Studi Tentang Pelaksanaan Pembagian Har Ta Bersama Di Pengadilan Agama Sukoharjo (Studi Putusan No.0910/Pdt.G/2010/Pa.Skh )

STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAR TA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI PUTUSAN NO.0910/PDT.G/2010/PA.SKH )

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk Melengkapi sebagian persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana SI

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh Burhanudin H.A NIM. E0008129 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI PUTUSAN NO.0910/PDT.G/2010/PA.SKH )

Oleh Burhanudin H.A NIM. E0008129

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 3 Januari 2013

Dosen Pembimbing

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI PUTUSAN NO.0910/PDT.G/2010/PA.SKH)

Oleh Burhanudin H.A NIM. E0008129 Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan

Hukum (skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada: Hari : Selasa Tanggal : 5 Februari 2013

DEWAN PENGUJI

1. Harjono, S.H.,MH

ketua

2. Safrudin Yudowibowo, S.H.,MH

Sekretaris

3. Dr.Soehartono, S.H.,M.Hum

Anggota

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Burhanudin H.A Nim : E0008129 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

“STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERASAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI PUTUSAN

NO.0910/PDT.G/2010/PA.SKH” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta , 5 Februari 2013 Yang membuat pernyataan

Burhanudin H.A NIM. E0008129

commit to user

MOTTO

“Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil’’ “jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,

tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi kamu sendiri yang tersenyum (Mahatma Gandhi)”

“Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal

yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah

tempat meminta dan memohon”

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan rizkiNYA.

2. Nabi Muhammad SAW.

3. Bapak Ibu, adik dan keluarga besarku untuk cinta, doa dan kepercayaan yang diberikan.

4. Sahabat-sahabat, teman-teman, dan teman

dekatku

yang selalu memberikan dukungan dan doa yang begitu besar.

5. Dan untuk semua yang telah memberiku semangat dan bantuan hingga skripsi ini terwujud.

6. Pembaca yang budiman.

7. Almamater.

commit to user

ABSTRAK

Burhanudin H.A. 2012. STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas pelaksanaan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Sukoharjo dan hambatan- hambatan proses pemeriksaan gugatan Pembagian Harta Bersama di Pengadilan Agama Sukoharjo.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data berasal dari data primer yaitu hasil wawancara dengan hakim di pengadilan agama sukoharjo dan panitera di pengadilan agama sukoharjo. sumber data sekunder berasal dari literature, buku-buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian.

Pembagian harta bersama diatur dalam Pasal 35-37 undang-undang nomor

1 tahun 1974 Selain itu terdapat Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 KHI. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pembagian harta bersama dilakukan atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka harta kekayaan yang diperoleh baik dari pihak suami atau isteri menjadi hak bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan dan jika perkawinan putus, masing-masing berhak 1/2 (setengah) dari harta tersebut. Kendala-kendala yang sering muncul dalam pelaksanaan pembagian harta bersama adalah sering sekali para pihak itu tidak punya bukti yang lengkap tentang harta bersama.

Kata kunci : Perceraian, Pelaksanaan pembagian harta bersama, Hambatan, Pengadilan Agama Sukoharjo

commit to user

ABSTRACT

Burhanudin H.A. Of 2012. STUDY ON THE IMPLEMENTATION OF MUTUAL PROPERTY SHARING IN SUKOHARJO RELIGON COURT. Faculty of Law UNS.

Burhanudin H.A ABSTRACT

This research aims to find out obviously how the implementation of Mutual Property Sharing is in Sukoharjo Religion Court and what obstacles do emerge in the implementation of Mutual Property Sharing in Sukoharjo Religon Court.

This study employed an empirical law research method that was descriptive in nature with qualitative approach. The data source derived from primary data including the result of interview with the judge of Sukoharjo Religion Court and registrars of Sukoharjo Religion Court. The secondary data source derived from literature, scientific books, scholars’ scientific paper/work, and documents relevant to the object of research.

The mutual property sharing is governed in articles 35-37 of Law Number

1 of 1974. In addition there is Islamic Law Compilation concerning the mutual property sharing as governed in the Articles 96 and 97 of KHI. Considering the result of research, it could be concluded that the Mutual property sharing was done based on the Law Number 1 of 1974 about Marriage and Islamic Law Compilation; therefore the property obtained, from either husband or wife, becomes the shared right unless determined otherwise in the marriage agreement and if the marriage is broken, each party is entitled for ½ (a half) of the property. The obstacles frequently arising in the implementation of mutual property sharing is that the parties frequently do not have complete evidence about the mutual property.

