Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida: kajian terhadap praperlakuan jangka waktu 30 menit.

(1)

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL-AIR DAUN

Macaranga tanarius L. PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA :

KAJIAN TERHADAP PRAPERLAKUAN JANGKA WAKTU 30 MENIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Fransisca Devita Risti Wijayanti NIM : 098114095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL-AIR DAUN

Macaranga tanarius L. PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA :

KAJIAN TERHADAP PRAPERLAKUAN JANGKA WAKTU 30 MENIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Fransisca Devita Risti Wijayanti NIM : 098114095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jika Anda cukup berani untuk mencintai maka kadang menang dan kadang kalah; jika Anda mau mencoba, maka kadang berhasil dan kadang tidak; jika

Anda cukup berani untuk bermimpi dan menemukan Anda bersama dengan impian-impian yang tidak terwujud, maka Anda bisa melihat kembali dari

puncak gunung tempat Anda berdiri ke dalam mimpi-mimpi itu. Dan sadarilah bahwa betapa penuhnya hidup Anda dan betapa banyaknya kenangan indah yang terkadang tertutup oleh impian yang hancur tersebut.

(Harold S. Kushner)

Karya kecil ini ku persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus, kekasih jiwaku Orang tuaku, ungkapan rasa hormat dan baktiku Kakakku Yustinus Anang, penyemangatku Keluarga besar Joyokartono dan Trisnomartoyo, pendukungku Sahabat-sahabatku tersayang Almamaterku tercinta Terima kasih Tuhan, sebab Engkau menciptakan aku di antara mereka, sebab rancangan-Mu sungguh luar biasa indah pada saatnya.


(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 2 April 2013 Penulis


(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Fransisca Devita Risti Wijayanti Nomor Mahasiswa : 098114095

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida : Kajian Terhadap

Praperlakuan Jangka Waktu 30 Menit

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 2 April 2013

Yang menyatakan


(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida : Kajian Terhadap Praperlakuan Jangka Waktu 30 Menit” dengan baik dan lancar.

Adapun maksud dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing, atas segala arahan, bantuan, dukungan, motivasi, pengertian, kesabaran, dan ketulusannya selama membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji, atas masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji, atas masukan dan saran kepada penulis.


(9)

viii

5. Ibu Rini Dwiatuti, M. Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmasi, atas ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi.

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., yang telah membantu peneliti dalam determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas didikan, bimbingan, dan pendampingannya dalam proses perkuliahan.

8. Ibu drh. Ari, Pak Parjiman, Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Kayat, Pak Agung, Mas Sigit, Pak Parlan, Ibu Hartini, dan Pak Asran yang telah banyak membantu menyediakan bahan dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penelitian.

9. Komite Etik Universitas Gadjah Mada, atas ijin penggunaan hewan uji dalam penelitian.

10. Sahabat “Macaranga” Nanda Chris N., Theresia Garri W., M. R. Biri Koni Tiala, Christine Herdyana F., Bernadetta Amilia R., A. M. Inggrid Silli, dan Luluk Rahendra M., atas kerja sama, bantuan, perjuangan, kebersamaan, dan suka duka dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi.

11. Sahabat-sahabat “Bermain dan Belajar” tersayang Apriliawati Galuh A., Lucia Shinta R., Niken Ambar S., M. R. Biri Koni Tiala, Christine Herdyana F., Bernadetta Amilia R., dan A. M. Inggrid Silli, atas senyum, tawa, dan keceriaan penuh semangat yang memotivasi penyelesaian skripsi. Hari terindahku terjadi karena senyum dan tawamu.

12. Sahabat-sahabat Farmasi 2009 “Together We Can” atas kebersamaan dan canda tawa selama berproses di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.


(10)

ix

13. Sahabat-sahabat Rokat Namche, atas doa dan dukungannya.

14. Sahabat-sahabat OMK St. Ignatius Tridadi, atas doa dan dukungannya.

15. Sahabat-sahabat KKN XLV Kepuharjo, atas dukungan semangat dan pengalaman hidup bersama yang sangat berharga dalam pengabdian masyarakat.

16. Semua pihak yang telah membantu, memudahkan, dan memperlancar proses skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 2 April 2013 Penulis


(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

INTISARI... xx

ABSTRACT... xxi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 5


(12)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Anatomi Fisiologi Hati ... 6

B. Kerusakan Hati ... 8

C. Hepatotoksin... 10

D. Karbon tetraklorida... 11

E. Metode Hepatotoksisitas ... 14

F. Macaranga tanarius L. ... 16

1. Klasifikasi... 16

2. Nama daerah... 16

3. Kandungan kimia ... 16

4. Khasiat dan kegunaan ... 18

G. Metode Penyarian... 18

H. Keterangan Empiris ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 20

1. Variabel penelitian ... 20

2. Definisi operasional... 21

C. Bahan Penelitian... 22

1. Bahan utama ... 22

2. Bahan kimia... 22

D. Alat Penelitian ... 23


(13)

xii

2. Alat pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 23

3. Alat uji hepatoprotektif ... 23

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi tanaman M. tanarius L... 23

