ANALISIS PENGARUH KOMUNITAS MEREK BERBAS

1

ANALISIS PENGARUH KOMUNITAS MEREK BERBASIS
MEDIA SOSIAL TERHADAP LOYALITAS MEREK
STUDI KASUS AIR ASIA
Destra Rahmayadi
Program Studi S1 Reguler Departmen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh komunitas merek
berbasis media sosial terhadap kualitas hubungan pelanggan dengan produk,
hubungan pelanggan dengan merek, hubungan pelanggan dengan perusahaan, dan
hubungan pelanggan dengan pelanggan lain serta pengaruhnya terhadap
kepercayaan merek dan loyalitas merek. Penelitian berfokus pada 175 sampel
yang tergabung dalam komunitas merek Air Asia. Hasil penelitian ini ditemukan
bahwa hubungan-hubungan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap
kepercayaan merek dan loyalitas merek pada Air Asia.
Kata kunci : komunitas merek, media sosial, hubungan-hubungan pelanggan,
kepercayaan merek, loyalitas merek.
ABSTRACT
This study aimed to investigate the impact of brand community based social media

on customer-product relationship, customer-brand relationship, customercompany relationship, and customer-others customer relationship, whereas those
relationships will affect to brand trust and brand loyalty. This study focused on
175 samples which joined in brand community of Air Asia. The result of this study
indicated that brand community based social media through customer
relationships has positive impact to brand trust and brand loyalty.
Keywords : brand community, social media, customer relationships, brand trust,
brand loyalty.
I. PENDAHULUAN
Internet telah menjadi media yang terus berkembang fungsinya. Tidak
hanya untuk mencari informasi, tapi juga sebagai sarana berkomunikasi. Internet
kini dapat digunakan sebagai sarana membangun kehidupan sosial secara online.
Pergeseran fungsi internet itulah yang kini disebut sebagai istilah media sosial
(Cirucci, 2012).
Di era internet ini, jenis media sosial online sangat beragam. Salah satunya
yang paling populer adalah Facebook dan Twitter. Menurut badan penelitian
media sosial dunia dalam situs resmi Social Bakers (2012), pada bulan Oktober

Universitas Indonesia

2


2012 pengguna Facebook di dunia mencapai 900 juta orang dan pertambahannya
akan terus meningkat di setiap minggunya kurang lebih sebesar enam persen.
Indonesia adalah negara dengan pengguna Facebook terbanyak keempat di
dunia dengan total pengguna sebanyak 50 juta. Sedangkan untuk pengguna
Twitter, Indonesia menurut Social Bakers (2012) menempati urutan keempat di
dunia setelah Amerika Serikat, Brazil, dan Inggris. Sementara di Asia, Indonesia
adalah pengguna Twitter nomor satu dengan tingkat penetrasi lebih dari 50 persen
dari jumlah total pengguna Twitter di Asia.
Media sosial dapat digunakan perusahaan sebagai tools pemasaran
relasional di abad ke-21 untuk menjalin hubungan dengan pelangganpelanggannya melalui perkembangan teknologi terkini (Malita, 2011). Menurut
Gumesson (1994, dalam Gronroos 1997), pemasaran relasional adalah pemasaran
dalam framework hubungan, jejaring, dan interaksi. Dimana hal ini sejalan dengan
pendapat Malita (2010, dalam Malita 2011) mengatakan bahwa pengaruh media
sosial dalam pengaplikasian relasional menekankan pada aspek jejaring dan
interaksi tinggi yang terjadi di dalamnya.
Penelitian yang dilakukan Malita (2011) mengenai hubungan dan interaksi
yang terjadi dalam media sosial, pernah dikemukakan oleh penelitian Rust et al
(2004, dalam Marie 2009) yang mengatakan bahwa hubungan yang lebih kuat dan
lebih dekat dipercaya mendukung buying intention dan loyalitas yang lebih

positif. Little dan Marandi (2003) menyimpulkan bahwa tujuan akhir dalam
pemasaran relasional adalah mempertahankan pelanggan loyal yang bisa
memberikan keuntungan jangka panjang. Loyalitas adalah kerelaan konsumen
untuk terus mendukung perusahaan dalam jangka panjang, membeli dan
menggunakan barang dan jasa secara berulang dan menjadi pilihan utama secara
khusus dan secara sukarela merekomendasikan produk perusahaan untuk teman
dan kolega (Lovelock et al, 1999).
Penelitian-penelitian di atas membuat perusahaan melihat peluang untuk
mencoba menggunakannya dan mencari kemudahan apa yang bisa didapatkan,
terutama turut mengambil andil dalam upaya lebih menjalin hubungan dengan
pelanggannya melalui Facebook dan Twitter. Faktanya terdapat pengaruh yang
cukup mendukung perusahaan dalam melakukan aktivitasnya. Salah satu strategi

