Profil kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

PROFIL KADAR

ZINC

PLASMA PADA PENDERITA

ULKUS DIABETIKUM DAN ULKUS DEKUBITUS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

ERLINTA SEMBIRING

NIM : 087105014

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PROFIL KADAR

ZINC

PLASMA PADA PENDERITA

ULKUS DIABETIKUM DAN ULKUS DEKUBITUS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERLINTA SEMBIRING

NIM : 087105014

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA MEDAN


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Profil Kadar Zinc Plasma pada Penderita Ulkus Diabetikum dan Ulkus Dekubitus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Erlinta Sembiring

Nomor Induk : 087105014

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I

(dr.Sri Wahyuni Purnama, SpKK)

Pembimbing II

(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

Ketua Program Studi

(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis DTM&H, SpA (K))

Dekan

(Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH) NIP. 19540220198011 1 001


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Erlinta Sembiring NIM : 087105014 Tanda tangan :


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa yang Maha Pengasih, yang telah memampukan penulis dalam

menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Profil kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus di RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar magister kedokteran klinik Kulit dan Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Yang terhormat dr. Sri Wahyuni Purnama SpKK selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani pendidikan sehari-hari.

2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK (K), selaku pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis dan juga sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialisasi dan senantiasa mengingatkan dan


(6)

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), selaku sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

5. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD,KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Yang terhormat dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K), sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

7. Yang terhormat dr. Kristo A Nababan, SpKK, sebagai anggota tim penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi kepada saya dalam penyusunan tesis ini.

8. Yang terhormat dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK, sebagai anggota tim penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi kepada saya dalam penyusunan tesis ini.

9. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK (K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK (K), serta seluruh staf pengajar di


(7)

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

10. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

11. Yang terhormat DR. Dr. Juliandi Harahap, MA selaku konsultan statistik, yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.

12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini. 13. Yang terhormat semua pasien ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang

telah terlibat dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

14. Yang tercinta Ayahanda (Alm) Ir. T. M. Sembiring, tidak ada kata yang mampu menggantikan rasa terima kasih saya untuk semua pengorbanan, jerih payah dan kasih sayang papa untuk saya selama ini, saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga papa mendapat tempat sebaik-baiknya di sisi Allah SWT dan kepada Ibunda tersayang Ratna Purba, yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat membalas segala kebaikan kalian.


(8)

15. Yang tercinta mertua saya (Alm) Bujur Ukur Tarigan, BA dan (Alm) Serta Br. Barus, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan

kepada saya selama ini, saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga mendapat tempat sebaik-baiknya di sisi Allah SWT.

16. Yang terkasih Saudara-saudara saya, Ir. Ari Binar Sembiring, Juanita Sembiring SKM, AAAIJ, Natalius Tarigan SH, Ir. Suryanta Tarigan, Tresia Tenaria Tarigan AMK, Joseva Sudiati Kaban Ssi, Edward Barus SE, MM, Santa Neta Sitepu, Nellyana Karo-karo SH, Esramen Surbakti terima kasih atas doa, dukungan dan semua bantuan yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.

17. Yang terkasih suamiku dr. Radar Radius Tarigan Mked(PD), SpPD, terima kasih untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, kebersamaan kita selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber kekuatan saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.

18. Teristimewa kepada anak-anakku tersayang, Viktris Gracia Tarigan, Ruth Savitri Harharina Tarigan dan Tiara Nur Gabriella Tarigan yang telah menjadi motivasi dan inspirasi saya dalam penyelesaian tesis ini.

19. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Zikri Adriman, dr. Oliviti Natali Mked(KK),SpKK, dr Nancy Sitohang, dr Surya Nola, dr. Cut Yunita, dr. Maulina, dr. Renatha Nainggolan Mked(PK),SpPK, dr Poida Mked(PA) terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

20. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.


(9)

21. Kepada seluruh staf Laboratorium Paramita Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan kemudahan kepada saya untuk melaksanakan penelitian.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani masa pendidikan ini.

Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita sekalian. Amin.

Medan, Mei 2014 Penulis

dr. Erlinta Sembiring


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan umum ... 5

1.3.2 Tujuan khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian. ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Luka ... 7

2.1.1 Luka akut. ... 7

2.1.2 Luka kronis ... 8

2.1.2.1 Ulkus diabetikum ... 8

2.1.2.2 Ulkus dekubitus ... 11

2.2 Penyembuhan Luka ... 11

2.2.1 Penyembuhan luka akut ... 12

2.2.1.1 Fase inflamasi... ... 13

2.2.1.2 Fase proliferasi ... 14

2.2.1.3 Fase remodelling ... 16

2.2.2 Penyembuhan luka yang terhambat ... 18

2.3 Zinc ... 19

2.4 Peran Zinc dalam Penyembuhan Luka Kronis ... 22

2.5 Kerangka Teori. ... 25

2.6 Kerangka Konsep. ... 26

BAB III METODE PENELITIAN.. ... 27

3.1 Desain Penelitian.. ... 27


(11)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 27

3.4 Besar Sampel. ... 28

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian. ... 28

3.6 Identifikasi Variabel ... 28

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

3.8 Cara Penelitian... 30

3.9 Batasan Opasional ... 32

3.10 Kerangka Operasional ... 35

3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 36

3.12 Ethical Clearance ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian ... 37

4.1.1 Karakteristik sampel penderita luka kronis ... 37

4.1.2 Karakteristik sampel penderita ulkus diabetikum... 39

4.1.3 Karakteristik sampel penderita ulkus dekubitus ... 40

4.2. Kadar zinc plasma berdasarkan kelompok umur ... 42

4.2.1 Kadar zinc plasma pada penderita luka kronis berdasarkan kelompok umur... 42

4.2.2 Kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum berdasarkan kelompok umur... 43

4.2.3 Kadar zinc plasma pada penderita ulkus dekubitus berdasarkan kelompok umur... 44

4.3. Kadar zinc plasma berdasarkan jenis kelamin ... 45

4.3.1 Kadar zinc plasma pada penderita luka kronis berdasarkan kelompok jenis kelamin... 45

4.3.2 Kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum berdasarkan kelompok jenis kelamin... 46

4.3.3 Kadar zinc plasma pada penderita ulkus dekubitus berdasarkan kelompok jenis kelamin... 47

4.4. Perbandingan secara deskriptif kadar zinc plasma ... 49

4.4.1 Perbandingan secara deskriptif kadar zinc plasma berdasarkan jenis luka kronis... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian ... 38 Tabel 4.2 Data karakteristik sampel penelitian untuk ulkus diabetikum ... 39 Tabel 4.3 Data karakteristik sampel penelitian untuk ulkus dekubitus ... 41 Tabel 4.4. Kadar zinc plasma penderita luka kronis berdasarkan

kelompok umur ... 42 Tabel 4.5. Kadar zinc plasma penderita ulkus diabetikum berdasarkan

kelompok umur ... 43 Tabel 4.6. Kadar zinc plasma penderita ulkus dekubitus berdasarkan

kelompok umur ... 44 Tabel 4.7. Kadar zinc plasma penderita luka kronis berdasarkan

jenis kelamin ... 45 Tabel 4.8. Kadar zinc plasma penderita ulkus diabetikum berdasarkan

jenis kelamin ... 46 Tabel 4.9. Kadar zinc plasma penderita ulkus dekubitus berdasarkan

jenis kelamin ... 47 Tabel 4.10. Perbandingan secara deskriptif kadar zinc plasma berdasarkan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum ... 10

Gambar 2.2 Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka ... 12

Gambar 2.3 Fase inflamasi ... 14

Gambar 2.4 Fase proliferasi ... 16

Gambar 2.5 Fase remodeling ... 17

Gambar 2.6 Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka ... 23

Gambar 2.7 Peranan zinc dalam sel-sel imun ... 24

Gambar 2.8 Kerangka teori ... 25

Gambar 2.9 Kerangka konsep ... 26

Gambar 3.1 Kerangka operasional ... 35

Gambar 4.1 Diagram perbandingan secara deskriptif kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus ... 51


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Naskah penjelasan kepada pasien/orang tua/keluarga pasien ... 58

