Hubungan Kadar Zinc Plasma dengan Gradasi Ulkus Diabetikum pada Penderita DM Tipe II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Diabetikum

2.1.1 Pengertian ulkus diabetikum

Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering dikenal sebagai kaki diabetik.1 Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin oleh pankreas, defek kerja insulin pada jaringan perifer ataupun keduanya.1,2,3 Hiperglikemia akan menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati.1,2

Hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang dituliskan dalam konsensus pengelolaan diabetes melitus yang dirintis PB PERKENI sejak pertemuan tahun 1993, membuat klasifikasi DM menurut etiologinya. Klasifikasi inipun digunakan oleh American Diabetes Association(ADA ) pada tahun 1997.30


(2)

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM

Tipe-1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

Autoimun

Idiopatik

Tipe-2 

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes melitus

gestasional

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 30

Terdapat dua bentuk utama DM sesuai klasifikasi etiologi DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan destruksi sel β pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin secara total yang dapat terjadi secara autoimun ataupun idiopatik. Karenanya pada penderita DM tipe-1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya agar dapat mencegah terjadinya ketoasidosis.5 Insidensi DM tipe-1 bervariasi dalam umur dan jarang terjadi pada usia dibawah 6 bulan. DM tipe-1 biasanya terjadi pada anak-anak sebelum usia pubertas, mulai dijumpai pada usia 9 bulan dan terus meningkat sampai usia 12-14 tahun.31

DM tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang paling umum dengan prevalensi sebesar 90-95% dari seluruh penderita diabetes yang ada.32 DM tipe-2 merupakan suatu kelainan metabolik akibat adanya defisiensi insulin yang relatif,


(3)

karenanya insulin eksogen jarang diberikan pada penderita ini. Pada penderita DM tipe-2, insulin eksogen hanya diperlukan jika kontrol kadar glukosa darah tidak tercapai dengan diet atau agen hipoglikemik oral.5 Populasi DM tipe-2 terutama dijumpai pada orang dewasa dan orang tua. Penderita DM tipe-2 sangat jarang pada usia muda.32 Tuei et al. (2010), dalam penelitiannya di Afrika mendapatkan data spesifik adanya prevalensi tertinggi penderita DM tipe-2 pada kelompok usia 45-64 tahun.33 Sedangkan di Amerika Serikat ditemukan prevalensi penderita DM tipe-2 sebesar 6,6% pada usia 20-74 tahun.31

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, maka dilakukan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu. Jika konsentrasi glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Ketiga dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl dengan beban 75 g glukosa.34

2.1.2 Epidemiologi

Menurut ADA, di Amerika Serikat dijumpai prevalensi penderita DM sebesar 7% dari seluruh populasi dan 21% pada individu yang berusia diatas 60 tahun.8 Sekitar 15%-25% penderita DM ini akan mendapat komplikasi kronik berupa UD. Pada pasien DM dengan kaki diabetik, sebanyak 14%-24% akan mengarah ke amputasi tungkai bawah.2,8 Angka amputasi masih tinggi, didapatkan estimasi peningkatan resiko sekitar 10-30 kali lebih besar dari seorang penderita DM dibandingkan populasi umum.2

Di RSUP dr. Cipto Mangunkusomo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,


(4)

masing-masing sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM paska amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.1

Berdasarkan penelitian Sibuea R. (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134 orang penderita DM tipe-2 didapatkan sebanyak 115 orang (85,8%) dengan komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak dengan komplikasi.5 Penelitian lainnya oleh Tarigan L.A. (2011) pada populasi sebanyak 134 orang yang dirawat di RSU Herna Medan tahun 2009-2010, diperoleh proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi yang dirawat inap adalah penderita DM yang mengalami ulkus-gangren sebesar 26,1% sedangkan proporsi yang terendah yaitu penderita yang mengalami retinopati diabetik sebesar 1,5%.35

2.1.3 Etiologi dan patogenesis

UD disebabkan adanya tiga faktor resiko yaitu perubahan struktur dan anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor resiko tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD. Sedangkan mekanisme eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan kejadian UD.36,37,38 Patogenesis terjadinya UD dapat dilihat pada gambar 2.1.


