PENDIDIKAN SEJARAH DALAM UPAYA MERESPON
PENDIDIKAN SEJARAH DALAM UPAYA MEMANUSIAKAN
MASYARAKAT INDONESIA DALAM RANGKA MERESPON
GLOBALISASI DAN WESTERNISASI
Oleh :
Beni Ahmad Muharam
Berawal dari sebuah kondisi dimana generasi muda bangsa diterpa dengan serangkaian
proses globalisasi dan westernisasi tanpa adanya filteralisasi budaya. Perlu diketahui globalisasi
ini erat kaitannya dengan westernisasi, dapat dikatakan setiap proses globalisasi selalu diikuti
oleh westernisasi. Globalisasi menurut Martin Albrow ialah semua proses yang berhubungan
dengan penyatuan antara masyarakat (all the peoples) menjadi satu masyarakat dunia (single
world society). Sedangkan westernisasi ialah proses penetrasi budaya barat ke dalam suatu
susunan kehidupan suatu Negara. Beberapa ahli mungkin berbeda dalam menguraikan
pendapatnya mengenai globalisasi, seperti contohnya Kenichi Ohmae berpendapat pada dasarnya
globalisasi ini menurutnya merupakan upaya mewujudkan dunia tanpa batas yang didalamnya
tersimpan rencana-rencana Negara-negara kapitalis untuk mengekploitasi Negara-negara
berkembang, atau secara tersirat bahwa menurut pendapatnya globalisasi menghendaki dunia
tanpa adanya batas yang membatasi lalu lintas untuk kehidupan internasional terutama dalam
aspek perekonomian. Namun apa yang coba saya jelaskan pada kesempatan kali ini mungkin
lebih terfokuskan kepada kajian pendidikan sejarah sebagai upaya memanusiakan mansyarakat
Indonesia dalam merespon globalisasi dan westernisasi.
Globalisasi dan westernisasi ini dapat dikatakan seperti sebuah koin dengan dua sisi yang
merepresentasikan makna yang berbeda, di sisi positif akan membawa kemajuan yang cepat
dalam penggunaan teknologi, berkembangnya ilmu pengetahuan, menyebar dan mudahnya
sarana informasi untuk tujuan komersial maupun edukasi, membuka peluang untuk industryindustry kreatif, gaya hidup cepat dan praktis, dan sebagainya. Namun, disisi lain dampak
negative yang akan ditimbulkan ialah jika tidak ada filtrasi, budaya barat yang masuk ke dalam
susunan masyarakat akan merubah pola hidup dan kebudayaan masyarakat tersebut. Seperti
contohnya masyarakat Indonesia yang awalnya memegang teguh prinsip gotong royong lambat
laun berubah menjadi individualis, serta perilaku perzinahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya bangsa. Sebelum saya menjelaskan bagaimana peranan sejarah dalam upaya
pemanusiaan masyarakat Indonesia, saya akan menjelaskan latar belakang westernisasi dan
bagaimana akibatnya. Berikut penjelasannya.
Pertama, kenapa globalisasi erat kaitannya dengan westernisasi? Dan kenapa harus
budaya barat?
Sejarah mencatat, sejak perang salib, bangsa barat mengalami kekalahan dari orang-orang
muslim, maka dari itu mulailah periode baru dalam kehidupan bangsa barat yang dinamakan
dengan periode Renaissance. Renaissance yang bermula sejak abad ke-14 sampai dengan abad
ke-17 ini membawa semangat dan perubahan baru bagi bangsa barat, terutama dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa bangsa barat menuju sebuah
kemajuan. Kemudian Industrial Revolution yang membawa bangsa barat menuju modernisme
yang ditandai dengan digantinnya tenaga manusia menjadi tenaga mesin dan munculnya faham
kapitalisme. Berbeda dengan kondisi di barat saat itu, masyarakat di bagian timur justru
mengalami kemunduran secara bertahap, hal ini karena perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang stuck ditambah dengan permasalahan-permasalahan internal yang terjadi di
Negara-negara timur. Selain itu faham kapitalisme membuat kolonialisme bangsa barat di
wilayah bumi sebagian timur kian meluas, entah itu untuk tujuan ekonomis ataupun untuk tujuan
politis untuk bersaing dengan Negara saingan. Disisi lain kondisi kontemporer dari mulai abad
ke-19 hingga abad ke-21 ini Negara-negara barat sebagian besar sudah dikatakan Negara maju,
berbeda dengan Indonesia atau Negara timur lainnya yang masih dikatakan Negara berkembang.
Memang dalam hal ini tuntutan ekonomi menjadi salah satu faktor munculnya globalisasi, hal itu
diperkuat oleh pendapat menurut Immanuel Wallerstein yang menyebutkan bahwa globalization
represent the triumph of a capitalist world economy tied together by a global division of labour.
