PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MODEL TPS PADA SISWA KELAS VA SDN TAMBAKAJI 04 SEMARANG

(1)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA

MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MODEL TPS

PADA SISWA KELAS VA SDN TAMBAKAJI 04 SEMARANG

PROPOSAL PTK

Oleh

Maria Kresna Diana Bolo 1401511015

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

1. JUDUL PENELITIAN

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Pendekatan Scientific dan Model TPS pada Siswa Kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang

2. BIDANG KAJIAN Strategi Pembelajaran 3. PENDAHULUAN

3.1 Latar belakang Masalah

Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 2), berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 pasal 19 dinyatakan bahwa “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.

Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dinyatakan bahwa “Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah”. Untuk bisa melakukan kegiatan pembelajaran IPA yang diamanatkan oleh permendiknas nomor 22 tahun 2006, guru harus mampu melaksanakan pembelajaran PAIKEM, dengan kata lain guru IPA dituntut untuk lebih cerdas dan kreatif dalam memilih strategi atau model pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Kita harus memahami bahwa setiap siswa memiliki cara yang unik untuk memahami sesuatu atau untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

Tetapi fakta di lapangan, pembelajaran IPA belum dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. IPA sebagai suatu penopang pembelajaran memiliki permasalahan tersendiri yang ikut andil menjadi sebuah problematika wajah pendidikan tanah air. Permasalahan ini seolah membuka tabir sejarah pendidikan yang tak pernah


(3)

berubah seiring kemajuan dan perubahan kurikulum. Oleh Choiri mengatakan bahwa banyak permasalahan pembelajaran IPA yang diangkat ke media tanpa adanya inovasi pembelajaran di kelas. Guru tidak melibatkan siswa selama proses pembelajaran. Hal ini membuat siswa tidak aktif selama pembelajaran. Akibatnya siswa tidak benar-benar memahami materi yang disampaikan guru. Selain itu pemberian materi pun harus diperhatikan, hal ini untuk menghindari kesalahan/kekurangan penerimaan konsep pada anak dengan benar dengan memperhatikan psikologi anak yang dimulai dari pembukaan, sampai evaluasi di akhir pembelajaran pertama ini. Pembelajaran bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah memahami dan dirasakan lebih bernilai, maksudnya lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.

Permasalahan pembelajaran IPA tersebut juga terjadi di kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang. Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang diperoleh menunjukan kualitas pembelajaran IPA perlu peningkatan. Dari hasil pengamatan aktivitas siswa,siswa kurang berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran karena guru hanya menerapkan metode ceramah, hal ini menyebabkan siswa pasif di dalam mengikuti pembelajaran. Keaktifan siswa tidak berkembang karena pengetahuan yang mereka dapatkan hanya dari guru. Siswa kurang termotifasi untuk mengikuti pembelajaran, hal ini terlihat dari sebagaian siswa yang tidak konsentrasi mengikuti pembelajaran. Guru tidak memfasilitasi siswa dengan media yang mendukung penyampaian materi pembelajaran. Hal ini membuat siswa sulit memahami konsep yang disampaikan guru. Kondisi pembelajaran dikelas kurang kondusif karena model pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan keadaan siswa. Guru lebih menerapkan metode ceramah sehingga membuat siswa aktif dan hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru. Karena itu pada saat proses pembelajaran ada siswa yang tidak memperhatikan guru dan cnderung bermain sendiri dengan teman sebangkunya. Beberapa permasalahan pembelajaran diatas menyebabkan hasil belajar siswa masih rendah.

Didukung dari data hasil belajar siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 nilai yang didapat masih dibawah KKM. Diperoleh data 60% (21 dari 35) siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang masih mengalami kesulitan dalam memahami matapelajaran IPA.

Berdasarkan analisis masalah yang telah dilakukan dan diskusi bersama tim kolaborator peneliti menetapkan alternatif tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA, yaitu model pembelajaran yang inovatif yang bisa melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran dan menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa untuk


(4)

memecahkan masalah sendiri. Adapun alternatif tindakan yang dipilih adalah penerapan pendekatan Scientific dan model pembelajaran TPS (Think Pair Share). Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004). Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented). Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) menurut Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut: 1) Tahap 1 : Thingking (berpikir), Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. 2) Tahap 2 : Pairing, Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3) Tahap 3 : Sharing, guru meminta kepada salah satu kelompok untuk berbagi dengan seluruh siswa dikelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif jika dilakukan secara bergiliran sehingga semua pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Menurut Lie (2008, 86) menyatakan kelebihan TPS adalah : a) meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran, b) meningkatkan daya pikir siswa, c) memberikan lebih banyak waktu pada siswa untuk berpikir, d) mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep sulit karena siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah, e) pengawasan guru terhadap anggota kelompok lebih mudah karena hanya terdiri dari 2 orang.

Dalam pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran Think Pair Share diharapkan siswa dapat lebih aktif dan kreatif saat mengikuti proses pembelajaran, siswa seluruhnya berpartisipasi dalam pembelajaran. Mereka dapat memecahkan masalah dan mencari pengetahuan sendiri tanpa harus menunggu guru. Kualitas pembelajaran yang dihasilkan juga dapat meningkat bila dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TSP).


(5)

Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Pendekatan Scientific dan Model TPS pada Kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang”. 3.2 Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

3.2.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang ?

Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1. Apakah dengan menggunakan pendekatan scientific dan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan keterampilan guru di kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang ?

2. Apakah dengan menggunakan pendekatan scientific dan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan aktifitas siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang ?

3. Apakah dengan menggunakan pendekatan scientific dan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang ?

3.2.2 Pemecahan masalah

Pendekatan Scientific Model TPS Langkah pendekatan

scientific dengan model TPS

Langkah-langkah pendekatan scientific adalah sebagai berikut :

1. Mengamati (Observing) Melihat, Membaca, Mendengar, Meraba, Mencium, Mencicip 2. Menanya (Questioning)

o Menanya

o Memberi umpan balik

o Mengungkap-kan 3. Menalar (Associating)

o Berpikir kritis

o Menarik kesimpulan

o Mendialogkan

o Mengkomunikasikan 4. Mencoba (Experimenting)

o Simulasi

o Eksperimen 5. Membuat jejaring

o Presentase

Langkah-langkah TPS menurut Kunandar (2009:367) sebagai berikut:

1) Langkah 1: Berpikir (Thinking), yaitu guru mengajukan

pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut

2) Langkah 2:

Berpasangan (Pairing), yakni guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang

Langkah-langkah dalam pembelajaranThink Pair Share pada umumnya adalah: 1) Pra pembelajaran

Fase1: Persiapan

a) Mempersiapkan media gambar yang akan digunakan dalam pembelajaran

b)Memeriksa peralatan penyaji, bahan belajar dan sarana penunjangnya. c) Pengkondisian kelas

(mengatur ruangan, tempat duduk siswa dan peralatan penyaji)

2) Pendahuluan Fase2: kegiatan awal (mengamati)


(6)

dipikirkan.

3) Langkah 3: Berbagi (Sharing), yakni guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara

keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan.

