ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Oleh: LUKAS SETYO D H0306072 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

yang dipersiapkan dan disusun oleh Lukas Setyo D

H 0306072

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 28 April 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Setyowati, SP, MP

NIP. 19670331 199303 2 001

Mei Tri Sundari, SP, Msi

NIP. 19780503 200501 2 002

Ir. Sugiharti Mulya H, MP

NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, Mei 2011

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat serta limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripisi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripisi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, MSi. selaku Ketua Jurusan / Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret surakarta.

3. Ibu Setyowati,SP, MP selaku Pembimbing Utama atas bimbingan dan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini

4. Ibu Mei Tri Sundari,SP, MSi selaku Pembimbing Pendamping atas bimbingan dan arahannya selama ini.

5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku dosen Penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayah (Alm) dan Ibu yang telah memberikan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dukungan, semangat dan inspirasi dalam hidup saya.

7. Semua kakakku tercinta, Mbak Setyo dan Mas Wawang, Mbak Putri dan Mas Heri serta Ksenya keponakanku.

8. Adikku Gabriel terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

9. Sahabatku disaat suka dan duka Finza, atas persahabatan yang telah terlalui selama ini terangkai indah selama ini.

10. Seluruh teman-teman KMK atas segala dukungan yang telah diberikan selama ini.

11. Teman-teman Agrobisnis 2006, atas segala bantuan, dukungan dan persahabatan yang indah di kampus hijau ini.

spiritual hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Februari 2011

Penulis

Nomor Judul Halaman

1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis ................................

2. Luas Panen Dan Produksi Kubis Di Kabupaten Semarang Tahun 2004-2008 ....................................................................

3. Keadaan Harga Tingkat Produsen Dan Konsumen Kubis Bulan Januari-Desember 2009 Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ..........

4. Kandungan Zat Gizi Dalam Kubis Per 100 Gram Bahan

Segar ...................................................................................... 13

5. Luas Panen Produktivitas Dan Produksi Kubis Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2008 .......................

6. Rata-Rata Curah Hujan Dan Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008 ................

7. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Semarang Tahun 2008 .............................................................................

8. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Bandungan Tahun 2008 ..........................................................

9. Keadaan Penduduk Di Kabupaten Semarang Menurut Pendidikan Tahun 2008 ..........................................................

10. Keadaan Penduduk Di Kecamatan Bandungan Menurut Pendidikan Tahun 2008 ..........................................................

11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kabupaten Semarang Tahun 2008 ..........................................

12. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kecamatan Bandungan Tahun 2008 .......................................

13. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008 .............................................................................

14. Luas Penggunaan Lahan Di Kecamatan Bandungan Pada Tahun 2008 .............................................................................

15. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan Tanaman Hortikultura Di Kabupaten Semarang Tahun 2008 ........................................................................................

16. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Bandungan Tahun 2008 ........................................................................................

Tahun 2008 .............................................................................

49

18. Lembaga Perekonomian Di Kecamatan Bandungan Pada Tahun 2008 .............................................................................

50

19. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober 2009 ..........................................................................

53

20. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober 2009 ........................................................................................

56

21. Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan – Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ................................................................................

60

22. Nilai Koefisien Regresi Tiap-Tiap Variabel ..........................

61

Nomor Judul Halaman

1. Skema Kerangka Berpikir Dalam Penelitian ..........................

23

2. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 - Oktober 2009 ........................................................................................

53

3. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 - Oktober 2009 ........................................................................................

56

4. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 - Oktober 2009 ..............

58

Nomor Judul Halaman

1. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan

Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober 2009 ..........................................................................

71

2. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober 2009 ........................................................................................

72

3. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum di Kabupaten

Semarang Januari 2008-Oktober 2009 ...................................

73

4. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di

Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan ...................................

74

5. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di

Pasar Ungaran Kabupaten Semarang .....................................

75

6. Data Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem dengan

Pasar Ungaran .........................................................................

76

7. Analisis Regresi antara Pasar Ngasem dengan Pasar Ungaran

77

8. Dokumentasi Penelitian ..........................................................

82

9. Peta Kecamatan Bandungan dan Kabupaten Semarang .........

84

10. Surat Izin Penelitian ...............................................................

86

Lukas Setyo Daryono 1 Setyowati, SP. MP. 2 dan Mei Tri Sundari, SP. MSi. 3

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang serta untuk mengkaji variabel apa sajakah yang mempengaruhi pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

Metode dasar penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu Pasar Ngasem sebagai pasar produsen (lokal) dan Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen (acuan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis keterpaduan pasar dengan IMC, pengujian model dengan uji R 2

, uji F, dan uji t serta pengujian

asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang dalam jangka pendek. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar nol(0), yang artinya bahwa informasi tentang perubahan harga yang terjadi di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang tidak ditransmisikan ke Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan. Dari ketiga variabel yang diteliti, variabel yang berpengaruh adalah variabel harga kubis pada bulan yang lalu yang terjadi di Pasar Ungaran (HAt-1) dan Selisih harga kubis di Pasar Ungaran pada waktu sekarang dengan waktu yang lalu(HAt-HAt-1). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah kurang lengkapnya berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pemberian informasi baik bagi pedagang, petani

ataupun masyarakat sebagai konsumen, kurangnya kerjasama koordinasi kedua pasar tersebut antara kedua dinas yang terkait, adanya lembaga-lembaga pemasaran yang terkait dalam distribusi sayuran kubis, serta adanya persaingan harga kubis yang berasal dari daerah lain di kedua pasar tersebut.

