PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN DUKUN (1)
PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN DUKUNGAN SOSIAL
KELUARGA TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI ATLET SELAM DI
SURABAYA
Gita Benefita Suprianto, Yusak Novanto
Fakultas Psikologi, UPH Surabaya
Email: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Achievement motivation is an important factor in sport activities. Athlete who reach success is someone
who has high achievement motivation. However, the high level of this motivation itself does not
guarantee the bright future of an athlete. There are other factors that influence their achievement.
This research assumes that adversity quotient and family social support have influence towards
finswimming athlete’s achievement motivation. The purpose of this research is to determine the
influence of adversity quotient and family social support towards achievement motivation among 40
finswimming athletes that joined in PUSLATCAB and SIAP GRAKK Surabaya. The method used in this
case is the provision of questionnaires with Likert scale to measure the adversity quotient, family social
support, and achievement motivation. The hypothesis test showed that adversity quotient and family
social support have 39,4% influence towards achievement motivation of finswimming athletes in
Surabaya (r=0.627, p=0.000).
Keywords: adversity quotient, family social support, achievement motivation, finswimming athletes.
Latar Belakang
Performa atlet dalam suatu kejuaraan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harsono
(dalam Gunarsa, 2008) penampilan puncak seseorang atlet 80% dipengaruhi oleh aspek mental
dan hanya 20% oleh aspek yang lainnya. Selanjutnya Garfield (dalam Gunarsa, 2008) secara
tegas juga mengatakan bahwa sebagian besar atlet yang mencapai sukses mencapai puncak
prestasi sebanyak 60% sampai 90% dipengaruhi oleh faktor mental dan kemampuan atlet
menguasai kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis ini meliputi intelektual, motivasi,
kepribadian, dan koordinasi kerja otot dan syaraf (Anwar, dalam Sajoto, 1988).
Menurut Taylor (2009) motivasi adalah dasar dari semua olahraga prestasi. Tanpa tekad
dan keinginan yang kuat untuk meningkatkan performa, semua faktor mental seperti keyakinan,
intensitas, fokus, dan emosi, semuanya akan tidak berarti. Alasan yang membuat motivasi begitu
penting adalah bahwa itu adalah satu-satunya hal berkontribusi kepada performa olahraga yang
dapat dikontrol oleh diri sendiri. Anwar (dalam Sajoto, 1988) mengungkapkan bahwa faktor
psikologis yang mempengaruhi performa seorang atlet selain motivasi adalah intelegensi atau
kecerdasan. Gunarsa (2008) menyatakan bahwa intelegensi atau kecerdasan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi performa atlet. Terdapat berbagai pendapat dan penelitian
terkait pengaruh kecerdasan dengan keberhasilan atlet dalam suatu pertandingan. Hasil
penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012) menunjukkan bahwa kecerdasan intelegensi dan
kecerdasan emosional tidak berpengaruh dalam prestasi yang diraih atlet pencak silat pada
PON ke XVIII. Berbeda dengan Anggraeni, Gunarsa (2008) menyatakan bahwa pengendalian
emosi (kecerdasan emosional) sangat penting dan diperlukan dalam suatu pertandingan. Di
samping kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional, terdapat kecerdasan adversitas yang
berperan dalam sukses atau tidaknya kehidupan seseorang. Salah satu faktor suksesnya
pengendalian dan cara merespon terhadap kesulitan adalah kecerdasan adversitas. Salah satu
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perenang dengan kecerdasan adversitas tinggi memiliki
motivasi yang lebih tinggi untuk meraih hasil yang lebih baik lagi, sedangkan perenang dengan
kecerdasan adversitas rendah kurang memiliki motivasi untuk lebih baik dari sebelumnya
(Stoltz, 2004).
Pencapaian prestasi dalam suatu cabang olahraga dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan
luar diri atlet (Lutan, 2001). Faktor dari dalam diri atlet, yaitu faktor kemampuan fisik dan
kondisi psikologis, sedangkan faktor dari luar diri atlet antara lain faktor geografis, ekonomi,
budaya, dan sosial seperti keluarga, teman dekat, pelatih, serta masyarakat. Dalam penelitian ini,
selain memfokuskan pada faktor dari dalam diri atlet, yaitu motivasi atlet dan kecerdasan yang
termasuk faktor kondisi psikologis, penulis juga ingin mengetahui faktor dari luar diri atlet, yaitu
faktor dukungan sosial keluarga atlet yang termasuk faktor sosial dalam pencapaian prestasi,
khususnya cabang olahraga selam.
