KEBUTUHAN HARA KALIUM TANAMAN KEDELAI DI

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006) p: 71-81

KEBUTUHAN HARA KALI UM TANAMAN KEDELAI
DI TANAH ULTI SOL
Dedi Nursyamsi
Staf Peneliti Balai Penelitian Tanah, Jl. I r. H. Juanda 98, Bogor,
e-mail: ddnursyamsi@telkom.net

ABSTRAK
Percobaan kalibrasi di lapang telah dilaksanakan di tanah Ultisol Deli Serdang, Sumatera Utara
untuk mempelajari faktor-faktor tanah yang berpengaruh terhadap ketersediaan K, memilih
metode ekstraksi, menentukan batas kritis, dan menghitung kebutuhan pupuk K untuk kedelai.
Percobaan mengunakan rancangan acak kelompok, lima tingkat takaran K, sembilan ulangan,
dan menggunakan kedelai sebagai tanaman indikator. Takaran kalium yang digunakan terdiri
atas: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ ha dari pupuk KCl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Corganik dan kapasitas tukar kation tanah merupakan faktor tanah utama yang berpengaruh
terhadap ketersediaan K di tanah-tanah Ultisol. Pemupukan K nyata meningkatkan hasil biji
kering kedelai di lokasi Tanjung Gusti dimana hasil tanaman meningkat dari 0.81 menjadi 1.99
t/ ha akibat pemberian 80 kg K/ ha atau terjadi peningkatan sekitar 146% . Pengekstrak HCl 25%
ditemukan sebagai metode ekstraksi K yang sesuai untuk menduga kadar K tanah Ultisol dalam
kaitannya dengan penghitungan kebutuhan pupuk K untuk kedelai. Kelas ketersediaan hara
kalium tanah Ultisol untuk kedelai berdasarkan pengekstrak HCl 25% adalah rendah (< 340),

sedang (340-1150) dan tinggi (> 1150 ppm K2O). Kebutuhan pupuk untuk mencapai hasil
maksimum adalah 210, 190, dan 150 kg KCl/ ha, sedangkan untuk mencapai hasil optimum
hanya 85, 2, dan 0 kg KCl/ ha masing-masing untuk kelas K tanah rendah, sedang, dan tinggi.
Kata kunci: Kalium, kebutuhan hara tanaman, Ultisol, kedelai

ABSTRACT
Field experiments were conducted in Ultisols of Deli Serdang, North Sumatera to study soil
factors that effect on soil potassium availability, select extraction method, determine the critical
level of soil potassium, and calculate potassium fertilizer requirement for soybean. The
experiments used randomized block design, five treatments of potassium levels, nine replications,
and used soybean as plant indicator. The levels of potassium treatment were 0, 20, 40, 80, and
160 kg K/ ha from KCl fertilizer. The result showed that soil organic-C and cation exchange
capacity were found out as the main soil factors that effect on soil K availability in Ultisols. The
fertilization of K significantly increased grain yield in Tanjung Gusti where the grain yield
increased from 0.81 to 1.99 t/ ha (about 146% ) by use of 80 kg K/ ha. HCl 25% was selected
extraction method to estimate K fertilizer requirement in Ultisols for soybean. The availability
class of soil K for soybean was low (< 340), medium (340-1150) and high status (> 1150 ppm
K2O extracted by HCl 25% ). K fertilizer requirement to attend maximum yield were 210, 190,
and 150 kg KCl/ ha while to attend optimum yield were only 85, 2, and 0 kg KCl/ ha for low,
medium, and high status of soil potassium respectively.

Key word: Potassium, plant nutrient requirement, Ultisols, soybean.

71

72

PENDAHULUAN
Tanah-tanah Ultisol termasuk
tanah pertanian utama di I ndonesia
karena menempati areal yang paling luas
setelah I nceptisol. Dalam klasifikasi tanah
lama tanah ini
mencakup: Podzolik
Merah Kuning, Latosol Hidromorf Kelabu,
dan Planosol (Subagyo et al., 2000).
Tanah Ultisol memiliki penyebaran sekitar
45.8 juta ha atau sekitar 24.3% dari
total daratan I ndonesia. Tanah-tanah ini
tersebar terutama di Pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan

Papua (Puslittanak, 2000).
Mengingat sebarannya yang
sangat luas, tanaman kedelai mempunyai
prospek yang cukup besar untuk
dikembangkan di tanah Ultisol asal
dibarengi dengan pengelolaan tanaman
dan tanah yang tepat. Umumnya tanah
tersebut mempunyai pH yang sangat
masam hingga
agak masam, yaitu
sekitar 4.1-5.5, jumlah basa-basa dapat
ditukar tergolong rendah hingga sedang
dengan komplek adsorpsi didominasi oleh
Al, dan hanya sedikit mengandung kation
Ca dan Mg. Kapasitas tukar kation (KTK)
dan kejenuhan basa (KB) lapisan atas
tanah umumnya rendah hingga sedang
(Subagyo et al., 2000). Kekahatan kalium
merupakan kendala yang sangat penting
dan sering terjadi di tanah Ultisol.