Artinya; bahwa globalisasi mewakili kejayaan kapitalisme perekonomian dunia yang berkaitan
dengan divisi kerja global. Dan ketika sebuah Negara ikut dalam sebuah kompetisi yang disebut
dengan globalisasi ini maka bukan hanya aspek ekonomi saja yang terkena dampaknya, aspek
sosial dan juga budaya akan terkena dampaknya karena bebasnya interaksi kedua Negara.
Begitupula yang terjadi di Indonesia, westernisasi tercermin dengan munculnya gaya hidup baru
seperti dalam bidang fashion, gaya bahasa, dan tentu saja merebaknya perilaku pragmatism,
hedonism dan konsumerisme.
Kedua, kenapa Indonesia mudah terkena westernisasi?
Menurut saya, kita bisa samakan globalisasi dan westernisasi ini sebagai sebuah istilah
yang merujuk kepada kolonialisme budaya. Kolonialisme budaya berbeda dengan kolonialisme
biasa, kolonialisme pada umumnya ialah cara bagaimana cara menguasai suatu Negara dan
biasanya ditandai dengan pengeksploitasian sumber daya alam di negeri jajahan. Kolonialisme
budaya ini sifatnya ialah merubah jati diri atau identitas budaya suatu Negara. Ketika suatu
identitas bangsa hilang maka bangsa tersebut diambang sebuah kehancuran. Kolonialisme
budaya ini dapat terlihat dari memudarnya budaya bangsa karena intervensi dari budaya asing
yang masuk. Kita bisa analogikan bahwa westernisasi ini merupakan budaya asing yang
berusaha masuk kedalam tatanan budaya masyarakat kita. Dan kenapa bisa masuk? Menurut
kajian teori, menurut salah satu poin dalam teori gerak siklus sejarah Ibnu Khaldun disebutkan
bahwa biasanya kelompok-kelompok yang terkalahkan akan selalu mengekor kepada kelompokkelompok yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan maupun tradisi lainnya
(Supardan, 2009:358).
Analogikan bahwa intervensi yang diberikan oleh westernisasi ini lebih kuat daripada
budaya bangsa yang dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia. Akibatnya budaya nasional
perlahan demi perlahan luntur dan tergantikan oleh budaya barat yang belum tentu sesuai dengan
nilai-nilai bangsa. Hal ini dipengaruhi oleh gagalnya lunturnya ideologi pancasila sebagai filter,
karena sejak keruntuhan rezim orde baru, masyarakat mempunyai sikap apatis dan enggan
membicarakan Pancasila, karena Pancasila dianggap gagal membentuk watak manusia Indonesia
seutuhnya. Faktor lain yang menyebabkan kenapa Indonesia mudah dimasuki westernisasi ialah
karena sebelumnya masyarakat Indonesia kurang penguasaan dalam perkembangan IPTEK, dan
karakteristik bangsa yang konsumtif terhadap produk-produk luar negeri.
Dari penjelasan diatas jelaslah sudah apa yang ditimbulkan oleh westernisasi, sekarang
bagaimana solusi dalam merespon tantangan tersebut?
Indonesia memang tak bisa menghentikan globalisasi dan juga westernisasi. Namun
solusi untuk meminimalisir dampak dari kedua hal tersebut masih bisa dilakukan meskipun
memerlukan waktu yang lama dengan usaha yang tidak sedikit. Berkaitan dengan upaya
memanusiakan masyarakat Indonesia dalam merespon globalisasi dan westernisasi ini, solusi
yang ditawarkan ialah reformasi dalam bidang pendidikan.
Memanusiakan manusia Indonesia memang berkaitan dengan proses pendidikan, intinya
bagaimana cara pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan generasi muda yang
berkarakter bangsa dan mampu bersaing di era globalisasi ini. Berkaitan dengan hal tersebut
menurut Wuradji (1988) mengenai fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat menyatakan
bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai tugas diantaranya ialah fungsi
sosialisasi dan fungsi pelestarian budaya masyarakat. Fungsi sosialisasi disini ialah dimana
pendidikan diharapkan mampu berperan sebagai proses dalam
menginternalisasi nilai-nilai
budaya masyarakat kepada generasi muda. Sedangkan fungsi pelestarian budaya masyarakat ini
berkaitan dengan kurikulum pendidikan yang memuat unsur-unsur muatan lokal dengan tujuan
untuk membuat peserta didik lebih cinta kepada daerah serta tanah airnya.
Pengertian diatas bahwa fungsi pendidikan ialah menjaga atau membentuk identitas
masyarakat Indonesia sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional. UU no 20 tahun
2003 pasal 2 bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Idealnya apa yang ingin dicapai oleh semua proses pendidikan di Indonesia ialah seperti
tertera diatas, namun sekarang permasalahannya bagaimana peran pendidikan sejarah dalam
mewujudkan fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif serta bagaimana pendidikan sejarah
merespon tantangan globalisasi dan westernisasi yang telah disebutkan diatas.
