pemenang seleksi penyusunan KEMISKINAN (2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya tujuan pembangunan daerah tidak hanya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harus mampu mewujudkan distribusi pendapatan yang merata diantara golongan masyarakat. Pembangunan sering diartikan dengan peningkatan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, namun bukan peningkatan pendapatan per orang melainkan penekanan lebih besar terhadap pelayanan sosial khusunya kesehatan dan pendidikan (Sudhir Anand and Martin Ravallion, 1993). Distribusi pendapatan yang merata berimplikasi pada terwujudnya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis di masyarakat. Masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian daerah di Indonesia yaitu masih belum bisa dituntaskan sampai saat ini masalah pengangguran dan kemiskinan. Perkembangan kondisi kemiskinan suatu daerah, secara ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan suatu daerah berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.

Dalam mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur maka pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan pengemban amanat rakyat dalam mewujudkan tujuan negara, telah melakukan program pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan perluasan kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, kesehatan dan sebagainya

dengan sasaran utama yang selalu mendapat perhatian yaitu kemiskinan dan pengangguran, juga target tujuan pembangunan millenium (MDGs) adalah menghapuskan kelaparan dan kemiskinan (Barnes Anger, 2010). Dampak dari pelaksanaan strategi pembangunan (pengentasan kemiskinan) yang berorientasi ekonomi menyebabkan masyarakat sebagai kelompok sasaran hanya sebagai obyek pembangunan, akibatnya dalam pemanfaatan bantuan tidak optimal sehingga banyak program bantuan (pengentasan kemiskinan) kurang memberikan hasil yang optimal karena kebijakan yang bersifat top down (Machmoed Zain, 2010) seperti berbagai program pengentasan kemiskinan yang berupaya untuk meringankan beban hidup masyarakat telah dilaksanakan seperti bantuan langsung tunai ( BLT), skema kredit usaha tani (KUT), serta beras miskin (raskin ).

Walaupun berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah namun kegagalan tetap saja terjadi, hal ini salah satunya diakibatkan tidak tepatnya uluran bantuan yang diberikan serta peluang ekonomi dan bisnis lebih cepat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kuat yang memiliki produktivitas tinggi dapat menikmati hasil yang lebih besar dibandingkan pelaku ekonomi lemah baik itu melalui usaha perseorangan maupun kelompok atau patungan. Bahwa struktur pemerintahan yang fokus pada peran institusi lokal dapat meningkatkan efisiensi dan kesetaraan dalam pengentasan kemiskinan (JSTOR, 1996). Dalam memecahkan masalah kemiskinan maka data dan informasi tentang kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan baik di tingkat nasional, provinsi maupun

kabupaten/kota dimana upaya penanggulangan kemiskinan tersebut ditujukan untuk memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat yang kurang berdaya serta pentingnya basis data dalam setiap pembahasan tentang kemiskinan yang dimulai dari identifikasi masyarakat miskin berdasarkan ukuran standar hidup dan norma minimum (M.H. Suryanarayana, 1996). Masalah kemiskinan bukan hanya berkisar pada masalah definisi dan karakteristik masyarakat serta masalah yang berkaitan dengan konsumsi atau material, tetapi juga mengacu kepada ketidakberdayaan dalam berbagai aspek kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat (Izza Mafruhah, 2000). Ketidakberdayaan masyarakat tersebutlah yang dianggap sebagai penyebab gagalnya program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan sehingga ketimpangan pembagian pendapatan yang terjadi tercermin dari masih adanya masyarakat miskin yang perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah.