Masalah tersebut erat kaitannya dengan
bahan induk tanah yang miskin K, hara
kalium yang mudah tercuci karena KTK
tanah rendah, dan curah hujan yang
tinggi di daerah tropika basah sehingga K
banyak yang tercuci.
Upaya
untuk
meningkatkan
produksi kedelai di tanah masam dapat
dilakukan melalui pengelolaan tanaman
yang sesuai dan manipulasi tanah yang
tepat. Pemupukan kalium memegang
peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan produksi kedelai di tanah
Ultisol. Hara kalium merupakan hara
makro bagi tanaman yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak setelah N dan P.

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)


Kalium merupakan agen katalis yang
berperan dalam proses metabolisme
tanaman, seperti: (1) meningkatkan
aktivasi
enzim,
(2)
mengurangi
kehilangan
air
transpirasi
melalui
pengaturan stomata, (3) meningkatkan
produksi adenosine triphosphate (ATP),
(4) membantu translokasi asimilat, dan
(5) meningkatkan serapan N dan sintesis
protein (Havlin et al., 1999). Bila
ketersediaan kalium tanah rendah maka
pertumbuhan tanaman terganggu dan
tanaman akan memperlihatkan gejala

kekahatan.
Kadar dan dinamika hara K tanah
perlu diketahui untuk menentukan jumlah
pupuk yang diberikan agar pemupukan
efisien. Selain itu metode ekstraksi untuk
menetapkan kadar hara K dalam tanah
juga harus sesuai untuk tanah dan
tanaman yang dikehendaki. Selanjutnya
untuk memutuskan apakah suatu tanah
perlu dipupuk (dengan dosis tertentu)
atau tidak maka batas kritis ( critical level)
suatu hara untuk tanaman pada tanah
tertentu perlu ditetapkan terlebih dahulu.
Batas kritis adalah kadar hara di dalam
tanah dimana produksi atau kualitas
tanaman akan menurun bila hara
tersebut ditambahkan ke dalam tanah.
Bila kadar hara tanah lebih rendah
daripada batas kritis maka tanaman akan
memberikan respon yang tinggi terhadap

pemberian pupuk. Sebaliknya bila kadar
hara lebih tinggi daripada batas kritis
maka tanaman tidak respon terhadap
pemberian pupuk. Salah satu cara untuk
menentukan batas kritis tanah dan
kebutuhan pupuk suatu tanaman pada
tanah tertentu adalah melalui penelitian
uji tanah.
Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa pemberian pupuk kalium dapat
meningkatkan
produktivitas
tanah
sehingga hasil berbagai komoditas
tanaman juga meningkat. Selanjutnya
banyak penelitian melaporkan bahwa
kebutuhan hara kalium tergantung sistem

Nursyamsi. Kebutuhan kalium kedelai


tanah-tanaman. Penelitian uji tanah yang
dilaksanakan oleh Nursyamsi et al. (2004)
di tanah Typic Kandiudox, Bandar Abung
(Lampung Utara) menunjukkan bahwa
kebutuhan pupuk K untuk kedelai adalah
245 dan 68 kg KCl/ ha masing-masing
untuk tanah yang berstatus K rendah (<
15) dan K tinggi (> 15 mg K2O terekstrak
NH4OAc pH 7.0). Penelitian lainnya yang
dilaksanakan di tanah I nceptisol Subang
menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk K
untuk kedelai di tanah berstatus K rendah
dan tinggi berturut-turut adalah 265 dan
165 kg KCl/ ha (Nursyamsi et al., 2005).
Sementara itu penelitian pemupukan K
untuk tomat yang dilaksanakan di tanah
I nceptisol Darmaga (Bogor) menunjukkan
bahwa rekomendasi pupuk di tanah
berstatus K sangat rendah, rendah, dan
sedang berturut-turut adalah: 397, 325,

dan 272 kg KCl/ ha. Tanah yang
mempunyai kelas hara K tinggi dan
sangat tinggi tidak perlu dipupuk K
(Amisnaipa, 2005).
Dengan memperhatikan hasilhasil penelitian tersebut di atas maka
penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari
faktor-faktor tanah yang berkaitan
dengan ketersediaan K, (2) menetapkan
metode ekstraksi K tanah terbaik, (3)
menentukan kelas ketersediaan hara K
tanah, dan (4) menghitung kebutuhan
pupuk K untuk tanaman kedelai ( Glycine
max, L) pada tanah Ultisol Deli Serdang,
Sumatera Utara.

BAHAN DAN METODE
Penelitian tentang faktor-faktor
tanah
yang
berkaitan

dengan
ketersediaan K di tanah Ultisol untuk
tanaman
kedelai
dilaksanakan
di
Laboratorium Uji Tanah, Balai Penelitian
Tanah Bogor pada tahun 2002 dengan
menggunakan 20 contoh tanah komposit
lapisan atas (0-20 cm) yang diambil dari
daerah Deli Serdang, Propinsi Sumatera
Utara. Percobaan lapang dilaksanakan di
lahan milik petani di Kabupaten Deli

73

Serdang pada MH 2002/ 2003. Tahapan
kegiatannya
meliputi:
(1)

survey
kesuburan tanah di lokasi penelitian, (2)
percobaan kalibrasi uji tanah hara kalium
di lapang, dan (3) analisis K tanah di
laboratorium dan penghitungan batas
kritis serta rekomendasi pupuk K untuk
kedelai.