Berkaitan dengan sejarah dalam kaitannya dengan pendidikan, menurut Sam Wineburg
dalam Supriatna (2013 :1) berpandangan bahwa masa lalu bisa diibaratkan tanah liat, sehingga
masa lalu kita bengkak-bengkokkan sekehendak hati kita gar sesuai dengan makna yang telah
lebih dahulu kita tentukan baginya. Selain itu Wineburg menilai bahwa sejarah itu perlu
diajarkan di sekolah karena memiliki potensi untuk menjadikan manusia berkeperikemanusiaan.
Menurutnya dengan strategi yang tepat dalam memahami nilai-nilai sejarah, pembelajaran
sejarah dapat mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif bangsa terutama untuk menjawab
berbagai tantangan bangsa pada masa kini.
Hakikat pendidikan sejarah menurut Dennis Gunning secara umum pengajaran sejarah
bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, dan menyadarkan peserta didik untuk
mengenal diri dan lingkungannya, serta memberikan perspektif historikalitas. Sedangkan secara
spesifik, lanjut Gunning, tujuan pengajaran sejarah ada tiga yaitu, mengajarkan konsep,
mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan informasi kepada peserta didik. Dengan
demikian, pengajaran sejarah tidak bertujuan untuk menghafal pelbagai peristiwa sejarah.
Keterangan tentang kejadian dan peristiwa sejarah hanyalah merupakan suatu tujuan. Sudah
barang tentu tujuan di sini dikaitkan dengan arah baru pendidikan modern, yaitu menjadikan
peserta didik mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dirinya dan menyadari
keberadaannya untuk ikut serta dalam menentukan masa depan yang lebih manusiawi bersamasama dengan orang lain. Dengan kata lain adalah berupaya untuk menyadarkan peserta didik
akan historikalisasi diri dan masyarakatnya. Namun yang paling penting ialah bagaimana cara
mengaktualisasikan nilai-nilai yang terdapat dari sebuah peristiwa sejarah dalam kehidupan
sehari-hari, karena pada dasarnya sejarah tidak berfungsi pada proses pendidikan apabila nilainilai sejarah tersebut belum terwujud dalam perilaku yang nyata.
Permasalahan yang ada sekarang, apakah pendidikan sejarah sudah secara optimal
menjawab berbagai tantangan tersebut (globalisasi dan westernisasi) ? jawabannya sangat
tergantung sekali kepada hambatan-hambatan apa saja yang mempengaruhi pencapaian makna
ataupun tujuan pembelajaran dalam pendidikan sejarah, hal terrsebut dapat terlihat dari system
pengajarannya. Karena dengan system pengajaran yang baik seharusnya dapat membantu
mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
Dalam
menghampiri
nilai-nilai
moral
sejarah
yang
diperlukan
ialah
dalam
pengorganisasian bahan yang beraneka ragam dan metode sajian yang bervariasi dengan
mengedepankan bingkai moral untuk internalisasi nilai, Pendidikan sejarah merupakan bagian
integral dari usaha penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan.
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah, perlu dilakukan sesuai dengan kriteria
yang dikembangkan yang sesuai dengan ciri-ciri fleksibilitas, realistik, dan berorientasi pada
kepentingan ke depan. Dalam kaitan ini, pendidikan sejarah perlu mentransfer nilai-nilai etik dan
moral yang mendasari cara berpikir, cara bersikap, dan berperilaku seseorang untuk mewujudkan
keharmonisan kehidupan individu, kelompok masyarakat atau bangsa dalam membangun
perdamaian, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan.
Permasalahan dalam pendidikan sejarah yang pertama ialah komponen pengajar sejarah
yang minim wawasan kesejarahan, penyebab minimnya wawasan kesejarahan ini ialah karena
kemalasan intelektual untuk mencari dan menggali sumber-sumber sejarah baik berupa tulisan,
benda-benda, dokumen, dsb. Pengajar sejarah yang baik ialah pengajar yang mampu
menghidupkan imajinasi peserta didik dalam rangka mengembangkan rasa ingin tahu peserta
didik. Permasalahan yang kedua ialah komponen peserta didik, kebanyakan peserta didik hanya
berorientasi nilai dan popularitas saja. Padahal substansi sebenarnya terletak pada khazanah
keilmuan yang ia pelajari dan kembangkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat diinternalisasikan. Ketiga adalah metode
pembelajaran yang kurang menantang daya intelektual peserta didik seperti penggunaan metode
ceramah dan dongeng yang hanya menjadikan siswa sebagai objek diluar sejarah bukan sebagai
pribadi yang menyejarah. Keempat adalah komponen buku-buku sejarah dan media pengajaran
sejarah, dari sini perlunya untuk membaca berbagai macam sumber buku tidak hanya satu buku
saja, karena terkadang ada buku yang terlalu memihak.