Pemerintah mencanangkan program nasional, PNPM-Mandiri pada tahun 2008 yang merupakan penggabungan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dimana dalam PNPM terdapat dua program inti yaitu PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu khusus bergerak di wilayah perdesaan serta PNPM-Mandiri Perkotaan yaitu Program pemberdayaan khususnya bagi wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah perkotaan. PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan program pemberdayaan masyarakat ( community empowerment) yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memberdayakan masyarakat miskin dalam arti memandirikan dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam memperoleh hak- hak

ekonomi, sosial dan politik serta mengontrol keputusan –keputusan yang menyangkut kepentingannya baik dalam hal menyalurkan aspirasi, mengidentifikasi masalah maupun kebutuhan- kebutuhannya sendiri. Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan diharapkan adanya perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat miskin serta mampu untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan proses pelibatan diri secara penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama dimana tiap pihak yang berkepentingan/ terlibat (pemerintah, pemodal dan masyarakat) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses perencanaan dan pembangunan (Hery Budiyanto, 2011). PNPM-Mandiri Perkotaan memiliki target untuk menanggulangi jumlah penduduk miskin pada wilayah yang menjadi target sasaran. Dalam PNPM-Mandiri Perkotaan ada tiga kelompok program yang dikembangkan yaitu meliputi : (i) kegiatan lingkungan, (ii) kegiatan sosial dan (iii) kegiatan ekonomi. Kegiatan lingkungan diarahkan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan sepeti drainase, sanitasi, jalan lingkungan, persampahan dan lain-lain yang bermuara pada membaiknya derajat kesehatan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial diarahkan pada pengembangan aktivitas sosial seperti pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, perawatan kesehatan lansia dan lain-lain. Sedangkan kegiatan ekonomi dilakukan melalui sistem dana bergulir dan kegiatan simpan pinjam bagi masyarakat miskin.

Kabupaten Badung sebagai penghasil PAD terbesar di Provinsi Bali dan merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai banyak penduduk pendatang yang datang dengan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

Terlebih para migran ini apabila tidak didukung dengan keahlian dan ketrampilan memadai menyebabkan muncul pengangguran dan penduduk miskin. Pemerintah perlu belajar untuk merencanakan dan berupaya untuk mengontrol gerakan penduduk dalam negara dimana pada sebagian besar wilayah migrasi muncul kemiskinan (Ronald Skeldon, 2002). Dari data indikator perkembangan jumlah angkatan kerja, bekerja dan menganggur yang ada di Kabupaten Badung periode 2005-2009 disajikan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Indikator Perkembangan Angkatan kerja, Bekerja dan Menganggur di Kabupaten Badung

Tahun

No. Indikator

(orang) (orang)

1 Angkatan Kerja 228.940 232.437 233.807 234.599 238.087

Sumber : Profil Badung Tahun 2005-2009 (data diolah)

Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah 228.940 orang, yang bekerja berjumlah 216.360 orang dan yang menganggur pada tahun yang sama berjumlah 12.580 orang dan tahun 2006 angkatan kerja menjadi 232.807 orang, yang bekerja sebanyak 226.946 orang dan yang menganggur sebanyak 5.491 orang dan angkatan kerja pada tahun 2009 berjumlah 238.087 orang dan yang bekerja berjumlah 231.073 orang dan yang menganggur berjumlah 7.014 orang. Dari data tersebut selama lima tahun dari Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah 228.940 orang, yang bekerja berjumlah 216.360 orang dan yang menganggur pada tahun yang sama berjumlah 12.580 orang dan tahun 2006 angkatan kerja menjadi 232.807 orang, yang bekerja sebanyak 226.946 orang dan yang menganggur sebanyak 5.491 orang dan angkatan kerja pada tahun 2009 berjumlah 238.087 orang dan yang bekerja berjumlah 231.073 orang dan yang menganggur berjumlah 7.014 orang. Dari data tersebut selama lima tahun dari

Dilain pihak kondisi di Kabupaten Badung disamping tingkat pengangguran menurun, rumah tangga miskin juga mengalami penurunan yang datanya dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Jumlah dan Proporsi Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Badung

( 2006-2009 )

Tahun Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin Prosentase

3,42 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2005-2010 (data diolah) Ket : KK :Kepala Keluarga

Dari Tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga di Kabupaten Badung menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat , sedangkan jumlah rumah tangga miskin menunjukkan jumlah yang semakin menurun dengan proporsi jumlah RTM terhadap RT pada tahun 2009 sebesar 3,42 persen. Berdasarkan hasil pendataan tahun 2008 jumlah rumah tangga miskin (RTM) di masing- masing kecamatan di Kabupaten Badung terdapat jumlah rumah tangga miskin (RTM), seperti tampak pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Jumlah dan Proporsi RTM Per Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2008