Universitas Indonesia

3

penetrasi pemasaran relasional melalui media sosial dilakukan oleh PT Air Asia
Indonesia. Air Asia memiliki kurang lebih 400.000 likes di fanpage Facebook dan
200.000 followers di Twitter. Sehingga, berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya, penelitian yang menganalisis pengaruh komunitas merek berbasis
media sosial yang dilakukan di Indonesia dengan spesifikasi media sosial khusus
melalui Facebook dan Twitter untuk industri maskapai penerbangan, menjadi
sebuah masalah permasalahan penelitian baru yang belum pernah diuji
sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pemasaran Relasional
Pemasaran relasional telah mendapat banyak perhatian dan dipandang

sebagai ranah baru yang menjanjikan dalam dunia akademisi maupun praktisi
(Little dan Marandi, 2003). Pemasaran relasional adalah cara terbaik untuk
mempertahankan para pelanggan dalam jangka panjang dengan menciptakan nilai
tambah bagi perusahaan sehingga dapat meraih keunggulan daya saing di dunia
yang semakin kompetitif (Little dan Marandi, 2003). Sheth dan Parvatiyar (1995,
dalam Little dan Marandi, 2003) memandang bahwa jejaring yang dimiliki
pelanggan lama bisa dimanfaatkan untuk menarik pelanggan baru dengan biaya
yang lebih rendah. Pemasaran relasional dipandang sebagai konsep utama dalam

merancang strategi pemasaran untuk tujuan bagaimana memelihara para
konsumen loyal yang bisa memberikan keuntungan jangka panjang bagi
perusahaan dan dapat diaplikasikan baik dalam industrial marketing maupun
consumer product marketing (Little dan Marandi, 2003).

2.1.1

Customer Relationship Management
Customer Relationship Management (CRM) adalah bagian dari konsep

Relationship Management (RM), yang mengelola hubungan perusahaan dengan
konsumennya dimana istilah ini mulai dikenal pada awal tahun 1990an, ketika
mulai terjadi perubahan kondisi dimana market yang lebih kompetitif dan
konsumen semakin kritis serta demanding (Haeckel, 1999). Heruwasto (2010)
menekankan perbedaan dengan konsep RM (relationship marketing) yang

Universitas Indonesia

4


menjelaskan hubungan perusahaan dengan berbagai jenis pasar yaitu; supplier
market, internal market, employee market, referral market, influence market,
maka konsep CRM adalah yang menyangkut customer market, dimana konsep
CRM memiliki fokus utama menjaga dan mengembangkan hubungan pertemanan
dengan konsumen, dengan menggunakan teknologi IT dengan komputer dalam
pengelolaannya (Heruwasto, 2010). Setelah mengetahui lingkup wilayah CRM itu
terletak pada suatu hubungan dari perusahaan kepada pelanggan. Hubungan ini
berisi relationship quality, interaksi, komunikasi, informasi yang diberikan,
produk dan jasa (Heruwasto, 2010).

2.1.2

Electronic Customer Relationship Management
Pengertian e-relationship marketing adalah menggunakan teknologi

informasi sebagai alat untuk proses menciptakan, berkomunikasi, dan melakukan
pertukaran nilai pelanggan, dan mengelola customer relationship untuk tujuan
mendapatkan manfaat dan profit bagi perusahaan (Strauss et al, dalam Heruwasto
2010). Implementasi konsep relationship marketing sudah mulai diintegrasikan
oleh kemajuan teknologi informasi kedalam praktek pemasaran. Kemajuan

teknologi informasi dengan penggunaan internet membuat sebuah transformasi
aktivitas pemasaran dan membuat arah atau jalur komunikasi menjadi lebih
beragam dengan memanfaatkan peralatan perangkat keras dan didukung dengan
perangkat lunak untuk digitalisasi trasformasi media-media yang digunakan oleh
pelanggan (Frost, 2006 dalam Heruwasto, 2010).

2.2.

Loyalitas Merek
Menurut Lovelock (2011), loyalitas adalah kerelaan konsumen untuk terus

mendukung perusahaan dalam jangka panjang, membeli dan menggunakan barang
dan jasa secara berulang dan menjadi pilihan utama secara khusus dan secara
sukarela merekomendasikan produk perusahaan untuk teman dan kolega. Oliver
(1999, dalam Little dan Marandi, 2003) memberikan pemahaman yang mendalam
mengenai loyalitas. Berdasarkan teorinya, loyalitas merefleksikan komitmen yang
mendalam membeli kembali dan menjadi pelanggan barang dan jasa yang
diinginkan secara konsisten dimasa mendatang yang mengakibatkan pembelian

Universitas Indonesia


5

repetitif merek yang sama walaupun banyaknya potensi pengaruh situasi dan
usaha marketing yang dapat menuntun pada perilaku perubahan merek (brand
switching). Olson dan Peter (1996) mengemukakan dari sudut pandang strategi
pemasaran, loyalitas merek (brand loyalty) adalah suatu konsep yang sangat
penting. Khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan sangat
rendah namun tingkat persaingannya sangat ketat saat ini, keberadaan konsumen
yang loyal pada merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup.
Upaya mempertahankan ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif
dibanding upaya menarik pelanggan baru. Diperkirakan bahwa biaya rata-rata
untuk menarik konsumen baru lebih besar dibandingkan mempertahankan yang
telah ada.

2.2.1

Loyalitas Elektronik (E-Loyalty)
Loyalitas elektronik diartikan sebagai keinginan psikologis yang kuat dari


pelanggan untuk menggunakan vendor online atau provider tertentu (Buthcer,
2001, dalam Anderson, 2003). Pada mekanisme transaksi elektronik, loyalitas
disebut sebagai electronic loyalty (e-Loyalty) yang diartikan sebagai kemauan
para pembelanja virtual untuk mengunjungi website tertentu secara intens dan
terus-menerus atau mepertimbangkan untuk membeli sesuatu dari website
bersangkutan (Cry, 2005, dalam Anderson, 2003). Dengan kata lain disini akan
timbul kemungkinan besar diambilnya keputusan untuk membeli sebagai sarat
utama adanya transaksi yang sebenarnya (Devaraj, 2003, dalam Anderson, 2003).
Dalam lingkup transaksi online, beberapa penelitian menyatakan bahwa loyalitas
berhubungan dengan kepercayaan dan disain website (Simon, 2001 dan Yoon,
2002, dalam Anderson, 2003).