2. Pengumpulan bahan... 24

3. Pembuatan serbuk daun M. tanarius ... 24

4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 24

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius... 25

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 25

7. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 26

8. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1% ... 26

9. Pembuatan larutan hepatotoksin karbon tetraklorida 50%... 26

10. Uji pendahuluan ... 27

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 28

12. Pembuatan serum... 28

13. Penetapan aktivitas serum kontrol dan serum ALT-AST... 29

F. Tata Cara Analisis Hasil... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Determinasi tanaman ... 31

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun M. tanarius... 31

C. Bobot Pengeringan Tetap dan Rendemen Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius ... 32


(14)

xiii

D. Uji Pendahuluan ... 33 1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 33 2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 34 E. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius

pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida dengan Pengaruh Praperlakuan Jangka Waktu 30 Menit ... 38 1. Kontrol olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB ... 41 2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dosis 2

ml/kgBB ... 42 3. Kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840

mg/kgBB ... 44 4. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

3840 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 45 5. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

1280 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 46 6. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

426 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 48


(15)

xiv

7. Perbandingan efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840, 1280, dan 426 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit ... 50

F. Rangkuman Pembahasan... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN... 59


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik ... 14 Tabel II. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT-AST darah tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 34 Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT serum darah tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 37 Tabel IV. Hasil uji Mann Whitney aktivitas AST serum darah tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 37 Tabel V. Purata ± SE nilai aktivitas serum ALT dan AST darah tikus

akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan

induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 38 Tabel VI. Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus akibat

pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit ... 39 Tabel VII. Hasil uji Scheffe nilai aktivitas AST serum darah tikus akibat


(17)

xvi

karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit ... 40 Tabel VIII. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas ALT serum darah

tikus pada pemberian olive oil 2 ml/kgBB jam ke-0 dan 24 ... 41 Tabel IX. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas AST serum darah


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembuluh yang masuk dan keluar hati... 6

Gambar 2. Struktur mikroskopik hati... 7

Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida ... 11

Gambar 4. Mekanisme terjadinya steatosis oleh CCl4 ... 13

Gambar 5. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius ... 17

Gambar 6. Diagram batang purata ± SE nilai aktivitas ALT serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 35

Gambar 7. Diagram batang purata ± SE nilai aktivitas AST serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 36

Gambar 8. Diagram batang purata ± SE aktivitas ALT serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 39

Gambar 9. Diagram batang purata ± SE aktivitas AST serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit ... 40


(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun M. tanarius ... 60

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 60

Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 60

Lampiran 4. Surat determinasi tanaman M. tanarius... 61

Lampiran 5. Ethical clearance penelitian ... 62

Lampiran 6. Analisis statistik nilai aktivitas serum ALT pada penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 63

Lampiran 7. Analisis statistik nilai aktivitas serum AST pada penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 66

Lampiran 8. Analisis statistik nilai aktivitas ALT serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit... 70

Lampiran 9. Analisis statistik nilai aktivitas AST serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit ... 80

Lampiran 10. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 85

Lampiran 11. Perhitungan konversi waktu untuk manusia... 86

Lampiran 12. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 86


(20)

xix

Lampiran 14. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius ... 88

Lampiran 15. Bobot pengeringan tetap ekstrak metanol-air daun M. tanarius... 88


(21)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus yang terinduksi

karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus sejumlah 30 ekor yang kemudian dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi perlakuan hepatotoksin karbon tetraklorida 50 % dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberi perlakuan olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

3840 mg/kgBB. Kelompok IV sampai dengan kelompok VI masing-masing diberi ekstrak metanol-air daun M.tanarius dengan dosis 3840, 1280, dan 426 mg/kgBB

secara per oral, kemudian 30 menit setelahnya diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Dua puluh empat jam kemudian, pada semua kelompok perlakuan dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT dan AST.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 1280 mg/kgBB merupakan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus

yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit.

Kata kunci : efek hepatoprotektif, praperlakuan 30 menit, ekstrak metanol-air, Macaranga tanarius, karbon tetraklorida


(22)

xxi ABSTRACT

This study aimed to determine the most effective dose of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves toward carbon tetrachloride induced rats,

the effect of 30 minutes pretreatment. This research is a pure experimental design with randomized complete unidirectional pattern.

This research used 30 rats were divided randomly into six treatment groups. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 50% 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. The second group (negative control) was given olive oil 100% 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. Third group (extract

control) was given methanol-water extract of M. tanarius leaves 3840 mg/kgBW.