Dukungan sosial merupakan usaha untuk memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya, dan menghargainya (Sarafino, 2006). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Thompson (2010) terkait dengan dukungan sosial kepada mahasiswa atlet yang minoritas,
menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial keluarga merupakan dukungan sosial yang paling
penting dalam mempengaruhi mahasiswa atlet tersebut. Rodin & Salovey (dalam Smet, 1994)
juga menyatakan bahwa dukungan sosial yang terpenting adalah dukungan sosial yang berasal
dari keluarga.
Penelitian ini dilakukan terhadap atlet selam yang tergabung dalam tim Pusat Latihan
Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi Gelorakan Kemenangan
(SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet adalah 40 orang. Tujuan
dari penelitian ini, ialah dengan diketahuinya pengaruh kecerdasan adversitas dan dukungan
sosial keluarga terhadap motivasi berprestasi atlet, diharapkan hasil penelitian ini dapat
mendukung tercapainya prestasi atlet yang lebih gemilang.
Tinjauan Pustaka
Kecerdasan Adversitas
Kecerdasan adversitas yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) merupakan pemanfaatan tiga
cabang ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi.
Kecerdasan adversitas dapat memberitahukan: (1) seberapa jauh indvidu mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya; (2) siapa yang mampu mengatasi
kesulitan dan siapa yang akan hancur; (3) memberitahu siapa yang akan melampaui harapanharapan atas kinerja dan potensi, serta siapa yang akan gagal; dan (4) memberitahu siapa yang
akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi yang sering disebut dengan CO2RE (Control,
Origin, Ownership, Reach, Endurance), yaitu:
a. Control, dimensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar control atau kendali yang
dimiliki individu untuk mengatasi dan merespon terhadap peristiwa sulit.
b. Origin and Ownership (Asal usul dan Pengakuan), dimensi origin menunjukan asal situasi sulit
ini berasal. Dimensi ownership menunjukkan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat
dan konsekuensi dari situasi sulit yang muncul.
c. Reach (Jangkauan), dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan mempengaruhi
aspek lain kehidupan seseorang. Individu dengan skor rendah pada dimensi ini akan
mendapati bahwa masalah sulit yang dihadapi merupakan bencana dan sangat
mempengaruhi aspek kehidupannya yang lain.
d. Endurance (Daya Tahan), dimensi ini menunjukkan berapa lamakah kesulitan ini akan
berlangsung. Individu dengan kecerdasan adversitas yang rendah akan merasa bahwa
masalah sulit yang dialami akan terjadi selamanya dan bersikap pesimis.
Stoltz (2004) mengungkaplan hal-hal yang mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang,
pertama adalah kinerja yang merupakan bagian yang paling terlihat, maka hal ini pula yang paling
sering dievaluasi atau dinilai. Kedua, bakat dan kemauan seseorang untuk mencapai kesuksesan.
Bakat di sini dimaksudkan sebagai gabungan pengetahuan dan kemampuan. Hasrat atau
kemauan menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat yang
menyala-nyala. Ketiga, kecerdasan, kesehatan dan karakter. Keempat, kesehatan emosi dan fisik
juga dapat mempengaruhi kemampuan menggapai kesuksesan. Jika Anda sakit, maka penyakit
akan mengalihkan perhatian Anda dari kesuksesan yang hendak diraih. Karakter pun memiliki
peran penting dalam kesuksesan seseorang. Kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan,
kebaikan, dan kedermawanan, semuanya penting untuk meraih kesuksesan dan hidup
berdampingan secara damai. Kelima, genetika, pendidikan, dan keyakinan. Warisan genetik tidak
menentukan nasib, tetapi faktor ini pasti berpengaruh. Seperti genetik, pendidikan pun bisa
mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak,
keterampilan, dan kinerja yang dihasilkan. Selain genetik dan pendidikan, keyakinan memiliki
peran besar dalam kesuksesan seseorang.