Pendapat di atas dipertegas lagi oleh Nurhadi (2004:67) yaitu:

1) Berpikir (thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran kemudian siswa diberikan waktu satu menit untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. 2) Berpasangan (pairing),

yaitu guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. 3) Berbagi ( sharing),

dimana guru meminta pasangan- pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan.

Sedangkan sintak-sintak TPS menurut Suyatno (2009:54) adalah:

Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja

b)Guru menjelaskan tentang pembelajaran TPS

c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran ( kompetensi dasar dan indikator)

d)Memotivasi siswa 3) Kegiatan inti Fase 3: Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran TPS Langkah pertama

a) Guru menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. (menalar) b) Siswa memperhatikan

gambar dan

mendengarkan dengan aktif penjelasan dan pertanyaan dari guru. (Mengamati)

Langkah kedua

c) Berpikir : siswa berpikir secara individual.

(Menalar)

d) Guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memikirkan

jawaban dari permasalahan yang disampaikan oleh guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil

pemikiran masing-masing. (Menalar)

Langkah ketiga

e) Berpasangan : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan.

(Membuat jejaring) f) Guru mengorganisasikan


(7)

kelompok dengan cara berpasangan sebangku- sebangku (Think- pair), presentasi kelompok (share), kuis

individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. Kemudian dijelaskan oleh Buchari (2009:91) sintak- sintak TPS sebagai berikut: Pertanyaan diajukan

untuk keseluruhan kelas, lalu setiap siswa memikirkan

jawabanya, kemudian siswa dibagi

berpasangan dan diskusi. Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan berbagai pemikiran dengan seluruh kelas.

siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja

kelompoknya.

Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sebagai lembar kerja, kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok. (mengamati, menalar, membuat jejaring) Langkah keempat

g) Berbagi : siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.

h) Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Individu/kelompok yang lain diberi

kesempatan untuk

bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut. (membuat jejaring)

i) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan, dan memberikan pujian bagi kelompok yang berhasil baik dan memberi semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada). 4) Kegiatan akhir Fase 4 : Penutup

a) Dengan bimbingan guru siswa membuat simpulan


(8)

dari materi yang telah didiskusikan.

b) Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.

c) Siswa diberi PR dari buku paket/LKS, atau

mengerjakan ulang soal evaluasi

3.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah :

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Kota Semarang.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran TPS.

2. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA dengan model pembelajaran TPS.

3. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami materi IPA menggunakan model pembelajaran TPS.

3.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan pembelajaran selanjutnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

3.4.1 Manfaat teoritis

1. Sebagai fakta tentang penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan kualitas pemblajaran IPA kelas V.

2. Sebagai referensi atau sebagai bahan masukan untuk kegiatan-kegiatan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.

3.4.2 Manfaat praktis 3.4.2.1 Siswa

a) Meningkatkan motivasi untuk belajar IPA.

b) Memfasilitasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran IPA.


(9)

c) Meningkatkan kemapuan siswa untuk lebih berpikir kritis dan ilmiah dalam memecahkan masalah.

d) Memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan masuk dalam ingatan jangka panjang.

3.4.2.2 Guru

a) Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi guru tentang model pembelajaran Think Pair Share.

b) Menambah pengetahuan dan pengalaman guru utnutk melaksanakan pembelajaran yang inovatif dan merangsang ketertarikan siswa dalam pembelajaran

c) Meningkatkan keterampilan guru dalam mengatasi dan menghadapi permasalahan dalam proses pembelajaran.

d) Sebagai bahan refleksi bagi guru terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

e) Dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan.

3.4.2.3 Sekolah

a) Digunakan sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.

b) Meningkatkan semangat kerja sehingga menumbuhkan kerjasama positif antar guru dan memberikan dampak posifit pada kualitas pembelajaran di sekolah. 4. KAJIAN PUSTAKA

4.1 Kajian Teori 4.1.1. Hakikat Belajar

Hakikat belajar pada dasarnya, belajar ialah merupakan masalah dari setiap orang. Dengan belajar maka nilai, sikap, tingkah, laku, semua perbuatan manusia terbentuk, kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, keterampilan, disesuaikan & dikembangkan. Oleh sebab itu, banyak ahli yg telah mencoba memberikan definisi –definisi mengenai belajar. Dalam proses belajar merupakan suatu proses dari berubahnya bentuk tingkah laku tertentu yg secara relatif permanen, perubahan akan tingkah laku tersebut hendaknya bukan hanya sekedar disebabkan oleh proses pertumbuhan fisik saja dan maupun juga bukan karena disebab kan perubahan kondisi fisik yg sifatnya temporer.


(10)

Pendapat Rusman dkk belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagaian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu kativitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktifitas yang bersifat psikologis yaitu katifitas yang merupakan proses mental, misalnya aktifitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, membandingkan, menganalisis dan sebgainya. Sedangkan aktifitas yang bersifat fisiologis yaitu aktifitas yang merupakan proses penerapan atau praktik misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, membuat karya. B.F. Skiner dalam Nabisi Lapono (2008 : 5) bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang belajar dan perilakun diubah oleh kondisi lingkungan.

Menurut Gagne (1984) dalam siddiq ddk (2008 :1-4), bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (lihat Winataputra dkk, 1997, 2.3). Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: proses, perubahan perilaku dan pengalaman.

a. Proses

Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan.

Seorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaanya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Guru melihat dari kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan siswa, contohnya: siswa bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, diskusi, memecahkan soal matematika, melaporkan hasil kerja, membuat rangkuman, dan sebagainya. Itu semua adalah gejala yang nampak dari aktivitas mental dan emosional siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari adanya aktivitas mental (berpikir dan merasakan). Bagaimana bila siswa hanya duduk saja pada saat guru menjelaskan pelajaran? Apakah dapat dikategorikan sebagai belajar? Jawabnya adalah,

apabila siswa tersebut duduk sambil menyimak penjelasan guru, maka dapat diktegorikan sebagai belajar. Tetapi apabila siswa hanya duduk sambil pikiran dan perasaannya melayang-lanyang atau melamun diluar pelajaran yang dijelaskan guru, maka siswa tersebut tidak sedang belajar, tetapi sedang melamun. Tetapi perlu dicatat, bahwa belajar tidak hanya dengan mendengarkan

penjelaskan guru saja (tidak harus ada yang mengajar), karena belajar dapat dilakukan siswa dengan berbagai macam cara dan kegiatan, asal terjadi interaksi


(11)

guru, mencoba sendiri, mendiskusikan dengan teman, melakukan eksperimen, memecahkan persoalan, mengerjakan soal, membaca sendiri dan sebagainya. Belajar hendaknya melakukan aktivitas mental pada kadar yang tinggi. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat. (Arief Sadiman, 1986;1)

b. Perubahan Perilaku

Hasil belajar akan nampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilanya bertambah, dan penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku karena factor kematangan, karena lupa, karena minum minuman keras bukan termasuk sebagai hasil belajar, karena bukan perubahan dari hasil pengalaman (berinteraksi dengan lingkungan), dan tidak terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Domain kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension), menerapkan (application), menganalisis (analysis), mensintesis (synthesis), dan mengevaluasi (evaluation). Domain afektif berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia, yaitu kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang. Domain psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan pisik). Pada Pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang ingin dicapai ini dapat dirumuska dalam bentuk tujuan pembelajaran atau rumusan kompetensi yang ingin dicapai dengan segala indikatornya. Contoh rumusan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran: “Siswa dapat mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk pecahan decimal dan mengurutkannya” Kata dapat mengubah merupakan perilaku hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran.