Lampiran 2 Persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 60

Lampiran 3 Status penelitian ... 61

Lampiran 4 Health Research Ethical Commitee of North Sumatera ... 63

Lampiran 5 Data Penderita Ulkus Diabetikum, Ulkus Dekubitus dan Kadar Zinc Plasma Penderita ... 64


(15)

DAFTAR SINGKATAN

AGF : Angiotensin growth factor

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome

bFGF : basic fibroblast growth factor

CTGF : Connective tissue growth factor DM : Diabetes melitus

DNA : Asam Deoksiribo nukleat ECM : Matriks ekstraseluler EGF : Epidermal growth factor

ELISA : Enzyme- linked imunosorbent assay

HIV : Human Immuno Deficiency Virus

IGF : Insulin-like growth factor

IL : Interleukin

IZiNCG : Kelompok konsultan internasional nutrisi zinc

KGF : Keratinocyte growth factor

MMP : Matriks metaloproteinase MT : Metallothionein

PDGF : Platelet derived growth factor

PMN : Polimorfonuklear

PUSH : Pressure ulcer scale for healing

RDA : Recommended daily amounts

RNA : Asam Ribo Nukleat ROS : Reaktive oxygen species

SOD : Superoksida dismutase

TGF-α : Transforming growth factor alpha

TGF-β : Transforming growth factor beta

Th-1 : T helper 1 Th-2 : T helper 2

TNF-α : Tumor necrosis factor alpha UD : Ulkus diabetikum

VEGF : Vascular endothelial growth factor

μg / L : Mikrogram per liter


(16)

PROFIL KADAR ZINC PLASMA PADA PENDERITA ULKUS DIABETIKUM DAN ULKUS DEKUBITUS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar Belakang Masalah : Luka kronis adalah luka yang tidak sembuh lebih dari

12 minggu meskipun telah mendapat pengobatan yang adekuat atau yang belum sembuh spontan dalam waktu 12 bulan. Bentuk luka kronis yang terbanyak pada manusia adalah ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus. Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Ulkus dekubitus dapat didefinisikan sebagai kerusakkan kulit dan jaringan yang terlokalisir akibat tekanan, regangan, gesekan, atau kombinasi ketiganya. Meskipun dengan pengobatan, ulkus akan dapat berkembang menjadi luka kronis. Sejumlah penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini telah menunjukkan adanya hubungan trace element seperti zinc yang sangat memegang peranan proses penyembuhan luka. Defisiensi zinc dapat menyebabkan kegagalan dalam proses penyembuhan luka. Kadar zinc <100 μg/L

telah dihubungkan dengan proses penyembuhan luka yang terhambat.

Tujuan : Untuk menentukan kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.

Subjek dan Metode : Penelitian deskriptif observasional dengan rancangan cross-sectional yang melibatkan 27 orang penderita ulkus diabetikum dan 23 orang penderita ulkus dekubitus. Setiap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi kemudian darah diambil untuk mengukur kadar zinc plasma. Data akan dianalisis secara deskriptif.

Hasil : Rata-rata kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum adalah 113,31 μg/L dan ulkus dekubitus adalah 107,63 μg/L. Pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus dijumpai rata-rata kadar zinc plasma pada wanita lebih rendah dari rata-rata kadar zinc plasma pria yaitu 101,72 μg/L vs 122,58 μg/L (ulkus diabetikum) dan 87,91 μg/ vs 118,13 μg/L (ulkus dekubitus). Pada ulkus dekubitus didapatkan kadar zinc plasma yang lebih rendah pada kelompok umur >40 tahun dibandingkan kelompok umur  40 tahun yaitu 106,53 μg/L vs 109,66 μg/L.

Kesimpulan : Kadar zinc plasma yang rendah pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.


(17)

PROFILE OF PLASMA ZINC LEVEL IN DIABETIC ULCER AND PRESS URE ULCE R PAT IENT S

IN RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap Department of Dermato-Venereology

Medical faculty of Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background : A chronic wound is a wound that fails with to heal within 3

months despite adequate treatment or has not healed spontaneously within 12 months. The most common forms of chronic wounds in human include diabetic ulcers and pressure ulcers. Diabetic ulcer is a open wound on the skin caused by chronic complication such as macroangiopathy and microangiopathy. Pressure ulcers can be defined as an area of localized damage to the skin and underlying tissue caused by pressure, shear, friction, or a combination of these. Despite treatment, ulcers really become chronic wounds. Some evidences of research is represent that trace element such as zinc has a role in wound healing process. Zinc deficiency impairs the crucial role each of these processes play in wound healing. Zinc levels less than 100 μg/L have been associated with impairments in wound healing.

Objectives : To determine the plasma zinc level in patients with diabetic ulcer and

pressure ulcer.

Method : This is an observational descriptive cross-sectional study involving 27

diabetic ulcer patients and 23 pressure ulcer patients. Each subject had been examined and blood sample was taken to measure plasma zinc level. The data was analysed by descriptive.

Result : Mean plasma zinc level in diabetic ulcers 113,31μg/L. Mean plasma zinc

level in pressure ulcers 107,63 μg/L. Mean plasma zinc level was lower in female patients compare with male patients 101,72μg/L vs 122,58μg/L (diabetic ulcers) and 87,91 vs 118,13 (pressure ulcers). Mean plasma zinc level in pressure ulcers were lower in group aged > 40 years compare with group aged 40 years (106,53 μg/L vs 109,66 μg/L).

Conclutions : Plasma zinc level was found to be low in patients with diabetic

ulcers and pressure ulcers.

Key Words : Diabetic ulcer, pressure ulcer, chronic wound, plasma zinc level.


(18)

PROFIL KADAR ZINC PLASMA PADA PENDERITA ULKUS DIABETIKUM DAN ULKUS DEKUBITUS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar Belakang Masalah : Luka kronis adalah luka yang tidak sembuh lebih dari

12 minggu meskipun telah mendapat pengobatan yang adekuat atau yang belum sembuh spontan dalam waktu 12 bulan. Bentuk luka kronis yang terbanyak pada manusia adalah ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus. Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Ulkus dekubitus dapat didefinisikan sebagai kerusakkan kulit dan jaringan yang terlokalisir akibat tekanan, regangan, gesekan, atau kombinasi ketiganya. Meskipun dengan pengobatan, ulkus akan dapat berkembang menjadi luka kronis. Sejumlah penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini telah menunjukkan adanya hubungan trace element seperti zinc yang sangat memegang peranan proses penyembuhan luka. Defisiensi zinc dapat menyebabkan kegagalan dalam proses penyembuhan luka. Kadar zinc <100 μg/L

telah dihubungkan dengan proses penyembuhan luka yang terhambat.

Tujuan : Untuk menentukan kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.

Subjek dan Metode : Penelitian deskriptif observasional dengan rancangan cross-sectional yang melibatkan 27 orang penderita ulkus diabetikum dan 23 orang penderita ulkus dekubitus. Setiap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi kemudian darah diambil untuk mengukur kadar zinc plasma. Data akan dianalisis secara deskriptif.

Hasil : Rata-rata kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum adalah 113,31 μg/L dan ulkus dekubitus adalah 107,63 μg/L. Pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus dijumpai rata-rata kadar zinc plasma pada wanita lebih rendah dari rata-rata kadar zinc plasma pria yaitu 101,72 μg/L vs 122,58 μg/L (ulkus diabetikum) dan 87,91 μg/ vs 118,13 μg/L (ulkus dekubitus). Pada ulkus dekubitus didapatkan kadar zinc plasma yang lebih rendah pada kelompok umur >40 tahun dibandingkan kelompok umur  40 tahun yaitu 106,53 μg/L vs 109,66 μg/L.

Kesimpulan : Kadar zinc plasma yang rendah pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.


(19)

PROFILE OF PLASMA ZINC LEVEL IN DIABETIC ULCER AND PRESS URE ULCE R PAT IENT S

IN RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap Department of Dermato-Venereology

Medical faculty of Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background : A chronic wound is a wound that fails with to heal within 3

months despite adequate treatment or has not healed spontaneously within 12 months. The most common forms of chronic wounds in human include diabetic ulcers and pressure ulcers. Diabetic ulcer is a open wound on the skin caused by chronic complication such as macroangiopathy and microangiopathy. Pressure ulcers can be defined as an area of localized damage to the skin and underlying tissue caused by pressure, shear, friction, or a combination of these. Despite treatment, ulcers really become chronic wounds. Some evidences of research is represent that trace element such as zinc has a role in wound healing process. Zinc deficiency impairs the crucial role each of these processes play in wound healing. Zinc levels less than 100 μg/L have been associated with impairments in wound healing.