Kesulitan dan tantangan yang dihadapi dalam perjalanan hidup individu dalam meraih sukses
tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dilakukan individu untuk berhasil meraih sukses tersebut
adalah dengan meningkatkan kemampuannya untuk mampu menghadapi dan mengatasi
hambatan tersebut. Stoltz (2004) menyatakan bahwa terdapat cara untuk meningkatkan
kecerdasan adversitas individu. Cara tersebut dikenal dengan istilah LEAD (Listen, Explore,
Analyse, Do), yaitu:
a. Listen: mendengarkan respon Anda terhadap kesulitan. Mendengarkan respon terhadap
kesulitan merupakan langkah penting dalam mengubah kecerdasan adversitas individu dari
sebuah pola seumur hidup, tidak sadar, yang sudah menjadi kebiasaan, menjadi alat yang
sangat ampuh untuk memperbaiki pribadi dan efektifitas jangka panjang. Disini menanyakan
apakah respon kecerdasan adversitas individu rendah atau tinggi? dan pada dimensi-dimensi
mana yang paling tinggi dan paling rendah?
b. Explore: mengeksplorasi semua asal-usul dan pengakuan individu atas akibatnya. Pada
tingkatan ini individu didorong untuk mengetahui apa kemungkinan penyebab kesulitan yang
terjadi, dimana hal ini merujuk pada kemampuannya untuk mencari sebab sebab terjadinya,
dan mengerti bagian mana yang menjadi kesalahan individu, seraya mengeksplorasi secara
spesifik apa yang dapat dilakukan menjadi lebih baik. Pada tingkatan ini juga individu
didorong untuk menyadari aspek-aspek mana dari akibat-akibatnya yang harus dan bukan
menjadi tanggung jawabnya.
c. Analyse: menganalisa bukti kesulitan. Ditingkat inilah individu harus belajar menganalisa bukti
apa yang ada sehingga menyebabkan individu itu sendiri tak dapat mengendalikan kesulitan
tersebut. Bukti apa yang ada sehingga menyebabkan kesulitan itu menjangkau bidang-bidang
yang lain dari kehidupan individu, serta bukti apa yang ada bahwa kesulitan tersebut harus
berlangsung lebih lama dari pada yang perlu.
d. Do: lakukan sesuatu, pada tahapan ini individu diharapkan mampu terlebih dahulu
mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan guna melakukan sedikit banyak hal dalam
mengendalikan situasi yang sulit, dan kemudian melakukan sesuatu yang dapat membatasi
jangkauan dan membatasi keberlangsungan kesulitan tersebut dalam keadaannya saat hal itu
terjadi.
Serangkaian cara yang tertuang dalam LEAD di atas didasarkan pada pengertian bahwa
individu dapat mengubah kesulitan menjadi suatu peluang keberhasilan dengan mengubah
kebiasaan-kebiasaan berpikirnya. Perubahan diciptakan dengan mempertanyakan pola-pola lama
dan secara sadar membentuk pola-pola baru.
Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Cobb (dalam Smet, 1994), dukungan sosial merupakan informasi yang menuntut
seseorang meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang. Dukungan sosial memberikan dorongan
atau pengorbanan, semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu situasi (Chaplin, 2006).
Salah satu bentuk dari dukungan sosial adalah dukungan sosial keluarga. Keluarga merupakan
tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhan fisik dan psikologi mula-mula
terpenuhi dari lingkungan keluarga. Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan
harapan, tempat bercerita, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami
persoalan (Irwanto, 2002).
Menurut Smet (1994), setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri, antara
lain (1) Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang
dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, yang meliputi pemberian
nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan; (2) Perhatian emosional,
dukungan ini berupa dukungan rasa simpati dan empati, cinta kasih, kepercayaan dan
penghargaan; (3) Bantuan instrumental, bantuan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang
dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya
atau menolong secara langsung kesulitan yang sedang dihadapi; (4) Bantuan penilaian,
merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan
kondisi sebenarnya dan penilaian yang diharapkan dalam hal ini tentunya adalah penilaian yang
bersifat positif.
Purnawan (dalam Setiadi, 2008) mengungkapkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial keluarga, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
tahap perkembangan, tingkat pendidikan, faktor emosional dan spiritual. Faktor eksternal
meliiputi praktek di keluarga, cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi kesehatan individu. Kemudian, faktor sosioekonomi dan latar belakang budaya
mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk
cara mengatasi suatu hambatan yang terjadi.
Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Djiwandono, 2006) mengemukakan bahwa manusia sebagai makhluk
sosial dipengaruhi oleh berbagai motif. Salah satu motifnya adalah motivasi untuk berprestasi.
McClelland mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai usaha mencapai sukses atau berhasil
dalam suatu kompetisi untuk mencapai prestasi. Menurut Gill (dalam Gould & Weinberg, 2007)
menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha individu untuk mencapai kesuksesan,
bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi.