Survei kesuburan tanah
Survei
kesuburan
tanah
dilakukan dengan cara mengambil 20
contoh tanah komposit lapisan atas yang
mewakili areal yang diteliti. Contoh tanah
komposit merupakan campuran dari 5-10
anak contoh, diaduk hingga homogen,
lalu diambil sekitar 1 kg. Contoh tanah
tersebut dikeringkan, ditumbuk dan
diayak untuk analisis sifat-sifat tanah di
laboratorium. Sifat-sifat tanah yang
dianalisis meliputi: tekstur (pipet), pH
H2O dan KCl (pH meter), C-organik
(Kurmies), N-organik (Kjedahl), P dan K
potensial (HCl 25% ), Ca, Mg, dan Kdd,
serta KTK (NH4OAc pH 7.0), KB (NaCl
10% ), Al dan Hdd (KCl 1 N).
Lokasi percobaan kalibrasi uji
tanah ditetapkan berdasarkan kadar K
tanah, yaitu dengan memilih
lokasi
percobaan yang mempunyai nilai uji
tanah rendah hingga tinggi. Berdasarkan
hasil analisis tanah di laboratorium maka
lokasi percobaan lapang ditetapkan di
Desa Sei Putih dan Tanjung Gusti
(Kecamatan Galang) serta di Desa Dolok
Masehul (Kecamatan Dolok Masehul),
semuanya berada di Kabupaten Deli
Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Percobaan kalibrasi di lapang
Penelitian
menggunakan
pendekatan
lokasi
banyak,
yaitu
menggunakan tiga lokasi percobaan yang
mempunyai status K beragam. Hasil
analisis pendahuluan contoh tanah
lapisan atas (0-20 cm) dari lokasi
percobaan disajikan pada Tabel 1.
Percobaan memakai rancangan acak

74

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)

kelompok (RAK), 5 level takaran K,
ulangan 9 kali, dan tanaman kedelai
sebagai indikator. Takaran
K yang
digunakan dalam percobaan ini adalah 0,
20, 40, 80 dan 160 kg K/ ha atau masingmasing setara dengan 0, 40, 80, 160, dan
320 kg KCl. Pupuk urea dan SP-36
digunakan sebagai pupuk dasar, masingmasing 50 dan 200 kg/ ha.
Sebelum percobaan pemupukan,
tanah diameliorasi terlebih dahulu dengan
pemberian kapur dan bahan organik.
Kapur diberikan dengan dosis untuk
mencapai pH tanah 6.0, yaitu setara
dengan 1,48 , 1,62 , dan 1,70 t/ ha
berturut-turut untuk lokasi Sei Putih,
Dolok Masehul, dan Tanjung Gusti,
sedangkan bahan organik masing-masing
diberikan 1 ton/ ha. Bahan amelioran

kapur dan bahan organik ditaburkan 1
minggu sebelum tanam atau pada saat
pengolahan tanah kedua. Selanjutnya
tanaman kedelai ditanam (2 biji
perlubang) pada petak perlakuan yang
berukuran 6 m x 5 m, dengan jarak
tanam 40 cm x 10 cm.
Sebelum
pemupukan
dilaksanakan, contoh tanah komposit dari
setiap ulangan diambil untuk analisis
kalium tanah di laboratorium. Pengukuran
tinggi tanaman dilaksanakan pada saat
tanaman berumur 30 dan 60 hari setelah
tanam (HST). Tanaman dipanen pada
saat berumur 90 HST dengan memotong
pangkal tanaman sekitar 3 cm di atas
permukaan tanah. Selanjutnya berat biji
dan brangkasan ditimbang setelah polong
dipisahkan dan dikeringkan.

Tabel 1. Sifat-sifat tanah lapisan atas (0-20 cm) di lokasi percobaan lapang
Sifat tanah
Tekstur
Pasir
Debu
Liat
pH
Bahan organik
C-organik
N-total
C/ N
P-potensial
K-potensial
P tersedia
Nilai tukar kation
Cadd
Mg dd
Kdd
KTK
KB

Metode/
Ekstraktan
Pipet

Satuan

Sei Putih

Dolok
Masehul

Tanjung
Gusti

Air (1 : 2,5)
KCl

%
%
%
-

29
35
36
5,0
4,3

23
30
47
4,9
4,1

18
28
54
4,8
4,1

Kurmies
Kjedahl

%
%

HCl 25%
HCl 25%
Bray-1

mg P2O5/ 100g
mg K2O/ 100g
ppm P2O5

0,86
0,07
12
18
54
0,9

0,94
0,07
12
7
14
0,9

1,02
0,09
11
26
74
2,8

me/ 100g
me/ 100g
me/ 100g
me/ 100 g
%

2,09
1,00
0,28
9,04
38

4,18
1,12
0,18
8,88
48

4,81
1,14
0,13
11,13
58

NH4OAc
NH4OAc
NH4OAc
NH4OAc
NaCl

pH
pH
pH
pH

7,0
7,0
7,0
7,0

Pemilihan metode ekstraksi dan
penentuan dosis pupuk K
Sebelum menentukan batas kritis
dan dosis pupuk maka metode ekstraksi
yang paling sesuai untuk sistem Ultisolkedelai perlu dipilih terlebih dahulu.

