Kebijakan PENYUSUNAN DAN KEBIJAKAN NASIONAL

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL
PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA
Oleh
Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan
Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal
ikhwanuddin@bappenas.go.id
Abstrak
Tujuan kajian ini adalah menyusun landasan atau kerangka kebijakan nasional
yang menyeluruh dan terpadu untuk menangani kawasan perbatasan, baik yang bersifat
umum maupun khusus. Studi ini meliputi seluruh kawasan perbatasan, yakni Kalimantan,
Papua, Nusa Tenggara Timur, serta kawasan perbatasan maritim, termasuk 92 pulau-pulau
yang berada di wilayah terluar Indonesia. Berikutnya dilakukan analisis dari aspek
sektoral dan regional yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan perbatasan
Dari kajian ini dirumuskan visi pengembangan kawasan perbatasan antar negara,
yakni menjadikan kawasan perbatasan antar negara sebagai kawasan yang aman, tertib,
menjadi pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan
menjamin negara kesatuan Republik Indonesia.
Adapun masalah umum yang dihadapi di berbagai kawasan perbatasan, antara lain

adalah: (1) Bentangan kawasan perbatasan antara RI dengan 10 negara tetangga sangat
luas dan tipologinya bervariasi. Akibatnya, rentang kendali dan penanganan kawasan
perbatasan menghadapi tantangan dan kendala yang cukup berat; (2) ada pendapat umum
di masa lalu bahwa kawasan perbatasan merupakan sarang pemberontak, harus
diamankan, terbelakang dan kurang menarik bagi investor. Akibatnya, berbagai potensi
sumberdaya alam kurang dikelola, terutama oleh investor swasta.
Sejumlah rekomendasi disampaikan kajian ini, terutama mengenai kebijakan
pengembangan kawasan perbatasan kontinen Papua – PNG; kebijakan dan strategi khusus
pengembangan kawasan perbatasan antarnegara di Kalimantan; kebijakan dan strategi
khusus pengembangan kawasan perbatasan kontinen NTT - Timor Leste; dan kebijakan
Pengembangan Kawasan Perbatasan Maritim.

1. LATAR BELAKANG
Wilayah kontinen Republik Indonesia (RI) berbatasan langsung dengan negara
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan kontinen
tersebut tersebar di tiga pulau, empat propinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing
wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian pula negara
tetangga yang berbatasan dengan RI, memiliki karakteristik sosial, ekonomi, politik dan
budaya berbeda.
Sedangkan wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara: India,

Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste
dan PNG. Kawasan-kawasan perbatasan maritim umumnya berupa pulau-pulau terluar
yang berjumlah 92 pulau, yang beberapa di antaranya adalah pulau-pulau kecil yang
hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif, karena ada kecenderungan
mempunyai masalah dengan negara tetangga.
Sejak 1999, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa
kawasan perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas
pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-undang (UU) No. 25

Ringkasan

1

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 yang memuat
program-program prioritas selama lima tahun. Kenyataannya, komitmen pemerintah
melalui kedua produk hukum ini belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena
beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi politik, hukum, kelembagaan,
sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.

Sebagian besar kawasan perbatasan di Indonesia merupakan kawasan tertinggal
dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang sangat terbatas. Dimasa lalu
kawasan perbatasan dipandang sebagai wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena
menjadi tempat persembunyian para pemberontak. Akibatnya, di sejumlah daerah,
kawasan perbatasan tidak tersentuh dinamika pembangunan. Masyarakat di kawasan itu
pun umumnya miskin dan lebih berorientasi ke negara tetangga. Di lain pihak, negara
tetangga seperti Malaysia justru telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor
perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan. Pembangunan ini
telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.
Sebenarnya, peluang ekonomi di beberapa kawasan perbatasan telah terbuka lebih
besar dengan berlakunya sejumlah perjanjian internasional. Perjanjian itu antara lain
perdagangan bebas internasional, kerjasama ekonomi regional maupun bilateral, serta
kerjasama sub-regional semisal AFTA, IMS-GT, IMT-GT, BIMP-EAGA, dan AIDA.
Berlakunya kerjasama internasional tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan dalam
upaya pengembangan kawasan perbatasan.
Dalam rangka melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional, Indonesia
perlu menyiapkan berbagai langkah, kebijakan dan program pembangunan yang
menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian Indonesia tidak akan tertinggal dari negaranegara tetangga. Soalnya, ketertinggalan itu menyebabkan sumberdaya alam di kawasan
perbatasan akan tersedot keluar. Artinya, masyarakat dan pemerintah tidak mendapat
keuntungan.

Penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perbatasan antarnegara
diharapkan dapat menyediakan prinsip-prinsip pengembangan di kawasan itu. Berbagai
prinsip tersebut sesuai dengan karakteristik fungsionalnya, yaitu mengejar ketertinggalan
dari kawasan di sekitarnya atau mensinergikannya dengan perkembangan kawasan yang
berbatasan dengan negara tetangga. Selain itu, kebijakan dan strategi tersebut ditujukan
untuk menjaga atau mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya-upaya
eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan; termasuk eksploitasi yang dilakukan
masyarakat maupun ekploitasi karena kepentingan negara tetangga. Melalui strategi itu
kegiatan ekonomi dapat dilakukan lebih selektif dan optimal.
2. TUJUAN
Tujuan kajian ini adalah menyusun landasan atau kerangka kebijakan nasional
yang menyeluruh dan terpadu untuk menangani kawasan perbatasan, baik yang bersifat
umum maupun khusus. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai adalah:
1. Mengidentifikasi berbagai permasalahan, peluang, dan potensi pengembangan
kawasan perbatasan.
2. Memadukan konsep-konsep kebijakan penanganan kawasan perbatasan yang bersifat
sektoral dan kedaerahan.
3. Menyusun konsep kebijakan nasional untuk menangani kawasan perbatasan, dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan
menjaga kedaulatan negara serta meningkatkan rasa kebangsaan. Konsep ini pun

diharapkan dapat memantapkan pelaksanaan dan penegakan aturan hukum nasional.

Ringkasan

2

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

3. METODOLOGI
Wilayah kajian ini meliputi beberapa kawasan perbatasan yang tersebar di seluruh
Indonesia, apakah itu kawasan perbatasan kontinen ataupun maritim. Termasuk juga
kawasan perbatasan dengan negara yang relatif lebih maju; yang setara; maupun yang
baru terbentuk, sehingga kesejahteraan masyarakatnya tidak lebih baik dibanding
Indonesia. Berikutnya dilakukan analisis dari aspek sektoral dan regional yang
berpengaruh terhadap pengembangan kawasan perbatasan.
Data-data kajian diperoleh dari berbagai sumber, seperti berbagai hasil studi
tentang perbatasan, makalah seminar, peraturan dan perundangan tentang perbatasan, hasil
rapat koordinasi tentang perbatasan, dan data statistik (Kabupaten dan Propinsi dalam
Angka). Berbagai data dan informasi tersebut dianalisis secara kualitatif, kemudian
dilakukan diskusi dan seminar.

4. HASIL KAJIAN
4.1 Persoalan Umum di Kawasan Perbatasan
Masalah yang bersifat umum yang dihadapi di berbagai kawasan perbatasan, baik
kontinen maupun maritim adalah sebagai berikut:
1. Bentangan kawasan perbatasan antara RI dengan 10 negara tetangga sangat luas dan
tipologinya bervariasi, mulai dari tipe pedalaman sampai tipe pulau-pulau terluar. Ini
mengakibatkan rentang kendali dan penanganan kawasan perbatasan menghadapi
tantangan dan kendala yang cukup berat, baik dalam penyediaan sumberdaya dana
maupun manusia.
2. Di masa lalu ada pendapat umum bahwa kawasan perbatasan merupakan sarang
pemberontak, harus diamankan, terbelakang dan kurang menarik bagi investor. Hal ini
mempengaruhi persepsi penanganan kawasan perbatasan, sehingga cenderung
diposisikan sebagai kawasan terbelakang dan difungsikan sebagai sabuk keamanan.
Akibatnya berbagai potensi sumberdaya alam kurang dikelola, terutama oleh investor
swasta.
3. Belum ada kebijakan dan strategi nasional pengembangan kawasan perbatasan yang
dapat dijadikan acuan berbagai program dan kegiatan, walaupun sudah diamanatkan
dalam GBHN 1999 dan Propenas 2000–2004.
4. Pendekatan keamanan lebih menonjol dibanding pendekatan kesejahteraan, karena
tuntutan pada masa lalu. Saat itu memang banyak terjadi pemberontakan di sekitar