c. Pengalaman

Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan pisik maupun lingkungan social. Lingkungan pisik adalah lingkungan di sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun dalam bentuk hasil ciptaan manusia (cultural). Macam-macam ligkungan pisik yang bersifat natural antara lain pantai, hutan, sungai, udara, air, dan sebagainya. Bersifat cultural adalah buku, media pembelajaran, gedung sekolah, perabot sekolah,


(12)

dan sebagainya. Adapun lingkungan social siswa diantaranya guru, orang tua, pustakawan, pemuka masyarakat, kepala sekolah, dsb. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang merangsang / menantang siswa untuk belajar. Apalagi bagi siswa SD yang perkembagan intelektualnya masih mebutuhkan alat peraga. Semua lingkungan yang diperlukan untuk belajar siswa ini didesain secara integral akan menjadi bahan belajar dan pembelajaran yang efektif. Belajar dapat dilakukan melalui pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Siswa yang melakukan eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman langsung. Sedang siswa belajar dengan mendengarkan penjelasan guru atau membaca buku adalah contoh belajaran melalui pengalaman tidak langsung.

4.1.1.2 Unsur- Unsur Belajar

Menurut Gagne (dalam Rifai dan Anni, 2009:84) unsur-unsur dalam belajar yang saling berkaitan sehingga menghasilkan perubahan perilaku adalah sebagai berikut.

a. Peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik, warga belajar, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh peserta didik diorganisir di dalam syaraf dan ada beberapa rangsangan yang disimpan di dalam memori. Kemudian memori tersebut diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat di amati seperti gerakan syaraf atau otot dalam merespon stimulus. b. Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang pengindraan pembelajar disebut

situasi stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

c. Memori. Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.

d. Respon. Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada di dalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulud tersebut

Dari uraian diatas dapat diuraikan keempat unsur tersebut saling berkaitan satu sam lain. Peserta didik dalam mengalami kegiatan belajar akan mendapatkan stimulus dengan isi memori pesan dari pengalaman belajar yang nantinya akan merangsang interaksi didalam diri peserta didik yang menyebabkan perubahan tingkah laku dari waktu sebelum dan setelah


(13)

adanya stimulus tersebut.perubahan perilaku tersebut menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

4.1.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Anni (2006:14) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar yakni kondisi internal dan eksternal pembelajar. Kondisi internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual dan emosional, kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Sedangkan kondisi internal pembelajar antara lain meliputi variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar. Slameto (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Menurut Slameto (2010) Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor-faktor internal ini antara lain: 1) faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan faktor bentuk fisik; 2) faktor psikologis yaitu keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar, yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; 3) faktor kelelahan juga menjadi penentu dalam pembelajaran dimana kelelahan mencakup kelelahan fisik dan mental .

b. Faktor Eksternal

Menurut Slameto (2010) faktor eksternal yang mempengaruhi belajar antara lain: 1) faktor keluarga, faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua, dan latar belakang keluarga; 2) faktor sekolah, dimana faktor sekolah terdiri dari metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah; 3) faktor masyarakat, faktor ini terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Dari Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Masing-masing faktor tersebut berpengaruh dalam proses belajar siswa dan perlu dukungan positif terhadap masing-masing faktor agar dapat menunjang siswa dalam proses pembelajaran. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis siswa. Faktor fisiologis adalah faktor yang berasal dari kondisi fisik siswa, sedangkan faktor psikologis berasal dari emosi dan kondisi kejiwaan


(14)

siswa. Faktor eksternal berasal dari lingkungan siswa. Pembelajaran yang baik haruslah memperhatikan faktor-faktor tersebut demi optimalnya potensi belajar.

4.1.2 Hakikat Pembelajaran 4.1.2.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran menurut Hardini dan Puspitasari (2012:10) merupakan suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru unuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi, pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Menurut Hamalik (2003:57) bahwa pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Beberapa hal yang terkait teori pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Teori pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan cara belajar siswa dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia masuk ke sekolah.

b. Teori ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. c. Teori pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal.

d. Teori pembelajaran terkait dengan penghargaan dan hukuman. Teori pembelajaran menurut konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuanya sendiri, bukan serta merta pendidik yang selalu menjadi senter penerang dikala gelap melanda.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Hakekat pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencipatakan tindakan atau kegiatan yang bertujuan tarcapainya tujuan pembelajaran

Menurut Mudhofir (1987; 30) dalam Siddiq dkk (2008; 1-9) pada garis besarnya ada empat pola pembelajaran. Pertama, pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga. Pola pembelajaran ini sangat tergantung pada kemampuan guru dalam mengingat bahan pembelajaran dan menyampaikan bahan tersebut secara lisan kepada siswa. Kedua, pola (guru + alat Bantu) dengan siswa. Pada Pola pembelajaran ini guru sudah dibantu oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam menjelaskan dan meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak. Ketiga pola (guru) + (media) dengan siswa. Pola pembelajaran ini sudah mempertimbangkan keterbatasan guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar. Guru dapat memanfaatkan berbagai media pembelajaran sebagai sumber belajar yang dapat


(15)

menggantikan guru dalam pembelajaran. Jadi pola ini pola pembelajaran bergantian antara guru dan media dalam berinteraksi dengan siswa. Konsekuensi pola pembelajaran ini adalah harus disiapkan bahan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Dan keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan. Berdasarkan pola-pola pembelajaran tersebut di atas maka membelajarkan itu tidak hanya sekedar mengajar (seperti pola satu), karena membelajarkan yang berhasil harus memberikan banyak perlakuan kepada siswa. Peran guru dalam pembelajaran lebih dari sekedar sebagai pengajar (informator) belaka, akan tetapi guru harus memiliki multi peran dalam pembelajaran. Dan agar pola pembelajaran yang diterapkan juga dapat bervariasi, maka bahan pembelajarannya harus dipersiapkan secara bervariasi juga.

Menurut Adams & Dickey (dalam Oemar Hamalik, 2005: 123-126) (dalam Siddiq dkk, 2008; 1-10), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:

1. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor) 2. Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor) 3. Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)

4. Guru sebagai pribadi (teacher as person) 4.1.2.2 Komponen-komponen Pembelajaran

Menurut Djamarah, Syaiful dan Zain (2006:41), dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa komponen pembelajaran yang meliputi:

a. Tujuan

Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan memiliki jenjang dari yang luas dan umum sampai kepada yang sempit/khusus. Adanya tujuan yang tepat mempermudah pemilihan materi pelajaran dan pembuatan alat evaluasi. Adanya tujuan yang tepat dan yang diketahui siswa, memberi arah yang jelas dalam belajarnya. (Suryosubroto, 2009:102)

b. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan pelajaran menurut Arikunto (dalam Djamarah, Syaiful dan Zain, 2006:43) merupakan unsur inti yang ada didalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran. Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan. c. Kegiatan Pembelajaran


(16)

Menurut Kusnandar (2007:252), kegiatan pembelajaran adalah bentuk atau pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai medianya. Dalam interaksi tersebut siswa lebih aktif bukan guru, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator.

d. Metode

Metode merupakan komponen pembelajaran yang banyak menentukan keberhasilan pengajaran. Guru harus dapat memilih, mengkombinasikan serta mempraktekkan berbagai cara penyampaian bahan yang disesuaikan dengan situasi.

e. Alat

Alat adalah sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Alat mempunyai fungsi yaitu sebagai perlengkapan, sebagai pembantu mempermudah usaha pencapaian tujuan, dan alat sebagai tujuan.

f. Sumber Pelajaran

Sumber pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana pengajaran terdapat atau sumber belajar seseorang. Sedangkan sumber belajar menurut Mulyasa (2009:159), adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan.

g. Evaluasi

Evaluasi menurut Davies (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:190), adalah proses sederhana dalam memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Hasil dari evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam meningkatkan kualitas mengajar maupun kuantitas belajar siswa.

