EFEK MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS KOLABORATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA SMP.

(1)

EFEK MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS KOLABORATIF DAN PEMAHAMAN KONSEP TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA SMP

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

HERLOPEN TAMBA NIM : 8126176012

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

HERLOPEN TAMBA. NIM. 8126176012. Efek Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif Dan Pemahaman Konsep Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa SMP. Tesis. Medan. 2015: Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif lebih baik dibandingkan denan model Direct Instructional (DI). (2) untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan pemahaman konsep tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki pemahaman konsep rendah. (3) untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran Inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dan model pembelajaran Direct Instructional (DI) dan kemampuan pemahaman konsep terhadap keterampilan proses sains siswa. Sampel diambil dengan menggunakan cluster random sampling dimana kelas VIII-2 sebagai kelas eksperimen diajarkan dengan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dan kelas VIII-3 sebagai kelas kontrol diajarkan dengan model pembelajaran Direct Instruction (DI). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dan pemahaman konsep. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model Direct Instruction (DI). (2) keterampilan proses sains siswa yang memiliki pemahaman konsep tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki pemahaman konsep rendah. (3) Terdapat interaksi antara model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dan pemahaman konsep terhadap keterampilan proses sains siswa dimana model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif ini lebih baik diterapkan pada siswa yang memiliki pemahaman konsep tinggi.

Kata kunci : model pembelajaran, kolaboratif, pemahaman konsep, keterampilan proses sains.


(6)

ii ABSTRACT

HERLOPEN TAMBA. NIM: 8126176012. The Effect of Teaching Model Guided Inquiry-based Collaborative and Understanding of Concepts Physical Science Process Skills in Junior High School. A Thesis. Physical Education Studies. Study Program. Postgraduate, State University of Medan 2015.

The objectives of this study were to: (1) to know the science process skills that students are taught with guided inquiry learning model-based collaborative better than the models Direct Instructional (DI) (2) to know the science process skills of students who have the ability to better understanding of the concept of higher than students who have an understanding of the concept is low and (3) to understand the interaction between the model-based guided inquiry learning and collaborative learning model Direct Instructional (DI) and the ability of understanding the concept of the science process skills of students. Samples were taken by using cluster random sampling where the class VIII-2 as the experimental class taught by guided inquiry-based collaborative models and VIII-3 as the control clas taught by teaching model Direct Instruction (DI). The instrument that used in this study is test science process skills and understanding of concepts. The result of the findings can be concluded that: (1) science process skills students are taught using a model-based guided inquiry collaborative better than using models Direct Instruction (DI), (2) science process skills of students who have a better understanding of the concept of higher than student who have an understanding of the concept of low. (3) There is an interaction between guided inquiry-based collaborative models and understanding the concept of the science process skills of student whereguided inquiry-based collaborative models is better applied to students who have a high undestanding of concept.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan atas segala rahmat dan berkat-Nya yang memberikan kekuatan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Efek Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif Dan Pemahaman Konsep Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa SMP”, disusun untuk memehuhi

sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika di program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Dosen pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yaitu Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S.,M.M dan dosen pembimbing II yaitu Ibu Prof. Dr. Retno Dwi Suyanti, M.Si yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis sejak awal rencana penelitian sampai selesainya penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ridwan A. Sani, M.Si., Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si., Ibu Dr. Sondang R. Manurung, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan saran dan masukan guna kesempurnaan dari tesis ini.

3. Bapak Drs. Paulus R. Girsang, M.Si selaku kepala sekolah SMP Swasata Budi Murni 1 Medan yang telah memberika izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.


(8)

iv

4. Ibu M. Hutajulu, S.Pd selaku guru bidang studi fisika di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan yang telah membantu memberikan pembelajaran dengan model yang penulis perbuat.

5. Teristimewa kepada ayahanda T. Tamba (+) dan ibunda T. Sinaga serta isteri tercinta Cita Mela Tria Tampubolon, beserta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan motivasi baik material maupun spiritual.

6. Rekan-rekan seperjuangan selama perkuliahan, semoga kebersamaan dan kekeluargaan yang kita lalui dapat selalu terjaga.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan tesis ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga isi tesis ini bermanfaat dalam memperkaya ilmu bagi pembaca serta dalam dunia pendidikan.

Medan, Mei 2015 Penulis,

Herlopen Tamba NIM. 8126176012


(9)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

i

ABSTRACT

ii

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 11

1.3 Batasan Masalah 12

1.4 Rumusan Masalah 12

1.5 Tujuan Penelitian 13

1.6 Manfaat Penelitian 13

1.7 Defenisi Operasional 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17

2.1 Kerangka Teoritis 17

2.1.1 Model Pembelajaran 17

2.1.2 Model Pembelajaran Inkuiri 19

2.1.2.1 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 24

2.1.3 Pembelajaran Kolaboratif 31

2.1.3.1 Tujuan Strategi Pembelajaran Kolaboratif 32 2.1.3.2 Karakteristik Strategi Pembelajaran Kolaboratif 33 2.1.3.3 Tahap-tahap Pelaksanaan Kolaboratif dalam Pembelajaran 33

2.1.4 Pemahaman Konsep 35

2.1.5 Keterampilan Proses Sains 39

2.1.6 Teori-teori Belajar 43

2.1.6.1 Teori Belajar Piaget 43

2.1.6.2 Teori Belajar Ausubel 44


(10)

vi

2.1.6.4 Teori Belajar Konstruktivisme 49

2.1.7 Model Pembelajaran Direct Instruction (DI) 50

2.1.8 Penelitian Relevan 55

2.2 Kerangka Konseptual 58

2.2.1 Perbedaan Kemampuan Keterampilan Proses sains dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis

Kolaboratif dan Direct Instruction. 58

2.2.2 Perbedaan Kemampuan Keterampilan Proses Sains Fisika untuk

Kemampuan Pemahaman Konsep Tinggi dan Rendah. 61 2.2.3 Interaksi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis

Kolaboratif Dan Pemahaman Konsep Terhadap Kemampuan

Keterampilan Proses Sains Fisika siswa. 62

2.3 Hipotesis 64

BAB III METODE PENELITIAN 65

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 65

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 65

3.2.1 Populasi Penelitian 65

3.2.2 Sampel Penelitian 65

3.3 Variabel Penelitian 65

3.4 Jenis dan Desain Penelitian 66

3.5 Prosedur Penelitian 68

3.6 Instrumen Penelitian 71

3.6.1 Instrumen Keterampilan Proses Sains 71

3.7 Alat Pengumpul Data 71

3.7.1 Validitas Tes 72

3.7.2 Analisis Validitas Tes 72

3.7.3 Reliabilitas Tes 75

3.7.4 Tingkat Kesukaran Tes 76

3.7.5 Daya Pembeda Soal 78

3.8 Teknik Analisis Data 79

3.8.1 Menghitung Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku 79

3.8.2 Uji Normalitas Data 80


(11)

vii

3.8.4 Pengujian Hipotesis Penelitian 82

3.8.5 Uji Hipotesis Analisis Varians (ANAVA) 2 Jalur 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 89

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian 89

4.1.1. Pretes Hasil Belajar 89

4.1.1.1 Uji Normalitas 90

4.1.1.2 Uji Homogenitas 91

4.1.1.3 Uji T Data Pretes KPS 91

4.1.2 Pemahaman Konsep 93

4.1.3 Postes Keterampila Proses Sains (KPS) 97

4.1.4 Pengujian Hipotesis 101

4.1.5 Pengujian Hipotesis Pertama 102

4.1.6 Pengujian Hipotesis Kedua 103

4.1.7 Pengujian Hipotesis Ketiga 103

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian 108

4.2.1 Terdapat Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa

dengan Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing Berbasis

Kolaboratif dan Model Pembelajaran Langsung (DI) 108 4.2.2 Perbedaan KPS Siswa Antara Siswa Yang Memiliki

Tingkat Pemahaman Konsep Tinggi dan Rendah 109 4.2.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis

Kolaboratif dan Model Pembelajaran Langsung dengan Dengan Pemahaman Konsep Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa 111

4.3 Temuan Dalam Penelitian 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 114

5.1 Kesimpulan 114

5.2 Saran 115


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Fisika Semester Ganjil Kelas

VIII T.P 2010/2011 sampai dengan 2013/2014 4 Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 28 Tabel 2.2 Pelaksanaan Kolaboratif Dalam Pembelajaran 34

Tabel 2.3 Indikator Pemahaman Konsep 39

Tabel 2.4 Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (Diadaptasi dari Longfield) 40 Tabel 2.5 Penjabaran Keterampilan Proses Dalam Bentuk Kemampuan 41

Tabel 2.6 Sembilan Peristiwa Belajar Gagne 48

Tabel 2.7 Sintaks Pembelajaran Langsung 52

Tabel 2.8 Perbedaaan Teacher Centered dengan Student Centered 53

Tabel 2.9 Penelitian Terdahulu 55

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 66

Tabel 3.2 Desain Penelitian ANAVA 2 x 2 67

Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains 71

Tabel 3.4 Uji Validitas KPS 74

Tabel 3.5 Validitas Konsep 75

Tabel 3.6 Tingkat Kesukaran Tes 77

Tabel 3.7 Daya Beda Tes 79

Tabel 3.8 Rancangan ANAVA untuk Mengetahui Interaksi antara

Keterampilan Proses Sains dengan Model Inkuiri Termbing dan

Pemahaman Konsep 84

Tabel 4.1 Data Pretes KPS Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen 89

Tabel 4.2 Uji Normalitas Pretes 90

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Pretes 91

Tabel 4.4 Uji Kesamaan Pretes KPS Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 92 Tabel 4.5 Data Pemahaman Konsep Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen 93

Tabel 4.6 Pengakategorian Pemahaman Konsep 94

Tabel 4.7 Data Kelompok Pemahaman Konsep Tinggi Pada Kelas

Eksperimen Dan Kelas Kontrol 94

Tabel 4.8 Data Kelompok Pemahaman Konsep Rendah Pada Kelas


(13)

ix

Tabel 4.9 Data Postes KPS Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 97 Tabel 4.10 Data Postes KPS Berdasarkan Pemahaman Konsep 98 Tabel 4.11 Postes KPS Siswa Berdasarkan Pemahaman Konsep Tinggi dan

Rendah Masing-Masing Kelas 99

Tabel 4.12 Hasil ANAVA 101

Tabel 4.13 Hasil ANAVA Faktorial 2x2 102


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Skema Pelaksanaan Penelitian 70

Gambar 4.1 Hasil Postes KPS Kelas DI dan ITBK 98

Gambar 4.2 Interaksi Antara Model Inkuiri Terbimbing Berbasis

Kolaboratif dan Pemahaman Konsep dengan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Dengan Pemahaman Konsep Terhadap


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Silabus Pembelajaran 122

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan 1 125 Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan I 142 Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan II 148

Lampiran 5. Lembar Kerja Siswa Pertemuan II 168

Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan III 172 Lampiran 7. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan III 188 Lampiran 8. Butir Soal Keterampilan Proses Sains 192 Lampiran 9. Butir Soal dan Penyelesaian Pemahaman Konsep 203 Lampiran 10. Tabel Validitas Instrumen Keterampilan Proses Sains 209 Lampiran 11. Perhitungan Taraf Kesukaran Instrumen Tes KPS 210 Lampiran 12. Tabel Reliabilitas Instrumen KPS 211 Lampiran 13. Perhitungan Daya Beda Instrumen KPS 212 Lampiran 14. Tabel Validitas Instrumen Pemahaman Konsep 213 Lampiran 15 Perhitungan Taraf Kesukaran Instrumen Pemahaman

Konsep 214

Lampiran 16 Tabel Reliabilitas Instrumen Pemahaman Konsep 215 Lampiran 17 Perhitungan Daya Beda Tes Pemahaman Konsep 216 Lampiran 18 Deskripsi Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa dan

Tingkat Pemahaman Konsep 217

Lampiran 19 Lembar Validasi Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains 218 Lampiran 20 Lembar Validasi Instrumen Tes Pemahaman Konsep 224


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu cara untuk membenahi dan meningkatkan potensi diri seseorang. Namun, pendidikan tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan pribadi semata melainkan guna sebagai akar dari pembangunan bangsa. Oleh karena itu, berbagai carapun ditempuh demi mendapatkan ilmu

pengetahuan baik melalui lembaga formal, maupun non formal. ‘‘Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselengarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal’’ (Sagala 2009:3). Hal senada juga dikatakan ‘‘Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan’’ (Syah, 2008:10).