Pengekstrak K yang sesuai adalah
pengekstrak yang mempunyai koefisien
korelasi nyata dengan persen hasil
tanaman (hasil tanaman tanpa K dibagi
hasil
tanaman
maksimum
akibat
pemberian K dikalikan 100% ). Metode

Nursyamsi. Kebutuhan kalium kedelai

ekstraksi K yang dicoba dalam penelitian
ini adalah: Mehlich, HCl 25% , NH4OAc pH
4,8, NH4OAc pH 7,0, Olsen, Bray 1, dan
Bray 2.
Batas kritis hara K tanah
ditentukan dengan metode analisis
keragaman yang dimodifikasi (Nelson dan
Anderson, 1977). Prosedurnya adalah
dengan menyusun pasangan data (nilai
uji tanah dan respon tanaman) menurut
peningkatan nilai uji tanah. Selanjutnya
data dikelompokkan menurut perubahan
respon tanaman (% Y) lalu perbedaan
antara dua kelompok % Y yang berurutan
diuji dengan uji t-student satu arah.
Pengelompokkan tersebut dicoba-coba
hingga perbedaan antara dua kelompok
berurutan nyata.
Penghitungan
dosis
pupuk
menggunakan kurva respon umum dari
setiap kelas hara dengan menggunakan
analisis
regresi.
Persamaan
garis
regresinya adalah: Y = a + bX + cX2,
dimana: a, b, c = koefisien regresi, X =
dosis pupuk K (kg K/ ha), dan Y = hasil
biji kering (t/ ha). Selanjutnya kurva
respon umum dari masing-masing kelas
uji tanah dibuat dalam satu grafik. Dosis
optimum (takaran pupuk K untuk
mencapai hasil optimum) dihitung dengan
asumsi bahwa hasil optimum tercapai
pada saat 90% hasil maksimum.

HASI L DAN PEMBAHASAN
Faktor tanah yang berpengaruh
terhadap ketersediaan K
Tanah Ultisol dari lokasi penelitian
bertekstur liat, mempunyai kisaran pH
agak masam hingga masam, kadar Corganik, hara N, P, Ca, dan Mg tanah
rendah. Demikian pula KTK dan KB serta
Al dan Hdd tanah semuanya rendah.
Kadar K potensial (HCl 25% ) dan Kdd
(NH4OAc pH 7,0) juga termasuk rendah
(Tabel 2). Tingkat pelapukan bahan
organik yang tinggi dan bahan induk
yang miskin menyebabkan kadar C-

75

organik dan kadar unsur hara tanah
rendah. Selain itu curah hujan di lokasi
penelitian termasuk tinggi sehingga
pencucian unsur hara terutama hara yang
kelarutannya tinggi (N dan K) di dalam
tanah juga tinggi.
Menurut kriteria Puslittan (1983),
tanah ini mempunyai tingkat kesuburan
yang rendah dengan faktor pembatas
utama sifat-sifat kimia tersebut di atas.
Tanah ini berpotensi untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian asal faktorfaktor pembatas tersebut di atas
ditanggulangi terlebih dahulu. Tanah
Ultisol yang berada di lahan kering dapat
dikembangkan untuk pertanian tanaman
pangan,
seperti:
jagung,
kedelai,
kacang-kacangan, umbi-umbian, padi
gogo, dan lain-lain (Subagyo et al.,
2000).
Kadar K potensial (HCl 25% )
berkorelasi positip sangat nyata dengan
Kdd, dan kedua bentuk K tersebut
berkorelasi positip sangat nyata dengan
C-organik, N-organik dan KTK tanah tapi
tidak berkorelasi dengan sifat tanah
lainnya (Tabel 3). Apabila kadar K
potensial dan dapat dipertukarkan
dianggap sebagai indikasi ketersediaan K
tanah maka tampak bahwa C-organik dan
KTK tanah merupakan faktor tanah
utama yang berpengaruh terhadap
ketersediaan K di tanah-tanah Ultisol.
Bahan organik merupakan sumber
muatan tergantung pH ( pH dependent
charge) dan perannya menonjol terutama
di tanah-tanah yang didominasi oleh
mineral liat kaolinit (1:1) dan oksida
seperti tanah Ultisol. Hal ini terbukti
dengan adanya korelasi positip yang
sangat nyata dengan KTK tanah (Tabel
3). Tapak jerapan yang bermuatan
negatif ini berperan dalam memegang
kation K agar tidak mudah tercuci
sehingga dapat tersedia bagi tanaman.
Fenomena ini berbeda dengan di tanah
Vertisol yang didominasi oleh mineral liat
smektit (2: 1) dimana peran terhadap KTK

76

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)

positip nyata antara kadar liat dan KTK
tanah (Nursyamsi dan Sutriadi, 2005).

yang lebih menonjol berasal dari sumber
muatan permanen ( permanent charge).
Hal tersebut ditandai oleh adanya korelasi