McClelland (dalam Uno, 2008) mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi, yaitu (1) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih
tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara individu dengan
motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang sangat
tinggi atau rendah; (2) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau
tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan
dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu dengan motivasi
berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang rendah; (3) Individu dengan motivasi
berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik (feedback) atau tugas yang sudah dilakukan,
bersifat konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan; (4)
Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya; dan (5) Memiliki kemampuan berinovasi,
dengan kata lain mampu menyelesaikan tugas dengan cara berbeda dari biasanya, menghindari
hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan
sesuatu, serta cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang.
McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi berprestasi, yaitu: (1) Harapan orangtua terhadap anaknya. Orangtua mengharapkan
anaknya untuk dapat meraih kesuksesan dan berprestasi. Oleh karena itu, orangtua melakukan
usaha-usaha khusus yang mendorong anaknya untuk sukses; (2) Peniruan tingkah laku. Melalui
pembelajaran observasi, individu mengamati dan meniru tingkah laku manusia disekitarnya; (3)
Lingkungan tempat pembelajaran berlangsung. Situasi dan kondisi yang aman, nyaman, dan
menyenangkan tentu akan memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi tiap individu.
Selain itu, Siagian (2012) mengungkapkan bahwa faktor-faktor berikut juga yang
mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu: (1) Karakteristik biografikal. Hal ini meliputi umur,
jenis kelamin, dan bawaan yang diperoleh sejak lahir; (2) Kepribadian, dapat diartikan sebagai
keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang
lain; (3) Persepsi merupakan tanggapan yang diberikan langsung terhadap sesuatu yang
dipengaruhi oleh diri orang yang bersaungkutan, sasaran persepsi, dan situasi; (4) Kemampuan
Belajar. Salah satu karakteristik yang membedakan manusia adalah kapasitasnya untuk belajar.
Kemajuan yang diraih oleh seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan belajarnya; (5) Nilainilai yang dianut. Hal ini berkaitan dengan pendapat seseorang tentang norma-norma yang
menyangkut hal-hal seperti yang “baik”, “buruk”, “benar” atau “salah”.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif desain survei,
dengan menyebarkan kuisioner berupa skala likert untuk mengukur kecerdasan adversitas,
dukungan sosial keluarga, dan motivasi berprestasi. Data yang didapatkan selanjutnya akan
diolah dengan program SPSS 22.0 for Windows. Adapun kuisioner untuk mengukur kecerdasan
adversitas dikembangkan dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) dengan
reliabilitas sebesar 0,868. Kuisioner untuk mengukur dukungan sosial keluarga dikembangkan
dari bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Smet (1994) dengan reliabilitas
sebesar 0,822. Kuisioner untuk mengukur motivasi berprestasi dikembangkan dari ciri-ciri
individu yang bermotivasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (dalam Uno, 2008) dengan
reliabilitas sebesar 0,858.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet selam Surabaya yang tergabung
dalam tim Pusat Latihan Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi
Gelorakan Kemenangan (SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet
adalah 40 orang. Dikarenakan jumlah atlet selam Surabaya yang tergabung dalam tim
PUSLATCAB dan SIAP GRAKK kurang dari seratus, yaitu berjumlah 40 orang, maka teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, di mana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2007). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan
SPSS 22.0 for windows untuk mencari signifikansi pengaruh menggunakan uji regresi linear
sederhana untuk hipotesis pertama dan kedua, serta uji regresi berganda untuk hipotesis ketiga.
Dalam pengujian hipotesis Penulis melakukan beberapa hal untuk menganalisis data dalam
penelitian ini, yaitu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas, uji linearitas, dan uji
multikolinearitas; serta uji hipotesis.
Hasil dan Pembahasan
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang seluruhnya merupakan atlet
selam Surabaya yang tergabung dalam tim PUSLATCAB dan SIAP GRAKK. Data demografis
yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki jumlah yang seimbang
antara responden pria dan wanita, yaitu 20 responden laki-laki dan 20 responden perempuan.
Kategorisasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Total
Tabel 1 Hasil Kategorisasi Variabel Penelitian
Motivasi
Kecerdasan
Berprestasi
Adversitas
0
0
0
0
4
11
34
24
2
5
40 orang
40 orang
Dukungan Sosial
Keluarga
0
0
1
23
16
40 orang
Penulis melakukan uji terhadap tiga hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini.
Hasil dari uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas memiliki pengaruh
terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi
linear sederhana, di mana nilai koefisien korelasi sebesar 0,496 dengan nilai signifikansi 0,001
(sig.
