan hal itu sebagai bukti kedermawanan
dan tanda syukur. Pada abad-abad awal Islam bagi hartawan muslim
untuk membantu mesjid-mesjid dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat atau terkadang untuk mendukung satu pemikiran
agama tertentu. Dalam kaitannya dengan mazhab ortodoks yang
empat, orang-orang yang ingin menyebarluaskan pandangannya
memberikan wakaf kepada mesjid akademi yang berfungsi sebagai
tempat pengajaran mazhab tersebut. Dengan cara ini para pemberi
wakaf membatasi fungsi lembaga yang bersangkutan dan menjamin
kelanjutan pendekatan kelompoknya terhadap agama dan hukum.17
Dalam sistim pendidikan Islam di masa klasik, terlihat jelas
antara pendidikan Islam dan wakaf mempunyai hubungan yang
sangat erat. Lembaga wakaf menjadi sumber keuangan bagi
kegiatan pendidikan Islam sehingga dapat berlangsung dengan
baik. Adanya sistim wakaf dalam Islam merupakan bagian dari
sistim ekonomi Islam yang berhubungan langsung dengan akidah
dan

syari’ah

serta

keseimbangan

antara

ekonomi

dengan

kemaslahatan ummat.18
Rasa cinta umat Islam terhadap ilmu pengetahuan didukung
dengan motivasi-motivasi dari penguasa seperti Harun al Rasyid
dan al Ma’mun meningkatkan kegiatan keilmuan sehingga akhirnya
berdiri Bait al Hikmah. Pada perkembangan selanjutnya kebutuhan
akan lembaga-lembaga pendidikan melahirkan ide tentang perlunya

Makdisi, The Rise of Colleges, h. 40.
Stanton, Pendidikan Tinggi, h. 42.
18
Hanun Asrohah, Sejarah pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu,1999), h. 90.
16
17

7
lembaga wakaf yang bertujuan sebagai sumber keuangan bagi
institusi-institusi pendidikan.19
Menurut Syalabi khalifah al Makmun adalah orang yang
pertama kali mengemukakan pendapat tentang pembentukan
badan wakaf. Ia berpendapat kelangsungan kegitan keilmuan tidak
tergantung pada pemerintah dan kedermamawanan pemerintah
dan penguasa semata namun juga membutuhkan kesadaran
masyarakat untuk menanggung biaya pelaksanaan pendidikan. 20
Sistim wakaf mencapai masa kegemilangan pada masa
keemasan

Islam.

Pada

masa

itu

banyak

sekali

wakaf

yang

diserahkan seperti tanah pertanian, toko, kantor, perpustakaan,
serta sarana publik lainnya seperti rumah sakit, mesjid dan
jembatan.21
Harta-harta
dokumen

yang

wakaf

biasanya

didampingi

diserahkan
saksi.

dalam

Dokumen

bentuk
tersebut

menggambarkan materi kekayaan yang menjadi wakaf atau benda
wakaf yang dimanfaatkan. Selain itu dalam dokumen itu dijelaskan
siapa yang mengawasi dan mengelola harta wakaf.22
Para sultan ketika mendirikan sekolah atau kantor diberinya
wakaf yang banyak untuk kelangsungan sekolah tersebut. Para guru
dan murid diberikan fasilitas penuh bukan hanya biaya pendidikan
gratis tapi makan dan minum serta tersedianya tempat tinggal.
Tidak hanya itu mereka juga mendapatkan gaji dan pakaian pada
perayaan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hal ini dilakukan, agar
guru dan murid dapat bekerja dan belajar dengan sepenuh waktu
tanpa memikirkan kebutuhannya.23
7. Kebebasan Ulama dan Penuntut Ilmu
Pada abad ke-10 Badr ibn Hasanawayh (w. 1015) seorang
bangsawan kaya mewarisi jabatan gubernur atas beberapa propinsi
Ibid.
Ibid, h. 91.
21
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam ( Jakarta: Pustaka al
Husna,1992) h.160.
22
Stanton, Pendidikan Tinggi, h. 42.
23
Ibid, h. 43.
19
20

8
yang semula di bawah pemerintahan ayahnya. Reputasinya sebagai
orang

dermawan

lembaga-lembaga
membantu

melegenda
pendidikan.Ia

mesjid

akademis

terutama
membantu
juga

bantuannya
para

mendirikan

kepada

ilmuan
asrama

dan
untk

mahasiswa. Ia juga telah mendirikan 3000 mesjid akademis yang
masing-masing memiliki asrama.
Beberapa fakta sejarah yang kita temukan tentang peranan
wakaf dalam pendidikan adalah dokumen wakaf sultan Muayyid
Syekh untuk guru mazhab Hanaf, Syaf’i, Maliki dan Hambali.Dalam
dokumen itu dinyatakan bahwa tiap-tiap dari guru mazhab adalah
orang yang ahli ilmu dan taqwa yang mahir dalam mazhab masingmasing. Dalam dokumen itu juga disebutkan gaji yang mereka
dapatkan seperti guru mazhab Syaf’i misalnya mendapat gaji 150
potong