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk menyelenggarakan sistem tersebut, pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantuk dalam Undang-Undang Nomor 20


(17)

2

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Trianto, 2011: 3). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan pembelajaran fisika perlu dilaksanakan secara baik dan benar.

Tujuan dari setiap disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah dan kegiatan pembelajaran haruslah merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional tersebut. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari dalam pendidikan formal, dan juga termasuk pelajaran yang di-UN-kan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini menempatkan mata pelajaran fisika sebagai salah satu pelajaran penting untuk dipelajari. Menurut Departemen Pendidikan Nasional untuk mata pelajaran fisika di SMP, mempunyai tujuan sebagai berikut: (1) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam CiptaaNya, (2) mengembangkan pemahan tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam, (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Jadi, dari tujuan tersebut


(18)

3

pelajaran fisika merupakan suatu wahana dalam mengembangkan berbagai kemampuan.

McDermott mengidentifikasi sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan dalam pelajaran fisika, yaitu: (1) kemampuan melakukan penalaran baik kualitatif maupun kuantitatif, (2) kemampuan menginterpretasikan representasi ilmiah seperti gambar, persamaan matematis, dan grafik, (3) keterampilan proses, (4) kemampuan memecahkan masalah, (5) keterampilan komunikasi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, dibutuhkan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah menyelenggarakan perbaikan mutu pendidikan. Salah satu masalah yang selalu diperbincangkan rendahnya kualitas pembelajaran, yang menghasilkan hasil belajar siswa juga rendah, sehingga tidak mampu berkompetensi dalam bidang keilmuan dan menghasilkan gagasan ide-ide baru. Salah satu indikator rendahnya prestasi belajar fisika siswa dapat diperoleh dari hasil TIMSS (Trend Of International On Mathematics And Science Study). Prestasi sains siswa Indonesia pada TIMSS menempati peringkat 32 dari 38 negara (tahun 1999), peringkat 37 dari 46 negara (tahun 2003), dan peringkat 35 dari 49 negara (tahun 2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan fisika siswa Indonesia pada tiap asfek kognitif (knowing, applying, reasoning) masih rendah. Rata-rata kemampuan kognitif knowing (32,07) lebih tinggi dibandingkan dengan aspek kognitif applying (35,11) dan reasoning (22,23). Kecenderungan skor fisika siswa Indonesia terhadap standar Internasional dalam tiga tahun terahir pada TIMMS adalah rendah. Skor rata-rata fisika siswa


(19)

4

Indonesia 34,57, masih di bawah rata-rata standar Internasional 43,40 (Efendi, 2010)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah satu guru fisika di SMP Budi Murni 1 Medan menyatakan dalam proses pembelajaran sehari-harinya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan, juga model pembelajaran ekspositori sehingga siswa cenderung hanya mengerjakan soal-soal dan menghafal rumus dan kurang mampu menggunakan konsep yang dikandung dalam rumus, minimnya media pembelajaran dan jarang menggunakan laboratorium karena alat dan bahan tidak lengkap hal ini senada dengan observasi awal terhadap fasilitas laboratorium yang dilakukan peneliti dan untuk hasil belajar fisika siswa kelas VIII di sekolah tersebut dapat dikategorikan rendah. Mayoritas siswa yang sulit melampaui nilai lulus minimal KKM. Sehigga untuk menuntaskan nilai lulus minimal KKM ini, guru harus mengadakan remedial kepada siswa tersebut. Berikut ini rata-rata nilai ujian mata pelajaran fisika semester ganjil kelas VIII SMP Budi Murni 1 pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Data Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Fisika Semester Ganjil Kelas VIII Tahun Pelajaran 2010/2011 sampai dengan 2013/2014

Tahun Pelajaran Nilai rata-rata KKM

2010/2011 60,85 70

2012/2013 65,91 70

2013/2014 66,70 70

Sumber: Dokumen SMP Budi Murni 1 Medan

Dari fakta-fakta tersebut terlihat bahwa masalah utama yang dihadapi oleh siswa adalah hasil belajar yang masih rendah. Patut diduga hal ini disebabkan karena kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas masih menitikberatkan


(20)

5

peran guru sebagai pemeran utama dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seperti ini merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru juga masih mengutamakan ketuntasan materi dan kurang mengoptimalkan aktivitas belajar siswa. Dalam menerima informasi, ada kemungkinan siswa lebih cenderung menghafalkan informasi yang didapat tanpa mencoba mengaitkan dengan konsep yang pernah dimiliki sebelumnya (Dahar, 1991:94). Kurang terlatihnya kemampuan pemecahan masalah akan membuat siswa merasa kesulitan untuk memahami konsep fisika. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan hasil belajar siswa.

Pada kondisi lainnya, ada juga siswa hanya dilatih untuk pintar menyelesaikan soal-soal, tetapi mereka kurang dilatih untuk mengaitkan proses sains yang merepak peroleh dari kenyataan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Seorang guru dituntut harus memiliki kemampuan dalam menyampaikan materi pelajaran dengan metode pembelajaran yang tepat, sehingga belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan dan mudah bagi siswa. Untuk itu, pola pikir pembelajaran perlu diubah dari sekedar memahami konsep dan memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan bergulat dengan ide-ide (Rustaman, 2000: 23). Maka dari keseluruhan data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah yang terdapat pada siswa tersebut adalah kurangnya pemahaman konsep yang menyebabkan kemampuan pemecahan masalah yang juga rendah. Konsep Taksonomi Bloom mengklasifikasikan ranah kognitif menjadi 6 tingkatan, yaitu ‘‘knowledge’’ (pengetahuan), ‘‘comprehension’’ (pemahaman), ‘‘application’’ (penerapan), ‘‘analysis’’ (penguraian), ‘‘synthesis’’


(21)

6

(pemaduan), dan ‘‘evaluation’’ (penilaian). Dari hasil observasi, maka kemampuan anak masih berada pada level pengetahuan, pemahaman, dan penerapan, sehingga kemampuan dalam memecahkan masalah fisika masih sangat rendah.