Kata Kunci : Keterpaduan Pasar, Kubis

Keterangan :

1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0306072

2. Dosen Pembimbing Utama 3. Dosen Pembimbing Pendamping

A. Latar Belakang

Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan cukup besar. Manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah memiliki nilai estetikanya, konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam. Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Buah-buahan dan sayuran mengandung cukup banyak pangan protein maupun vitamin serta mineral. Protein hewani harganya sangat mahal, hingga tidak terjangkau oleh kebanyakan penduduk Indonesia. Karena itu sayuran dan buah-buahan diharapkan dapat berperan lebih menonjol, mengingat disamping harganya yang relatif terjangkau juga lebih mudah diperoleh. Meningkatnya konsumsi sayuran dan buah-buahan penduduk Indonesia bukan hanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan keluarga, namun juga oleh bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi keluarga (Ashari, 1995)

Dewasa ini lebih dari empat ratus jenis buah-buahan dan berbagai jenis varietas sayuran yang dihasilkan di Indonesia menyumbang sebagian besar keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat. Buah-buahan dan sayuran memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber pangan. Hal ini terlihat dari perdagangan sayuran dan buah antar negara, sehingga mampu memberikan devisa bagi negara. Selain itu buah maupun sayuran masih memiliki pangsa pasar yang luas dan berpotensi baik untuk dikembangkan, hal ini dikarenakan kebutuhan akan sayuran dan buah oleh manusia yang semakin bertambah jumlahnya (Soekartawi, 1993)

Dalam dunia pertanian yang semakin berkembang pesat, termasuk pengetahuan tanaman sayuran pun juga mengalami kemajuan. Jenis tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi hingga kini masih mendapat tempat di hati para petani maju, sebab dengan melaksanakan usaha tani tersebut diharapkan petani memperoleh pendapatan yang lebih baik karena di dalam Dalam dunia pertanian yang semakin berkembang pesat, termasuk pengetahuan tanaman sayuran pun juga mengalami kemajuan. Jenis tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi hingga kini masih mendapat tempat di hati para petani maju, sebab dengan melaksanakan usaha tani tersebut diharapkan petani memperoleh pendapatan yang lebih baik karena di dalam

Dengan melihat berbagai potensi yang dimiliki, budidaya tanaman hortikultura utamanya sayuran, mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Salah satu jenis sayuran yang dapat dibudidayakan serta mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi petani adalah sayuran kubis. Kubis atau kola atau engkol merupakan salah satu jenis sayuran daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di negara Indonesia selain untuk memenuhi keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas

ekspor. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, kubis termasuk kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia, yakni bersama- sama dengan blumkol, kentang, tomat, lombok dan bawang merah ( Rukmana, 1995)

orang. Cita rasanya enak dan lezat, juga mengandung gizi cukup tinggi serta komposisinya lengkap, baik vitamin maupun mineral. Dalam Tabel 1, berikut akan diperlihatkan kandungan gizi yang terdapat dalam sayuran kubis : Tabel 1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis Per 100 Gram Bahan Segar

Komposisi Gizi

Kubis-merah/ 1) (umbi)

Kubis-krops 2) (umum) Kalori (kal.)

Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Natrium (mg) Niacin (mg) Serat (gr) Abu (gr) Vitamin A (SI)

Vitamin B 1 (mg)

Vitamin C (mg) Air (gr)

Sumber: Direktorat Gizi Dep. Kes. R.I. dan Food and Nutritiom Centre, Hand Book No. 1 Manila dalam Rukmana (1995).

Kubis merah dan juga kubis krops sama-sama mempunyai berbagai kandungan gizi serta vitamin yang cukup besar, antara lain : protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, niacin, serat, abu, air serta vitamin A, B1 dan C. Kubis merah serta kubis krops mengandung kalsium sebesar 46 mg serta 64 mg per 100 gram bahan segar. Karbohidrat yang terkandung dalam kubis merah serta kubis krops adalah sebesar 5.3 gr per 100 gram buah segar. Kubis merah serta kubis krops juga mengandung zat besi, walaupun dalam jumlah yang relatif kecil yaitu sebesar 0.5 mg serta 0.7 mg per 100 gram bahan segar (Rukmana, 1995).

Kubis segar mengandung banyak vitamin (A, beberapa B, C, dan E). Kandungan Vitamin C cukup tinggi untuk mencegah skorbut (sariawan akut). Mineral yang banyak dikandung adalah kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung sejumlah senyawa yang merangsang Kubis segar mengandung banyak vitamin (A, beberapa B, C, dan E). Kandungan Vitamin C cukup tinggi untuk mencegah skorbut (sariawan akut). Mineral yang banyak dikandung adalah kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung sejumlah senyawa yang merangsang

Kubis juga merupakan sayur-sayuran yang mengandung keratin, kerotina serta zat gizi yang bersifat melawan kanker seperti indoles dan selenium. Kubis dapat menghentikan pendarahan serta menyembuhkan sembelit. kalium,dan asam folat dalam kubis membantu mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

Gambaran mengenai luas panen dan produksi kubis di Kabupaten Semarang dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Kubis di Kabupaten Semarang Tahun 2004-

Luas Panen (ha)

Produksi (kw)

Sumber: BPS Kabupaten Semarang, 2009 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa luas panen kubis dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi harga. Penurunan luas panen yang disertai dengan penurunan hasil produksi terjadi pada tahun 2006, hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan hasil produksi dari sentra-sentra penghasil kubis di kabupaten Semarang sehingga produksi kubis menurun dari tahun sebelumnya, sedangkan pada satu tahun sesudahnya yaitu pada tahun 2007 terjadi peningkatan luas panen diikuti dengan peningkatan hasil produksi.