KELUARGA TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI ATLET SELAM DI
SURABAYA
Gita Benefita Suprianto, Yusak Novanto
Fakultas Psikologi, UPH Surabaya
Email: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Achievement motivation is an important factor in sport activities. Athlete who reach success is someone
who has high achievement motivation. However, the high level of this motivation itself does not
guarantee the bright future of an athlete. There are other factors that influence their achievement.
This research assumes that adversity quotient and family social support have influence towards
finswimming athlete’s achievement motivation. The purpose of this research is to determine the
influence of adversity quotient and family social support towards achievement motivation among 40
finswimming athletes that joined in PUSLATCAB and SIAP GRAKK Surabaya. The method used in this
case is the provision of questionnaires with Likert scale to measure the adversity quotient, family social
support, and achievement motivation. The hypothesis test showed that adversity quotient and family
social support have 39,4% influence towards achievement motivation of finswimming athletes in
Surabaya (r=0.627, p=0.000).
Keywords: adversity quotient, family social support, achievement motivation, finswimming athletes.
Latar Belakang
Performa atlet dalam suatu kejuaraan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harsono
(dalam Gunarsa, 2008) penampilan puncak seseorang atlet 80% dipengaruhi oleh aspek mental
dan hanya 20% oleh aspek yang lainnya. Selanjutnya Garfield (dalam Gunarsa, 2008) secara
tegas juga mengatakan bahwa sebagian besar atlet yang mencapai sukses mencapai puncak
prestasi sebanyak 60% sampai 90% dipengaruhi oleh faktor mental dan kemampuan atlet
menguasai kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis ini meliputi intelektual, motivasi,
kepribadian, dan koordinasi kerja otot dan syaraf (Anwar, dalam Sajoto, 1988).
Menurut Taylor (2009) motivasi adalah dasar dari semua olahraga prestasi. Tanpa tekad
dan keinginan yang kuat untuk meningkatkan performa, semua faktor mental seperti keyakinan,
intensitas, fokus, dan emosi, semuanya akan tidak berarti. Alasan yang membuat motivasi begitu
penting adalah bahwa itu adalah satu-satunya hal berkontribusi kepada performa olahraga yang
dapat dikontrol oleh diri sendiri. Anwar (dalam Sajoto, 1988) mengungkapkan bahwa faktor
psikologis yang mempengaruhi performa seorang atlet selain motivasi adalah intelegensi atau
kecerdasan. Gunarsa (2008) menyatakan bahwa intelegensi atau kecerdasan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi performa atlet. Terdapat berbagai pendapat dan penelitian
terkait pengaruh kecerdasan dengan keberhasilan atlet dalam suatu pertandingan. Hasil
penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012) menunjukkan bahwa kecerdasan intelegensi dan
kecerdasan emosional tidak berpengaruh dalam prestasi yang diraih atlet pencak silat pada
PON ke XVIII. Berbeda dengan Anggraeni, Gunarsa (2008) menyatakan bahwa pengendalian
emosi (kecerdasan emosional) sangat penting dan diperlukan dalam suatu pertandingan. Di
samping kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional, terdapat kecerdasan adversitas yang
berperan dalam sukses atau tidaknya kehidupan seseorang. Salah satu faktor suksesnya
pengendalian dan cara merespon terhadap kesulitan adalah kecerdasan adversitas. Salah satu
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perenang dengan kecerdasan adversitas tinggi memiliki
motivasi yang lebih tinggi untuk meraih hasil yang lebih baik lagi, sedangkan perenang dengan
kecerdasan adversitas rendah kurang memiliki motivasi untuk lebih baik dari sebelumnya
(Stoltz, 2004).
Pencapaian prestasi dalam suatu cabang olahraga dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan
luar diri atlet (Lutan, 2001). Faktor dari dalam diri atlet, yaitu faktor kemampuan fisik dan
kondisi psikologis, sedangkan faktor dari luar diri atlet antara lain faktor geografis, ekonomi,
budaya, dan sosial seperti keluarga, teman dekat, pelatih, serta masyarakat. Dalam penelitian ini,
selain memfokuskan pada faktor dari dalam diri atlet, yaitu motivasi atlet dan kecerdasan yang
termasuk faktor kondisi psikologis, penulis juga ingin mengetahui faktor dari luar diri atlet, yaitu
faktor dukungan sosial keluarga atlet yang termasuk faktor sosial dalam pencapaian prestasi,
khususnya cabang olahraga selam.