Pemecahan untuk problematika permasalahan pendidikan sejarah diatas setidaknya terdiri
dari berbagai macam kegiatan, seperti menciptakan prinsip-prinsip pengajaran berorientasi masa
depan dimana guru bukan lagi pusat dari pembelajaran melainkan siswa diharapkan untuk ikut
serta berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Kemudian guru harus menyesuaikan situasi belajar
sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa, guru harus bertugas dalam hal mengatur,
mengarahkan, memberikan motivasi dan memberikan inspirasi kepada murid untuk belajar dan
juga guru bertugas dalam mengarahkan dan mengevaluasi. Kemudian dalam proses belajar guru
harus memilih metode, media, model serta strategi yang cocok untuk pembelajaran sejarah
dengan kriteria yang bersumber kepada peserta didik.
Hal-hal seperti yang telah dijelaskan diatas apabila proses pendidikan sejarah berjalan
dengan lancar dan baik dan disertai dengan internalisasi serta aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam
kehidupan sehari-hari maka sejarah dapat dikatakan tujuan pembelajaran sejarah telah berhasil
dalam membentuk masyarakat Indonesia. Kaitannya dengan westernisasi sangat berhubungan
dari nilai-nilai sejarah itu sendiri, nilai-nilai sejarah memuat nilai-nilai kebangsaan,
nasionalisme, persatuan, nilai budaya yang diwariskan secara turun temurun melalui sumber
primer maupun sumber sekunder yang nantinya akan dikemas menjadi suatu bahan ajar yang
dipelajari peserta didik. Dan jika pembelajaran sejarah berlangsung secara optimal (tidak hanya
aspek kognitif saja melainkan menyangkut afektif) maka penyampaian makna tersebut akan
sampai ke diri peserta didik siswa, hingga akhirnya peserta didik mengkatualisasi nilai-nilai
budaya bangsa mereka sendiri sebagai sesuatu yang mesti dibanggakan. Kesimpulannya
meningkatkan wawasan kesejarahan serta meningkatkan pemahaman nilai-nilai sejarah akan
mampu mengurangi dampak negative dari westernisasi, semua itu sesuai dengan fungsi lembaga
pendidikan seperti yang telah disebutkan diatas.
Berkaitan dengan globalisasi, khususnya dalam pendidikan, menurut saya berkaitan
dengan aspek output dan outcomes dari pembelajaran itu sendiri, karena pada dasarnya
globalisasi ini ditandai dengan keterbukaan dan persaingan bebas. Oleh karena itu manusia
Indonesia perlu sekali dipersiapkan dalam menghadapi persaingan sumber daya manusia dalam
percaturan internasional. Hal ini mesti dilakukan dengan tindakan nyata untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang professional, tangguh, dan siap pakai. Untuk mewujudkan semua itu
maka perlu adanya reformasi pendidikan maupun inovasi pendidikan sebagai salah satu cara
optimalisasi standar lulusan khususnya dalam pendidikan sejarah. Seperti peningkatan kualitas
kompetensi calon guru sejarah, optimalisasi penggunaan metode dan media yang menarik
perhatian siswa, mengembangkan aspek afektif siswa dari setiap pembelajaran sejarah, dan
sebagainya. Semua itu bertujuan agar lulusan pendidikan sejarah akan mampu bersaing dalam
menghadapi seraingkaian tuntutan yang diakibatkan oleh globalisasi. Paling tidak seorang guru
lulusan pendidikan sejarah pada tingkat sekolah menengah menghasilkan para peserta didik
yang memiliki wawasan nilai kesejarahan yang mampu berpikir kritis dan kreatif terhadap
permasalahan yang ada pada masyarakatnya.
REFERENSI
Sumber Buku
Gunning, Dennis. (1978). The Teaching of History, London: Cronhelm
Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara
Supriatna, Nana. (2013). Buku Ajar Kajian Buku Teks Sejarah. Bandung: Tidak Diterbitkan
Tim Dosen MKDU UPI. (2013) . Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Bandung : CV Maulana Media Grafika
Wuradji. (1998). Sosiologi pendidikan : sebuah pendekatan sosio – antropologi. Jakarta:
P2LPTK
Sumber Online dan Jurnal
Aman.
(____).
Sejarah
dan
Problematika
Pendidikan.
[Pdf].
Tersedia
di
http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Dr.%20Aman,%20M.Pd./B-15.JURNAL.pdf. Diakses 14
Maret 2015
Pasaribu,
Rowland.
(_____).
Kebudayaan
dan
Masyarakat.
[Pdf].