Kecamatan Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin Prosentase

(RT)

(RTM)

Kuta Selatan

1,27 Kuta Utara

4,07 Sumber : BPS Kabupaten Badung,2009 (data diolah) Dari tabel 1.3 tampak bahwa proporsi jumlah RTM di Kecamatan Abiansemal yang paling tinggi sebesar 7,17 persen dan Kecamatan Kuta memiliki proporsi RTM terendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 1,27 persen.

Dalam upaya mempercepat pengentasan angka kemiskinan tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPM- Mandiri Perkotaan. Adapun sektor ekonomi yang memberikan kontribusi dominan bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Kabupaten Badung adalah sektor pariwisata terutama di wilayah Badung Selatan, dimana Kecamatan Kuta termasuk diwilayah tersebut. Wilayah Kecamatan Kuta dikenal sebagai daerah pariwisata, dimana dampak pariwisata menunjukkan kondisi wilayah Kuta lebih makmur jika dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Badung, karena berbagai fasilitas sosial dan ekonomi tersedia di Kecamatan Kuta seperti perhotelan dan restoran, jasa transportasi, sarana hiburan dan lain- lain. Namun Dalam upaya mempercepat pengentasan angka kemiskinan tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPM- Mandiri Perkotaan. Adapun sektor ekonomi yang memberikan kontribusi dominan bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Kabupaten Badung adalah sektor pariwisata terutama di wilayah Badung Selatan, dimana Kecamatan Kuta termasuk diwilayah tersebut. Wilayah Kecamatan Kuta dikenal sebagai daerah pariwisata, dimana dampak pariwisata menunjukkan kondisi wilayah Kuta lebih makmur jika dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Badung, karena berbagai fasilitas sosial dan ekonomi tersedia di Kecamatan Kuta seperti perhotelan dan restoran, jasa transportasi, sarana hiburan dan lain- lain. Namun

Tabel 1.4.

Jumlah dan Proporsi RTM di Kecamatan Kuta

Tahun 2008

Desa/ Kelurahan

Rumah Tangga

Rumah Tangga Miskin Prosentase

1,27 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2009 (data diolah) Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan di wilayah Kuta dalam

pengentasan kemiskinan nampaknya perlu diteliti secara mendalam mengingat Kecamatan Kuta merupakan pusat pengembangan pariwisata di Badung Selatan yang dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara namun di Kabupaten Badung masih terdapat masyarakat miskin, serta bagaimana masyarakat miskin di Kecamatan Kuta memandang kemiskinan pengentasan kemiskinan nampaknya perlu diteliti secara mendalam mengingat Kecamatan Kuta merupakan pusat pengembangan pariwisata di Badung Selatan yang dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara namun di Kabupaten Badung masih terdapat masyarakat miskin, serta bagaimana masyarakat miskin di Kecamatan Kuta memandang kemiskinan

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dalam menanggulangi kemiskinan di Kecamatan Kuta ?

2. Bagaimana dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan peluang kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta ?

3. Bagaimana persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas rumusan permasalahan sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Kecamatan Kuta.

2. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan Kuta.

3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis , Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah hasil penelitian tentang penanggulangan kemiskinan.

2. Manfaat praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi aparatur pemerintah Kabupaten Badung dalam merumuskan kebijakan- kebijakan strategis yang berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan maupun pemberdayaan masyarakat .

