BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merek 2.1.1 Pengertian Merek - Analisis Strategi Perluasan Merek (Brand Extension) Gatsby Hair Gel ke Gatsby Splash Cologne Terhadap Sensitivitas Respon Konsumen pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Merek
2.1.1 Pengertian Merek
Menurut American Marketing Assosiation (dalam Rangkuti, 2004:1), “merek adalah nama, tanda, symbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing.”
Menurut Keller (dalam Tjiptono, 2005:19) “Merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa”. Merek mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan dengan merek yang bersangkutan.
Menurut Rangkuti (2004:2) merek dapat juga dibagi dalam pengertian lainnya seperti:
1. Nama merek (brand name) yang merupkan bagian dari yang dapat diucapkan.
2. Tanda merek (brand mark) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan. Seperti lambang, desain huruf atau warna khusus.
3. Tanda merek dagang (trade mark) yang merupakan merek atau sebagian merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek).
4. Hak cipta (copyright) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.
2.1.2. Fondasi Merek
Menurut Rangkuti (2004:5), membangun merek yang kuat tidak berbeda dengan membangun sebuah rumah. Ketika ingin memperoleh bangunan yang kokoh, diperlukan fondasi yang kuat, begitu juga dengan membangun dan mengembangkan suatu merek, diperlukan fondasi yang kuat. Cara membangun suatu fondasi merek adalah sebagai berikut: 1.
Memiliki positioning yang tepat Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand
value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu
menjadi nomor satu dibenak konsumen. Tujuan utama positioning adalah menjadi nomor satu dibenak pelanggan, tetapi bukan berarti menjadi nomor satu untuk semua aspek. Keberhasilan positioning suatu merek tidak sekedar menemukan kata kunci atau ekspresi dari
core benefit suatu merek, tetapi juga harus menjembatani antara keinginan dan harapan pelanggan, sehingga mampu memuaskan pelanggan.
2. Memiliki brand value yang tepat Merek akan semakin kompetitif apabila positioning merek semakin tepat dibenak pelanggan. Untuk mengelolanya kita perlu mengetahui
brand value . Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat berubah dibanding dengan brand positioning,
karena brand personality mencerminkan perubahan selera konsumen.
3. Memiliki konsep yang tepat Untuk mengkombinasikan brand value dan brand positioning yang tepat kepada konsumen, maka harus didukung oleh konsep yang tepat.
Pengembangan konsep merupakan proses yang kreatif, karena berbeda dari positioning. Konsep terus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah konsep yang dapat mengkomunikasikan semua elemen brand value dan brand
positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus ditingkatkan.
2.1.3. Faktor Merek
Beberapa faktor merek yang menyebabkan merek menjadi sangat penting saat ini antara lain (Durianto, et.al, 2001:2) :
1. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak pula brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image.
2. Merek sangat berpengaruh dalam bentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku konsumen.
3. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dengan mudah dapat membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain, sehubungan dengan kualitas, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
2.1.4. Elemen Merek
Menurut Durianto, et.al (2001:165-166), elemen merek memiliki tiga bagian penting, yaitu:
1. Brand Platform
Brand flatform adalah suatu blue print perencanaan merek yang
strategis yang meliputi visi dan misi merek, serta wilayah kekuasaan dari suatu merek dan lain-lain.
2. Identitas Merek (Brand Identity and naming)
Brand identity mengidentifikasikan keunikan dan differensiasi suatu
merek, sehingga suatu merek akan diidentifikasikan berbeda dengan merek pesaing. Berikut adalah tugas penting dalam mengelola brand
identity : a.
Mengembangkan nama merek yang tepat dan berbeda dan mencerminkan strategi.
b.
Mengembangkan sistem identifikasi visual yang komprehensif yang meliputi grafik, lingkungan dan produk.
c.
Mengembangkan brand identity dalam proses pembedaan dengan merek pesaing terutama dikaitkan dengan brand
association .