Rendahnya pemahaman konsep dan keterampilan proses sains tersebut suatu hal yang wajar dimana fakta di lapangan menunjukkan proses pembelajaran yang terjadi masih konvensional. Siswa lebih sering hanya diberi rumus-rumus yang siap pakai tanpa memahami makna dari rumus-rumus tersebut. Siswa sudah terbiasa menjawab pertanyaan dengan prosedur rutin, sehingga ketika diberikan masalah yang sedikit berbeda maka siswa langsung kebingungan. Seharusnya, pembelajaran fisika yang baik adalah pembelalajaran yang dilandaskan pada prinsip keterampilan proses, dimana siswa didik untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta. Menurut Arends (2008)‘‘it is strange we expect students to learn yet seldom teach then about learning, expect students seldom teach about problem solving’’, yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tetapi jarang mengarahkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Salah satu strategi untuk mempreskripsikan praktik pengelolaan belajar yang menggantikan pola konvensional dikembangkan pengelolaan belajar kolaboratif.

Pengelolaan belajar kolaboratif sesuai dengan gagasan yang dilontarkan Bruffee (Zamroni, 2000:44), bahwasannya praktik pengelolaan pendidikan tradisional yang telah menimbulkan kesenjangan akademik, okupasional dan kultural harus direformasi dengan praktik pendidikan yang memberi kesempatan


(22)

7

kepada pebelajar untuk mengembangkan kerja kelompok. Menurut Sato (2007) pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, dan para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok.

Kerja kelompok yang didukung oleh kemandirian yang dimiliki oleh setiap individu anggota kelompok akan mampu membentuk suasana belajar kerjasama yang diikuti oleh rasa kesalingtergantungan dengan penuh tanggungjawab di antara anggota-anggota kelompoknya. Bentuk dan suasana belajar demikian dikenal dengan belajar secara kolaboratif. Pembelajaran Kolaboratif adalah metode pembelajaran yang menggunakan interaksi sosial sebagai sarana membangun pengetahuan didalamnya diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok belajar yang dan setiap anggota kelompok tersebut harus bekerja sama secara aktif untuk meraih tujuan yang telah ditentukan dalam sebuah kegiatan dengan struktur tertentu sehingga terjadi proses pembelajaran yang penuh makna, Barkley, dkk. (2012: 5).

Menurut Masaaki (2012), yang mengamati perilaku para siswa akhir-akhir ini yang cenderung tertutup dan kurang percaya diri, antara lain mudah putus asa untuk belajar, tidak dapat menyimak pendapat orang lain, kurang pandai berkomunikasi dengan pihak lain, tidak acuh pada orang lain, tidak suka meniru orang lain, mudah marah, tidak ada eksperesi di raut muka, merasa rendah diri dan sebagainya. Hal ini menunjukkan adanya kebosanan siswa untuk belajar fisika.


(23)

8

Guru hendaknya kreatif memulai pembelajaran, dan untuk melakukan kreatifitas teresebut guru tidak harus mengubah segala cara yang telah dilakukan selama ini dan memulai cara yang baru dari nol. Dan pada proses pembelajaran konvensional yang diprakarsai guru, melibatkan semua siswa agak sulit, maka untuk memperbaiki kondisi tersebut, perlu adanya dialog dan kolaborasi. Guru dapat memulai kreativitas pembelajaran dengan menerapkan 3 (tiga) kegiatan yang kurang mendapatkan perhatian selama ini dalam kegiatan pembelajaran, yaitu :1. Menerapkan kegiatan berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan media bahan atau benda. 2. Menerapkan kegiatan kolaborasi dengan pihak lain (secara berpasangan atau kelompok kecil).3. Menerapkan kegiatan ungkapan dan berbagi (experession and sharing), dimana setiap pendapat yang disampaikan oleh siswa harus dihargai semua warga di ruang kelas tersebut.

Sangat diperlukan terjalinnya hubungan antar siswa, karena jika seorang siswa tidak mengerti materi pelajarannnya, maka secara terbuka ia dapat mengungkapkan hal itu kepada kawan sekelompoknya (dapat bergantung pada pihak lain). Hal itu dapat berulang kali dilatih melalui kegiatan kelompok. Selain itu, siswa perlu belajar pentingnya komunikasi dalam kegiatan pleno (seluruh kelas). Terutama untuk meningkatkan mutu dialog, diharapkan siswa dapat terlatih dan membiasakan diri dengan hal-hal dibawah ini : a. Saling menyimak pendapat pihak lain (membangun hubungan saling menyimak), b. Menghargai pikiran dan pendapat orang lain, c. Memiliki landasan dan alasan, dapat mengungkapkan pemikirannya. d. Berdasarkan landasan dan alasan, dapat mengungkapkan pemikirannya. e. Menanggapi pendapat atau pikiran pihak lain.


(24)

9

Jika kurang jelas, bertanya pada pihak lain, atau menyatakan “aku belum mengerti maksudmu”, dan sebagainya.

Permasalahan besar dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha pengembangan berpikir yang menuntun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Proses ini lebih banyak mendorong siswa agar dapat menguasai materi pelajaran supaya dapat menjawab semua soal ujian yang diberikan. Kenyataan menunjukkan siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Berdasarkan hasil penelitian dari pusat kurikulum (Kaswan, 2004), ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Hal ini menyebabkan isi mata pelajaran fisika dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep.

Menyikapi masalah di atas diperlukan model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan pemahaman konsep fisika siswa dengan melibatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang terkait dengan hal tersebut adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Menurut Sanjaya (2008:131), Model pembelajaran inkuiri merupakan merupakan kegiatan pembalajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir ini dilakukan mengenai tanya jawab antara guru dengan siswa. Inti sari dari pembelajaran inkuiri adalah memberi pembelajaran siswa untuk menangani permasalah yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata.


(25)

10

Pada pembelajaran inkuiri guru harus merencanakan situasi sedekian rupa, sehingga siswa bekerja seperti seorang peneliti dengan menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan, investigasi dan menyiapkan kerangka berpikir, hipotesis dan penjelasan yang kompatibel dengan pengalaman dunia nyata (Hakim, 2008). Terdapat beberapa jenis inkuiri yang dapat digunakan sesuai dengan keadaan siswa yang bersangkutan, diantaranya adalah Discovery Learning, Interactive Demonstration, Guiled Inquiry (Inquiry Lesson), Inquiry Laboratoriums, Hypothetical Inquiry (Wenning, 2010). Dengan melihat keadaan siswa yang diamati maka jenis inkuiri yang cocok digunakan dalam penelitian ini adalah inkuiri terbimbing, karena pada proses pelaksanaanya guru memberikan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa dalam merencanakan pembelajaran dan perumusan kegiatan.