Pemasaran merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha pertanian karena pemasaran merupakan tindakan ekonomi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan petani. Produksi yang baik akan sia –sia karena harga pasar yang rendah. Karena itu tingginya produksi tidak mutlak memberikan hasil atau keuntungan tinggi tanpa disertai pemasaran yang baik dan efisien (Kotler, 2001)

pertanian dilalui. Hasil atau komoditas pertanian dari petani, mempunyai sifat yang mudah rusak atau tidak bisa tahan lama. Selain itu, karakteristik lainnya adalah diproduksi secara terpencar-pencar sehingga agar komoditas pertanian dapat segera dimanfaatkan oleh konsumen, maka diperlukan pemasaran pertanian yang dapat memindahkan komoditas pertanian tersebut dari sentra produksi ke sentra konsumsi (Sudiyono, 2002). Proses pemasaran akan berhasil jika ditunjang oleh adanya lembaga-lembaga pemasaran, antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar serta pedagang pengecer. Hasil pertanian yang disalurrkan oleh lembaga-lembaga pemasaran tadi dijual di pasar. Pasar secara umum merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli (Anonim, 2010), dengan adanya pasar berbagai komoditas hasil pertanian dapat disampaikan secara langsung kepada konsumen.

Pasar Ngasem merupakan pasar produsen dengan berbagai komoditas, antara lain adalah komoditas kubis. Pasar ini terletak di Kecamatan Bandungan dan merupakan pasar yang menjadi pasar sentra berbagai komoditas hasil pertanian. Komoditas kubis yang dipasarkan di pasar Ngasem tidak saja dipasarkan untuk kebutuhan lokal di Kecamatan Bandungan dan sekitarnya, tetapi juga didistribusikan bagi kebutuhan komoditas pertanian di luar Kecamatan Bandungan yaitu Pasar Ungaran yang terletak di kabupaten Semarang. Gambaran tentang perbedaan harga kubis yang terjadi baik di tingkat produsen (Pasar Ngasem) dengan harga di tingkat konsumen (Pasar Ungaran) dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Januari-Desember 2009 di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang

Bulan

Harga di Pasar Ngasem

(Rp/kg)

Harga di Pasar Ungaran

(Rp/kg)

Margin Harga (Rp/kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Penurunan harga terjadi ketika panen raya di sentra-sentra produksi kubis di Kabupaten semarang sehingga akan mempengaruhi harga kubis di tingkat produsen. Pada bulan Februari 2009 terjadi kenaikan harga yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp. 307,- , dari harga Rp. 889,- pada bulan Januari menjadi Rp. 1.196,- pada bulan Februari, dikarenakan pada bulan tersebut terjadi penurunan jumlah panen kubis. Tetapi di lain pihak pada bulan Oktober terjadi penurunan harga yang cukup tajam, yaitu sebesar Rp. 410,- dari harga Rp. 1.065,- pada bulan September menjadi Rp. 655,- pada bulan Oktober, dikarenakan pada bulan ini terjadi kenaikan jumlah panen kubis di sentra-sentra penghasilnya. Hal lain yang juga turut berperan serta dalam terjadinya fluktuasi harga adalah dikarenakan banyaknya hasil pertanian luar daerah seperti dari Wonosobo dan Magelang yang membanjiri pasar Ngasem Sebagai contoh sayuran kubis dulu di Bandungan banyak yang menanamnya, tapi kini kubis Bandungan kalah bersaing dengan kubis dari daerah lain. Kualitas sayuran kubis yang lebih baik dan harga yang bersaing membuat produk setempat terdesak. Secara keseluruhan, kecenderungan perubahan

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Semarang Tahun 2009

produsen. Selain itu, keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran serta biaya pemasaran merupakan komponen dari margin pemasaran yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen.

B. Perumusan Masalah

Adanya lembaga-lembaga pemasaran akan menyebabkan terjadinya perubahan harga di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen, hal tersebut dikarenakan adanya biaya pemasaran yang terjadi di tiap lembaga pemasaran serta keuntungan yang diambil oleh tiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran. Biaya pemasaran serta keuntungan yang diambil menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tiap-tiap pasar.

Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Hastuti (2005), perbedaan harga ini juga ditentukan oleh tingkat keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan bahwa harga yang terjadi di pasar lokal (tingkat petani) mengikuti harga di pasar acuan (tingkat konsumen).

Pengetahuan akan terjadinya perubahan harga komoditas yang terjadi pada pasar yang satu dengan yang lain akan mempengaruhi besarnya nilai keterpaduan kedua pasar dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada pembentukan harga komoditas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu, :

1. Bagaimana tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang.

2. Variabel apakah yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

2. Mengkaji variabel apakah yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah dan pemerintah kabupaten setempat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan tentang pasar komoditas kubis di Kecamatan Bandungan dan Kabupaten Semarang.