3. Komunikasi Merek (Brand Communication)
Suatu merek harus dapat dikomunikasikan dengan terencana dan stratejik, artinya bahwa seluruh aspek kreatif dalam komunikasi harus disesuaikan dengan platform merek, sehingga komunikasi merek in-
line dengan platform mereknya. Jadi komunikasi harus diarahkan
untuk melayani merek, bukan produknya sehingga tercipta brand differentiation , bukan product differentiation.
2.1.5. Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen yaitu: 1.
Bagi Produsen Menurut Keller (Tjiptono, 2005:20), merek berperan penting sebagai: a.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi. b.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak property intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dalam meraup manfaat dari aset bernilai tersebut.
c.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan
predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan
menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
d.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.
e.
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
f.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
2. Bagi Konsumen
Merek memiliki delapan fungsi dan manfaat pokok seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.1 Fungsi Merek Bagi KonsumenNo Fungsi Mamfaat Bagi Pelanggan
1 Identifikasi Bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi produk; gampang mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.
2 Pratikalitas Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.
3 Jaminan Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan ditempat berbeda.
4 Optimisasi Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.
5 Karakterisasi Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya pada orang lain.
6 Kontinuitas Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.
7 Hedonistik Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunikasinya.
8 Etis Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat. Sumber: Tjiptono 2005 : 21
2.2. Strategi Merek
Menurut Rangkuti (2004:10) ada lima pilihan dalam hal strategi merek, yaitu :
1. Perluasan lini (Line Extension) Perluasan lini terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama, biasanya dengan tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan, dan lainnya.
2. Perluasan merek (Brand Extension) Perluasan merek terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek memberikan keuntungan karena merek baru tersebut umumnya lebih cepat diterima (karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan suatu merek.
3. Multi merek (Multi Brand) Multi merek dapat terjadi apabila perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama.
Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature, serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.
4. Merek baru (New Brand) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau citra dari merek tersebut tidak membantu untuk produk baru tersebut.
5. Merek bersama (Co-Brand) Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi merek bersama. Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dengan satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.
2.3. Perluasan Merek (Brand Extension)
2.3.1. Pengertian Perluasan Merek
Menurut Rangkuti (2004:11) “Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori produk baru.” Dalam situasi persaingan bisnis yang kian lama makin ketat ini, perluasan merek merupakan salah satu strategi untuk memperkenalkan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Tujuan dari adanya penerapan perluasan merek ini adalah perusahaan mengharapkan merek yang sudah terkenal bisa mendorong dan meningkatkan penjualan serta supaya konsumen tidak merasa asing lagi terhadap produk baru yang ditawarkan tersebut sehingga kehadirannya dengan cepat diterima konsumen.
2.3.2. Macam – Macam Jenis Perluasan Merek
Berdasarkan pendapat Rangkuti (2004:114), perluasan merek secara umum dapat dibedakan berdasarkan:
1. Perluasan Lini (Line Extension) Perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk. Meskipun target market produk yang baru tersebut berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk (atau merek lama). Contohnya; Sunsilk, Head & Shoulder Shampoo mengeluarkan produk baru tetapi dengan flavour berbeda, ukuran dan campuran bahan kimia yang berbeda untuk melayani pasar sasaran yang berbeda. Semua produk shampoo tersebut tetap menggunakan satu merek asalnya (merek induk).
2. Perluasan Kategori (Category Extension).
Artinya, perusahaan tetap menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori produk yang sama sekali berbeda dari yang dilayani oleh merek induk sekarang. Contohnya; Astra motor, Astra Kartu Kredit, dan sebagainya.
2.3.3. Penyebab Terjadinya Perluasan Merek
Menurut Buell (Rangkuti, 2004:114), perluasan merek terjadi apabila : 1.
Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok.
2. Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok yang sudah ada.
3. Suatu merek individu atau kelompok, dikembangkan ke poroduk- produk yang tidak memiliki hubungan.
2.3.4. Tahap-Tahap Strategi Perluasan Merek
Menurut Aaker (Rangkuti, 2004:115) strategi perluasan merek membutuhkan 3 tahap, yaitu :
1. Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.
2. Mengidentifikasi produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi- asosiasi tersebut.
3. Memiliki calon yang terbaik dari daftar produk tersebut untuk dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.
2.3.5. Berhasilnya Sebuah Perluasan Merek
Menurut Rangkuti (2004:115), perluasan merek akan berhasil apabila: 1.