The fourth until sixth group was given methanol-water extract of M. tanarius

leaves dose 3840, 1280, and 426 mg/kgBW orally and then successively at 30 minutes after were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. Twenty-four hours later, the blood on all of the treatments group was collected from the orbital sinus eye to be measured ALT and AST serum activity.

The result showed that dose 1280 mg/kgBW is the most effective dose of methanol-water extract of M. tanarius L. leaves toward carbon tetrachloride

induced rats, the effect of 30 minutes pretreatment.

Keywords : hepatoprotective effect, 30 minutes pretreatment, methanol-water extract, Macaranga tanarius, carbon tetrachloride


(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang mempunyai fungsi utama dalam tubuh, yaitu untuk sintesis, ekskresi, dan metabolisme (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Sebagai organ metabolisme, hati berperan dalam pembentukan dan ekskresi empedu; metabolisme lemak; penimbunan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen (Price dan Wilson, 2005).

Kerusakan hati dapat disebabkan karena induksi obat, infeksi viral, dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan Fred, 1996). Penelitian tentang kerusakan hati yang disebabkan oleh induksi obat perlu dilakukan karena jumlah pasien yang menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat. Penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati akut diperantarai oleh obat-obatan (Cadman, 2000).

Hepatotoksin merupakan senyawa yang dalam penggunaan jangka panjang atau pada dosis berlebih dapat menimbulkan gangguan hati (Zimmerman, 1978). Salah satu hepatotoksin yang dapat digunakan sebagai senyawa model untuk menimbulkan kerusakan hati adalah karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan sentrilobular nekrosis hepatik dan perlemakan di hati (Timbrell, 2008).


(24)

Penggunaan obat tradisional dari bahan alam, di Barat dan Cina telah terbukti secara farmakologis dapat mengurangi adanya kerusakan hati (Williamson, et al., 1996). Di Indonesia, yang merupakan negara dengan sumber

daya alam melimpah, tanaman obat untuk menanggulangi masalah kerusakan hati belum banyak diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian.

Macaranga merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis Afrika, Madagaskar, Asia Tenggara, Australia, serta kawasan Pasifik. Macaranga tanarius L., di Malaysia dan Thailand digunakan untuk obat tradisional sebagai

antitusif dan antipiretik. Sedangkan, di Taiwan dan China digunakan sebagai minuman herbal (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa Macaranga tanarius L. memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak metanol

daun Macaranga tanarius L. yang mengandung macarangiosida dan malofenol

terbukti dapat menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH (Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, et al., 2006). Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005), melaporkan bahwa senyawa yang terkandung dalam Macaranga tanarius L., yaitu

tanariflavanon C, tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, dan nymphaeol

C memiliki aktivitas antioksidan dan dapat berfungsi sebagai agen antiinflamasi. Adrianto (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius

dosis 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi parasetamol. Windrawati (2013) juga melaporkan bahwa dosis 3840 mg/kgBB merupakan dosis paling efektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius


(25)

yang memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka panjang (6 hari).

Dari uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit. Dalam penelitian ini digunakan praperlakuan jangka waktu 30 menit karena menurut Tiala (2013) waktu tersebut merupakan waktu paling efektif pemakaian secara jangka pendek ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840

mg/kgBB dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat diketahui dosis paling efektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat memberikan efek

hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit sehingga dapat digunakan untuk membandingkan dengan dosis paling efektif pada praperlakuan jangka panjang.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Berapakah dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius

pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit?


(26)

2. Keaslian penelitian

Penelitian menggunakan daun M. tanarius pernah dilakukan oleh Matsunami, et al. (2006) dan Phommart, et al. (2005). Matsunami, et al. (2006)

melaporkan bahwa ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. mengandung macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, dan malofenol B mempunyai aktivitas antioksidan. Phommart, et al. (2005), melaporkan bahwa Macaranga tanarius L. mengandung senyawa tanariflavanon C, tanariflavanon D,

nymphaeol A, nymphaeol B, dan nymphaeol C yang memiliki aktivitas

antioksidan dan dapat berfungsi sebagai agen antiinflamasi.

Penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun

M. tanarius pada tikus terinduksi parasetamol pernah dilakukan oleh Adrianto

(2011). Penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang infusa daun M. tanarius

pada tikus terinduksi parasetamol juga telah dilakukan oleh Mahendra (2011), sedangkan efek hepatoprotektif jangka pendek infusa daun M. tanarius pada tikus terinduksi parasetamol dilakukan oleh Nugraha (2011). Mereka membuktikan bahwa ekstrak metanol-air dan infusa daun M. tanarius memiliki efek

hepatoprotektif pada tikus terinduksi parasetamol.

Penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun

M. tanarius pada tikus terinduksi karbon tetraklorida telah dilaporkan oleh Windrawati (2013) dengan hasil dosis 3840 mg/kgBB merupakan dosis paling efektif. Tiala (2013) juga telah melaporkan bahwa praperlakuan jangka waktu 30 menit merupakan waktu paling efektif penggunaan secara jangka pendek ekstrak


(27)

metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB dalam memberikan efek

hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai efek hepatoprotektif jangka waktu 30 menit ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya untuk bidang kefarmasian.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan masyarakat dalam penggunaan tanaman M. tanarius khususnya sebagai

alternatif pencegahan penyakit hati.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit.


(28)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga (Pearce, 2009). Hati berbentuk seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-1,5 kg dengan berat jenis 1,05. Hati merupakan organ yang lunak, kenyal, tetapi juga rapuh. Permukaannya licin, berwarna coklat kemerahan, dan dilintasi oleh berbagai pembuluh darah (Wijayakusuma, 2008).

Gambar 1. Pembuluh yang masuk dan keluar hati (Pearce, 2009)

Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilintasi berbagai


(29)

pembuluh yang masuk-keluar hati (lihat Gambar 1). Fisura longitudinal

memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan atas hati. Hati

terbagi menjadi empat lobus (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata) yang terdiri atas 50.000-100.000 lobulus. Lobulus berbentuk polihedral (segibanyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati (Pearce, 2009).

Gambar 2. Struktur mikroskopik hati (Chandrosoma dan Taylor, 1995)

Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan bagian terbesar dari organ hati. Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran utama hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu (lihat Gambar 2). Sinusoid hati dilapisi oleh sel Kupffer yang merupakan bagian penting


(30)

dari sistem retikuloendotelial tubuh (Lu, 1995). Sel Kupffer berfungsi menelan

bakteri dan benda asing lain dalam darah. Oleh sebab itu, hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Price and Wilson, 1984).

Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil dinamakan kanalikuli, yang berjalan di tengah-tengah lempengan sel hati (Price and Wilson, 1984).

Hati mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari 500 fungsi. Fungsi-fungsi utama hati antara lain adalah menampung darah; membersihkan darah untuk melawan infeksi (pertahanan tubuh); memproduksi dan mensekresikan empedu; membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat); membantu metabolisme lemak (memproduksi dan merombak kolesterol menjadi garam empedu, membuat fosfolipid serta mengubah karbohidrat dan protein menjadi lemak); membantu metabolisme protein (tempat menyusun asam amino menjadi protein, memproduksi sebagian besar protein plasma, memproduksi faktor pembekuan darah, mengubah amonia menjadi urea); metabolisme vitamin dan mineral; medetoksifikasi zat-zat beracun dalam tubuh; serta mempertahankan suhu tubuh (Wijayakusuma, 2008).

B. Kerusakan Hati

Kerusakan sel hati akut umumnya diakibatkan nekrosis sel hati yang luas dan akut yang dapat disebabkan oleh virus hepatitis, obat dan bahan kimia yang


(31)

toksik. Kerusakan hati akut dapat digolongkan menjadi jaundice (kuning),

hipoglikemia, kecenderungan untuk perdarahan yang disebabkan kegagalan sintesis faktor pembeku darah dalam hati, gangguan elektrolit dan asam basa, hepatik ensefalopati, sindrom hepatorenal, dan kenaikkan serum enzim yang berhubungan dengan kasus nekrosis sel hati. Kerusakan sel hati akut memiliki angka kematian yang tinggi (Chandrasoma and Taylor, 1995).

Kerusakan sel hati kronis biasanya diakibatkan oleh sirosis, yang berkaitan dengan nekrosis sel hati, fibrosis, dan regenerasi nodular. Efek dari kerusakan hati kronis, yaitu penurunan sintesis albumin; menyebabkan rendahnya serum albumin; edema; dan ascites; penurunan protrombin dan faktor VII, IX, dan

X yang menimbulkan perdarahan (Chandrasoma and Taylor, 1995).

Berdasarkan manifestasi klinik dan pola spesifik pada histopatologi, kerusakan hati menjadi:

1. Nekrosis sentrilobular, terjadi pada induksi obat hepatotoksik yang mangakibatkan adanya produksi metabolit beracun dari suatu senyawa.

2. Steatonecrosis, kerusakan sel hati akut yang ditandai dengan penumpukan

lemak pada sel-sel hati dan terjadi karena adanya senyawa yang mempengaruhi proses oksidasi asam lemak di dalam mitokondria.

3. Phospholipidosis, merupakan akumulasi dari phospholipid sebagai pengganti asam lemak.

4. Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi, hampir mirip dengan terjadinya perubahan karena adanya infeksi hati oleh virus (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008).


(32)

C. Hepatotoksin

Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat menimbulkan kerusakan hati akut, subkronik, maupun kronik (Zimmerman, 1978).

Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hepatotoksin teramalkan (intrinsik)

Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin teramalkan bergantung kepada dosis pemberian. Contoh dari obat-obat tipe ini adalah parasetamol, salisilat, tetrasiklin (Forrest, 2006).

Hepatotoksin teramalkan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a. Hepatotoksin kerja langsung

Hepatotoksin kerja langsung meliputi zat beracun (zat induk atau metabolitnya) yang mampu menimbulkan luka secara langsung pada membran plasma, retikuloendoplasma, dan organel lain hepatosit. Prototipenya adalah karbon tetraklorida.

b. Hepatotoksin kerja tak langsung

Hepatotoksin kerja tak langsung meliputi zat beracun yang menimbulkan luka dengan cara mengganggu jalur atau proses metabolik yang khas,


(33)

yang mengakibatkan kerusakan atau kekacauan struktur sel hati. Prototipenya etionin dan galaktosamina (Zimmerman, 1978).

2. Hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)

Senyawa yang termasuk golongan ini, yaitu senyawa yang mempunyai sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh mekanisme alergi (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan metabolik menuju penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid) (Zimmerman, 1978; Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh hepatotoksin golongan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis (Donatus, 1992).

D. Karbon tetraklorida

Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida (Dirjen POM, 1995)

Karbon tetraklorida (Gambar 3) merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, dan memiliki rumus molekul CCl4. Karbon tetraklorida memiliki BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol mutlak dan dengan eter (Dirjen POM, 1995).

Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, jika diberikan kepada berbagai spesies dapat menyebabkan sentrilobular nekrosis hepatik dan


(34)

perlemakan di hati. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Dosis rendah karbon tetraklorida menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450, terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Hal ini juga selektif untuk isoenzim tertentu, CYP2E1 di tikus, sedangkan isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak terpengaruh. Penghancuran CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia (Timbrell, 2008).

Karbon tetraklorida akan mengalami reduksi dehalogenasi di hati dengan adanya katalis enzim sitokrom P-450 sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3). Radikal bebas ini jika bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi (OOCCl3) yang lebih reaktif. Saat konsumsi CCl4 telah mencukupi, Ca2+ dalam sitoplasma intrasel meningkat maka dapat menyebabkan kematian sel. Peningkatan Ca2+ ini terjadi karena gangguan dalam mekanisme transport Ca2+ sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran Ca2+ (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Toksisitas CCl4 banyak digunakan untuk model kerusakan sel-sel hati. Pemberian CCl4 secara intragastrikal, subkutan, intraperitoneal, dan inhalasi dapat menunjukkan ciri kerusakan nekrosis sentrilobular dan steatosis (Zimmerman, 1978). Mekanisme nekrosis dapat terjadi karena adanya gangguan pada mitokondria dalam sel, dimana mitokondria merupakan penghasil ATP. Gangguan ini terjadi karena meningkatnya Ca2+ di sitoplasma sehingga mengakibatkan pengambilan Ca2+ ke dalam mitokondria meningkat dan sintesis ATP terganggu. Jika gangguan terjadi di seluruh mitokondria, maka dapat mengakibatkan


(35)

penurunan ATP yang sangat tinggi dan menyebabkan pecahnya sel atau nekrosis (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Radikal bebas CCl3 merusak retikulum endoplasma

putusnya mekanisme kopling trigliserida apoprotein membentuk

lipoprotein pembawa (VLDL)

tidak sempurnanya transport lipoprotein melalui membran plasma

sistem transport dari hati terhambat penumpukan lemak

steatosis

Gambar 4. Mekanisme terjadinya steatosis oleh CCl4 (Zimmerman, 1978)

Mekanisme terjadinya steatosis oleh CCl4 (Gambar 4) diduga menyangkut adanya pembentukan radikal bebas (CCl3) yang bersifat merusak retikulum endoplasma. Membran retikulum endoplasma menjadi terganggu sehingga menyebabkan sistem transportasi lemak yang keluar hati terhambat (Cheville, 1976). Hambatan terjadi karena mekanisme kopling trigliserida dengan apoprotein membentuk molekul lipoprotein pembawa (VLDL) terputus atau sintesis apolipoprotein tidak sempurna, dan mungkin karena transport lipoprotein melalui membran plasma tidak sempurna. Hal tersebut mengakibatkan penumpukan lemak di dalam hati sehingga terjadi steatosis (Zimmerman, 1978).


(36)

Ketika steatosis, terjadi gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma. Enzim ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat (Wahyuni, 2005). Menurut Zimmerman (1999), peningkatan aktivitas AST dan ALT ketika terjadi steatosisakibat pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida masing-masing adalah empat dan tiga kali lipat dibanding nilai normal (Tabel I).

Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik

(Zimmerman, 1999).

