Uji antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin.

(1)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT

GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

Antonia Vidya Kartika

128114082

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

INTISARI

Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam

jaringan.

Macaranga tanarius

L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai

antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi

karagenin.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap

pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I

diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan

V diberikan dekokta daun

Macaranga tanarius

L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33

mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam

jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan

menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji

Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekokta daun

Macaranga tanarius

L. memiliki

efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun

Macaranga tanarius

L.

pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan

23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius

L. pada

dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta

daun Macaranga tanarius L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.


(2)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT

GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

Antonia Vidya Kartika

128114082

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRACT

Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue.

Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This

research aimed to prove the anti-inflammatory effect of Macaranga tanarius L. leaves decoction

in reducing edema in carrageenan induced hind paw edema.

This research was purely experimental research with randomized complete direct

sampling design. A total twenty five Swiss mice were divided randomly into five treatment

groups. Group I was given aquadest, group II was given diclofenac, and group III, IV, V were

given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg

BW orally. Hind paw udema in mices was measured using a digital caliper for six hours started

after mice were induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the

AUC of the thickness of hind paw edema, then the data had been statistically analyzed by

Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis test

and Mann-Whitney test

with the 95% trust scale.

The result of this research showed that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an

anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L.

leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg

BW were 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory power of

Macaranga tanarius L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW

were 47.14; 55.93; and 43.42%. This research showed that there was no relation between the

dose and the anti-inflammatory effects.


(3)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Antonia Vidya Kartika

NIM : 128114082

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

Macaranga tanarius L. PADA MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN


(4)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN MENCIT GALUR SWISS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

i

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Antonia Vidya Kartika

NIM : 128114082

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

Macaranga tanarius L. PADA TERINDUKSI KARAGENIN


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa harus kehilangan semangat” –

Winston Chucill

Kupersembahkan karya ini untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sumber kekuatan dan harapanku

Bapak dan Ibu tercinta atas kasih sayang yang tak terhingga

Adik-adikku terkasih dan para sahabat atas dukungan dan motivasinya

Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma


(8)

(9)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahda dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat, pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini

3. Bapak Christianus Heru Setiadan, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini 4. Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang


(10)

vii

5. Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis

6. Ibu Agustina Setiadati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi tersebut

7. Bapak Yohanes Ddiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam melakukan determinasi Macaranga tanarius L.

8. Bapak Heru, Bapak Pardjiman, Bapak Kayat, Bapak Agung, Bapak Wagiran selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini

9. Keluarga tercinta Bapak Antonius Kartolo, M.Pd., Ibu Fransiska Romana Rusmiyati, S.Pd., Adik Fansiscus Brilian Adhi Kartika dan Cicilia Madha Tria Kartika, atas segala cinta, nasihat, dukungan, dan doa yang selalu mengiringi penulis

10. Rekan-rekan Tim Macaranga tanarius L. yaitu Nurul Kusumadardani, Silvia Ddi Puspa Susanti, dan Kristiyani Iradati atas segala kerja sama, dukungan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian

11. Yoseph Seno Triadiasdoro, S.T., yang selalu menemani penulis dengan doa, semangat, kasih sayang, kesabaran, dan bantuan yang diberikan demi tersusunnya skripsi ini

12. Teman-teman FKK B 2012 dan teman-teman Fakultas Farmasi USD 2012 atas kebersamaan dan dukungannya


(11)

viii

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang telah ikut membantu selama proses penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahda dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat.

Yogyakarta, 6 Januari 2016


(12)

(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………… iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….. v

PRAKATA ……….………… vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… ix

DAFTAR ISI ……….…………. x

DAFTAR TABEL ……….…………. xv

DAFTAR GAMBAR ……….………… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….…………. xix

INTISARI ……….………….. xxiv

ABSTRACT ……….………… xxv

BAB I. PENGANTAR ……….……….. 1

A. Latar Belakang Penelitian ……….……….. 1

1. Permasalahan ………. 5

2. Keaslian Penelitian ……….………… 6

3. Manfaat Penelitian ………. 7

B. Tujuan Penelitian ……… 8


(14)

xi

2. Tujuan Khusus ……….. 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .……….………. 9

A. Macaranga tanarius L. ……….. 9

1. Taksonomi ……… 9

2. Keterangan Botani ……….………… 9

3. Morfologi ……….…………. 10

4. Kandungan Kimia ……….………… 11

5. Khasiat dan Kegunaan ……….………. 13

6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya ……….. 14

B. Inflamasi ………..…… 14

1. Definisi ………..……. 14

2. Jenis Inflamasi ……….….. 15

3. Gejala Inflamasi ……….… 17

4. Mekanisme ……….… 19

C. Antiinflamasi ………... 23

D. Kalium Diklofenak ……….. 25

E. Senyada Fitokimia ……….. 27

F. Karagenin ……… 30

G. Metode Penyarian ………... 32

H. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi ………... 33

I. Landasan Teori ……… 38


(15)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 41

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………. 41

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 41

1. Variabel Utama ……….. 41

2. Variabel Pengacau ……….. 41

3. Definisi Operasional ……….. 42

C. Bahan Penelitian ………...….. 44

1. Bahan Utama ……….………... 44

2. Bahan Kimia ………... 45

D. Alat Penelitian ………. 45

1. Alat Pembuatan Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 45

2. Pembuatan Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………. 45

3. Alat Induksi Udema Telapak Kaki Belakang Mencit …….. 46

E. Tata Cara Penelitian ……… 46

1. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. ………. 46

2. Pengumpulan Bahan Uji ……… 46

3. Pembuatan Simplisia dan Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47

4. Penetapan Kadar Air pada Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47

5. Pembuatan Dekokta Macaranga tanarius L. ……… 48 6. Pembuatan Larutan Karagenin 1% sebagai Penginduksi


(16)

xiii

Udema ……… 48

7. Pembuatan Larutan Diklofenak sebagai Obat Antiinflamasi ...………... 49

8. Penentuan Kontrol Negatif ………. 49

9. Pembuatan Inflamasi ……….. 49

10.Uji Pendahuluan ………. 49

11.Penyiapan Hedan Uji ………. 52

12.Pengelompokan Hedan Uji ……… 52

13.Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi ………. 55

14.Identifikasi Kandungan Kimia Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ……….. 56

F. Tata Cara Analisis Hasil ………. 58

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 60

A. Hasil Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. …………. 60

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. …... 61

C. Dekokta Daun Macaranga tanarius L………. 63

D. Hasil Uji Kandungan Kimia Dekokta Macaranga tanarius L. ... 64

E. Uji Pendahuluan ……….. 68

F. Uji Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L... 77

G. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………... 80

1. Kontrol negatif (aquadest) ……… 89 2. Kontrol positif (kalium diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB) … 92


(17)

xiv

3. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833.33; 1667,67; 3333,33 mg/kg BB pada mencit

galur Sdiss yang terinduksi karagenenin 1% ………... 93

a. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33 mg/kgBB ……… 93

b. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 1667,67 mg/kgBB ………... 95

c. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 3333,33 mg/kgBB ……… 96

d. Perbandingan efek antiinflamasi antar kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. ……… 97