Asosiasi-asosiasi merek yang kuat memberikan point pembeda dan keuntungan untuk perluasan.
2. Perluasan tersebut membantu merek inti dengan cara menguatkan asosiasiasosiasi kunci, menghindari asosiasi-asosiasi negatif, dan menimbulkan pengenalan merek (asosiasi negatif akan muncul apabila merek hanya mengandalkan kesan kualitas, sehingga rentan terhadap persaingan).
2.3.6. Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek
Keunggulan dari perluasan merek (Rangkuti, 2004:121) : 1.
Mengurangi persepsi resiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan.
2. Memanfaatkan kemudahan saluran distribusi yang sudah ada.
3. Meningkatkan efisiensi biaya promosi.
4. Mengurangi biaya perkenalan produk serta program tindak lanjut pemasaran.
5. Mengurangi biaya pengembangan produk baru.
6. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan.
7. Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan. Kelemahan dari perluasan merek (Rangkuti, 2004:121) : 1.
Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang paling baik.
2. Retail cenderung beranggapan bahwa perluasan lini semata-mata merupakan me-too product, yaitu semata-mata merupakan fotokopi dari merek yang sudah ada, sehingga mereka tidak perlu menyimpan stok produk tersebut.
3. Dapat merusak merek induk yang sudah ada.
4. Seandainya produk baru dengan perluasan lini tersebut sukses di pasar, ada kemungkinan ia memakan merek induk yang sudah ada.
Penyebabnya adalah konsumen produk yang sudah ada beralih ke produk baru.
5. Kerugian lain dari perluasan merek adalah merek tersebut menurun kekuatannya. Merek yang sebelumnya memiliki fokus ke salah satu strategi, akibat adanya perluasan merek, menjadi memiliki bermacam- macam kategori sehingga tidak memiliki identitas yang jelas.
6. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan oleh tidak secara konsisten. Artinya, atribut atau manfaat yang melekat pada merek tersebut saling bertentangan dengan merek induk, sehingga konsumen merubah persepsinya.
7. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan besar-besaran, sehingga merek tersebut menjadi tidak terkontrol dan mudah dipalsukan. Hal ini akan menyebabkan menurunnya persepsi terhadap merek tersebut.
2.4. Perilaku Konsumen
2.4.1. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Setiadi, 2003:3). Dalam hal ini pemasar harus mampu memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan oleh konsumen sehubungan dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhannya.
Menurut The American Marketing Association (Setiadi, 2003:3), perilaku konsumen adalah: interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari defenisi tersebut terdapat tiga ide penting perilaku konsumen, yaitu:
1. Perilaku konsumen bersifat dinamis, yang artinya bahwa perilaku konsumen, kelompok konsumen, atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi afeksi (perasaan), kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian dilingkungannya.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui penerapan berbagai strategi pemasaran.
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar diperhitungkan. (Setiadi, 2003:11) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu:
1. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan terdiri dari: a.
Kebudayaan, merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
b.
Sub budaya, memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. c.
Kelas sosial, merupakan kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri dari: a.
Kelompok referensi, terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.
b.
Keluarga, dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu keluarga orientasi yakni merupakan orang tua dari seseorang, dan keluarga prokreasi yakni pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga, merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif.
c.
Peran dan status 3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi terdiri dari: a.
Umur dan tahapan siklus hidup b. Pekerjaan c. Keadaan ekonomi, terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan
(tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
d.
Gaya hidup, merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang.
e.
Kepribadian dan konsep diri, merupakan karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten.
4. Faktor Psikologi
Faktor psikologis terdiri dari: a.
Motivasi, merupakan dorongan yang timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu.
b.
Persepsi, didefenisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini.
c.
Proses belajar, menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
d.
Kepercayaan dan sikap, merupakan suatu gagasan deskriptif yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu.
2.5. Respon Konsumen
2.5.1. Pengertian Respon
Respon biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk sebuah perilaku. Dalam banyak hal, respon terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak. Respon positif terhadap suatu merek akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap merek tertentu.