Dukungan sosial merupakan usaha untuk memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya, dan menghargainya (Sarafino, 2006). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Thompson (2010) terkait dengan dukungan sosial kepada mahasiswa atlet yang minoritas,
menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial keluarga merupakan dukungan sosial yang paling
penting dalam mempengaruhi mahasiswa atlet tersebut. Rodin & Salovey (dalam Smet, 1994)
juga menyatakan bahwa dukungan sosial yang terpenting adalah dukungan sosial yang berasal
dari keluarga.
Penelitian ini dilakukan terhadap atlet selam yang tergabung dalam tim Pusat Latihan
Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi Gelorakan Kemenangan
(SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet adalah 40 orang. Tujuan
dari penelitian ini, ialah dengan diketahuinya pengaruh kecerdasan adversitas dan dukungan
sosial keluarga terhadap motivasi berprestasi atlet, diharapkan hasil penelitian ini dapat
mendukung tercapainya prestasi atlet yang lebih gemilang.
Tinjauan Pustaka
Kecerdasan Adversitas
Kecerdasan adversitas yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) merupakan pemanfaatan tiga
cabang ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi.
Kecerdasan adversitas dapat memberitahukan: (1) seberapa jauh indvidu mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya; (2) siapa yang mampu mengatasi
kesulitan dan siapa yang akan hancur; (3) memberitahu siapa yang akan melampaui harapanharapan atas kinerja dan potensi, serta siapa yang akan gagal; dan (4) memberitahu siapa yang
akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi yang sering disebut dengan CO2RE (Control,
Origin, Ownership, Reach, Endurance), yaitu:
a. Control, dimensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar control atau kendali yang
dimiliki individu untuk mengatasi dan merespon terhadap peristiwa sulit.
b. Origin and Ownership (Asal usul dan Pengakuan), dimensi origin menunjukan asal situasi sulit
ini berasal. Dimensi ownership menunjukkan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat
dan konsekuensi dari situasi sulit yang muncul.
c. Reach (Jangkauan), dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan mempengaruhi
aspek lain kehidupan seseorang. Individu dengan skor rendah pada dimensi ini akan
mendapati bahwa masalah sulit yang dihadapi merupakan bencana dan sangat
mempengaruhi aspek kehidupannya yang lain.
d. Endurance (Daya Tahan), dimensi ini menunjukkan berapa lamakah kesulitan ini akan
berlangsung. Individu dengan kecerdasan adversitas yang rendah akan merasa bahwa
masalah sulit yang dialami akan terjadi selamanya dan bersikap pesimis.
Stoltz (2004) mengungkaplan hal-hal yang mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang,
pertama adalah kinerja yang merupakan bagian yang paling terlihat, maka hal ini pula yang paling
sering dievaluasi atau dinilai. Kedua, bakat dan kemauan seseorang untuk mencapai kesuksesan.
Bakat di sini dimaksudkan sebagai gabungan pengetahuan dan kemampuan. Hasrat atau
kemauan menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat yang
menyala-nyala. Ketiga, kecerdasan, kesehatan dan karakter. Keempat, kesehatan emosi dan fisik
juga dapat mempengaruhi kemampuan menggapai kesuksesan. Jika Anda sakit, maka penyakit
akan mengalihkan perhatian Anda dari kesuksesan yang hendak diraih. Karakter pun memiliki
peran penting dalam kesuksesan seseorang. Kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan,
kebaikan, dan kedermawanan, semuanya penting untuk meraih kesuksesan dan hidup
berdampingan secara damai. Kelima, genetika, pendidikan, dan keyakinan. Warisan genetik tidak
menentukan nasib, tetapi faktor ini pasti berpengaruh. Seperti genetik, pendidikan pun bisa
mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak,
keterampilan, dan kinerja yang dihasilkan. Selain genetik dan pendidikan, keyakinan memiliki
peran besar dalam kesuksesan seseorang.