kawasan perbatasan.
5. Penanganan perbatasan masih bersifat parsial dan ad hoc sehingga tidak optimal.
6. Belum ada koordinasi antara instansi-instansi terkait di tingkat daerah dan pusat.
7. Masyarakat di perbatasan umumnya miskin akibat dari akumulasi beberapa faktor,
yakni rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung,
rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya
alam.
8. Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga tertentu seperti
Malaysia.
9. Jumlah pintu perbatasan (pos pemeriksa lintas batas dan pos lintas batas) masih sangat
terbatas, sehingga mengurangi peluang peningkatan hubungan sosial dan ekonomi
antara Indonesia dengan negara tetangganya.
10. Akses darat dan laut menuju ke kawasan perbatasan sangat kurang memadai dan
sarana komunikasi sangat terbatas, sehingga orientasi masyarakat cenderung ke negara
tetangga. Kondisi ini dapat menyebabkan degradasi nasionalisme masyarakat
perbatasan.

Ringkasan

3


Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

11. Sarana dasar sosial dan ekonomi sangat terbatas. Akibatnya penduduk di kawasan
perbatasan berupaya mendapatkan pelayanan sosial dan berusaha memenuhi
kebutuhan ekonominya ke kawasan perbatasan tetangga.
12. Belum ada kepastian hukum bagi pelaku pembangunan, sehingga tidak ada basis
pijakan bagi pelaku pembangunan di kawasan perbatasan.
13. Kewenangan penanganan wilayah masih banyak dikeluarkan instansi pemerintah di
pusat.
14. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pencuri kayu (illegal logging),
penyelundup barang, ‘penjualan manusia’ (trafficking person), pembajakan dan
perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja,
bayi, dan wanita), maupun pencurian ikan.
15. Belum ada lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan perbatasan di tingkat
nasional dan daerah.
16. Terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara tak terkendali akibat lemahnya penegakan
hukum.
17. Pengelolaan sumberdaya alam yang belum optimal dan berorientasi masa depan.
18. Minimnya sarana dan prasarana keamanan dan pertahanan menyebabkan aktivitas

aparat keamanan dan pertahanan di perbatasan belum optimal. Pengawasan di
sepanjang garis perbatasan kontinen maupun maritim juga lemah, sehingga sering
terjadi pelanggaran batas negara oleh masyarakat kedua negara tetangga.
19. Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan seiring dengan
berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah. Mereka menuntut pendapatan dari Pos
Pengawas Lintas Batas dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah daerah.
20. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya dana pembangunan
sarana dan prasarana yang dapat disediakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
21. Masalah dengan negara tetangga, antara lain belum jelas dan tegas garis batas kontinen
dan maritim; bagaimana menangani nelayan kedua negara yang melanggar wilayah
negara; serta terdapat pelintas batas tradisional akibat hubungan kekerabatan,
kesamaan adat dan budaya kedua negara.
22. Masalah pengembangan kawasan di sepanjang perbatasan, karena kewenangan
pengelolaan dipandang harus seijin Pemerintah Pusat dan dana yang sangat terbatas.
4.2 Visi Pengembangan Kawasan Perbatasan
Berdasarkan berbagai skenario pengembangan dan berbagai konsekuensinya, juga
mencermati kondisi lapangan, perkembangan di dalam negeri dan lingkungan regional,
kemudian setelah dikonsultasikan kepada berbagai kalangan, maka disepakati visi
pengembangan kawasan perbatasan antar negara sebagai berikut. Menjadikan kawasan
perbatasan antar negara sebagai kawasan yang aman, tertib, menjadi pintu gerbang

negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjamin negara kesatuan Republik
Indonesia.
Untuk mencapai visi yang dicita-citakan di atas, terdapat beberapa misi yang perlu
dilaksanakan oleh para pihak yang terkait baik pemerintah maupun swasta yaitu:
1. Mempercepat penyelesaian garis batas antar negara dengan negara tetangga sehingga
tercipta garis batas yang jelas dan diakui kedua belah pihak.
2. Mempercepat pengembangan beberapa kawasan perbatasan sebagai pusat
pertumbuhan, yang dapat menangkap peluang kerjasama antarnegara, regional dan
internasional, secara selektif sesuai prioritas.
3. Meningkatkan penegakan hukum dan kondisi keamanan yang kondusif bagi berbagai
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta meningkatkan sistem pertahanan perbatasan

Ringkasan

4

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

kontinen dan laut.