Dan sebaliknya respon negatif akan menghalangi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk. Menurut Simamora (2003:126) : ”Respon adalah reaksi konsumen terhadap stimuli tertentu”. “Stimuli atau stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu (Setiadi, 2003:161)”.
2.5.2. Hubungan Respon Konsumen dan Perilaku Konsumen
Implikasi pemasaran dari hubungan respon dan perilaku berkaitan dengan pengukuran komponen-komponen kognitif (berpikir) dan afektif (perasaan) dari respon pembeli, hasil pengukuran dapat didayagunakan untuk meramalkan perilaku. Perilaku pembeli juga dapat dipengaruhi melalui komponen kognitif dan afektif.
2.5.3. Dimensi-dimensi Respon
Menurut Simamora (2003:134) dimensi-dimensi respon mencakup tahap, arah, lebar, kekuatan, kecepatan, dan lama berlangsung. Penjelasannya diberikan sebagai berikut : 1.
Tahap Respon konsumen terhadap suatu produk melewati beberapa tahap.
Tahap respon meliputi perhatian (attention), ketertarikan (interest), keinginan (desire), dan tindakan (action). Perhatian dapat diartikan sebagai perhatian konsumen terhadap produk atau jasa dari beberapa pilihan yang tersedia di pasar. Setelah konsumen melewati tahap perhatian, maka akan timbul minat atau ketertarikan terhadap produk atau jasa yang mempunyai kelebihan dibanding produk atau jasa yang lain. Ketertarikan terhadap produk atau jasa itu, membuat mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat untuk melakukan pembelian. Hasrat yang timbul dalam diri konsumen dipengaruhi oleh stimuli-stimuli baik internal maupun eksternal (Simamora, 2003:126). Tahap yang terakhir adalah tindakan, yaitu dimana konsumen akan melakukan tindakan pembelian dari produk atau jasa yang sudah dipilih, akan tetapi tidak menutup kemungkinan konsumen dapat membatalkan pembeliannya karena faktor tertentu.
2. Panjang Panjang maksimal stimulus tergatung model apa yang digunakan.
Dengan model Hierarchy-of-effect, panjang responnya adalah enam. Namun, tidak berarti bahwa respon yang menggunakan AIDA lebih pendek dari pada model Hierarchy-of-effect. Justru, panjang maksimal respon pada setiap model adalah sama. Begitu pula panjang minimal. Sebuah respon yang maksimal (action) dalam model AIDA adalah empat. Ini sama panjangnya dengan respon maksimal dalam model
Hierarchy-of-effect (purchase) yang panjangnya enam.
3. Arah Ada dua arah respon, yaitu positif dan negatif. Respon positif terjadi apabila respon mengarah pada perilaku yang diinginkan. Jika menggunakan model AIDA, respon positifnya adalah perhatian, berminat ingin dan bertindak. Sedangkan respon negatifnya adalah menjadi bingung, tidak berminat, tidak ingin, dan tidak bertindak.
4. Lebar Lebar menyatakan seberapa besar respon yang terjadi ditiap tahap.
Lebar maksimal tergantung pada skala yang digunakan. Banyaknya kelas tergantung kemapuan untuk membentuk kategori lebar respon.
Yang perlu diperhatikan adalah perbedaan nyata, perbedaan ini harus bersifat bertingkat dan perbedaan tingkatan terjadi secara merata.
Tingkatan-tingkatan responnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Tingkatan-tingkatan Respon PositifTahap Respon Lebar = 1 Lebar = 2 Lebar = 3
Awareness Brand recorgnition Familiar with brand
Top-of-mind Knowladge Tahu sedikit Tahu banyak Tahu semuanya Liking Cukup suka Suka Sangat Suka Preference Second brand alternatives Together with other brand (devided brand preference) The only one (top- of-hearth) alternatives
Conviction Cukup yakin Yakin Sangat yakin Purchase Sekedar mencoba Pembelian teratur Pembeli teratur
sekaligus mempromosikan produk kepada orang lain
Sumber : Simamora (2003:137)
Tabel 2.3
Tingkatan-tingkatan Respon Negatif
Mengembalikan produk yang telah dibeli kepada penjual
i
Keterangan : Br
i =1
× Lr
i
= � Pr
i
Br
Mengukur kekuatan respon harus memperhatikan dua dimensi, yaitu panjang dan lebar. Dengan mengalikan kedua dimensi ini, diperolehlah kekuatan respon. Jadi,
Kekuatan
Sumber : Simamora (2003:137) 5.