2.3

Kepercayaan Merek
Kepercayaan pelanggan pada merek (brand trust) didefinisikan sebagai

keinginan pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan risiko-risiko
yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang
positif (Lau dan Lee, 1999). Dalam komunitas media sosial, Kim dan Ahmad

(2012) berpendapat bahwa setiap pengguna mempunyai tanggung jawab untuk

Universitas Indonesia

6

mengevaluasi kualitas konten sebelum dia menerima atau mentransfernya
sehingga, kepercayaan (trust) memiliki peran yang penting sebagai salah satu
kunci sukses interaksi sosial dan penyebaran informasi seperti dalam komunitas
media

sosial.

Morgan

dan

Hunt

(1994)


mengkonseptualisasikan

trust

(kepercayaan) ketika satu kelompok memiliki keyakinan bahwa partner
pertukaran memiliki reliabilitas dan integritas. Kepercayaan sebagai suatu
keadaan yang melibatkan ekspektasi positif mengenai motif-motif dari pihak lain
yang berhubungan dengan diri seseorang dalam situasi yang berisiko (Boon dan
Holmes, 1991, dalam Lau dan Lee, 1999).

2.3.1

Anteseden Kepercayaan Pelanggan pada Merek
Dalam hubungan kepercayaan dan merek, entitas yang dipercaya adalah

bukan orang, tapi sebuah simbol. Karena itu, loyalitas pada merek melibatkan
kepercayaan pada merek. Untuk menciptakan loyalitas dalam pasar saat ini,
pemasar harus memfokuskan pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan
dalam consumer-brand relationship (Lau dan Lee, 1999). Komitmen terhadap
suatu hubungan didefinisikan sebagai suatu keinginan yang terus-menerus untuk
mempertahankan suatu hubungan jangka panjang yang bernilai (Moorman,
Zaltman, dan Deshpandé, 1992 dalam Lau dan Lee 1999).

2.4

Komunitas
Gusfield (1975) dalam Algesheimer et al., (2005) membedakan diantara

dua jenis komunitas. Pertama adalah komunitas tradisional yang mengacu pada
wilayah atau geografis. Pada titik ini komunitas mengacu pada lingkungan tempat
tinggal, kota, atau daerah. Kedua adalah komunitas relasional yang mengacu pada
hubungan manusia tanpa kaitan dengan lokasi. Sebagai contoh, ada beberapa
komunitas yang memiliki ketertarikan seperti klub hobi, grup agama, atau klub
penggemar. Tetapi kedua tipe komunitas ini tidak saling mengesklusifkan, banyak
grup yang berdasarkan ketertarikan tetapi juga merangkap sebagai komunitas
yang berbasiskan lokasi.

Universitas Indonesia

7

2.4.1. Komunitas Merek (Brand Community)

Gambar 2.1 Customer-Centric Model
Sumber : Diolah kembali dari penelitian McAlexander, 2002

McAlexader (2002) medefinisikan komunitas merek terbentuk atas
entitasnya dan hubungan yang terjalin diantara pelanggan. Entitas yang dimaksud
dimodelkan dengan model customer-centric seperti yang ada di Gambar 2.1.
McAlexander et al., (2002) menunjukan bahwa interaksi yang tinggi diantara
keempat elemen dalam customer-centric model diatas yang termasuk diantaranya
saling berbagi pengalaman, bertukar informasi yang berguna, dan sumber
bermanfaat yang terdistribusi diantara semua anggota dan pemasar secara
resiprokal dapat mempererat hubungan yang terjadi diantaranya.

2.5

Media Sosial
Media sosial pertama kali diperkenalkan pada 1997 (Boyd dan Ellison,

2007 dalam Cirucci 2012) yang mengatakan bahwa istilah jejaring sosial (social
network) didefinisikan sebagai wadah yang menyediakan profil untuk publik,
daftar teman publik dan koneksi antar teman. Media sosial menjadi wadah yang
tidak hanya mempertemukan orang atau jejaring, tetapi membuat interaksi sosial
menjadi nyata pada kebanyakan orang yang seolah telah kenal satu sama lain
(Cirucci, 2012). Media sosial adalah istilah di abad ke-21 yang digunakan untuk
mendefinisikan variasi alat jaringan dan teknologi yang menekankan pada aspek
sosial dari internet sebagai saluran distribusi, kolaborasi, dan ekspresi kreatif, dan

Universitas Indonesia

8

seringkali berkaitan dengan istilah Web 2.0 dan software sosial (Dabbagh & Reo,
2011, dalam Dabbagh dan Kitsantas, 2012).