4. Menata dan membuka keterisolasian dan ketertinggalan kawasan perbatasan dengan
meningkatkan prasarana dan sarana perbatasan yang memadai.
5. Mengelola sumberdaya alam darat dan laut secara seimbang dan berkelanjutan, bagi
kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara.
6. Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan antar Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, antarnegara, maupun antar pelaku usaha.
4.3 Kebijakan Umum Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kondisi perbatasan di Indonesia yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik
antara kawasan perbatasan kontinen dan laut, maupun antar perbatasan di wilayah
daratnya sendiri, sehingga masing-masing memerlukan kebijakan khusus dan strategi serta
pendekatan yang berbeda. Namun demikian diperlukan suatu kebijakan dasar yang dapat
dijadikan sebagai payung seluruh kebijakan dan strategi yang berlaku secara nasional
untuk seluruh kawasan perbatasan.
Secara umum dalam pengembangan kawasan perbatasan diperlukan suatu pola
atau kerangka penanganan kawasan perbatasan yang menyeluruh (holistic), meliputi
berbagai sektor dan kegiatan pembangunan, serta koordinasi dan kerjasama yang efektif
mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. Pola penanganan tersebut
dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro
dan disusun berdasarkan proses partisipatif, baik secara horisontal di pusat maupun
vertikal dengan pemerintah daerah. Sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat
strategis sampai dengan operasional.
Adapun kebijakan umum pengembangan kawasan perbatasan antarnegara terdiri
dari tujuh kebijakan, yakni:
1. Menata batas kontinen dan maritim perbatasan antarnegara dalam rangka menjaga dan
mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Memberi perhatian lebih besar kepada kawasan perbatasan sebagai ‘halaman depan’
negara dan pintu gerbang internasional bagi kawasan Asia dan Pasifik.
3. Mengembangkan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan
secara serasi.
4. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang
berbatasan langsung secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan.
5. Meningkatkan perlindungan sumberdaya alam hutan tropis dan kawasan konservasi,
serta mengembangkan kawasan budidaya secara produktif bagi kesejahteraan
masyarakat lokal.
6. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) melalui pembangunan di bidang
pendidikan, kesehatan, perhubungan dan informasi.
7. Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang sosial, budaya, keamanan dan
ekonomi dengan negara-negara tetangga.
4.4 Strategi Umum Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kebijakan pengembangan kawasan perbatasan, baik darat dan laut, perlu
dijabarkan ke dalam strategi umum yang dilaksanakan melalui upaya-upaya: (1)
penyelarasan kegiatan-kegiatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui
anggaran pembangunan sektoral dan daerah, yang diarahkan bagi pengembangan kawasan
pertumbuhan, dan pengembangan wilayah terpadu kawasan perbatasan; (2) pembentukan
lembaga pengembangan kawasan perbatasan nasional yang bertugas menyusun kebijakan
dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan pengembangan kawasan perbatasan di tingkat
pusat; (3) keberpihakan dan perhatian yang lebih besar kepada sektor-sektor di pusat

Ringkasan

5

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

terhadap kawasan perbatasan; dan (4) pemberian dukungan dan fasilitasi pengembangan
kawasan perbatasan oleh instansi pusat dan pihak investor dalam maupun luar negeri.
Sedangkan strategi umum pengembangan kawasan perbatasan tersebut adalah:
1. Penetapan garis batas antar negara
2. Peningkatan sarana dan prasarana perbatasan melalui pembangunan pos-pos lintas
batas beserta fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina dan keamanan, serta sarana
dan prasarana fisik lainnya.
3. Penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan
dan pulau-pulau terluar.
4. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang telah mendapatkan respons dari
negara tetangga.
5. Peningkatan kualitas dan pengembangan pemberdayaan sumberdaya manusia.
6. Peningkatan kelembagaan pemerintah dan masyarakat di daerah.
7. Perlindungan dan konservasi sumberdaya hutan dan kelautan.
8. Peningkatan aparat keamanan dan pertahanan di sepanjang perbatasan dan pulaupulau terluar.
9. Peningkatan sosialisasi dan penyuluhan kehidupan bernegara dan berbangsa bagi
masyarakat perbatasan.
10. Peningkatan kerjasama bilateral di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari kajian di atas, maka dirumuskan kebijakan dan strategi khusus untuk masingmasing kawasan perbatasan antarnegara, seperti tertera di bawah ini.
5.1 Kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan Kontinen Papua - PNG
Di kawasan perbatasan Papua-PNG, kebijakan pengembangan kawasannya adalah:
1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan.
2. Meningkatkan upaya penyediaan prasarana dan sarana perbatasan seperti pos
pengawas lintas batas (PPLB), pos pelintas batas (PLB) dan tanda-tanda batas.
3. Mengembangkan perdagangan antar negara.
4. Pelestarian kawasan konservasi serta peningkatan sektor pariwisata alam dan
transportasi antar negara di daerah pedalaman.
5. Mengembangkan sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan.
6. Memberikan pengakuan, perlindungan dan pengaturan hak-hak ulayat masyarakat.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan Papua-PNG adalah:
1. Penegasan dan penetapan garis batas serta tanda batas RI – PNG.
2. Pembangunan dan peningkatan jumlah pos-pos lintas batas disertai dengan
peningkatan kualitas pelayanan maupun sarana dan prasarana pada pos lintas batas
yang sudah ada.
3. Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di baik
material maupun personil.
4. Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan untuk
masyarakat.
5. Membangun dan menata kelembagaan pemerintahan.
6. Peningkatan sosialisasi kesadaran berbangsa dan bernegara.
7. Memberi perlindungi dan konservasi sumberdaya alam termasuk hutan.
8. Pembangunan dan peningkatan sarana perhubungan baik darat, laut maupun udara.
9. Pengembangan sentra-sentra produksi unggulan.
10. Pengembangan kerjasama pengembangan kawasan perbatasan di bidang keamanan,