Keywords: Divorce, Implementation of Mutual property sharing, obstacle,

Sukoharjo Religion Court.

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillahirobbil alamin atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal dan akhir, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN

HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI PUTUSAN NO.0910/PDT.G/2010/PA.SKH )”.

Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Sukoharjo dan hambatan-hanbatan pelaksanaan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Sukoharjo.

Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, tetapi atas bantuan, dorongan dan dukungan dari semua pihak yang telah banyak membantu, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya antara lain kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.

2. Ibu Prof. Dr. Hartiniwingsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara

4. Bapak Dr.Soehartono,S.H.,M.Hum dan Bapak Safrudin Yudowibowo, S.H.,MH selaku pembimbing skripsi dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga terselaikannya skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Jamin, S.H.,M.Hum selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

commit to user

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan memberikan inspirasi kepada Penulis.

7. Karyawan dan Staff Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran perkuliahan.

8. Bapak Abdul Basyir, bapak Munjid Lughowi, bapak Ahmad Baidlhowi selaku hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo dan Drs.amir selaku Panitera Hukum di Pengadilan Agama Sukoharjo yang selalu bersedia memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian penulis serta bersedia membimbing penulis.

9. Seluruh staff karyawan di Pengadilan Agama Sukoharjo yang telah mendukung berlangsungnya penelitian oleh penulis.

10. Bapak Miyadi dan ibu Widayati tercinta, serta adik dan keluarga besar penulis atas dorongan moril maupun spirituil dan sumber inspirasi serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seluruh Fakultas Hukum : Abdul, Bambang, Rizky, Toni, Imron, Bagus, Maulana, Rinof, Khrisna, Yoga, Warih Adi, Wawan, Lisa, Retno, Ardani, Anisa, Bowo, Jaber, Riko, Edo, serta seluruh angkatan, terima kasih atas semangat dan dorongan bagi penulis sehingga dapat menyelasikan penulisan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat karibku : Doel, Yudek, Boncu, Gogon, Junet, Gemboel, Yunan, Simbah, Kancil, Emo, Pandu, Jack, Catur, Menik, Briliant, Giselle,

dan AriCaping yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, Semoga Allah SWT membalas kebaikan pada kita semua. Amin.

commit to user

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan. Dan demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini, segala sumbangan pemikiran dan kritik yang membawa kebaikan dengan senang hati penulis perhatikan.

Surakarta, 5 Februari 2013

BURHANUDIN H.A E0008129

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Teknik Analisa Data…………………………………………… 10 Gambar 2 : Kerangka Pemikiran………………………………………........ 33 Gambar 3

: Perkara Pembagian Harta Bersama……………………………. 35

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas maret Surakarta kepada Pengadilan Agama Sukoharjo.

Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor: W11-A28/2852/PB.00/XI/2012.

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga pasangan tersebut dipisahkan oleh keadaan dimana salah satunya meninggal dunia. Perkawinan dianggap penyatuan antara dua jiwa yang sebelumnya hidup sendiri-sendiri, begitu gerbang perkawinan sudah dimasuki, masing-masing individu tidak bisa lagi memikirkan diri sendiri akan tetapi harus memikirkan orang lain yang bergantung hidup kepadanya. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sampai ajal memisahkan pasangan suami istri itu dengan berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berawal dari perkawinan inilah terbentuk sebuah keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak, dimana seorang ayah bertindak

sebagai pemimpin keluarga dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan semua anggota keluarga. Ibu bertindak lebih banyak dalam fungsi pengawasan kepada anak-anak dan membantu suami memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan organisasi kecil yang disebut keluarga.

Dalam keluarga suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan bagaimana satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda jenis kelamin bersatu membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bisa dibayangkan jika tanpa suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakatpun tidak akan pernah ada untuk membentuk

commit to user

kesatuan yang lebih besar yaitu suatu Negara hal ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya perkawinan dalam tatanan kehidupan manusia.

Semua individu yang sudah memasuki kehidupan berumah tangga pasti mengiginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan makmur.