2.5.1

Komunitas Merek Berbasis Media Sosial
Komunitas merek berbasis media sosial terdiri dari dua konsep, yaitu

media sosial dan komunitas merek (Laroche et al., 2012). Menurut McAlexander
(2002, dalam Laroche 2012), komunitas terbentuk dari entitas dan hubungan yang
terjalin diantara pelanggan. Entitas yang ada yaitu merek, produk, pelanggan lain,
dan perusahaan. Hubungan diantara ini diperkuat dengan interaksi yang tinggi.
Laroche et al., (2012) percaya bahwa melalui media sosial dapat meningkatkan
kualitas hubungan yang terjadi. Anggota komunitas menggunakan media sosial
untuk membuka halaman situs merek, memberi komentar, berbagi foto atau
pengalaman, berinteraksi dengan pemasar, bertanya atau menjawab komentar dari
anggota lain, hal ini membuat interaksi yang seolah tidak terlihat menjadi terlihat
sehingga interaksi yang terjadi akan semakin intensif dan bersifat resiprokal
(Laroche et al, 2012).

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Model Penelitian

Gambar 3.1Model Penelitian
Sumber :Laroche et al, (2012), telah diolah kembali

Universitas Indonesia

9

Model teori konseptualisasi penelitian ini mengacu pada penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Laroche et al, (2012) dengan menggunakan
kerangka teori pada penelitian McAlexander (2002). Model dapat dilihat pada
gambar 3.1.
3.2

Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini, penelitian terdahulu mengembangkan model dari

McAlexander (2002), yaitu tentang komunitas yang terbentuk dari entitas dan
hubungan yang terjalin diantara mereka. Entitas yang ada dalam sebuah
komunitas merek yaitu hubungan pelanggan dengan merek, produk, pelanggan
lain, dan perusahaan. Hubungan diantaranya ini diperkuat dengan interaksi yang
tinggi. Penelitian ini percaya bahwa melalui media sosial dapat meningkatkan
kualitas hubungan yang terjadi dengan komunits merek. Ketika anggota
komunitas menggunakan media sosial untuk membuka halaman situs merek,
memberi komentar, berbagi foto atau pengalaman, berinteraksi dengan pemasar,
bertanya atau menjawab komentar dari anggota lain, hal ini membuat interaksi
yang seolah tidak terlihat menjadi terlihat. Interaksi yang terjadi akan semakin
intensif dan bersifat resiprokal (Laroche et al, 2012). Sehingga peneliti
mengajukan hipotesis :

H1 : Komunitas merek berbasis media sosial memiliki pengaruh efek
positif terhadap : a) hubungan antara pelanggan dan produk b) hubungan antara
pelanggan dengan merek c) hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan d)
hubungan antara pelanggan dengan pelanggan lain

Ada beberapa pendapat dari bererapa peneliti mengenai komunitas merek
terhadap loyalitas pelanggan terhadap merek. Menurut McAlexander (2002)
dalam model customer centric dapat dengan cepat menciptakan loyalitas.
Komunitas online memiliki efek positif terhadap kepercayan merek dan loyalitas
merek (Ba, 2001 dan Walden, 2000 dalam Laroche et al, 2012) menduga
setidaknya ada dua mekanisme untuk meningkatkan hubungan antara pelanggan
dan elemen merek sehingga dapat memperkuat kepercayaan merek. Pertama,

Universitas Indonesia

10

interaksi yang terus berulang dan hubungan jangka panjang diperhitungkan
sebagai kunci untuk mengembangkan kepercayaan merek (Holmes, 1991 dalam
Laroche et al, 2012). Kedua, peningkatan hubungan terjadi karena adanya
pertukaran dan penyebaran informasi diantara elemen-elemen merek dimana akan
mengurangi informasi yang asimetris dan mengurangi ketidakpastian (Ba, 2001
dan Lewicki & Bunker, 1995 dalam Laroche et al., 2012) dimana akan
meningkatkan kualitas kepercayaan merek. Oleh karena itu hipotesis peneliti
mengajukan hipotesis :

H2a : Hubungan antara pelanggan dengan produk terhadap kepercayaan
merek memiliki efek positif.
H2b : Hubungan antara pelanggan dengan merek terhadap kepercayaan
merek memiliki efek positif.
H2c : Hubungan

antara pelanggan dengan perusahaan terhadap

kepercayaan merek memiliki efek positif.
H2d : Hubungan antara pelanggan dengan pelanggan lain terhadap
kepercayaan merek memiliki efek positif.

Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan loyalitas merek sebagai
komitmen pelanggan terhadap suatu merek tertentu yang berasal dari adanya sikap
yang

positif

terhadap

merek

tersebut.

Dalam

konteks

studi

perilaku

organisasional, kepercayaan ditemukan dapat mengarah pada level tertinggi dari
loyalitas, yaitu komitmen (Morgan dan Hunt, 1994). Oleh karena itu, kepercayaan
yang telah dibangun oleh pelanggan pada suatu merek kemungkinan akan
mengarah pada loyalitas terhadap merek tersebut. Kim dan Ahmad (2012) dalam
komunitas media sosial, setiap pengguna mempunyai tanggung jawab untuk
mengevaluasi kualitas konten sebelum dia menerima atau mentransfernya. Maka
dari itu, kepercayaan memiliki peran yang penting sebagai salah satu kunci sukses
interaksi sosial dan penyebaran informasi seperti dalam komunitas media sosial.
Model kepercayaan menyediakan keuntungan tidak hanya konten ke pelanggan
potensial tetapi juga penyedia konten. Pada intinya, model kepercayaan

Universitas Indonesia

11

memerankan peran penting sebagai sarana pembeda antar satu dengan lainnya.
Sehingga hipotesis penelitian ini :

H3 : Kepercayaan merek secara positif mempengaruhi loyalitas merek.