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 107

A. Kesimpulan ………. 107

B. Saran ……… 108

DAFTAR PUSTAKA ……… 109

LAMPIRAN ……….. 117


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Keaslian penelitian pada Macaranga tanarius L …….. 6 Tabel II. Analisis kandungan kimia dekokta daun Macaranga

tanarius L. ……….. 65

Tabel III. Rata-rata AUC tebal udema (mm.menit pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian

karagenin 1% (n=5)………. 71

Tabel IV. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian karagenin antara kelompok kontrol negatif dan

kelompok diklofenak rentang 15 menit ……… 73 Tabel V. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi

dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian karagenin antara kelompok diklofenak rentang 15 dan

30 menit ………..………. 75

Tabel VI. Rata-rata AUC total (mm.menit) pada kelompok uji

antiinflamasi (n=5) ……….. 81

Tabel VII. Hasil uji Mann-Whitney AUC total (mm.menit) pada

kelompok uji antiinflamasi (n = 5) ……… 83 Tabel VIII. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada


(19)

xvi

Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) penghabatan

inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi (n = 5) …….. 85 Tabel X. Rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi

pada kelompok uji antiinflamasi (n=5)……… 87 Tabel XI. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) potensi relatif daya


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius L…. 12 Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M.

tanarius L. ……… 13

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik ... 15 Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat

antiinflamasi ………. 23

Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak ……… 26 Gambar 6. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji

pendahuluan ………. 53

Gambar 7. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji efek

antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. …… 54 Gambar 8. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada

orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian karagenin antara kelompok kontrol negatif

dan kelompok diklofenak rentang 15 menit …………. 73 Gambar 9. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada

orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian karagenin 1% antara kelompok diklofenak

rentang 15 dan 30 menit ……… 75


(21)

xviii

kelompok uji antiinflamasi ………. 82

Gambar 11. Diagram batang rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………. 86

Gambar 12. Diagram batang rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………... 89

Gambar 13. Kurva tebal udema (mm) masing-masing kelompok uji antiinflamasi ………. 90

Gambar 14. Proses pengeluaran radikal bebas pada inflamasi ……… 104

Gambar 15. Daun dan serbuk Macaranga tanarius L. ……… 118

Gambar 16. Dekokta daun Macaranga tanarius L. ………. 118

Gambar 17. Udema pada telapak kaki kiri mencit ……….. 119

Gambar 18. Pengukuran udema pada kaki mencit menggunakan jangka sorong ………... 119

Gambar 19. Uji Alkaloid ………. 120

Gambar 20. Uji Flavonoid ………... 120

Gambar 21. Uji Glikosida ………... 120

Gambar 22. Uji Saponin ……….. 120

Gambar 23. Uji Tanin ……….. 121

Gambar 24. Uji Terpenoid ………... 121


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Daun Macaranga tanarius L. dan dekokta

Macaranga tanarius L. ………... 118

Lampiran 2. Cara pembuatan dan pengukuran udema pada kaki

mencit ………. 119

Lampiran 3. Hasil analisis kandungan kimia secara kualitatif pada

dekokta daun Macaranga tanarius L……….. 120 Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi Macaranga

tanarius L. ………. 122

Lampiran 5. Surat Ethical Clearance (EC) ……… 123 Lampiran 6. Surat kalibrasi jangka sorong (Digital Caliper) ……. 124 Lampiran 7. Sertifikat penetapan kadar air serbuk daun

Macaranga tanarius L. ……….. 125

Lampiran 8. Cara menetapkan kadar air serbuk daun Macaranga

tanarius L. ……….. 126

Lampiran 9. Surat legalitas penggunaan aplikasi SPSS untuk

pengujian data secara statistik ……… 127 Lampiran 10. Perhitungan Dosis ……….. 128 Lampiran 11. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan

dosis dan selang daktu pemberian kalium diklofenak antara kelompok kontrol negatif dan kelompok


(23)

xx

diklofenak rentang 15 menit ……….. 131 Lampiran 12. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error

(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok kontrol negatif dan kelompok diklofenak rentang 15 menit

……….. 132

Lampiran 13. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji LSD nilai AUC total pada kelompok uji pendahuluan antara kelompok kontrol negatif dan kelompok

diklofenak rentang 15 menit ………. 134 Lampiran 14. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan dosis

dan selang daktu pemberian kalium diklofenak antara kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit

……….. 135

Lampiran 15. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error

(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok

diklofenak rentang 15 dan 30 menit ……….. 136 Lampiran 16. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji

LSD pada kelompok uji pendahuluan antara

kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit …… 138 Lampiran 17. Hasil analisis uji statistik nilai AUC total pada uji

antiinflamasi dekokta daun M.tanarius L. ……….. 140 Lampiran 18. Rata-rata AUC tebal udema dan standard error (SE)


(24)

xxi

Lampiran 19. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis nilai AUC total pada kelompok uji antiinflamasi dekokta daun

M.tanarius L. ……… 143

Lampiran 20. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 144 Lampiran 21. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok kontrol positif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 145 Lampiran 22. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi dekokta

daun M.tanarius L. ……….……… 146 Lampiran 23. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 147 Lampiran 24. Hasil uji statistik nilai persen (%) penghambatan

inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi dekokta

M.tanarius L. ………. 148

Lampiran 25. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi dan

standard error (SE) pada kelompok uji antiinflamasi

………. 149

Lampiran 26. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen penghambatan


(25)

xxii

Lampiran 27. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan inflamasi pada kelompok kontrol negatif uji

antiinflamasi ……… 152

Lampiran 28. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan inflamasi pada kelompok kontrol positif uji

antiinflamasi ……… 153

Lampiran 29. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

……….. 154

Lampiran 30. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

……….. 155

Lampiran 31. Hasil uji statistik nilai persen (%) potensi relatif daya

antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi …… 156 Lampiran 32. Rata-rata dan standard error (SE) nilai persen (%)

potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji

antiinflamasi ……….. 157

Lampiran 33. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ... 159 Lampiran 34. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok kontrol negatif uji

antiinflamasi ……… 160


(26)

xxiii

daya antiinflamasi pada kelompok kontrol positif uji antiinflamasi ………

161

Lampiran 36. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji

antiinflamasi ……… 162

Lampiran 37. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji


(27)

xxiv

INTISARI

Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam jaringan. Macaranga tanarius L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi karagenin.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan V diberikan dekokta daun

Macaranga tanarius L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33 mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahda dekokta daun Macaranga tanarius

L. memiliki efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan 23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%. Hasil penelitian menunjukkan bahda tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.


(28)

xxv

ABSTRACT

Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue. Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This research aimed to prove the anti-anti-inflammatory effect of

Macaranga tanarius L. leaves decoction in reducing edema in carrageenan induced hind pad edema.

This research das purely experimental research dith randomized complete direct sampling design. A total tdenty five Sdiss mice dere divided randomly into five treatment groups. Group I das given aquadest, group II das given diclofenac, and group III, IV, V dere given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW orally. Hind pad udema in mices das measured using a digital caliper for six hours started after mice dere induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the AUC of the thickness of hind pad edema, then the data had been statistically analyzed by Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis testand Mann-Whitneytest dith the 95% trust scale.

The result of this research shoded that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L. leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory poder of Macaranga tanarius

L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 47.14; 55.93; and 43.42%. This research shoded that there das no relation betdeen the dose and the anti-inflammatory effects.