Tujuan dari perkawinan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan suatu tujuan yang luhur dari perkawinan sehingga diperlukan perjuangan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga sampai ajal menjemput nantinya, hal ini dikarenakan dalam keluarga akan selalu muncul permasalahan yang sangat bisa menggoyahkan persatuan yang dibina tadi, bahkan keutuhan keluarga yang kuat bisa terancam dan berakibat kepada perceraian. Dalam jurnalnya Betsey Stevenson dan Justin Wolfers “berpendapat bahwa keluarga adalah hasil dari sebuah perkawinan dan bukan merupakan lembaga yang statis. Di mana suami dan istri adalah mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing dan pada bidang masing-masing. Saling melengkapi dan bekerjasama dalam pemeliharaan anak-anak” (Betsey Stevenson and Justin Wolfers, 2007: 27–52).

Untuk menjalin hubungan perkawinan atau membangun rumah tangga yang harmonis tidaklah mudah, karena dengan perkawinan telah

mempertemukan dua kebiasaan, pemikiran, bahkan kebudayaan dan adat yang berbeda. Perkawinan bukanlah untuk mempertentangkan perbedaan itu atau untuk menyatukan perbedaan itu, namun dalam perkawinan hendaknya menumbuhkan rasa toleransi dan saling pengertian atas perbedaan-perbedaan tersebut. Pada kenyataannya banyak dari perkawinan yang justru berakhir dengan perceraian karena ketidakmampuan untuk saling memahami dan toleransi terhadap perbedaan-perbadaan tersebut. Perceraian merupakan cara yang sah untuk memutus perkawinan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam

commit to user

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, berbunyi:

Perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian;

b. Perceraian; dan

c. atas keputusan Pengadilan. Hukum Islam membenarkan dan mengizinkan perceraian, kalau perceraian itu lebih baik daripada tetap berada dalam ikatan perkawinan tersebut, Pada prinsipnya perceraian adalah terlarang, banyak larangan Allah dan Rasul mengenai perceraian antara suami istri. Tidak ada sesuatu yang halal yang paling dimarahi oleh Allah selain dari talak. (Al Hadis Rawahul abu Daud, Hadis sahih dan diriwayatkan Nail al authar oleh hakim yang menyahihkan).

Prinsip perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang tentram, damai dan kekal untuk selama-lamanya, makanya proses untuk menuju perceraian itu tidaklah gampang bahkan dipersulit, suami tidak bisa begitu saja menjatuhkan talak kepada istri demikianpun sebaliknya istri tidak bisa langsung meminta cerai kepada suaminya. Baik suami ataupun istri diberikan kesempatan untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni dengan jalan musyawarah, jika masih belum terdapat kesepakatan dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan keluarga maka barulah kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk dicari jalan keluar yang terbaik. Dalam Journal of Economic Perspectives, Paul Amarto and Denise Previti “perceraian adalah peristiwa kompleks yang dapat dilihat dari berbagai perspektif. Mantan suami dan istri lebih cenderung menyalahkan mantan pasangan mereka daripada diri mereka sendiri untuk masalah yang menyebabkan perceraian. Mereka cenderung melihat faktor-faktor eksternal daripada melihat faktor penyebab perceraian yang berasal dari diri mereka sendiri” (Paul Amarto and Denise Previti, 2003:602-626).

Upaya terakhir yang ditempuh seandainya tidak mendapat jalan keluar yang sesuai melalui musyawarah adalah meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan permasalahan suami istri tadi. Pengadilan akan membuka

commit to user

kembali pintu perdamaian kepada para pihak dengan cara musyawarah memakai penengah yakni hakim, untuk orang yang beragama Islam akan membawa permasalahan ini kepada Pengadilan Agama sementara untuk agama lainnya merujuk kepada Pengadilan Negeri tempat mereka tinggal.

Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian, akan berpengaruh pula dalam harta bersama yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, yang biasanya disebut dengan harta bersama suami-istri atau harta gono-gini, baik yang berupa harta bergerak maupun harta yang tidak bergerak.

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 35-37 mengatur masalah harta benda dalam perkawinan, sebagai berikut: Pasal 35 (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama. (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36 (1) Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas

perjanjian kedua belah pihak. (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37 (1) Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur

menurut hukumnya masing-masing.