3.3

Variabel Penelitian
Terdiri dari tujuh variabel yang digunakan bersumber dari penelitian

sebelumnya oleh Laroche et al, (2012), Casaló et al, (2010), Čater dan Čater
(2010), Lu et al, (2010), dan Kim et al, (2009). Didalamnya terdapat 35 Indikator
variabel yang mewakili komunitas merek, hubungan konsumen dengan produk,
hubungan konsumen dengan merek, hubungan konsumen dengan perusahaan,
hubungan konsumen dengan konsumen lain, kepercayaan konsumen terhadap
merek, dan loyalitas konsumen terhadap merek.

3.4

Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian konklusif deskriptif.

Penelitian ini akan dilakukan satu kali dalam satu periode (cross–sectional
design). Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif yang melibatkan banyak data
atau sampel. Data tersebut kemudian diolah menggunakan metode statistik dengan
menggunakan program SPSS 17. Penulis melakukan pretest terhadap kuesioner
sebelum pengambilan data dari responden dilakukan. Pretest ini digunakan untuk
menguji berbagai hal mengenai kuesioner, seperti pemahaman responden terhadap
pertanyaan, kata-kata, dan lain sebagainya.

3.5

Ruang Lingkup Penelitian
Responden yang diteliti pada penelitian ini adalah anggota komunitas

media sosial Air Asia Indonesia. Jumlah responden yang dibutuhkan adalah
sebanyak 175 responden dengan objek peneltian adalah komunitas media sosial
Air Asia Indonesia yang bergabung dalam media sosial Facebook atau Twitter
atau keduanya. Penelitian dilakukan dalam lingkup Indonesia hal ini dikarenakan
unit analisis sebagian besar bertempat tinggal di wilayah tersebut dan survei
menggunakan media online sehingga memungkinkan responden dalam cakupan

Universitas Indonesia

12

geografi yang luas. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan
Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.

3.6

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer. Data

primer dikumpulkan langsung oleh peneliti yang secara khusus ditujukan untuk
menyelesaikan masalah peneltian (Malhotra 2010). Pengambilan data primer
dilakukan melalui survei dan satu kali dalam satu priode penelitian (Single CrossSectional Design) dengan cara menyebar kuesioner yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Metode penelitian yang dipakai adalah riset kuantitatif yaitu
metode yang berusaha menghitung data dan secara khusus mengaplikasikan
beberapa bentuk analisis statistik.
Kuesioner penelitian ini ditujukan bagi anggota komunitas media sosial
Air Asia Indonesia. Pendekatan yang digunakan oleh penulis selama
pengumpulan data primer adalah teknik non probability sampling dimana teknik
ini tidak melakukan prosedur pemilihan sampel tapi lebih bergantung kepada
penilaian pribadi penulis. Teknik non probability sampling yang digunakan adalah
convenience sampling yaitu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan sampel
berdasarkan elemen kenyamanan. Pemilihan biasanya diserahkan kepada peneliti
dan biasanya responden dipilih dikarenakan mereka berada di tempat dan waktu
yang tepat (Malhotra, 2010).

3.7

Analisis Data
Setelah seluruh data penelitian terkumpul, kemudian dilakukan pengisian

data ke dalam masing-masing variabel dan diolah lebih lanjut menggunakan alat
dan uji statistik yang dibutuhkan. Yaitu dengan melakukan analisis validitas dan
reliabilitas dan analisis deskriptif. Sebelum menguji hipotesis dilakukan uji
multikolinearitas dan normalitas. Kemudian dilakukan analisis regresi yang terdiri
dari analisis regresi bivariat (Bivariate Regression Analysis) dan analisis regresi
berganda (Multiple Regression Analysis). Dari hasil analisis regresi dilakukan
analisis hasil pengujian hipotesis.

Universitas Indonesia

13

Dalam

menguji

hipotesis

secara

umum

peneliti

menggunakan

Confirmatory Factor Analysis. CFA digunakan untuk memperoleh nilai faktor
yang akan diregresi. Setelah pengolahan data dilakukan, selanjutnya melakukan
analisis apakah hipotesis yang telah dibuat sebelumnya didukung oleh data yang
diperoleh. Analisis pengujian hipotesis dilakukan dengan tingkat signifikansi 5%.

IV. HASIL DAN DISKUSI
4.1

Uji Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, nilai KMO–MSA untuk

ketujuh variabel konstruk telah melebihi batas 0.5 dan signifikansi Bartlett’s test
of Spherecity kurang dari 0.05, sehingga hasil ini menunjukan hubungan yang
signifikan antara variabel observed dalam suatu variabel laten (Ghozali, 2006).
Nilai-nilai diagonal anti image correllation matrix untuk semua item diatas batas
cutoff senilai 0.500 dan nilai factor loadings untuk tiga puluh lima variabel
menunjukan diatas 0,5 sehingga semua faktor dapat dikatakan berkorelasi
(Malhotra, 2010). Sehingga dalam uji validitas ini semua variabel teramati dan
terukur menunjukan hasil yang valid. Tingkat reliabilitas dari ketujuh variabel
menunjukan cronbach’s alpha yang lebih besar dari 0,6 dimana menurut Malhotra
(2011) semua pertanyaan dapat dikatakan reliabel. Setelah penelitian menunjukan
data yang valid dan reliabel, penelitian dapat dilakukan ke tahap selanjutnya.

