CERITA RAKYAT BATAK 27 TENTANG MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH.

(1)

CERITA RAKYAT “BATAK 27” TENTANG

MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI

KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH

TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SAID MUBIN

NIM. 309 321 O46

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

i

ABSTRAK

Said Mubin. NIM. 309321046. Cerita Rakyat “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan literatur, untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo, untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode Sejarah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dan penelitian studi pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara, observasi lapangan, dokumentasi foto, dan studi kepustakaan. Untuk menganalisis data dilakukan beberapa tahapan yaitu pengumpulkan sumber, melakukan verifikasi data, menginterpretasi data, dan menarik kesimpulan.

Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh data bahwa migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah Gayo sebagai budak belian (temulok).

Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.

Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen (belah) kelompok masyarakat yang terdapat di tanah Gayo, terutama di daerah Bebesen adanya nama lima buah klen utama (belah) yaitu belah Linge, Munthe, Cebero, Tebe, dan Melala. Belah ini sama seperti marga yang terdapat di dalam marga-marga Batak Karo.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Cerita Rakyat “Batak 27”

Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan, terutama kurangnya pengalaman penulis dalam penyusunan karya ilmiah serta keterbatasan pengetahuan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat sehingga skripsi ini dapat terwujud sebagaimana mestinya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan beserta staf – stafnya yang telah membantu kelancaran urusan akademik maupun administrasi selama menjalani perkuliahan.

2. Bapak Dr. H. Restu MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya. 3. Ibu Dra. Lukitaningsih M.Hum, selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan

sekaligus sebagai dosen penguji.

4. Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis M.Si, selaku sekretaris jurusan pendidikan sejarah.


(6)

iii

6. Ibu Dra. Flores Tanjung, MA, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen penguji skripsi.

7. Bapak Drs. Ponirin, M.Si selaku dosen penguji skripsi.

8. Seluruh dosen-dosen dan staf administrasi di Jurusan Pendidikan Sejarah, terima kasih yang sebesar-besarnya atas jasa-jasa yang telah kalian berikan kepada penulis, selaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Sejarah.

9. Teristimewa kepada Orang Tua Penulis, Ama Syamsuddin HS dan Ine Almarhumah Rusmini yang penulis cintai, kasihi dan sayangi. Berijin (terima kasih) karena selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, moril, dan selalu mendoakan penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi dan akhirnya mendapat gelar sarjana. Semoga senantiasa Ama dalam lindungan dan limpahan berkah Allah SWT, selalu diberikan kemudahan rezeki, kesehatan dan umur yang berkah dan walaupun Ine (Ibunda) kini telah tiada tetapi Ine (Ibunda) akan selalu ada dan hadir dalam hati, jiwa dan raga penulis, semoga amal ibadah Ine (Ibunda) diterima di sisi Alllah SWT, di jauhkan dari api neraka dan di tempatkan dalam surga, Amin Ya Rabbal Alamin.

10. Terima kasih kepada Abang dan Kakak Ipar penulis, beserta adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat kepada penulis.

11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis, Indera Temas Miko, Subhan, Riska Khairani, Muisah Farhani Lubis Lisdawana Sirait, Intan Permana, Ita Febrina, Andi Jerohdi, Yusdianto, Mulyadi, Agus, Otoy, Ahdi Zikri, Jamhuri,


(7)

iv

Mol Pulo Tige yang selama ini telah banyak membantu dan memberi dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Terima kasih buat teman-teman seperjuangan A/B Ekstensi 2009.

13. Teman-teman PPLT SMA Muhammadiah 17 Tanjung Tiram Batu Bara, Dame S Silaban Rika Hardianti, Wita, Yani Rambe, Suryana, Jhon/Jul Fadli Tarigan, Dana, dan Fahmi Nasution.

Medan Juli 2013 Penulis

SAID MUBIN NIM. 309321046


(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kerangka Konsep ... 7

1. Konsep Folklor ... 7

2. Konsep Mitos ... 8

3. Konsep Fakta ... 9

4. Konsep Migrasi ... 9

5. Konsep Batak ... 11

B. Kerangka Berfikir ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 13

A. Metode Penelitian ... 13


(9)

vi

C. Lokasi Penelitian ... 16

D. Teknik Pengumpulan Data ... 16

E. Teknik Analisa Data ... 17

BAB IV PEMBAHASAN ... 20

A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Aceh Tengah... 20

1. Sejarah Kabupaten Aceh Tengah ... 20

2. Letak Geografis ... 25

3. Asal-Usul Keturunan Suku Gayo ... 27

4. Kehidupan Masyarakat Gayo ... 31

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

1. Keadaan Alam dan Geografis ... 32

C. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan Literatur ... 33

D. Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo ... 46

1. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Literatur ... 46

2. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Hasil Wawancara ... 70

E. Fakta-Fakta Yang Terdapat Pada Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nama-Nama Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tengah