Tabel 2. Kisaran sifat-sifat tanah lapisan atas contoh tanah Ultisol dari Deli Serdang
Sifat tanah
Kadar liat
pH H2O
Bahan organik
C-organik
N-total
P-potensial
K-potensial
P tersedia
Nilai tukar kation
Cadd
Mg dd
Kdd
KTK
KB
Kemasaman
Aldd
Hdd

Metode/ Ekstraktan
Pipet
Air (1 : 2,5)

Satuan
%
-

Kurmies
Kjedahl
HCl 25%
HCl 25%
Bray-1

%
%
mg P2O5/ 100g
mg K2O/ 100g
ppm P2O5

0,94
0,07
27
8
46,1

+
+
+
+
+

0,32
0,02
20
4
0,4

me/ 100g
me/ 100g
me/ 100g
me/ 100 g
%

4,18
1,12
0,16
8,88
48

+
+
+
+
+

2,07
1,19
0,11
5,01
29

me/ 100g
me/ 100g

0,04 +
0,09 +

0,17
0,12

NH4OAc
NH4OAc
NH4OAc
NH4OAc
NaCl

pH
pH
pH
pH

7,0
7,0
7,0
7,0

KCl 1N
KCl 1 N

Kisaran nilai
47 +
5,2 +

20
0,5

Tabel 3. Matrik korelasi antar sifat-sifat tanah lapisan atas contoh tanah Ultisol dari Deli Serdang
Kode

K-HCl Kdd

K-HCl

1,000 0,969* *

Kdd
Liat
pH H2O

1,000

Kadar
liat

pH
H2O

C-org

N-org

Cadd

Mg dd

KTK

KB

0,376

0,552* *

-0,175 0,366

0,420

0,400

0,288

0,385

0,148

-0,050 0,365

0,091 -0,388 0,683* * 0,633* * 0,252
-0,003

0,281 0,627

**

0,503

1,000 -0,417 0,320

0,314

1,000 0,184

0,076

C-org
N-org

1,000

0,953
1,000

Cadd
Mg dd
KTK
KB
Aldd
Hdd
N = 20; r 0.05 = 0,423; r 0.01 = 0,537

Selain dengan kadar K dan KTK
tanah, C-organik juga berkorelasi positip
sangat nyata dengan N-organik, Ca dan
Mg dd tanah (Tabel 3). Nitrogen dalam
tanah sebagian besar (> 90% ) berasal
dari bahan organik tanah. Pelapukan
bahan organik sebagai akibat aktivitas

*

0,671* * 0,746* * 0,045
**

0,655

**

0,437

*

0,605* * 0,413
1,000

0,855
1,000

**

Aldd

Hdd
0,327

0,171

0,177

-0,278 0,027

-0,152

0,899* * -0,439*

-0,192

**

0,284

0,097

-0,005

0,654* *

0,130

0,168

-0,015

0,573
0,795

**

0,773

**

0,228

0,070

0,585* *

0,633* * 0,110

-0,042

1,000

0,585* * 0,332

0,235

1,000

0,085

0,188

1,000

0,414
1,000

mikroba tanah membebaskan berbagai
unsur hara seperti: N, P, dan S, asam
amino sederhana, asam-asam organik,
dan lain-lain (Havlin et al., 1999). Seperti
halnya terhadap K, tapak jerapan
bermuatan negatip yang berasal dari
koloid organik juga berperan dalam

Nursyamsi. Kebutuhan kalium kedelai

77

memegang kation Ca dan Mg agar tidak
mudah tercuci.
Reaksi tanah berkorelasi positip
sangat nyata dengan Ca dan Mgdd serta
KB tapi berkorelasi negatif nyata dengan
Aldd. Demikian pula Cadd berkorelasi
positip nyata dengan Mg dd dan keduanya
berkorelasi positip nyata dengan KTK dan
KB tanah (Tabel 3). Kalsium dan
magnesium dalam tanah berasal dari
senyawa kapur (Ca,MgCO3) yang akan
terurai dalam larutan tanah menjadi Ca2+ ,
Mg 2+ , dan CO32- . Selanjutnya CO32- akan
mengalami hidrolisis menghasilkan HCO3dan OH- sehingga pH tanah meningkat.
Akibat peningkatan pH maka Al3+ akan
mengendap membentuk Al(OH) 3 (Brady,
1984) sehingga Aldd turun. Selain itu
kalsium dan magnesium merupakan
sumber basa tanah sehingga peningkatan
kedua kation tersebut di dalam tanah
Tabel 4.

menyebabkan

KB

tanah

meningkat.

Pengaruh K terhadap pertumbuhan
tanaman
Pemberian K sampai dengan
takaran 160 kg/ ha tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman umur 30
dan 60 HST di tiga lokasi percobaan.
Kemudian pengaruhnya terhadap hasil
biji kering tanaman hanya nyata di lokasi
Tanjung
Gusti.
Namun
demikian
pemberian K cenderung meningkatkan
hasil tanaman di semua lokasi yang
dicoba. Peningkatan hasil tertinggi
tercapai di lokasi Tanjung Gusti akibat
pemberian 80 kg K/ ha. Di lokasi tersebut
hasil tanaman meningkat dari 0.81
menjadi
1,99
t/ ha
atau
terjadi
peningkatan sekitar 146% (Tabel 4).

