5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Fasilitas Pelengkap Jalan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Fasilitas Pelengkap Jalan
Fasilitas pelengkap jalan bagi pejalan kaki merupakan seluruh bangunan
pelengkap jalan yang disediakan untuk pengguna jalan guna memberikan
pelayanan demi kelancaran, keamanan, kenyamanan serta keselamatan bagi
pengguna jalan. Fasilitas-fasilitas pelengkap jalan berupa marka jalan, bahu
jalan, trotoar, rambu lalu lintas, dan lain sebagainya (Silvia Sukirman, 1999).
Jalur pejalan kaki adalah jalur yang disediakan untuk pejalan kaki guna
memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan
kelancaran, keamanan, kenyamanan dan keselamatan dari pejalan kaki. Lintasan
yang diperuntukkan untuk pejalan kaki biasanya berupa Trotoar, Penyeberangan
zebra dan lain sebagainya.

2.2

Fasilitas Pejalan Kaki bagi Pejalan Kaki


2.2.1

Kriteria Pemasangan
Fasilitas pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut:
1.

Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi dimana pemasangan
fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari
keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya.

5

2.

Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau konflik dengan kendaraan dan
jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan
fasilitas pejalan kaki yang memadai.

3.


Pada lokasi/kawasan yang terdapat sarana prasarana umum.

4.

Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau pada
suatu kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan
biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi
syarat/ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat
tersebut antara lain daerah-daerah industri, pusat perbelanjaan, pusat
perkantoran, sekolah, terminal bus dan perumahan.

5.

Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai
berikut:
a.

Fasilitas pejalan kaki, yang terdiri dari trotoar, penyeberangan
(jembatan penyeberangan dan zebra cross).


b.

Pelengkap jalur pejalan kaki, yang terdiri dari lapak tunggu, marka
jalan, rambu, lampu lalu lintas dan bangunan pelengkap.

2.2.2

Jalur Pejalan Kaki

a. Trotoar
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (Pedestrian). Untuk keamanan pejalan
kaki, maka trotoar dibuat terpisah dari jalur lalu lintas. Trotoar dapat dipasang
dengan ketentuan sebagai berikut:

6

1.

Trotoar hendaknya dipasang pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur

lalu lintas. Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi
trotoar tidak dapat sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau
keadaan setempat tidak memungkinkan.

2.

Trotoar hendaknya dipasang pada sisi dalam saluran drainase terbuka
atau di atas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang
memenuhi syarat.

3.

Trotoar pada pemberhentian bus harus dipasang sejajar/berdampingan
dengan jalur bus, trotoar dapat dipasang di depan atau di belakang halte.
Tabel 2.1. Lebar Minimal Trotoar
No.

Lokasi Trotoar

Lebar Minimal Trotoar (m)


1. Daerah Perkotaan/Kaki Lima

4

2. Wilayah Perkantoran Utama

3

3. Wilayah Industri
a. Jalan Primer

3

b. Akses Jalan

2

4. Wilayah Pemukiman
a. Jalan Primer


2,75

b. Akses Jalan

2

Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 1999

7

Tabel 2.2. Lebar Trotoar menurut Besarnya Pejalan Kaki
No.

Jumlah Pejalan Kaki/detik

Lebar Trotoar (m)

1.


6 orang

2,3 - 5,0

2.

3 orang

1,5 - 2,3

3.

2 orang

0,9 - 1,5

4.

1 orang


0,6 - 0,9

Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 1999

b. Zebra Cross
Zebra cross dipasang dengan ketentuan sebagai berikut:
1.

Zebra cross dipasang pada jalan dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu
lintas dan arus pejalan kaki sedang dan atau tinggi.

2.

Lokasi zebra cross harus mempunyai jarak pandang yang cukup, agar
tundaan

kendaraan

yang


diakibatkan

oleh

penggunaan

penyeberangan masih dalam batas aman.