4.1.3 Teori Belajar 4.1.3.1 Teori Piaget

Piaget membagi perkembangan belajar terdiri dari beberapa stadium atau tahap perkembangan kognisi (dalam Winataputra, dkk 2007:3.40) yaitu :

a. Tahap sensomotorik/instingtif ( 0-2 tahun)

Tahap ini merupakan tahap dimana anak mengatur sensorinya (indranya) dan tindakan-tindakanya. Pada tahap ini anak mempunyai konsepsi tentang objekobjek secara


(17)

permanen. Artinya anak belum dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau didengar.

b. Tahap pra-operasional/intuitif ( 2-7 tahun)

Dalam tahap ini bermula pada saat anak telah memahami objek-objek secara sempurna, artinya anak sudah mempunyai kesadaran akan eksistensi suatu benda yand ada atau bisa ada walaupun benda tersebut sudah tidak dilihat atau didengarnya lagi. Dalam peride ini anak juga memiliki kemampuan berbahasa mulai mengunakan kata-kata yang tepat mengekspresikan kalimat-kalimat pendek yang logis.

c. Tahap konkret operasional ( 7 – 11 tahun)

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat berpikir rasional. Namun kemampuan berpikir intuitifnya seperti pada masa praoperasional tidak hilang sampai anak memasuki masa remaja. Dalam tahap ini anak dapat mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu kedalam sistem pemikiranya sendiri sehingga ia mampu mengambil keputusan secara logis.

d. Tahap formal operasional ( 11 tahun ke atas)

Tahap ini dikatakan terjadi pada anak yang mulai beranjak dewasa. Pada tahap ini anak menggunakan operasi konkretnya untuk membentuk opersai yang lebih kompleks. Pada tahap ini pola pikir anak juga mulai berubah ia sudah mulai asyik dengan konsep-konsep abstrak seperti keadilan, ideal, tangung jawab, dll.

Berdasarkan tahap perkembangan belajar diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan belajar yang tepat untuk anak sekolah dasar adalah tahap operasional konkret karena pada tahap ini siswa disajikan contoh secara konkret atau dengan alat peraga sehingga pengetahuan siswa akan terbentuk dengan baik.

4.1.3.2 Teori Konstruktivisme

Menurut Trianto (2010:28) menyatakan bahwa teori konstrutivis merupakan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan bahwa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa


(18)

menjadi sadar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Nur (dalam Trianto, 2010:28)

4.1.4 Kualitas Pembelajaran

Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Menurut Etzioni dalam Hamdani (2011:194), efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi juga dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasarannya atau suatu tingkatan terhadap tujuan yang dicapai. Sementara menurut Slavin, belajar dapat pula diartikan sebagai perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Dengan demikain, yang dimaksud dengan efektifitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi peserta didik yang bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama pendidik yang profesional.(dalam Rifa i dan Anni 2009:81). Dalam Depdiknas‟

(2004:7) indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dari perilaku pembelajaran dosen atau pendidik guru, perilaku dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, masing-masing indikator tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Perilaku pembelajaran guru

Perilaku pembelajaran guru dapat dilihat dari kinerjanya sebagai berikut, antara lain: (1) membangun sikap positif siswa terhadap belajar dan profesi, (2) menguasai disiplin ilmu (3) guru perlu memahami keunikan siswa, (4) menguasai pengelolaan pembelajaran yang mendidik, dan (5) Mengembangkan kepribadian dan keprofesionalan.

b. Perilaku dan dampak belajar siswa

Perilaku dan dampak belajar siswa dapat dapat dilihat kompetensi sebagai berikut, antara lain: (1) Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar, (2) mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan serta membangun sikapnya, (3) mampu dan mau memperluas serta memperdalam pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan sikapnya, (4) mau dan mampu menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya secara bermakna.


(19)

c. Iklim pembelajaran

Iklim pembelajaran mencakup: (1) Suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan pembelajaran yang menarik, (2) perwujudan nilai dan semangat ketauladanan, (3) suasana sekolahan yang kondusif.

d. Materi pembelajaran

Materi pembelajaran yang berkualitas tampak dari: (1) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, (2) ada keseimbangan antara keluasan dan kedalaman materi dengan waktu yang tersedia, (3)materi pembelajaran sistematis dan kontekstual, (4) dapat mengakomodasi partisipasi aktif siswa, (5) dapat menarik manfaat yang optimal, dan (6) materi pembelajaran memenuhi kriteria filosofis, profesional, psiko-pedagogis dan praktis. e. Kualitas media pembelajaran

Kualitas media pembelajaran tampak dari: (1) dapat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, (2) mampu memfasilitasi proses interaksi antara siswa dengan guru, (3) media pembelajaran dapat memperkayapengalaman belajara siswa, (4) mampu mengubah suasana belajar dari siswa pasif menjadi aktif dan mencari informasi melalui informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada.

f. Sistem pembelajaran di sekolah

Sistem pembelajaran di sekolah mampu menunjukkan kualitasnya jika: (1) sekolah dapat menonjolkan ciri khas keunggulannya, (2) memiliki perencanaan yang matang dalam bentuk rencana strategis dan rencana operasional sekolah, (3) ada semangat perubahan yang dicanangkan dalam visi dan misi sekolah, (4) pengendalian dan penjaminan mutu

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran dapat diartikan sebagai keterkaitan antara perilaku guru, perilaku siswa, iklim pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran yang berkualitas, dan sistem pembelajaran akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang baik sesuai yang diharapkan, dalam pembelajaran IPA dengan model TPS. Pembelajaran yang indikatornya mencakup: (1) keterampilan guru, (2) aktifitas siswa, (3) kualitas pembelajaran. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti membatasi variabel yang akan diamati dari dua indikator kualitas pembelajaran meliputi perilaku pembelajaran guru serta perilaku dan dampak belajar siswa yang dijabarkan peneliti menjadi tiga variabel sesuai dengan rumusan masalah yang akan diteliti yakni: 1) keterampilan guru; 2) aktivitas siswa dan 3) hasil belajar siswa.