Pengaruh pemupukan K terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 60 HST dan hasil biji
kering kedelai pada tanah Ultisol Deli Serdang
Takaran K (kg/ ha)

Tingi tanaman (cm)
30 HST
60 HST

Hasil (t/ ha)

Sei Putih
0
20
40
80
160

48,5
61,4
51,8
62,5
55,0

a
a
a
a
a

86,1
117,2
87,6
114,6
96,8

a
a
a
a
a

1,74
1,91
1,94
2,01
1,98

a
a
a
a
a

49,2
48,8
52,9
50,7
45,1

a
a
a
a
a

85,7
80,5
90,6
84,9
79,3

a
a
a
a
a

1,72
1,75
1,76
1,78
1,75

a
a
a
a
a

51,9 b
56,1 ab
54,7 ab
61,4 a
56,8 ab

86,0
94,9
96,1
97,2
93,3

a
a
a
a
a

0,81
1,74
1,97
1,99
1,93

b
a
a
a
a

Dolok Masehul
0
20
40
80
160

Tanjung Gusti
0
20
40
80
160

Angka pada kolom yang sama bila diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% menurut DMRT.

Tanah di lokasi Tanjung Gusti
masih memerlukan penambahan hara

kalium untuk meningkatkan hasil kedelai.
Kadar Kdd tanah di lokasi tersebut paling

78

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)

rendah dibanding tanah di dua lokasi
lainnya, yaitu berturut-turut untuk lokasi
Tanjung Gusti, Dolok Masehul, dan Sei
Putih adalah 0,13 , 0,18 , dan 0,28
me/ 100g (Tabel 1). Pupuk yang diberikan
ke dalam tanah segera masuk ke dalam
sistem keseimbangan K larut dan K
terjerap. Kadar K dalam larutan
meningkat akibat pemberian pupuk, lalu
K terjerap juga meningkat sehingga
Demikian pula untuk komoditas
lainnya,
pemupukan
K
nyata
meningkatkan hasil tanaman tomat di
tanah Latosol Darmaga (Amisnaipa,
2005) dan hasil ubi jalar di tanah Podsolik
Kuamang Kuning (Wigena et al., 1993).
Dengan demikian maka pemupukan K
merupakan faktor produksi yang penting
dan harus dilaksanakan di tanah-tanah
yang berkadar K rendah.

Pengekstrak K tanah
Kadar
hara
kalium
tanah
terekstrak HCl 25% paling tinggi,
sedangkan pengekstrak NH4OAc pH 7,0
paling rendah diantara pengekstrak yang
diteliti. Selanjutnya kadar K tanah dari

ketersediaannya
untuk
tanaman
meningkat. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilaksanakan di
jenis tanah lainnya. Pemupukan K nyata
meningkatkan hasil tanaman kedelai,
terutama di tanah-tanah yang memiliki
kadar K rendah seperti di di tanah Oxisols
(Nursyamsi et al., 2004) dan I nceptisol
(Nursyamsi
dan
Sutriadi,
2005).
tinggi ke rendah selengkapnya berturutturut adalah HCl 25% > Olsen > Bray 2
> Bray 1 > Mechlich > NH4OAc pH 4.8 >
NH4OAc pH 7,0 (Tabel 5). Urutan
tersebut
menunjukkan
tingkat
kemampuan
pengekstrak
dalam
melarutkan kalium di tanah Ultisol.
Kemampuan
pengekstrak
dalam
melarutkan hara tanah tergantung jenis
dan konsentrasi pereaksi serta lamanya
pengocokan. Metode HCl mempunyai
pereaksi HCl dengan konsentrasi 25%
dan lama pengocokan 300 menit,
sedangkan metode NH4OAc pH 7,0
mempunyai pereaksi NH4OAc 1 N dengan
lama pengocokan hanya 30 menit (Widjik
Suranta
dan
Hardjono,
1996).

Tabel 5. Korelasi antara kadar K tanah terekstrak beberapa metode ekstraksi dan persen hasil
kedelai pada Ultisol Deli Serdang
Lokasi
Sei Putih 1
Sei Putih 2
Sei Putih 3
Dolok Masehul 1
Dolok Masehul 2
Dolok Masehul 3
Tanjung Gusti 1
Tanjung Gusti 2
Tanjung Gusti 3
Koef. korelasi (r)
Brangkasan
Biji

Kadar K (ppm K2O)
Mechlich
NH4OAc NH4OAc
pH 4,8
pH 7,0
437
149
28
560
206
40
487
182
31
48
20
9
77
29
6
71
26
6
178
68
18
161
59
18
79
28
9
-0,533
0,100

-0,492
0,108

-0,450
-0,008

HCl
25%
710
970
1030
1280
1270
1310
350
330
160
-0,133
0,824* *

Kadar P (ppm)
Olsen
Bray 1
Bray 2
663
943
817
177
243
191
345
329
250

469
637
465
103
143
131
267
245
139

517
906
680
152
216
172
302
268
178

-0,480
0,083

-0,541
0,063

-0,444
0,121

Persen hasil
Brang
Biji
kasan
29
83
66
80
93
87
89
91
73
99
97
93
94
83
100
49
98
42