pembelian Menghentikan pembelian kembali (repurchase), tetapi tetap memakai produk yang sudah dibeli
Tahap Respon Lebar = -1 Lebar = -2 Lebar = -3
Purchase Mengurangi
yakin Tidak yakin Sangat tidak yakin
Conviction Cukup tidak yakin
Menghindari merek Memusuhi merek
unpreference )
dipilih (brand
Liking Cukup tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Preference Merek yang tidak
Cukup bingung Bingung Sangat bingung
Knowladge
Lupa sama sekali
(antara ingat dan lupa) Lupa, tetapi masih sangat bisa diingatkan
Awareness Samar-samar
: Kekuatan respon Pr i : Panjang Respon Lr i : Lebar Respon n : Menyatakan jumlah tahap yang didahului
6. Kecepatan Kecepatan dalam memberikan respon berbeda-beda pada tiap konsumen. Ada yang sampai pada tahap pembelian begiru mendapat stimuli, adapula yang setelah waktu yang sangat lama baru melakukan pembelian. Bahkan, ada yang tidak sampai pada tahap pembelian sama sekali.
7. Lama bertahan Ada respon sesaat, ada pula respon yang berlangsung dalam jangka waktu panjang. Dalam persepsi, respon yang berlangsung sesaat dinamakan sensasi.
2.6. Sensitivitas Respon
Menurut Simamora (2003:201) sensitivitas respon adalah tingkat perubahan respon sebagai dampak perubahan stimuli. Tingkat perubahan dihitung dengan persentase perubahan stimuli. Secara matematis, kalimat ini dapat ditulis menjadi :
% ΔR
Sr = %
ΔS Dimana : Sr : sensitivitas respon ΔR : perubahan respon ΔS : perubahan stimuli
Dalam menganalisis tingkat sensitivitas dan arah respon konsumen terhadap fenomena perluasan merek (brand extension) digunakan model analisa
Hierarchy-of-effect yang meliputi enam tahap respon yaitu: kesadaran
(awareness), pengetahuan (knowledge), kesukaan (liking), kecenderungan (preference), keyakinan (conviction), dan pembelian (purchase).
Awarenes
Area Kognitif
Knowledge Liking
Area Afektif
Preference Conviction
Area Behavioral
Purchase
Sumber: Simamora (2003:128)
Gambar 2.1 Model Hierarchy of EffectMenurut Gambar 2.1 tahapan dalam model Hierarchy of Effect terdiri dari tiga area yaitu:
1. Area Kognitif (Cognitive Area)
Area ini adalah area dimana konsumen menyadari akan kebenaran suatu produk atau jasa kemudian konsumen mulai mengerti dan mengetahui fungsi produk atau jasa tersebut. Area kognitif meliputi: a) Kesadaran (awareness)
Kesadaran (awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat merek itu kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari katagori produk tertentu. Kesadaran merek merupakan kemampuan merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Jika pasar sasaran belum mengenal produk, maka perusahaan perlu membuat promosi agar mereka mulai mengenal produk. Dengan kata lain, pasar sasaran sadar bahwa produk itu ada. Kegiatan promosi seperti ini perlu untuk produk-produk baru.
b) Pengetahuan (knowledge)
Secara umum, pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu menyampaikan informasi dengan lebih baik.