Min 2,5 m

Min 1 m

Gambar 2.1. Zebra Cross

8

fasilitas

2.2.3. Pelengkap Jalur Pejalan Kaki
a. Rambu

Rambu adalah salah satu fasilitas lalu lintas yang berfungsi memberikan
informasi kepada pengguna jalan dalam bentuk tanda/lambang dan atau tulisan
yang bersifat perintah, larangan, peringatan, anjuran dan petunjuk. Penempatan
rambu dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dengan jelas dan tidak
merintangi pejalan kaki. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu
lintas, diluar jarak tertentu dari tepi paling luar jalur pejalan kaki. Pemasangan
rambu harus bersifat tetap dan kokoh serta terlihat jelas pada malam hari.
.Rambu lalu lintas mengandung berbagai fungsi yang masing-masing memiliki

konsekuensi hukum sebagai berikut :
1.

Rambu Larangan yaitu bentuk pengaturan yang dengan tegas melarang
pengguna jalan untuk melakukan hal-hal tertentu, tidak ada pilihan lain
kecuali tidak boleh dilakukan. Biasanya berbentuk lingkaran dengan
warna dasar putih dengan lambang atau tulisan berwarna hitam atau
merah.

2.


Rambu Peringatan yaitu rambu yang menunjukkan kemungkinan
menunjukkan adanya bahaya di jalan yang akan dilalui. Berbentuk bujur
sangkar berwarna dasar kuning dengan lambang atau tulisan berwarna
hitam.

3.

Rambu Anjuran yaitu bentuk pengaturan yang bersifat menghimbau
boleh dilakukan boleh pula tidak

9

4.

Rambu Petunjuk yaitu rambu untuk memberikan petunjuk mengenai
jurusan, keadaan jalan situasi keberadaan fasilitas, kota berikutnya dan
lain-lain. Berbentuk persegi panjang.

b. Marka
Marka jalan adalah tanda berupa garis, gambar, anak panah dan lambang pada
permukaan jalan yang berfungsi mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi
daerah kepentingan lalu lintas (Highway Engneering, Fourt Edition, 1982).
Posisi marka jalan adalah membujur, melintang dan serong. Di Indonesia, marka
jalan diatur dalam PP No. 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan.
Marka jalan ditempatkan pada arus pejalan kaki yang memotong jalan berupa
zebra cross yang di buat sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dengan jelas
bagi pemakai jalan serta pemasangannya harus bersifat kokoh dan tidak licin
pada pemukaan jalan serta terlihat jelas pada malam hari.

2.3

Faktor Penyebab Kecelakaan
Faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas biasanya diklasifikasikan
identik dengan sistem transportasi yang dikelompokkan dalam 4 unsur (Warpani,
2002) yakni:
1. Faktor Manusia

a. Pengemudi (Driver)
Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa hampir semua kecelakaan lalu
lintas yang melibatkan kendaraan, penyebab utamanya adalah pengemudi
dengan berbagai faktor yang melekat pada dirinya. Misalnya: kebugaran

10

jasmani, kesiapan mental pada saat mengemudi, kelelahan, pengaruh
minuman keras dan obat terlarang. Kondisi ketidaksiapan pengemudi
membuka peluang besar terjadi kecelakaan yang parah, disamping
membahayakan

keselamatan

pengguna

jalan

lainnya.

Lengah,

mengantuk, kurang terampil, lelah, tidak menjaga jarak, melaju terlalu
cepat, adalah contoh kesalahan pengemudi pada umumnya. Data yang
dihimpun oleh Jasa Marga dalam setiap kecelakaan di jalan raya
menunjukan hal yang sama bahwa faktor utama terjadinya kecelakaan
adalah pengemudi.
b. Pejalan Kaki
Para pejalan kaki justru sering menjadi korban kecelakaan lalu lintas,
baik karena kesalahan pejalan itu sendiri maupun karena kesalahan
pengemudi/pengendara kendaraan bermotor. Perlakuan para pengemudi
terhadap para pejalan dan kewajiban para pejalan berlalu lintas, diatur
dengan PP No.43 Th. 1993 tentang Prasarana Lalu Lintas. Kesalahan para
pejalan pada umumnya karena kelengahan, ketidakpatuhan pada
peraturan perundang-undangan dan mengabaikan sopan santun berlalu
lintas. Misalnya menyeberang tidak pada tempatnya atau secara tiba-tiba,
atau berjalan menggunakan jalur kendaraan, atau karena kesalahan orang
lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Pejalan kaki juga sering
kali

menggunakan jalur kendaraan karena trotoar yang merupakan

fasilitas pejalan justru digunakan oleh pedagang (pedagang kaki lima).

