KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DA

KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH

KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Islam sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami
perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai
akhirnya tersebar ke seluruh dunia.[1] Bernard Lewis menulis, sampai akhir
kekuasaan Khulafa’urrasyidin wilayah Islam terbentang luas dari Maroko sampai
Indonesia, dari Kazakhtan sampai Sinegal.[2]
Seperti apapun kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini
telah menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai
pemegang tampuk kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah
kekuasaan dengan sistem dinasti dan diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan
segala kelebihan dan kekurangannya dinasti yang dibentuk mu’awiyah akhirnya
dinasti ini runtuh pula.

Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal
khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan ketentraman yang dirasakan
masyarakat berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut
hingga pucuk pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan
khalifah-khalifah berikutnya. Di sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh
keturunan Abbas ibn Abdul Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan
mawali (non-Arab) dan Abu Muslim al-Khurasani menjelma menjadi momok
menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang menggantikan Hisyam Ibn Abdul
Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan Ibn Muhammad naik tahta,
Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani Umayyah ini karena
adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di sana. Dan
pada saat itulah kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.
B.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan pembahasaan makalah ini adalah :
1.

Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah


2.

Sistem pergantian Kholifah

3.

Prestasi yang dicapai

4.

Sebab kemunduran

C.

Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan agar :
1.


Mengetahui Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah

2.

Mengetahui Sistem pergantian Kholifah

3.

Mengetahui Prestasi yang dicapai

4.

Mengetahui Sebab kemunduran

BAB II
PEMBAHASAN
A. DINASTI BANI UMAYYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi
Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah[3]. Bani

Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan
para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh
Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah
seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa
pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa Ustman, Mu’awiyah diduga
memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan praktik
nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat
nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para
pendukung Ali.[4]
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja.
Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi
kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa
Mu’awiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani
Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali,
Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak dalam
kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan kekuasaan
Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga
pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan
sangat mudah dan terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar politik

Mu’awiyah ialah mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah
sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan
ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan kecerdasan politik Mu’awiyah dalam
menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis di kalangan umat Islam di
jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi pembunuhan yang
dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya. Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya
mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan
dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab.

Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke
Damaskus, tempat kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah
tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum
kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.[5]

b. Sistem Pergantian Kholifah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan
secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah
mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis
(kerajaan turun temurun).[6] yaitu sebagai berikut:
NO


NAMA

MASA BERKUASA
1

Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan

661-681 M
2

Yazid ibn Mu’awiyah

681-683 M
3

Mua’wiyah ibnu Yazid

683-685 M
4


Marwan ibnu Hakam

684-685M.
5

Abdul Malik ibn Marwan

685-705 M
6

Al-Walid ibnu Abdul Malik

705-715 M
7

Sulaiman ibnu Abdul Malik

715-717 M
8


Umar ibnu Abdul Aziz

717-720 M
9

Yazid ibnu Abdul Malik

720-824 M
10

Hisyam ibnu Abdul Malik

724-743 M
11

Walid ibn Yazid

734-744 M
12


Yazid ibn Walid [ Yazid III]

744 M
13

Ibrahim ibn Malik

744 M
14

Marwan ibn Muhammad

745-750 M

c.Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :

1.

Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata.
2.
Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan
”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan
dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
3.
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat
lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai
lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
4.
Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian
dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin
ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5.
Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd AlMalik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal
dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
6.
Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian

diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7.
Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempattempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8.
Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman
sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa,
sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9.
Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi
sehingga sampai berdampak pada orang-orang non Arab menjadi pandai
berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab orangorang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.
10. Merubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Sebelumnya mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar dan dirham.
Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua
Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah
kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova,
Granada, dan Toledo.
12. Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah
menjadi mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan
gereja. Di al-Quds (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha.
Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di

mesjid al-Aqsha yang menurut riwayatnya tempat Nabi Ibrahim hendak
menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid
Cordova di Spanyol dibangun, mesjid Mekah dan Madinah diperbaiki dan
diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega
raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
b). Bidang Immaterial
1.
Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya
memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan
Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fkih, dan
kalam.
2.
Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap
syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719
m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih
dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan alAkhtal (w. 710 M.).
3.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni

Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa flsafat dan eksakta.
Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh,
dan flsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan
dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya.
Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu :
pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah
(ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughraf), AlUlumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu
thib, flsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan
Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa
zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair,
khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber
dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir alQur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut
adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan
riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari
dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab
tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama
hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi
Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri asSya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan
Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah

dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai
zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[7]
4.

Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi

Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan,
terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan
penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari
iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam
bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku
dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya
Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqafa. Ia juga telah banyak
menerjemahkan banyak buku lain, seperti flsafat dan logika, termasuk karya
Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya
Porphyrius :Isagoge.[8]

d. Kemunduran Dinasti Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak
Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi
Islam. Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar
seperti yang dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan,
dan ditambah lagi dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah
memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak
sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah terus
mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan
politik. Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh
Bani Umayah untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara
lain :
1.
System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih
mengandalkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan
menimbulkan persaingan yang keras di kalangan anggota keluarga.
2.
Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konfik politik
yang terjadi di masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih tersisa,
terus menjadi oposisi dan melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah, baik
dengan terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan
terhadap kelompok-kelompok ini, banyak menyedot kekuatan pemerintah Bani
Umayah.
3.
Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konfik ini membuat
penguasa Bani Umayah merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan
kesatuan.

4.
Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di
lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kekuasaan. Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa Bani
Umayah karena penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.
5.
Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
Thalib yang mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan
kaum Mawali.[9]
Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah
Marwan yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shafah, setelah itu ia menjadi khalifah
dalam kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih
menghancurkan Yazid bin Umar bin Hubairah, yang merupakan benteng terakhir
kekuasaan dinasti Umayah.[10] Jadi, hancurnya dua kekuayaan Umayah ini,
menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah kekuasan Islam.
B. DINASTI ABBASIYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Abbasiyah
Khilafah Bani Abbasyiyah adalah penerus tongkat estafet perjuangan Islam dari
khilafah bani Umayyah yang berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar
munculnya khilafah ini dimulai dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori
oleh Ibrahim (orang Bani Abbas/saudara Safah) yang mendapat dukungan dari
pemuka khurasan bernama Abu Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang
semakin solid serta pemegang kursi pemerintahan bani Umayyah semakin
melemah. Dari tindakan propaganda ini akhirnya memunculkan perselisihan seru
antara bani Umayyah dan bani Abbasiyah yang diakhiri dengan jatuhnya
kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Abbasiyah muncul juga tidak bisa dilepaskan dari bantuan orang-orang
Persia yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam sosial, politik dan
administrasi. Orang-orang Persia percaya kepada hak agung raja-raja (yang berasal
dari Tuhan). Kekhalifahan menurut mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini
nampak jelas dalam ucapan al-Manshur yang menyatakan:“Innamaa Anaa
Sulthaanullah fi Ardlihii” (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumiNya). Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya merupakan mandat
langsung dari Allah bukan dari rakyat. Sistem kekhalifahan semacam ini sangat
berbeda dengan sistem kekhalifahan pada masa Khulafaur Rasyidun dimana
kekhalifahan mereka berasal dari rakyat.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
dari keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad S.A.W.
b. Sistem Pergantian Kholifah
Sistem pemerintahan yang diterapkan bani Abbasiyah masih sama dengan
pendahulunya, bani Umayyah dengan sistem kekuasaan absolutisme. Mereka
mengangkat dan mengumumkan seorang atau dua orang putra mahkota atau
saudaranya sendiri untuk terus mempertahankan kepemerintahan. Kebijakan

menerapakan sistem seperti ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dan
kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala al-Manshur naik
tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan menunjuk Isa
ibn Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga al-Manshur
mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah pertama alShafah.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah
al-Safah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka
yang pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan
menjadi khalifah yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam
rentang waktu yang sangat panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M)
tercatat kurang lebih 10 khalifah yang memimpin dengan silsilah keturunan sebagai
berikut :
NO

NAMA

MASA BERKUASA
1.

Safah ibn Muhammad

(132 H/750 M)
2.

Abu Ja’far al-Manshur ibn Muhammad

(136 H/754 M)
3.

Mahdi ibn al-Manshur

(158 H/775 M)
4.

Hadi ibn Mahdi

(169 H/785M)
5.

Harun al-Rasyid ibn Mahdi

(170 H/786M)
6.

Amin ibn Harun

(193 H/804 M)
7.

Ma’mun ibn Harun

(198 H/813 M)
8.

Mu’tashim ibn Harun

(218 H/833 M)
9.