Penelitian Wahyudin (2009) menyatakan penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dengan berbantuan multimedia dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa.

Penelitian Maikristina (2012) menyatakan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengatasi kesulitan belajar siswa yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Deta (2012) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif ketika siswa melakukan pembelajaran dengan dengan metode inkuiri terbimbing dan proyek, sedangkan untuk prestasi belajar psikomotor dan afektif tidak terdapat; terdapat perbedaan prestasi belajar afektif antara siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah, sedangkan untuk


(26)

11

prestasi belajar kognitif dan psikomotor tidak terdapat; terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif, psikomotor, dan afektif antara siswa dengan keterampilan proses sains tinggi dan rendah; terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar afektif, sedangkan untuk prestasi belajar kognitif dan psikomotor tidak terdapat; terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar psikomotor dan afektif, sedangkan untuk prestasi belajar kognitif tidak terdapat; terdapat interaksi antara kreativitas dengan keterampilan proses sains siswa terhadap prestasi belajar afektif, sedangkan untuk prestasi belajar kognitif dan psikomotor tidak terdapat; dan terdapat interaksi antara metode pembelajaran, kreativitas, dan keterampilan proses sains siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif, sedangkan untuk prestasi belajar psikomotor tidak terdapat.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran diatas, penulis tertarik untuk mengajukan sebuah penelitian yang berjudul “Efek Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif Dan Pemahaman Konsep Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa SMP”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah untuk dikaji dan diteliti dalam pembelajaran Fisika sebagai berikut:

1. Kemampuan hasil belajar Fisika yang relatif rendah. 2. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa 3. Keterampilan proses sains siswa kurang


(27)

12

4. Proses belajar yang masih berpusat pada guru sehingga proses belajar mengajar kurang bermakna.

5. Proses belajar masih bersifat konvensional tidak melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

6. Sarana laboratorium yang tidak memadai

7. Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang belum diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas

1.3 Batasan Masalah

Dari sekian banyaknya permasalahan yang teridentifikasi, peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pemahaman konsep fisika siswa

2. Kemampuan siswa dalam keterampilan proses sains

3. Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dan model Direct Instructional (DI).

1.4. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dengan model direct instructional (DI)?

2. Apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa pada kelompok dengan kemampuan pemahaman konsep tinggi dan pemahaman konsep rendah fisika siswa?


(28)

13

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dan model pembelajaran direct instructional (DI) dengan tingkat kemampuan pemahaman konsep fisika siswa untuk meningkatkan keterampilan proses sains?

1.5 Tujuan Penilitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yakni untuk:

1. Mengetahui apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dengan model Direct Instructional?

2. Mengetahui apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa pada kelompok dengan kemampuan pemahaman konsep tinggi dan pemahaman konsep rendah fisika siswa?

3. Mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dan model pembelajaran Direct Instructional dengan tingkat kemampuan pemahaman konsep fisika siswa untuk meningkatkan keterampilan proses sains?

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk :


(29)

14

dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap keterampilan proses sains fisika siswa, maka pembelajaran model Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif dapat dijadikan sebagai alternatif salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika.

2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep fisika siswa. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru

dalam proses belajar mengajar dalam menggunakan model Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif untuk melihat interaksi dengan tingkat kemampuan konsep fisika siswa.

4. Sebagai sumber informasi bagi guru fisika dalam merancang sistem model pembelajaran sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

b. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam usaha penelitian lanjutan dengan melibatkan lebih lengkap komponen model-model pembelajaran yang lain untuk mengungkap dan membuktikan secara empirik model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Kolaboratif masih lebih unggul jika dibandingkan dengan Model Pembelajaran yang lain. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi para peneliti berikutnya yang melakukan penelitian yang sejenis.


(30)

15 1.7 Definisi Operasional

Untuk memperjelas variabel-variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut diberikan definisi operasional:

1. Pemahaman konsep adalah1) Menyatakan ulang sebuah konsep yaitu: menyebutkan definisi berdasarkan konsep-konsep esensial yang dimiliki oleh sebuah objek; 2) Mengklasifikasikan objek yaitu menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifat-sifat/ciri-ciri tertentu yang dimiliki sesuai dengan konsepnya; 3) memberikan contoh dan non contoh yaitu memberikan contoh lain sesuai dengan konsep yang dimiliki sebuah objek baik untuk contoh maupun untuk non contoh; 4) menyajikan konsep yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis sebagai suatu pemecahan masalah; 5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; 6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu; 7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah (BSNP, 2006: 6).

2. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial (Rustaman, 2005).

3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa


(31)

16

untuk mencari dan menyelidiki secara sistematik, kritis, logis, dan analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri ( Gulo, 2008).

4. Pembelajaran Kolaboratif adalah metode pembelajaran yang menggunakan interaksi sosial sebagai sarana membangun pengetahuan didalamnya diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok belajar yang dan setiap anggota kelompok tersebut harus bekerja sama secara aktif untuk meraih tujuan yang telah ditentukan dalam sebuah kegiatan dengan struktur tertentu sehingga terjadi proses pembelajaran yang penuh makna, Barkley, dkk. (2012: 5).

5. Model Direct Instruction pada penelitian ini adalah model pengajaran yang digunakan untuk menjelaskan konsep atau kemampuan baru kepada kelompok besar siswa, memberikan ujian pemahaman materi dengan berlatih di bawah pengarahan guru (latihan kontrol) dan mendorong mereka melanjutkan latihan di bawah pengawasan guru (latihan terbimbing). Model dicect instruction mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan model pengajaran yang yang diarahkan oleh guru (teacher direction). Pembelajaran ini juga focus pada kegiatan guru dan pengorganisasian kelas yang menekankan pada penggunaan waktu pembelajaran dalam kelas. Fokus utama pembelajaran ini adalah terletak pada belajar, dan penekanan pada keterlibatan siswa dalam melaksanakan tugas-tugas akademik (Arends, 2008: 16).


(32)

114 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dengan model pembelajaran langsung (Direct Instruction), dimana siswa yang menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif memperoleh keterampilan proses sains sebesar 80,56 lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran langsung (DI) sebesar 73,97.

2. Ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa yang memiliki pemahaman konsep tinggi dan pemahaman konsep rendah. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa siswa yang tingkat pemahaman konsep tinggi memiliki keterampilan proses sains yang tinggi sebesar 80,27 dan siswa yang tingkat pemahaman konsep rendah memiliki keterampilan proses sains yang rendah sebesar 73,68.

3. Ada interaksi antara model pembelajaran dan pemahaman konsep terhadap keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dipengaruhi juga oleh pemahaman konsep, sedangkan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model DI Dari hasil ini dapat


(33)

115

disimpulkan bahwa interaksi terjadi pada kelas DI tidak dipengaruhi oleh pemahaman konsep siswa.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran untuk pembaca maupun peneliti selanjutnya:

1) Pelaksanaan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya pada saat siswa yang belum terbiasa menggunakan alat-alat percobaan dalam proses pembelajaran untuk menyelesaikan lembar kerja siswa sehingga alokasi waktu harus lebih dipertimbangkan.

2) Supaya siswa mempunyai persiapan untuk pertemuan selanjutnya hendaknya pada setiap akhir pembelajaran diberitahukan pada siswa tujuan dan topik pebelajaran yang akan dipelajari berikutnya. Dalam pelaksanaan model inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif masalah yang diberikan hendaknya lebih kontekstual.

3) Disarankan kepada peneliti lanjutan, kiranya dapat melanjutkan penelitian ini dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis kolaboratif dengan bantuan media pembelajaran yang lebih kreatif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(34)

116

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,M. 2007.IPA Fisika SMP dan MTS Untuk Kelas VIII.Jakarta:Esis. Amir. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Base Learning. Jakarta:

Prenada Media Group.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. 2010. A Taxonomy For Learning Teacing And Assesing, A Revision Of Bloom’s Taxonomy Of Educational Objective. New York: Longman.

Annur,D.U., Wartono., Mudjihartono. 2013. Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 21 Malang Melalui Implemenasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Kalor. Malang. Universitas Negeri Malang/Diunduh 9 Januari 2014. Arends, R. 2008. Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Arends., Kilcher. 2012. Teaching for Student Learning. New York: McGraw Hill Companies.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Barkley, Elizabert E., Cross, K. Patricia & Major, Clair Howell. (2012). Collaborative Learning Techniques: Teknik-teknik Pembelajaran Kolaboratif. Penerjemah: Narulita Yusron. Bandung: Penerbit Nusa Media.

BNSP. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta :BNSP.

Bonnstetter, J.R.,1998. Inquiry: Learning from the Past with an Eye on the Future .Vol 3 No. 1 (http://ejse.southwestern.edu/article/view/7595/5362, diakses pada November 2014).

Dahar, R. W. 1991. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMA dan MA.

Jakarta: Departemen Pendidikan &Kebudayaan.

Deta, U. 2012. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing Dan Proyek, Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Vol. 9 No. 1 (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/ 2577, diakses pada Nopember 2014).


(35)

117

Effendi, R. 2010. Kemampuan Fisika Siswa Indonesia Dalam TIMMS (Trend Of International On Mathematics And Science Study). (Online), Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 (http://www.fi.itb.ac.id/dede/ Seminar%20 HFI202010/CD%20Priceedings/FP%2013.pdf,diakses 2014).

Gokhale, A. 1995. Collaborative learning enchances critical thinking. Journal of Technology Education, (7) 1. [online]. Tersedia: http://scolar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jte-v7nl/gokhale,jt-v7nl.html [6 November 2014].

Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hakim, L. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wahana Prima.

Henry,Kuswanto,dan Hartiningsih,Tuti. 2009.IPA Untuk SMP/MTs Kelas VIII.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta. Rineka Cipta

Ibrahim, M. 2007. Pembelajaran Inkuiri. [Online]. Tersedia: http://herfis. com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html [Nopember 2014]

Indrawati. (1999). Keterampilan Proses Sains: Tinjauan Kritis dan Teori ke Praktis. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.

Joice,B.,& Weil, M. 1980. Model of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Judith,S. 2009.Teaching Scientific Inquiry:Exploration, Directed, Guided, and

Opened-Ended Levels. http://url?sa=t&rct=j&q=judith,s.%202009. teaching%20scientific%20inquiry:exploration. Diakses 24 Agustus 2014.

Kanginan,M.2007.IPA Fisika Untuk SMP Kelas VIII.Jakarta:Erlangga

Kaswan. (2004). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis Pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama.

Kristianti, A.A. 2012. Pembelajaran IPA Dengan Inkuiri Bebas Termodifikasi Menggunakan Lab Riil Dan Lab Virtuil Ditinjau dari Interaksi Sosial


(36)

118

dan Gaya Belajar Siswa. Tesis PPs Pendidikan Fisika. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kurniawan, W., Endah, D.H., 2008. Pembelajaran Fisika Dengan Metode Inquiry Terbimbing Untuk Mengembangkan Keteramlan Proses Sains. JP2F. 1(2): 149-158

Longfield, J. 2003. Science Process Skills. http://www.indiana .edu/~deanfac /portfolio/ example s/ jlongfield/doc/ sci_process_skills.doc. Diakses 9 Januari 2014 Maasaki.2012. Lesson Study, Dialog dan Kolaborasi. Jakarta

Maikristina, N., Dasna, W.I., Sulistina,O. 2013. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang Pada Materi Hidrolisis Garam. http://jurnal-online.um.ac.id/data /artikel /artikel68099 EE989A697168 C97626B 63B8B4E4.pdf. Diakses Agustus 2014.

McDermott, L. C. 1990. A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Sciences : The Need for Special Science Course for Teacher. American Journal of Physics. 58 (6) 56-61.

Mendikbud. 2014. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kemdikbud. Mikrajuddin. 2007. IPA Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Moch., Mampuono., Imam., Tri. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP Kelas VIII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

National Research Council. (1996). National Science Standards. Washinton, DC: National Academy Press.

NRC. 2000. Inquiry and The National Science Education Standarts. A Guide for Teaching and Learning. Washington and Learning DC: National Academic Press.

Nugroho, S. 2012. Pembelajaran IPA Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Menggunakan Laboratorium Riil Dan Virtual Ditinjau Dari Kemampuan Memori Dan Gaya Belajar Siswa. Tesis PPs Pendidikan Fisika. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(37)

119

Nurachmandani,S., Samsulhadi, S.,2010. Ilmu Pengetahuan Alam (TERPADU) 2 Untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional.