4.2

Profil Responden
Total keseluruhan responden adalah 175 orang dengan komposisi pria

sebanyak 72 orang atau 41,14% dari total keseluruhan responden, dan wanita
sebanyak 103 orang atau 58,86% dari keseluruhan responden. Komposisi usia
dibawah 18 tahun sebanyak 2 orang (1,14%), usia 18-25 tahun sebanyak 146
orang (83,43%), usia 25-40 tahun sebanyak 23 orang (13,14%) dan usia lebih dari
40 tahun sebanyak 4 orang (2,29%) dari total keseluruhan responden. Komposisi
pendidikan SMP sebanyak 1 orang (0,57%), SMA sebanyak 65 orang (37,14%),
Diploma sebanyak 10 orang (5,71%), S-1 sebanyak 91 orang (52%), S-2 sebanyak
2 orang (1,14%) dan pendidikan lainnya sebanyak 6 orang (3,43%). Responden
yang hanya bergabung di Facebook Air Asia sebesar sebanyak 51 orang

Universitas Indonesia

14

(29,14%), responden yang hanya bergabung di Twitter Air Asia sebanyak 95
orang (54,29%) dan responden yang bergabung di Facebook dan Twitter Air Asia
sebanyak 29 orang (16,57%). Responden yang kurang dari 1 tahun sebanyak 15
orang (8,57%), 1-3 tahun sebanyak 72 orang (41,14%) dan lebih dari 3 tahun
sebanyak 88 orang (50,29%). Responden yang menjawab kurang dari 1 tahun
sebanyak 117 orang (66,86%) dan lebih dari 1 tahun sebanyak 58 orang (33,14%).
Sebagian besar responden masih adalah anggota komunitas media sosial Air Asia
kurang dari satu tahun. Responden yang pernah terbang 1-3 kali sebanyak 83
orang (47,43%), responden yang pernah terbang 4-10 kali sebanyak 20 orang
(11,43%), pernah terbang lebih dari 10 kali sebanyak 5 orang (2,86%) dan sisanya
sebanyak 67 orang (38,29%) mengaku belum pernah terbang dengan Air Asia.

4.3

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai data

kuesioner yang diisi oleh responden. Untuk skala 1-6, hasil total rata-rata yang
menunjukkan angka lebih besar dari 4 akan dikategorikan sebagai nilai yang
memiliki

kecenderungan

tinggi,

sedangkan

untuk

total

rata-rata

yang

menunjukkan angka lebih kecil dari 4 akan dikategorikan sebagai nilai yang
memiliki kecenderungan rendah (Santoso, 2012).

Tabel 4.1 Analisi Deskriptif Variabel
Variabel
Brand Community
Customer-Product Relationship
Customer-Brand Relationship
Customer-Company Relationship
Customer-Other Custs Relationship
Brand Trust
Brand Loyalty

Total Mean
3.92
4.29
4.30
4.06
3.65
4.05
3.78

Sumber : Output SPSS 17, telah diolah kembali

4.4

Uji Multikolinearitas dan Normalitas
Dalam penelitian ini teknik untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinearitas didalam model regresi linier berganda yang berlaku untuk

Universitas Indonesia

15

pengaruh variabel hubungan pelanggan dengan produk; hubungan pelanggan
dengan merek; hubungan pelanggan dengan perusahaan; hubungan pelanggan
dengan pelanggan lain terhadap kepercayaan merek. Dengan hasil nilai tolerance
lebih besar dari batas cut off yang ditentukan sebesar 0,10. Sedangkan untuk nilai
VIF juga menunjukan angka di bawah 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi multikoliniearitas antar variabel independen dalam model regresi
berganda yang akan diuji sehingga pengujian dapat dilakukan ke tahap
selanjutnya. Pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan dengan melihat
normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data
sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data normal. Dari keenam model
regresi menunjukan data yang terdistribusi normal.

4.5

Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian kali ini terdapat 6 buah hipotesis. Analisis pengujian

hipotesis dilakukan dengan tingkat signifikansi 5% sehingga menghasilkan nilai
krisis t adalah ±1,96. Hipotesis diterima apabila t-value yang didapat ≥ 1,96,
sedangkan hipotesis tidak didukung apabila t-value yang didapat ≤ 1,96.
Dengan menggunakan teknik regresi linier, peneliti akan menguji hipotesis
H1 : Komunitas merek berbasis media sosial memiliki pengaruh efek positif
terhadap : a) hubungan pelanggan dan produk b) hubungan pelanggan dengan
merek c) hubungan pelanggan dengan perusahaan dan d) hubungan pelanggan
dengan pelanggan lain
Dari hasil analisis regresi didapatkan signifikansi < 0.05 dengan nilai t
hitung > 1.96, dimana artinya semua data mendukung hipotesis sehingga hasilnya
adalah tolak Ho.
Tsai et al, (2012) mengonsepkan komunitas merek dalam framework yang
terdiri dari meliputi dua komponen interaksi, yaitu interaksi antara anggota
dengan anggota komunitas dan anggota komunitas dengan aktivitas komunitas.
Menurut McAlexander (2002), komunitas terbentuk dari entitas dan hubungan
yang terjalin diantara pelanggan. Entitas yang ada yaitu brand, produk, pelanggan
lain, dan perusahaan yang hubungan diantara ini diperkuat dengan interaksi yang
tinggi. Sehingga dengan semakin tingginya interaksi komunitas yang diperkuat