4.1.4.1 Keterampilan guru

Menurut pendapat Djamarah (2010: 43-49) menjelaskan bahwa guru memiliki peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi


(20)

guru, berikut merupakan peran guru dalam pembelajaran melalui korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dam evaluator. Untuk menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang menarik bagi peserta didik, guru perlu menguasai keterampilan mengajar dengan baik. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2010:58-88) 8 keterampilan dasar yang harus dimiliki guru adalah:

a. Keterampilan memberi penguatan

Merupakan memberikan penguatan diartikan tingkah laku guru dalam merespons secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. Penghargaan mempunyai pengaruh positif dalam kehidupan manusia sehari-hari yaitu mendorong seseorang memperbaiki tingkah laku serta meningkatkan kegiatanya atau usahanya. Tujuan memberikan penguatan adalah 1) Meningkatkan perhatian siswa; 2) Melancarkan atau memudahkan proses belajar; 3) Membangkitkan dan mempertahankan motivasi; 4) Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu ke arah tingkah laku belajar yang produktif; 5) mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar; 6) Mengarahkan kepada cara berpikir yang baik atau divergen daninisiatif pribadi.

b. Keterampilan bertanya

Keterampilan bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respons dari seseorang yang dikenai. Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Keterampilan bertanya juga digunakan untuk membimbing siswa dalam proses belajar. Tujuan keterampilan bertanya yaitu 1) Merangsang kemampuan berpikir siswa; 2) Membantu siswa dalam belajar; 3) Mengarahkan siswa pada tingkat interaksi belajar yang mandiri; 4) Mningkatkan kemampuan berpikir tingkat rendah ke tingkat lebih tinggi; 5) Membantu siswa dalam mencapai tujuan pelajaran yang dirumuskan.

c. Keterampilan menggunakan variasi.

Keterampilan menggunakan variasi merupakan perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif. Faktor kebosanan yang disebabkan oleh adanya kegiatan belajar yang begitu-begitu saja akan megakibatkan perhatian, motivasi, dan minat siswa terhadap pelajaran, guru, dan sekolah akan menurun. Oleh karena itu diperlukan adanya keanekaragaman dalam penyajian kegiatan belajar. Penggunaan variasi di dalam kelas berguna untuk 1)


(21)

Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aspek belajar; 2) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi rasa ingin tahu melalui kegiatan investigasi dan eksplorasi; 3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah; 4) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual memberi kemudahan belajar; 5) mendorong aktivitas belajar denga cara melibatkan siswa dengan berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berguna dalam berbagai tingkat kognitif. Variasi mengajar meliputi beberapa komponen keterampilan yang mencakup hal-hal berikut : 1) Variasi gaya mengajar guru (variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, kontak pandang, gerakan badan dan mimik, perubahan posisi guru); 2) Variasi media dan bahan pengajaran (media yang dapat didengar , media yang dapat dilihat, media yanng dapat disentuh); 3) Variasi pola dan kegiatan siswa.

d. Keterampilan menjelaskan

Menjelaskan berarti menyajikan informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis dengan tujuan menunjukkan hubungan. Penekanan memberikan penjelasan adalah proses penalaran siswa, dan bukan indoktrinasi. Sedangkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan adalah:

1) Penjelasan dapat diberikan di awal, tengh, atau di akhir jam pertemuan, tergantung kepada keperluan.

2) Penjelasan dapat diselingi tanya jawab.

3) Penjelsan harus relevan dengan tujuan pelajaran.

4) Penjelasan dapat diberikan bila ada pertanyaan dari siswa atau direncanakan oleh guru. 5) Materi penjelasan harus bermakna bagi siswa.

6) Penjelasan harus sesuai dengan latar belakang dan kemampuan siswa. e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Membuka pelajaran diartikan dengan perbuatan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat kepada apa yang akan dipelajari. Sedangkan menutup pelajaran adalah kegiatan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Maksudnya memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa, dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar. Prinsip-prinsip dalam membuka dan menutup pelajaran yang perlu dipertimbangkan oleh guru adalah:

1) Kebermaknaan

Dalam usaha menarik perhatian siswa atau memotivas siswa, guru harus memilih cara yang relevan dengan isi dan tujuan pelajaran.


(22)

2) Berurutan dan berkesinambungan

Aktivitas yang ditempuh guru dalam mengenalkan dan merangkum kembali pokok-pokok penting pelajaran hendaknya merupakan bagian yang utuh. Kaitan antara bagian satu dengan bagian lain atau dengan pengalaman siswa harus jelas. Sedangkan komponen dalam membuka pelajaran yaitu menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberikan acuan, membuat kaitan. Komponen menutup pelajaran yaitu meninjau kembali dan mengevaluasi.

f. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan

Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan perbuatan atau tindakan guru dalam konteks belajar mengajar yang hanya melayani 3-8 siswa untuk kelompok kecil, dan hanya seorang untuk perorangan. Pada dasarnya bentuk pengajaran ini dapat dikerjakan dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah:

1) Guru yang biasa mengajar secara klasikal, sebaiknya milai dari mengajar kelompok kecil dan kemudian perorangan.

2) Tidak semua topik dapat dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil maupun perorangan.

3) Pengorganisasian siswa, sumber materi, serta waktu, merupakan langkah pertama yang perlu diperhatikan.

4) Kegiatan pengajaran harus diakhiri dengan kulminasi.

5) Dalam pengajaran perorangan, guru perlu mengenal siswa secara pribadi. g. Keterampilan mengelola kelas

Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikanya ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguan, baik dengan cara mendisiplinkan ataupun kegiatan remidial. Tugas guru di dalam kelas sebagian besar adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang optimal dapat dicapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikanya dalam suasana yang menyenangkanuntuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sedangkan komponen-komponen dalam pengelolaan kelas yang perlu diperhatikan meliputi:

1) Keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal yaitu menunjukkan sikap tanggap, membagi perhatian, memusatkan


(23)

perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur, dan memberi penguatan.

2) Keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal yaitu memodifikasi tingkah laku, pengelolaan kelompok, dan menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.

h. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses yang teratur dengan melibatkan sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka kooperatif yang optimal dengan tujuan berbagai informasi atau pengalaman, mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah. Hal hal yang perlu diperhatikan oleh guru agar diskusi dapat berjalan dengan baik yaitu

1) Diskusi hendaknya berlangsung dalam iklim yang bebas dan penuh dengan keterbukaan, kehangatan hubungan antar pribadi, keantusiasan berpartisipasi, kesediaan menerima dan menghargai pendapat orang lain.

2) Perencanaan yang matang akan mempertinggi efektivitas diskusi. Sedangkan komponen diskusi meliputi pemusatan perhatian, memperjelas permasalahan, menganalisa pandangan siswa, meningkatkan urunan pikiran siswa, menyebarkan kesempatan berpartisipasi dan menutup diskusi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran IPA melalui penggunaan model kooperatif tipe TPS yang indikatornya meliputi: 1) Keterampilan membuka pelajaran; 2) Keterampilan menjelaskan; 3) Keterampilan mengadakan variasi gaya mengajar; 4) Keterampilan mengelola kelas; 5) Keterampilan memberikan penguatan; 6) Keterampilan menerapkan model kooperatif TPS (Think-Pair-Share); 7) Keterampilan menggunakan media; 8) Keterampilan menutup pelajaran.