11

c. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan sangat berpengaruh bagi terjadi tidaknya suatu kecelakaan.
Kendaran tercatat menjadi penyebab kecelakaan yang berakibat parah.
Kendaraan mempunyai lebih sedikit karakteristik dan variasi dibandingkan
dengan pejalan kaki. Kendaraan dengan fungsinya dapat dikategorikan
sebagai kendaran mobil penumpang, bus, taksi, truck, trailler, sepeda motor
dan sepeda. Setiap tipe kendaraan mempunyai karakteristik sendiri dan
mempunyai perbedaan implikasi keselamatan.
Faktor-faktor utama kendaraan yang langsung menimbulkan kecelakaan
adalah keterbatasan perancangan atau cacat yang ditimbulkan dari kurangnya
pemeliharaan, penyesuaian yang tidak baik dan rusaknya beberapa komponen
penting yang dapat menimbulkan hilangnya kontrol atau bahaya bagi
pemakai jalan lainnya. Seperti : Rem, ban, dan sistem lampu (lampu
kendaraan).
d. Faktor Jalan
Kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas.

Jalan raya

yang terencana dengan baik dapat memberikan

keselamatan yang lebih baik. Dengan rekayasa, para ahli merancang system
jaringan dan rancang bangun jalan sedemikian rupa untuk mempengaruhi
tingkah laku para pengguna jalan dan mengurangi serta mencegah tindakan
yang membahayakan

keselamatan lalu lintas.

Jalan lebar di satu sisi

memberi kenyamanan bagi lalu lintas kendaraan namun di sisi lain dapat

12

menjadi ancaman keselamatan karena kecepatan kendaraan tidak terkendali.
Jalan lebar saja tidak mencukupi, tetapi juga harus memiliki daya dukung
yang sesuai dengan beban lalu lintas yang harus ditanggungnya . Jalan perlu
dilengkapi dengan berbagai kelengkapan guna membantu pengaturan arus
lalu lintas yakni : Marka jalan, Pulau lalu lintas, jalur pemisah, dan rekayasa
lalu lintas lainnya. (Warpani 2002 :114 )
e. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan binaan yakni
hasil rekayasa manusia sangat mempengaruhi keselamatan lalu lintas.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keselamatan lalu lintas antara lain:
pohon atau bukit yang menghalangi pandangan, tanjakan atau turunan yang
terjal, tikungan tajam, keadaan cuaca, pagar pekarangan atau bangunan pada
tikungan yang tajam, simpangan tajam (sudut 90o) serta papan iklan yang
menutupi atau mengaburkan arti rambu lalu lintas (Warpani 2002:116).

2.4

Karakteristik Kecelakaan dan Konflik Kecelakaan

2.4.1. Karakteristik Utama Arus Lalu Lintas
Ada tiga karakteristik utama dari arus lalu lintas yaitu volume arus lalu lintas,
kecepatan arus lalu lintas dan kepadatan arus lalu lintas (Silvia Sukirman1999).
1.

Volume arus lalu lintas
Jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu titik yang tetap pada
sebuah jalan selama satuan waktu.

13

Q=

n
t

............................................................................................... (2 – 1)

Dimana :
Q

= Volume (kend/jam)

n

= Jumlah kendaraan (Kend)

t

= Waktu (jam)

Volume arus lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang
(SMP). Satuan Mobil Penumpang untuk kendaraan, dapat dilihat pada
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Faktor SMP untuk Kendaraan
No

Tipe Kendaraan

Faktor SMP

1 Sepeda Motor (MC)

0,33

2 Kendaraan Ringan (LV)

1,00

3 Kendaraan Berat (HV)

1,50

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

2.

Kecepatan arus lalu lintas
Kecepatan adalah perubahan jarak dibagi waktu. kecepatan dapat diakui
sebagai kecepatan setempat atau rata-rata. Ada waktu yang hilang pada
saat kendaraan berhenti atau mengurangi kecepatan disebut hambatan,
dimana kendaraan tidak berjalan sesuai dengan kecepatan yang
diinginkannya. Hambatan yang sering terjadi akan menyebabkan kondisi

14

arus lalu lintas tak nyaman karena pengendara harus mengacu
kendaraannya pada frekuensi kecepatan yang berbeda dan terkadang
harus berhenti, dimana hal ini akan menyebabkan para pengemudi
frustrasi dan akan mengemudikan kendaraan secara tidak teratur.
V=

S
t

.............................................................................................(2 – 2)

Dimana :

3.