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai banyak dimensi dan perumusan definisi kemiskinan merupakan sesuatu yang problematik pada tataran konsep maupun praktis tentang siapa yang dapat dianggap sebagai penduduk miskin, serta banyak hal tentang kehidupan masyarakat miskin bahwa mereka memiliki akses pasar dan kwalitas infrastruktur yang terbatas (Abhijit Banerjee, 2002)

Menurut Bappenas (2005), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak- hak dasar tersebut antara lain :

1. Terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup

2. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan

3. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan hidup bermartabat. Hak- hak dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain 3. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan hidup bermartabat. Hak- hak dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain

Kemiskinan menurut Suparlan (1995), didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Kemiskinan juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar kebutuhan minimum, yang dikenal sebagai garis batas kemiskinan atau garis kemiskinan yang terdiri dari dua komponen yaitu : garis kemiskinan makanan dan non makanan. Menurut Badan Pusat Statistik, nilai standar kebutuhan minimum makanan mengacu pada harga dan tingkat konsumsi dari 52 jenis bahan makanan dengan batas kecukupan makanan yang mampu menghasilkan energi 2.100 kalori/kapita /hari, sedangkan non makanan terdiri dari

27 paket komoditi untuk perkotaan dan 25 komoditi untuk perdesaan yang dalam hal ini mewakili pola konsumsi penduduk kelas bawah, dengan batas kecukupan non makanan ditetapkan sebesar nilai rupiah yang dikeluarkan oleh penduduk kelas bawah untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum non makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan aneka barang jasa lainnya (Badan Pusat Stastistik, 1999).

Penduduk miskin atau penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah individu dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan. Kriteria penduduk miskin menurut BPS (2005) sebagai berikut : 1)

Luas lantai perkapita : ≤ 8 m², 2)

Jenis lantai tempat tinggal dari tanah/bambu/kayu murahan,

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersama-sama dengan rumah tangga lain, 4)

Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain,

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik 6)

Sumber air minum/ketersediaan air bersih : air hujan/ sumur / mata air tidak terlindung,

7) Bahan bakar memasak sehari- hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah,

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,

9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun,

10) Hanya sangggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,

12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani : dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan,

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD,

14) Tidak memiliki tabungan /barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

Menurut Mubyarto (1998), kemiskinan adalah situasi serba kekurangan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Jadi kemiskinan yaitu suatu kondisi ketidakmampuan dan ketidakberdayaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak.

Selanjutnya Sharp, et.al (1996) dalam Kuncoro (2004) mengidentifikasi penyebab kemiskinan yaitu : Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan yang dikemukan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama

tahun 1953 bahwa “ a poor country is poor because it is poor”, dalam Todaro (2004) . Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, dan berimplikasi pada keterbelakangan demikian seterusnya. Adanya lingkaran kemiskinan di suatu daerah di Indonesia merupakan fenomena penyebab sekaligus akibat sehingga apabila pemerintah mampu melakukan kebijakan anti kemiskinan yang mencakup sumber daya manusia, prasarana dasar, struktur perekonomian dan penerimaan di daerah, memungkinkan adanya peluang daerah untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan Ragnar Nurkse (Jaka Sumanta, 2005).

Amartya Sen, dalam Todaro (2004) memaparkan bahwa tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan oleh barang- barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang tersebut. Jadi pada intinya untuk dapat memahami konsep kesejahteraan secara umum dan kemiskinan secara khusus, kita harus berfikir lebih dari sekedar ketersediaan komoditi- komoditi dan kegunaannya.

Kemiskinan juga diklasifikasikan menjadi lima kelas menurut Sumodingrat (1999), yaitu :

1) Kemiskinan Absolut, selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat 1) Kemiskinan Absolut, selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat

2) Kemiskinan Relatif, apabila pendapatan sekelompok orang dalam masyarakat lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka termasuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Penekanannya adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah adanya ketimpangan distribusi pendapatan.

3) Kemiskinan Struktural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

4) Kemiskinan Kronis, dibedakan tiga berdasarkan penyebabnya yaitu :

a. Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.

b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian ( daerah- daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil )

c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

5) Kemiskinan Sementara, terjadi akibat adanya : perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan yang bersifat musiman, dan bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Menurut Bagong Suyanto (2008), masyarakat miskin tidak memiliki surplus pendapatan untuk bisa ditabung bagi pembentukan modal dan pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pokok sehari- hari. Disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif tampaknya adalah berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

Dari beberapa pengertian kemiskinan diatas, disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan/ketidakmampuan memenuhi kebutuhan yang mendasar dan tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan material semata.