Universitas Indonesia

16

oleh peran media sosial, khususnya Facebook dan Twitter, dalam mewadahi
komunitas Air Asia, akan membuat kualitas hubungan pelanggan dengan produk
Air Asia, hubungan pelanggan dengan merek Air Asia, hubungan pelanggan
dengan perusahaan Air Asia, dan hubungan pelanggan Air Asia dengan pelanggan
lain Air Asia, akan semakin erat.
Selanjutnya analisis regresi berganda untuk menguji pengaruh Hubungan
Pelanggan dengan Produk, Merek, Perusahaan, dan Pelanggan Lain terhadap
Kepercayaan Merek.
H2 : Hubungan antara pelanggan dengan produk, hubungan antara
pelanggan dengan merek, hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan
hubungan antara pelanggan dengan pelanggan lain terhadap kepercayaan merek
memiliki efek positif
Dari persamaan regresi linier berganda menunjukan bahwa Hubungan
Pelanggan dengan Produk (X 1 ), Hubungan Pelanggan dengan Merek (X 2 ),
Hubungan Pelanggan dengan Perusahaan (X 3 ) , Hubungan Pelanggan dengan
Pelanggan Lain (X 4 ) memiliki pengaruh yang positif terhadap Kepercayaan
Merek (Y) dengan nilai konstanta masing-masing 0.208, 0.329, 0.256, dan 0.195.
Nilai t hitung pada pada keempat variabel adalah 2,794, 4,608, 3,615, 4,113.
Karena semua t hitung > 1,96 dan semua nilai signifikansi 0,000 1,96 dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka maka Ho ditolak.
Kesimpulannya, Kepercayaan Merek secara individu memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap Loyalitas Merek.
Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan loyalitas merek sebagai
komitmen pelanggan terhadap suatu merek tertentu yang berasal dari adanya sikap
yang

positif

terhadap

merek

tersebut.

Dalam

konteks

studi

perilaku

organisasional, kepercayaan ditemukan dapat mengarah pada level tertinggi dari
loyalitas, yaitu komitmen dimana Morgan dan Hunt(1994) mendefinisikan
kepercayaan yang telah dibangun oleh pelanggan pada suatu merek kemungkinan
akan mengarah pada loyalitas terhadap merek tersebut. Lau dan Lee (1999)
menyimpulkan bahwa sebelum adanya loyalitas merek ditunjukan dengan adanya
kepercayaan merek sehingga kepercayaan merek merupakan anteseden dari
loyalitas merek. Sehingga dapat diambil kesimpulan dari hipotesis ini bahwa
semakin tingginya kepercayaan konsumen terhadap Air Asia, akan menyebabkan
semakin loyalnya konsumen terhadap Air Asia.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa komunitas merek

berbasis media sosial memiliki pengaruh positif terhadap kualitas hubungan yang
terjadi antara pelanggan dengan produk, merek, perusahaan dan pelanggan

Universitas Indonesia

18

lainnya. Hubungan pelanggan dengan produk, merek, perusahaan dan pelanggan
lain memiliki pengaruh yang positif terhadap kepercayaan merek Air Asia.
Kepercayaan merek Air Asia memiliki pengaruh yang positif dengan loyalitas
merek Air Asia.

5.2

Implikasi Manajerial
Melihat nilai factor loadings dari variabel teramati, berikut adalah tiga

variabel teramati dengan nilai factor loadings tertinggi

COR 2 dengan nilai

0.896, COR 3 dengan nilai 0.885, dan BTR 5 dengan nilai 0.881. COR 2 dan
COR3 yang keduanya membentuk faktor Hubungan Pelanggan dengan Pelanggan
Lain yang dinilai dari aspek dimana pelanggan memiliki keterikatan (COR 2) dan
ketertarikan (COR 3) dengan pelanggan lain dalam komunitas. Melihat kedua
aspek ini memiliki nilai factor loadings yang tertinggi diantara yang lain, Air Asia
perlu memerhatikannya salah satu caranya dengan menjadi wadah tempat para
pelanggan-pelanggannya saling berbagi informasi, tentunya dengan menggunakan
media sosial. Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan upaya seperti menjawab
pendapat, pertanyaan, dan keluhan dari pelanggan-pelanggannya yang terjaring
dalam media sosial khususnya media Facebook dan Twitter secara konsisten.
Perlu juga sesekali Air Asia menyelenggarakan kegiatan yang meningkatkan
komitmen dan diskusi diantara para anggota komunitas. Misalnya, mengadakan
pertemuan dengan komunitas media sosial Air Asia secara berkala untuk meminta
saran dan masukan mengenai pengembangan layanan Air Asia di masa
mendatang. Kegiatan ini akan menimbulkan interaksi dan diskusi diantara mereka
sehingga meningkatkan kualitas hubungan yang terjadi antar pelanggan Air Asia
dengan pelanggan yang lainnya. Air Asia memiliki followers di Twitter lebih dari
200.000 dan fanpage Facebook sekitar 400.000 orang, dimana seharusnya Air
Asia menggunakan kesempatan ini untuk lebih mendekatkan diri dengan
pelanggannya melalui channel media sosial yang telah dibangun. Selain itu Air
Asia dapat memanfaatkan jumlah anggota komunitas ini sebagai sarana kegiatan
promosi yang sifatnya interaktif dan below the line yang tercipta lewat hubungan
pelanggan dengan pelanggan lain.

