DIGITAL NATIVES SEBAGAI TANTANGAN DAN PE

DIGITAL NATIVES SEBAGAI TANTANGAN DAN PELUANG PADA
PENGEMBANGAN LAYANAN PERPUSTAKAAN
Kholifah Indriyani
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes
Email : [email protected]

Abstrak
The digital generation of natives fills more lives with the use of computers, because
they already exist in a technological environment that gives them the ease and pleasure in
exploring the various features provided. This state of affairs can not be separated in the
present life. From the fact that there is a school does provide a role for children to know
the outside world, the school also put the library as a means and infrastructure that must
exist in order to support the continuity of the curiosity of children. Libraries in the current
era can not be separated from the advancement of existing technology, so the library
should be alert and responsive to provide services in accordance with unlimited
technological advances in the ability to provide technology such as free wifi, the ability in
the form of facilities and prasara services must also be considered for the sake of support
The continuity of the library as one of the facilities used by the librarians to seek and
obtain information.
Generasi digital natives lebih banyak mengisi kehidupan dengan penggunaan
komputer, karena mereka telah ada pada lingkungan teknologi yang memberikan mereka

kemudahan dan kesenangan dalam mengekplorasi beragam fitur yang disediakan. Keadaan
ini seperti tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sekarang. Dari kenyataan yang ada
sekolah memang memberikan peran untuk anak-anak dapat mengenal dunia luar, sekolah
juga menempatkan perpustakaan sebagai sarana dan prasarana yang harus ada demi
menunjang kelangsungan keingintahuan anak-anak. Perpustakaan pada era saat ini tidak
dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi yang ada, sehingga perpustakaan harus dengan
sigap dan tanggap memberikan pelayanan yang sesuai dengan kemajuan teknologi tidak
berbatas pada kemampuan memberikan teknologi seperti wifi gratis, kemampuan yang
berupa layanan sarana dan prasara juga hrus diperhatikan demi menunjang keberlangsungan
perpustakaan sebagai salah satu fasilitas yang digunakan para pemustakan untuk mencari dan
mendapatkan informasi.

Keyword : Digital Native, Layanan Perpustakaan
Pendahuluan
Kebutuhan manusia untuk mendapatkan apa yang diinginkan sudah sangat
dimudahkan pada zaman sekarang. Terlebih dengan berkembangnya teknologi yang dengan
cepat memberikan pengaruh besar pada kehidupan manusia saat ini. Tidak berbatas pada
umur seseorang, teknologi dengan sangat cepat merambah kalangan yang notabene belum
cukup umur untuk menimbang baik buruknya pengaruh teknologi. Dengan semakin
berkembangnya zaman, teknologi semakin unjuk gigi dalam mempermudah kehidupan

manusia, mulai dari memesan makanan, memesan jasa, memesan supir, bahkan dapat
melakukan video call atau berbicara lewat video. Dengan kemudahan yang terus menerus
dikembangkan, ada yang sering terlupa bahwa segala sesuatu yang diciptakan pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa menemukan suatu hal dalam
jejaring teknologi dapat berakibat fatal jika tidak segera ditanggapi, terlebih anak-anak yang
belum bisa memahami dengan baik mana yang harus diikuti mana yang tidak. Pada
perkembangannya lewat dunia pendidikanlah anak dapat terfasilitasi untuk mengenal lebih
banyak hal, dengan belajar di sekolah anak akan lebih mudah diperkenalkan pada dunia luar.
Pada era yang sudah semakin mengharuskan semuanya serba cepat dan instan, anak-anak
yang menjadi korban atau bahkan salah satu keberuntungan bagi mereka untuk mengenal
teknologi yang mutakhir. Tidak dapat dihiraukan lagi bahwa kemampuan anak-anak yang
lebih mengenal teknologi akan menjadi dampak pengiring yang akan mereka ciptakan
sendiri, entah itu baik atau buruk. Keadaan ini juga diperparah dengan kondisi orang tua
mereka yang merupakan Digital Immigrant yang belum mengetahui dan terbiasa dengan
kemudahan yang teknologi berikan. Anak-anak yang tumbuh pada era teknologi yang sudah
maju atau sering kita sebut sebagai Digital Natives ini sangat mudah untuk beradaptasi.
Seperti contoh kemampuannya dalam bermain game dan melihat hal-hal lain dilaman
Youtube. Generasi digital natives lebih banyak mengisi kehidupan dengan penggunaan
komputer, karena mereka telah ada pada lingkungan teknologi yang memberikan mereka
kemudahan dan kesenangan dalam mengekplorasi beragam fitur yang disediakan. Keadaan