Objectives : To determine the plasma zinc level in patients with diabetic ulcer and

pressure ulcer.

Method : This is an observational descriptive cross-sectional study involving 27

diabetic ulcer patients and 23 pressure ulcer patients. Each subject had been examined and blood sample was taken to measure plasma zinc level. The data was analysed by descriptive.

Result : Mean plasma zinc level in diabetic ulcers 113,31μg/L. Mean plasma zinc

level in pressure ulcers 107,63 μg/L. Mean plasma zinc level was lower in female patients compare with male patients 101,72μg/L vs 122,58μg/L (diabetic ulcers) and 87,91 vs 118,13 (pressure ulcers). Mean plasma zinc level in pressure ulcers were lower in group aged > 40 years compare with group aged 40 years (106,53 μg/L vs 109,66 μg/L).

Conclutions : Plasma zinc level was found to be low in patients with diabetic

ulcers and pressure ulcers.

Key Words : Diabetic ulcer, pressure ulcer, chronic wound, plasma zinc level.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati.1 Ulkus dekubitus merupakan dekstruksi jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi gangguan mikro sirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan.2 Patogenesis yang kompleks pada kedua ulkus menyebabkan intervensi yang harus dilakukan dalam pengobatan ulkus saat ini juga harus difokuskan untuk berbagai penyebab terbentuknya ulkus seperti infeksi, iskemik perifer, penekanan yang tidak normal pada salah satu sisi, mobilitas yang terbatas, neuropati dan lain-lain. Walaupun telah dilakukan beberapa terapi pada ulkus tersebut, ulkus dapat menjadi luka kronis.1

Luka dapat didefinisikan sebagai gangguan intergritas kulit,selaput lendir ataupun jaringan organ yang dapat di sebabkan oleh trauma mekanik, termal, kimia dan radiogenik3,4 Luka dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, antara lain berdasarkan sifat dari proses penyembuhan dan durasi luka. Berdasarkan proses penyembuhan dan durasi terjadinya, luka diklasifikasikan sebagai luka akut dan luka kronis.5 Luka akut biasanya sembuh dalam waktu 8-12 minggu sedangkan luka kronis, sejak adanya cedera tidak menyembuh hingga lebih dari 12 minggu. 4,5,6 Karakteristik dari luka kronis ditandai dengan adanya stagnasi


(21)

pada fase inflamasi dan proliferasi, kegagalan re-epitelisasi dan defek pada fase

remodelling dari proses penyembuhan luka.7 Bentuk luka kronis yang terbanyak pada manusia adalah ulkus diabetikum, ulkus dekubitus dan ulkus venosum.3,7 Luka kronis ataupun ulkus secara signifikan telah menjadi beban bagi para pasien, pelayan medis profesional dan sistem pelayanan kesehatan. Di Amerika, dijumpai sekitar 5,7 juta pasien dengan biaya yang diprediksikan mencapai hingga 20 milyar dolar setiap tahunnya.8

Penyembuhan luka merupakan proses yang sangat kompleks dan telah menjadi subjek penelitian selama lebih dari 120 tahun. Beberapa temuan baru dalam bidang mikrobiologi yang diperoleh dalam tahun-tahun terakhir ini telah memberikan wawasan yang lebih besar ke dalam proses biologis yang terlibat.9 Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan dinamis yang melibatkan interaksi terkoordinir antara sel-sel dan matriks ekstraselular hingga terjadi pemulihan morfologi dan fungsional dari jaringan yang cedera.4 Proses penyembuhan luka secara lengkap memerlukan waktu selama 3-14 hari yang terbagi atas beberapa fase yaitu; fase inflamasi, fase proliferasi dan fase

remodelling.4,7,8,9,10

Proses penyembuhan luka kronis berbeda dengan proses penyembuhan luka akut. Pada luka kronis, penyembuhan lebih lambat dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Banyak penyebab yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka antara lain adalah status gizi, obat-obatan, radiasi, merokok, dan hipoksia. Penyembuhan luka dapat terhambat akibat adanya gangguan keseimbangan gizi. Keseimbangan gizi yang terganggu dapat terjadi karena adanya penurunan asupan dari makanan bergizi ataupun dapat juga diakibatkan adanya penyakit kronis yang


(22)

mendasarinya. Defisiensi gizi yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka yang terhambat antara lain penurunan kadar protein, deplesi/defisiensi karbohidrat, penurunan kadar asam amino, defisiensi vitamin (A,C,E), defisiensi

trace element (zinc, besi,dll).11

Zinc merupakan trace element esensial pada tubuh manusia. Zinc

diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem kehidupan manusia. Zinc

berfungsi sebagai ko-faktor dalam banyak faktor transkripsi dan sistem enzim.

Zinc juga merupakan ko-faktor penting dalam pertumbuhan dan replikasi sel normal serta juga terlibat pada lebih dari 100 reaksi enzimatik yang berbeda.11,12 Defisiensi zinc dapat kita temukan dalam praktek medis saat ini. Defisiensi zinc

pertama kali dilaporkan di tahun 1960 pada seorang pria usia 21 tahun yang disertai gejala retardasi pertumbuhan.13 Defisiensi zinc sering dijumpai terutama pada kasus pasien dengan luka bakar yang luas, ekskresi keringat berlebihan, trauma bedah yang berat, alkoholisme kronis, sirosis hepatis, dan fistula gastrointestinal dan penyembuhan luka yang terhambat.11 Kekurangan zinc juga lazim dijumpai pada lansia dan akan berhubungan terhadap gangguan sistem imunitas pada usia tua.14 Dikarenakan asupan makanan merupakan sumber utama dari zinc, maka faktor risiko defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang dengan diet vegetarian atau diet penghindaran makan daging merah.15

Zinc sebagai kofaktor pada sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk zinc-dependent matrix metalloproteinases (MMPs). Enzim MMP ini memegang peranan penting dalam proses migrasi keratinosit dan auto-debridement.12 Zinc juga merupakan ko-faktor untuk produksi DNA polimerase, RNA polimerase dan dan DNA transkriptase yang berhubungan dengan sintesis


(23)

protein, sintesis DNA dan proliferasi sel. Zinc juga berhubungan dalam banyak aspek dari respon imun termasuk fagositosis, imunitas selular dan hormonal.15,16 Kadar zinc yang lebih rendah dari 100 μg/L berhubungan dengan kegagalan dalam proses penyembuhan luka.17

Rahman et al. (2013) melakukan penelitian tentang efektifitas pemberian zinc atau vitamin D3 pada proses penyembuhan luka pasien ulkus

diabetikum. Penelitian ini dilakukan pada 45 pasien dengan membandingkan efek terapi pemberian zinc (15 orang), vitamin D3 (15 orang) dan kontrol (15 orang).

Didapatkan hasil secara signifikan adanya pengurangan luas ulkus dalam pemberian zinc selama 4 minggu dibanding kontrol (73,83% vs 32,06%).18

Desneves et al. (2005) melakukan penelitian terhadap 16 pasien dengan ulkus dekubitus yang dibagi atas tiga kelompok. Kelompok pertama menerima makanan normal kalori, kelompok kedua menerima makanan tinggi kalori dan tinggi protein dan kelompok ketiga menerima makanan dengan tinggi kalori-protein ditambah pemberian suplemen arginin, vitamin C dan zinc. Didapatkan proses penyembuhan yang lebih cepat pada kelompok ketiga dibandingkan dua kelompok lainnya (nilai PUSH 2,6 (kelompok ketiga) vs 7,0 (kelompok pertama) vs 6,0 (kelompok kedua)).19

Dorner et al. (2009) menyatakan bahwa belum adanya penelitian yang dapat menunjukkan adanya efek pemberian suplemen zinc dalam meningkatkan proses penyembuhan pada ulkus dekubitus.20

Bozkurt et al. (2011) melakukan penelitian dengan membandingkan kadar zinc pada 50 pasien ulkus diabetikum gradasi 1-4 (klasifikasi Wagner) dengan populasi normal dan didapatkan hasil kadar zinc serum yang lebih tinggi


(24)

pada ulkus diabetikum gradasi 3-4 dibandingkan gradasi 1-2 dan populasi normal.21

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai kadar

zinc pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus masih terbatas dan kontroversial sehingga peneliti berminat untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum : Mengetahui kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan

1.3.2 Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui gambaran kadar zinc berdasarkan distribusi umur, jenis kelamin pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus

2. Untuk mengetahui kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum

3. Untuk mengetahui kadar zinc plasma pada penderita ulkus dekubitus


(25)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat dalam bidang akademik : untuk membuka wawasan mengenai kadar zinc dalam plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.