2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bagi petani, khususnya petani sayuran kubis, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai keadaan pasar khususnya mengenai perubahan harga di Kabupaten Semarang.

A. Penelitian Terdahulu

Salah satu penelitian yang terdahuku dilakukan oleh Hastuti (2005), mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Kedelai Antara Kabupaten Wonogiri dengan Kota Surakarta, adalah untuk mengetahui keterpaduan pasar komoditas kedelai antara pasar acuan di Kota Surakarta dan pasar lokal di Kabupaten Wonogiri. Analisis menggunakan data harga bulanan dari bulan Februari tahun 2003 sampai bulan September 2004, dengan menggunakan metode analisis Index of Market Connection ( IMC) dalam jangka pendek, komoditas kedelai antara pasar acuan dan pasar lokal,didapatkan nilai IMC rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai IMC yang lebih dari 1 yaitu sebesar 3,8. Tidak lancarnya arus informasi di lokasi prosusen dan tidak sempurnanya struktur pasar menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar jangka pendek komoditas kedelai antara pasar acuan dengan pasar lokal.

Penelitian lain yang dilakukan untuk mengkaji keterpaduan pasar juga dilakukan oleh Handayani (2007), mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Salak Pondoh Antara Pasar Tempel Dengan Pasar Gamping Di Kabupaten Sleman, yang mencoba untuk mengetahui keterpaduan pasar komoditas salak pondoh dalam jangka pendek di Kabupaten Sleman. Penelitian yang dilakukan menggunakan data harga bulanan dari tahun 2002-2005 dengan menggunakan metode analisis Index of Market Connection ( IMC). Dari hasil analisis data, diperoleh nilai IMC yang sebesar 1,02. Hal ini berarti tingkat keterpaduan pasar jangka pendek komoditas salak pondoh antara pasar Gamping dengan Pasar Tempel rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping. Salah satunya adalah struktur pasar yang tidak sempurna, hal ini terlihat dari lemahnya informasi pasar sehingga menyebabkan perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen. Faktor lain penyebab rendahnya tingkat keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping adalah Penelitian lain yang dilakukan untuk mengkaji keterpaduan pasar juga dilakukan oleh Handayani (2007), mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Salak Pondoh Antara Pasar Tempel Dengan Pasar Gamping Di Kabupaten Sleman, yang mencoba untuk mengetahui keterpaduan pasar komoditas salak pondoh dalam jangka pendek di Kabupaten Sleman. Penelitian yang dilakukan menggunakan data harga bulanan dari tahun 2002-2005 dengan menggunakan metode analisis Index of Market Connection ( IMC). Dari hasil analisis data, diperoleh nilai IMC yang sebesar 1,02. Hal ini berarti tingkat keterpaduan pasar jangka pendek komoditas salak pondoh antara pasar Gamping dengan Pasar Tempel rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping. Salah satunya adalah struktur pasar yang tidak sempurna, hal ini terlihat dari lemahnya informasi pasar sehingga menyebabkan perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen. Faktor lain penyebab rendahnya tingkat keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping adalah

Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan penyebab rendahnya tingkat keterpaduan pasar adalah tidak sempurnanya struktur pasar sehingga menyebabkan tidak lancarnya arus informasi yang berakibat pada adanya perbedaan harga antara petani dengan konsumen. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar ialah sifat dari komoditas itu sendiri yang umumnya akan mempengaruhi permintaan pasar. Dengan menggunakan analisis IMC (Index of Market Connection), peneliti akan mencoba mengkaji keterpaduan pasar kubis secara vertikal antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang sebagai pasar konsumen. Nilai IMC < 1 mengindikasikan keterpaduan pasar yang tinggi, sedangkan nilai IMC ≥1 mengindikasikan keterpaduan pasar rendah.

B. Landasan Teori

1. Komoditas Kubis

a. Kubis

Kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman semusim atau lebih yang berbentuk perdu. Tanaman kubis berbatang pendek dan beruas-ruas. Sebagai bekas tempat duduk daun. Tanaman ini berakar tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya lebar berbentuk bulat telur dan lunak. Daun yang muncul terlebuh dahulu menutup daun yang muncul kemudian, demikian seterusnya hingga membentuk krop daun bulat seperti telur dan padat berwarna putih. Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga berwarna kuning spesifik. Tanaman kubis sukar berbunga di Indonesia karena perlu suhu rendah antara 5 – 10° C selama 1 bulan lebih.

setelah tua berwarna kecoklatan dan mudah pecah. Bijinya kecil, berbentuk bulat, dan berwarna kecoklatan. Biji yang banyak tersebut menempel pada dinding bilik tengah polong. (Sunarjono, 2004)

Kubis atau kol dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya sebagai lalab(lalap) mentah dan masak, lodeh campuran bakmi, lotek, pecal, asinan, dan aneka makanan lainnya. Di wilayah Argalingga (Majalengka), tunas kubis yang dipelihara setelah dipanen kropnya ternyata laku dijual ke pasaran ekspor dengan tingkat harga beberapa kali lipat dari harga kropnya. Tunas kubis ini dipesan oleh Singapura dan Malaysia. Pendayagunaan tunas kubis selain sebagai lalap, juga untuk dijadikan asinan Masyarakat Argalingga menyebut tunas kubis dengan nama ”Sirung kol” atau nama dagangnya “Keciwis” (Rukmana, 1995)

b. Klasifikasi Kubis

Berdasarkan tata nama (Sistematika) botani, tanaman kubis diklasifikasikan ke dalam : Divisio

: Spermatophya

Sub division

Ordo : Papavorales Famili

: Cruciferae (Brassicaceae)

: Brassica oleraceae L.var. capitata L.