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah Gayo meliputi pusat pegunungan Bukit Barisan bagian Utara yang merupakan dataran tinggi dengan ketinggian diatas 1.000 meter diatas permukaan laut. Wilayahnya terpotong-potong oleh punggung-punggung bukit. Punggung-punggung bukit dimaksud merupakan hulu-hulu sungai besar dan penting, seperti Sungai Peusangan, Meulaboh, Jambu Aye/Jemer, Tripa, Temiang, dan Sungai Perlak dengan beberapa anak sungainya. Jajaran bukit barisan yang membentang disebelah Utara merupakan batas alam yang memisahkan Tanah Gayo dengan pesisir Aceh bagian Utara. Kemudian dibagian Barat melengkung dibagian hulu Sungai Senangan, arah ke Timur Bur Ni Alas, dan Bur Ni Serbe Langit yang langsung berbatasan dengan Tanah Alas dan Tanah Batak. Secara tradisional, wilayah Tanah Gayo terbagi atas empat bagian yaitu Wilayah Lut Tawar, Wilayah Deret, (daerah jambu aye), Wilayah Gayo Lues dan Gayo Tanyo serta Wilayah Serbe Jadi (Hurgroje, 1996 : 2-7).

Adanya empat wilayah tradisional tersebut sangat mungkin menjadikan Tanah Gayo terbagi menjadi empat kelompok besar, namun masih satu bahasa, yaitu bahasa Gayo, dengan dialek yang sedikit bervariasi antar wilayah tersebut. Masyarakatnya hingga kini banyak bergerak di bidang pertanian, peternakan, dan juga perikanan. Masyarakat Gayo menganut paham patrinial dimana didalam satu rumah biasanya didiami oleh satu keluarga batih, walaupun ada keluarga baru


(12)

2

mereka akan membuat rumah disekitar rumah induk, begitu seterusnya, hingga terbentuk satu kampung yang merupakan satu belah.

Keberadaan tentang asal-usul masyarakat Gayo yang mendiami Dataran Tinggi Tanah Gayo, dapat dikatakan belum terungkap dengan jelas, dikarenakan bahan-bahan sejarah yang pernah ada ditulis sangat terbatas, dan setelah dilakukan penelitian arkeologis yang dilakukan oleh Ketut Wirandyana dan Taufikurrahman Setiawan menemukan titik terang tentang keberadaan asal-usul orang Gayo.

Tim peneliti dan penulis Monografi Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Tengah dari Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh tahun 1997 menulis bahwa suku bangsa Gayo berasal dari Melayu Tua yang datang ke Sumatera gelombang pertama dan menetap di pantai Utara dan Timur Aceh dengan pusat pemukiman di wilayah antara muara aliran sungai Jambu Aye, sungai Perlak dan sungai Temiang. Kemudian menyusur daerah aliran sungai-sungai itu berkembang ke Serbejadi, Lingga, dan Gayo Lues.

Menurut Latif dalam bukunya Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas bahwa sebelum dataran Tinggi Gayo dihuni oleh Melayu Tua, sebenarnya daerah ini telah dihuni oleh golongan Manteue yang menyingkir kepedalaman akibat kedatangan Melayu Tua. Melayu Tua terdiri dari suku Leong, Chong, Lie dan Hoo yang berasal dari Mongolia di pegunungan Himalaya, menempati daerah Perlak dan sekitarnya melalui pantai Timur Selat Malaka pada tahun 2500 SM dengan sistem hidup berpuak-puak. Melayu tua ini sebelumnya mendiami pesisir,


(13)

3

kemudian meyebar kepedalaman adalah suku Gayo, Alas, Nias, Batak dan suku Toraja ( Latif, 1996 : 3).

Para ahli sejarah berpendapat, bahwa penduduk yang bermukim di wilayah pedalaman merupakan orang yang datang gelombang pertama ke benua atau pulau itu. Orang Gayo, orang Batak dan lain-lainnya yang bermukim di wilayah pedalaman pulau Sumatera adalah mereka yang pada mulanya datang dari Hindia belakang gelombang pertama dan menetap di pantai dari arah mana mereka datang. Kemudian menyebar ke pedalaman melalui aliran sungai untuk memperluas usaha dan menambah penghasilan (Ibrahim, 2007 : 5).

Berdasarkan hasil penelitian Arkeologis yang diteliti oleh Ketut Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan di situs Loyang Mendale dan situs Loyang Ujung Karang yang terletak di daerah Takengon menemukan titik terang tentang keberadaan asal suku Gayo, mereka berkesimpulan bahwa sebelum 7.400 tahun yang lalu, telah ada kelompok orang dengan ras Austromelanesoid yang tinggal di pesisir-pesisir timur pulau Sumatera. Mereka adalah pengusung budaya Hoabinh, yaitu sebuah budaya yang berasal dari Vietnam bagian Utara, yang hidup dengan mengeksploistasi biota marti.