Watsiq ibn Mu’tashim

(227 H/842 M)
10.

Mutawakkil ibn Mu’tashim

(232 H/848 M)

Dalam perkembangannya, di bawah khalifah Safah, ibu kota negara berada di kota
Anbar dekat kufah dengan istana yang diberi nama al-Hasyimiyah. Namun demi
menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M alManshur memindahkan ibu kota negara ke Baghdad dengan istana al-Hasyimiyah II.
Dengan demikian, pusat pemerintahan daulah Bani Abbas berada di tengah-tengah
bangsa Persia.
Diantara langkah-langkah yang diambil al-Manshur dalam menertibkan
pemerintahannya antara lain :
1.

Mengangkat pejabat di lembaga ekskutif dan yudikatif.

2.
Mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir
pertama yang diangkatnya adalah Khalid ibn Barmak berasal dari kota Balkh Persia
3.
Mengangkat sekretaris negara dan kepolisian negara dan membenahi
angkatan bersenjata
4.
Memaksimalkan peranan kantor pos. Para direktur jawatan pos bertugas
melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
5.
Berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama gencatan senjata,
Bizantium membayar upeti tahunan.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan oleh Shafah dan alManshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada beberapa khalifah
sesudahnya. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai klimaks kesuksesan adalah
pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Ma’mun.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode dengan karakteristik yang berbedabeda pula :
1.
Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh
Persia pertama
2.
Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki
pertama

3.
Periode ketiga, (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa
pengaruh Persia kedua.
4.
Periode keempat, (447 H/1055 M – 590 H/1194 M) masa kekuasaan dinasti
Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan
masa pengaruh Turki kedua.
5.
Periode kelima, (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
c.Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan. Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih al-Mahdi antara lain:
1.

Dia membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.

2.
Masjid Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani
Umayyah, Walid dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3.
Membangun tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian
Yaman yang berfungsi sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4.
Membuat benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad
Timur
Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan
kemakmurannya di zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun
(813-833 M). Kekayaan yang banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial.
Istana-istana besar, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter dan farmasi didirikan.
Bahkan menurut sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin
menggabungkan laut tengah dengan laut merah. Namun Yahya ibn Khalid (dari
keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan itu. Pada masa al-Ma’mun menjadi
khalifah, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya terbesarnya
adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar.
Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat
perdagangan yang kerap kali dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para
Insinyur, tukang batu, dan para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra,
Kufa untuk membantu didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota
ini sudah terbagi menjadi empat bagian pemukiman yang masing-masing
mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya untuk mendirikan pasar di
pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama. Baghdad menjadi kota
terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan dan kesenian.

Masjid-masjid dan bangunan-bangunan lain semakin bertambah banyak dan
menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.
a). Bidang Imaterial :
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, flsafat dan sain
(Harun Nasution, 2001:65-69). Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini
mencakup:
a. Ilmu Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim
dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan f Tafsir al- Qur’an
sebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad
Ibn Bahar al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya AlMuqthathaf.
c. Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh alAkbar, Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syaf’i dengan kitabnya al-Um dan alFiqh al-Akbar f al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d. Ilmu Tasawuf atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab
Ahl al-Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid alGhazali dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim alQusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid alBustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
e. Ilmu Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan
Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g. Ilmu Sastra
Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari
dengan karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama
lainnya seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang
menarik pada masa dinasti Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang
berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para flosof Islam,
seperti:

a. Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn
Nadim dan al-Qifti menjadi 17, yaitu: flsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik,
astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240
meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu logam dan
kimia.
b. Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku flsafatnya
antara lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab
al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
c. Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/
Transoxania). Selain seorang flosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika,
dan pengobatan. Dalam bidang fsika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara
karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y alHakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
d. Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli
flsafat dan kedokteran, beliau juga memiliki karya dalam bidang logika,
matematika, astronomi, fsika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara
lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat alMasyriqiyyah, dll.
e. Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya
antara lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid
al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
f. Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat:
Bidayatul Mujtahid, Faslul Maqal f ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal,
Manahij al-Adillah f Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
g. Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, alWada’, Tadbir al-Mutawahhid, dll.
h. Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang flsafat, fsika, metafsika, kejiwaan
dan sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin
Yaqzhan.

Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni
antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga
ilmiah yang melakukan penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping
perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
a. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun f
al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
b. Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan
tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat
rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua
regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori
aristoteles mengenai campuran logam.241
c. Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi f al-Hai’a wa
al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat
perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu
Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
d. Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar)
pada abad IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
e. Optik
Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah
buku besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy.
Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
f. Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of
Wisdom) tahun 1121 M.
g. Geograf
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal
wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul
Buldan (The Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan
(The Wonders of Lands), dll.
h. Sains lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir
ibn Afah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safuddin).

d. Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Setelah kekuasaan bani Seljuk berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali
dan titak lagi berada di bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian,
banyak dinasti-dinasti kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani
Abbasiyah menyempit di Baghdad dan sekitarnya yang menunjukkan pada
kelemahan politik mereka. Keadaan ini dibaca oleh tentara Mongol dan Tartar untuk
menyerang Baghdad yang akhirnaya bisa mereka kuasai.
Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua.
Namun karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini
masih belum sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah
terlihat bahwa apabila khalifah yang berkuasa kuat, para menteri cenderung
berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya mendapatkan bayaran, tetapi
jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan
sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab kemunduran,
ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani Abbasiyah,
antara lain:
1.

Persaingan Antar Bangsa

Dalam berdirinya khilafah bani Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan
bangsa Persia dari pada bangsa Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka
sama-sama tertindas selama bani Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab
beranggapan bahwa mereka lebih istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab
di dunia Islam. Pada waktu itu tidak ada kesadaran untuk merajut elemen-elemen
yang beraneka ragam tersebut dengan kuat. Akibatnya yang muncul adalah
fanatisme kearaban dan fanatisme antar bangsa. Setelah al-Mutawakkil naik tahta,
dominasi Turki dalam kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan
khilafah bani Abbasiyah sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan orang-orang
Turki, bani Buwaih, dan bani Seljuk.
2.

Kemerosotan Ekonomi

Khilafah bani Abbasiyah juga mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran dalam bidang politik. Walaupu periode pertama
terbilang sukses perekonomiannya, namun memasuki periode kedua mengalami
kemerosotan. Pendapatan negara menurun, sementara pengeluaran meningkat
lebih besar. Hal ini disebabkan menyempitkan wilayah kekuasaan mereka dan
banyaknya kerusuhan yang mengganggu perekonomian bangsa.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk.
Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik
dinasti Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
3.

Konfik Keagamaan

Pada periode pertama sudah bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang
membuat beberapa khalifah waktu itu merasa berang dan berusaha untuk

memberantasnya. Al-Mahdi bahkan mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi
kegiatan orang-orang zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas
bid’ah. Akan tetapi semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konfik di
antara merekapun bermunculan. Mulai dari polemik tentang ajaran sampai pada
konfik bersenjata yang menumpahkan darah diantara kedua belah pihak.
Konfik keagamaan tidak terbatas antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan
Syi’ah, melainkan juga antar aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung
rasional, dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara
dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma’mun saat menjabat sebagai khalifah
dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi dinasti Abbasiyah. Pada
masa al-Mutawakkil, giliran golongan salaf yang menjadi madzhab resmi,
sementara Mu’tazilah dibatalkan.
4.

Ancaman dari Luar

Setidaknya ada dua Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti
Abbasiyah. Pertama, perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang
yang menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah
kekuasaan Islam. Begitu juga orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut
berperang setelah Paus Urbanus II mengeluarkan seruan kepada umat Kristen
Eropa supaya melakukan perang suci yang lebih dikenal dengan sebutan perang
Salib.

BAB III
KESIMPULAN PENUTUP
a. Kesimpulan
- Bani Umayyah
Bani Umayah merupakan salah satu dinasti Islam yang cukup masyhur seperti yang
penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa ini, perubahan demi
perubahan dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi
Arab dalam masalah pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan
dari Jazirah Arab ke Damaskus (luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang
dinamika yang terjadi pada masa Bani Umayah berkuasa.
Tulisan di atas walaupun sangat singkat telah memberikan gambaran tentang
pergulatan kekuasan Bani Umayah dengan segala dinamikan yang terjadi selama
berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, di satu sisi telah menorehkan banyak
catatan kemajuan bagi Islam, tetapi pada sisi yang lain tidak juah beda dengan
penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu ketidakmampuan dalam meminimalisir
konfik politik, yang acapkali melahirkan berbagai tragedi pertempuran di kalangan
umat Islam.

Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting dan menarik dalam sejarah
umat Islam yang harus terus dijadikan sebagai pengalaman sangat berharga,
karena tidak semua yang dilakukan Bani Umayah itu jelek, tetapi juga memiliki sisi
penting yang harus ditiru oleh umat Islam. Kekuasaan Bani Umayah yang hampir
seabad lamanya dalam memimpin umat Islam, tetaplah sebuah prestasi yang harus
diapreasi secara kritis.
- Bani Abbasiyah
Masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam lima periode terbilang cukup
lama. Dengan menerapkan sistem kekuasaan absolutisme, mereka telah menguasai
dunia Islam lebih dari 500 tahun. Pada saat itu pula masa kejayaan Islam direngkuh.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang fsik, ilmu pengetahuan, poltik, ekonomi, dan
banyaknya ilmuwan Islam saat itu adalah bukti konkrit bahwa Islam mencapai
puncak kejayaannya. Berbagai peristiwa penting, seperti perluasan wilayah Islam ke
berbagai daerah, juga beberapa peperangan termasuk perang dengan Byzantium,
Mongol, Tartar, penumpasan gerakan Zindiq, dan perang Salib ikut mewarnai
perjalanan kepemerintahan dinasti Abbasiyah.
Bila kita cermati, dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila
khalifah yang berkuasa kuat, maka kepemerintahan akan berjalan baik pula.
Kekuasaan sepenuhnya ada di tangan khalifah. Para menteri cenderung hanya
berperan sebagai kepala pegawai sipil. Tetapi jika yang menjabat sebagai khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Bahkan
dalam pengangkatan atau pemberhentian khalifah mereka sendirilah yang
menentukan.
Sistem kekuasaan absolutisme yang mereka jalankan, ditengarai menjadi salah
satu penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah. Dengan sistem yang demikian, tidak
mungkin dipungkiri akan menimbulkan kecemburuan di kalangan keluarga mereka
sendiri. Apalagi dengan banyaknya kerusuhan, baik di kalangan umat Islam sendiri
ataupun serangan-serangan dari Negara lain adalah penyebab utama kehancuran
dinasti Abbasiyah.
Penutup
Alhamdullilah, makalah ini terselesaikan dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Mudah-mudahan menjadi penumbuh ide atau isnpirasi kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Dr. Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta :
Erlangga, 1992
Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak
disebutkan, 1981
-

Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953

-

Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang

Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Hadist Kontemporer.
Bandung, Rosda, 2004
Lewis, Bernard. The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj.
Muhammad Hariri Marzuki. Surabaya : Jawa Pos Press, 2004
Mughni, Syafq A. Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan . Surabaya
: LPAM, 2002
Sulaiman Schwartz, Stephen. Dua Wajah Islam : Modernisme vs
Fundamentalisme dalam Wacana Global, terj. Hodri Ariv. Jakarta : Balantika, 2007
Syalabi, Prof. Dr. A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka alHusna, 2003
Yatim, M.A, Drs. Badri. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta : PT. Grafndo
Persada, 1998

[1] Islam pada awalnya berkembang di tengah-tengah orang Arab dan bangsa
Semit lainnya, kemudian Islam berkembang di Iran, Kaukasus, orang kulit putih laut
tengah, Slavia, Turki dan Tartar, Tinghwa, India, Indonesia, Banu dan Negro dari
Afrika Barat. H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin,
1953),lm. 25
[2] Bernard Lewis, The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad
Hariri Marzuki (Surabaya, Jawa Pos Press, 2004), hlm. 18
[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta : Pustaka al-Husna,
2003), hlm. 21
[4] Ibid. hlm. 64
[5] H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah…t. hlm. 12
[6] Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT. Grafndo Persada,
1998), hlm. 42
[7] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst
Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm. 39
[8] C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor,
2002), hlm. 37
[9] Badri Yatim, Otentisitas Hadist…. hlm. 48-49
Oleh : Ahmad Zaki Mubarak

Asal-Usul dan Pembentukan Daulah Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau Abbasiyah, dinamakan demikian karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi

Muhammad SAW. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Safah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). [1]
Berbicara tentang berdiri dan terbentuknya Abbasiyah tidak bisa terlepas dari
Umayyah. Statemen ini merupakan suatu hal yang tidak bisa diingkari, karrena
berdiri dn terbentuknya Abbasiyah adalah setelah runtuhnya Umayyah.
Pemerintahan dinasti Abbasiyah berhasil didirikan setelah munculnya berbagai
pemberontakan yang dilakukan oleh keturunan al-Abbas dan para penentang
lainnya terhadap kekuasaan dinasti Umayyah di Damaskus. Ketidak berdayaan
menghadapi pemberontakan massal yang berkepanjangan menyebabkan
tumbangnya dinasti Umayyah pada tahun 750 M / 132 H dengan dikalahkannya
Khalifah Marwan II.
1. “Barisan Sakit Hati” : Identifkasi Motif-Motif Gerakan Anti Umayyah
Adapun yang faktor melatarbelakangi munculnya pemberontakan atau gerakangerakan anti Umayyah ini sebetulnya berbeda-beda. Ada kelompok yang
mengusung sentimen keagamaan, klan (kesukuan), bahkan kekecewaankekecewaan karena perlakuan diskriminatif dinasti Umayyah secara sosial-ekonomi.
Kelompok Syi’ah misalnya, mereka mengusung sentimen keagamaan sekaligus
kesukuan bahkan nampaknya ada motif “sakit hati” dalam gerekan anti umayyah
yang mereka usung. Mereka tidak pernah menyetujui pemerintahan Umayyah dan
menyebut dinasti Umayyah sebagai “perebut kekuasaan” yang sah karena mereka
yakin dengan pendirian mereka bahwa pewaris tunggal dan sah dari kepemimpinan
Islam setelah Rasulullah saw adalah kalangan keluarga Nabi (Ahl Bait) termasuk
keyakinan bahwa penerus Rasulullah adalah Ali ibn Abi Thalib. Mereka juga tidak
pernah memaafkan kesalahan Umayyah terhadap Ali dan Husen. [2]
Perhatian dan ketulusan mereka terhadap keturunan Nabi, lambat laun
memperoleh simpati masyarakat, walaupun kekecewaan dan ketidakpuasan
masyarakat terhadap dinasti Umayyah pada awalnya bukan atas dasar sentimen
yang sama dengan keyakinan kaum Syi’ah. Di Irak misalnya, yang mayoritas
masyarakatnya menganut paham Syi’ah, penentangan pada pemerintah Umayyah,
pada awalnya dipicu oleh kekecewaan karena mendapatkan diskriminasi politik,
sosial, dan ekonomi, lambat laun mulai mewujud dalam sentimen keagamaan yang
diusung oleh kaum Syi’ah. Selain kelompok Syi’ah, kaum suni sekalipun mereka
mengecam pemerintah Umayyah, tapi dengan dalih bahwa para khalifah terlalu
mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan hukum al-Qur'an dan Hadis.[3]
Selain kedua kelompok diatas, ada satu kekuatan destruktif lainnya yang mulai aktif
bergerak dengan mempropagandakan hak keluarga Hasyim. Mereka adalah bani
Abbas, para keturunan paman Nabi al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Mereka
mengusung sentimen kedekatan hubungan nasab dengan Nabi sebagai otoritas
pemegang kekuasaan Islam.[4] Mereka dengan cerdik bergabung dengan kelompok
Syi’ah untuk menentang pemerintah Umayyah dengan menekankan hak bani
Hasyim.