Dalam penjelasan Pasal 37 ditegaskan hukum masing-masing ini ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya yang bersangkutan dengan pembagian harta bersama tersebut. Ketentuan pasal-pasal tersebut, telah memberi batasan bahwa, masing-masing suami-istri berhak menguasai sendiri harta bawaan sebagaimana sebelum mereka menjadi suami-istri. Harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan bagian harta yang diperoleh dari hasil warisan, hadiah serta harta yang diperoleh dari hasil kerja sendiri sebelum adanya ikatan perkawinan menjadi milik pribadi.

commit to user

Pembagian harta bersama menurut ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditetapkan secara tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik cerai hidup maupun cerai mati. Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini, masing-masing mendapat setengah dari harta bersama tersebut.

Selengkapnya Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : (1) Apabila terjadi cerai mati, maka setengah harta bersama menjadi hak

pasangan yang hidup lebih lama. (2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditanguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau mati secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama.

Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyatakan: “Janda atau duda yang cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan” Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa keberadaan harta bersama

dalam suatu keluarga sangat diperlukan, baik itu selama masih dalam ikatan perkawinan maupun setelah putusnya hubungan perkawinan yang ditandai dengan adanya perceraian. Dalam pelaksanaannya setelah terjadinya perceraian, harta itu akan menjadi sangat penting artinya bagi suami maupun istri, sehingga mereka menghendaki agar pembagian harta tersebut dilakukan secepatnya. Hal ini dilakukan karena antara suami dan istri sama-sama membutuhkan dan berkepentingan dengan adanya harta bersama tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui tentang keberadaan harta bersama dalam suatu keluarga dalam masyarakat, khususnya setelah terjadinya perceraian, apakah pembagiannya sudah sesuai dengan peraturan

commit to user

perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, terutama Pasal 35-37 yang mengatur tentang harta benda dalam perkawinan. Selain itu, untuk mengetahui prosedur pembagian harta bersama akibat terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo, berkaitan dengan harta bersama akibat perceraian ini, maka penulis ingin mengkaji lebih mendalam dan menyusun penulisan hukum yang berjudul:

“STUDI TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (Studi kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, yang menjadi pokok masalah dalam pembahasan skripsi ini, adalah :

1. Bagaimana Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama dalam perkara No.0910/Pdt.G/2010/PA.SKH di Pengadilan Agama Sukoharjo?

2. Apakah Hambatan-Hambatan Proses Pemeriksaaqn Gugatan Pembagian Harta Bersama dalam Perkara No.0910/Pdt.G/2010/PA.SKH di Pengadilan Agama Sukoharjo ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan ini tidak terlepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pembagian harta bersama di wilayah yuridis Pengadilan Agama Sukoharjo.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam pembagian harta bersama serta upaya penyelesaiaannnya di Pengadilan Agama Sukoharjo.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk mendapatkan data dan informasi sebagai bahan utama dalam penyususan penelitian.

commit to user

b. Untuk memperoleh bahan hukum sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu bentuk proses untuk mendapatkan aturan- aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk mendapatkan jawaban dari isu-isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2010 : 35). Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan mempunyai manfaat bagi penulis dan orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat melukiskan tentang hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama di Pengadilan Agama Sukoharjo.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai acuan untuk penelitian sejenis secara lebih mendalam.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan bahan masukan, saran dan gagasan pemikiran kepada semua pihak khususnya Pengadilan Agama Sukoharjo.

b. Memperluas dan mengembangkan pola pemikiran dan penalaran sekaligus untuk mengimplementasikan ilmu penulis yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk memahami dan memecahkan masalah, sehingga didapatkan kebenaran ilmiah (Muhammad Idrus, 2009: 9). Metode pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara- cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan- lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006: 6). Dalam Penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah :

commit to user

1. Jenis Penelitian Pada Penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang tergolong dalam penelitian hukum empiris. Penelitian empiris artinya penelitian yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian data primer di lapangan terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006: 52).

2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif. Maksudnya untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori- teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10).

3. Pendekatan Penelitian Penelitian empiris salah satu model penelitian kualitatif. Ada dua jenis pendekatan dalam penelitian kualitatif, yaitu :

a. Pendekatan holistik, yang mengarahkan studi pada subyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspeknya, tanpa memilih (etnografis, grounded).

b. Pendekatan terpancang, yang memutuskan studi pada aspek yang dipilih berdasarkan kepentingan, tujuan, dan minat penelitiannya,

yang sering disebut dengan studi kasus (HB. Sutopo, 2002: 90). Pada penulisan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

terpancang, penulis akan melakukan studi kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo. Penulis memilih pendekatan terpancang berdasarkan untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta bersama setelah perceraian dan hambatan pelaksanaan pembagian harta bersama dalam perkara perceraian.