E. Metode Hepatotoksisitas

Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain:

1. Uji enzim serum

Kerusakan sel-sel hati dapat dilihat dari peningkatan serum aminotransferase secara signifikan yang mendahului terjadinya kenaikan jumlah bilirubin total dan alkaline phospatase. Kebanyakan dari kerusakan

hati dapat terjadi satu tahun setelah pemaparan agen hepatotoksik (DiPiro et al., 2008).

Enzim ALT lebih spesifik untuk organ hati karena proporsinya paling banyak berada pada organ ini dibanding organ tubuh lainnya (Edem


(37)

dan Akpanabiatu, 2006). Beberapa enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda untuk mengetahui adanya kerusakan hati adalah enzim-enzim golongan hidrogenase seperti laktat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, isositrat dehidrogenase, dan malat dehidrogenase. Enzim-enzim tersebut jarang digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati dan kurang sensitif dibandingkan kombinasi AST dan ALT (Hodgson dan Levi, 2000).

2. Pemeriksaan asam amino dan protein

Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum terjadi secara lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin (Zimmerman, 1978). 3. Perubahan penyusun kimia dalam hati

Perubahan penyusun kimia dalam hati dapat menggambarkan mekanisme kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan yang dekat dengan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1978).

4. Uji ekskretori hati

Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein, dan mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi hati tersebut dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978).


(38)

F. Macaranga tanarius L. 1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub- Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Classis : Magnoliopsida (dikotil)

Sub-classis : Rosidae Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Species : Macaranga tanarius L. (Mus, 2008).

2. Nama daerah

Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Prosea, 2010). 3. Kandungan kimia

Matsunami, et al., (2006, 2009) juga melaporkan bahwa daun M. tanarius mengandung macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida

C, macarangiosida D, dan malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan isoquercitrin, lignan glukosida, pinoresinol, dan 2 megastigman glukosida yang kemudian dinamakan macarangiosida E dan F. Struktur senyawa yang terkandung dalam M. tanarius dapat dilihat pada


(39)

Tanariflavanon C Tanariflavanon D

Nymphaeol A Nymphaeol B

Nymphaeol C Malofenol

Macarangiosida A Macarangiosida B

Macarangiosida C Macarangiosida D

Gambar 5. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart, et al., 2005 ; Matsunami, et al., 2006)


(40)

4. Khasiat dan kegunaan

Daun M. tanarius selain kaya akan tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik (Lin, Nonaka, and Nishioka, 1990). Di Malaysia dan Thailand, dekok akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif, akar keringnya digunakan sebagai agen emetik dan daun segarnya digunakan untuk penutup luka serta mencegah terjadi inflamasi. Di Cina, tanaman M. tanarius dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim, et al., 2009).

G. Metode Penyarian

Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).

Ekstrak diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah penarikan konstituen yang diinginkan dari simplisia dengan pelarut tertentu, yang dapat melarutkan konstituen yang diinginkan. Secara umum, metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air. Penyarian simplisia dengan air dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi dan perkolasi (Dirjen POM, 1979).


(41)

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Dirjen POM, 1986).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang bertujuan untuk mengetahui dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius

sebagai hepatoprotektor pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan waktu paling efektif secara jangka pendek yaitu 30 menit.


(42)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini berupa pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dalam variasi dosis. Dosis ekstrak metanol-air

daun M. tanarius adalah mg ekstrak metanol-air daun M. tanarius tiap satuan

berat badan hewan uji dalam satuan kg. b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus terinduksi karbon

tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit yang ditandai dengan tolok ukur berupa penurunan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Transaminase (AST).


(43)

c. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau yang harus dikendalikan, yaitu: hewan uji tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g; jalur pemberian, yaitu secara per oral dan intraperitoneal; dan praperlakuan jangka waktu 30 menit (Tiala, 2013).

d. Variabel pengacau tak terkendali

Pada penelitian ini variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi patologis hewan uji.

2. Definisi operasional

a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi 10,0 g serbuk kering daun M. tanarius dalam 100 ml

pelarut metanol 50% secara maserasi selama 3 x 24 jam dengan kecepatan putar 140 rpm, kemudian disaring menggunakan kertas saring, dan diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator serta menggunakan oven selama 24

jam pada suhu 50oC hingga bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan dosis tertentu ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk melindungi hati dari hepatotoksin.

c. Praperlakuan jangka waktu 30 menit

Pemberian hepatotoksin dilakukan 30 menit setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius.


(44)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Daun M. tanarius diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

b. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g, diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Pelarut ekstrak, yaitu metanol dan air, metanol diperoleh dari Bratachem Yogyakarta yang dikemas oleh PT. Brataco (Cikarang, Bekasi) dan aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Hepatotoksin karbon tetraklorida, produksi MERCK (Darmstadt, Germany), diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

c. CMC-Na 1% sebagai bahan untuk membuat suspensi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Olive oil BERTOLLI® untuk membuat larutan karbon tetraklorida 50%. e. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Blanko pengujian ALT dan AST menggunakan aquabidestilata yang diproduksi oleh PT. Ikapharmindo Putramas Jakarta.