Dengan memanfaatkan kekecewaan publik dan mengidentifkasi diri sebagai
gerakan pembela Islam yang sejati, para keturunan Abbas segera menjadi pioner
pergerakan anti Umayyah.
Selain kelompok barisan sakit hati yang dimotori oleh Bani Abbas-Syi’ah ini, ada
juga kelompok sosial masyarakat yang disebut dengan Mawali (masyarakat Islam
non Arab –khususnya orang Persia-- yang dianggap kelompok sosial kelas dua )
yang merasa diperlakukan diskriminatif dan dianak tirikan oleh penguasa Umayyah
yang Arab sentris. Mereka secara umum diposisikan sebagai mantan budak (mawla)
yang tidak pernah lepas dari kewajiban membayar pajak kepala yang biasa
dikenakan kepada masyarakat non-muslim. Selain kecewa atas perlakuan
diskriminatif tersebut, hal lain yang semakin menegaskan kekecewaan mereka
adalah kenyataan bahwa mereka memiliki budaya yang lebih tinggi dan lebih tua,
kenyataan yang bahkan diakui oleh orang Arab sendiri[5].
Kekecewaan kaum mawali ini direspon secara cerdas oleh kelompok Bani Abbas Syi’ah yang terlebih dulu berkoalisi. Mereka seolah-olah menemukan lahan yang
subur untuk menyebar benih propaganda mereka yang selanjutnya terbentuklah
koalisi Syi’ah, Persia (Mawali) dan Bani Abbas yang dipimpin oleh golongan
Abbasiyah.
Namun demikian, secara diam-diam bani Abbasiyah telah mempunyai niat untuk
merebut kursi kekhalifahan dari Umayyah. Mereka melakukan gerakan bawah tanah
dengan sikap sangat hati-hati dan perhitungan sebelum muncul dalam revolusi
terbuka. Selain itu ketika mengorganisir pemberontakan anti Umayyah di Khurasan,
bani Abbasiyyah dengan cerdik menjaga dan menyembunyikan kepentingan politis
mereka untuk merebut kekuasaan dengan memakai kedok mengatas namakan
“keturunan Nabi” (bani Hasyim). Langkah politis ini diambil selain untuk
menghindari deteksi intelijen dinasti Umayyah, juga untuk mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari kaum Syi’ah yang beranggapan bahwa gerakan anti Umayyah ini
adalah untuk memenangkan keturunan Ali (Alawiyah), serta untuk mengakomodir
kepentingan kelompok-kelompok lain dalam satu platform perjuangan. [6]
2. Awal Mula Revolusi Abbasiyah
Kesempatan yang paling baik yang diperoleh oleh bani Abbasiyah dalam melakukan
propaganda adalah pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz. Pada masa ini,
kebenaran dan keadilan lebih tinggi dari segala-galanya. Tidak ada keistimewaan
keturunan Umayyah dari umat Islam lainnya. Rakyat bebas menyatakan pendapat
mereka.[7]Sungguhpun tindakan Umar ini benar secara normatif, akan tetapi
secara politis tindakannya ini telah melemahkan pemerintahannya sendiri.
Pada masa pemerintahan Hisyam ibn Abdul Malik, gerakan oposisi yang dilakukan
oleh bani Abbasiyah telah memperoleh pengikut yang banyak. Muhammad ibn Ali,
[8] sebagai promotor dari gerakan tersebut setelah memilih tiga daerah sebagai
pusat gerakan yaitu Hamimah, Kufah dan Khurasan. Daerah Hamimah adalah posko
utama yang mengontrol seluruh kegiatan. Daerah Kufah adalah sebagai tempat
bertemunya kader-kader utusan dari Hamimah dan kader-kader propaganda dari

Khurasan. Sedangkan Khurasan sendiri adalah sebagai tempat untuk melakukan
kegiatan propaganda.[9]
Langkah pertama yang memperoleh sukses besar dalam propaganda tersebut
dipelopori oleh Abu Muslim al-Khurasani.[10] Bentuk-bentuk propaganda yang
dilakukannya adalah menyebarkan informasi kepada masyarakat dengan
mengatakan bahwa golongan Abbasiyah termasuk golongan ahlul bait. Disamping
itu dia juga menyalakan api kebencian dan kemarahan terhadap Umayyah karena
selalu melakukan intimidasi terhadap golongan ahlul bait. Kemudian terhadap
orang-orang mslim non arab (mawali) isu yang disebarkannya adalah persamaan
derajat, sehingga dari hari-kehari api kebencian umat Islam semakim menyala dan
memanas.[11]
Pada tahun 125 H Muhammad ibn Ali wafat.[12] Sebelum wafatnya ia telah
meninggalkan wasiat kepada anaknya Ibrahim ibn Muhammad untuk melanjutkan
perjuangannya. Namun demikian, ternyata Ibrahim tidak diberi waktu yang cukup
lama untuk memimpin revolusi ini, karena tidak lama kemudian ia juga meninggal
dunia, yaitu pada tahun 129 H.[13] Setelah itu pimpinan puncak dari gerakan
revolusi tersebut dipegang oleh saudaranya Abdullah ibn Muhammad (Abu alAbbas) ditangan dialah gerakan revolusi ini memperlihatkan taringnya.
Sebelum wafatnya, Ibrahim sudah memerintahkan kepada Abu Muslim untuk
menggerakan revolusi fsik secara terang-terangan. Namun demikian, ia tertangkap
dan dipenjarakan.
Selanjutnya, dengan keahliannya Abu Muslim mampu menghimpun kekuatan untuk
mengempur Umayyah melalui revolusi fsik. Ia berhasil memanfaatkan situasi
permusuhan antara orang-orang Yaman dengan orang-orang Mudar di wilayah
Khurasan. Yang menjadi gubernur di Khurasan waktu itu adalah Nasr ibn Sayar,
seorang keturunan Mudar. Dengan taktik devide et impera, gubernur Nasr dapat
dikalahkan. Setelah itu ia juga berhasil menguasai kota Maru dan Naisabur.
Sehingga seluruh kekuatan Umayyah di selatan dapat dikuasainya.[14] Bersamaan
dengan itu, Abdullah ibn Muhammad juga telah bergerak untuk menggempur ibu
kota Umayyah, Damaskus. Sehingga Marwan ibn Muhammad Khalifah Umayyah
yang terakhir tidak sasnggup menghadapi serbuannya. Ia melarikan diri dari
Damaskus ke Mesir namun akhirnya dapat ditangkap oleh pasukan Abdullah ibn
Muhammad.
Dua pasukan tersebut yaitu pasukan Abu Muslim al-Khurasani dan pasukan
Abdullah ibn Muhammad bertemu di Kufah. Disana telah menunggu Abu Salamah
al-Khalal,[15] ia mengundang seluruh penduduk Kufah untuk berkumpul di mesjid
untuk memilih seorang khalifah. Dalam pidatonya ia mengatakan:
“Abu Muslim telah berhasil membela agama Islam dan menghancurkan Umayyah
yang penuh dosa. Oleh karena itu kita harus memilih seorang imam atau khalifah
yang akan memimpin umat Islam. Tidak ada yang lebih utama dalam hal kesalehan,
kemampuan dalam segala kebajikan yang diperlukan untuk kedudukan tersebut
selain dari Abdullah ibn Muhammad”.