4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis mengambil lokasi di Kantor Pengadilan Agama Sukoharjo. Alasan memilih lokasi di

commit to user

Pengadilan Agama Sukoharjo sebagai obyek penelitian karena di Pengadilan Agama Sukoharjo penulis dapat memperoleh data yang diperlukan guna membantu penelitian ini.

5. Jenis dan Sumber Data Penelitian

a. Jenis Data

1) Data Primer Data yang diperoleh dari keterangan atau fakta langsung dan segera diperoleh dari sumber-sumber data di lapangan. Data ini diperoleh di Kantor Pengadilan Agama Sukoharjo .

2) Data Sekunder Data yang tidak diperoleh secara langsung yaitu data yang mendukung dan menunjang kelengkapan data primer melalui bahan kepustakaan, majalah, buku-buku ilmiah dan lain sebagainya.

b. Sumber Data

1) Sumber data primer Pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu : Pengadilan Agama Sukoharjo, hakim di lingkungan Pengadilan Agama Sukoharjo.

2) Sumber data sekunder Jenis data yang mempunyai hubungan erat dan secara langsung

mendukung sumber data primer yang diperoleh dari literatur, buku- buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana,dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian dan putusan Pengadilan Agama.

6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang diinginkan. Dengan ketetapan penggunaan teknik pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan. Sebagaimana telah diketahui, di dalam penelitian ini teknik pengumpulan

commit to user

data yang digunakan penulis, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, wawancara.

a. Studi dokumen atau bahan pustaka Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan bahan- bahan dari dokumen, buku-buku, atau bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang menyangkut dengan objek yang diteliti.

b. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah data yang diperlukan.

7. Teknik Analisis Data Menurut Soerjono Soekanto, metode (analisis) kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dengan kata lain bahwa seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi juga untuk memahami kebenaran tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan model interaktif yaitu model analisa yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, maka data-data diproses

melalui tiga komponen tersebut (HB. Sutopo, 1988: 37). Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu dengan yang lainnya secara sistematis (HB. Sutopo, 2002: 96).

Gambar 1 : Teknik Analisis Data

PENGUMPULAN DATA SAJIAN DATA REDUKSI DATA KESIMPULAN

commit to user

Analisis Interaksi Dengan model analisis ini, maka peneliti harus bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bolak balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponen- komponen tersebut akan didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara diskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh.

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga membuat siklus (HB, Sutopo, 2002 : 13).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum memberikan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan berisi anatara lain : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sitematika penelitian, jadwal penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab tinjauan pustaka pada sub pertama kerangka teori berisi tentang : tinjauan umum tentang perkawinan, tinjauan umum tentang perceraian, tinjauan umum tentang harta bersama, Pada sub bab kedua berisi tentang kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas dalam bab ini yaitu pelaksanaan pembagian harta bersama di pengadilan agama sukoharjo dan hambatan-hambatan bagi hakim

commit to user

dalam pelaksanaan pembagian harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Sukoharjo.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab penutup menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Perkawinan

a. Pengertian Perkawinan Nikah (kawin) menurut arti asli adalah hubungan seksual tetapi

menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.

Perkawinan juga didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat hubungan seksual, hak membesarkan anak secara legal dengan membangun suatu divisi pekerjaan dengan pasangan (Quroyzhin Kartika Rini dan Retnaningsih, 2007: 158). Adapun beberapa pengertian perkawinan itu sendiri sebagai berikut

1) Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihatdan merupakan ikatan yang dapat mengungkapkan adanya hubungan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki untuk hidup bersama sebagai suami istri, ikatan lahir sangat diperlukan untuk melindungi arti penting perkawinan itu, baik ditinjau dari mereka yang bersangkutan maupun bagi masyarakat, dengan demikian perkawinan merupakan perbuatan hukum yang mempunyai kekuatan hukum (M. Idris Ramulyo, 2000 : 20)

commit to user

2) Hukum Islam Pernikahan (perkawinan) adalah akad yang sangat kuat atau mistaqaan ghalizaan untuk mentaaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, perkawinan dalam islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalankan hidup di dunia ini, juga mencegah perzinahan agar tercapai ketenangan dan ketentraman jiwa bagi kedua suami istri, ketentraman keluarga dan masyarakat(H. Helmy Masdar : 12)

3) Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Sakinah berarti suasana dalam kehidupan rumah tangga senantiasa dalam keadaan aman dan tentram tidak terjadi perselisihan paham yang prinsipil. Mawadah dan rahmah yaitu kehidupan rumah tangga selalu harus dijamin, saling mencintai dikala masih muda dan dipupuk terus agar saling menyantuni dikala sudah tua.