(45)

g. Reagen serum ALT dan AST DiaSys (Germany) untuk mengukur aktivitas ALT dan AST.

h. Kontrol serum ALT-AST COBAS® (PreciControl ClinChem Multi 2) Roche/Hitachi analyzer.

D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering daun M. tanarius

Alat untuk pembuatan serbuk kering daun M. tanarius adalah oven,

mesin penyerbuk, dan timbangan analitik.

2. Alat pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Seperangkat alat gelas, yaitu Erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, labu

ukur, batang pengaduk, cawan porselen, dan pipet tetes; shaker; timbangan

analitik; dan oven.

3. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas, yaitu beaker glass, labu ukur, gelas ukur, batang

pengaduk, dan tabung reaksi; timbangan analitik; spuit injeksi per oral dan

intraperitoneal; pipa kapiler; vitalab mikro (Microlab 200, Merck); stopwatch, vortex; sentrifuge.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman M. tanarius L.

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan hingga ke tingkat spesies


(46)

Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan dalam melakukan determinasi tanaman meliputi daun, batang, biji, bunga, dan buah.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. tanarius

yang masih segar dan berwarna hijau. Daun M. tanarius dipetik dari Kebun

Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk daun M. tanarius

Daun M. tanarius dicuci bersih di bawah air mengalir kemudian

dikeringanginkan. Setelah itu, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari dan ditutup menggunakan kain berwarna hitam agar terhindar dari kerusakan akibat paparan sinar matahari langsung dan juga menciptakan pemanasan yang merata. Pengeringan dilanjutkan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Daun yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40.

4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius

Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius dilakukan secara sederhana

dengan metode Gravimetri menggunakan alat Moisture Balance. Sebanyak 5 g

serbuk daun M. tanarius dimasukkan ke dalam alat Moisture Balance, kemudian diratakan dan ditimbang sebagai bobot serbuk sebelum pemanasan. Serbuk dipanaskan pada suhu 110oC selama 15 menit. Setelah dipanaskan, serbuk ditimbang ulang sebagai bobot serbuk sesudah pemanasan. Bobot serbuk daun M.


(47)

tanarius sebelum dan sesudah pemanasan kemudian dijadikan sebagai dasar untuk

menghitung persentase kadar air.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50%

pada suhu kamar selama 3 x 24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring, lalu cairan penyari dipisahkan menggunakan rotary vacuum evaporator. Ekstrak kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen dan

dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 50°C hingga didapatkan ekstrak dengan bobot tetap (susut pengeringan 0%).

Rendemen ekstrak merupakan selisih berat cawan berisi ekstrak kental dan berat cawan kosong. Rata-rata rendemen dihitung dari 6 replikasi rendemen ekstrak. Persentase rendemen ekstrak daun M. tanarius merupakan banyaknya

ekstrak kental yang didapatkan dari 1 kg serbuk daun M. tanarius. 6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari

spuit per oral. Pembuatan konsentrasi pekat dilakukan dengan melarutkan 1,92 g

ekstrak dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai, yakni CMC-Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan, yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4% b/v (Andini, 2010).


(48)

7. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi hewan uji tikus dan separuh pemberian maksimal secara per oral, yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sebagai berikut:

D x BB = C x V

D x 0,250 kg = 384 mg/ml x 2,5 ml

D = 3840 mg/kgBB

Peringkat dosis II ditetapkan dengan menurunkan sepertiga dari dosis

tertinggi (⅓ x 3840 mg/kgBB = 1280 mg/kgBB) dan peringkat dosis III

ditetapkan dengan menurunkan sepertiga dari peringkat dosis II (⅓ x 1280

mg/kgBB = 426 mg/kgBB). Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang

digunakan dalam penelitian adalah 3840, 1280, 426 mg/kgBB. 8. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%

CMC-Na 1 % digunakan untuk mensuspensikan ekstrak metanol-air daun

M. tanarius. Lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama

didispersikan ke dalam air mendidih hingga volume 100 ml. 9. Pembuatan larutan hepatotoksin karbon tetraklorida 50%

Hepatotoksin karbon tetraklorida dibuat dengan cara mencampurkan 50 ml karbon tetraklorida dengan 50 ml olive oil sehingga diperoleh konsentrasi 50%.