(Rukmana, 1995).

Tanaman kubis mempunyai jenis cukup banyak. Lima jenis diantaranya sudah umum dibudidayakan di dunia, yaitu:

• Kubis-krop atau kol, engkol, kubis telur (B.o.L.var.capitata L.). Jenis kubis ini memiliki cirri-ciri daun-daunnya dapat saling menutup satu sama lain membentuk krop (telur) • Kubis-krop atau kol, engkol, kubis telur (B.o.L.var.capitata L.). Jenis kubis ini memiliki cirri-ciri daun-daunnya dapat saling menutup satu sama lain membentuk krop (telur)

• Kubis-umbi (B.o.L.var.gongylodes L.) atau populer disebut “Kohlrabi”. Jenis kubis ini memiliki ciri pada pangkal batangnya dapat membentuk umbi yang bentuknya bulat sampai bundar. Umbi dan daun-daunnya enak dijadikan lalap atau disayur.

• Kubis-tunas atau kubis-babat (B.o.L.var. gemmifera L.) atau popular disebut “Brussels Sprout”. Ciri-ciri kubis ini adalah tunas samping kiri dan kanan sampai ke bagian atas (pucuk) dapat membentuk krop kecil berdiameter antara 2,5-5,0 cm; sehingga dalam 1 batang (pohon) terdiri atau puluhan krop kecil.

• Kubis-bunga (B.o.L.var. botrytis L.) dan Brocolli (B.o.L. var. botrytis sub var. cymosa L.). Kubis-bunga mempunyai ciri- ciri dapat membentuk massa bunga (curd) yang berwarna putih atau putih-kekuningan; sedangkan massa bunga broccoli berwarna hijau atau hijau-kebiruan. (Rukmana,1995)

Kubis sebagai tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, yang dalam penelitian kali ini jenis kubis yang diteliti merupakan jenis kubis krop, dibutuhkan masyarakat dalam jumlah yang cukup besar, bahkan skala pemenuhannyapun sampai dengan pasar ekspor. Dengan melihat morfologi dan klasifikasi serta berbagai jenis kubis sudah barang tentu terdapat banyak kandungan zat gizi serta kegunaan tanaman kubis.

c. Kandungan dan Kegunaan Kubis

Kubis melindungi terhadap borok perut, kanker usus besar dan kanker payudara karena kubis mengandung glutamine dan smethylmethionine. Dapat digunakan sebagai pencegah dan obat sariawan, penyakit beri-beri, penyakit Xerophthalmia, radang syaraf, Kubis melindungi terhadap borok perut, kanker usus besar dan kanker payudara karena kubis mengandung glutamine dan smethylmethionine. Dapat digunakan sebagai pencegah dan obat sariawan, penyakit beri-beri, penyakit Xerophthalmia, radang syaraf,

No

Jenis Gizi

Protein Lemak Karbohidrat Fosfor Zat besi

Vitamin A Vitamin B Vitamin C Air Bagian yang dapat dimakan

Sumber : Agfi Johan, 2010

Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui kandungan Karbohidrat merupakan yang terbesar dalam sayuran kubis per 100 gram bahan segar, setelah itu disusul protein dan lemak. Hal ini menunjukkan bahwa sayuran kubis dapat menjadi salah satu pelengkap kandungan gizi Karbohidrat selain beras. Selain itu kandungan vitamin A,B dan C yang terkandung dalam kubis menjadikan kubis sebagai salah satu sayuran pelengkap gizi. Bagian dari sayuran kubis yang dapat dimakan mencapai 75%, sehingga tidak banyak bagian yang terbuang.

Semua kubis-kubisan tergolong dalam kelompok crucifera, kelompok ini dikenal karena kandungan sulforaphane dan indoles-nya yang berkhasiat sebagai antikanker. Riset tentang indoles membuktikan kemampuannya mendeaktivasi metabolit estrogen yang

sama indoles meningkatkan senyawa tertentu yang bersifat protektif terhadap kanker. Selain menekan pertumbuhan sel tumor, indoles juga dapat mengurangi protes metastasis. Metastasis adalah pergerakan sel- sel kanker ke bagian tubuh yang lain sehingga terjadi penyebaran sel tumor. Sementara itu sulforaphane berperan meningkatkan peran enzim yang bertanggungjawab dalam detoksifikasi. Dengan semakin optimalnya detoksifikasi, substansi karsinogenik penyebab kanker lebih bisa cepat disingkirkan. Selain itu studi tentang sulforaphane dan efeknya terhadap tumor pada tikus menunjukkan bahwa sulforaphane menyebabkan tumor berkembang lebih lambat dan beratnya lebih kecil. Sulforaphane dapat menyebabkan apoptosis (bunuh diri sel kanker) pada sel-sel leukimia dan melanoma. (Khomsan, 2010)