ini seperti tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sekarang. Dari kenyataan yang ada
sekolah memang memberikan peran untuk anak-anak dapat mengenal dunia luar, sekolah
juga menempatkan perpustakaan sebagai sarana dan prasarana yang harus ada demi
menunjang kelangsungan keingintahuan anak-anak.

Wiji Suwarno mengatakan bahwa perpustakaan seperti halnya sebuah organism yang
selalu tumbuh dan berkembang. Ia selalu beradaptasi dengan kemajuan zaman, berupaya
memahami perkembangan kebutuhan penggunanya, sehingga suatu ketika dapat menjelma
menjadi pilihan utama bagi pemustaka dalam menelusur informasi. Inilah sesungguhnya yang
dikatakan perpustakaan mengikuti trend, perpustakaan tidak mau ketinggalan zaman (Wiji
Suwarno,2016:1). Dari pendapat diatas tentu perpustakaan memiliki peluang yang besar
terhadap penyediaan yang dirasa sebagai kebutuhan bagi anak-anak, baik secara langsung
maupun secara teknologi atau virtual. Tantangan yang akan dihadapi yakni kemampuan
layanan perpustakaan apakah mampu mengoptimalkan kebutuhan yang anak-anak butuhkan
dalam mencari informasi melalui teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Jika tidak
dapat memenuhi makan perpustakaan akan tinggal sebagai

sebuah gedung yang hanya

menyimpan buku dan berkas-berkas tanpa mencapai fungsinya sebagai layanan edukatif,

informatif, rekreatif.
Ditinjau dari sisi pandang yang lebih luas maka peran perpustakaan merupakan agen
perubahan, pembangunan, dan agen budaya dan pengembangann ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perubahan selalu terjadi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan zaman
seiring dengan sifat manusia yang selalu ingin tahu, eksplorer, dan berbudaya. Dalam hal ini
termasuk perubahan nilai-nilai, pengayaan dan pencerahan kehidupan umat manusia agar
tetap seimbang antara hal-hal yang bersifat fisik jasmaniah dan kejiwaan rohaniyah dan tiak
terjebak pada hal-hal yang bersifat materi belaka dan terhindar dari kehancuran karena
tindakan orang-orang yang kurang bertanggung jawab. (Sutarno Ns,2005:61)
Dari peran perpustakaan tersebut, perpustakaan sangat penting bagi terbentuknya
kebiasaan anak-anak untuk lebih aktif membaca dan mengembangkan ilmu dari pengetahuan
yang ia dapatkan di perpustakaan. Dengan kemudahaan teknologi pula perpustakaan menjadi
semakin dipermudah untuk mengakses berbagai macam pengetahuan. Karena perpustakaan
memang selakyaknya mengutamakan fungsinya sebagai perpustakaan yang unggul dari mulai
layanan dan sarana prasaranannya. Beberapa fungsi perpustakaan antara lain:
1) Fungsi Edukatif.
Yang dimaksud dengan fungsi edukatif adalah perpustakaan menyediakan bahan
perpustakaan yang sesuai dengan kurikulum yang mampu membangkitkan minat baca para
siswa,


mengembangkan

daya

ekspresi,

mengembangkan

kecakapan

berbahasa,

mengembangkan gaya pikir yang rasional dan kritis serta mampu membimbing dan membina
para siswa dalam hal cara menggunakan dan memelihara bahan perpustakaan dengan baik.
2) Fungsi Informatif.
Yang dimaksud dengan fungsi informatif adalah perpustakaan menyediakan bahan
perpustakaan yang memuat informasi tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan yang
bermutu dan uptodate yang disusun secara teratur dan sistematis, sehingga dapat
memudahkan para petugas dan pemakai dalam mencari informasi yang diperlukannya.
3) Fungsi Administratif