Kesulitan dan tantangan yang dihadapi dalam perjalanan hidup individu dalam meraih sukses
tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dilakukan individu untuk berhasil meraih sukses tersebut
adalah dengan meningkatkan kemampuannya untuk mampu menghadapi dan mengatasi
hambatan tersebut. Stoltz (2004) menyatakan bahwa terdapat cara untuk meningkatkan
kecerdasan adversitas individu. Cara tersebut dikenal dengan istilah LEAD (Listen, Explore,
Analyse, Do), yaitu:
a. Listen: mendengarkan respon Anda terhadap kesulitan. Mendengarkan respon terhadap
kesulitan merupakan langkah penting dalam mengubah kecerdasan adversitas individu dari
sebuah pola seumur hidup, tidak sadar, yang sudah menjadi kebiasaan, menjadi alat yang
sangat ampuh untuk memperbaiki pribadi dan efektifitas jangka panjang. Disini menanyakan
apakah respon kecerdasan adversitas individu rendah atau tinggi? dan pada dimensi-dimensi
mana yang paling tinggi dan paling rendah?
b. Explore: mengeksplorasi semua asal-usul dan pengakuan individu atas akibatnya. Pada
tingkatan ini individu didorong untuk mengetahui apa kemungkinan penyebab kesulitan yang
terjadi, dimana hal ini merujuk pada kemampuannya untuk mencari sebab sebab terjadinya,
dan mengerti bagian mana yang menjadi kesalahan individu, seraya mengeksplorasi secara
spesifik apa yang dapat dilakukan menjadi lebih baik. Pada tingkatan ini juga individu
didorong untuk menyadari aspek-aspek mana dari akibat-akibatnya yang harus dan bukan
menjadi tanggung jawabnya.
c. Analyse: menganalisa bukti kesulitan. Ditingkat inilah individu harus belajar menganalisa bukti
apa yang ada sehingga menyebabkan individu itu sendiri tak dapat mengendalikan kesulitan
tersebut. Bukti apa yang ada sehingga menyebabkan kesulitan itu menjangkau bidang-bidang
yang lain dari kehidupan individu, serta bukti apa yang ada bahwa kesulitan tersebut harus
berlangsung lebih lama dari pada yang perlu.
d. Do: lakukan sesuatu, pada tahapan ini individu diharapkan mampu terlebih dahulu
mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan guna melakukan sedikit banyak hal dalam
mengendalikan situasi yang sulit, dan kemudian melakukan sesuatu yang dapat membatasi
jangkauan dan membatasi keberlangsungan kesulitan tersebut dalam keadaannya saat hal itu
terjadi.
Serangkaian cara yang tertuang dalam LEAD di atas didasarkan pada pengertian bahwa
individu dapat mengubah kesulitan menjadi suatu peluang keberhasilan dengan mengubah
kebiasaan-kebiasaan berpikirnya. Perubahan diciptakan dengan mempertanyakan pola-pola lama
dan secara sadar membentuk pola-pola baru.
Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Cobb (dalam Smet, 1994), dukungan sosial merupakan informasi yang menuntut
seseorang meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang. Dukungan sosial memberikan dorongan
atau pengorbanan, semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu situasi (Chaplin, 2006).
Salah satu bentuk dari dukungan sosial adalah dukungan sosial keluarga. Keluarga merupakan
tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhan fisik dan psikologi mula-mula
terpenuhi dari lingkungan keluarga. Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan
harapan, tempat bercerita, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami
persoalan (Irwanto, 2002).
Menurut Smet (1994), setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri, antara
lain (1) Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang
dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, yang meliputi pemberian
nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan; (2) Perhatian emosional,
dukungan ini berupa dukungan rasa simpati dan empati, cinta kasih, kepercayaan dan
penghargaan; (3) Bantuan instrumental, bantuan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang
dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya
atau menolong secara langsung kesulitan yang sedang dihadapi; (4) Bantuan penilaian,
merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan
kondisi sebenarnya dan penilaian yang diharapkan dalam hal ini tentunya adalah penilaian yang
bersifat positif.
Purnawan (dalam Setiadi, 2008) mengungkapkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial keluarga, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
tahap perkembangan, tingkat pendidikan, faktor emosional dan spiritual. Faktor eksternal
meliiputi praktek di keluarga, cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi kesehatan individu. Kemudian, faktor sosioekonomi dan latar belakang budaya
mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk
cara mengatasi suatu hambatan yang terjadi.
Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Djiwandono, 2006) mengemukakan bahwa manusia sebagai makhluk
sosial dipengaruhi oleh berbagai motif. Salah satu motifnya adalah motivasi untuk berprestasi.
McClelland mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai usaha mencapai sukses atau berhasil
dalam suatu kompetisi untuk mencapai prestasi. Menurut Gill (dalam Gould & Weinberg, 2007)
menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha individu untuk mencapai kesuksesan,
bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi.