2.1.2 Ukuran Kemiskinan

Berbagai pendekatan / konsep digunakan sebagai bahan perhitungan dan penentuan batas- batas kemiskinan adalah sebagai berikut :

1. United Nation Development Program (UNDP, 2000) meninjau kemiskinan dari dua sisi yaitu dari sisi pendapatan dan kualitas manusia. Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim ( extreme poverty) atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum ( overall poverty), atau sering disebut sebagai kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan seperti pakaian, energi, dan tempat bernaung.

2. Bank Dunia menetapkan batas kemiskinan pada tahun 1992 melalui ukuran dollar yaitu sebesar $ 98 atau senilai Rp. 203.000,- dan tahun 2000 diubah menjadi $ 470. Karenanya bila seorang individu hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya kurang dari satu dollar per hari dapat dikatakan sebagai dibawah garis kemiskinan dan dengan menggunakan dollar sebagai mata uang kunci akan dapat diketahui jumlah masyarakat miskin atau keadaan ekonomi suatu negara..

Selanjutnya Sajogyo dalam Subagio (2000) menggunakan ukuran pengeluaran ekuivalen beras untuk mengetahui tingkat kemiskinan yaitu 360 kg beras untuk daerah perkotaan dan 240 kg beras untuk desa. Sajogyo merinci kemiskinan dalam beberapa kategori seperti Tabel 2.1

Tabel 2.1

Kategori kemiskinan dipedesaan dan perkotaan

( dalam kg beras perkapita, pertahun )

Katagori Pedesaan Perkotaan Melarat 180 270

Sangat miskin 240 360 Miskin 320 480

Sumber : Subagio ( 2000 )

2.1.3 Program Penanggulangan Kemiskinan

2.1.3.1 Latar Belakang Program

PNPM- Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Penanganan kemiskinan membutuhkan keterlibatan semua pihak dan terkoordinasi baik pihak pemerintah, swasta dan masyarakat.

Berdasarkan buku pedoman PNPM- Mandiri Perkotaan tahun 2008, dijelaskan bahwa program PNPM- Mandiri Perkotaan merupakan kelanjutan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dengan prinsip-prinsip pelaksanaan yaitu : bertumpu pada pembangunan manusia, berorientasi pada masyarakat miskin, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, otonomi dalam mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola, desentralisasi, mempunyai kesetaraan dan keadilan gender dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, pengambilan keputusan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan kegiatan, prioritas kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kolaborasi antara semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan, keberlanjutan dan sederhana dalam pelaksanaan program, maka dari itu arah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri (P2KP) adalah untuk mendukung upaya peningkatan indek pembangunan manusia (IPM).

2.1.3.2 Tujuan Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan

Tujuan umum pelaksanaan PNPM adalah "Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri". Dengan demikian secara khusus tujuan PNPM Mandiri Perkotaan dirumuskan sebagai berikut : "Masyarakat di Kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial-ekonomi dan tata kepemerintahan lokal".

2.1.3.3 Sasaran Program PNPM Mandiri Perkotaan

Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara nasional adalah : Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara nasional adalah :

b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan.

c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah.

d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

2.1.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai persyaratan penting bagi solusi berkelanjutan terhadap kemiskinan dan kelaparan. Pemberdayaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang khususnya untuk memiliki akses terhadap sumber daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan, mendapatkan barang serta layanan yang dibutuhkan dan partisipasi dalam proses pengembangan dan keputusan yang mempengaruhi masyarakat miskin (IFAD, 2002-2004).