(5)

Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38

Kadar glukosa darah tinggi semakin lama akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut syaraf sehingga menyebabkan kerusakan sistem saraf yang disebut sebagai diabetik neuropati. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensoris, motorik dan otonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (Clawing toes, cavus foot, equinus deformation, kekakuan sendi, charcot foot) dan dengan adanya neuropati


(6)

memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi rasa nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut otonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis), menurunnya elastisitas kulit sehingga memudahkan terbentuknya fisura kulit, perubahan warna kulit dan edema pada kaki yang semuanya memudahkan untuk terjadinya ulkus. Fisura pada kulit dapat mengakibatkan infeksi berupa selulitis lokal.2,36,38

Trauma akut ataupun kronis merupakan faktor lingkungan yang memulai terjadinya ulkus pada penderita DM. Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma pada kaki. Trauma yang kecil ataupun trauma yang berulang seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan ulserasi pada kaki. Ulkus pada kaki sering terjadi pada permukaaan area plantar, dikarenakan trauma yang sering terjadi pada area tersebut saat berjalan. Pemakaian sepatu untuk pasien diabetik yang sesuai dapat menurunkan insidensi UD dengan mengurangi trauma pada kaki.36,38

Kadar glukosa yang tinggi semakin lama akan menyebabkan penyakit mikrovaskular berupa arteriosklerosis (kerapuhan dinding kapiler, penebalan membran basalis dan trombosis), makrovaskular (arterosklerosis) berupa akumulasi plak pada dinding arteri dan disfungsi endotelium yang kesemuanya akan menyebabkan kelainan vaskular perifer akibat penurunan aliran darah (iskemia).37 Beberapa kelainan vaskular perifer tersebut dapat menyebabkan penurunan sistem imunitas karena aktifitas leukosit yang menurun, gangguan respon inflamasi dan gangguan imunitas selular dan dapat menyebabkan


(7)

kegagalan proses penyembuhan luka akibat inhibisi proliferasi fibroblas, kerusakan lapisan basal keratinosit dan penurunan migrasi sel epidermis.2,36

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis UD ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, glukosa serum dan pemeriksaan dengan sinar x-ray. Anamnesis yang didapat berupa keluhan klinis pasien seperti sensasi nyeri dan terbakar yang biasa di malam hari, keluhan berupa kulit kering dan pecah-pecah.39 Gambaran klinis diawali dalam bentuk kalus hingga jaringan luka dan nekrosis terutama pada daerah tonjolan tulang pada kaki, ibu jari dan telapak kaki. Area ulkus dikelilingi oleh kalus dan dapat meluas hingga ke sendi dan tulang. Sering dijumpai komplikasi berupa infeksi jaringan lunak dan osteomielitis.2 Pemeriksaan dengan sinar x-ray dilakukan pada kasus-kasus tertentu terutama kasus-kasus UD dengan osteomielitis.36

2.1.5 Klasifikasi ulkus diabetikum

Ada berbagai macam klasifikasi UD, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmond dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih rumit sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes.1 Hingga saat ini, belum ada satu metode klasifikasi yang telah diterima secara luas untuk dapat menggambarkan UD.37 Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat di muka bumi.8 Klasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini dengan sistem validasi adalah klasifikasi Meggitt Wagner.1,29,36


(8)

Tabel 2.2. Klasifikasi sistem Wagner

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29

2.1.6 Pengelolaan ulkus diabetikum

Pengelolaan UD dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pencegahan agar tidak terjadi perlukaan kulit yang dapat menyebabkan ulkus (pencegahan primer) dan penanganan ulkus /ganggren diabetik yang sudah terjadi agar tidak terjadi kecacatan lebih parah (pencegahan sekunder).1

1. Pencegahan primer.

 Penyuluhan mengenai cara pencegahan dan perawatan ulkus yang baik.  Untuk penderita yang kurang rasa/kurang sensitifitasnya, alas kaki perlu

diperhatikan dengan benar.

 Untuk deformitas teutama pada kaki, perlu diperhatikan sepatu dan alas kaki untuk penyebaran tekanan pada kaki.

 Latihan gerakan badan terutama kaki untuk memperbaiki vaskularisasi terutama kasus dengan permasalahan vaskular.1,37


(9)

2. Pencegahan sekunder

 Kontrol metabolik dengan menormalkan kadar glukosa darah dan memperbaiki nutrisi.