2. Area Afektif (Affective Area)
Area ini mencakup tahap dimana konsumen mulai timbul perasaan suka dan yakin akan produk atau jasa yang disukainya, setelah produk atau jasa tersebut menjadi pilihannya untuk dikonsumsi. Area afektif meliputi:
a) Kesukaan (liking)
Kalau mereka suka atau berminat terhadap produk tersebut, artinya target pasar sasaran sudah sampai pada tahap ketiga dalam model yang digunakan. Bisa saja pasar sasaran menyukai produk tetapi tidak menempatkannya lebih penting dibanding produk-produk lain yang sama.
b) Pilihan (preference)
Jika target sasaran menyukai produk namun tidak menempatkan pada posisi yang utama dan masih membandingkan dengan produk lain, maka konsumen perlu preferensi terhadap produk untuk menempatkan produk pada posisi yang penting dibandingkan produk-produk yang lain. Kalau target pasar sasaran sudah menempatkan produk sebagai pilihan pertama, maka pasar sasaran sudah sampai pada tahap preferensi dalam model. Konsumen mungkin menyukai produk itu tapi tidak lebih dari produk lain, sehingga pemasar harus membangkitkan preferensi konsumen akan produk yang ditawarkan. Pemasar akan mempromosikan kualitas produk, nilai (value), performance, dan karakter lain. c) Keyakinan (conviction)
Apabila pasar sasaran sudah menjadikan produk sebagai pilihan, tetapi tidak memiliki keyakinan yang pasti mengenai produk, biasanya orang-orang akan lebih mempromosikan juga kepada orang lain, sehingga perusahaan dapat memperoleh promosi gratis melalui komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth
communication ). Konsumen mungkin sudah lebih menyukai
produk yang ditawarkan tapi tidak membangun keyakinan untuk membelinya. Tugas pemasar adalah membangun keyakinan konsumen untuk melakukan tindakan yang terbaik, yaitu membeli.
3. Area Tindakan (Behavior Area)
Area ini merupakan tahap akhir konsumen yaitu konsumen akan mulai melakukan pembelian, area ini adalah pembelian (purchase). Inilah tahap terakhir dalam proses. Pada akhirnya, pasar sasaran yang sudah kenal, tahu menjadikan produk sebagai pilihan dan yakin akan pilihannya akan membeli produk pada saat yang tepat. Sebagian dari konsumen mungkin memiliki keyakinan tetapi belum juga membeli produk itu. Mereka menunggu informasi tambahan atau masih merencanakan tindakan selanjutnya. Pemasar harus mendorong konsumen untuk melakukan langkah akhir dengan cara menawarkan produk dengan harga yang lebih rendah, atau menawarkan hadiah.
2.7. Penelitian Terdahulu
Rahmawati (2008), “Analisis Sensitivitas Respon Konsumen Pada Ekstensifikasi Merek (Brand Extension) Pembersih Lantai Merek So Klin (Studi kasus Suzuya Cabang Brigjend Katamso Medan)”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat sensitivitas dan arah respon konsumen pada ekstensifikasi merek (brand extension) pembersih lantai merek So Klin (Studi Kasus Suzuya Cabang Brigjend Katamso Medan).
Hasil penelitian menunjukkan sensitivitas respson konsumen pada ekstensifikasi merek dari So Klin Pewangi menjadi So Klin Lantai adalah 1,42 yang termasuk dalam kategori sensitif. Perubahan stimuli ekstensifikasi merek (brand extension) dari So Klin Pewangi ke So Klin Lantai berdasarkan atribut produk dan tahapan Hierarchy of effect menunjukkan nilai positif 34. Nilai positif ini menunjukkan bahwa stimuli yang melekat pada So Klin Lantai mendapat respon lebih tinggi dari para konsumen dibandingkan dengan So Klin Pewangi yang telah ada sebelumnya.
Amanita (2009), “Analisis Perluasan Merek (brand extension) Sampo Lifebuoy terhadap Sensitivitas Tanggapan Siswi Asrama Putri Santa Theresia Medan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat sensitivitas tanggapan konsumen terhadap ekstensifikasi merek (brand extention) pada sampo merek Lifebuoy, dan untuk mengetahui dan menganalisis apakah arah tanggapan dari konsumen positif terhadap ekstensifikasi merek (brand extention) pada sampo merek Lifebuoy di Asrama Putri Santa Theresia Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tanggapan pada sabun Lifebuoy sebesar 982, kekuatan tanggapan pada sampo Lifebuoy sebesar 989.