N = 9; r 0,05 = 0,666; r 0,01 = 0,798

Diantara tujuh pengekstrak yang
diteliti, ternyata hanya HCl 25% yang
berkorelasi positip sangat nyata dengan

persen hasil biji kedelai, sedangkan
pengekstrak lainnya tidak berkorelasi
nyata (Tabel 5). Hal ini menunjukkan

Nursyamsi. Kebutuhan kalium kedelai

79

bahwa pengekstrak tersebut paling sesuai
untuk menduga kadar K tanah Ultisol
dalam kaitannya dengan penghitungan
kebutuhan pupuk K untuk kedelai.
Kesesuaian suatu pengekstrak untuk
menduga kadar K tanah tergantung
sistem tanah-tanaman. Pengekstrak yang
sesuai untuk sistem Ultisol-kedelai adalah
HCl 25; I nceptisol-kedelai adalah Bray 1
dan Bray 2 (Nursyamsi dan Sutriadi,
2005); sedangkan Oxisol-kedelai adalah
NH4OAc pH 7,0 dan Olsen (Nursyamsi
et al., 2004). Pada sistem Oxisol-jagung,
pengekstrak kalium yang sesuai adalah:
Mechlich, HCl 25% , NH4OAc pH 4.8, dan
NH4OAc pH 7,0; sistem I nceptisol-jagung
adalah: Mechlich, HCl 25% , Bray 1, Bray
2, NH4OAc pH 4,8 , dan NH4OAc pH 7,0
(Nursyamsi, 2002); sedangkan sistem
I nceptisol-tomat adalah NH4OAc pH 4,8
dan NH4OAc pH 7,0 (Amisnaipa, 2005) .

Kelas ketersediaan hara dan
kebutuhan pupuk K
Hasil pengelompokkan nilai K
terekstrak HCl 25% menurut prosedur
Nelson
dan
Anderson
(1977)
menunjukkan bahwa batas krits K untuk
tanaman kedelai di tanah Ultisol Deli
Serdang adalah 340 dan 1150 ppm K2O.
Dengan
demikian
maka
kelas

ketersediaan hara K adalah rendah
(< 340), sedang (340-1150), dan tinggi
(> 1150 ppm K2O). Angka batas kritis
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
batas kritis K di tanah I nceptisol dan
Oxisol. Batas kritis K tanah I nceptisol
Subang hanya 23 atau 33 ppm K2O
masing-masing menurut pengekstrak
Bray 1 dan Bray 2 (Nursyamsi dan
Sutriadi, 2005). Sementara itu batas kritis
K di tanah Oxisol Lampung hanya 15 ppm
(NH4OAc pH 7,0) atau 40 ppm K2O
(Olsen).
Batas kritis hara tergantung dari
sistem tanah-tanaman, artinya batas
kritis suatu hara (misal kalium) akan
berbeda untuk spesies tanaman yang
berbeda (pada tanah yang sama) dan
nilainya akan berbeda pula untuk tanah
yang berbeda (pada spesies tanaman
yang sama). Selain itu angka batas kritis
tergantung juga terhadap pengekstrak
yang sesuai di dalam suatu sistem tanahtanaman yang bersangkutan. Batas kritis
K menurut pengekstrak HCl 25% lebih
tinggi dibandingkan dengan pengekstrak
Bray 2, Bray 1, atau Olsen karena jenis
dan konsentrasi pengekstrak serta lama
pengocokan keempat metode tersebut
berbeda.

Tabel 6. Persamaan regresi pada berbagai kelas hara K dan takaran pupuk K untuk tanaman
kedelai di tanah Ultisol Deli Serdang.
Kelas hara K

a

b

c

R2

Rendah
Sedang
Tinggi

1,1837
1,7201
1,7285

0,0116
0,0017
0,0006

-3 x10-5
-7 x10-6
-2 x10-6

0,8073
0,9427
0,7095

Takaran pupuk (kg KCl/ ha)
Maksimum
Optimum
210
85
190
2
150
0

80

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) (2006)

Rendah
y1

2.50

Sedang
y2

Tinggi
y3

Hasil (t/ha)

2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0

100

200

300

400

Dosis KCl (kg/ha)

Gambar 1. Kurva respon tanaman kedelai terhadap pemberian K di tanah Ultisol Deli Serdang

Persamaan regresi untuk setiap
kelas hara kalium tanah dan hasil
perhitungan kebutuhan pupuk untuk
mencapai hasil maksimum dan optimum
disajikan di Tabel 6, sedangkan kurvanya
pada Gambar 1. Takaran pupuk untuk
mencapai hasil maksimum di kelas hara
rendah, sedang, dan tinggi masingmasing 210, 190, dan 150 kg KCl/ ha
sedangkan
takaran
pupuk
untuk
mencapai hasil optimum hanya 85, 2, dan
0 kg KCl/ ha. Seperti halnya batas kritis
hara, kebutuhan hara tanaman juga
tergantung
sistem
tanah-tanaman.
Penelitian yang dilaksanakan di tanah
I nceptisol Subang menunjukkan bahwa
kebutuhan pupuk K untuk kedelai adalah
110 dan 10 kg KCl/ ha masing-masing
untuk kelas hara rendah dan tinggi
(Nursyamsi
dan
Sutriadi,
2005).
Sementara itu dalam sistem Oxisolkedelai takaran optimum pupuk K untuk
kedelai adalah 245 dan 68 kg KCl/ ha
(Nursyamsi et al., 2004) dan sistem
I nceptisol-jagung adalah 119 kg MOP/ ha
(Nursyamsi et al., 2005).