4.1.4.2 Aktivitas siswa

Aktivitas dalam pembelajaran sangat kompleks dan bervariasi. Pengajaran yang efektif menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Siswa belajar sambil bekerja, dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat (Hamalik, 2010:171-172). Dari pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan perilaku siswa yang muncul dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta mengembangkan keterampilan berdasarkan pengalaman yang bermakna di kehidupan siswa.


(24)

Paul D. Dierich (dalam Hamalik , 2003:90-91), membagi aktivitas belajar dalam 8 kelompok sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan visual

Meliputi: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan

Meliputi: mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Meliputi: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis

Meliputi: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar

Meliputi: menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. f. Kegiatan-kegiatan metric

Meliputi: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental

Meliputi: merenung, mengingat, memecahkan masalah, meganalitik faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional

Meliputi: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini indikator aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan model kooperatif tipe TPS untuk kelas V meliputi: 1) Kesiapan belajar siswa; 2) Keterlibatan siswa dalam pembelajaran; 3) Mengamati gambar; 4) Terampil mengemukakan ide (Think); 5) Kemampuan siswa berdiskusi secara berpasangan (Pair); 6) Kemampuan siswa mempresentasikan hasil kelompok (Share); 7) Kemampuan mengerjakan soal evaluasi. Dalam penelitian ini peneliti


(25)

tidak menggunakan kegiatan menggambar karena kegiatan menggambar tidak ada kaitanya dengan pembelajaran yang dilaksanakan.

4.1.4.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Sudjana (2009:22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, Kingsley membagi 3 macam hasil belajar, yang meliputi: (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengertian, dan (3) sikap dan cita-cita. (dalam Sudjana 2009:22). Pendapat dari Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Sudjana 2009:22-23) hasil belajar dalam rangka studi, dicapai melalui tiga kategori ranah ant ara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu: 1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi peserta didikan) yang telah tercapai sebelumnya. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; menyebutkan, menjelaskan kembali, menunjukkan, menuliskan, memilih, mengidentifikasi, mendefinisikan. 2) Pemahaman (comprehention)

Pemahaman merupakan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi contoh, mengubah, membuat rangkuman, menuliskan kembali, melukiskan dengan kata-kata sendiri.

3) Penerapan (aplikasi)

Aplikasi mengacu pada kemampuan menggunakan materi peserta didikan yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tife hasil belajar ini antara lain; menghitung, memecahkan,


(26)

mendemonstrasikan, mengungkapkan, menjalankan, menggunakan, menghubungkan, mengerjakan, mengubah, menunjukkan proses, memodifikasi, mengurutkan.

4) Analisis

Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Tingkah laku operasional khusus yang berisikan tife hasil belajar ini antara lain; menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan, membuat garis besar, merinci, membedakan, menghubungkan, memilih alternatif.

5) Sintesis

Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan kemampuan bagianbagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun, mencipta, merancang, mengkonstruksi, mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan, menghubungkan, mensistematis.

6) Penilaian (evaluasi)

Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi peserta didikan (pernyataan, novel, puisi, laporan) untuk tujuan tertentu. Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan hasil belajar ini antara lain; menilai, membandingkan, mempertimbangkan, mempertentangkan, menyarankan, mengeritik, menyimpulakan, mendukung, menberikan pendapat.

Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini

1) Mengingat : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.

2) Memahami : menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.

3) Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb.

4) Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.

5) Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.


(27)

6) Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb. (Maksum, 2012)

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

1) Receiving (penerimaan)

Penerimaan mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, dan sebagainya).

3) Responding (jawaban)

yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. 3) Valuing (penilaian)

yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. 4) Organisasi (pengorganisasian)

yakni pengembangan nilai kedalam satu nilai organisasi, termasuk menetukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Internalisasi nilai (karakteristik nilai)

yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c. Ranah Psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat 6 aspek ranah psikomotoris yaitu:

1) Gerakan refleks (ketermpilan pada gerakan yang tidak sadar) 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

3) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.

4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

6) Kemampuan yang berkenaan dengan no descursive komunukasi seperti gerakan ekspresif, interpretatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan segala aspek kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktvitas pembelajaran yang dilakukan yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, serta keterampilan siswa.


(28)

4.1.5 Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Menurut Hardini (2012:149) bahwa pembelajaran IPA merupakan berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998:23) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperolah melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secra universal. Menurut Abdullah (1998:18) IPA merupakan pengertahuan teoritis yang diperoleh atau ddisusun dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Sedangkan munurut BSNP (dalam Hardini 2012:150) bahwa pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

4.1.5.1 IPA sebagai produk

IPA sebagai disiplin disebut juga Produk IPA. Ini merupakan hasil empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA. Fakta-fakta merupakan hasil dari kegiatan empirik dalam IPA sedangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori dalam IPA merupakan hasil dari kegiatan analitik. Contoh IPA sebagai produk adalah penguapan disebut juga evaporasi, daur air adalah perputaran air secara terus menerus, stratosfer merupakan bagian atmosfer bumi, dan lain-lain.

4.1.5.2 IPA sebagai proses

IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan dan kumpulan fakta-fakta. IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda-benda atau makhluk-makhluk, tetapi IPA juga merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah. IPA sebagai proses menurut Iskandar (2001:5) merupakan memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterprestasikanya. Keterampilan proses atau keterampilan sains disebut juga keterampilan belajar seumur hidup, sebab keterampilan-keterampilan ini dapat juga dipakai untuk kehidupan sehari-hari dan untuk bidang studi lain. Contoh IPA sebagai proses adalah mengamati lingkungan sekitar, melakukan eksperimen, membuat grafik dan tabel data, menarik kesimpulan, merumuskan hipotesis, dll.


(29)

4.1.5.3 IPA sebagai teknologi

IPA dan teknologi tidak dapat dipisahkan karena IPA dan teknologi sangat erat kaitanya untuk memajukan kehidupan manusia. IPA merupakan ilmu yang nantinya sangat diperlukan untuk perkembangan teknologi. Dari keterkaitan antara IPA dan teknologi itu tersebut nantinya akan melahirkan suatu penemuan yang berperan dalam keberlangsungan kehidupan dan kemajuan manusia. IPA dan teknologi memiliki banyak dampak positif maupun negatif bagi kelangsungan kehidupan manusia. Beberapa dampak positifnya adalah

meningkatkan kemakmuran, misalnya dengan teknologi modern dapat diperoleh tenaga listrik karena adanya PLTA, pengairan sawah yang lebih mudah dengan adanya irigasi dan sebagainya. Dalam bidang kesehatan pun teknologi sudah sangat berperan dalam menyembuhkan, mengobati bahkan mencegah berkembangnya suatu penyakit. Sementara itu, dampak negatifnya dapat berupa penyempitan lapangan pekerjaan, merusak lingkungan, terutama untuk teknologi nuklir atau teknologi yang menggunakan zat radioaktif serta juga menimbulkan beberapa penyakit baru yang sulit diobati dan berbahaya (Wordpress, 2008) 4.1.5.4 IPA sebagai pemupukan sikap

Yang dimaksud konsep hakekat IPA sebagai pemupukan sikap ilmiah yaitu untuik mengetahui dan mengembangkan sikap seorang anak yang mencakup beberapa sikap ilmiah yang sesuai dengan tahap perkembangan koognitifnya (Bani, 2008) Ada sembilan sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD/MI yaitu:(1) sikap ingin tahu, (2) sikap ingin mendapakan sesuatu yang baru, (3) sikap kerja sama, (4) sikap tidak putus asa, (5) sikap tidak berprasangka, (6) sikap mawas diri, (7) sikap tanggung jawab, (8) sikap berpikir bebas, (9) sikap kedisiplinan diri.

