PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN BAKAU DALAM P

PROCEEDINGS PIT IAGI YOGYAKARTA 2012
The 41st IAGI Annual Convention and Exhibition

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN BAKAU DALAM PERSPEKTIF
MORFODINAMIKA MUARA SUNGAI OPAK
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Yan Restu Freski [1] dan Srijono [2],
yan_research@yahoo.com, Jurusan Teknik Geologi FT UGM
[2]
Sie Geomorfologi Lab. Geologi Dinamik Jur. Teknik Geologi FT UGM
[1]

ABSTRAK
Pada kenyataannya, terdapat pembelokan aliran Sungai Opak ke barat saat akan bermuara di
Samudra Hindia, membentuk wilayah pantai yang kompleks. Di wilayah pantai, terdapat tumbuhan
bakau. Saat ini hutan bakau tidak berhubungan dengan air laut secara langsung. Untuk itu, perlu diadakan
penelitian yang fokus mengenai pengembangan hutan bakau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengembangan hutan bakau pada kondisi morfodinamika muara Sungai Opak.
Metode yang digunakan adalah pemetaan persebaran hutan bakau di sekitar muara Sungai Opak
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) dan pemetaan pembelokan aliran Sungai Opak.
Selain itu perlu dilakukan pengukuran salinitas air dengan salinity-meter dan daya hantar listrik pada air

di ruas muara dan wilayah hutan bakau. Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik,
yaitu dengan menginterpretasikan secara kualitatif terhadap data yang telah diperoleh.
Hutan bakau tidak berhubungan dengan air laut secara langsung. Hutan bakau dipisahkan dari air
laut oleh beberapa jenis morfologi. Morfologi yang dimaksud adalah gisik, ruas muara, dan tanggul alam
sungai. Gisik mempunyai topografi datar yang berbatasan langsung dengan air laut. Sebaran kawasan
hutan bakau memanjang searah dengan tanggul alam sungai. Tanggul alam berada di sebelah utara ruas
muara. Di sebelah utara tanggul alam terbentuk cekungan air yang mendukung tumbuh kembangnya
hutan bakau. Ada dua fenomena yang terjadi yaitu 1) adanya pembelokan aliran Sungai Opak saat akan
bermuara membentuk perairan estuarium dan 2) terjadinya neotektonik (pengangkatan) dengan indikasi
terbentuknya tanggul alam. Hutan bakau merupakan kawasan yang mempunyai ekosistem unik sehingga
pengembangan kawasan ini menjadi penting. Secara prospektif, kawasan hutan bakau dapat bertahan jika
pasokan brackish water konstan. Gejala neotektonik jenis pengangkatan yang kontinu dapat berakibat
airnya dapat berubah. Hal itu dapat diatasi dengan mencari alternatif sumber pasokan brackish water
sehingga masalah hutan bakau dapat teratasi.
Kata kunci : bakau, morfodinamika, muara, Sungai Opak
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG GEOLOGI

Hutan bakau daerah penelitian terletak di Dusun

Baros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek,
Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Sebaran hutan bakau meliputi bagian
utara ruas estuaria Sungai Opak dengan koordinat
8o0’27.77” LS- 8o0’33.66” LS dan 110o16’45.60”
BT-110o 17’08.90” BT. Studi ini mengkaji
pengaruh morfodinamika muara Sungai Opak
terhadap pengembangan kawasan hutan bakau.
Metode penelitian yang digunakan meliputi
pemetaan sebaran hutan bakau dan pengujian
sampel air di daerah studi dengan parameter daya
hantar listrik dan salinitas.

Pengembangan hutan bakau di daerah muara
Sungai Opak merupakan hal baru yang dilakukan
atas kerjasama Pemerintah dan perusahaan dengan
masyarakat setempat. Saat ini, baru dilakukan
penanaman sebanyak 2 spesies yaitu Avicennia sp.
dan Rhizophora sp. tersebar seluas 5 Ha.
Pengembangan hutan bakau ini dilakukan karena

kecocokan sistem estuaria sebagai lahan bakau
sebagai manifestasi interaksi antara perairan air
tawar dan perairan air asin. Bakau juga dipilih
sebagai salah satu vegetasi perintis yang berfungsi
sebagai penghambat erosi horizontal aliran Sungai
Opak (Gb. 2b).

PROCEEDINGS PIT IAGI YOGYAKARTA 2012
The 41st IAGI Annual Convention and Exhibition

Permasalahan muncul dari lokasi pengembangan
hutan bakau tersebut dalam perspektif geologi.
Pengembangan hutan bakau dilakukan di daerah
yang sangat dinamis. Pengaruh tersebut berasal
dari sistem estuaria Sungai Opak yang
dipengaruhi oleh keberadaan spit bar dan sistem
tatanan neotektonik. Oleh karena itu, perlu dikaji
mengenai keberlanjutan pengembangan hutan
bakau dengan morfodinamika muara Sungai Opak
tersebut.