 Kontrol vaskular dengan melakukan modifikasi faktor resiko  Terapi farmakologis untuk arterosklerosis seperti aspirin  Kontrol luka

- Mengurangi beban tekanan (off loading)

- Eradikasi infeksi - Revaskularisasi1,6,37,39

2.2 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka.Proses penyembuhan luka ini dibagi dalam tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi, proliferasi dan remodeling.40 Pada fase inflamasi akan terjadi pembentukan mekanisme hemostatik dimana pada area luka akan terjadi agregasi dan akumulasi platelet serta produksi beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab pada proses pembekuan darah dan pembentukan matriks. Produksi trombin akan memulai transformasi fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan trombosit di area luka. Selain itu, faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan memudahkan migrasi leukosit. Pergerakan leukosit ke area luka dipengaruhi oleh dekomposisi kolagen,


(10)

elastin serta TGF-β, TNF-α, interleukin-1 (IL-1), platelet faktor IV dan memulai kegiatan bakterisidal bersama netrofil dan makrofag.3,8

Neutrofil dan makrofag juga akan melepaskan faktor pertumbuhan (platelet derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor

(VEGF)) yang akan memulai pembentukan struktur jaringan. Makrofag akan bertanggung jawab untuk melepaskan faktor angiogenesis (AGF) yang akan menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru.3,8

Pada fase proliferasi sel, proses migrasi dan proliferasi sel akan dimodulasi oleh berbagai faktor termasuk epidermal growth factor (EGF) dan

keratinocyte growth factor (KGF). Pada migrasi sel dibutuhkan sekresi matriks metaloproteinase yang diperlukan untuk mendegradasi bekuan darah dan deposit matris ekstraseluler di area luka.3,8 Invasi sel endotelial, keratinosit, dan fibroblas serta proses angiogenesis, resurfacing epidermal, deposit matriks ekstraseluler akan menghasilkan jaringan granulasi, kontraksi luka dan penutupan luka.8

Fase remodelling akan memulai membentuk integritas struktur jaringan dan pemulihan kemampuan jaringan secara fungsional setelah jaringan yang baru mulai terbentuk.40 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.


(11)

Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 40

.

Kegagalan proses penyembuhan luka pada diabetes dikarenakan keadaan hiperglikemia, hipoksia, perubahan struktur dan reaktivitas mikrosirkulasi telah menyebabkan perubahan fenotip sel-sel yang diperlukan dalam proses penyembuhan, kelainan ekspresi serta aktifitas faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin yang mengkoordinasi proses penyembuhan luka.8

Pada penderita diabetes terjadi dampak di seluruh fase proses penyembuhan luka hingga terbentuk UD. Sejumlah besar kadar serum kemokin, sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh keratinosit, fibroblas, sel endotelial, makrofag dan platelet berubah pada kasus diabetes. Faktor-faktor pertumbuhan merupakan faktor yang bertanggung jawab untuk memulai proses pemeliharaan, penurunan respon inflamasi dan penyembuhan luka.3 Kegagalan proses penyembuhan luka akibat adanya hambatan pada seluruh fase dalam proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.


(12)

Gambar 2.3. Patofisiologi kegagalan proses penyembuhan pada diabetes Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 8

2.3 ZINC

Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30. Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh.19 Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc

relatif tidak toksik pada tubuh.15,19 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan cairan.Sekitar 85-90 % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka, tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit.19 Pada kulit, zinc

ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di epidermis dibandingkan di dermis.41 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total

zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan albumin.42


(13)

Zinc adalah tra ce element esensial dalam tubuh manusia yang sangat penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik. Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein, katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA.16

Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/proliferasi sel, maturasi seksual/reproduksi, adaptasi mata dalam gelap/night vision,

penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh.20 Fungsi biokimiawi zinc

dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan regulatori.43 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200 enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan dengan zinc. 15,43 Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan lain-lain.15 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen

metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel.

Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein.15,43 Fungsi zinc

dalam regulatori adalah merupakan peran ikatan enzim zinc dalam regulasi ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari berbagai aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai contoh metalloenzym yang berperan dalam sistem regulatori/pengaturan adalah DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang berfungsi dalam transkripsi RNA. 15,42,43

Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia.44 Makanan merupakan sumber utama masuknya zinc kedalam tubuh. Kemampuan tubuh


(14)

dalam menyimpan sediaan zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi kandungan zinc antara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang kedelai.44,45 Penyerapan zinc dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat), kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi

zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan bioavailabilitas zinc.42 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam tubuh.19,45 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan penelitian di Irak pada 254 orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun, dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang dapat menghambat absorbsi dari zinc.46

Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc

sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan (homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20% selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali.42


(15)

Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl, ekuivalen dengan 11-19 μmol/l.47,48,49 Dosis yang direkomendasikan oleh

Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12

mg/hari untuk wanita dewasa.44 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat sebesar 30 mg -150 mg per-hari.50 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi oleh tubuh.44 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan gangguan proses penyembuhan luka.51

2.3.1 Zinc dan Diabetes Melitus

Diabetes dapat terjadi karena defek pada sekresi insulin di pankreas, defek kerja insulin di jaringan perifer ataupun kombinasi keduanya disertai faktor-faktor resiko termasuk lingkungan ataupun genetik.24 Karakteristik diabetes antara lain adanya hiperglikemia, kelainan metabolisme lipid dan stres oksidatif yang jika tidak dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.17

Sejak tahun 1970, struktur dan jalur biokimiawi insulin baru dapat diketahui. Insulin di sekresikan oleh sel β pankreas sebagai peptida rantai tunggal yang dihubungkan oleh dua rantai ikatan disulfida yang disebut proinsulin. Proinsulin ini dipecah oleh C-peptida membentuk molekul dua rantai peptida

(α,β). Rantai peptida (α,β) berikatan dengan 51 asam amino oleh ikatan disulfida yang disebut monomer insulin. Monomer insulin ini akan disimpan dalam bentuk dimerik dan akan di sekresikan bila diperlukan tubuh dalam bentuk kristal zinc.52

Insulin-zinc disekresi melalui proses eksositosis dengan pompa kalsium oleh granula sekresi sel β pankreas disertai perubahan membran dan potensial membran pada sel tersebut. Pada proses ini terjadi juga perubahan pada metabolisme glukosa, produksi ATP, penutupan KATP dan depolarisasi


(16)

membran.53 Sel β pankreas sangat memerlukan zinc dalam proses sekresi, penyimpanan dan mekanisme kerja insulin dalam kontrol gula darah.24 Metabolisme zinc yang abnormal mempunyai peranan dalam patogenesis terjadinya DM dan komplikasinya terutama kegagalan dalam proses penyembuhan luka.54 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 23

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa zinc disekresikan oleh sel β pankreas sebagai respon terhadap konsentrasi gula yang meningkat dalam tubuh. Peningkatan kadar glukosa akan mempengaruhi homeostatis (keseimbangan) zinc


(17)

dari dalam tubuh (hypozincemia).53,55 Hypozincemia dapat terjadi akibat menurunnya absorbsi gastrointestinal, ekskresi zinc yang berlebihan (hyperzincuria) ataupun keduanya dengan mekanisme yang belum sepenuhnya diketahui secara jelas hingga saat ini. Pada penelitian terhadap 30 pasien diabetes diperoleh hasil sekitar 40% penderita dengan penurunan zinc serum. Pada penelitian lainnya juga didapatkan korelasi yang positif antara ekskresi zinc dan konsentrasi HbA1c. Terdapat juga satu studi lain terhadap penderita DM tipe-2 yang menunjukkan terapi insulin dengan hyperzincuria dapat menurunkan kadar

hyperzincuria pada penderita DM sedangkan agen diabetik oral tidak dapat memperbaiki keadaan hyperzincuria. Data ini menunjukkan hiperglikemia sebagai dasar terjadinya hyperzincuria.52 Kurangnya zinc dalam tubuh dapat memperburuk hal-hal yang mendasari terjadinya diabetes walaupun tidak bertanggung jawab secara langsung sebagai faktor penyebab terjadinya diabetes. Penurunan kadar zinc akibat hyperzincuria karena keadaan hiperglikemia tubuh dapat mempengaruhi kembali kemampuan dari sel β pankreas untuk memproduksi dan mensekresi insulin.24,55 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 53


(18)