Dengan melihat berbagai kandungan gizi, kegunaan bahkan nilai ekonomi dari tanaman kubis tadi maka dibutuhkan lembaga pemasaran yang tepat untuk memasarkan hasil produksi dari para petani kubis tersebut, selain itu lembaga pemasaran dibutuhkan untuk mendistribusikan hasil produksi dari produsen ke konsumen

2. Pemasaran dan lembaga pemasaran

a. Pemasaran

Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling baik dilayani oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa dan program yang tepat untuk melayani pasart tersebut. Jadi pemasaran berperan sebagai penghubung antara kebutuuhan-kebutuhan masyarakat denngan pola jawaban industri (dalam hal ini termasuk industri di bidang pertanian) yang bersangkutan (Kotler, 2001)

Menurut Swastha (2003), pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Dengan adanya pertukaran, Menurut Swastha (2003), pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Dengan adanya pertukaran,

Kegiatan pemasaran diperlukan suatu perantara pemasaran yang memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam nama. Menurut Mc Vey cit, Kotler (2001), pedagang perantara merupakan lembaga pemasaran dan bukanlah penghubung yang diupah dalam sebuah mata rantai yang diciptakan oleh produsen, melainkan lebih merupakan suatu pasar mandiri, pusat perhatian sekelompok besar konsumen yang membeli padanya.

b. Lembaga pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), berdasarkan penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan, lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

a. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti : agen perantara, makelar.

b. Lembaga yang memilki dan menguasai komoditi – komditi pertanian yang diperjual belikan, seperti : tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir dan importir.

c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi pertanian yang diperjual belikan, seperti perusahaan – perusahaan penyediaan fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian.

Menurut Soekartawi (1993), dalam unit ekonomi yang terkecil atau yang sering dikenal dengan istilah “Wilayah Unit Desa (WILUD) “, dilengkapi dengan kelembagaan yang dapat melayani petani yaitu :

a. Adanya lembaga Bank. Kelembagaan keuangan seperti Bank akan sangat besar manfaatnya bagi petani untuk memperoleh kredit, disamping juga sebagai tempat menabung.

b. Adanya lembaga penyuluhan b. Adanya lembaga penyuluhan

c. Adanya lembaga penyaluran sarana produksi. Seperti diketahui bahwa penyaluran faktor produksi seperti bibit, pupuk dan obat – obatan yang dilaksanakan oleh penyalur hanya sampai di KUD.

d. Adanya lembaga yang mampu membeli hasil pertanian yang diproduksi petani.

Dengan pemasaran produk pertanian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani sebagai produsen akan disalurkan kepada konsumen. Pasar menjadi tempat akhir bagi penyaluran produk pertanian dari produsen ke konsumen, tanpa adanya pasar pemenuhan kebutuhan konsumen akan terganggu, lebih dari itu produsen pun tidak akan dapat memasarkan hasil produksinya.

3. Pasar

a. Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli bertemu untuk mempertukarkan barang-barang mereka. Sekumpulan penjual dan pembeli melakukan transaksi atas suatu produk atau kelas produk tertentu. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia dan mampu melibatkan diri dalam suatu pertukaran guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut (Kotler, 1998).

Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa barang atau jasa (Anonim, 2008).

Pasar dapat dibagi atau dikelompokkan sebagai berikut: (1) Pasar konsumen (Consumer Markets), adalah pasar untuk barang- barang dan jasa-jasa yang dibeli oleh individu-individu dan rumah tangga-rumah tangga untuk dipakai sendiri (tidak diperdagangkan).

(2) Pasar produsen (Producer Markets/Industrial Markets), adalah pasar yang terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi yang memerlukan barang-barang dan jasa-jasa untuk diproses atau diproduksi lebih lanjut dan kemudian dijual kepada yang lain.

(3) Pasar pedagang perantara (Reseller Markets), adalah pasar yang terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi yang biasanya disebut perantara dalam penjualan (middlemen), dealer, distributor yang memerlukan barang-barang untuk dijual lagi dengan tujuan memperoleh laba.

(4) Pasar pemerintah (Government Markets), adalah pasar yang terdiri atas unit-unit pemerintah (misalnya pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR, departemen, dan sebagainya) yang membeli barang- barang untuk melaksanakan fungsi-fungsi dalam pemerintahan. (Sumawihardja et al., 1991).

Pasar yang ada akan menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar terbagi menjadi beberapa macam kelompok antara lain pasar produsen, pasa konsumen, pasar pedagang perantara dan pasar pemerintah yang kesemuanya itu menjadi tempat dimana transaksi penawaran ataupun permintaan yang berupa barang ataupun jasa akhirnya akan menimbulkan terciptanya suatu harga.

4. Harga

a. Pengertian Harga

Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan

Terbentuknya suatu harga ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya harga suatu produk atau perubahan harga suatu produk yang cukup besar dari waktu ke waktu.

b. Faktor tinggi rendahnya harga

Terdapat tiga subyek yang menentukan pembentukan harga suatu produk di pasaran dalam kegiatan pemasaran produk pertanian, yaitu: (1) Produsen dengan dasar biaya-biaya produksi yang telah

dikeluarkannya sehingga produk ini berwujud dan siap untuk dipasarkan.