Contoh sikap ilmiah yang nampak dalam pembelajaran IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah (1) sikap ingin tahu, (2) sikap kerja sama yang nampak saat poses diskusi kelompok atau tim, (3) sikap bertanggung jawab yang berarti setiap siswa mempunyai tanggung jawab untuk memahami materi yang dipelajari untuk keberhasilan kelompok atau tim.

Dari uraian di atas menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang yang mempelajari alam sekitar dengan di dasarkan pada pemikiran yang ilmiah yang mencakup empat yaitu produk, proses, teknologi dan pemupukan sikap

4.1.6 Pembelajaran IPA SD

Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai berikut: mengamati apa yang terjadi,


(30)

mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.

Menurut Sri Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al. (Usman Samatowa, 2006: 146), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.

Pembelajaran IPA di SD pada dasarnya memiliki empat fungsi utama yaitu (Kurikulum Kompetensi Mata Pelajaran IPA SD dan MI): 1) mengembangkan sikap dan nilai ilmiah; 2) mengembangkan keterampilan proses; 3) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antar IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, dan 4) menguasai konsep IPA dan pemanfaatanya dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Pembelajaran IPA di SD harus disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. Menurut Piaget (dalam Winataputra, dkk 2007:3.40) menyatakan empat tahap perkembangan kognitif, yaitu 1) sensomotorik (0-2 tahun); 2) praoperasional (2-7 tahun); 3) konkret operasional (7-11 tahun); 4) formal operasional (11 tahun ke atas). Jika dikaitkan dengan teori piaget maka pada anak usia SD berada pada tahap konkret operasional (7-11 tahun). Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.


(31)

Dari pemaparan materi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaklah sesuai dengan karakteristik anak usia SD dengan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan bertindak, dan mengembangankan sikap-sikap tertentu mengenai gejala-gejala alam melalui pengalaman secara langsung atau dengan contoh secara nyata atau menggunakan alat peraga.

4.1.7 Model Pembelajaran dan Cooeperative Learning

Menurut Joyce dan Weil (dalam Rusman 2011:133) menyatakan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikanya. Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.

d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung, keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi : 1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; 2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Sintakmatik merupakan tahap-tahap kegiatan dari model itu. Sistem Sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya pengajar melihat dan memperlakukan peserta didik, termasuk bagaimana seharusnya pengajar memberi respon terhadap mereka. Sistem pendukung merupakan segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan peserta didik pada tujuan yang diharapkan.


(32)

Sedangkan dampak pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaranmodel tersebut. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Sedangkan dampak pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran.

Cooperative learning merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru Panitz (dalam Suprijono 2011:54). Cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Sunal dan Hanz (dalam Isjoni

2011:15). Sedangkan menurut Stahl (dalam Isjoni 2011:15) menyatakan bahwa Cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Dalam format Cooperative learning, guru dianggap lebih untuk mengarahkan siswa, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan serta menyadiakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Untuk mengoptimalkan Cooperative learning, keanggotaannya sebaiknya heterogen, baik dari kemampuan atau karakteristik lainnya. Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan kelompok, sebaiknya gurulah yang membagi kelompok. Jika para siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda dimasukkan dalam satu kelompok, maka dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah dan sedang, sedangkan siswa yang pandai akan dapat menstransfer ilmu yang dimilikinya. Ukuran kelompok akan berpengaruh pada kemampuan produktivitas kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk Cooperative learning adalah 2-5 orang.

Model Cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar Cooperative learning yang membedakannya dengan pembelajaran biasa. Menurut (Hamdani 2010:30-31) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat tujuh unsur model pembelajaran yang harus diterapkan yaitu:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.” b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam

kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam materi yang dihadapi. c. Para siswa hars berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama.


(33)

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama mengajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model Cooperative learning ini mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model lainnya. Menurut (Hamdani 2010:31) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan Cooperative learning memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Setiap anggota memiliki peran;

b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya;

d. Guru membantu pengembangan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok. e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

4.1.8 Pendekatan Scientific

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.

1. Mengamati (observing)

Siswa mengamati obyek yang akan dipelajari. Kegiatan belajarnya adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Dalam hal ini guru menyajikan perangkat pembelajaran berupa media pembelajaran. dalam kegitan mengamati, guru menyajikan video, gambar, miniature, tayangan, atau obyek asli. Siswa bisa diajak untuk bereksplorasi mengenai obyek yang akan dipelajarai.

2. Menanya (questioning)

Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan


(34)

tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.. Pada kegiatan pembelajaran ini siswa melakukan pembelajaran bertanya. Siswa yang pandai dan cerdas akan bertanya atau menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari teman. Dari tayangan video percakapan yang ada mengenai sapaan, pamitan, ucapan terimakasih, dan permintaan maaf, siswa akan bertanya kepada guru atau teman sekelas mengenai bagaimana menyapa, berpamitan, mengucapkan terimakasih, meminta maaf serta bagaimana mersepon ungkapan tertsebut. Pada langkah ini suasana pembelajaran yang berhasil adalah terjadinya komunikasi aktif diskusi materi pelajaran.

3. Menalar (associating)

Kegiatan belajarnya adalah pertama, mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; kedua, pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Pada kegiatan ini siswa akan menalar yaitu menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. pada kegiatan ini siswa berlatih menerapkan apa yang dipelajari sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

4. Mencoba (experimenting)

Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi/eksperimen. Kegiatan belajarnya adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/ aktivitas, wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Pada langkah pembelajaran ini, setiap siswa dituntut untuk mencoba mempraktekkan apa yang dipelajari.


(35)

Networking adalah kegiatan siswa untuk membentuk jejaring pada kelas. Kegiatan belajarnya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Pada tahapan ini siswa mempresentasikan kemampuan mereka mengenai apa yang telah dipelajari sementara siswa lain menanggapi. Tanggapan siswa lain bisa berupa pertanyaan, sanggahan atau dukungan tentang materi presentasi. Guru berfungsi sebgai fasilitator tentang kegiatan ini. Dalam kegiatan ini semua siswa secara proporsional akan mendapatkan kewajiban dan hak yang sama. Siswa akan terlatih untuk menjadi narasumber, menjadi orang yang akan mempertahankan gagasannya secara ilmiah dan orang yang bisa mandiri serta menjadi orang yang bisa dipercaya. Para siswa melakukan kegiatan networking ini harus dengan perasaan riang dan gembira tanpa ada rasa takut dan tekanan dari siapapun. Guru akan melakukan penilaian otentik dalam proses pembelajaran ini dan penilaian hasil Pembelajaran. Siswa yang aktif dan berani mengemukakan gagasan/pendapatnya secara ilmiah tentu akan mendapatkan nilai yang lebih baik. Siswa yang masih mempunyai rasa takut dan kurang percaya diri akan terlatih sehingga menjadi pribadi yang mandiri., dan pribadi yang bisa dipercaya. Semua kegiatan pembelajan akan kembali kepada pencapaian ranah pembelajaran yaitu ranah sikap, ranah kognitif dan ranah ketrampilan.