Ringkasan

6

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

perdagangan, sosial dan budaya.
11. Penyusunan peraturan dan perundangan bagi pengakuan dan peraturan atas hak-hak
ulayat masyarakat adat.
5.2 Kebijakan dan Strategi Khusus Pengembangan Kawasan Perbatasan
antarnegara di Kalimantan
Dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan di Kalimantan, kebijakan dan
strategi khusus pengembangannya adalah: (1) mengembangkan sektor perikanan dan
kelautan, industri, dan perdagangan antar negara dalam rangka mengelola kawasan pantai
dan laut; (2) meningkatkan sektor pertanian pangan, agro industri, perdagangan, serta
pariwisata alam dan budaya antar negara; (3) mengembangkan sektor perkebunan, industri
hasil hutan, dan trans-portasi antar negara di daerah pedalaman; (4) mengembangkan pusat
pendidikan dan latihan ketenagakerjaan yang profesional dan berdaya saing tinggi untuk
mengisi kebutuhan tenaga kerja; dan (5) mempertahankan, meningkatkan, dan
melestarikan kawasan konservasi sebagai salah satu paru-paru dunia secara berkelanjutan,
serta melestarikan nilai-nilai budaya lokal dalam kerjasama antar Negara.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan di Kalimantan meliputi
kegiatan: (1) mendorong kemampuan ekonomi masyarakat perbatasan; (2) mendorong
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) perbatasan; (3) memperluas ketersediaan
sarana dan prasarana; (4) memperkuat kemampuan jaringan kelembagaan perbatasan; (5)
mempererat hubungan ekonomi dengan negara tetangga; (6) meningkatkan kualitas
kehidupan sosial budaya masyarakat perbatasan; dan (7) memperkuat fungsi pertahanan
dan keamanan.
5.3 Kebijakan dan Strategi Khusus Pengembangan Kawasan Perbatasan Kontinen
NTT - Timor Leste
Di kawasan perbatasan NTT dan Timor Leste kebijakan pengembangan kawasan
di sana adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan dan mempertahankan kemanan; (2)
menyediakan sarana dan prasarana perbatasan sosial dan budaya bagi peningkatan
hubungan sosial budaya kedua negara; (3) meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan (4) meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat pengungsi dan lokal.
Sedangkan strategi pengembangan kawasannya, yaitu: (1) pemberdayaan
masyarakat perbatasan; (2) pengelolaan kelembagaan perbatasan; dan (3) pengelolaan
sistem pertahanan dan keamanan.
5.4 Kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan Maritim
Adapun kebijakan pengembangan kawasan perbatasan maritim, termasuk di 92
pulau terluar, dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengembangkan kegiatan ekonomi melalui upaya mengembangkan kawasan strategis
perbatasan laut secara selektif sebagai pusat pertumbuhan, menciptakan iklim investasi
yang kondusif di pulau-pulau terluar yang potensial, meningkatan sarana dan
prasarana transportasi dan telekomunikasi, meningkatan kerjasama ekonomi dengan
negara tetangga.
2. Meningkatkan pertahanan dan keamanan melalui upaya meningkatkan kuantitas dan
kualitas personil TNI-AL dan polisi laut, meningkatkan sarana dan prasarana sistem
pertahanan dan keamanan laut, meningkatkan kerjasama pertahanan dan keamanan
dengan negara tetangga, menyelesaikan sengketa dan penegasan batas negara,
penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum di laut dan pulau-pulau terluar
perbatasan (penyelundupan, pencurian ikan, penambangan pasir laut ilegal, serta