KESI MPULAN
1.

2.

3.

4.

C-organik dan KTK tanah merupakan
faktor
tanah
utama
yang
berpengaruh terhadap ketersediaan K
di tanah-tanah Ultisol.
Pemberian K nyata meningkatkan
hasil biji kering kedelai di lokasi
Tanjung Gusti dimana hasil tanaman
meningkat dari 0,81 menjadi 1,99
t/ ha akibat pemberian 80 kg K/ ha
atau terjadi peningkatan sekitar
146% .
Pengekstrak HCl 25% merupakan
metode ekstraksi K yang sesuai untuk
menduga kadar K tanah Ultisol dalam
kaitannya dengan penghitungan
kebutuhan pupuk K untuk kedelai
Kelas ketersediaan hara kalium tanah
Ultisoll untuk kedelai berdasarkan
pengekstrak HCl 25% adalah rendah
(< 340), sedang (340-1150) dan
tinggi (> 1150 ppm K2O). Kebutuhan
pupuk
untuk
mencapai
hasil
maksimum adalah 210, 190, dan 150
kg
KCl/ ha,
sedangkan
untuk
mencapai hasil optimum hanya 85, 2,
dan 0 kg KCl/ ha masing-masing
untuk kelas K tanah rendah, sedang,
dan tinggi.

Nursyamsi. Kebutuhan kalium kedelai

81

DAFTAR PUSTAKA

( Glicyne max, L.). Agric, Jurnal
I lmu Pertanian No. 18/ 2005
(proses penerbitan).

Amisnaipa,
2005.
Rekomendasi
pemupukan kalium pada budidaya
tomat ( Lycopersicum esculentum
Mill L.) menggunakan irigasi tetes
dan mulsa polyethylene. Tesis
Program Studi Agronomi, Sekolah
Pascasarjana, I nstitut Pertanian
Bogor.

Nursyamsi, D., Husnaen, A. Kasno, dan
D. Setyorini. 2005. Efektivitas
pupuk MOP Rusia Kancil untuk
jagung ( Zea mays, L.) di tanah
I nceptisol Cibatok (Bogor) dan
Ultisol Jagang (Lampung Utara).
Jurnal Tanah dan I klim 21/ 2005
(proses penerbitan).

Brady, 1984. The Natures and Properties
of Soils. Macmillan Publishing
Company, New York.

Puslittan. 1983. Term of Reference Type
A. Publ. P3MT-PPT, Bogor.

Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale
and W. L. Nelson. 1999. Soil

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
2000. Atlas Sumberdaya Tanah

Fertility and Fertilizers
An
I ntroduction
to
Nutrient
Management . 6th ed. Prentice Hall,

Eksplorasi I ndonesia, skala 1 :
1.000.000. Pusat Penelitian Tanah

Upper Saddle River, New Jersey.
pp. 497.

dan Agroklimat, Badan Litbang
Pertanian.

Nelson, L.A. and R.L. Anderson. 1977.
Partitioning of soil test-crop
response probability, p. 19-38. I n
Peck T.R., J.T. Cope Jr., D.A.
Witney (Eds). Soil Testing :

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B.
Siswanto. 2000. Tanah-tanah
pertanian di I ndonesia. Hal. 21-66

dalam Sumber Daya Lahan
I ndonesia dan Pengelolaannya.
Pusat Penelitian
Agroklimat, Bogor.

Correlation and I nterpreting the
analytical result . ASA Special Publ.
No. 29. ASA-CSSA-SSSA, Madison,
Wisconsin, USA.

Tanah

dan

Widjik Suranta, I M. dan A. Hardjono.
1996. Metode Analisis Tanah . PT
Astra Agro Niaga, Jakarta.

Nursyamsi, D. 2002. Studi korelasi uji
tanah hara K tanah Oxisol dan
I nceptisol untuk jagung ( Zea
mays). J. Tanah Trop. 15:59-68.

Wigena, I G.P., J. Purnomo, dan J.
Prawirasumantri. 1993. Peranan
bahan organik, pupuk N, dan K
terhadap produksi ubi jalar pada
tanah Podsolik. Hal. 65-74 dalam

Nursyamsi, D., M.T. Sutriadi, dan U.
Kurnia.
2004.
Penentuan
kebutuhan pupuk kalium untuk
kedelai ( Glycine max L.) pada
Typic Kandiudoxs berdasarkan
prosedur uji tanah. J. Tanah Trop.
1:1-9.

Prosiding
Pertemuan
Teknis
Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Bidang
Kesuburan
dan
Produktivitas Tanah . Bogor, 12-21
Februari
Bogor.

Nursyamsi, D. dan M.T. Sutriadi. 2005.
Penelitian uji tanah hara kalium di
tanah I nceptisol untuk kedelai

ф

1993.

Puslibangtanak,