Dialah yang diusulkan kepada umat Islam supaya dipilih menjadi khalifah.
Mendengar penjelasan tersebut seluruh orang yang hadir di mesjid Kufah pada
waktu itu mengatakan setuju dengan mengumandangkan takbir. Sejak itu resmilah
Abdullah ibn Muhammad (Abu Abbas as-Safah) menjadi khalifah.[16]
Peristiwa ini terjadi pada hari kamis tanggal 30 Oktober 749 M,[17] dan merupakan
hal yang sangat penting sekali artinya karena seseorang tidak akan sampai
ketampuk Pemerintahan sebelum dilakukan pembaiatan terhadapnya. Pembai’atan
tersebut adalah semacam penobatan yang dilakukan oleh rakyat, dan merupakan
satu-satunya pegangan yang pasti bagi seseorang untuk menaiki tahta
kekhalifahannya.[18]
Abdullah ibn Muhammad dalam pidato pertamanya setelah dibaiat, mengatakan :
“dan sesungguhnya aku berharap kalian tidak akan lagi didatangi oleh kezaliman
pada saat kebaikan telah datang kepada kalian, tidak pula kehancuran pada saat
perbaikan telah kalian dapatkan”. Setelah itu berdiri pula pamannya, Daud ibn Ali
dan menegaskan kepada orang banyak : “demi Allah gerakan yang telah kami
lakukan sama sekali tujuannya bukanlah untuk menumpuk harta, membangun
istana atau yang lainnya, akan tetapi sesungguhnya kami telah bertindak demi
memprotes perampasan hak kami, dan demi membela putra-putra paman kami (Ali
ibn Abi Thalib), juga dikarenakan buruknya perlakuan Umayyah terhadap kalian,
baik penghinaan mereka terhadap kalian maupun monopoli mereka terhadap harta
yang menjadi hak kalian. Maka dengan ini kami berjanji kepada kalian demi
kesetiaan kami kepada Allah dan Rasulnya, dan demi kehormatan Abbas untuk
memimpin kalian semua sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah,
melaksanakan kitab Allah, dan berjalan baik dikalangan umum maupun khusus,
dengan teladan Rasulullah saw”.[19]
Sejak saat itulah Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan khalifah pertamanya
Abu al-Abbas as-Safah. Daulah ini berlangsung kurang lebih sampai tahun 1258 M
(sekitar 5 abad). Masa yang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan dan
kebijakan politik yang berubah-ubah sesuai perubahan iklim politik, sosial dan
budaya penguasa. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima
periode:[20]

Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki
pertama.
Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua.

Per

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124