1.4.2. Manfaat dalam pelayanan masyarakat : menjadi landasan pendekatan terapi untuk pentingnya diet kaya zinc pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.

1.4.3 Manfaat bagi pengembangan penelitian: menjadi landasan teori bagi penelitian – penelitian selanjutnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka

Luka merupakan suatu gangguan intergritas kulit, membran mukosa dan jaringan organ. Luka didefinisikan juga sebagai gangguan anatomi dan fungsi kulit normal yang terjadi akibat cedera jaringan ataupun proses patalogis yang mengakibatkan diskontinuitas epitel, dengan atau tanpa hilangnya jaringan ikat yang mendasarinya.4,6,9 Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu, kimiawi, dan radiogenik.9 Luka diklasifikasikan berdasarkan kedalaman luka, cara penyembuhan luka, dasar dari patalogis luka serta berdasarkan durasi dari luka.22,23 Klasifikasi yang sering digunakan secara umum yang dapat mewakili seluruh jenis luka yang ada adalah klasifikasi luka sebagai luka akut dan luka kronis.4,23,24

2.1.1 Luka akut

Luka akut pada umumnya merupakan luka yang disebabkan trauma, luka bakar ataupun melalui proses pembedahan dengan proses penyembuhan lukanya seperti yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai pemulihan intergritas anatomi dan fungsional dari kulit.4,23,24 Proses penyembuhan luka pada luka akut merupakan proses dinamis yang kompleks dan merupakan interaksi terkoordinasi yang melibatkan empat tahap utama yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi sel dan perbaikan matriks serta epitelisasi dan remodeling yang mengarah pada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka.4,9,25,26 Proses dinamis dari penyembuhan pada luka akut biasanya sembuh dalam waktu 3 minggu atau 2-4 minggu.4,25,26


(27)

2.1.2 Luka kronis

Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang telah gagal memperbaiki integritas anatomi dan fungsional dari kulit melalui proses yang teratur dan tepat waktu.24,25 Luka kronis berbeda dengan luka akut dalam proses biologis yang terlibat, dimana pada luka kronis terdapat gangguan dalam proses penyembuhan luka dan waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan lebih lambat dibandingkan waktu yang dibutuhkan oleh luka akut dalam proses penyembuhannya. Gangguan dalam proses penyembuhan ini dapat terjadi pada satu atau lebih dalam tahapan atau fase-fase proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan menjadi tertunda atau gagal sembuh.25,26,27 Pada kasus luka kronis, luka biasanya tidak sembuh dalam waktu 3 bulan meskipun telah mendapat pengobatan yang adekuat atau belum sembuh spontan dalam waktu 12 bulan.4,26 Luka kronis juga didefinisikan oleh berbagai literatur lainnya sebagai luka yang telah terjadi selama 3-6 bulan dan tidak menunjukkan 60-70% adanya pertumbuhan granulasi jaringan sehat.27 Beberapa contoh luka kronis termasuk luka tekanan/ulkus dekubitus, ulkus diabetikum, ulkus venosum, luka akibat radiasi dan luka yang disebabkan oleh golongan jamur. Luka kronis yang terbanyak dijumpai saat ini adalah ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.7,28

2.1.2.1 Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronis berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering


(28)

dikenal sebagai kaki diabetik.29,30 Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin ataupun keduanya.31 Hiperglikemia akan menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati.29,30

Berdasarkan penelitian Rony Sibuea di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134 orang penderita DM tipe-2, sebanyak 115 orang (85,8%) ada komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak ada komplikasi.32

Ulkus diabetikum (UD) disebabkan adanya tiga faktor risiko yaitu perubahan struktur dan anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD.33 Sedangkan mekanisme eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan kejadian UD.34 Patogenesis terjadinya UD dapat dilihat pada gambar 2.1.


(29)

Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 34


(30)

2.1.2.2 Ulkus Dekubitus

Ulkus dekubitus merupakan dekstruksi jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Dekstruksi jaringan dapat terjadi akibat penekanan pada salah satu sisi tubuh selama lebih dari 2 jam.2,35

Ulkus dekubitus dapat disebabkan kombinasi dari faktor-faktor eksternal (tekanan, friksi, gesekan dan kelembaban) dan faktor-faktor internal (demam, malnutrisi, anemia dan disfungsi endotelial). Faktor predisposisi yang paling sering menyebabkan terbentuknya ulkus dekubitus adalah immobilisasi dan gangguan sensasi nyeri akibat penyakit ataupun trauma yang menyebabkan ketidak mampuan pasien mengubah posisi secara mandiri untuk dapat menghilangkan tekanan tersebut.2

Tekanan pada jaringan yang normal adalah antara 12 hingga 32 mmHg. Tekanan lebih dari batasan tersebut dapat mengganggu sirkulasi oksigenasi pada jaringan. Immobilisasi pasien diatas tempat tidur dapat mempunyai tekanan diatas 150 mmHg terutama pada area penonjolan kulit dan dengan durasi waktu yang lama dapat menyebabkan kematian jaringan setempat.35

2.2 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu respon tubuh normal terhadap cedera untuk pemulihan yang tepat pada fungsi dan bentuk yang normal.5 Penyembuhan luka sering diklasifikasikan sebagai penyembuhan luka akut (normal) dan penyembuhan yang terhambat (abnormal). Penyembuhan luka akut adalah proses normal dan teratur yang terjadi segera setelah adanya cedera pada jaringan dan biasanya hanya memerlukan intervensi yang minimal, serta selesai dengan tertutupnya luka dalam waktu 2-12 minggu. Sedangkan penyembuhan yang


(31)

terhambat dari luka kronis sering memerlukan berbagai intervensi untuk memperbaiki dan mencapai proses penyembuhan menjadi penyembuhan luka yang normal.4,7,26

2.2.1 Penyembuhan luka akut

Penyembuhan luka akut didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka.4,7 Proses penyembuhan luka akut ini dibagi dalam tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi, proliferasi dan remodeling.4-10 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 4


(32)

2.2.1.1 Fase inflamasi

Tahap inflamasi ini secara bersamaan akan membentuk mekanisme hemostatik dan tanda-tanda kardinal inflamasi klinis seperti rubor (kemerahan), Kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa (hilangnya fungsi). Respon awal ditandai sebagai saat terjadinya kerusakan jaringan, pelepasan fibrin dan kaskade koagulasi yang didominasi oleh platelet. Platelet akan melepaskan substansi proinflamasi seperti adenosin difosfat, tissue growth factor beta (TGF-β), platelet derived growth factors (PDGF).7,9,25,36 Faktor pertumbuhan ini akan menstimulasi sejumlah faktor kemotaksis yang akan menarik netrofil, monosit dan fibroblas ke lokasi luka. Jaringan yang cedera ini, juga akan mengaktifkan fosfolipase A dan mengkatalisasi asam arakidonat menghasilkan prostaglandin dan tromboksan yang dikenal sebagai eikosanoid. Eikosanoid akan mempengaruhi aktivasi dari platelet, permeabilitas vaskular dan kemotaksis selular yang keseluruhannya akan mempengaruhi proses penyembuhan luka.17