Spesies oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya yang dihasilkan selama proses metabolik normal pada tubuh akan didetoksifikasi oleh mekanisme antioksidan natural seperti glutation, katalase, superoksida dismutase,

metallothionein. Pada lingkungan dan fisiologi abnormal seperti pada penderita DM akan terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan atau terjadi insufisiensi detoksifikasi terhadap radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif yang akan menyebabkan kerusakkan pada sel jaringan tubuh manusia.17 Stres oksidatif mempunyai peranan dalam patogenesis DM tipe-1 dan DM tipe-2. Stres oksidatif juga dapat mengakibatkan meningkatkan terjadinya komplikasi diabetes kronis.7 Beberapa macam radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif dan radikal bebas hidroksil yang terbentuk oleh akibat keadaan hiperglikemia akan menginduksi terjadinya destruksi pada sel β pankreas.7,17

2.3.2 Zinc dan proses penyembuhan luka

Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel.41 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin.15 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi


(19)

membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme).14,15 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.19,41 Didalam sel, 30-40%

zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel.19 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc

melalui regulasi MT dan MMP.15 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.41 Fungsi


(20)

Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 15

Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas.56 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis.19,56 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.56 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi


(21)

zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.18,56 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidakseimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi.56 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.15 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7

Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18


(22)

2.5 Kerangka Teori Mikroangiopati Kadar Zinc menurun Resistensi Insulin dan/atau Defisiensi Insulin Ulkus Diabetikum Diabetes Melitus Makroangiopati

KGD meningkat

Kontrol Glikemik berkurang

Fase inflamasi memanjang

Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase memendek Remodelling terhambat Gradasi 1 Gradasi 2 Gradasi 4 Gradasi 5 Gradasi 3 Gradasi 2

Alkalin Posfatase RNA Polimerase & DNA Polimerase

Matriks Metaloproteinase

Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT)

Stress Oksidatif meningkat Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT)

Imunitas menurun

Infeksi meningkat

Gambar 2.8 Kerangka Teori


(23)

2.6 Kerangka Konsep

Ulkus Diabetikum UD

Gradasi 0

Gradasi 1

Gradasi 2

Gradasi 3

Gradasi 4

Gradasi 5

Kadar Zinc Plasma


(1)

Spesies oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya yang dihasilkan selama proses metabolik normal pada tubuh akan didetoksifikasi oleh mekanisme antioksidan natural seperti glutation, katalase, superoksida dismutase,

metallothionein. Pada lingkungan dan fisiologi abnormal seperti pada penderita DM akan terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan atau terjadi insufisiensi detoksifikasi terhadap radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif yang akan menyebabkan kerusakkan pada sel jaringan tubuh manusia.17 Stres oksidatif mempunyai peranan dalam patogenesis DM tipe-1 dan DM tipe-2. Stres oksidatif juga dapat mengakibatkan meningkatkan terjadinya komplikasi diabetes kronis.7 Beberapa macam radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif dan radikal bebas hidroksil yang terbentuk oleh akibat keadaan hiperglikemia akan menginduksi terjadinya destruksi pada sel β pankreas.7,17

2.3.2 Zinc dan proses penyembuhan luka

Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel.41 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin.15 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi


(2)

bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme).14,15 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.19,41 Didalam sel, 30-40%

zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel.19 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc

melalui regulasi MT dan MMP.15 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.41 Fungsi


(3)

Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 15

Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas.56 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis.19,56 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.56 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi


(4)

IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.18,56 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidakseimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi.56 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.15 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7

Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18


(5)

2.5 Kerangka Teori Mikroangiopati Kadar Zinc menurun Resistensi Insulin dan/atau Defisiensi Insulin Ulkus Diabetikum Diabetes Melitus Makroangiopati  KGD meningkat

 Kontrol Glikemik

berkurang

Fase inflamasi memanjang

Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase memendek Remodelling terhambat Gradasi 1 Gradasi 2 Gradasi 4 Gradasi 5 Gradasi 3 Gradasi 2

Alkalin Posfatase RNA Polimerase & DNA Polimerase

Matriks Metaloproteinase

Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT)

Stress Oksidatif meningkat

Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT)

Imunitas menurun

Infeksi meningkat

Gambar 2.8 Kerangka Teori


(6)

Ulkus Diabetikum UD

Gradasi 0

Gradasi 1

Gradasi 2

Gradasi 3

Gradasi 4

Gradasi 5

Kadar Zinc Plasma