STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1988 K/PDT/2009 TENTANG PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA RETRIBUSI PANGKALAN PENGANGKUTAN BARANG ANTARA CV USAHA PUTRA INDONESIA DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BATA.
ABSTRAK
Raditya
110110080351
Tugas Akhir ini mengangkat permasalahan tentang adanya
pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi
yang menyatakan bahwasanya perjanjian kerjasama pihak swasta dengan
Pemerintah yang telah berlangsung setengah jalan dari waktu yang telah
ditentukan didalam perjanjian tersebut, sudah tidak berkekuatan hukum
lagi karena adanya Instruksi Gubernur sebagai peraturan baru yang terkait
dan dikategorikan sebagai suatu keadaan memaksa atau overmacht.
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana pihak debitur tidak
dapat memenuhi dan/atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya
perikatan yang telah disepakati yang disebabkan oleh hal-hal tidak
terduga, namun hal tersebut harus ada itikad baik terlebih dahulu untuk
memenuhi perikatan tersebut dan keadaan tersebut haruslah tidak
disengaja. Oleh karenanya menjadi hal yang menarik untuk dianalisis
lebih lanjut mengenai batas-batas yang dapat dikatakan sebagai keadaan
memaksa/overmacht dimana hal tersebut tidak diatur dengan jelas
didalam undang-undang.
Penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif,
dengan spesifikasi penelitian deskriptif-analitis yang bertujuan untuk
menganalisis kaitan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan teori-teori hukum dengan praktik pelaksanaan yang menyangkut
permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang kemudian dianalisis
dengan metode normatif kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penyusunan studi kasus ini
menunjukkan bahwa, pertama pertimbangan majelis hakim MA pada
tingkat kasasi yang menyatakan setuju dengan judex facti dalam
mengkategorikan perjanjian tersebut sebagai keadaan memaksa telah
sesuai dengan asas-asas hukum perjanjian, karena perubahan
perundang-undangan adalah hal yang tidak dapat dikendalikan oleh
kedua belah pihak; kedua hakim belum dapat dikatakan telah mencapai
suatu keadilan, karena hakim menyatakan perjanjian tersebut sudah tidak
berkekuatan hukum lagi, namun hakim tidak memperhatikan hak dan
kewajiban serta mengembalikan keadaan seperti sebelum diadakannya
perjanjian.
iv
Raditya
110110080351
Tugas Akhir ini mengangkat permasalahan tentang adanya
pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi
yang menyatakan bahwasanya perjanjian kerjasama pihak swasta dengan
Pemerintah yang telah berlangsung setengah jalan dari waktu yang telah
ditentukan didalam perjanjian tersebut, sudah tidak berkekuatan hukum
lagi karena adanya Instruksi Gubernur sebagai peraturan baru yang terkait
dan dikategorikan sebagai suatu keadaan memaksa atau overmacht.
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana pihak debitur tidak
dapat memenuhi dan/atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya
perikatan yang telah disepakati yang disebabkan oleh hal-hal tidak
terduga, namun hal tersebut harus ada itikad baik terlebih dahulu untuk
memenuhi perikatan tersebut dan keadaan tersebut haruslah tidak
disengaja. Oleh karenanya menjadi hal yang menarik untuk dianalisis
lebih lanjut mengenai batas-batas yang dapat dikatakan sebagai keadaan
memaksa/overmacht dimana hal tersebut tidak diatur dengan jelas
didalam undang-undang.
Penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif,
dengan spesifikasi penelitian deskriptif-analitis yang bertujuan untuk
menganalisis kaitan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan teori-teori hukum dengan praktik pelaksanaan yang menyangkut
permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang kemudian dianalisis
dengan metode normatif kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penyusunan studi kasus ini
menunjukkan bahwa, pertama pertimbangan majelis hakim MA pada
tingkat kasasi yang menyatakan setuju dengan judex facti dalam
mengkategorikan perjanjian tersebut sebagai keadaan memaksa telah
sesuai dengan asas-asas hukum perjanjian, karena perubahan
perundang-undangan adalah hal yang tidak dapat dikendalikan oleh
kedua belah pihak; kedua hakim belum dapat dikatakan telah mencapai
suatu keadilan, karena hakim menyatakan perjanjian tersebut sudah tidak
berkekuatan hukum lagi, namun hakim tidak memperhatikan hak dan
kewajiban serta mengembalikan keadaan seperti sebelum diadakannya
perjanjian.
iv