Ringkasan

7

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

kejahatan di perbatasan laut lainnya).
3. Meningkatkan pengembangan di bidang sumberdaya manusia melalui upaya
meningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, memberdayakan masyarakat melalui
pengembangan dan pemanfaatan teknologi, meningkatkan akses informasi masyarakat
perbatasan, meningkatkan transportasi perintis ke kawasan-kawasan perbatasan laut
dan pulau-pulau terluar.
4. Meningkatkan pelestarian lingkungan laut dan pesisir melalui upaya meningkatkan
pemanfaatan sumberdaya kepulauan dan perbatasan laut secara optimal dan lestari,
menerapkan prinsip dan mekanisme pengelolaan pulau-pulau di perbatasan secara
terpadu, melestarikan dan melindungi lingkungan, dan sinkronisasi perundangan.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan maritim mencakup hal-hal
di bawah ini:
1. Pengembangan Pusat-pusat Pertumbuhan Perbatasan Laut.
2. Memberikan insentif dan disinsentif investasi serta menyusun aturan ketenagakerjaan
khusus.
3. Meningkatkan kerapatan jalur-jalur transportasi perintis serta pengembangan sistem
telekomunikasi khusus.
4. Merumuskan aturan bersama mengenai “border trade”, pelintas batas tradisional serta
sistem bea cukai, imigrasi, karantina dan keamanan terpadu.
5. Peningkatan kapasitas personil TNI dan POLRI.
6. Penambahan jumlah armada kapal dan sistem navigasi laut.
7. Melakukan operasi perbatasan bersama dan tukar menukar informasi permasalahan
perbatasan laut.
8. Penegasan batas antar negara dan peningkatan patroli laut.
9. Mendirikan pusat-pusat pelatihan ketenagakerjaan dan sosialisasi pengelolaan
kekayaan laut dan pelestarian lingkungan.
10. Sosialisasi teknologi tepat guna kelautan serta pengembangan pusat riset kelautan dan
kepulauan.
11. Perluasan jangkauan siaran TV/radio nasional hingga perbatasan.
12. Memberikan subsidi kesehatan, pendidikan serta listrik/energi.
13. Mensosialisasikan potensi dan model-model pengelolaan sumberdaya kelautan dan
kepulauan secara lestari.
14. Memadukan berbagai aspek teknis, ekologi, sosial budaya, politik hukum dan
kelembagaan dalam pengelolaan pulau-pulau di perbatasan.
15. Memasyarakatkan aktivitas pelestarian dan perlindungan lingkungan (khususnya
bakau dan terumbu karang);
16. Mensinkronkan antara aturan daerah, dan nasional mengenai pengelolaan laut dan
pulau-pulau perbatasan secara lestari.

Ringkasan

8

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara

Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Papua. 2002. Papua
dalam Angka.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan
Barat. 2002. Kalimantan Barat dalam Angka.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistika Nusa Tenggara
Timur. 2002. Papua dalam Angka.
Direktorat PPPK. 2003. Database Potensi Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Direktorat
Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Hamid, Mukti, dan T. Widianto. 2001. Kawasan Perbatasan Kalimantan Permasalahan
dan Konsep Pengembangan.
Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi
Pengembangan Wilayah. Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi. BPP Teknologi
Pemerintah Kabupaten Belu. 2002. Potensi dan Kendala Kabupaten Belu Sebagai
Daerah yang Berbatasan Langsung dengan Negara Timor Leste. Kabupaten Belu.
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah Kabupaten Nunukan. 2002. Pengembangan Pembangunan Kawasan
Perbatasan Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. Kabupaten Nunukan.
Provinsi Kalimantan Timur.
Pemerintah Provinsi Papua. 1993. Pengaturan Khusus bagi Kegiatan Lintas Batas
Tradisional dan Kebiasaan antara Republik Indonesia dan Papua New Guinea.
Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah Provinsi Papua.
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas.

Ringkasan

9