4.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Phair-Share

Menurut Trianto (2007:61) Think-Pair-Share merupakan jenis Cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Arends (dalam Trianto 2007:61) menyatakan bahwa Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Think-Pair-Share dimaksudkan sebagai alternatif terhadap metode tradisional yang diterapkan di kelas, seperti ceramah, tanya jawab satu arah, yaitu guru terhadap siswa merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana

pola diskusi kelas. (Thobroni dan Mustofa, 2011:297) Sedangkan Think-Pair-Share yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca.


(1)

(...) Lembar Pengamatan Keterampilan Guru

Dalam pembelajaran IPA dengan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang

Pertemuan...Siklus...

Nama Guru : ...

Nama SD : SDN Tambakaji 04

Kelas/semester : VA/ 1

KD : 1.1 Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia

1.2 Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan hewan misalnya ikan dan cacing tanah

Hari/ tanggal : ...

Petunjuk :

1. Berilah tanda check (√) pada kolom tingkat kemapuan yang sesuai dengan indikator pengamatan !

a. Jika deskriptor nampak 1 maka beri tanda check (√) pada tingkat kemampuan 1 b. Jika deskriptor nampak 2 maka beri tanda check (√) pada tingkat kemampuan 2 c. Jika deskriptor nampak 3 maka beri tanda check (√) pada tingkat kemampuan 3 d. Jika deskriptor nampak 4 maka beri tanda check (√) pada tingkat kemampuan 4

(Sukmadinata, 2009:233) 2. Hal-hal yang tidak nampak pada deskriptor, dituliskandalam catatan lapangan.

No Indikator Deskriptor

Tingkat

kemampuan Skor

1 2 3 4


(2)

diri untuk menerima pembelajaran

b. Berdoa

c. Menyiapkan buku dan alat tulis d. Sikap tenagn dalam menerima

pembelajaran

2 Merespon

apersepsi yang diberikan guru

a. Memperhatikan pertanyaan yang diberikan

b. Menanggapi apersepsi dengan semangat

c. Menanggapi dengan mengacungkan jari

d. Menjawab sesuai dengan pertanyaan

3 Memperhatikan

penjelasan guru

a. Sikap tenang

b. Mendengarkan penjelasan guru c. Mencatat penjelasan materi yang

penting

d. Bertanya apabila kurang paham

4 Menghubungkan

materi

pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari

a. Memperhatikan materi yang disampaikan

b. Berani mengemukakan contoh yang berkaitan dengan materi

c. Mengemukan contoh sesuai dengan materi

d. Berani bertanya mengenai materi yang disampaikan

5 Berpartisipasi dengan model TPS dengan media gambar

a. Memperhatikan gambar yang di tempel guru

b. Berpikir secara individual menganalisa gambar

c. Memecahkan masalah sesuai gambar yang di tunjukan

d. Mengajukan pertanyaan tentang gambar

6 Keaktifan dalam

diskusi kelompok

a. Berkelompok berpasangan sesuai dengan teman sebangkunya

b. Berdiskusi dengan pasangan untuk menyelesaikan soal

c. Mengemukan pendapat ketika berdiskusi

d. Menghargai pendapat pasangan

7 Mempresentasikan

hasil diskusi

a. Berani mempresentasikan hasil diskusi

b. Melakukan presentasi dengan serius c. Mempresentasikan hasil diskusi sesuai

dengan materi yang di bahas

d. Menanggapi hasil diskusi kelompok lain


(3)

8 Melakukan kegiatan refleksi

a. Mengulas pembelajaran yang baru saja dilakukan

b. Menanyakan materi yang sulit dan belum dipahami

c. Menyimpulkan materi bersama guru d. Mencatat simpulan yang diperoleh Jumlah Skor

Jumlah skor =...Kategori =...

Skor maksimal : 8 x 4 = 32

Skor minimal : 8 x 1 = 8

Skor diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi :

8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, n = banyaknya skor = 25

Letak K1 = 1

4 (n + 1) Letak K2 = 2

4 (n + 1) Letak K3 = 3

4 (n + 1)

= 14 (25 + 1) = 24 (25 + 1 ) = 34 (25 + 1) = 6,5 = 13 = 19,5

Jadi nilai K1 adalah 13,5 Jadi nilai K2 adalah 20 Jadi nilai K3 adalah 26,5

Kriteria Penilaian Skala Penilaian Kualifikasi

26,5 ≤ skor ≤ 32 Sangat Baik Tuntas

20 ≤ skor < 26,5 Baik Tuntas

13,5 ≤ skor < 20 Cukup Tidak tuntas

8 ≤ skor < 13,5 Kurang Tidak tuntas

Semarang, ... ... 2013 Observer


(4)

ANGKET RESPON SISWA

Terhadap Pembelajaran IPA dengan model Pembelajaran Think Pair Share pada Siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang

Nama siswa : ...

Nama SD : SDN Tambakaji 04

Kelas/ semester : VA/ 1

KD : 1.1 Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia

1.2 Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan hewan misalnya ikan dan cacing tanah

Hari/ tanggal :

Petunjuk : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang sesuai pilihanmu ! N

o Pertanyaan

Jawaban Ya Tidak 1. Apakah kalian menyukai pembelajaran IPA yang telah ibu

sampaikan?

2. Tertarikkah kalian belajar dengan model TPS?

3. Apakah materi yang kalian diskusikan berpasangan dengan model TPS tadi dapat kalian pahami?

4. Apakah kalian mengalami kesulitan dalam memahami pebelajaran ini?

5. Bersediakah kalian mengikuti pembelajaran seperti yang ibu sampaikan ini lagi?

Semarang, April 2013 Observer

(...)

CATATAN LAPANGAN

Dalam pembelajaran IPA dengan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang

Pertemuan...Siklus...

Ruang Kelas : VA

Nama Guru :

Hari/ tanggal :


(5)

Petunjuk : Catatlah hal-hal yang terjadi selama pembelajaran IPA dengan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa kelas VA SDN Tambakaji 04 Semarang

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


(6)

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Semarang, April 2013 Observer


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER BERBANTUAN MULTIMEDIA PADA SISWA KELAS IVB SDN TAMBAKAJI 04 SEMARANG

0 38 380

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL SISWA KELAS IVB SDN TAMBAKAJI 04 KOTA SEMARANG

1 9 247

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN TAMBAKAJI 05 SEMARANG

0 8 312

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALLY BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 02 SEMARANG

0 3 256

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA VIDEO PADA SISWA KELAS VA SDN SAMPANGAN 02 SEMARANG

0 10 247

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN GISIKDRONO 03 SEMARANG

0 17 254

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL INKUIRI BERBASIS AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SD NEGERI TAMBAKAJI 03 SEMARANG

0 8 296

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN TAMBAKAJI 02 SEMARANG

26 122 280

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IVA SDN TAMBAKAJI 04 KOTA SEMARANG

0 5 308

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN (KAM) PADA SISWA KELAS II SDN TAMBAKAJI 01 SEMARANG

4 28 301