McClelland (dalam Uno, 2008) mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi, yaitu (1) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih
tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara individu dengan
motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang sangat
tinggi atau rendah; (2) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau
tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan
dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu dengan motivasi
berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang rendah; (3) Individu dengan motivasi
berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik (feedback) atau tugas yang sudah dilakukan,
bersifat konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan; (4)
Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya; dan (5) Memiliki kemampuan berinovasi,
dengan kata lain mampu menyelesaikan tugas dengan cara berbeda dari biasanya, menghindari
hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan
sesuatu, serta cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang.
McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi berprestasi, yaitu: (1) Harapan orangtua terhadap anaknya. Orangtua mengharapkan
anaknya untuk dapat meraih kesuksesan dan berprestasi. Oleh karena itu, orangtua melakukan
usaha-usaha khusus yang mendorong anaknya untuk sukses; (2) Peniruan tingkah laku. Melalui
pembelajaran observasi, individu mengamati dan meniru tingkah laku manusia disekitarnya; (3)
Lingkungan tempat pembelajaran berlangsung. Situasi dan kondisi yang aman, nyaman, dan
menyenangkan tentu akan memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi tiap individu.
Selain itu, Siagian (2012) mengungkapkan bahwa faktor-faktor berikut juga yang
mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu: (1) Karakteristik biografikal. Hal ini meliputi umur,
jenis kelamin, dan bawaan yang diperoleh sejak lahir; (2) Kepribadian, dapat diartikan sebagai
keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang
lain; (3) Persepsi merupakan tanggapan yang diberikan langsung terhadap sesuatu yang
dipengaruhi oleh diri orang yang bersaungkutan, sasaran persepsi, dan situasi; (4) Kemampuan
Belajar. Salah satu karakteristik yang membedakan manusia adalah kapasitasnya untuk belajar.
Kemajuan yang diraih oleh seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan belajarnya; (5) Nilainilai yang dianut. Hal ini berkaitan dengan pendapat seseorang tentang norma-norma yang
menyangkut hal-hal seperti yang “baik”, “buruk”, “benar” atau “salah”.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif desain survei,
dengan menyebarkan kuisioner berupa skala likert untuk mengukur kecerdasan adversitas,
dukungan sosial keluarga, dan motivasi berprestasi. Data yang didapatkan selanjutnya akan
diolah dengan program SPSS 22.0 for Windows. Adapun kuisioner untuk mengukur kecerdasan
adversitas dikembangkan dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) dengan
reliabilitas sebesar 0,868. Kuisioner untuk mengukur dukungan sosial keluarga dikembangkan
dari bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Smet (1994) dengan reliabilitas
sebesar 0,822. Kuisioner untuk mengukur motivasi berprestasi dikembangkan dari ciri-ciri
individu yang bermotivasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (dalam Uno, 2008) dengan
reliabilitas sebesar 0,858.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet selam Surabaya yang tergabung
dalam tim Pusat Latihan Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi
Gelorakan Kemenangan (SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet
adalah 40 orang. Dikarenakan jumlah atlet selam Surabaya yang tergabung dalam tim
PUSLATCAB dan SIAP GRAKK kurang dari seratus, yaitu berjumlah 40 orang, maka teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, di mana jumlah sampel sama dengan
populasi (Sugiyono, 2007). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan
SPSS 22.0 for windows untuk mencari signifikansi pengaruh menggunakan uji regresi linear
sederhana untuk hipotesis pertama dan kedua, serta uji regresi berganda untuk hipotesis ketiga.
Dalam pengujian hipotesis Penulis melakukan beberapa hal untuk menganalisis data dalam
penelitian ini, yaitu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas, uji linearitas, dan uji
multikolinearitas; serta uji hipotesis.
Hasil dan Pembahasan
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang seluruhnya merupakan atlet
selam Surabaya yang tergabung dalam tim PUSLATCAB dan SIAP GRAKK. Data demografis
yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki jumlah yang seimbang
antara responden pria dan wanita, yaitu 20 responden laki-laki dan 20 responden perempuan.
Kategorisasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Total
Tabel 1 Hasil Kategorisasi Variabel Penelitian
Motivasi
Kecerdasan
Berprestasi
Adversitas
0
0
0
0
4
11
34
24
2
5
40 orang
40 orang
Dukungan Sosial
Keluarga
0
0
1
23
16
40 orang
Penulis melakukan uji terhadap tiga hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini.
Hasil dari uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas memiliki pengaruh
terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi
linear sederhana, di mana nilai koefisien korelasi sebesar 0,496 dengan nilai signifikansi 0,001
(sig.