Menurut Sumaryadi (2005) secara konseptual, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : 1) Pemberdayaan sangat Menurut Sumaryadi (2005) secara konseptual, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : 1) Pemberdayaan sangat

Modal sosial sebagai sebuah konsep yang didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang berfungsi untuk memberdayakan orang dan melibatkan mereka sebagai warga negara dalam kegiatan kolektif yang bertujuan untuk pembangunan sosial ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan (Ali Asadi,dkk, 2008). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu pengembangan manusiawi dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang dikesampingkan. Memberdayakan kelompok- kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomi sehingga mereka sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat, karena salah satu akibat pemberdayaan adalah meningkatnya kinerja masyarakat sehingga mereka mampu mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Dalle Daniel Sulekale (2003), bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat t op- down menjadi partisipatif, dengan bertumpu Dalle Daniel Sulekale (2003), bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat t op- down menjadi partisipatif, dengan bertumpu

Menurut Bagong Suyanto (2008) bahwa lambatnya perkembangan ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari kurangnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal, disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

Menurut Rakhmat Jalaludin (1999), upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi antara lain :

1) Menciptakan suasana/ iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang ( enabling) dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/ masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut.

2) Memperkuat potensi/ daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan ( input) serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang ( opportunity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.

3) Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi. Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

Margono (2000), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Masyarakat harus dijadikan subyek bukan obyek.

Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan efektivitas pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan meliputi variabel input, proses dan juga output. Variabel input meliputi : ketepatan sasaran, tujuan dan tingkat sosialisasi; variabel proses meliputi : kelembagaan, ketepatan penggunaan dana dan tujuan program, prosedur, dan pengawasan sedangkan variabel output meliputi : kegiatan PNPM- Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek.

Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut :

1) 1% sampai dengan 50%

: tidak efektif

2) 51% sampai dengan 100%

: efektif

Tingkat kualifikasi efektivitas menurut Keputusan Menpan No Kep./25/M/M Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Tingkat Kualifikasi Efektifitas

No Nilai Interval (%) Tingkat Efektifitas

1 di bawah 40 Sangat tidak efektif

2 40 - 59,99 Tidak efektif

3 60 - 79,99 Cukup efektif

4 diatas 79,99 Sangat efektif Sumber : SK.Menpan No.25/M/MPan/2/2004

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon kebijakan untuk kemiskinan di negara kaya dan negara miskin (Peter Mc.Cawley, 2001) yaitu :

1. Negara kaya : kemiskinan relatif kecil dari jumlah penduduk, target intervensi anti kemiskinan terjangkau baik dari segi biaya anggaran nasional dan non anggaran, transfer perkapita untuk kelompok sasaran lebih besar, dan program anti kemiskinan umumnya cukup efektif dan dilaksankan dengan cara yang relatif efisien.

2. Di negara berkembang : kemiskinan pada beberapa kasus menunjukkan proporsi lebih dari 50 persen jumlah penduduk, pembebanan biaya baik dari segi anggaran nasional maupun non anggaran, transfer perkapita kepada kelompok sasaran umumnya kecil serta program yang dimplementasikan buruk dan membuat tujuan yang cendrung mengarah pada korupsi.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat –Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan dalam Menanggulangi Kemiskinan, Studi Kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung ini belum pernah ada yang melakukannya, sehingga hasil penelitian ini merupakan penelitian baru, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hasil penelitian serupa yang berkaitan dengan penelitian di bidang kemiskinan telah banyak yang melakukannya dalam program dan lokasi yang berbeda, seperti :

(i) hasil penelitian Subagyo (2000) dengan topik ” Efektivitas Penanggulangan kemiskinan dalam Pemberdayaan Masyarakat, studi kasus di Kabupaten

Jawa Timur ” dengan obyek penelitiannya adalah masyarakat penerima bantuan program IDT dan Program PKS ( program keluarga sejahtera )

dalam bentuk pembinaan kredit keluarga sejahtera. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas program dan uji statistik dengan menggunakan uji t, bahwa bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat. Selain itu bantuan- bantuan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya dengan penduduk miskin terhadap ketimpangan ekonomi dan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di desa IDT sebesar 5 persen dan di desa non IDT sebesar 20 persen.

(ii) penelitian dari

I Gusti Bagus Indrajaya (UNUD, 2003) yang meneliti tentang Analisis Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan

Masyarakat di Provinsi Bali.