V

= Kecepatan (Km/jam)

S

= Jarak (km)

t

= Waktu (jam)

Kepadatan (Kosentrasi arus)
Jumlah rata-rata kendaraan per satuan panjang jalan.
K=

Q
V

.............................................................................................(2 – 3)

Dimana :
K

= Kepadatan (kend/km)

Q

= Volume Kendaraan (kend)

V

= Kecepatan (km/jam)

15

2.4.2. Karakteristik Sekunder Arus Lalu Lintas
Karakteristik sekunder yang terpenting adalah antara kendaraan (headway).
Terdapat 2 headway yaitu waktu antara kendaraan dan jarak antara kendaraan.
Waktu antara kendaraan rata-rata (mean time headway):
1
Volume

..................................................................................................... (2 – 4)

Jarak antara kendaraan adalah jarak antara bagian satu kendaraan dengan bagian
depan kendaraan berikutnya.
Jarak antara kendaraan rata-rata (mean distance headway ):
1
Kepadatan

2.5

................................................................................................ (2 – 5)

Hambatan Samping
Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kemacetan dan kecelakaan
lalu lintas adalah faktor hambatan samping (pejalan kaki di badan jalan,
penyebrang jalan dan parkir kendaraan). Hambatan samping atau disebut juga
gesekan samping digunakan mulai dari kelas gesekan samping sangat rendah
sampai dengan sangat tinggi ditunjukkan pada Tabel 2.4.

16

Tabel 2.4. Kegiatan di Sekitar Jalan
Kelas gesekan samping
Komponen Gesekan
Samping

Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah

Sangat
Tinggi

Pergerakan pejalan kaki

0

1

2

4

7

Angkutan kota berhenti di
jalan

0

1

3

6

9

Kendaraan keluar dan
masuk persil

0

1

3

5

8

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Angka-angka pada Tabel di atas, dijumlahkan bila terdapat kombinasi dari
ketiga komponen gesekan samping.
Tabel 2.5. Nilai Total vs Kelas Gesekan Samping
No.

Nilai Total

Kelas Gesekan Samping

1.

0,0 - 1,0

Sangat Rendah

2.

2,0 - 5,0

Rendah

3.

6,0 - 11,0

Sedang

4.

12,0 - 18,0

Tinggi

5.

19,0 - 24,0

sangat Tinggi

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesi, 1997

Penilaian pada Tabel di atas, dilakukan berdasarkan Tabel berikut:

17

Tabel 2.6. Penilaian Besarnya Gesekan Samping
Jumlah Gesekan Samping

Komponen
No.
Gesekan Samping

Sangat
Rendah Sedang
Rendah
80-120

Tinggi

Sangat
Tinggi

120-220

>220

1. Pejalan Kaki

0

0-80

2. Penyeberang Jalan

0

0-200 200-500 500-1300 >1300

3. Angkot Berhenti

0

0-100 100-300 300-700

>700

4. Kend.Keluar MasukPersil

0

0-200 200-500 500-800

>800

Sumber: Manual Kapasita Jalan Indonesia,1997

2.6

Jarak Pandang
Jarak pandangan dalam perencanaan geometrik adalah jarak terjauh dari
permukaan tanpa terputus-putus yang masih dapat dilihat pengemudi dari dalam
kendaraan. Pada jalan lurus dan datar jarak pandangan adalah tak terhingga
sedangkan pada tikungan jarak pandangan dibatasi oleh penghalang seperti
pohon, tebing, bangunan dan permukaan jalan. Untuk keamanan pada suatu jalan
maka perlu disediakan jarak pandangan yang cukup panjang, pengemudi dapat
memilih kecepatan sehingga tidak menabrak benda tak terduga di atas jalan.