Nurohman,S. 2014. Penerapan Seven Jump Method (SJM) Sebagai Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. http://eprints. uny.ac.id/491/1/semnas-09.pdf. Diunduh tanggal 3 Maret 2014.

Pratomo, N, Y.2012. Efektivitas Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Kemampuan Kognitif C1–C3 Siswa SMP Dalam Pembelajaran IPA Materi Pemanasan Global http://eprints.uny.ac.id/9529/1/1.%20Awal%20Skripsi.pdf.Diunduh 14 Januari 2014.

Rizky,T., Madawatidan.,Sunarti,T.,2014. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Siswa Pada materi Cahaya Kelas VIII-C Di SMP Negeri 4 Kediri http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article /view/392/baca-artikel/ Diunduh 9 Januari 2014.

Roestiyahn, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Rustaman, N. Y., 2005. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia Bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: Tidak diterbitkan.

Saeful., Ida., Yuli., Sopandi., Wahyu.2008. Belajar IPAMembuka Cakrawala Alam Sekitar Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sanjaya, W. 2008. Srategi Pembelajaran. Jakarta. Prenada Media Group.

Santoso, S. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kolaboratif Dan Motivasi Belajar Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 1 Purwanto Wonogiri Jawa Tengah. Vol 3 No.1 (https:/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=1&cad =rja &uact =8&ved =0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.uad.ac.id, diakses pada November 2014).


(38)

120

Santyasa, I. 2009. Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok, (Online), (http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/pemahaman-konsep.html, diakses Oktober 2013).

Sato., Manabu. 2007. Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta : Sistem.

Semiawan, C.R. 1992. Pendekatan Ketrampilan Proses: Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar.Jakarta: Penerbit Grasindo

Setia, Samson. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Siregar, S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta: Prenada Media Group.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory. Research and Practice. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat. A. 2008. Lesson Study Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. Tersedia: http:// akhmadsudrajat.word-pres.com.

Sudarman, I. 2012. Pengaruh Model Pembelajarn Inkuiri Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kinerja Ilmiah Siswa SMP. Artikel. Bali. UPG.

Suhendra. 2005. Pembelajaran Berbasis Dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Belinyu). Tesis tidak dipublikasikan. UPI: Bandung.

Sulastri, S., Priambodo,B. 2012. Science Physics for Junior High School 2. Jakarta: Erlangga.

Sund & Trowbridge. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Supriyati. 2011. Keterampilan Proses Sains Dalam Mengembangkan Pengelolaan Pembelajaran Inkuiri . http://yati-67.blogspot.com/2011/05/ keterampilan-proses-sain-dalam_17.html/ Diakses 9 Januari 2014


(39)

121

Suratmi, S. 2012. Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing Pada Gerak Rotasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Politeknik Negeri.Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (online), http://Journal.Unnes.ac.id/index.php/JPF/article/download/ 1122/1039, diakses 3 Agustus 2014.

Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tangkas, I. 2012. Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMAN 3 Amlapura. Tesis PPs Pendidikan Fisika: Unipersitas Pendidikan Ganesa, Bali.

Tawil, M., Liliasari. 2014. Keterampilan-Keterampilan Sains dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM

Tim Penyusun. 2006. Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-SMP-SMA-SMK-MI-MTs-MA-MAK. Jakarta: BP. Cipta Jaya.

Trianto. 2008. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Onovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Trowbridge & Bybee, (1990). Becoming a Secondary School Science Teacher. Ohio: Merrill Publishing Company.

Usman, M.U.2002. Menjadi Guru Profesional. Rosda karya : Bandung.

Wahyudin., Sutikno., Isa, A. 2009. Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Minat dan PemahamanSiswa. Vol. 6 No. 1 (http://journal.unnes.ac.id/nju/ index.php/ JPFI/article/view/1105/1016, diakses pada Nopember 2013).

Wenning, C.J. (2010). Levels of inquiry : Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. Journal of Physics Teacher Education Online, Summer 2010.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,M. 2007.IPA Fisika SMP dan MTS Untuk Kelas VIII.Jakarta:Esis. Amir. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Base Learning. Jakarta:

Prenada Media Group.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. 2010. A Taxonomy For Learning Teacing And Assesing, A Revision Of Bloom’s Taxonomy Of Educational Objective. New York: Longman.

Annur,D.U., Wartono., Mudjihartono. 2013. Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 21 Malang Melalui Implemenasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Kalor. Malang. Universitas Negeri Malang/Diunduh 9 Januari 2014. Arends, R. 2008. Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Arends., Kilcher. 2012. Teaching for Student Learning. New York: McGraw Hill Companies.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Barkley, Elizabert E., Cross, K. Patricia & Major, Clair Howell. (2012). Collaborative Learning Techniques: Teknik-teknik Pembelajaran Kolaboratif. Penerjemah: Narulita Yusron. Bandung: Penerbit Nusa Media.

BNSP. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta :BNSP.

Bonnstetter, J.R.,1998. Inquiry: Learning from the Past with an Eye on the Future .Vol 3 No. 1 (http://ejse.southwestern.edu/article/view/7595/5362, diakses pada November 2014).

Dahar, R. W. 1991. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMA dan MA.

Jakarta: Departemen Pendidikan &Kebudayaan.

Deta, U. 2012. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing Dan Proyek, Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Vol. 9 No. 1 (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/ 2577, diakses pada Nopember 2014).


(2)

Effendi, R. 2010. Kemampuan Fisika Siswa Indonesia Dalam TIMMS (Trend Of International On Mathematics And Science Study). (Online), Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 (http://www.fi.itb.ac.id/dede/ Seminar%20 HFI202010/CD%20Priceedings/FP%2013.pdf,diakses 2014).

Gokhale, A. 1995. Collaborative learning enchances critical thinking. Journal of Technology Education, (7) 1. [online]. Tersedia: http://scolar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jte-v7nl/gokhale,jt-v7nl.html [6 November 2014].

Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hakim, L. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wahana Prima.

Henry,Kuswanto,dan Hartiningsih,Tuti. 2009.IPA Untuk SMP/MTs Kelas VIII.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta. Rineka Cipta

Ibrahim, M. 2007. Pembelajaran Inkuiri. [Online]. Tersedia: http://herfis. com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html [Nopember 2014]

Indrawati. (1999). Keterampilan Proses Sains: Tinjauan Kritis dan Teori ke Praktis. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.