perak

putih

setiap

bulannya

sedangkan

para

murid

mendapat 40 potong perak putih dan mendapat 4 kati roti bulat
setiap harinya. Guru mazhab Hambali mendapat 100 potong perak
putih setiap bulan dan 40 potong perak putih untuk para murid
setiap bulan dan mendapat 4 kati roti bulat setiap hari.
Untuk penyimpan buku-buku misalnya mendapat 200 dirham
setiap bulan atau yang seharga dengan itu dan mendapat 2 kati roti
setiap hari.24
Pemberian wakaf bukan hanya dilakukan oleh orang-orang
bangsawan, tetapi juga para ulama banyak memberikan hartanya
kepada lembaga-lembaga pendidikan dan pengkajian ilmiah seperti
kuttab, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Seperti Syekh Ali
Sulaiman al- Absyadi mewakafkan kepada Ruwaq Riyafah di Jami’ alAzhar sebuah perpustakaan yang lengkap memuat 600 buah buku
dalam berbagai cabang pengetahuan yang diajarkan di al-Azhar.
Ahmad bin Ibrahim bin Nasrullah al- Askallani al-Qahiri al-Azhari
mendirikan mesjid, sekolah, rumah tetamu dan tangki air minum di
Syubra.
8. Prospek Wakaf dalam Pendidikan Islam Modern
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan, h.164-166.

24

9
Masa depan pendidikan Islam disadari atau tidak sangat
bergantung pada kekuatan ekonomi karena tidak dapat disangkal
bahwa aktiftas pendidikan tidak lepas dari dukungan dana yang
memadai untuk melakukan pengkajian terhadap ilmu pengetahuan.
Lembaga

wakaf

yang

telah

terbukti

ampuh

sebagai

pendukung dan penopang perkembangan dan kemajuan pendidikan
Islam di zaman klasik, bagaimanapun berperan di masa modern.
Indonesia

misalnya

berpenduduk

mayoritas

beragama

Islam

berpeluang besar terhadap pengumpulan dana-dana zakat, infaq
maupun wakaf untuk peningkatan kualitas pendidikan.25
Hal ini dapat terwujud bila kita mampu mengkondisikan
lembaga-lembaga ini serta mendorong masyarakat khususnya
dermawan dan orang kaya untuk mengeluarkan harta bukan hanya
untuk sarana ibadah tapi juga untuk dana pendidikan. Persoalan
yang timbul manakala kredibilitas pengurus lembaga itu sendiri.
Masyarakat enggan untuk mengeluarkan zakat dan wakaf karena
khawatir tentang pengelolaannya yang kurang

transparan dan

kurang profesional.
Persoalan lain, masyarakat memahami wakaf hanya sebatas
pemberian harta untuk kepentingan-kepentingan peribadatan dan
fasilitas-fasilitas sosial saja. Mereka lebih puas dan merasa lebih
berpahala jika memberikan wakaf untuk kepentingan mesjid dan
pembangunannya, tidak untuk sekolah dan institusi pendidikan.
Dengan demikian yang harus dilakukan adalah bagaimana
mengubah persepsi masyarakat tentang fungsi wakaf itu sendiri dan
mensosialisasikannya kepada masyarakat tentang pentingnya wakaf
sebagai

sarana

pendukung

pendidikan

Islam.

Karena

wakaf

mempunyai prospek yang positif, jika dikelola dengan baik untuk
peningkatan kualitas dan kemajuan pendidikan Islam di masa
depan.
C. KESIMPULAN

25

Didin Hafduddin, Islam Aplikatif(Jakarta:Gema Insani Press,2003) h. 90.

10
Pada dasarnya tujuan dari pemberian wakaf adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah sebagai tanda syukur . Tetapi pada
praktiknya

tidak

jarang

orang

memberikan

wakaf

untuk

mendapatkan kehormatan dari orang lain dan dijadikan alasan
untuk menghindari pajak dan tuntutan-tuntutan pemerintah, seperti
penyitaan.
Pada masa Islam klasik, wakaf merupakan lembaga yang
sangat berkembang sebagai pendukung fnansial dalam pendidikan
Islam.

Hal

ini

dapat

dilihat

dari

banyaknya

institusi-institusi

pendidikan yang didirikan dengan bantuan dana wakaf. Harta-harta
wakaf biasanya diserahkan secara tertulis dalam bentuk dokumen
yang memuat tenmtang gambaran materi kekayaan yang menjadi
wakaf, dengan menyebutkan cara penggunaan hasil dari asset itu
serta menunjuk orang yang diserahi tugas untuk mengelola wakaf
itu. Pemberi wakaf bukan hanya dari golongan kaum bangsawan
saja, tetapi juga banyak ulama yang mengeluarkan harta mereka
untuk lembaga ini.
Dengan demikian, wakaf merupaka sarana yang sangat
penting sebagai pendukung fnansial pendidikan Islam pada masa
klasik. Begitu pula untuk zaman modern, dukungan dana yang
memadai akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang salah
satu sumbernya adalah bantuan dana wakaf. Wallahu a’lam .

DAFTAR PUSTAKA

11

Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj.
H. Afandi dan Hasan Asari.Jakarta:Logos,1994
Didin Hafduddin, Islam Aplikatif. Jakarta:Gema Insani
Press,2003.
George Makdisi, The Rise of Colleges:Institusions of Learning
Islam and The West, Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981.
Hanun Asrohah, Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu,1999.
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam . Jakarta:
Pustaka al Husna,1992
Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia. Bandung: Yayasan
Piara,1993.
Muhammad Daud Ali, Sistim Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf.
Jakarta: UI Press, 1998.
Wahbah Zuhaili, al- Fiqh al-Islami wa Adillatuhu , Beirut,
Libanon: Dar el Kutub al Ilmiah,1997.