2.6.1. Jarak Pandangan Henti (JPH)
Jarak pandangan henti adalah jarak yang ditempuh oleh pengemudi untuk dapat
menghentikan kendaraannya. Jarak pandangan henti minimum merupakan jarak
yang ditempuh pengemudi selama menyadari adanya rintangan sampai
menginjak rem, ditambah jarak untuk mengerem. Waktu yang dibutuhkan

18

pengemudi dari saat dia menyadari adanya rintangan sampai dia mengambil
keputusan disebut waktu PIEV.
Besarnya waktu ini dipengaruhi oleh kondisi jalan, mental pengemudi,
kebiasaan, keadaan cuaca, penerangan dan kondisi fisik pengemudi. Besarnya
waktu standar digunakan 2,5 detik (Silvia Sukirman, 1999:52).
Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalah dp (Silvia Sukirman, 1999)
dengan rumus:
dp = 0,278 V.t ............................................................................................. (2-6a)
Dimana :
dp

= jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (m)

V

= kecepatan (km/jam)

t

= waktu reaksi (2,5 detik)

Pada sistem penegereman kendaraan terdapat beberapa keadaan yaitu menurut
putaran roda dan gesekan antara ban dan permukaan jalan akibat tekuncinya
roda. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan akibat adanya gesekan
dr =

V2
................................................................................................. (2-6b)
254 fm

Dimana :
dr

= jarak mengerem (m)

fm

= koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah
memanjang jalan

V

= kecepatan kendaraan (km/jam)

19

Tabel 2.7. Jarak Pandang Henti Minimum
Kecepatan Kecepatan
d Perhitungan d Perhitungan
d
fm
Rencana
Jalan
untuk Vr
untuk Vj
Desain
(km/jam) (km/jam)
(m)
(m)
30
27
0,400
29,71
25,94
25-30
40
36
0,375
44,6
38,63
40-45
50
45
0,350
62,87
54,05
55-65
60
54
0,330
84,65
72,32
75-85
70
63
0,313
110,28
93,71
95-110
80
72
0,300
139,59
118,07
120-140
100
90
0,285
207,64
174,44
175-210
120
108
0,280
285,87
239,06
240-285
Sumber: Silvia Sukirman, 1999

* Kecepatan Jalan Vj = 90 % Kecepatan Rencana (Vr)
* d dihitung dengan rumus 2.6d, dengan t = 2,5 detik

Untuk menghitung jarak pandangan henti minimum digunakan rumus:
JPH = dp + dr
JPH = 0.278 V * t +

V2
........................................................................ (2-6c)
254fm

2.6.2. Jarak Pandangan Menyiap (JPM)
Jarak pandangan menyiap standar dihitung berdasarkan atas panjang jalan yang
diperlukan untuk dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan dengan
sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menyiap adalah:
1.

Tersedianya jarak yang cukup

2.

Kewaspadaan pengemudi

3.

Kemampuan percepatan kendaraan

4.

Karakteristik pengemudi.

20

Pendekatan secara teoritis untuk menetapkan panjang jarak pandangan yang
diperkenankan berdasarkan jarak yang ditempuh selama saat kritis.
Perkiraan teoritis ini diusahakan mendekati kendaraan sesungguhnya Silvia
Sukirman,1999).
JPM = d1+d2+d3+d4 ...................................................................................... (2.7)
Dimana :
JPM

= Jarak Pandang Menyiap (m)

d1

= Jarak yang ditempuh selama pengamatan dan waktu reaksi
untuk mengambil jalur atau lajur lain (m).

a * t1
)
2

d1

= 0,278 * t1 (V-m +

t1

= Waktu piev (bereaksi) = 2,12 + 0,026V (detik).

V

= Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap (km/jam).

m

= Perbedaan kecepatan antara kendaraan (km/jam).

a

= Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan
rata-rata kendaraan

yang

menyiap yang dapat ditentukan

dengan mempergunakan korelasi a =2,052+0,0036V (km/jam/dtk)
d2

= Jarak selama kendaraan menyiap di jalur kanan (m)

d2

= 0,278 * V * t2

t2

=

Waktu

kendaraan

menyiap

berada

di

jalur

(6,56+0,048V)(detik).
V

= Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap (km/jam)

21

kanan

d3

= Jarak bebas antara kendaraan yang menyiap pada waktu akhir
gerakan menyiap dengan kendaraan yang berlawanan (30-100m).

d4

= Jarak yang di tempuh oleh kendaraan dari arah yang berlawanan
(dari 2/3d2) (m)

Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap kapasitas dan tingkat pelayanan satu
jalan, bila ditinjau dari aspek fisik jalan saja, adalah:
1.