Joice,B.,& Weil, M. 1980. Model of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Judith,S. 2009.Teaching Scientific Inquiry:Exploration, Directed, Guided, and

Opened-Ended Levels. http://url?sa=t&rct=j&q=judith,s.%202009. teaching%20scientific%20inquiry:exploration. Diakses 24 Agustus 2014.

Kanginan,M.2007.IPA Fisika Untuk SMP Kelas VIII.Jakarta:Erlangga

Kaswan. (2004). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis Pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama.


(3)

dan Gaya Belajar Siswa. Tesis PPs Pendidikan Fisika. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kurniawan, W., Endah, D.H., 2008. Pembelajaran Fisika Dengan Metode Inquiry Terbimbing Untuk Mengembangkan Keteramlan Proses Sains. JP2F. 1(2): 149-158

Longfield, J. 2003. Science Process Skills. http://www.indiana .edu/~deanfac /portfolio/ example s/ jlongfield/doc/ sci_process_skills.doc. Diakses 9 Januari 2014 Maasaki.2012. Lesson Study, Dialog dan Kolaborasi. Jakarta

Maikristina, N., Dasna, W.I., Sulistina,O. 2013. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang Pada Materi Hidrolisis Garam. http://jurnal-online.um.ac.id/data /artikel /artikel68099 EE989A697168 C97626B 63B8B4E4.pdf. Diakses Agustus 2014.

McDermott, L. C. 1990. A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Sciences : The Need for Special Science Course for Teacher. American Journal of Physics. 58 (6) 56-61.

Mendikbud. 2014. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kemdikbud. Mikrajuddin. 2007. IPA Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Moch., Mampuono., Imam., Tri. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP Kelas VIII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

National Research Council. (1996). National Science Standards. Washinton, DC: National Academy Press.

NRC. 2000. Inquiry and The National Science Education Standarts. A Guide for Teaching and Learning. Washington and Learning DC: National Academic Press.

Nugroho, S. 2012. Pembelajaran IPA Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Menggunakan Laboratorium Riil Dan Virtual Ditinjau Dari Kemampuan Memori Dan Gaya Belajar Siswa. Tesis PPs Pendidikan Fisika. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(4)

Nurachmandani,S., Samsulhadi, S.,2010. Ilmu Pengetahuan Alam (TERPADU) 2 Untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional.

Nurohman,S. 2014. Penerapan Seven Jump Method (SJM) Sebagai Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. http://eprints. uny.ac.id/491/1/semnas-09.pdf. Diunduh tanggal 3 Maret 2014.

Pratomo, N, Y.2012. Efektivitas Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Kemampuan Kognitif C1–C3 Siswa SMP Dalam Pembelajaran IPA Materi Pemanasan Global http://eprints.uny.ac.id/9529/1/1.%20Awal%20Skripsi.pdf.Diunduh 14 Januari 2014.

Rizky,T., Madawatidan.,Sunarti,T.,2014. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Siswa Pada materi Cahaya Kelas VIII-C Di SMP Negeri 4 Kediri http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article /view/392/baca-artikel/ Diunduh 9 Januari 2014.

Roestiyahn, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Rustaman, N. Y., 2005. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia Bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: Tidak diterbitkan.

Saeful., Ida., Yuli., Sopandi., Wahyu.2008. Belajar IPAMembuka Cakrawala Alam Sekitar Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sanjaya, W. 2008. Srategi Pembelajaran. Jakarta. Prenada Media Group.

Santoso, S. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kolaboratif Dan Motivasi Belajar Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA N 1 Purwanto Wonogiri Jawa Tengah. Vol 3 No.1 (https:/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=1&cad =rja &uact =8&ved =0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.uad.ac.id, diakses pada


(5)

Santyasa, I. 2009. Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok, (Online), (http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/pemahaman-konsep.html, diakses Oktober 2013).

Sato., Manabu. 2007. Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta : Sistem.

Semiawan, C.R. 1992. Pendekatan Ketrampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar.Jakarta: Penerbit Grasindo

Setia, Samson. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Siregar, S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta: Prenada Media Group.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory. Research and Practice. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat. A. 2008. Lesson Study Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. Tersedia: http:// akhmadsudrajat.word-pres.com.

Sudarman, I. 2012. Pengaruh Model Pembelajarn Inkuiri Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kinerja Ilmiah Siswa SMP. Artikel. Bali. UPG.

Suhendra. 2005. Pembelajaran Berbasis Dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Belinyu). Tesis tidak dipublikasikan. UPI: Bandung.

Sulastri, S., Priambodo,B. 2012. Science Physics for Junior High School 2. Jakarta: Erlangga.

Sund & Trowbridge. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Supriyati. 2011. Keterampilan Proses Sains Dalam Mengembangkan Pengelolaan Pembelajaran Inkuiri . http://yati-67.blogspot.com/2011/05/ keterampilan-proses-sain-dalam_17.html/ Diakses 9 Januari 2014


(6)

Suratmi, S. 2012. Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing Pada Gerak Rotasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Politeknik Negeri.Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (online), http://Journal.Unnes.ac.id/index.php/JPF/article/download/ 1122/1039, diakses 3 Agustus 2014.

Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tangkas, I. 2012. Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMAN 3 Amlapura. Tesis PPs Pendidikan Fisika: Unipersitas Pendidikan Ganesa, Bali.

Tawil, M., Liliasari. 2014. Keterampilan-Keterampilan Sains dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM

Tim Penyusun. 2006. Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-SMP-SMA-SMK-MI-MTs-MA-MAK. Jakarta: BP. Cipta Jaya.

Trianto. 2008. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Onovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Trowbridge & Bybee, (1990). Becoming a Secondary School Science Teacher. Ohio: Merrill Publishing Company.

Usman, M.U.2002. Menjadi Guru Profesional. Rosda karya : Bandung.

Wahyudin., Sutikno., Isa, A. 2009. Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Minat dan PemahamanSiswa. Vol. 6 No. 1 (http://journal.unnes.ac.id/nju/ index.php/ JPFI/article/view/1105/1016, diakses pada Nopember 2013).

Wenning, C.J. (2010). Levels of inquiry : Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. Journal of Physics Teacher Education Online, Summer 2010.