(2) Konsumen dengan daya beli dan dasar-dasar kebutuhan serta

kesukaannya. (3) Pemerintah dengan peraturan atas ketentuan harga sebagai

pengendali tata harga pasaran (price mechanism). (Kartasapoetra, 1992).

Perbedaan harga cukup besar yang terjadi antara petani dengan konsumen terjadi karena kurang lancarnya arus informasi antar pasar, serta sifat dari produk itu sendiri. Pada akhirnya hal tersebut juga akan mempengaruhi tingkat keterpaduan pasar.

5. Keterpaduan Pasar Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpaduan pasar sangat bervariasi antara tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan keterpaduan muncul sebagai karakteristik produk-produk yang ada (perishability, bulkiness, dan transformability), lokasi 5. Keterpaduan Pasar Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpaduan pasar sangat bervariasi antara tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan keterpaduan muncul sebagai karakteristik produk-produk yang ada (perishability, bulkiness, dan transformability), lokasi

Hubungan saling mempengaruhi dalam hal perubahan harga antara dua pasar atau lebih disebut keterpaduan pasar. Dua pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lainnya. Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan pembentukan harga dan efisien pemasaran. Analisa struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan efektifitas dan tingkah laku pasar di tingkat produsen dan konsumen, yang pada masing-masing tingkat mempunyai kekuatan permintaan dan penawaran (Simatupang dan Jefferson, 1988 dalam Handayani, 2007).

Menurut Tukan et al. (2004), pengertian dari model keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui analisis elastisitas transmisi harga (Et) dan analisis korelasi harga.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Menurut Simatupang dan Jefferson, 1988 cit Wahyuningsih, 2005, hubungan dua pasar atau lebih yang saling mempengaruhi dalam menentukan terbentuknya harga atau perubahan harga suatu dengan dipengaruhi struktur dan integritas dua pasar atau lebih tersebut merupakan hal yang membentuk keterpaduan pasar.

Adanya keterpaduan pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi antara satu komoditi dengan komoditi yang lain. Dua pasar dapat dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila ada perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lainnya. Terdapat dua keterpaduan pasar, yaitu keterpaduan pasar secara horisontal dan keterpaduan pasar secara vertikal. Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan pembentukan harga dan efisiensi pemasaran. Analisis struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan efektifitas dan tingkah laku pasar suatu komoditas pada tingkat penjual dan Adanya keterpaduan pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi antara satu komoditi dengan komoditi yang lain. Dua pasar dapat dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila ada perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lainnya. Terdapat dua keterpaduan pasar, yaitu keterpaduan pasar secara horisontal dan keterpaduan pasar secara vertikal. Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan pembentukan harga dan efisiensi pemasaran. Analisis struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan efektifitas dan tingkah laku pasar suatu komoditas pada tingkat penjual dan

Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani (2007), model analisis yang digunakan untuk mengkaji keterpaduan pasar ada empat yaitu, Koefisien Korelasi, Kointegrasi, Model Ravallion dan Index of Market Connection (IMC) dari Timmer. Masing-masing metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut:

1. Koefisien Korelasi dan Kointegrasi, metode ini memiliki kelebihan mudah dalam hal analisanya dan biasnya rendah. Akan tetapi metode ini hanya bisa digunakan untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang, sedangkan keterpaduan pasar jangka pendek tidak bisa dihitung dengan menggunakan dua metode tersebut.

2. Model Ravallion sesuai untuk menganalisis keterpaduan jangka pendek dan juga sesuai untuk data mingguan ataupun bulanan, tetapi tidak cocok untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang. Kekurangan dari model ini adalah adanya asumsi bahwa ada satu pasar pusat yang dikelilingi beberapa pasar lokal sehingga perlu pengetahuan tentang struktur pasar dan memerlukan dua kali perhitungan. Derajat keterpaduan pasar juga tidak dapat diukur dengan model ini.

3. IMC dari Timmer lebih sensitif daripada model Ravallion karena IMC dapat menunjukkan derajat integrasi pasar. Selain itu hanya memerlukan satu kali perhitungan dan tidak perlu persyaratan lain.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh tiap model analisis pengujian menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani (2007), model analisis yang tepat dalam menguji tingkat keterpaduan pasar secara vertikal dalam jangka pendek ialah model analisis Index of Market Connection (IMC), dimana dapat menunjukkan derajat integrasi pasar serta lebih sensitif daripada model Ravallion, yang diperkenalkan oleh Timmer. Berikut persamaan yang digunakan dalam IMC adalah sebagai berikut :

∆H it =( α i -1)(H it-1 -HA t-1 )+ β i0 (HA t -HA t-i )+( α i1 + β io + β i1 -1)HA t-1 + γ i X t + µ it .........(1) Dengan mengubah ∆:

Bila:

α i -1 = b 1 β i0 =b 2 α i1 + β i0 + β i1 -1 =b 3

γ i =b 4 Maka persamaan (2) menjadi:

(H it -H it-1 )=b 1 (H it-1 -HA t-1 )+b 2 (HA t -HA t-1 )+b 3 HA t-1 +b 4 X t + µ it .................(3) Persamaan (3) disederhanakan menjadi:

H it =b 0 + (1+b 1 )H it-1 +b 2 (HA t -HA t-1 ) + (b 3 -b 1 )HA t-1 +b 4 X t + µ it …................(4) Dimana:

H it

= harga di pasar lokal pada waktu t

HA t

= harga di pasar acuan/pusat pada waktu t

H it-1

= harga di pasar lokal pada waktu t-1 HA t-1 = harga di pasar acuan/pusat pada waktu t-1

= faktor musim dan peubah lain di pasar lokal µ it = kesalahan pengganggu Bila diasumsikan faktor musim dan peubah lain di pasar lokal tidak

berpangaruh, maka b 4 = 0. Maka persamaan (4) menjadi :

H it =b 0 + (1 +b 1 )H it-1 +b 2 (HA t -HA t-1 ) + (b 3 -b 1 )HA t-1 ……..……………...(5) Menurut Timmer (1987) dalam Setyowati et al., (2005) rasio dari koefisien-koefisien tersebut yaitu koefisien harga di pasar lokal pada waktu yang lalu dan koefisien harga di pasar acuan pada waktu yang lalu yang dapat digunakan untuk mengetahui Indeks Keterpaduan Pasar (Index of Market Connection ) atau IMC. Berdasarkan persamaan (5) dapat ditulis rumus IMC secara matematis:

IMC =

- waktu t pada acuan pasar acuan di harga koefisien harga

- waktu t pada waktu t lokal pasar lokal di harga koefisien harga

Dimana: (1+b1) diasumsikan sebagai b1

Sehingga diperoleh rumus IMC : IMC =

Keterangan : IMC = rasio dari koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1 dan koefisien

harga di pasar acuan pada waktu t-1

b 1 = koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1

b 3 = koefisien harga di pasar acuan pada waktu t-1 Setelah dilakukan analisa, apabila didapatkan nilai IMC < 1, hal tersebut menunjukkan tingkat keterpaduan pasar tinggi. Dalam hal ini informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di pasar acuan ditransformasikan secara sempurna atau lancar ke pasar lokal. Harga yang terbentuk di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan.

Namun apabila setelah dilakukan analisa didapatkan nilai IMC ≥ 1, hal tersebut menunjukkan tingkat keterpaduan pasar rendah. Dalam hal ini informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di pasar acuan hanya berpengaruh di pasar itu sendiri. Sedangkan terbentuknya harga di pasar lokal dipengaruhi oleh kondisi pasar lokal sendiri, baik struktur ataupun integritasnya.

Melalui metode OLS dilakukan análisis regresi yang menggunakan alat

penguji berupa R 2 (koefisien determinasi), uji F, serta uji t. • Uji R 2 digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel

bebas terhadap perubahan variasi dalam variabel tak bebasnya, semakin tinggi nilai R 2 (semakin mendekati 1) maka makin banyak proporsi variasi variabel tak bebas yang bisa dijelaskan oleh variabel bebasnya.

• Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebasnya.

• Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

individu terhadap variabel tak bebas.

Correlation (PC), diagram pencar (scatterplot), dan uji (DW). Uji matrik Pearson Correlation dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas. Uji diagram pencar (scatterplot) digunakan untuk mendeteksi terjadi tidaknya heteroskedastisitas. Sedangkan uji Durbin Watson (DW), dilakukan untuk melihat apakah pada persamaan terdapat autokorelasi (salah satu penyimpangan asumsi klasik).

D. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Produsen Sayur Kubis

Autoregressive Distributed Lag Model

H it = b 1 (H it-1 ) +b 2 (HA t -HA t-1 )+b 3 (HA t-1 )

Keterpaduan Pasar Horisontal

IMC ≥1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Rendah

Pasar Ngasem Pasar Ungaran

Keterpaduan Pasar

Model Kointegrasi Model Ravallion

Keterpaduan Pasar Vertikal

Model Korelasi

Model IMC Timmer

IMC < 1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Tinggi

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penelitian

1. Diduga tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang rendah.

2. Diduga variabel yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis di pasar lokal pada waktu sekarang (Hit) adalah harga kubis di pasar lokal pada waktu lalu (Hit-1), selisih harga kubis di pasar acuan pada waktu sekarang (HAt) dengan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu (HAt-1) dan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu (HAt-1).

F. Pembatasan Masalah

1. Penelitian yang dilakukan dipusatkan pada Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang sebagai pasar konsumen.

2. Data yang digunakan dalam penelitian menggunakan data harga bulanan kubis yang berlaku di Pasar Ngasem sebagai pasar produsen dengan harga bulanan kubis yang berlaku di Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen.

3. Data yang digunakan merupakan data selama 22 bulan, dari bulan Januari 2008 sampai dengan Oktober 2009. Menurut Gujarati (1995), banyaknya observasi minimum yang diperlukan sehubungan dengan tabel Durbin Watson adalah 15 karena apabila suatu sampel yang lebih kecil dari 15, maka observasi menjadi sulit untuk bisa menarik kesimpulan yang pasti mengenai autokorelasi dengan memeriksa residual yang ditaksir.

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Keterpaduan pasar adalah hubungan antara 2 pasar atau lebih sebagai pasar produsen (lokal) dengan pasar konsumen (acuan) yang mempengaruhi terbentuknya harga. Perubahan harga tersebut ditransmisikan dari satu pasar ke pasar yang lainnya