Lebar dan kondisi permukaan perkerasan/badan jalan.

2.

Alinyemen

3.

Persimpangan (intersection)

2.6.3. Jarak Pandang Pada Malam Hari

Pandangan pada malam hari dibatasi oleh kemampuan penyinaran dan ketinggian
letak lampu besar, serta hal-hal lain seperti sifat pemantulan dari benda-benda.
Jadi keadaan yang menentukan pada malam hari adalah jarak pandang henti,
sedangkan jarak pandang menyiap, dimana bahaya yang timbul diakibatkan oleh
kendaraan yang datang dari arah berlawanan tidak lagi menentukan karena
sorotan lampu kendaraan yang datang akan terlihat nyata. Dengan demikian
faktor yang menentukan pada malam hari adalah lampu besar. Penurunan
kemampuan untuk melihat pada malam hari terutama adalah akibat kesilauan
lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.

22

2.7

Kondisi Jalan

2.7.1. Lebar Jalan

Untuk kelancaran arus lalu-lintas kendaraan, maka jalur jalan dapat ditetapkan
menjadi jalur searah dan jalur dua arah yang masing-masing dapat dibagi dalam
beberapa lajur sesuai dengan lebar badan jalan. Lebar minimal satu lajur
bervariasi sesuai dengan fungsi jalan yang bersangkutan.
2.7.2. Kondisi Permukaan Jalan

Kondisi permukaan jalan sangat berpengaruh pada arah gerak kendaraan serta
keamanan dan kenyamanan dalam berkendara. Keadaan permukaan yang dapat
menyebabkan kecelakaan seperti lapis permukaan jalan yang licin atau aus,
jalanan bergelombang khususnya pada tanjakan dan turunan, jalanan yang
berlubang, dan sebagainya. Upaya untuk mengurangi resiko kecelakaan yaitu
dengan melapis ulang permukaan jalan yang aus atau terlampau licin, serta
memperbaiki struktur jalan yang bergelombang serta berlubang.

2.8

Karakteristik Pergerakan Pejalan Kaki

2.8.1. Pergerakan Menyusuri Jalan

Sebagian besar dari jalan-jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan
kaki yang besar sehingga harus mempunyai trotoar, kecuali apabila alternatifalternatif sistem pengaturan yang lain telah dilakukan untuk mengalihkan pejalan
kaki agar jauh dari sisi jalan, seperti pada jalan-jalan tol. Pada beberapa daerah

23

yang mempunyai aktifitas yang tinggi, misalnya pada jalan-jalan pusat perkotaan
dan pasar, maka suatu pertimbangan harus diberikan untuk melarang kendaraankendaraan memasuki daerah tersebut dan membuat suatu daerah khusus pejalan
kaki (Pedestrian Precincts).
2.8.2. Pergerakan Menyeberang Jalan

Pejalan kaki tidak hanya berjalan menyelusuri jalan tetapi juga menyeberang
jalan. Penyeberangan ini dilakukan di tengah ruas jalan dan pada persimpangan.
Menyeberangi jalan kecil biasanya hanya merupakan permasalahan kecil, dan
pejalan kaki hanya perlu menunggu beberapa detik saja untuk memperoleh
kesempatan untuk menyeberang. Hal ini beresiko jika menyeberang pada jalan
yang mempunyai aktifitas tinggi. Dari sudut pandang keselamatan maka
penyeberangan sebidang sebaiknya dihindari pada jalan-jalan arteri primer
berkecepatan tinggi yaitu bila kecepatan pendekatan pada daerah penyeberangan
lebih dari 60 km/jam. Oleh karena itu, perlu adanya fasilitas-fasilitas
penyeberangan yang merupakan solusi terbaik seperti penyeberangan dengan
lampu isyarat dan zebra croos. Metode umum untuk mengidentifikasikan
permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi adalah pengukuran konflik
kendaraan dan pejalan kaki.

24