Tahap kedua pada fase inflamasi ini, leukosit menggantikan platelet sebagai sel yang mendominasi. Leukosit polimorfonuklear (PMN) merupakan sel yang predominan untuk tiga hari pertama setelah cedera jaringan dan mencapai puncak sekitar 48 jam. Leukosit ini yang akan memulai kegiatan bakterisidal.4,6,7,9,36 Selain PMN, inflamasi juga diatur sebagian besar oleh molekul sitokin-sitokin yang mempunyai efek meningkatkan atau menghambat aktivitas sel-sel inflamasi.25 Sel T-helper akan menginduksi interleukin-2 (IL-2) untuk meningkatkan respon imunogenik terhadap luka. PMN akan berkurang setelah 24-36 jam. Selanjutnya monosit yang merupakan leukosit mononuklear


(33)

akan mengalami transformasi menjadi makrofag jaringan yang akan mengeliminasi bakteri, memfagosit, serta mencerna sisa-sisa jaringan dan memproduksi IL-1, Tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).25,26,36 IL-1 akan menstimulasi proliferasi sel-sel inflamatori dan angiogenesis melalui replikasi sel endotelial sedangkan bFGF akan menjadi faktor kemotaksis dan mitogenik untuk sel-sel fibroblas, sel-sel endotel, dan sintesis matriks ekstraselular selama proses pembentukan jaringan granulasi.25,36 Selain itu, TNF-α akan menstimulasi produksi protease oleh fibroblas dan menginduksi terjadinya apoptosis fibroblas.25 Proses penyembuhan luka pada fase inflamasi dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 fase inflamasi

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 5

2.2.1.2 Fase proliferasi

Pada fase ini, jumlah sel inflamasi pada luka akan menurun sehingga menyebabkan fibroblas, sel endotel dan keratinosit akan mengambil alih sintesis


(34)

faktor-faktor pertumbuhan. Setelah 2-3 hari terbentuknya luka, fibroblas akan bermigrasi dari margin atas matriks fibrinosa selama fase inflamasi.5 Fibroblas merupakan tipe sel yang dominan, dan mencapai puncaknya pada 1-2 minggu.25 Selama minggu pertama, fibroblas yang dipengaruhi oleh makrofag akan mensintesis IGF-1, b-FGF, TGF-β dan PDGF, keratinosit growth factor (KGF), connective tissue growth factor (CTGF). Fibroblas akan memproduksi glikosaminoglikan dan proteoglikan sebagai substansi dasar untuk pembentukan jaringan granulasi berupa matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin.4,5 Keratinosit akan mensintesis TGF-β, TGF-α, IL-1. Sel endotel juga akan menghasilkan bFGF, PDGF, faktor angiogenik, vascular endothelial cell growth factor (VEGF).25 Tahap proliferasi untuk pembentukan jaringan granulasi ditandai dengan adanya degradasi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Proses re-epitelisasi dimulai dengan migrasi keratinosit dari tepi luka dan dari apendiks epidermal keratinosit untuk menutup luka hingga sempurna.5 Pada saat keratinosit bermigrasi, keratinosit akan menghasilkan matrix metalloproteinase

(MMP). MMP merupakan suatu enzim yang dapat memecahkan protein matriks ekstraselular sehingga sel keratinosit dapat bermigrasi untuk penutupan luka yang sempurna.5,25,36,37

MMP dan berbagai enzim lain berperan penting dalam migrasi sel pada fase remodelling ini melalui degradasi bekuan fibrin, faktor pertumbuhan, sitokin-sitokin dan reseptor pada permukaan sel serta komponen matriks ekstraselular dengan merusak pembentukan granulasi pada luka .25,27,36 Proses ini berlangsung terus disertai terbentuknya deposit jaringan granulasi hingga luka tertutup. Ekspansi endotelial memberikan kontribusi untuk angiogenesis sebagai


(35)

proses pembentukan pembuluh darah yang baru disebut neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini memfasilitasi pembentukan jaringan granulasi, gerakan fibroblas, penyediaan nutrisi dan sitokin-sitokin yang diperlukan.4,36 Proses penyembuhan luka pada fase proliferasi dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 fase proliferasi

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 5

2.2.1.3 Fase remodelling/maturasi

Dalam enam minggu pertama, produksi kolagen baru akan mendominasi proses penyembuhan luka. Kolagen ditempatkan secara acak pada jaringan granulasi luka akut. Remodelling kolagen menjadi struktur yang lebih teratur terjadi selama proses maturasi disertai peningkatan kekuatan regangan luka. Pada fase awal perbaikan luka, jaringan granulasi mengandung sejumlah besar kolagen tipe III yang merupakan kumpulan kecil pada dermis orang dewasa. Pada fase ini


(36)

kolagen tipe III secara bertahap diganti kolagen tipe I dengan bantuan metaloproteinase, khususnya kolagenase dengan perbandingan sekitar 4:1. Pada proses remodelling, proses migrasi sel sangat tergantung pada MMP.10

Degradasi dari bekuan fibrin dan matriks disertai pengendapan jaringan granulasi akan terus berlangsung hingga luka tertutup. Penurunan asam hialuronat dan peningkatan kondroitin sulfat akan mengurangi proliferasi dan migrasi fibroblas dan meningkatkan diferensiasi fibroblas dalam fase maturasi pada proses penyembuhan luka. Luka akhirnya ditutup oleh migrasi sel-sel epitel yang berasal dari tepi luka, mengisi defek sampai terjadi kontak dengan epitel lain dari sisi berlawanan hingga mendekati kondisi awal jaringan dengan jaringan parut yang halus dan kontraksi yang minimal.4,25 Proses penyembuhan luka pada fase

remodelling dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Fase remodelling


(37)

2.2.2 Penyembuhan luka yang terhambat

Proses penyembuhan yang tidak terjadi secara normal pada luka kronis ditandai adanya gangguan pada matriks ekstraselular, kegagalan pada tahap re-epitelisasi, dan adanya fase inflamasi yang memanjang.7,25 Banyak faktor intrisik dan ekstrinsik yang juga berperan dalam kegagalan penyembuhan luka kronis misalnya; penyakit kronis, insufisiensi vaskular, diabetes, defek neurologik, defisiensi nutrisi, imunokompromais, usia lanjut dan faktor ekstrinsik seperti; tekanan, infeksi, dan edema.7

Stagnasi fase inflamasi pada proses penyembuhan telah ditunjukkan pada satu penelitian dengan membandingkan pola sitokin pada luka akut dan luka kronis. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada luka kronis tampak adanya gambaran peningkatan dari sitokin-sitokin proinflamasi yang dapat mengakibatkan fase inflamasi yang memanjang pada proses penyembuhan luka.

Kegagalan pada fase re-epitelisasi ditunjukkan dari kegagalan epidermis untuk bermigrasi pada seluruh jaringan luka. Terjadi hiperproliferasi pada tepi luka sehingga mengganggu migrasi dari sel normal pada dasar luka yang mungkin dapat terjadi akibat hambatan apoptosis pada fibroblas dan sel keratinosit. 7,36

Fibroblas yang diperoleh dari suatu luka kronis menunjukkan respon penurunan pada aplikasi eksogen faktor pertumbuhan seperti PDGF dan TGF. Dalam keadaan luka kronis, terdapat banyak sel-sel yang tidak responsif terhadap sinyal dari faktor pertumbuhan untuk bermigrasi ke area luka dalam proses penutupan luka. Pada luka kronis juga tampak ekspresi berlebihan dari molekul-molekul matriks ekstraselular dikarenakan disfungsi dan disregulasi selular sehingga dapat menyebabkan gangguan migrasi sel, peningkatan degradasi faktor pertumbuhan, mencegah luka memasuki fase proliferasi yang keseluruhannya


(38)

2.3 Zinc

Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30. Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh.15 Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc relatif tidak toksik pada tubuh.15,38 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan cairan.Sekitar 85-90 % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka, tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit.15 Pada kulit, zinc ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di epidermis dibandingkan di dermis.16 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan albumin.39

Zinc adalah trace element esensial dalam tubuh manusia yang sangat penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik. Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein, katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA.40

Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/ proliferasi sel, maturasi seksual/reproduksi, adaptasi mata dalam gelap/ night vision,

penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh.17 Fungsi biokimiawi zinc

dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan regulatori.41 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200 enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan


(39)

dengan zinc. 38,41 Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan lain-lain.38 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen

metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel. Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein.38,41 Fungsi zinc

dalam regulatori adalah peran ikatan enzim zinc dalam regulasi ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai contoh metalloenzym yang berperan adalah DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang berfungsi dalam transkripsi RNA. 38,39,41

Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia.42. Makanan merupakan sumber utama dari zinc. Kemampuan tubuh dalam menyimpan sediaan

zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi kandungan zinc anatara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang kedelai.42,43 Penyerapan zinc

dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat), kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan bioavailabilitas zinc.39 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam tubuh.15,43 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan penelitian di Irak pada 254


(40)

orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun, dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang dapat menghambat absorbsi dari zinc.44

Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc

sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan (homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20% selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali.39

Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl, ekuivalen dengan 11-19 Mmol/l.45,46 Dosis yang direkomendasikan oleh

Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12 mg/hari untuk wanita dewasa.42 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat sebesar 30 mg -150 mg per-hari.47 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi oleh tubuh.42 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan gangguan proses penyembuhan luka.8


(41)

2.4 Peran Zinc dalam Penyembuhan Luka Kronis

Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel.16 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin.38 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme).8,12,38 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element

sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.15,16 Didalam sel, 30-40% zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel.15 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc

melalui regulasi MT dan MMP.38 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin


(42)

fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.16 Fungsi

zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38

Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas.48 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis.48,49 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis


(43)

sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.48 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi

zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.48,49 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidak seimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi.48 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.38 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 49


(44)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Zinc

menurun

Fase inflamasi memanjang

Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase

memendek

Remodelling terhambat Alkalin Posfatase RNA Polimerase &

DNA Polimerase

Matriks Metaloproteinase Stress Oksidatif meningkat Superoksida Dismutase (SOD) Metalotionein (MT)

Imunitas menurun

Infeksi meningkat

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus Ulkus Diabetikum

Ulkus akibat radiasi Ulkus dari golongan

jamur

Tekanan terus menerus (oksigenasi jaringan terganggu) Gesekan dan kelembaban (jangka panjang) serta malnutrisi

Hiperglikemia Insufisiensi vaskular neuropati

Ulkus venosum Faktor ekstrinsik/sistemik

Penyakit kolagen vaskular, usia tua, diabetes penyakit hati, alkoholisme, penyakit ginjal, uremia, obat-obatan, kelainan darah, defisiensi nutrisi ( protein, karbohidrat, vitamin, trace element (zinc, fe, Mg Cu)

Faktor intrinsik/lokal

Infeksi, benda asing, iskemia/hipoksia, merokok, radiasi, trauma,kanker, insufisiensi arteri, insufisiensi vena, hipertermia, edema.


(45)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus

Kadar Zinc Plasma Ulkus Diabetikum


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian.

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif observasional dengan rancangan potong lintang (cross sectional).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.

3.2.1 Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi, bertempat di Rindu A, Rindu B dan ICU RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2.2 Sampel akan dikirim ke Laboratorium Klinik Paramita Medan.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi target

Pasien pria dan wanita penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus

3.3.2 Populasi terjangkau

Pasien penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang dirawat di Rindu A, Rindu B dan ICU RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan Agustus 2013.

3.3.3 Sampel

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi


(47)

3.4 Besar Sampel50

Untuk menghitung besar sampel, maka digunakan rumus berikut.

Rumus : n = SB2[

( ) ]

Z1 –α : Tingkat signifikan.

Z1 –β : Power penelitian

SB : Nilai standard deviasi populasi pada penelitian sebelumnya

μ1 : Nilai rata-rata populasi

μ2 : Nilai rata-rata populasi yang diharapkan

Maka : n = 27,92 [

]

= 42 orang

Jumlah sampel penderita UD yang di ikutsertakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 orang

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil dengan cara consecutive sampling

3.6 Identifikasi Variabel

Variabel – variabel yang diteliti :

1. Ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus 2. Kadar zinc plasma


(48)

3.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.7.1 Kriteria inklusi :

1. Pasien penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus 2. Pasien dewasa umur 20-60 tahun

3.7.2 Kriteria eksklusi

1. Penderita dengan penyakit hati, ginjal, diare kronis dan kanker. 2. Penderita yang sedang hamil / menyusui

3. Penderita dengan riwayat alkoholik

4. Penderita yang merupakan seorang perokok berat

5. Penderita yang sedang mendapat suplemen berupa besi, cuprum,

magnesium, kalsium dan fosfor. 6. Penderita dengan luka bakar yang luas 7. Penderita dengan fistula gastrointestinal 8. Penderita dengan HIV-AIDS

9. Menderita penyakit kulit seperti akrodermatitis enteropatika, psoriasis, kusta dan akne vulgaris.

10. Penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang berpengaruh dalam absorbsi zinc seperti diuretik (ACE- inhibitor, thiazid ), cimetidin, penisilamin, kemoterapi.

11. Penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menghambat proses penyembuhan luka seperti kortikosteroid oral dan/atau topikal, obat anti-koagulasi (aspirin).


(49)

3.8 Cara Penelitian

3.8.1. Pasien yang menjadi sampel selanjutnya menandatangani informed consent

3.8.2. Pencatatan data dasar

a. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Rindu A, Rindu B dan ICU RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Pencatatan data dasar meliputi identitas penderita, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.

c. Diagnosis ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus ditegakkan secara klinis oleh peneliti dengan pembimbing di Rindu A, Rindu B dan ICU RSUP H. Adam Malik Medan

3.8.2. Pemeriksaan Kadar zinc plasma pada pasien ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus

a. Pemeriksaan kadar zinc plasma dilakukan di Laboratorium klinik Paramita Medan oleh petugas laboratorium.

b. Pengambilan sampel dilakukan oleh peneliti dan pengambilan darah dilakukan 4 jam sesudah sarapan pagi.

c. Persiapan alat dan bahan : 1) spuit3 cc

2) torniquet

3) kapas 4) plester

5) povidon iodine 6) alkohol 70 %


(50)

d. Cara pengambilan darah :

1) Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana cubiti, di lipatan siku

2) Torniquet diikatkan diatas lipatan siku, kemudian tangan dikepal

3) Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidon Iodine 10%dan Alkohol 70 %. 4) Tusukkan jarum dengan kedalaman 1,25 inci dengan sudut

450 terhadap permukaan lengan

5) Ambil darah hingga volume yang dibutuhkan kemudian genggaman dilepaskan

6) Lepaskan tourniquet dan daerah punksi ditekan dengan kapas beralkohol 70%

7) Daerah punksi ditutup dengan plester

8) Darah dimasukkan kedalam tabung berisi antikoagulan e. Cara pemeriksaan kadar zinc

1) Sampel yang diperlukan zinc adalah plasma, masing-masing pemeriksaan diperlukan sampel sebanyak 0,5 ml.

2) Untuk pemeriksaan zinc plasma harus segera dipisahkan dari sel darah dalam waktu kurang dari 1 jam

3) Pada pemeriksaan zinc plasma digunakan tes colorimetric

menggunakan Cobas-Mira (Wartenberg. Germany) auto-analyzer dengan Randox kits.


(51)

3.9 Batasan operasional

1. Umur adalah usia subjek saat pengambilan sampel yang tercatat pada kartu status pasien dihitung dari tanggal lahir , bila lebih dari 6 bulan usia

dibulatkan ke atas ; bila kurang dari 6 bulan usia dibulatkan ke bawah. 2. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki pasien ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

3. Luka kronis adalah luka yang tidak sembuh lebih dari 12 minggu meskipun telah mendapat pengobatan yang adekuat atau yang belum sembuh spontan dalam waktu 12 bulan

4. Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronis diabetes melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat

5. Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit akibat gangguan aliran darah disertai iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol dimana kulit tersebut mendapat penekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian ataupun benda keras lainnya dalam jangka panjang.

6. Zinc adalah suatu elemen mineral esensial yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh yang berfungsi dalam proses penyembuhan luka, anti inflamasi dan anti oksidan dengan kadar zinc plasma normal adalah 70-125 μg/dl.

7. Perokok berat adalah orang yang merokok dengan jumlah lebih dari 20 batang perhari.


(52)

8. Penyakit hati adalah penyakit yang berdasarkan anamnesis menunjukkan gejala klinis kelainan fungsi hati dan telah didiagnosis oleh Spesialis Penyakit Dalam.