MORFODINAMIKA MUARA SUNGAI
Sistem estuaria Sungai Opak dapat dibagi dalam
beberapa satuan geomorfologi (Gb. 1), yaitu:
1. Satuan Spit bar
Satuan ini merupakan batas antara satuan
perairan estuaria dengan laut. Satuan ini
membentang dari arah Pantai Depok Kretek
(tenggara) ke arah Pantai Samas Sanden
(baratlaut). Dimensi panjang satuan ini
adalah ± 2,380 km dengan lebar 4 – 5 m.
Ketinggian spit bar ± 4 mdapl. Satuan ini
tersusun atas material lepas dari volkanik
Gunung Merapi yang telah mengalami
penampian oleh proses longshore current
sehingga tersortasi dengan baik. Satuan ini
merupakan bagian sistem estuaria Sungai
Opak yang paling dinamis.
2. Satuan Perairan Estuaria
Satuan ini merupakan cekungan yang terisi
oleh air payau hasil interaksi air sungai

dengan air laut. Satuan ini terbentuk akibat
terbendungnya aliran Sungai Opak oleh spit
bar sehingga aliran sungai tidak langsung
masuk ke laut. Satuan ini melebar dengan
panjang ± 2,380 km dengan lebar 230 - 320
m.
3. Satuan Dataran Banjir
Satuan dataran banjir terletak di sebelah utara
satuan perairan estuaria. Satuan ini
digunakan
sebagai
lahan
pertanian.
Ketinggian dataran banjir berkisar 2 – 3
mdapl. Satuan dataran banjir melampar
hingga sejauh 1 km ke utara dari satuan
perairan estuaria.
4. Satuan Gumuk Pasir Purba
Satuan gumuk pasir purba berada di sebelah
utara satuan dataran banjir. Gumuk pasir

purba terletak di desa Baros Tirtohargo
Kretek Bantul. Satuan ini berperan dalam

proses evolusi sistem estuaria Sungai Opak.
Keberadaan gumuk pasir purba yang berada
1,5 km dari garis pantai menunjukkan adanya
indikasi perkembangan pantai maju.
Air payau (brackish water) terjadi karena ada
intrusi air laut ke arah satuan perairan estuaria
melalui muara sungai dan rembesan pada spit bar
(Gb. 4). Dalam tubuh estuaria, terjadi sirkulasi
arus yang mendistribusikan air asin dalam air
tawar sehingga terbentuk air payau yang mengalir.
PENGEMBANGAN HUTAN BAKAU
Jenis tanaman bakau yang dikembangkan di
wilayah estuaria Sungai Opak adalah Avicennia
sp. dan Rhizophora sp. (Setyawan, 2004). Bakau
tersebut memiliki perbedaan karakteristik
fisiologis yang sesuai dengan cara serta zona
habitat dalam suatu sistem perairan payau.

Rhizopora sp. memiliki akar jangkar (stilt root)
yang mengembang dan berfungsi sebagai penguat
pohon dari arus dan gelombang air. Spesies ini
berkembang baik dalam perairan yang
mempunyai arus cukup kuat. Avicennia sp.
memiliki akar nafas yang muncul dari lumpur
yang berfungsi sebagai alat eksresi dan respirasi.
Spesies ini dapat berkembang baik pada daerah
payau yang berarus sedang-lemah.
Fungsi bakau dalam pengembangan daerah
perairan estuaria Sungai Opak adalah untuk
menghambat erosi horizontal pada tanggul alam
bagian utara estuaria. Menurut Hendratno (2000),
bagian utara sistem estuaria Sungai Opak
merupakan dataran banjir muara sungai yang
tergenang banjir secara periodik pada musim
hujan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
ketinggian antara rata-rata spit bar (4 mdapl)
dengan dataran banjir (1 – 3 mdapl). Hal ini
memungkinkan terjadi bencana banjir yang

merusak lahan pertanian masyarakat.. Dengan
bertahannya tanggul alam, banjir periodik yang
terjadi dapat diminimalkan. Selain itu,
pengembangan bakau di daerah estuaria Sungai
Opak berfungsi sebagai pembangun suatu
ekosistem baru yang berdampak positif terhadap
keanekaragaman hayati.

PROCEEDINGS PIT IAGI YOGYAKARTA 2012
The 41st IAGI Annual Convention and Exhibition

Jika terjadi pengrusakan hutan bakau, maka akan
terjadi hal-hal berikut:
1. Abrasi pantai
2. Mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke
daratan
3. Potensi perikanan menurun
4. Kehidupan satwa liar terganggu
5. Sumber
mata

pencaharian penduduk
setempat berkurang
Morfodinamika estuaria Sungai Opak akan
berpengaruh pada eksistensi hutan bakau yang
tumbuh baru di utara estuaria. Perubahan
morfologi daerah tersebut akan mempengaruhi
tingkat salinitas dan daya hantar listrik air payau
yang dihasilkan.
Dari pengujian kadar salinitas dan daya hantar
listrik (DHL), air payau di daerah penelitian
mengalami perubahan karakteristik berupa
penurunan kadar salinitas dan DHL air ke arah
sungai (selatan) (Gb. 3). Perairan bakau yang jauh
dari arus sungai memiliki salinitas dan DHL yang
tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya air payau
yang terjebak saat banjir melimpah hingga satuan
dataran banjir. Air payau akan mengalami
infiltrasi dan perkolasi menjadi airtanah yang
bersalinitas dan DHL normal-tinggi. Berbeda
dengan tubuh perairan bakau yang terletak dekat

dengan estuaria Sungai Opak memiliki salinitas
dan DHL yang kecil. Hal ini membuktikan bahwa
sirkulasi air payau di estuaria terjadi sangat
intensif dan cepat. Jumlah air tawar sungai yang
dikontrol oleh musim mengakibatkan fluktuasi
yang dinamis dalam sistem perairan bakau.
Bakau membutuhkan salinitas ideal antara 4 -35
/ (Djohan, 2000). Salinitas air daerah penelitian
berkisar antara