Perubahan tanggapan sebesar 7 yang berarti bahwa skor jawaban pada sampo Lifebuoy lebih besar dibanding pada sabun Lifebuoy berdasarkan tahapan
hierarchy of effect (kesadaran, pengetahuan, kesukaan, kecenderungan,
keyakinan, dan pembelian). Kekuatan stimuli pada sabun Lifebuoy sebesar 996, dan kekuatan stimuli pada sampo Lifebuoy sebesar 999. Perubahan stimuli perluasan merek dari sabun Lifebuoy ke sampo Lifebuoy berdasarkan tahapan
hierarchy of effect menunjukkan nilai positif 3. Nilai positif ini menunjukkan
bahwa stimuli yang melekat pada sampo Lifebuoy mendapat tanggapan lebih tinggi dari responden dibandingkan dengan sabun Lifebuoy yang telah ada sebelumnya. Sensitivitas tanggapan konsumen terhadap ekstensifikasi merek dari sabun Lifebuoy ke sampo Lifebuoy adalah sebesar 2,37 yang termasuk dalam kategori sensitif. Nilai kekuatan tanggapan dan stimuli lebih tinggi pada sampo Lifebuoy maka arah perubahan positif.
2.8. Kerangka Konseptual
Menurut American Marketing Assosiation (dalam Rangkuti, 2004:1), “merek adalah nama, tanda, symbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing”. Merek bukan saja mampu menciptakan daya tarik, tetapi juga sebagai alat untuk memenangkan persaingan. Dengan demikian, pemasar harus mampu membangun misi untuk merek tersebut dan visi harus menjadi seperti apa sebuah merek tersebut dan apa yang harus dilakukannya terhadap merek tersebut.
Menurut Rangkuti (2004:11) “Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori produk baru.” Dalam situasi persaingan bisnis yang kian lama makin ketat ini, perluasan merek merupakan salah satu strategi untuk memperkenalkan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek (brand extension) yang dilakukan PT Mandom Indonesia terhadap merek Gatsby termasuk perluasan kategori dengan tetap menggunakan merek induknya. Pembeli memiliki keterlibatan tinggi dengan kategori produk dan merasakan perbedaan yang besar.
Penelitian ini menggunakan model Hierarchy of Effect karena mencakup area pengetahuan (cognitive response), area perasaan (affective response), dan area tindakan (behavioral response), (Simamora, 2003:127). Hierarchy of Effect terdiri dari 6 tahap yang terbagi dalam 3 area dan dapat mencakup semua pertanyaan yang mendukung penelitian serta dapat menggambarkan proses pengenalan merek sampai pada tahap pembelian secara detail sesuai dengan maksud penelitian. Hierarchy of Effect terdiri dari 6 tahap yaitu kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), suka (liking), menjadikan produk sebagai pilihan (preference), yakin dengan produk (conviction), dan pembelian (purchase) (Simamora, 2003:128).
Sensitivitas respon merupakan tingkat kepekaan atau perubahan kesadaran konsumen terhadap suatu kehadiran suatu produk (dalam hal ini merek baru) yang mempengaruhi perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya sebagai dampak adanya perluasan merek Gatsby Hair Gel ke Gatsby Splash Cologne.
Berdasarkan teori yang sudah disebutkan sebelumnya dapat diambil suatu kerangka konseptual sebagai berikut: Sumber: (Simamora, 2003:128) data diolah
Gambar 2.2 Kerangka KonseptualBerdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan peneliti sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dari penelitian ini adalah : 1.
Nilai sensitivitas respon konsumen terhadap perluasan merek (brand
extension ) Gatsby Hair Gel ke Gatsby Splash Cologne pada mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah lebih besar dari satu dan merupakan ukuran sensitif.
Gatsby Hair Gel ke Gatsby Splash Cologne pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menunjukkan arah yang positif.
Perluasan Merek (X) : 1.
Kesadaran 2. Pengetahuan 3. Kesukaan 4. Kecenderungan 5. Keyakinan 6. Pembelian
Sensitivitas Respon Konsumen (Y)