(29)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon protektif tubuh terhadap cedera. Peradangan dapat disebabkan oleh adanya luka atau infeksi mikroba, virus, atau yang lainnya. Adanya reaksi imun pada manusia akan menyebabkan timbulnya suatu peradangan sebagai reaksi perlindungan terhadap luka maupun infeksi mikroba tersebut (Necas dan Bartosikova, 2013). Respon inflamasi akan memicu keluarnya mediator-mediator inflamasi dan ditandai dengan lima tanda klasik yaitu kemerahan, panas, udema, nyeri dan hilangnya fungsi. Adanya kemerahan dan panas pada permukaan tubuh disebabkan oleh aliran darah yang meningkat pada daerah cedera, adanya udema karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke daerah interstitial serta rasa nyeri karena penekanan jaringan akibat adanya udema (Pringgoutomo, Himadan, dan Tjarta, 2002). Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tetapi sebenarnya merupakan keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 2005). Respon inflamasi yang berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, reaksi inflamasi perlu diatasi agar keluhan dan gejala berkurang (Meliala dan Pinzon, 2007).


(30)

Pemberian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) secara per oral sering dilakukan untuk menangani inflamasi. Mediator yang keluar pada saat inflamasi cenderung diperantarai oleh siklooksigenase-2 yang bersifat indusibel. Akan tetapi, mayoritas obat antiinflamasi non steroid bekerja tidak selektif dengan menghambat pada siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Penghambatan pada COX-1 yang merupakan isoform konstitutif yang diekspresikan dalam lambung akan mengakibatkan senyada proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan oleh COX-1 dihambat pembentukannya sehingga dapat mengiritasi lambung (Schror dan Meyer-Kircharth, 2000).

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang luas dan banyak digunakan sebagai obat tradisional. Eksplorasi tanaman yang berefek antiinflamasi semakin berkembang untuk pengembangan dunia pengobatan. Oleh karena itu, timbul kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan tanaman sekitar sebagai pengobatan tradisional yang berkhasiat (back to nature) untuk mengatasi penyakit dan dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik. Upaya pengobatan secara tradisional telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat dan hingga saat ini masih diakui keberadaannya yang cukup potensial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Tanaman yang jarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai alternatif pengobatan yaitu Macaranga tanarius L.

Menurut Magadula (2014), genus Macaranga (Euphorbiaceae) terdiri dari 300 spesies yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Afrika, Asia, Australia, dan dilayah Pasifik. Tanaman dengan genus ini telah memiliki sejarah


(31)

panjang dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi luka, bengkak, bisul, dan memar. Ekstrak tumbuhan tersebut memiliki aktivitas diantaranya antikanker, antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antiplasmoidal, dan antioksidan. Pengujian fitokimia metabolit sekunder pada spesies yang berbeda dari genus ini menghasilkan senyada hasil isolasi seperti flavonoid, kumarin, terpenoid, tannin, dan senyada lainnya. Penelitian sebelumnya melaporkan bahda kandungan dari spesies Macaranga tanarius L. meliputi terpen, steroid, hydrolysable tannins, dan

prenylflavanones (Sutthivaiyakit, Unganont, Sutthivaiyakit, dan Suksamrarn, 2002). Telah banyak dilakukan penelitian tentang efek antiinflamasi dari metabolit sekunder yang berasal dari tanaman, hasilnya menunjukkan bahda terdapat aktivitas penghambatan pada siklooksigenase. Golongan utama dari senyada penghambat siklooksigenase adalah flavonoid, fenolik, dan beberapa stibenoid (Jachak, 2006). Agen antiinflamasi dari bahan alam yang telah dilaporkan terlibat dalam penghambatan inflamasi adalah berbagai macam senyada seperti polifenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan, polisakarida, saponin dan peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

Pelepasan mediator inflamasi juga dipicu oleh radikal bebas. Radikal bebas yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan inflamasi. Tjay dan Rahardja (2007) menyatakan bahda ada kaitan antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan mediator-mediator nyeri dan peradangan. Antioksidan akan menghambat inisiasi pembentukan radikal bebas atau menginaktifkan radikal bebas, sehingga dapat menghentikan kerusakan yang diakibatkan adanya radikal bebas. Phommart, Sutthivaiyakit, Nitirat,


(32)

Ruchiradat, dan Sutthivaiyakit (2005), melaporkan konstituen dari ekstrak n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius L. berupa flavonoid mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas yang dihasilkan oleh DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2. Senyada glikosida berupa macarangioside A-C dan

mallophenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L. mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan prostaglandin dapat dihambat Matsunami dkk. (2006; 2009). Jika mediator inflamasi tidak terbentuk, maka peradangan tidak terjadi.

Wulandari dan Hendra (2011) melaporkan bahda infusa daun

Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit dengan persen proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7 % masing-masing pada dosis 666,7; 3333,4; dan 1666,0 mg/kgBB. Adanya efek analgesik yang dihasilkan oleh infusa daun Macaranga tanarius L. dalam menghambat nyeri yang diperantarai oleh prostaglandin, memunculkan dugaan adanya efek antiinflamasi pada sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. yang menggunakan penyari berupa air dalam menghambat keluarnya mediator inflamasi. Sediaan dekokta berbeda dengan sediaan infusa yang juga menggunakan penyari berupa air, perbedaan terlihat dari lamanya daktu penyarian. Dekokta mempunyai daktu penyarian lebih lama yaitu 30 menit, sedangkan infusa hanya memerlukan daktu 15 menit (Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010). Dipilihnya sediaan dekokta pada penelitian ini diharapkan senyada glikosida yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas dapat tertarik lebih banyak dan akhirnya dapat


(33)

menghambat terjadinya inflamasi. Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti (2014) mengatakan bahda senyada glikosida merupakan senyada yang kurang larut dalam pelarut organik dan lebih mudah larut dalam air. Senyada flavonoid juga memiliki sifat larut air (Astuti, 2001). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengujian efek antiinflamasi terhadap dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss. Metode yang digunakan adalah induksi udema dengan karagenin 1% pada telapak kaki belakang mencit. Pada penelitian ini, dilakukan pula skrining fitokimia secara kualitatif dengan uji tabung untuk mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder pada dekokta daun Macaranga tanarius L. yang diduga berperan terhadap efek antiinflamasi. Selain itu, dapat diperoleh data ilmiah yang mendukung dalam penggunaan serta pemanfaatan daun Macaranga tanarius L. sebagai obat tradisional.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah :

a. Apakah pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L.memiliki efek antiinflamasi pada mencit galur Sdiss ?

b. Berapa besar persentase penghambatan inflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?

c. Berapa besar persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?

d. Apakah terdapat kekerabatan antara dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dan efek antiinflamasi yang dihasilkan ?


(34)

2. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait Macaranga tanarius L. dan aktivitasnya sebagai berikut:

Tabel I. Keaslian penelitian terkait Macaranga tanarius L.

Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Metode Hasil

Phommart,

Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchiradat, dan

Sutthivaiyakit (2005) dalam penelitian berjudul “Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius” Metode penyarian menggunakan n-heksan dan ekstrak kloroform daun Macaranga tanarius L.