Universitas Indonesia

19

BTR 5 0.881, yang membentuk faktor Kepercayaan Merek. Nilai faktor
ini berkaitan dengan integritas Air Asia dimana dengan nilai loading factors yang
tinggi ini membuktikan bahwa integritas merupakan salah satu faktor kunci
pelanggan menaruh kepercayaan terhadap merek Air Asia. Air Asia harus tetap
berintegritas tinggi dalam menyediakan pelayanan maskapai penerbangan yang
terpercaya agar senantiasa mendapat kepercayaan dari pelanggan-pelanggannya.
5.3

Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa keterbatasan yang dialami

oleh peneliti penelitian ini hanya berfokus pada satu perusahaan saja, yaitu Air
Asia yang mewakili industri maskapai penerbangan. Penyebaran kuesioner
dilakukan secara online sehingga terdapat kemungkinan adanya bias (systematic
error) karena tidak ada pengawasan langsung peneliti terhadap pengisian
kuesioner yang dilakukan oleh responden. Beberapa pertanyaan di kuesioner
masih bersifat luas dan tidak terlalu spesifik. Penelitian dilakukan terbatas media
sosial di Facebook dan Twitter saja. Dan yang terakhir jumlah pengisi responden
paling banyak adalah mahasiswa.

5.4

Saran Penelitian Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya penelitian tidak hanya sebatas pada

satu perusahaan saja, melainkan dengan membandingkan beberapa perusahaan
yang mewakili sebuah industri sehingga hasilnya dapat lebih digeneralisasi untuk
ke beberapa industri. Selain menggunakan media online untuk menyebarkan
kuesioner, penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan kombinasi antara
penyebaran kuesioner online dan penyebaran kuesioner secara tradisional dimana
dapat diawasi langsung oleh peneliti untuk mengurangi bias ketika responden
melakukan pengisian kuesioner. Pertanyaan kuesioner dibuat lebih spesifik lagi
sesuai dengan studi kasus penelitian. Penelitian selanjutnya untuk media sosial
sebaiknya tidak hanya sebatas melalui Facebook dan Twitter saja, namun meliputi
perkembangan media sosial. Responden sebaiknya disebar lebih merata ke semua
lapisan demografi dan tidak hanya sebagian besar mahasiswa saja yang menjadi
responden sehingga hasilnya dapat lebih digeneralisasi untuk semua kalangan.

Universitas Indonesia

20

VI. REFERENSI
Algesheimer, R., Dholakia, U.M., and Hermann, A. (2005). The Social Influence
of Brand Communities: Evidance from Eropean car clubs. Journal of
Marketing. 59 (3), pp. 19-34.
Anderson, R.E., Srinivasan, S.S. (2003). E-Satisfaction and E-Loyalty: A
Contingency Framework. Psychology & Marketing, New York: John Wiley
& Son.
Čater, Tomaž. Čater, Barbara. (2010). Product and relationship quality influence
on customer commitment and loyalty in B2B manufacturing relationships.
Industrial Marketing Management. 39, pp. 1321–1333
Cirucci, Angela M. (2012) First person paparazzi: Why social media should be
studied more like video games. Telematics and Informatics. 30, pp. 47–59
Gronroos, Christian. (1997). Internationalization Strategies For Services. Journal
of Services Marketing. 13, pp. 290 - 297
Heruwasto, Ignatius (2010). Customer Relationship Management: Pengembangan
dengan Memakai Intergrasi Konsep-Konsep di Pemasaran. Jakarta:
Lembaga Manajemen FEUI.
Heruwasto, Ignatius (2010). IT & E-Relationship Marketing. Jakarta: Lembaga
Manajemen FEUI.
Kim, Myung-Ja., Namho Chung, Choong-Ki Lee. (2011). The effect of perceived
trust on electronic commerce : Shopping online for tourism product and
services in South Korea. Tourism Management. 32, pp. 256-265.
Malhotra, N.K. (2010). Marketing Research An Applied Orientation. New Jersey:
Pearson Education.
Malita, Laura. (2011). Social media time management tools and tips. Procedia
Computer Science. 3, pp. 747–753.
Morgan, R. M. and Hunt, S. D. (1994). The commitment-trust theory of
relationship marketing. Journal of Marketing. 58, pp. 20-38.
McAlexander, J. H., Schouten, W. J., & Koening, F. H. (2002). Building brand
community. Journal of Marketing. 66(1), pp. 38–54.
Laroche, Michael. Habibi, Mohammad Reza. Richard, Marie-Odile. (2012). To be
or not be in social media : How brand loyalty is affected by social media?.
International Journal of Information Management.
Lau, G. T. and Lee, S. H. (1999). Consumers’ trust in a brand and the link to
brand loyalty. Journal of Market Focused Management. 4, pp. 341-370.
Little, E., and Marandi, E. (2003). Relationship Marketing Management. London:
Thomson Learning.
Lovelock, Christopher H. (2011). 7th ed Service Marketing: People, Technology,
Strategy. New Jersey: Prentice Hall.
Top 20 Countries Chart. Frog Design. 18 Oktober 2012. Tersedia di

Tsai, Hsien-Tung. Huang, Heng-Chiang. Chiu, Ya-Ling. (2012). Brand
community participation in Taiwan : Examining the roles of individual-,
group-, and relationship-level antecedents. Journal of Business Research.
65, pp. 676–684
Social Bakers. Facebook Statistics by Country. 18 Oktober 2012. Tersedia di


Universitas Indonesia