Tersedia
di
http://eprints.dinus.ac.id/14516/1/[Materi]_Bab_04_kebudayaan_dan_masyarakat.pdf. Diakses 14
Maret 2015
Tn. (2014). Pengertian Globalisasi Serta Pengaruh atau Dampak Globalisasi. [online]. Tersedia di
http://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-globalisasi-serta-pengaruh-dampakglobalisasi.html. Diakses 14 Maret 2015
MASYARAKAT INDONESIA DALAM RANGKA MERESPON
GLOBALISASI DAN WESTERNISASI
Oleh :
Beni Ahmad Muharam
Berawal dari sebuah kondisi dimana generasi muda bangsa diterpa dengan serangkaian
proses globalisasi dan westernisasi tanpa adanya filteralisasi budaya. Perlu diketahui globalisasi
ini erat kaitannya dengan westernisasi, dapat dikatakan setiap proses globalisasi selalu diikuti
oleh westernisasi. Globalisasi menurut Martin Albrow ialah semua proses yang berhubungan
dengan penyatuan antara masyarakat (all the peoples) menjadi satu masyarakat dunia (single
world society). Sedangkan westernisasi ialah proses penetrasi budaya barat ke dalam suatu
susunan kehidupan suatu Negara. Beberapa ahli mungkin berbeda dalam menguraikan
pendapatnya mengenai globalisasi, seperti contohnya Kenichi Ohmae berpendapat pada dasarnya
globalisasi ini menurutnya merupakan upaya mewujudkan dunia tanpa batas yang didalamnya
tersimpan rencana-rencana Negara-negara kapitalis untuk mengekploitasi Negara-negara
berkembang, atau secara tersirat bahwa menurut pendapatnya globalisasi menghendaki dunia
tanpa adanya batas yang membatasi lalu lintas untuk kehidupan internasional terutama dalam
aspek perekonomian. Namun apa yang coba saya jelaskan pada kesempatan kali ini mungkin
lebih terfokuskan kepada kajian pendidikan sejarah sebagai upaya memanusiakan mansyarakat
Indonesia dalam merespon globalisasi dan westernisasi.
Globalisasi dan westernisasi ini dapat dikatakan seperti sebuah koin dengan dua sisi yang
merepresentasikan makna yang berbeda, di sisi positif akan membawa kemajuan yang cepat
dalam penggunaan teknologi, berkembangnya ilmu pengetahuan, menyebar dan mudahnya
sarana informasi untuk tujuan komersial maupun edukasi, membuka peluang untuk industryindustry kreatif, gaya hidup cepat dan praktis, dan sebagainya. Namun, disisi lain dampak
negative yang akan ditimbulkan ialah jika tidak ada filtrasi, budaya barat yang masuk ke dalam
susunan masyarakat akan merubah pola hidup dan kebudayaan masyarakat tersebut. Seperti
contohnya masyarakat Indonesia yang awalnya memegang teguh prinsip gotong royong lambat
laun berubah menjadi individualis, serta perilaku perzinahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya bangsa. Sebelum saya menjelaskan bagaimana peranan sejarah dalam upaya
pemanusiaan masyarakat Indonesia, saya akan menjelaskan latar belakang westernisasi dan
bagaimana akibatnya. Berikut penjelasannya.
Pertama, kenapa globalisasi erat kaitannya dengan westernisasi? Dan kenapa harus
budaya barat?
Sejarah mencatat, sejak perang salib, bangsa barat mengalami kekalahan dari orang-orang
muslim, maka dari itu mulailah periode baru dalam kehidupan bangsa barat yang dinamakan
dengan periode Renaissance. Renaissance yang bermula sejak abad ke-14 sampai dengan abad
ke-17 ini membawa semangat dan perubahan baru bagi bangsa barat, terutama dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa bangsa barat menuju sebuah
kemajuan. Kemudian Industrial Revolution yang membawa bangsa barat menuju modernisme
yang ditandai dengan digantinnya tenaga manusia menjadi tenaga mesin dan munculnya faham
kapitalisme. Berbeda dengan kondisi di barat saat itu, masyarakat di bagian timur justru
mengalami kemunduran secara bertahap, hal ini karena perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang stuck ditambah dengan permasalahan-permasalahan internal yang terjadi di
Negara-negara timur. Selain itu faham kapitalisme membuat kolonialisme bangsa barat di
wilayah bumi sebagian timur kian meluas, entah itu untuk tujuan ekonomis ataupun untuk tujuan
politis untuk bersaing dengan Negara saingan. Disisi lain kondisi kontemporer dari mulai abad
ke-19 hingga abad ke-21 ini Negara-negara barat sebagian besar sudah dikatakan Negara maju,
berbeda dengan Indonesia atau Negara timur lainnya yang masih dikatakan Negara berkembang.
Memang dalam hal ini tuntutan ekonomi menjadi salah satu faktor munculnya globalisasi, hal itu
diperkuat oleh pendapat menurut Immanuel Wallerstein yang menyebutkan bahwa globalization
represent the triumph of a capitalist world economy tied together by a global division of labour.