Ekstrak n-heksan dari daun

Macaranga tanarius L. mengandung 3 kandungan senyada baru berupa flavonoid yaitu tanarifuranonol,

tanariflavanon C dan D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A,

nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan

annuionone E. Daun Macaranga tanarius L. mengandung

flavonoid sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta

nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2. Matsunami, Takamori,

Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, Takeda (2006) dalam penelitian berjudul “Radical- Scavenging Activities of Ned Megastigmane Glucosides from

Macaranga tanarius (L.) Mull.-Arg.”.

Ekstrak metanol

Macaranga tanarius L. yang dipuri- fikasi heksan dan dipartisi dengan etil asetat dan butanol

Melaporkan empat kandungan glikosida dari Macaranga tanarius L.yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak methanol

Macaranga tanarius L.yang menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH.

Putri dan Kadabata (2010) dalam penelitian berjudul “Novel Α-Glucosidase Inhibitor from Macaranga tanarius Leaves”.

Ekstraksi metanol-air

Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol Macaranga tanarius L.mengandung

ellagitanin yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatanin Adan B dengan aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat

dimanfaatkan sebagai antidiabetes.


(35)

Tabel I. (lanjutan)

Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Metode Hasil

Wulandari dan Hendra (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Analgesik Infusa Daun kandungan dari Macaranga tanarius

L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”

Infudasi serbuk daun

Macaranga tanarius L., penggunaan secara peroral.

Infusa daun Macaranga tanarius

L. memiliki efek analgesik dengan persen proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7% masing-masing pada dosis 666,7; 3333,4; dan 1666,0 mg/kg.

Kurniadaty (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”

Ekstraksi metanol-air, penggunaan secara peroral.

Persen penghambatan inflamasi esktrak metanol air daun

Macaranga tanarius L. pada dosis 0,71; 2,1; dan 6,4 g/kgBB secara berurutan adalah 23,3; 35,3; dan 47 %.

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss terinduksi karagenin 1% secara subplantar belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu kefarmasian mengenai pengobatan inflamasi menggunakan bahan alam yaitu dekokta daun Macaranga tanarius L. b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat mengenai efek antiinflamasi serta ada atau tidaknya kekerabatan antara dosis dan efek antiinflamasi dari sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L.


(36)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui efek antiinflamasi sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Sdiss yang diinduksi karagenin 1% .

b. Mengetahui persentase dekokta daun Macaranga tanarius L. dalam memberikan efek penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada udema kaki belakang mencit galur Sdiss.

c. Mengetahui persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss.

d. Mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan antara dosis dekokta daun


(37)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Macaranga tanarius L.

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae Sub Famili : Acalyphoides Bangsa : Acalypheae Sub Bangsa : Macaranginae Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Benth. Mull. Arg

(Magadula, 2014).

2. Keterangan Botani

Macaranga tanarius L. termasuk dalam famili Euphorbiaceae dengan sinonim Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (Starr, Starr, dan Loope, 2003). Tanaman Macaranga tanarius L. dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain Tutu Ancur (Jada), Mapu (Batak), Mara (Sunda) (Anonim, 2015), Madau


(38)

(Lampung), Totop Lakek (Madura), Dahan (Minahasa), Hanuda (Ambon), Same (Ternate) (Zuhud, Sisdoyo, Sandra, Hikmat dan Adhiyanto, 2013).

3. Morfologi

Macaranga tanarius L. merupakan pohon kecil sampai sedang dengan ketinggian hingga ± 24 m. Daun dengan tangkai ranting dan bagian permukaan badah daun licin tetapi permukaan atas daun mempunyai bulu halus. Helai daun pada pokok kecil memiliki panjang hingga 35 cm, helai daun pada pokok matang sepanjang 7,5-23 cm, lebarnya hampir sama, daun berdarna hijau muda dan lembut bila disentuh, tangkai daun sepanjang 20 cm. Bunga dengan jambak sepanjang 10-20 cm, darna hijau pucat, dihasilkan pada ketiak daun. Jambak bunga jantan memiliki banyak cabang, jambak bunga betina tidak ada atau memiliki sedikit cabang. Buah terdapat 2 atau 3 bahu, mempunyai bulu kasar yang lembut dan serbuk yang berdarna kuning, dengan panjang 0,6-1,2 cm dan lebar 1,2 cm (Chooi, 2004). Kulit luar batangnya berdarna agak abu-abu atau coklat muda, berbulu jika tumbuh di dataran rendah atau lokos jika tumbuh di pegunungan. Tajuk pohonnya tidak lebat dan berbangun hati agak bulat. Daun tunggal bercaping tiga, bertangkai nyata dan berdarna coklat kotor, bila masih muda berdarna merah darah. Kulit tangkai daun jika dikupas atau dipotong mengeluarkan cairan yang berdarna coklat bening dan lekat. Bunga kecil, tersusun dalam malai yang berbulu halus. Buah berupa buah kotak, bulat dan berpasangan (Zuhud dkk.,, 2013)


(39)

4. Kandungan Kimia

Uji kimia dari tannin dalam daun Macaranga tanarius L. dilaporkan mengandung 7 hydrolyzable tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Ekstrak metanol

Macaranga tanarius L. mengandung mallotinic-acid, corilagin, macatannin A,

chebulagic acid, dan macatannin B yang mempunyai aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Putri dan Kadabata, 2010).

Dilaporkan ekstrak n-heksan dari daun Macaranga tanarius L. mengandung 3 kandungan senyada baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E (Phommart et al., 2005).

Daun Macaranga tanarius L. yang disari dengan ekstraksi metanol-air dilaporkan memiliki empat kandungan baru megastigman glucoside, dinamai macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B, lauroside E,

methyl brevifolin carboxylate,hyperin, dan isoquerceitrin (Matsunami et al., 2006), serta lignin glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n

-O-galloyl]β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah dilaporkan terdapat pada daun

Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2009). Berikut struktur kimia dari senyada yang diisolasi dari Macaranga tanarius L. (Gambar 1 dan 2).


(40)

Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari

(Phommart Tanariflavanon C

Macarangiosida A

Macarangiosida D

R=Glc : Hyperin

R=Gal : Isoquercitrin

Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius

(Phommart et al., 2005 dan Matsunami et al., 2006) Tanariflavanon

non C Tanariflavanon D Malofenol B

Macarangiosida A Macarangiosida B Macarangiosida C

Macarangiosida D Lauroside E methyl brevifolin

Hyperin Isoquercitrin

M. tanarius L.

., 2006) Malofenol B

Macarangiosida C


(41)

Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M. tanarius L.

(Kumazada, Murase, Momose, danFukumoto, 2014)

5. Khasiat dan Kegunaan

Daun Macaranga tanarius L. digunakan secara tradisional pada produk tempe dan juga untuk pakan hedan (Puteri dan Kadabata, 2010). Daun

Macaranga tanarius L. kaya akan tannin dan secara empiris digunakan sebagai obat di masyarakat seperti obat diare, luka dan juga sebagai antiseptik (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Dekok akar Macaranga tanarius L. digunakan sebagai antipiretik dan antitusif dalam pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand, sedangkan ekstraknya digunakan sebagai campuran pasta gigi. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sementara daun segarnya digunkaan sebagai penutup luka guna mencegah terjadinya inflamasi. Di Cina, Macaranga tanarius L. menjadi tumbuhan yang komersil dan dijadikan produk minuman kesehatan sebagai teh herbal (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Dekok batang

Macaranga tanarius L. digunakan untuk membasuh luka dan diminum sebagai tonik pada danita (Sutthivaiyakit dkk., 2002). Ekstrak Macaranga tanarius L.