Yang dimaksudkan dengan fungsi administratif ialah perpustakaan harus mengerjakan
pencatatan, penyelesaian dan pemrosesan bahan-bahan perpustakaan serta menyelenggarakan
sirkulasi yang praktis, efektif, dan efisien.
4) Fungsi Rekreatif.
Yang

dimaksudkan

dengan

fungsi

rekreatif

ialah

perpustakaan

disamping


menyediakan buku-buku pengetahuan juga perlu menyediakan buku-buku yang bersifat
rekreatif (hiburan) dan bermutu, sehingga dapat digunakan para pembaca untuk mengisi
waktu senggang, baik oleh siswa maupun oleh guru.
5) Fungsi Penelitian.
Yang dimaksudkan dengan fungsi penelitian ialah perpustakaan menyediakan bacaan
yang dapat dijadikan sebagai sumber/ obyek penelitian sederhana dalam berbagai bidang
studi.
6) Fungsi pelestarian.
Yang dimaksudkan fungsi pelestarian ialah merawat bahan perpustakaan baik secara fisik
ataupun konten/ isi (kandungan informasi dengan alih media misalnya)
Teknologi saat ini sudah sangat menyatu dengan anak-anak yang sering kita sebut
sebagai Digital Natives yang merupakan generasi yang lahir pada era digital. Marc Prensky
untuk membedakan keterkaitan manusia dengan teknologi saat ini. “Digital Native”
merupakan gambaran seseorang (terutama anak hingga remaja) yang sejak kelahirannya telah
terpapar gencarnya perkembangan teknologi, seperti perkembangan komputer, internet,

animasi dan sebagainya yang terkait dengan teknologi. Beberapa isu yang dikemukakan oleh
Prensky terkait dengan cara/proses berfikir para Digital Native, antara lain: Dikarenakan para
Digital Native menerima informasi dengan sangat cepat, sehingga mereka beradaptasi dengan
cara dapat melakukan beberapa pekerjaan sekaligus (multi task). Mereka lebih memilih untuk

melihat representasi dari suatu fenomena untuk kemudian mendeskripsikannya dengan katakata. Mereka cenderung bekerja secara random dan lebih memilih untuk bekerja dalam tim.
Serta mereka lebih menyukai suasana yang serius namun santai. Kondisi seperti inilah yang
membuat anak-anak terlena dan semakin mudah untuk diperdaya teknologi. Dengan kata lain
mereka akan semakin mencari tahu dan menemukan celah untuk masuk lebih dalam pada
ranah teknologi. Perpustakaan sebagai layanan yang merepresentasikan kemajuan teknologi
seharusnya ikut serta dalam pengadaan sumber-sumber untuk belajar. Dimudahkan anak-anak
untuk mengakses sumber belajar mereka dengan menyediakan akses internet yang baik dan
membatasi penggunaannya. Yang pada intinya anak akan benar-benar fokus untuk belajar dan
menemukan hal baru di dalam teknologi.
Seperti pada sebuah penelitian yang memaparkan bahwa Digital Native mampu
menjadi generasi yang maju sesuai dengan perkembangan zaman, dalam penelitian tersebut
perpustakaan sangat berperan demi tersedianya layanan dan sumber belajar yang baik.
Perusahaan Apple bekerjasama dengan penerbit buku seperti Pearson, McGraw Hill,
Houghton Miffin Hourcourt mengeluarkan ebooks dengan aplikasi iBook2 yaitu buku diktat
interaktif yang bisa diakses melalui iPad dan digunakan di sekolah-sekolah tradisional di
Amerika. Keunggulan iBook2 bisa dikombinasikan dengan animasi 3D dan video. Produk
iTunes U merupakan mata pelajaran online yang bisa diunduh gratis dan aplikasi ini
digunakan di Universitas Duke, Stanford dan Yale dalam menciptakan lebih dari 100 mata
pelajaran. Produk iTunes U juga diperuntukkan untuk bagi guru-guru SMP dan SMA. Produk
iBook Author yang dikenal dengan istilah Garageband untuk buku pelajaran, dilengkapi