Artinya; bahwa globalisasi mewakili kejayaan kapitalisme perekonomian dunia yang berkaitan
dengan divisi kerja global. Dan ketika sebuah Negara ikut dalam sebuah kompetisi yang disebut
dengan globalisasi ini maka bukan hanya aspek ekonomi saja yang terkena dampaknya, aspek
sosial dan juga budaya akan terkena dampaknya karena bebasnya interaksi kedua Negara.
Begitupula yang terjadi di Indonesia, westernisasi tercermin dengan munculnya gaya hidup baru
seperti dalam bidang fashion, gaya bahasa, dan tentu saja merebaknya perilaku pragmatism,
hedonism dan konsumerisme.
Kedua, kenapa Indonesia mudah terkena westernisasi?
Menurut saya, kita bisa samakan globalisasi dan westernisasi ini sebagai sebuah istilah
yang merujuk kepada kolonialisme budaya. Kolonialisme budaya berbeda dengan kolonialisme
biasa, kolonialisme pada umumnya ialah cara bagaimana cara menguasai suatu Negara dan
biasanya ditandai dengan pengeksploitasian sumber daya alam di negeri jajahan. Kolonialisme
budaya ini sifatnya ialah merubah jati diri atau identitas budaya suatu Negara. Ketika suatu
identitas bangsa hilang maka bangsa tersebut diambang sebuah kehancuran. Kolonialisme
budaya ini dapat terlihat dari memudarnya budaya bangsa karena intervensi dari budaya asing
yang masuk. Kita bisa analogikan bahwa westernisasi ini merupakan budaya asing yang
berusaha masuk kedalam tatanan budaya masyarakat kita. Dan kenapa bisa masuk? Menurut
kajian teori, menurut salah satu poin dalam teori gerak siklus sejarah Ibnu Khaldun disebutkan
bahwa biasanya kelompok-kelompok yang terkalahkan akan selalu mengekor kepada kelompokkelompok yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan maupun tradisi lainnya
(Supardan, 2009:358).
Analogikan bahwa intervensi yang diberikan oleh westernisasi ini lebih kuat daripada
budaya bangsa yang dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia. Akibatnya budaya nasional
perlahan demi perlahan luntur dan tergantikan oleh budaya barat yang belum tentu sesuai dengan
nilai-nilai bangsa. Hal ini dipengaruhi oleh gagalnya lunturnya ideologi pancasila sebagai filter,
karena sejak keruntuhan rezim orde baru, masyarakat mempunyai sikap apatis dan enggan
membicarakan Pancasila, karena Pancasila dianggap gagal membentuk watak manusia Indonesia
seutuhnya. Faktor lain yang menyebabkan kenapa Indonesia mudah dimasuki westernisasi ialah
karena sebelumnya masyarakat Indonesia kurang penguasaan dalam perkembangan IPTEK, dan
karakteristik bangsa yang konsumtif terhadap produk-produk luar negeri.
Dari penjelasan diatas jelaslah sudah apa yang ditimbulkan oleh westernisasi, sekarang
bagaimana solusi dalam merespon tantangan tersebut?
Indonesia memang tak bisa menghentikan globalisasi dan juga westernisasi. Namun
solusi untuk meminimalisir dampak dari kedua hal tersebut masih bisa dilakukan meskipun
memerlukan waktu yang lama dengan usaha yang tidak sedikit. Berkaitan dengan upaya
memanusiakan masyarakat Indonesia dalam merespon globalisasi dan westernisasi ini, solusi
yang ditawarkan ialah reformasi dalam bidang pendidikan.
Memanusiakan manusia Indonesia memang berkaitan dengan proses pendidikan, intinya
bagaimana cara pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan generasi muda yang
berkarakter bangsa dan mampu bersaing di era globalisasi ini. Berkaitan dengan hal tersebut
menurut Wuradji (1988) mengenai fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat menyatakan
bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai tugas diantaranya ialah fungsi
sosialisasi dan fungsi pelestarian budaya masyarakat. Fungsi sosialisasi disini ialah dimana
pendidikan diharapkan mampu berperan sebagai proses dalam
menginternalisasi nilai-nilai
budaya masyarakat kepada generasi muda. Sedangkan fungsi pelestarian budaya masyarakat ini
berkaitan dengan kurikulum pendidikan yang memuat unsur-unsur muatan lokal dengan tujuan
untuk membuat peserta didik lebih cinta kepada daerah serta tanah airnya.
Pengertian diatas bahwa fungsi pendidikan ialah menjaga atau membentuk identitas
masyarakat Indonesia sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional. UU no 20 tahun
2003 pasal 2 bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Idealnya apa yang ingin dicapai oleh semua proses pendidikan di Indonesia ialah seperti
tertera diatas, namun sekarang permasalahannya bagaimana peran pendidikan sejarah dalam
mewujudkan fungsi pendidikan sebagai lembaga konservatif serta bagaimana pendidikan sejarah
merespon tantangan globalisasi dan westernisasi yang telah disebutkan diatas.