4) Menurut Ibrahim Hosein Nikah (kawin) menurut arti asli adalah dapat juga berati aqad

dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti lain ialah bersetubuh (Hosein Ibrahim, 1971:65).

b. Dasar Hukum Perkawinan

1) Menurut syariat Islam

2) Sumber-sumber hukum perkawinan dalam Al-Qur’an dapat dilihat dalam ayat-ayat berikut:

commit to user

a) QS An Nisaa ayat (1)

“Wahai manusia! bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu” (Depag RI, 2005: 77).

b) QS An nisaa ayat (3)

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kau menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim” (Depag RI, 2005: 77).

c) QS An Nisaa ayat (127)

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur`an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” (Depag RI, 2005: 77).

d) Qs Al Nuur ayat (32)

“Dan nikahilah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba- hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kememampuan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”(Depag RI, 2005: 77).

commit to user

e) QS Al Ruum ayat (21)

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia Menciptakan pasangan-pasanganmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadannya, dan Dia Menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”(Depag RI, 2005: 77).

Di samping itu juga terdapat beberapa hadist Rasulullah yang berhubungan dengan perkawinan:

a) Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah yang terjemahannya: “Nikah itu sunnahku, maka barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, dia bukan umatku” (Slamet Abidin dan Aminudin. 1999: 16).

b) Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim “Wahai para pemuda, barangsiapa mempunyai kemampuan untuk menikah, hendaklah segera menikah. Sebab pernikahan itu akan lebih menjaga kemaluanmu dan menundukkan pandangan” (Mustafa Husein Atthar, 2003: 109).

3) Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

a) Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang - undang Nomor 1 tahun 1974;

c) Intruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam;

d) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

e) Peraturan Menteri agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim.

commit to user

c. Tujuan Melakukan Perkawinan

1) Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan : Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Menurut Filosof Islam Imam Ghazali, Tujuan perkawinan adalah sebagai berikut: (1) Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan

keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia;

(2) Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan; (3) Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan; (4) Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis

pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang;

(5) Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki

dan memperbesar rasa

tanggungjawab.

2. Tinjauan Tentang perceraian

a. Pengertian Perceraian Secara harfiah, perceraian adalah pemutusan terhadap ikatan pernikahan secara agama dan hukum (Mardiana Kappara: definisi perceraian ( http://seputarpernikahan.com/favorit/definisi-perceraian- dalam-islam/ di akses pada 26 maret 2012 pukul 11.00). Beberapa pengertian tentang perceraian:

1) Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing- masing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku ( http://sukanitha.blogspot.com/2011/01/perceraian.html di akses pada 7 agustus 2012 pukul 20.11) );

commit to user

2) Perceraian adalah berpisahnya suami dan istri, Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. Dan biasanya diakibatkan karena suami maupun istri tidak berperan baik dalam perannya masing-masing (AjengKomala_ http://www.definisi.info/definisiperceraian.html di akses pada 7 agustus 2012 pukul 20.11) );

3) Dalam Pasal 38 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan dapat putus karena :

a. Kematian;

b. perceraian dan;

c. atas keputusan Pengadilan. Berdasarkan Undang–undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perceraian diatur dalam Pasal 39. Pasal 39: (1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara

suami istri itu tidak dapat hidup sebagai suami istri. (3) Tata cara perceraian di depan pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan sendiri.

b. Alasan Perceraian (Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam)

1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar dissembuhkan;

2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain yang di luar kemampuannya;

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

commit to user

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;

6) Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkarandan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tannga;

7) Suami melanggar taklik talak;

8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

c. Macam-macam/klasifikasi perceraian Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan

Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo. Peraturan Menteri agama Nomor 3 Tahun 1975, klasifikasi perceraian adalah sebaagai berikut:

1) Kematian Kematian suami atau istri dalam arti hukum adalah putusnya ikatan perkawinan. Jika istri yang meninggal dunia, maka seorang suami boleh kawin lagi dengan segera, tetapi seorang janda karena yang meninggal suami, harus menunggu lewat jangka waktunya tertentu sebelum dapat kawin lagi. Jangka waktu tersebut disebut iddah. Iddah karena kematian suami adalah empat bulan sepuluh hari dari meninggalnya suami dan jika pada akhir waktu ini istri hamil, maka jangka waktu untuk dapat kawin lagi sampai dia melahirkan anaknya. Putusnya perkawinan dengan matinya salah satu pihak dari suami atau istri menimbulkan hak saling waris-mewarisi atas harta peninggalan yang mati manurut hukum waris (faraid), kecuali matinya salah satu pihak itu karena dibunuh oleh salah satu pihak lain.

2) Perceraian

a) Cerai-thalaq (permohonan) Cerai Talak, adalah perceraian yang terjadi sebagai akibat dijatuhkannya talak oleh suami terhadap istrinya dimuka sidang pengadilan. Cerai talak ini hanya khusus untuk yang beragama

commit to user

Islam, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975: Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut

agama Islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk itu.

b) Cerai- gugatan Perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan oleh

salah satu pihak kepada Pengadilan. Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ditegaskan bahwa gugatan perceraian dapat dilakukan oleh istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seseorang yang suami atau istri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain

agama

Islam ( http://eprints.undip.ac.id/18035/1/KALANG_JAYADI.pdfdi akses pada 7 agustus 2012 pada pukul 20.11)

c) Keputusan Pengadilan Pasal 38 butir (c) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu atas Putusan Pengadilan berbeda dengan keputusan pengadilan dalam rangka perceraian. Putusnya perkawinan dimaksud, yaitu tanpa adanya permohonan pembatalan atau gugat cerai dari pihak suami istri atau keluarganya atau yang diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang batalnya Perkawinan, sedangkan menurut Pasal 23 Undang - undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan permohonan pembatalan perkawinan ini di samping dapat diajukan oleh keluarga dari suami istri atau masing-masing suami istri bersangkutan, dapat pula diajukan oleh pemerintah yang

commit to user

berwenang. Sehingga dengan demikian, mungkin saja suami istri tidak ingin bercerai atau membatalkan perceraian tersebut, tetapi oleh pejabat pemerintah yang berwenang dapat mengajukan permohonan pembatalan tersebut. Jika memang perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat suatu perkawinan, sesuai dengan bunyi Pasal 22 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, misalnya melanggar larangan perkawinan Pasal 8 Undang - undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu suami istri ternyata masih saudara kandung dan perkawinan juga berdasarkan suatu agama tertentu, mungkin pasangan tersebut tidak ingin bercerai tetapi perkawinan tersebut tidak sah lagi, sehingga pihak yang berwenang perlu mengusahakan melakukan pembatalan ( http://eprints.undip.ac.id/17794/1/INDRA_ADITAMA.pdf di akses pada 7 agustus 2012 pada pukul 20.11)

d. Tata Cara Perceraian Mengenai tata cara perceraian ini diatur oleh Pasal 39 dan 40 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyebutkan: Pasal 39 berbunyi:

1) Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

3) Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri

Pasal 40 menyatakan:

1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.

2) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

commit to user

berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian hanya terjadi dengan sah jika gugatannya diajukan kepada Pengadilan, untuk yang beragama Islam dapat mengajukan kepada Pengadilan Agama, sementara agama yang lain ke Pengadilan Negeri. Sementara Kompilasi Hukum Islam Pasal 129-131 memuat tentang bagaimana tata cara dan pelaksanaan jika suami dan istri akan bercerai, antara lain:

a) Seorang suami akan menjatuhkan talak kepada istrinya, mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal istri disertai alasan serta meminta agar diadakan sidang;

b) Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi;

c) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dalam waktu selambat-lambatnya tigapuluh hari memanggil pemohon dan istri untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak;

d) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang ijin bagi suami untuk mengikrarkan talak;

e) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh istri atau kuasanya;

f) Bila suami tidak mengucapkan talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak keputusan Pengadilan Agama tentang ijin talak baginya mempunyai kekuatan hukum tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan perkawinan tetap utuh;

g) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan istri, helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayah tempat tinggal suami diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga

commit to user

keempat disimpan Pengadilan Agama.

e. Akibat perceraian

1) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan tentang akibat putusnya pekawinan karena perceraian :