fasilitas menciptakan buku sendiri dengan menambahkan fitur interaktif. Hadirnya perangkat
e-books reader serta konten e-books yang dibaca oleh pelajar di Amerika menjadi suatu
pengalaman baru. Konten yang dihadirkan dalam e-books tidak hanya bentuk teks tetapi
ditampilkan dengan kombinasi animasi, video, suara yang bersifat interaktif. Dari berita ini
dapat dilihat bahwa ketergantungan pada perangkat komunikasi akan signifikan pada konten
digital yang tersimpan dalam perangkat komunikasi. Dari data diatas perpustakan telah
memfungsikan fungsi edukatif dengan lebih maksimal, artinya kemajuan teknologi pun
dimanfaatkan dengan baik dan efisien.

Digital Natives Sebagai Tantangan Pada Layanan Perpustakaan
Telah dipaparkan diatas bahwa tantangan yang akan terjadi pada layanan
perpustakaan adalah bagaimana perpustakaan dapat mengikuti dan memanfaatkan
perkembangan tersebut secara maksimal ataupun tidak. Tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana perpustakaan akan masih terus diminati dengan sudah banyaknya kemudahan
untuk mengakses komunikasi lewat teknologi. Kecenderungan lain yang harus diakui adalah
disintermediasi yaitu berkurangnya kebutuhan hadirnya perantara sebuah komunikasi atau
transaksi. Sebagai contoh, melalui pemanfaatan gadget yang digenggamnya pemustaka dapat
melihat katalog, berinteraksi secara praktis, dan melakukan transaksi berbagai layanan.
Wijayanti (2010) menyebutkan pengajaran dengan menggunakan teknologi informasi
lebih mudah dicerna dan efektif, sehingga keterampilan menggunakan fasilitas teknologi

informasi diperlukan dalam literasi informasi serta didukung pada aspek: (a) perkembangan
model pembelajaran; (b) perangkat keras dan lunak yang lebih mudah digunakan; (c) tuntutan
kemudahan akses, pengolahan dan distribusi informasi.
Dengan mengoptimalkan layanan pepustakaan tentu akan masih menjadi salah satu
tempat untuk belajar, menemukan semua informasi. Para pemustaka juga akan lebih
dimudahkan dengan keadaan yang ada, pemanfaat teknologi sangat akan membantu
mendapatkan apapun layanan yang diiinginkan. Jadi layanan perpustakaan yang baik adalah
layanan yang berkembang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tapi perpustakaan kenyataan
yang ada perpustakaan saat ini masih belum dapat mengoptimalkan layanannya dikarenakan
biaya yang harus dikeluarkan belum lagi harus melakukan beberapa pengajuan yang dirasa
memberatkan. Memang sangat diperlukan tenaga ahli untuk menutupi semua kekurangan ini.
Digital Natives Sebagai Peluang Pada Pada Layanan Perpustakaan
Perlu adanya pengembangan perpustakaan yang mendukung keberadaan generasi
digital native konsep Smart Library atau perpustakaan pintar yang berbasis teknologi
merupakan jawaban bagi kebutuhan generasi digital natives di perpustakaan. Konsep ini
didasarkan pada pemanfaatan teknologi secara menyeluruh terutama yang berbasis online dan
mobile, layanan 24 X 7, layanan anywhere anytime, dan layanan yang berbasis ‘ruang
komunikasi’ yang lebih lebar antara pustakawan dengan pemustakanya ( Arif Surachman,
makalah disampaikan pada Konferensi perpustakaan Digital Indonesia tgl 8 Nopember 2016).