Berkaitan dengan sejarah dalam kaitannya dengan pendidikan, menurut Sam Wineburg
dalam Supriatna (2013 :1) berpandangan bahwa masa lalu bisa diibaratkan tanah liat, sehingga
masa lalu kita bengkak-bengkokkan sekehendak hati kita gar sesuai dengan makna yang telah
lebih dahulu kita tentukan baginya. Selain itu Wineburg menilai bahwa sejarah itu perlu
diajarkan di sekolah karena memiliki potensi untuk menjadikan manusia berkeperikemanusiaan.
Menurutnya dengan strategi yang tepat dalam memahami nilai-nilai sejarah, pembelajaran
sejarah dapat mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif bangsa terutama untuk menjawab
berbagai tantangan bangsa pada masa kini.
Hakikat pendidikan sejarah menurut Dennis Gunning secara umum pengajaran sejarah
bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, dan menyadarkan peserta didik untuk
mengenal diri dan lingkungannya, serta memberikan perspektif historikalitas. Sedangkan secara
spesifik, lanjut Gunning, tujuan pengajaran sejarah ada tiga yaitu, mengajarkan konsep,
mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan informasi kepada peserta didik. Dengan
demikian, pengajaran sejarah tidak bertujuan untuk menghafal pelbagai peristiwa sejarah.
Keterangan tentang kejadian dan peristiwa sejarah hanyalah merupakan suatu tujuan. Sudah
barang tentu tujuan di sini dikaitkan dengan arah baru pendidikan modern, yaitu menjadikan
peserta didik mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dirinya dan menyadari
keberadaannya untuk ikut serta dalam menentukan masa depan yang lebih manusiawi bersamasama dengan orang lain. Dengan kata lain adalah berupaya untuk menyadarkan peserta didik
akan historikalisasi diri dan masyarakatnya. Namun yang paling penting ialah bagaimana cara
mengaktualisasikan nilai-nilai yang terdapat dari sebuah peristiwa sejarah dalam kehidupan
sehari-hari, karena pada dasarnya sejarah tidak berfungsi pada proses pendidikan apabila nilainilai sejarah tersebut belum terwujud dalam perilaku yang nyata.
Permasalahan yang ada sekarang, apakah pendidikan sejarah sudah secara optimal
menjawab berbagai tantangan tersebut (globalisasi dan westernisasi) ? jawabannya sangat
tergantung sekali kepada hambatan-hambatan apa saja yang mempengaruhi pencapaian makna
ataupun tujuan pembelajaran dalam pendidikan sejarah, hal terrsebut dapat terlihat dari system
pengajarannya. Karena dengan system pengajaran yang baik seharusnya dapat membantu
mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
Dalam
menghampiri
nilai-nilai
moral
sejarah
yang
diperlukan
ialah
dalam
pengorganisasian bahan yang beraneka ragam dan metode sajian yang bervariasi dengan
mengedepankan bingkai moral untuk internalisasi nilai, Pendidikan sejarah merupakan bagian
integral dari usaha penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan.
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah, perlu dilakukan sesuai dengan kriteria
yang dikembangkan yang sesuai dengan ciri-ciri fleksibilitas, realistik, dan berorientasi pada
kepentingan ke depan. Dalam kaitan ini, pendidikan sejarah perlu mentransfer nilai-nilai etik dan
moral yang mendasari cara berpikir, cara bersikap, dan berperilaku seseorang untuk mewujudkan
keharmonisan kehidupan individu, kelompok masyarakat atau bangsa dalam membangun
perdamaian, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan.
Permasalahan dalam pendidikan sejarah yang pertama ialah komponen pengajar sejarah
yang minim wawasan kesejarahan, penyebab minimnya wawasan kesejarahan ini ialah karena
kemalasan intelektual untuk mencari dan menggali sumber-sumber sejarah baik berupa tulisan,
benda-benda, dokumen, dsb. Pengajar sejarah yang baik ialah pengajar yang mampu
menghidupkan imajinasi peserta didik dalam rangka mengembangkan rasa ingin tahu peserta
didik. Permasalahan yang kedua ialah komponen peserta didik, kebanyakan peserta didik hanya
berorientasi nilai dan popularitas saja. Padahal substansi sebenarnya terletak pada khazanah
keilmuan yang ia pelajari dan kembangkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat diinternalisasikan. Ketiga adalah metode
pembelajaran yang kurang menantang daya intelektual peserta didik seperti penggunaan metode
ceramah dan dongeng yang hanya menjadikan siswa sebagai objek diluar sejarah bukan sebagai
pribadi yang menyejarah. Keempat adalah komponen buku-buku sejarah dan media pengajaran
sejarah, dari sini perlunya untuk membaca berbagai macam sumber buku tidak hanya satu buku
saja, karena terkadang ada buku yang terlalu memihak.