(iii) penelitian Wayan Artana Dana (UNUD, 2008) : Studi Komparatif Karakteristik RTM dan Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Kuta Selatan dengan Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

(iv) penelitian Bagus Krisno Dwipoyono I Gusti Bagus (UNUD, 2009) : Efektivitas Penyaluran dan Dampak Bantuan Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin di Kota Denpasar.

(v) penelitian dari Anak Agung Mas Bagiawati (UNUD, 2011) : Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ( PNPM-MP ) dalam Menanggulangi Kemiskinan : Studi Kasus di Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar, dengan hasil penelitian : bahwa Pelaksanaan Program PNPM-MP sangat efektif dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar dan berdasarkan persepsi responden bahwa faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Ubud antara lain : perempuan yang kurang memperoleh hak, kemiskinan akibat kerentanan umur, pendidikan yang kurang dan kemiskinan akibat tindakan sendiri.

BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar.

Tanpa koordinasi dan sinergi, tidak akan diperoleh efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari cara pandang atau persepsi masyarakat terhadap kemiskinan serta efektivitas pelaksanaan program diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program.

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bila individu memandang sesuatu yang dilihatnya dan mencoba menafsirkan, penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pelaku persepsi dimana persepsi dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, minat dan pengalaman masa lalu.

Kerangka berfikir penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perkotaan (Studi kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dapat disajikan pada Gambar 3.1

PNPM - MP

Efektivitas Program

Pendapatan RTM Kesempatan Kerja

Persepsi RTM

Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian

Keberhasilan pelaksanaan suatu program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam program serta persepsi yang tinggi dari masyarakat miskin (RTM) terhadap PNPM-MP. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pelaksaanaan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri diharapkan berhasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan akan terwujud apabila adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pogram meliputi tahapan perencanaan, tahapan proses, dan tahapan output yang dituangkan dalam Gambar 3.2.

PNPM - MP

Perencanaan/Input

Pelaksanaan/

Hasil/Output

Proses

Efektivitas Program

Dampak Program

Penurunan Angka Kemiskinan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektifitas Pelaksanaan PNPM – MP dan Kemiskinan

Tahapan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan PNPM-MP bagi masyarakat miskin meliputi berbagai tahapan dimana efektivitas program diukur dari masing- masing tahapan melalui variabel input pada tahap perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan dan variabel output pada tahap hasil dari pelaksanaan program. Efektivitas dari setiap tahapan program tersebut diharapkan berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Dengan menurunnya angka kemiskinan, maka kegiatan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP efektif dan berdampak positif bagi masyarakat miskin.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian mengenai dampak pelaksanaan program terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sebelum dan sesudah menerima bantuan yaitu : adanya peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja sesudah menerima program dibandingkan sebelum menerima program PNPM Mandiri Perkotaan.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Kemiskinan tidak hanya identik dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga ketidakmampuan dalam mengembangkan status sosialnya. Melalui program PNPM-MP yang merupakan program penanggulangan kemiskinan guna pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya, tentunya tujuan program tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian yaitu Kecamatan Kuta Kabupaten Badung yang terdiri dari lima desa/kelurahan yaitu Tuban, Kuta, Kedonganan, Legian, dan Seminyak. Penentuan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, didasarkan pada pemikiran bahwa wilayah Kuta merupakan pusat perdagangan dan kota pariwisata, namun masih memiliki keluarga miskin dan Kecamatan Kuta sebagai wilayah penerima PNPM-MP. Pemerintah Kabupaten Badung juga sudah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan guna pengentasan kemiskinan. Waktu penelitian yaitu tahun 2011

4.3 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh populasi rumah tangga miskin (RTM) yang ada di Kecamatan Kuta berdasarkan Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh populasi rumah tangga miskin (RTM) yang ada di Kecamatan Kuta berdasarkan

4.4. Identifikasi Variabel

Untuk menghindari agar pembahasan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : 1.)

Variabel Input / Perencanaan :

a. Sosialisasi P2KP

b. Sasaran

c. Tujuan bantuan 2.)

Variabel Proses/ Pelaksanaan : .

a. Kelembagaan

b. Ketepatan penggunaan dana dan tujuan program

c. Prosedur dan pengawasan 3.)