Kelompok manusia ini diindikasikan ada beberapa dan mereka hidup dengan cara berburu dan juga menangkap ikan serta mengumpulkan berbagai jenis kerang-kerangan ataupun siput sebagai bahan pangan. Pada kisaran 4.000 tahun yang lalu, mereka juga telah mengenal bercocok tanam sederhana, yaitu dengan menanam umbi-umbian dan kacang-kacangan disekitar hunian. Mereka telah mampu membuat rumah dengan bentuk arsitekturnya berupa rumah


(14)

4

punggung, yang ditempatkan di sekitar muara-muara sungai. Para perempuan, anak-anak, dan orang tua tinggal di rumah, dan para lelaki dewasa pergi berburu.

Karena berbagai hal, diantara keterbatasan bahan pangan, bencana alam, seperti banjir dan mungkin juga tsunami, mereka berpindah dengan menyusuri sungai-sungai yang bermuara di laut di sekitar tempat tinggalnya. Salah satu dari kelompok orang ini diantaranya ada yang menyusuri Sungai Pesangan dan mereka di antaranya bertempat tinggal di Loyang Mendale (Wiradnyana, 2011 : 149-158).

Dalam sejarah, penduduk yang mendiami kampung Kebayakan dan

Bebesen merupakan kampung “inti” di Gayo Laut, mempunyai satu anggapan

bahwa asal usul mereka berbeda. Penduduk kampung Kebayakan mengatakan mereka adalah penduduk asli di daerah Gayo, sedangkan yang satu pihak lagi, yakni penduduk kampung Bebesen, memang menyadari bahwa mereka berasal dari daerah Batak dengan sebutan Batak 27.

Batak 27 merupakan cerita rakyat yang dikenal cukup luas di Tanah Gayo, cerita tentang Batak 27 juga di tulis oleh C. Snouck Hurgronje (1996: 53-54), H. AR. Latief (1995 : 81) dan di tulis juga oleh H. Mahmud Ibrahim (2007 : 65-69).

Karena cerita ini berkaitan dengan kedatangan suku Batak ke Tanah Gayo maka saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Cerita Rakyat “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah”.


(15)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur. 2. Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Tidak jelasnya fakta sejarah kapan terjadinya migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, sehingga dalam hal ini mengharuskan peneliti untuk membatasi permasalahan yang ada agar penulisan karya ilmiah ini dapat lebih terarah. Dengan demikian apa yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan tujun penelitian. Dalam hal ini

peneliti membatasi masalah pada Cerita Rakyat “Batak 27” tentang Migrasi orang

Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur ? 2. Bagaimana folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo? 3. Fakta-fakta apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti dari folklor “Batak


(16)

6

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur.

2. Untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini nantinya adalah : 1. Sebagai pengumpulan bahan-bahan dalam penelitian migrasi orang Batak ke

Tanah Gayo.

2. Sebagai referensi tambahan terhadap penelitian-penelitian mengenai folklor Batak 27 tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Dapat memberikan informasi yang lebih obyektif kepada masyarakat tentang fakta sejarah dan mitos yang terdapat pada folklor batak 27.


(17)

1 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dan analisis yang telah dilakukan maka peneliti dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah Gayo sebagai budak belian (temulok).

2. Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.

3. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen (belah) kelompok masyarakat yang terdapat di tanah Gayo, terutama di


(18)

2

daerah Bebesen adanya nama lima buah klen utama (belah) yaitu belah Linge, Munthe, Cebero, Tebe, dan Melala. Belah ini sama seperti marga yang terdapat di dalam marga-marga Batak Karo.

B. Saran

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di lapangan, peneliti memberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermamfaat bagi para pembaca khususnya bagi masyarakat Gayo diantaranya:

1. Diharapkan kepada masyarakat Gayo agar tidak terjadinya perpecahan/perselihihan antar sesama karena perbedaan dari keturunan, suku dan lain sebaganya.

2. Pentingnya untuk mengetahui dan menyusun cerita-cerita pada masa lalu sehingga cerita-cerita pada masa lalu itu dapat dijadikan sebagai awal penulisan sejarah untuk membuat suatu buku dengan judul Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo, yang dapat memperkaya kebudayaan kita, khususnya bagi kebudayaan masyarakat Gayo.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ara, L.K. dan Medri. 2008. Ensiklopedi Aceh: adat, Hikayat dan Sastra. Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih (YMAJ).