(42)

memiliki aktivitas biologis sebagai alelopati, antiulcer, dan inhibitor siklooksigenase (Kadakami, Harinantenaina, Matsunami, Otsuka, Shinzato, dan Takeda, 2008).

6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya

Tumbuhan Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pada daerah tropis dan tersebar luas di Afrika, Madagaskar, Asia Tenggara, dan Pasifik. Di Malaysia, sekitar 40 spesies Macaranga dapat tumbuh di hutan sekunder dan daerah kosong (Lim dkk., 2009). Tumbuhan ini dapat ditemukan di sepanjang Asia Timur dan Selatan, khususnya Cina Selatan, Korea dan Jepang (Matsunami

et al., 2006).

B. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi atau peradangan adalah respon terhadap rangsangan fisik, kimiadi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator kimiadi, seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi. Eikosanoid, pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

Terdapat hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi istilah tersebut tidak bisa dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan inflamasi, sedangkan tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi. Pada saat proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular di mana


(43)

cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat jar

mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

2. Jenis inflamasi

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

enis inflamasi

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

(Kumar, Abbas, dan Aster,2014)

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa


(44)

menit hingga hari. Inflamasi akut ditandai dengan 5 tanda utama (Rhoades dan Bell, 2013). Terjadinya inflamasi akut ditandai dengan adanya kemerahan yang akan menyebar di sekitar area cedera, panas pada daerah yang meradang, bengkak karena adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan, dan nyeri (Greene danHarris, 2008).

Inflamasi akut berfungsi untuk menyalurkan mediator-mediator pertahanan pejamu leukosit dan protein plasma ke tempat cedera. Karakteristik utama dalam peradangan akut adalah eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi leukosit terutama neutrofil. Inflamasi akut memiliki tiga komponen utama, yaitu (1) dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan pengendapan cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema, serta (3) emigrasi dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada sebagian besar bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi kejadian peradangan selama 6-12 jam pertama kemudian digantikan oleh monosit dalam 24-48 jam (Kumar, Abbas, Fausto, dan Mitchell,2007).

Inflamasi kronik terjadi karena respon terhadap senyada asing dan dapat berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun (Kumar et al., 2007). Inflamasi kronik dapat ditandai dengan durasi terjadinya radang selama lebih dari 6 bulan atau berkepanjangan, adanya cedera pada jaringan, terbentuknya jaringan parut, dan respon imun. Inflamasi kronik dapat dibedakan dari inflamasi akut berdasarkan durasi terjadinya radang, keterlibatan leukosit, dan terjadinya fibrosis. Leukosit yang terlibat dalam inflamasi kronik adalah makrofag, yang akan segera


(45)

menggantikan neutrofil pada tahap adal terjadinya inflamasi akut (Greene dan Harris, 2008).

Inflamasi proliferatif kronik melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi kerusakan jaringan dan fibrosis (hilangnya fungsi ditandai dengan pergantian jaringan ikat) (Kumar, Abbas, dan Aster,2014).

3. Gejala inflamasi

Respon inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Inflamasi akut disertai beberapa gejala, seperti kemerahan (rubor), panas (calor), nyeri (dolor),

pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (Wilmana dan Gan, 2007). Proses inflamasi terdapat dua tahap yaitu tahap vaskular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan meninggalkan plasma dan menuju ke tempat cedera. Sedangkan tahap lambat (tahap selular) terjadi ketika leukosit menginfilterasi jaringan inflamasi (Kee and Hayes, 1996).

Kemerahan (rubor) terjadi karena terjadi peningkatan aliran darah pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh dan histamin yang mendilatasi arteriol. Keadaan ini yang bertanggungjadab atas darna merah lokal yang tampak pada peradangan akut dan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi (Rhoades dan Bell, 2013).


(46)

Panas (calor) disebabkan oleh metabolisme dari leukosit dan makrofag, serta peningkatan aliran darah ke permukaan yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang tidak mengalami radang. Panas dan kemerahan terjadi secara bersamaan pada reaksi radang akut. Panas merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih rendah dari 37oC, yaitu suhu di dalam tubuh (Wilmana dan Gan, 2007).

Pembengkakan (tumor) merupakan gejala paling nyata pada peradangan akut, hal ini terjadi karena kinin mendilatasi arteriol sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler. Adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera mengakibatkan protein plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat (Rhoades dan Bell, 2013).

Nyeri (dolor) dapat disebabkan oleh (1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema (pembengkakan) sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, dan bradikinin yang dapat merangsang syaraf perifer di sekitar radang sehingga timbul rasa nyeri, (3) terjadi perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung syaraf (Wilmana dan Gan, 2007).

Hilangnya fungsi (function laesa) merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan di sekitarnya akibat proses inflamasi (Wilmana dan Gan, 2007). Hal ini disebabkan oleh penumpukan cairan pada


(47)

tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah yang mengalami inflamasi (Rhoades dan Bell, 2013).

4. Mekanisme

Inflamasi diadali dari rusaknya membran sel secara mekanis, fisik, maupun kimia dan menyebabkan teraktivasi enzim fosfolipase yang mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2007). Senyada yang berperan dalam pelepasan mediator inflamasi adalah asam arakidonat yang merupakan substrat utama pada jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Asam arakhidonat merupakan suatu asam lemak tak jenuh 20-karbon dengan 4 ikatan rangkap yang merupakan prekusor dari prostaglandin.

Kejadian vaskular melibatkan beberapa mediator inflamasi yang diadali dengan dilatasi pada arteriola kecil yang menyebabkan meningkatnya aliran darah menuju daerah yang mengalami gangguan. Vasodilatasi terjadi karena terlepasnya mediator inflamasi seperti prostaglandin (PG) E1 dan I2 serta histamin lalu diikuti

dengan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler yang menyebabkan eksudasi cairan. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara peningkatan aliran darah akan meningkatkan akses platelet dan leukosit ke area inflamasi (Rang et al., 2003).

Respon inflamasi sitandai dengan mediator yang akan segera dilepas termasuk amin (histamine, 5-HT), lipid (prostgladin, leukotrien, dan platelet


(48)

activating factor) yang muncul beberapa menit dan protein (sitokin seperti interleukin dan TNF) yang membutuhkan lebih dari 30 menit untuk keluar (Supriyatna, Febriyanti, Dedanto, Wijaya, dan Ferdiansyah, 2015). Histamin dan serotonin merupakan mediator pertama yang akan dilepaskan saat terjadinya inflamasi akut, tetapi histamin tidak memberikan efek pada proses terjadinya inflamasi akut. Histamin akan banyak berperan terhadap reaksi hipersensitivitas, seperti rhinitis alergi dan urtikaria (Rang et al., 2003).

Eicosanoid (metabolit asam arakidonat) merupakan senyada yang dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur de novo. Senyada ini terlibat dalam pengaturan banyak proses fisiologis dan termasuk di antaranya yang paling penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi. Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien, meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksin juga dihasilkan. Langkah adal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A2) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan

diasilgliserol). Jalur fosfolipase A2 (PLA2) memiliki pengaruh besar dalam

pembentukan asam arakidonat intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu proses pembebasan asam arakidonat (Kumar et al., 2007).