Variabel Output/Hasil:

a. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan

b. Transparan dan diumumkan

c. Gotong royong dan tambahan pendapatan

d. Monitoring dan evaluasi proyek

4.5. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan hasil identifikasi variabel diatas, selanjutnya dapat diuraikan definisi operasional variabel sebagai berikut :

1). Sosialisasi P2KP, dimaksudkan bahwa masyarakat memperoleh penjelasan/sosialisasi tentang program penanggulangan kemiskinan, baik dilihat dari jenis kegiatan maupun lokasi kegiatan.

2). Sasaran, bahwa sasaran penerima manfaat dari program PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat miskin sebagai pemegang peran utama dalam pelaksanaan program

3). Tujuan bantuan dimaksudkan manfaat yang diperoleh masyarakat yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya yang meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan aktifitas sosial.

4). Kelembagaan, dimaksudkan Lembaga Pengelola di tingkat masyarakat adalah lembaga yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong timbul dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.

5). Ketepatan penggunaan dana, dan tujuan program adalah kesesuaian

alokasi dana dan tujuan program saat pelaksanaan program. 6). Prosedur dan pengawasan adalah kemudahan didalam pencairan dana, proses pelaksanaan administrasi kegiatan dan kemudahan bantuan dana bergulir.

7). Kegiatan

dimaksudkan bahwa keberlanjutan dan pemeliharaan proyek PNPM- Mandiri Perkotaan baik kegiatan fisik, sosial dan ekonomi.

PNPM-Mandiri

Perkotaan,

8). Transparan dan diumumkan, bahwa keterbukaan dari realisasi pelaksanaan hasil kegiatan, penerima program serta besaran dana yang digunakan.

9). Gotong royong, dan tambahan pendapatan adalah keterlibatan atau peran serta RTM, pemerintah setempat dan kelompok peduli untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

10). Monitoring, dan evaluasi proyek adalah pelaksanaan pengendalian program berupa pertanggungjawaban keuangan, pengawasan oleh instansi terkait dan kegiatan audit.

11) Total Pendapatan, yaitu jumlah keseluruhan pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dan kepala rumah tangga

12) Total Kesempatan Kerja, yaitu jumlah keseluruhan peluang kerja (jam untuk bekerja) dari anggota keluarga dan kepala rumah tangga

13).Dampak Program adalah adanya perubahan dari sisi pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk miskin setelah dilaksanakannya PNPM Mandiri Perkotaan.

14).Persepsi masyarakat miskin, merupakan pandangan, pendapat, respon masyarakat miskin terhadap kemiskinan.

4.6. Sumber dan Jenis Data

4.6.1 Jenis Data Menurut Sumbernya

Jenis data menurut sumbernya meliputi data primer dan data sekunder :

1). Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan diolah pertama kali oleh peneliti, misalnya data mengenai pendapat responden terhadap pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan.

2). Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua seperti misalnya instansi Pemerintah di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung, data statistik kecamatan, profil kelurahan dan lain-lainnya.

4.6.2 Jenis Data Menurut Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua : 1). Data Kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka,

seperti misalnya data jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin (RTM), penerima manfaat, besarnya bantuan yang diterima, jumlah penduduk penerima bantuan, dan lain-lain.

2). Data Kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka yang diperoleh dari penelitian, misalnya data mengenai pendapat responden mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, persepsi mengenai kemiskinan.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan metode sebagai berikut : 1). Wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, pertanyaan yang diajukan terkait dengan variabel- variabel yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.

2). Observasi yaitu dilakukan dengan cara melakukan pengamatan lapangan terhadap pelaksanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, seperti mengamati terhadap kegiatan fisik lingkungan yang dilakukan, pengamatan kondisi sosial dan kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kuta.

3). Wawancara mendalam ( Indepth Interview ) adalah wawancara yang dilakukan khusus terhadap beberapa informan dengan menyiapkan daftar pertanyaan terstruktur sehingga akan diketahui kondisi pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, serta permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di Kuta.