Bangun, Payung. 1995. Kebudayaan Batak. Dalam Koentjaranigrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djamban.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRES). Gayo, M.H. 1983. Perang Gayo – Alas Melawan Kolonialis Belanda. Jakarta: PN

Balai Pustaka.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Tanah Gayo dan Penduduknya. Jakarta : Indonesia – Nederlands Coopertion in Islamic Studies.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibrahim, Mahmud. 2007. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan Maqamammahmuda.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Latief, H. AR. 1996. Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas. Bandung: Kurnia Bupa Bandung.

Munir, Rozy. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purba, O.H.S dan Purba, Elvis F. 1997. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskrepsi. Medan : Onora.

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES.

Susanto, Hary. 1987. Mitos, pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius. Simanjuntak, Bungaran Antonius dan Sosrodihardjo, Soedjito. 2009. Metode


(20)

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Syukri. 2006. Sarakopat, Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan Relevansi Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama. Titus, Milan J. 1995. Migrasi Antar Daerah Di Indonesia Sebagai Cerminan

Ketimpangan Regional dan Sosial. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Wiradnyana, Ketut dan TaufikurrahmanSetiawan. 2011. Gayo Merangkai Identitas. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.


(1)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur. 2. Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Tidak jelasnya fakta sejarah kapan terjadinya migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, sehingga dalam hal ini mengharuskan peneliti untuk membatasi permasalahan yang ada agar penulisan karya ilmiah ini dapat lebih terarah. Dengan demikian apa yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan tujun penelitian. Dalam hal ini peneliti membatasi masalah pada Cerita Rakyat “Batak 27” tentang Migrasi orang Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur ? 2. Bagaimana folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo? 3. Fakta-fakta apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti dari folklor “Batak


(2)

6

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur.

2. Untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini nantinya adalah : 1. Sebagai pengumpulan bahan-bahan dalam penelitian migrasi orang Batak ke

Tanah Gayo.

2. Sebagai referensi tambahan terhadap penelitian-penelitian mengenai folklor Batak 27 tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Dapat memberikan informasi yang lebih obyektif kepada masyarakat tentang fakta sejarah dan mitos yang terdapat pada folklor batak 27.


(3)

1 A. Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dan analisis yang telah dilakukan maka peneliti dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin

Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu

Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah Gayo sebagai budak belian (temulok).

2. Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.

3. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen (belah) kelompok masyarakat yang terdapat di tanah Gayo, terutama di


(4)

2

daerah Bebesen adanya nama lima buah klen utama (belah) yaitu belah Linge, Munthe, Cebero, Tebe, dan Melala. Belah ini sama seperti marga yang terdapat di dalam marga-marga Batak Karo.

B. Saran

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di lapangan, peneliti memberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermamfaat bagi para pembaca khususnya bagi masyarakat Gayo diantaranya:

1. Diharapkan kepada masyarakat Gayo agar tidak terjadinya perpecahan/perselihihan antar sesama karena perbedaan dari keturunan, suku dan lain sebaganya.

2. Pentingnya untuk mengetahui dan menyusun cerita-cerita pada masa lalu sehingga cerita-cerita pada masa lalu itu dapat dijadikan sebagai awal penulisan sejarah untuk membuat suatu buku dengan judul Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo, yang dapat memperkaya kebudayaan kita, khususnya bagi kebudayaan masyarakat Gayo.


(5)

Ara, L.K. dan Medri. 2008. Ensiklopedi Aceh: adat, Hikayat dan Sastra. Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih (YMAJ).

Bangun, Payung. 1995. Kebudayaan Batak. Dalam Koentjaranigrat. Manusia dan

Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djamban.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRES). Gayo, M.H. 1983. Perang Gayo – Alas Melawan Kolonialis Belanda. Jakarta: PN

Balai Pustaka.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Tanah Gayo dan Penduduknya. Jakarta : Indonesia – Nederlands Coopertion in Islamic Studies.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad

ke-20. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibrahim, Mahmud. 2007. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan Maqamammahmuda.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Latief, H. AR. 1996. Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas. Bandung: Kurnia Bupa Bandung.

Munir, Rozy. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purba, O.H.S dan Purba, Elvis F. 1997. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli

Utara: Suatu Deskrepsi. Medan : Onora.

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES.

Susanto, Hary. 1987. Mitos, pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius. Simanjuntak, Bungaran Antonius dan Sosrodihardjo, Soedjito. 2009. Metode


(6)

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Syukri. 2006. Sarakopat, Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan Relevansi

Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

Titus, Milan J. 1995. Migrasi Antar Daerah Di Indonesia Sebagai Cerminan

Ketimpangan Regional dan Sosial. Yogyakarta: Pusat Penelitian

Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Wiradnyana, Ketut dan TaufikurrahmanSetiawan. 2011. Gayo Merangkai