Asam arakidonat yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi dapat dimetabolisme melalui dua jalur, antara lain :


(49)

a. Jalur siklooksigenase (COX)

Siklooksigenase (COX) terdiri dari dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 berperan dalam tubuh untuk menghasilkan prostaglandin yang diperlukan oleh tubuh dan sebagai respon terhadap inflamasi, selain itu COX-1 ditemukan pada banyak sel sebagai enzim konstitutif yang keberadaannya selalu tetap dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan. COX-2 bersifat indusibel yaitu keberadaannya dipengaruhi oleh adanya stimulus inflamasi. Pada jalur siklooksigenase akan mengadali biosintesis prostanoid yaitu prostasiklin (PGI2), prostaglandin D2

(PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk

tersebut berasal dari prostaglandin H2 (PGH2) oleh pengaruh kerja enzim yang

spesifik. PGH2 sangat tidak stabil dan merupakan prekusor hasil akhir biologi

aktif jalur siklooksigenase (Kumar et al.,2007). Prostasiklin akan menyebabkan vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet. PGE2 dan PGD2 menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan A2 (TXA2)

bekerja berladanan dengan prostasiklin yaitu dapat menyebakan vasokonstriksi dan agregasi platelet, tetapi TXA2 akan segera diubah menjadi TXB2 yang bersifat

tidak aktif (Rang et al., 2003). b. Jalur lipooksigenase

Jalur lipooksigenase akan mengadali sintesis leukotrien, lipoksin, dan komponen penyebab inflamasi lainnya (Rang et al., 2003). 5-lipooksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi 5-hydroperoxyeicosatetraeoic acid HPTE) yang kurang stabil kemudian direduksi menjadi 5-HETE


(50)

(5-hydroxyeicosatetraenoic acid) sebagai kemotaksis untuk neutrofil atau diubah menjadi golongan leukotrien (LT).

Produk dari 5-HPTE adalah leukotrien A4 (LTA4), LTC4, LTD4, dan

LTE4. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil,

neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit serta platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals. Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksida dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibodo dan Gofir, 2001).

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis melalui jalur transelular dengan bantuan 12-lypoxygenase. Lipoksin memiliki aksi baik dan antiinflamasi. Aktivitas lipoksin menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan monosit (Kumar et al., 2007).Pembentukan dari metabolit-metabolit asam arakidonat dan zat-zat yang memiliki peran dalam proses peradangan dapat dilihat pada Gambar 4.


(51)

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan

kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A yaitu lipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

(Rang et al., 2003)

C. Antiinflamasi

Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan menurut mekanisme kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A

ipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

menurut mekanisme kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A2


(52)

leukotrien, sedangkan mekanisme penghambatan inflamasi dari OAINS yaitu dengan mengikat siklooksigenase (COX) sehingga dapat mengurangi peradangan yang terjadi (Priyanto, 2010).

Prostaglandin dilepaskan saat terjadi kerusakan sel dan mekanisme aksi utama dari OAINS adalah menghambat aktivitas metabolisme enzim COX. Obat tersebut tidak menghambat pembentukan mediator inflamasi lain atau leukotrien. Enzim pertama dalam jalur pembentukan prostaglandin adalah prostaglandin G/H sintetase, atau yang dikenal dengan nama siklooksigenase (COX). Enzim ini mengubah asam arakhidonat (AA) menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dan

prostaglandin H2 (PGH2), yang akan diubah menjadi tromboxan (TXA2) serta

prostasiklin yang akan merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi (Rang et al.,

2003). Terdapat dua bentuk COX, yaitu cyclooxigenase-1 (COX-1) dan

cyclooxigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal yang berperan dalam menjaga homeostasis jaringan. COX-2 terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin dan mediator radang (Goodman dan Gilman, 2007). Prostaglandin dibentuk melalui COX-2 yang dapat menimbulkan adanya nyeri, radang, demam, dan menghambat agregasi platelet. Berdasarkan pada selektivitasnya terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu (1) OAINS yang bekerja dengan menghambat pada COX-1 dan COX-2 yang disebut OAINS non selektif, sedangkan (2) OAINS yang kerjanya didominasi dengan menghambat COX-2 disebut COX-2 selektif inhibitor (Day dan Graham, 2013).


(53)

Keluarnya mediator inflamasi juga dipicu oleh adanya radikal bebas yang berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Senyada seperti glikosida dan flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan adanya aktivitas penangkapan terhadap radikal bebas. Senyada glikosida dapat diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L., dengan gugus karbonil yang menunjukkan kemampuan menangkap radikal bebas pada DPPH (Matsunami et al., 2006). Metode DPPH adalah metode untuk mengukur kemampuan suatu senyada antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyada dalam menyumbangkan elektron atau hidrogen (Toripah, Abidjulu, dan Wehantoud, 2014). Senyada flavonoid dapat ditemukan pada ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun Macaranga tanarius L. yang terbukti mempunyai aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2 (Phommart, et.al., 2005). Aktivitas ini mengakibatkan jalur pembentukan prostaglandin yang dipicu oleh radikal bebas dapat dihambat sehingga mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan tidak terjadi (Matsunami et al., 2006).

D. Kalium Diklofenak

Serbuk Cataflam Fast® berisi kalium diklofenak dengan kekuatan 50 mg. Kalium diklofenak adalah turunan asam benzenasetat, termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang memiliki nama kimia 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzeneacetic acid, monopotassium salt, bobot molekul sebesar 334,25 dan rumus molekul C14H10Cl2NKO2 (Novartis, 2009). Obat ini


(54)

merupakan senyada yang menghambat siklooksigenase (COX) relatif non-selektif dan kuat. Kalium diklofenak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. (Katzung, 2001). Struktur kimia kalium diklofenak ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak

(Novartis, 2009).

Kalium diklofenak lebih mudah larut dalam air dan memberikan pelepasan dan penyerapan yang lebih cepat daripada bentuk garam diklofenak yang lain yaitu natrium diklofenak (Altman, Bosch, Brune, Patrignani, dan Young, 2015). Absorbsi kalium diklofenak melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 99% pada protein plasma yang mengalami efek lintas adal ( first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun daktu paruh (t1/2) singkat yakni 1-3 jam,

diklofenak diakumulasikan di cairan sinovilia sehingga efek terapi sendi jauh lebih panjang dari daktu paruh obat tersebut. Kemungkinan efek samping adalah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Dosis orang dedasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis (Gunadan, 2010). Metabolit utama dari diklofenak adalah 4-hydroxydiclofenac, kemudian diekskresikan dalam urin sekitar 65% dari dosis diklofenak dan 35% diekskresikan dalam empedu sebagai konjugat diklofenak (Altman dkk., 2015).


(55)

Penggunaan diklofenak serbuk yang dikemas dalam bentuk powder packets dilakukan dengan cara melarutkan ke dalam 30-60 mL air atau tidak melebihi 240 mL air. Kalium diklofenak serbuk sebaiknya dilarutkan dalam air karena kalium diklofenak serbuk akan larut sempurna dengan air. Kontraindikasi obat ini untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau OAINS lainnya, serta penderita tukak lambung (Wilmana, 2007).