9. Penyakit ginjal adalah penyakit yang berdasarkan anamnesis menunjukkan gejala klinis kelainan fungsi ginjal dan telah didiagnosis oleh Spesialis Penyakit Dalam.

10. Penyakit keganasan adalah hal-hal yang berhubungan dengan gejala klinis dari suatu neoplasma ataupun keganasan.

11. Penyakit diare kronis adalah diare yang sekurang kurangnya telah berlangsung selama 3 minggu.

12. Alkoholik adalah orang yang mengkonsumsi alkohol secara rutin (wanita >

75 cc/ hari, pria > 200 cc/hari) dalam waktu ≥ 1 tahun.

13. Penyakit AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, yang ditegakkan dengan pemeriksaan ELISA (enzyme- linked imunosorbent assay).

14. Luka bakar yang luas adalah kerusakan / kehilangan jaringan sebesar 25%-40% pada orang dewasa yang diakibatkan sumber panas, suhu dingin yang tinggi, sumber listrik dan bahan kimiawi.

15. Psoriasis adalah penyakit autoimun yang kronis dan residif dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas, berskuama kasar dan berlapis-lapis serta transparan dengan dijumpai tetesan lilin, aupitz, koebner.

16. Kusta adalah infeksi kronis yang disebabkan Microbacterium leprae, ditandai satu dari tiga tanda kardinal yaitu: ruam kulit yang


(53)

hipopigmentasi/kemerahan disertai kurang/mati rasa yang jelas, gangguan fungsi saraf berupa paralisis, anastesia, kulit kering dan pecah-pecah disertai pemeriksaan BTA (+).

17. Akne vulgaris adalah suatu gangguan unit pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul dan nodul pada daerah populasi kelenjar sebasea yang paling padat yaitu wajah, dada bagian atas dan punggung.

18. Akrodermatitis enteropatika adalah gangguan kulit akibat defisiensi zinc

yang ditandai dengan erupsi kulit akral dan periorifial, alopesia, diare dan retardasi mental.

19. Fistula gastrointestinal adalah kelainan anatomi dimana dijumpai hubungan abnormal antara lambung dan usus sehingga terjadi malabsorbsi dengan gejala klinis berupa diare, malnutrisi, dehidrasi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologis dengan menggunakan zat kontras dan pemeriksaan endoskopi.


(54)

3.10. Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka Operasional

Pasien ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang dirawat Di Rindu A, Rindu B dan ICU RSUP H. Adam Malik yang

memenuhi kriteria inklusi & eksklusi

Kadar zinc plasma

Data dianalisis secara deskriptif

Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi& diagram batang berdasarkan umur, jenis kelamin dan jenis


(55)

3.11 Pengolahan dan Analisis data

1. Data yang terkumpul ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram batang.

2. Hasil dianalisis secara deskriptif.

3. 12 Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar zinc plasma terhadap 50 orang subyek penderita yang dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga April 2014. Semua subyek penelitian telah menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, penentuan jenis luka kronis (ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus) dan selanjutnya telah diambil sampel darah dari 50 orang subyek penelitian.

4.1 Karakteristik subyek penelitian

4.1.1 Karakteristik sampel penderita luka kronis

Dari seluruh penderita luka kronis terdiri atas ulkus diabetikum dan ulkus diabetikus yang tercatat dalam rekam medik sejak Agustus 2013 diperoleh 50 kasus dalam penelitian ini. Karakteristik subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi frekuensi kelompok usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan jenis luka kronis. yang dapat dilihat pada tabel 4.1.


(57)

Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Keterangan N %

Usia

 40 thn 8 16,0

> 40 thn 42 84,0

Total 50 100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 30 60,0

Perempuan 20 40,0

Total 50 100,0

Suku

Aceh 1 2,0

Alas 2 4,0

Batak 32 64,0

Jawa 12 24,0

Melayu 3 6,0

Total 50 100,0

Pendidikan

SD 13 26,0

SLTP 8 16,0

SLTA 19 38,0

Diploma 2 4,0

PT 8 16,0

Total 50 100,0

Pekerjaan

IRT 9 18,0

PNS 14 28,0

Polri 1 2,0

Swasta 6 12,0

Tidak Bekerja 2 4,0 Wiraswasta 18 36,0

Total 50 100,0

Status Perkawinan

Belum Menikah 3 6,0

Menikah 47 94,0

Total 50 100,0

Agama

Islam 26 52,0

Protestan 24 48,0

Total 50 100,0

Jenis luka kronis

ulkus diabetikum 27 54,0 ulkus dekubitus 23 46,0


(58)

4.1.2 Karakteristik sampel penderita ulkus diabetikum

Karakteristik subyek penelitian pasien ulkus diabetikum berdasarkan distribusi frekuensi kelompok usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan dapat dilihat pada tabel 4.2

.

Tabel 4.2 Data karakteristik sampel penelitian untuk ulkus diabetikum

Karakteristik Keterangan N %

Usia > 40 thn 27 100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 15 55,6

Perempuan 12 44,4

Total 27 100,0

Suku

Alas 1 3,7

Batak 17 63,0

Jawa 8 29,6

Melayu 1 3,7

Total 27 100,0

Pendidikan

SD 8 29,6

SLTP 5 18,5

SLTA 9 33,3

Diploma 1 3,7

PT 4 14,8

Total 27 100,0

Pekerjaan

IRT 6 22,2

PNS 8 29,6

Swasta 1 3,7

Wiraswasta 12 44,4

Total 27 100,0

Status Perkawinan Menikah 27 100,0 Agama

Islam 16 59,3

Protestan 11 40,7


(59)

Berdasarkan tabel 4.2. didapatkan seluruh penderita ulkus diabetikum dijumpai pada kelompok usia >40 tahun sebanyak 27 orang (100%). Pasien ulkus diabetikum yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 15 orang (55,6%) sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (44,4%). Latar belakang pendidikan dari penderita ulkus diabetikum yang terbanyak adalah SLTA sebanyak 9 orang (33,3%). Karakteristik subjek penelitian berdasarkan suku dijumpai yang terbesar pada penderita ulkus diabetikum adalah suku batak sebanyak 17 orang (63%). Berdasarkan jenis pekerjaan maka didapatkan hasil bahwa pada penderita ulkus diabetikum yang terbesar adalah wiraswsta sebanyak 12 orang (44,4%). Distribusi berdasarkan status pernikahan dan agama dijumpai seluruh penderita ulkus diabetikum sebanyak 27 orang (100 %) telah menikah dan beragama Islam sebanyak 16 orang (59,3%) sedangkan Protestan sebanyak 11 orang (40,7%).

4.1.3 Karakteristik sampel penderita ulkus dekubitis

Karakteristik subyek penelitian pasien ulkus dekubitus berdasarkan distribusi frekuensi kelompok usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan dapat dilihat pada tabel 4.3.


(60)

Tabel 4.3 Data karakteristik sampel penelitian untuk ulkus dekubitus

Karakteristik Keterangan N %

Usia

 40 thn 8 34,8

> 40 thn 15 65,2

Total 23 100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 15 65,2

Perempuan 8 34,8

Total 23 100,0

Suku

Aceh 1 4,3

Alas 1 4,3

Batak 15 65,2

Jawa 4 17,4

Melayu 2 8,7

Total 23 100,0

Pendidikan

SD 5 21,7

SLTP 3 13,0

SLTA 10 43,5

Diploma 1 4,3

PT 4 17,4

Total 23 100,0

Pekerjaan

IRT 3 13,0

PNS 6 26,1

Polri 1 4,3

Swasta 5 21,7

Tidak Bekerja 2 8,7

Wiraswasta 6 26,1

Total 23 100,0

Status Perkawinan

Belum Menikah 3 13,0

Menikah 20 87,0

Total 23 100,0

Agama

Islam 10 43,5

Protestan 13 56,5

Total 23 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan penderita ulkus dekubitus terbanyak pada kelompok usia >40 tahun sebanyak 15 orang (65,2%). Pasien ulkus dekubitus yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 15 orang (65,2%) sedangkan perempuan sebanyak 8 orang (34,8%). Latar belakang pendidikan dari penderita ulkus


(61)

dekubitus yang terbanyak adalah SLTA sebanyak 10 orang (43,5%). Karakteristik subjek penelitian berdasarkan suku dijumpai yang terbesar pada penderita ulkus diabetikum adalah suku batak sebanyak 15 orang (65,2%). Berdasarkan jenis pekerjaan maka didapatkan hasil bahwa pada penderita ulkus dekubitus yang terbesar adalah wiraswsta dan PNS sebanyak masing-masing 6 orang (26,1%). Distribusi berdasarkan status pernikahan dan agama dijumpai penderita ulkus dekubitus sebanyak 20 orang (87,0%) telah menikah dan beragama Islam sebanyak 10 orang (43,5%) sedangkan Protestan sebanyak 13 orang (56,5%).