Digital native sangat erat kaitan dengan kemampuan sumber daya menemukan sesuatu yang
baru yang didapatkan pada perkembangan teknologi. Pentingnya literasi informasi dan
literasi media sangat berdampak pada kemampuan mereka untuk berfikir luas. Menurut Bruce
(1997), pemikiran tentang literasi informasi di kalangan pustakawan muncul bersamaan
dengan kehadiran konsep masyarakat informasi (information society).

Sebagai sebuah

konsep yang jelas dan baku, literasi informasi baru muncul dalam publikasi final report
American Library Association tahun 1989. Sejak itulah konsep literasi informasi mulai
digunakan secara meluas.
Generasi digital native hidup dalam kebebasan digital. Interaksi di media sosial menjadi
andalan mereka dibandingkan dengan komunikasi konvensional. Mereka sangat peduli
dengan identitas dan eksistensi dan hal ini diekspresikan secara terbuka di dunia maya.
Mereka lebih menyukai tantangan dan membenci rutinitas. Tidak suka menunggu dan didikte,
tetapi lebih memilih belajar dengan metode sendiri menggunakan teknologi multimedia.
Mereka cenderung menolak komunikasi searah dalam bentuk apapun, baik offline maupun
online. Dunia digital mendorong orang untuk berbagi dan berkolaborasi dan ini menjadi salah
satu ciri digital native. Mereka suka berbagi apa saja di dunia maya. Tidak peduli apakah
yang dibagikan itu diperlukan orang lain atau tidak. Karakteristik ini penting dijadikan acuan
ketika pustakawan merancang layanan. Sementara itu, pustakawan banyak yang tergolong
kelompok digital immigrant. Mereka bekerja menggunakan teknologi namun tidak lahir di
era teknologi. Perlu ada upaya dan kreativitas dalam merancang layanan agar tidak ada gap
(kesenjangan).
Perpustakaan saat ini telah berkembang sedimikian pesatnya sesuai perkembangan zaman.
Perkembangan perpustakaan dalam beberapa periode ini telah banyak dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi informasi. Teknologi informasi di perpustakaan merupakan bagian
dari tolak ukur kemajuan dan modernisasi dari sebuah perpustakaan, baik itu perpustakaan
umum, perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi maupun perpustakaan sekolah.
Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi tuntutan dari masyarakat yang memang sudah
mengerti akan segala macam bentuk teknologi Iinformasi. Seiring dengan adanya kabar
terbaru ini bahwa World Summit of Information Society (WSIS) yang menjadi Action Plan
UNESCO menargetkan pada tahun 2015 sebagian besar penduduk dunia harus memiliki
akses terhadap informasi yang berbasis Teknologi Iinformasi dan Komunikasi (TIK). Dengan
adanya gejala dan permasalahan serta fenomena inilah membawa dampak kepada apa yang
disebut dengan Layanan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi (ICT).