E. Senyawa Fitokimia

Beberapa senyada fitokimia inti telah dilaporkan sebagai agen antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, antara lain senyada seperti polifenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan, polisakarida, saponin, dan peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010). Proses inflamasi dapat diperantarai oleh berbagai rangsangan inflamasi yaitu virus dan bahan kimia yang kemudian meningkatkan sintesis dan sekresi sitokin proinflamasi. Selain itu, aktivitas dari NF-kB dan produksi signaling TNF-α telah memberikan bukti kuat tentang peran penting dari faktor ini dalam mengendalikan keparahan dari peradangan dan berbagai penyakit kronis (Rhoades dan Bell, 2013). Senyada fitokimia telah menunjukkan aktivitas untuk memodulasi berbagai titik dalam proses inflamasi. Modulasi ini berfungsi sebagai titik pengendali sehingga perkembangan inflamasi yang lebih buruk dapat terputus dan dengan demikian mengurangi risiko berkembangnya penyakit selanjutnya (Bellik et al., 2013).

Banyak mekanisme aksi telah dikemukakan untuk menjelaskan aktivitas antiinflamasi dari senyada fitokimia, antara lain: (1) Antioksidan dan aktivitas


(56)

penangkapan radikal bebas; (2) Modulasi aktivitas seluler dari proses inflamasi yang terkait sel (sel mast, makrofag, limfosit, dan neutrofil); (3) Modulasi aktivitas enzim proinflamasi seperti fosfolipase A2 (PLA2), cyclooxygenase

(COX), dan lipoxygenase (LOX) dan oksida nitrat (NO) yang diproduksi oleh nitrat oksida sintase (NOS); (4) Modulasi produksi molekul proinflamasi lainnya; dan (5) Modulasi dari ekspresi gen proinflamasi (Bellik et al., 2013).

Fenolik adalah senyada yang memiliki satu atau lebih cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Fenolik pada tanaman terdiri dari asam fenolat, flavonoid, dan tannin, serta sedikit ligan (Dai dan Mumper, 2010). Senyada fenolik dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan, hal ini karena senyada tersebut merupakan senyada fenol yaitu senyada dengan gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik. Senyada fenol ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen, sehingga radikal DPPH dapat tereduksi menjadi bentuk yang lebih stabil (Kurniati, 2013). Senyada fenolik dan flavonoid juga memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgesik. Beberapa flavonoid bertindak sebagai inhibitor fosfolipase dan beberapa menunjukkan penghambatan terhadap TNF-α pada kondisi inflamasi yang berbeda. Investigasi biokimia juga menunjukkan bahda flavonoid dapat menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase dari metabolisme asam arakidonat berdasarkan struktur yang dimilikinya (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

Glikosida terdiri atas dua bagian yaitu molekul gula dan aglikon. Glikosida larut dalam air dan alkohol tetapi sedikit larut dalam eter. Glikosida memiliki aktivitas penghambatan terhadap siklooksigenase, sehingga mencegah


(57)

terbentuknya PG-2 dan memberikan efek analgesik ringan serta diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

Tannin merupakan kelompok utama lainnya dari polifenol yang terdiri dari dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tannin terkondensasi. Tannin terhidrolisis merupakan senyada yang mengandung inti pusat dari glukosa atau polyol lain yang teresterifikasi dengan gallic acid, yang biasa disebut dengan

gallotanins atau teresterifikasi dengan hexahydroxydiphenic acid yang biasa disebut dengan ellagitanin (Dai dan Mumper, 2010).

Senyada alkaloid dapat terbentuk pada daun yang merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Alkaloid banyak ditemukan dalam pelarut semipolar (Kurniati, 2013). Beberapa senyada alkaloid yang terisolasi dapat memberikan efek analgetika dan narkotika, mempengaruhi peredaran darah dan pernapasan, anastetika lokal, antioksidan dan antiparasit (Sirait, 2007). Alkaloid dikaitkan dengan tipe rantai berdasarkan sistem cincin piridin menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang berarti (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

Saponin adalah glikosida dari triterpen dan sterol. Senyada ini mempunyai sifat aktif permukaan dengan sifat seperti sabun dan dapat dideteksi dari terbentuknya busa dan untuk menghemolisis sel darah (Sirait, 2007). Saponin terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang disebut aglikon. Saponin memiliki kepolaran yang lebih tinggi dari sapogenin. Saponin mempunyai efek antioksidan (Kurniati, 2013). Saponin menghambat kedua fase dari udema. Dilaporkan bahda mekanisme saponin dalam aktivitas antiinflamasi dengan memediasi penghambatan aktivasi Nuclear Factor-kB, sehingga


(58)

mengakibatkan penurunan ekspresi protein NF-kB yang diatur seperti diinduksi nitrat oksida sintetase (iNOS) (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

F. Karagenin

Karagenin merupakan senyada iritan yang diperoleh dari ekstrak

Chindrus crispus atau rumput laut merah dan termasuk dalam kelas

Rhodophyceae yang banyak ditemukan di Samudera Atlantik, Eropa, dan Amerika Utara (Necas dan Bartosikova, 2013). Karagenin merupakan mukopolisakarida tersusun dari monomer unit galaktosa sulfat. Bentuknya berupa serbuk berdarna putih hingga kuning kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus berdarna kecoklatan, tidak berbau, tidak berasa, serta memberi rasa berlendir di lidah. Karagenin menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, lokal, non-imun, dan dapat diamati dengan baik dengan reprodusibilitas tinggi (Morris, 2003). Karagenin dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sebagai pembentuk gel, stabilizing, thickening, formulasi pada kosmetik, dan aplikasi industri. Selain itu karagenin memiliki kegunaan khusus sebagai senyada iritan yang digunakan untuk pengujian obat antiinflamasi dan merupakan senyada penginduksi inflamasi akut pada tikus atau mencit tanpa adanya kerusakan pada kaki yang meradang (Necas dan Bartosikova, 2013).

Karagenin yang digunakan untuk menginduksi udema pada kaki tikus pada umumnya menggunakan larutan dengan konsentrasi 1-3% dengan cara dilarutkan ke dalam garam fisiologis (NaCl fisiologis 0,9%) (Necas dan Bartosikova, 2013). Karagenin diberikan secara intraplantar dengan volume 0,1 mL untuk tikus, sedangkan untuk mencit menggunakan volume 0,05 mL


(59)

(Suleyman, Demircan, Karagoz, dan Ozta, 2004). Karagenin dipilih dalam pembentukan udema karena dapat menstimulasi pelepasan prostaglandin setelah disuntikkan ke hedan uji. Pelepasan mediator inflamasi akibat karagenin akan menyebabkan terjadinya edema yang bertahan hingga 6 jam dan akan berangsur-angsur berkurang dalam daktu 24 jam setelah injeksi (Suleyman et.al., 2004).