4.2. Kadar zinc plasma berdasarkan kelompok umur

4.2.1 Kadar zinc plasma pada penderita luka kronis berdasarkan kelompok umur

Hasil analisis deskriptif kadar zinc plasma pada penderita luka kronis berdasarkan kelompok umur mencakup seluruh subjek penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang terbagi atas kelompok umur  40 tahun dan > 40 tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4. Kadar zinc plasma penderita luka kronis berdasarkan kelompok umur

Umur N %

Kadar ZincPlasma μg/L

Mean Median

Std. Deviation

40 8 16 109,66 114,79 16,155

>40 42 84 110,89 114,85 13,58


(1)

SELECT CASE ULKUS DIABETIKUM

Umur

zinc Umur3

N Valid 27 27

Missing 0 0

Mean 113,3133 2,00

Median 116,9200 2,00

Std. Deviation 11,99770 ,000

Jenis kelamin

zinc

sex2 = 1 (FILTER)

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 122,5840 1,00

Median 122,8700 1,00

Std. Deviation 4,51190 ,000

zinc

sex2 = 2 (FILTER)

N Valid 12 12

Missing 0 0

Mean 101,7250 1,00

Median 102,7150 1,00

Std. Deviation 7,11534 ,000

zinc sex2

N Valid 27 27

Missing 0 0

Mean 113,3133 1,44

Median 116,9200 1,00

Std. Deviation 11,99770 ,506

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 15 55,6 55,6 55,6

perempuan 12 44,4 44,4 100,0

Total 27 100,0 100,0


(2)

ULKUS DEKUBITUS

Umur

zinc

Umur3 = 1 (FILTER)

N Valid 8 8

Missing 0 0

Mean 109,6638 1,00

Median 114,7900 1,00

Std. Deviation 16,15558 ,000

zinc

Umur3 = 2 (FILTER)

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 106,5393 1,00

Median 111,8600 1,00

Std. Deviation 15,53008 ,000

zinc Umur3

N Valid 23 23

Missing 0 0

Mean 107,6261 1,65

Median 111,8600 2,00

Std. Deviation 15,45451 ,487

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <= 40 thn 8 34,8 34,8 34,8

> 40 thn 15 65,2 65,2 100,0

Total 23 100,0 100,0


(3)

Jenis kelamin

zinc

sex2 = 1 (FILTER)

N Valid 15 15

Missing 0 0

Mean 118,1393 1,00

Median 120,7300 1,00

Std. Deviation 5,62628 ,000

zinc

sex2 = 2 (FILTER)

N Valid 8 8

Missing 0 0

Mean 87,9138 1,00

Median 88,2950 1,00

Std. Deviation 2,53019 ,000

zinc sex2

N Valid 23 23

Missing 0 0

Mean 107,6261 1,35

Median 111,8600 1,00

Std. Deviation 15,45451 ,487

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 15 65,2 65,2 65,2

perempuan 8 34,8 34,8 100,0

Total 23 100,0 100,0


(4)

Lampiran 5

DATA PENDERITA ULKUS DIABETIKUM DAN ULKUS DEKUBITUS DAN KADAR

ZINC

PLASMA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NO NO RM

NAMA PENDERITA

JENIS KELAMIN

UMUR

(THN) SUKU PENDIDIKAN PEKERJAAN S. PERNIKAHAN AGAMA

JENIS LUKA KRONIS

KADAR ZINC PLASMA

(μg/dl) 1 504021 HS P 50 Batak Diploma PNS Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 97,65 2 239905 AS L 59 Batak SLTA PNS Menikah Islam Ulkus Diabetikum 127,64 3 388103 SG L 55 Batak SLTA PNS Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 116,92

4 397563 DK L 59 Jawa PT Swasta Menikah Islam Ulkus Dekubitus 120,73 5 462892 WG P 51 Jawa SD IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 101,54 6 483124 PH L 53 Batak SLTA PNS Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 122,78 7 495809 ERN P 48 Batak PT PNS Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 108,67

8 500668 NL P 51 Batak SLTA IRT Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 89,82 9 511218 RS L 57 Batak SLTA PNS Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 123,64 10 512110 AL L 52 Batak SLTP Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 111,86 11 554005 NM L 59 Jawa Diploma PNS Menikah Islam Ulkus Dekubitus 87,90 12 571739 AM P 54 Jawa SLTP IRT Menikah Islam Ulkus Dekubitus 91,66 13 573468 NN P 36 Batak SD Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 85,87 14 580095 FD L 48 Melayu SLTA Swasta Menikah Islam Ulkus Dekubitus 120,95 15 582653 DJ L 55 Alas SD PNS Menikah Islam Ulkus Dekubitus 110,77 16 584385 RA L 57 Batak SLTA PNS Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 120,92 17 584814 BK L 50 Batak SLTA Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 112,88 18 585284 JB L 25 Batak SLTA Tidak Bekerja Belum Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 119,81 19 585565 TP L 30 Batak SD Tidak Bekerja Belum Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 108,73 20 585930 HR L 40 Melayu SLTP Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Dekubitus 119,74 21 586100 SB L 54 Batak SLTP Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 132,87 22 586438 AR P 56 Batak SD Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 104,86 23 586994 OS L 58 Batak SLTA Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 118,75

24 587129 ES L 50 Batak SLTP Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 116,82 25 587312 TM P 49 Jawa SD IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 87,93


(5)

NO NO RM

NAMA PENDERITA

JENIS KELAMIN

UMUR

(THN) Suku Pendidikan Pekerjaan S. Pernikahan Agama

JENIS LUKA KRONIS

KADAR ZINC PLASMA

(μg/dl) 26 587312 TG L 55 Batak PT PNS Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 123,76 27 593243 PG L 46 Batak SLTP Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 118,94 28 588108 SD P 55 Jawa SD Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 107,63

29 588437 JT L 49 Batak PT Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 125,49 30 588561 MG L 51 Batak SMA PNS Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 122,84 31 588584 RP L 38 Batak SD Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Dekubitus 122,74 32 588775 MS P 45 Batak PT PNS Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 84,93 33 588894 ZN L 47 Batak SLTA Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 122,85 34 588903 SY P 59 Melayu PT PNS Menikah Islam Ulkus Diabetikum 90,48 35 589081 DL P 46 Batak SLTA Swasta Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 88,69 36 593128 AT L 51 Batak SLTA Swasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 123,80 37 589540 HD P 44 Batak SLTA IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 103,76 38 590259 SH P 59 Jawa SLTP IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 101,67 39 590510 AK P 53 Jawa SD Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 108,72 40 590807 SG L 52 Jawa SLTP Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 117,84 41 591574 TA L 55 Jawa SD Wiraswasta Menikah Islam Ulkus Diabetikum 122,87 42 591581 SA P 46 Jawa SD IRT Menikah Islam Ulkus Dekubitus 89,72 43 591705 PS L 53 Batak SLTA Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 121,64 44 591790 RM P 53 Jawa SD IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 98,06 45 592776 IG L 46 Batak SLTA Wiraswasta Menikah Protestan Ulkus Diabetikum 119,80 46 597595 AZ L 58 Batak SLTA PNS Menikah Islam Ulkus Diabetikum 126,77

47 586545 MS L 39 Batak PT Polri Menikah Protestan Ulkus Dekubitus 125,86

48 594812 RN P 36 Aceh PT Swasta Menikah Islam Ulkus Dekubitus 84,72 49 595621 KO L 23 Batak SLTA Swasta Belum Menikah Islam Ulkus Dekubitus 109,84 50 594116 MS P 51 Alas SD IRT Menikah Islam Ulkus Diabetikum 109,73


(6)