Perkembangan ICT ini akhirnya melahirkan sebuah perpustakaan berbasis komputer.
Perpustakaan berbasis komputer seperti ciri adanya automasi perpustakaan dan akhirnya
terdapat apa yang disebut perpustakaan digital (Digital Library).
Perbedaan “perpustakaan biasa” dengan “perpustakaan digital” terlihat pada keberadaan
koleksi (Subrata, 2009:5). Koleksi digital tidak harus berada di sebuah tempat fisik,
sedangkan koleksi biasa terletak pada sebuah tempat yang menetap, yaitu perpustakaan.
Perbedaan kedua terlihat dari konsepnya. Konsep perpustakaan digital identik dengan internet
atau komputer, sedangkan konsep perpustakaan biasa adalah buku-buku yang terletak pada
suatu tempat. Perbedaan ketiga, perpustakaan digital bisa dinikmati pengguna dimana saja
pengguna itu berada dan dengan tanpa terbatasnya waktu, sedangkan pada perpustakaan biasa
pengguna menikmati di perpustakaan dengan jam-jam yang telah diatur oleh kebijakan
organisasi perpusakaan tersebut.
Pada keadaan ini tentu akan merubah pola belajar pemustaka saat berada di perpustakaan.
Proses transformasi implementasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
diberbagai bidang tugas, pekerjaan dan layanan publik merupakan hal yang tidak dapat
dielakkan lagi. Pada kegiatan pelayanan perpustakaan transformasi menuju e-library menjadi
satu kebutuhan. Pada tahap pertama implementasi aplikasi e-library di perpustakaan terbatas
pada website yang disediakan oleh perpustakaan. Masyarakat yang membutuhkan informasi
tentang perpustakaan dapat melakukan browsing menggunakan internet. Pada tahap kedua
mulai ada komunikasi dua arah antara perpustakaan dan penggunanya melalui email atau
chatting. Pada tahap ketiga aplikasi teknologi menawarkan adanya transaksi secara online,
seperti pemesanan buku yang akan dipinjam, otomasi penagihan buku jika sistem mendeteksi
buku terlambat dikembalikan, pemesanan artikel/penelusuran melalui online dan dengan cara
online pula pesanan artikel dikirimkan kepada pengguna. Pada tahap ini ada transaksi jasa
atau informasi yang dilakukan pengguna dan perpustakaan. Tahap keempat
membuka kemungkinan aplikasi e-library diintegrasikan dengan aplikasi lain, perpustakaan
lain, lembaga lain serta entiti-entiti lainnya, sehingga ada jalur-jalur komunikasi digital antara
perpustakaan dan entiti lain tersebut. Lebih jauh integrasi ini membuka peluang integrasi
pada level proses, data dan teknologi. Hal ini akan berdampak pada efisiensi kegiatan
administrasi dan serta peningkatan layanan kepada pengguna perpustakaan.

Penutup
Perpustakaan pada era saat ini tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi yang
ada, sehingga perpustakaan harus dengan sigap dan tanggap memberikan pelayanan yang
sesuai dengan kemajuan teknologi tidak berbatas pada kemampuan memberikan teknologi
seperti wifi gratis, kemampuan yang berupa layanan sarana dan prasara juga hrus
diperhatikan demi menunjang keberlangsungan perpustakaan sebagai salah satu fasilitas yang
digunakan para pemustakan untuk mencari dan mendapatkan informasi. Berikut strategi yang
dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk memberikan solusi menghadapi tantangan dari para
generasi digital adalah:
1. Optimasi sistem automasi perpustakaan dan pengembangan perpustakaan digital
2. Mulai memperhatikan pengadaan sumber elektronik atau koleksi digital
3. Peningkatan pengetahuan, keterampilan hard skills dan soft skills pustakawan
4. Peningkatan fasilitas bagi generasi digital seperti, colokan listrik, wifi/hotspot, kecepatan
data internet, perabotan yang informal dan santai, fasilitas audio video
5. Dalam mendesain penataan ruangan hendaknya memberikan ruang lebih bagi pemustaka
agar dapat saling berinteraksi dan kolaborasi.

Daftar Pustaka
Mardina, Riana. 2011. Potensi Digital Natives Dalam Representasi Literasi Informasi
Multimedia Berbasis Web Di Perguruan Tinggi. Sekolah Pascasarjana IPB. Jurnal
Pustakawan Indonesia.
Manurung , Vivid Rizqy.

2014. Perkembangan Tekhnologi Informasi Perpustakaan

Menggunakan Digital Library System Dan Kaitannya Dengan Konsep Library 3.O.
Jurnal Iqra’ Volume 08 No.02
Santi, Triana. 2016.

Peran sosial perpustakaan di era digital native. UINSU. Jurnal

Perpustakaan dan Informasi.
Istiana, Purwani (2016) Gaya belajar dan perilaku digital native terhadap teknologi digital
dan perpustakaan. UGM. Perpustakaan UGM
Adi , Mahargjo Hapsoro. 2017. Handout Perpustakaan Sekolah. Unnes. Perpustakaan Unnes
http://dev.perpusnas.go.id/magazine/merancang-program-pendidikan-pemakai-untukpemustaka-digital-native-di-perpustakaan-universitas-indonesia/
tanggal 17 Juni 2017 pukul15.41

diakses

pada