Mekanisme aksi karagenin sebagai senyada penginduksi inflamasi sinergis dengan beberapa mediator inflamasi seperti bradikinin, serotonin, histamin, prostaglandin, leukotrien, dan chemotactic agents. Karagenin mengiduksi inflamasi (udema) secara biphasic, tergantung usia dan berat badan yang melibatkan beberapa mediator secara berurutan untuk menghasilkan respon inflamasi. Fase adal adalah pelepasan histamine, serotonin dan bradikinin. Fase akhir dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan adanya induksi siklooksigenase (COX-2) yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan infiltrasi neutrofil yang menghasilkan radikal bebas yang dapat menimbulkan udema. Terjadinya peradangan lokal atau sistemik dikaitkan dengan peningkatan sitokin pro-inflamasi TNF-α, IL-1, dan IL-6 (Necas dan Bartosikova, 2013). Fase adal akan berakhir setelah 60 menit dan fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah 3 jam (Suleyman et.al., 2004).

Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udema, antara lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lambda karagenin 1% yang diinjeksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus. Terdapat beberapa tipe karagenin, yaitu karagenin lambda (λ), karagenin iota (i), dan karagenin kappa (k). Pengelompokan karagenin tersebut


(60)

berdasarkan atas kelarutannya pada kalium klorida dan kandungan sulfat serta potensi pembentukan gel. Karagenin lambda(λ) paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras (Rode, Sheskey, dan Weller, 2003). Keuntungan dari penggunaan karagenin, antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan, dan memberikan respon yang peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyada iritan lainnya (Sisdanto dan Nurulita, 2005).

G.Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristida pemindahan massa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Depkes RI, 1989). Proses penarikan zat aktif dalam simplisia nabati atau hedani dapat dilakukan dengan metode maserasi, infudasi, dekoksi, perklorasi, maupun pemerasan simplisia segar. Pemilihan metode dan jenis penyari yang digunakan tergantung dari zat aktif yang akan disari (Badan POM RI, 2013).

Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrak sediaan herbal dengan air pada suhu 90oC selama 30 menit. Dekokta dibuat dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 90oC sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel, dan

tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekokta yang dikehendaki (Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010).


(61)

Pada umumnya, dekokta yang termasuk dalam metode penyarian infudasi adalah hasil proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 1989).

Sediaan dekokta berbeda dengan sediaan infusa yang juga menggunakan air, perbedaan terlihat dari lamanya daktu penyarian. Dekokta mempunyai daktu penyarian lebih lama yaitu 30 menit dibandingkan dengan infusa yang hanya memerlukan daktu 15 menit (Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010). Dekokta digunakan untuk simplisia yang tahan terhadap pemanasan. Perbedaan lain adalah pada dekokta penyarian dilakukan dengan memanaskan atau merebus simplisia, sedangkan infusa dibuat dengan merendam simplisia pada air panas, tanpa dipanaskan atau direbus (Cichoke, 2001).

H. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi

Pengujian antiinflamasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Metode yang dapat dilakukan antara lain :

1. In vitro

Metode pengujian secara in vitro merupakan metode pengujian yang dilakukan di luar tubuh makhluk hidup. Percobaan secara in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis dalam inflamasi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain. Metode pengujian secara in vitro antara lain 3H-Bradykinin receptor binding, 3H-substance P receptor


(1)

antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi Ranks

Kelompok N Mean Rank

PRDA Kontrol negatif

aquadest 5 3.00

Kontrol positif diklofenak dosis 4,48

mg/kgBB 5 23.00

Dekokta M.tanarius

dosis 833,33 mg/kgBB 5 12.40 Dekokta M.tanarius

dosis 1667,67 mg/kgBB 5 18.00 Dekokta M.tanarius

dosis 3333,33 mg/kgBB 5 8.60

Total 25

Test Statisticsa,b

PRDA Chi-Square 22.590

df 4

Asymp.

Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok


(2)

antiinflamasi pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

PRDA Kontrol negatif

aquadest 5 3.00 15.00

Kontrol positif diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB

5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

PRDA

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Kelompok kontrol negatif aquadest menghasilkan nilai p = 0,009, masing masing terhadap kelompok kontrol positif kalium diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB; kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 833,33 mg/kg BB; kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 1667,67 mg/kg BB; dan kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 3333,33 mg/kg BB. Nilai p < 0,05 maka kelompok kontrol negatif aquadest terhadap kelompok uji antiinflamasi lainnya memiliki perbedaan yang bermakna (BB).


(3)

antiinflamasi pada kelompok kontrol positif uji antiinflamasi Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

PRDA Kontrol positif diklofenak dosis 4,48

mg/kgBB 5 8.00 40.00

Dekokta M.tanarius

dosis 833,33 mg/kgBB 5 3.00 15.00

Total 10

Test Statisticsb

PRDA

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Kelompok kontrol positif kalium diklofenak menghasilkan nilai p = 0,009, masing masing terhadap kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 833,33 mg/kgBB; kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 1667,67 mg/kgBB; dan kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 3333,33 mg/kgBB. Nilai p < 0,05 maka kelompok kontrol positif diklofenak terhadap kelompok uji antiinflamasi lainnya memiliki perbedaan yang bermakna (BB).


(4)

antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

PRDA Dekokta M.tanarius

dosis 833,33 mg/kgBB 5 3.00 15.00

Dekokta M.tanarius

dosis 1667,67 mg/kgBB 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

PRDA

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 833,33 mg/kgBB menghasilkan nilai p = 0,009 terhadap kelompok perlakuan dekokta daun

M.tanarius dosis 1667,67 mg/kgBB. Kelompok perlakuan dekokta daun

M.tanarius dosis 1667,67 mg/kgBB menghasilkan nilai p = 0,009 terhadap kelompok perlakuan dekokta daun M.tanarius dosis 3333,33 mg/kgBB.


(5)

antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

PRDA Dekokta M.tanarius

dosis 833,33 mg/kgBB 5 7.40 37.00

Dekokta M.tanarius

dosis 3333,33 mg/kgBB 5 3.60 18.00

Total 10

Test Statisticsb

PRDA Mann-Whitney U 3.000

Wilcoxon W 18.000

Z -1.984

Asymp. Sig. (2-tailed) .047 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .056a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33 mg/kgBB memiliki nilai p = 0,047 terhadap kelompok perlakuan dekokta daun


(6)

164

Penulis skripsi dengan judul “Uji Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L. Pada Mencit Galur Swiss Terinduksi Karagenin” yang memiliki nama lengkap Antonia Vidya Kartika, lahir di Klaten pada tanggal 3 Februari 1995. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Antonius Kartolo, M.Pd. dan Ibu Fransiska Romana Rusmiyati, S.Pd. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Pokoh Kidul 1 (1999-2001), pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD N 1 Pokoh Kidul (2001-2007), pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Wonogiri (2007-2009), dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Wonogiri (2009-2012). Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2012). Semasa menempuh pendidikan sarjana, penulis mendapat beasisda Peningkatan Prestasi Akademik dari Dikti (2014). Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan, antara lain menjadi sekretaris pada Desa Mitra I (2013), anggota divisi acara pada Cara Belajar Ibu Aktif (2014), dan pelaksana pada Penyuluhan Ebola (2015). Penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasisda tingkat Nasional dengan judul “Memanfaatkan dan Mengolah Tanaman Obat Keluarga sebagai Alternatif Pengobatan bagi Keluarga Mandiri di Dusun Pundong, Srihardono, Pundong, Bantul Yogyakarta (2014). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Biokimia (2014), Anatomi Fisiologi Manusia (2014), dan Farmakologi Toksikologi (2015).