Pemecahan untuk problematika permasalahan pendidikan sejarah diatas setidaknya terdiri
dari berbagai macam kegiatan, seperti menciptakan prinsip-prinsip pengajaran berorientasi masa
depan dimana guru bukan lagi pusat dari pembelajaran melainkan siswa diharapkan untuk ikut
serta berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Kemudian guru harus menyesuaikan situasi belajar
sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa, guru harus bertugas dalam hal mengatur,
mengarahkan, memberikan motivasi dan memberikan inspirasi kepada murid untuk belajar dan
juga guru bertugas dalam mengarahkan dan mengevaluasi. Kemudian dalam proses belajar guru
harus memilih metode, media, model serta strategi yang cocok untuk pembelajaran sejarah
dengan kriteria yang bersumber kepada peserta didik.
Hal-hal seperti yang telah dijelaskan diatas apabila proses pendidikan sejarah berjalan
dengan lancar dan baik dan disertai dengan internalisasi serta aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam
kehidupan sehari-hari maka sejarah dapat dikatakan tujuan pembelajaran sejarah telah berhasil
dalam membentuk masyarakat Indonesia. Kaitannya dengan westernisasi sangat berhubungan
dari nilai-nilai sejarah itu sendiri, nilai-nilai sejarah memuat nilai-nilai kebangsaan,
nasionalisme, persatuan, nilai budaya yang diwariskan secara turun temurun melalui sumber
primer maupun sumber sekunder yang nantinya akan dikemas menjadi suatu bahan ajar yang
dipelajari peserta didik. Dan jika pembelajaran sejarah berlangsung secara optimal (tidak hanya
aspek kognitif saja melainkan menyangkut afektif) maka penyampaian makna tersebut akan
sampai ke diri peserta didik siswa, hingga akhirnya peserta didik mengkatualisasi nilai-nilai
budaya bangsa mereka sendiri sebagai sesuatu yang mesti dibanggakan. Kesimpulannya
meningkatkan wawasan kesejarahan serta meningkatkan pemahaman nilai-nilai sejarah akan
mampu mengurangi dampak negative dari westernisasi, semua itu sesuai dengan fungsi lembaga
pendidikan seperti yang telah disebutkan diatas.
Berkaitan dengan globalisasi, khususnya dalam pendidikan, menurut saya berkaitan
dengan aspek output dan outcomes dari pembelajaran itu sendiri, karena pada dasarnya
globalisasi ini ditandai dengan keterbukaan dan persaingan bebas. Oleh karena itu manusia
Indonesia perlu sekali dipersiapkan dalam menghadapi persaingan sumber daya manusia dalam
percaturan internasional. Hal ini mesti dilakukan dengan tindakan nyata untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang professional, tangguh, dan siap pakai. Untuk mewujudkan semua itu
maka perlu adanya reformasi pendidikan maupun inovasi pendidikan sebagai salah satu cara
optimalisasi standar lulusan khususnya dalam pendidikan sejarah. Seperti peningkatan kualitas
kompetensi calon guru sejarah, optimalisasi penggunaan metode dan media yang menarik
perhatian siswa, mengembangkan aspek afektif siswa dari setiap pembelajaran sejarah, dan
sebagainya. Semua itu bertujuan agar lulusan pendidikan sejarah akan mampu bersaing dalam
menghadapi seraingkaian tuntutan yang diakibatkan oleh globalisasi. Paling tidak seorang guru
lulusan pendidikan sejarah pada tingkat sekolah menengah menghasilkan para peserta didik
yang memiliki wawasan nilai kesejarahan yang mampu berpikir kritis dan kreatif terhadap
permasalahan yang ada pada masyarakatnya.
REFERENSI
Sumber Buku
Gunning, Dennis. (1978). The Teaching of History, London: Cronhelm
Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara
Supriatna, Nana. (2013). Buku Ajar Kajian Buku Teks Sejarah. Bandung: Tidak Diterbitkan
Tim Dosen MKDU UPI. (2013) . Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Bandung : CV Maulana Media Grafika
Wuradji. (1998). Sosiologi pendidikan : sebuah pendekatan sosio – antropologi. Jakarta:
P2LPTK
Sumber Online dan Jurnal
Aman.
(____).
Sejarah
dan
Problematika
Pendidikan.
[Pdf].
Tersedia
di
http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Dr.%20Aman,%20M.Pd./B-15.JURNAL.pdf. Diakses 14
Maret 2015
Pasaribu,
Rowland.
(_____).
Kebudayaan
dan
Masyarakat.
[Pdf].
Tersedia
di
http://eprints.dinus.ac.id/14516/1/[Materi]_Bab_04_kebudayaan_dan_masyarakat.pdf. Diakses 14
Maret 2015
Tn. (2014). Pengertian Globalisasi Serta Pengaruh atau Dampak Globalisasi. [online]. Tersedia di
http://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-globalisasi-serta-pengaruh-dampakglobalisasi.html. Diakses 14 Maret 2015