(49)

10. Uji pendahuluan

a. Penentuan dosis karbon tetraklorida

Penetapan dosis karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST paling tinggi. Dosis karbon tetraklorida yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian sebelumnya. Janakat and Al-Merie (2002) melaporkan bahwa dosis karbon tetraklorida 2 ml/kgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.

b. Penentuan waktu pencuplikan darah

Menurut Janakat and Al-Merie (2002), kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi pada waktu 24 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida. Dalam penetapan waktu pencuplikan darah ini, 5 hewan uji tikus diambil darah sebelum diberi perlakuan karbon tetraklorida untuk mengetahui aktivitas ALT dan AST dalam keadaan normal. Lima hewan uji tersebut kemudian diberi perlakuan karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal dan diambil darah pada jam ke-24 dan ke-48 setelah pemejanan. Setelah darah dicuplik, dilakukan pengukuran aktivitas serum ALT dan AST.

c. Penentuan waktu pemejanan hapatotoksin karbon tetraklorida

Tiala (2013) melaporkan bahwa praperlakuan jangka waktu 30 menit merupakan waktu paling efektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius 3840


(50)

mg/kgBB untuk menghasilkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan teriduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Pemejanan senyawa hepatotoksin, yaitu karbon tetraklorida dilakukan 30 menit setelah pemejanan ekstrak metanol-air daun

M. tanarius. Aktivitas ALT dan AST diukur setelah 24 jam pemejanan senyawa hepatotoksin.

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah 30 ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi perlakuan karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberi perlakuan

olive oil 100% dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III

(kontrol ekstrak) diberi perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan

dosis 3840 mg/kgBB secara per oral. Kelompok IV sampai dengan kelompok VI masing-masing diberi ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840, 1280, dan 426 mg/kgBB secara per oral, 30 menit kemudian diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Dua puluh empat jam setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida, pada semua kelompok perlakuan dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT dan AST.

12. Pembuatan serum

Darah diambil melalui sinus orbitalis mata tikus dengan bantuan pipa


(51)

kurang lebih selama 15 menit. Darah kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit dan diambil bagian supernatannya (serum).

13. Penetapan aktivitas serum kontrol dan serum ALT-AST

Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas serum ALT-AST adalah vitalab mikro (Microlab-200). Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di Laboratorium Biokimia - Anatomi Fisiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penetapan aktivitas serum kontrol bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat yang digunakan. Analisis dilakukan dengan cara mencampurkan 800 μL reagen I dengan 200 μL reagen II, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicampurkan dengan 100 μL serum kontrol, dihomogenkan dengan vortex, lalu dibaca absorbansi setelah 2 menit. Rentang nilai aktivitas

serum kontrol yang sebenarnya adalah 33,9-48,9 U/L.

Analisis fotometri serum ALT dan AST, masing-masing dilakukan dengan cara sebagai berikut: 800 μL reagen I dicampur dengan 200 μL reagen II, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicampurkan dengan 100 μL serum darah tikus, dihomogenkan dengan vortex, lalu dibaca absorbansi setelah 2 menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT-AST dianalisis dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data setiap kelompok dan analisis varian

untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Jika data terdistribusi normal dan homogen, untuk mengetahui


(52)

perbedaan masing-masing kelompok, maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna

(p<0,05) atau tidak bermakna (p>0,05). Akan tetapi, apabila distribusi normal dan data tidak homogen, maka dilakukan analisis non parametrik dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT-AST tiap kelompok.

Setelah itu, untuk melihat perbedaan antar kelompok dilakukan uji Mann Whitney. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus

terinduksi karbon tetraklorida dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:


(53)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan menentukan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor pada tikus yang

terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit. Tolok ukur dari efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius

dievaluasi secara kuantitatif berdasarkan uji aktivitas serum ALT-AST. Efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan adanya penurunan aktivitas serum ALT-AST akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus yang terinduksi

karbon tetraklorida.

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk membuktikan kebenaran bahwa tanaman yang akan digunakan dalam penelitian merupakan tanaman yang dimaksud, yaitu tanaman Macaranga tanarius L. Dari determinasi yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanaman yang akan digunakan dalam penelitian adalah benar merupakan tanaman Macaranga tanarius L. (Lampiran 4).

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun M. tanarius

Penetapan kadar air serbuk dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang menyatakan bahwa serbuk yang baik memiliki kadar air kurang dari 10% (Dirjen POM, 1995). Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius dilakukan dengan alat


(54)

Moisture Balance menggunakan metode Gravimetri. Serbuk dipanaskan pada

suhu 110oC selama 15 menit. Hasil pengujian menyatakan bahwa serbuk daun M. tanarius memiliki kadar air sebesar 7,59%. Hal ini berarti bahwa serbuk daun M. tanarius telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik.

C. Bobot Pengeringan Tetap dan Rendemen Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat menggunakan metode

maserasi. Digunakan metode maserasi karena peralatan yang digunakan dan cara pengerjaan sederhana. Metode maserasi cocok digunakan untuk menyari simplisia daun M. tanarius karena daun M. tanarius mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, yaitu metanol:air (50:50). Hal ini berdasarkan penelitian Matsunami, et al. (2006) bahwa senyawa antioksidan yang dapat diperoleh dari

daun M. tanarius adalah hasil isolasi ekstrak metanol yang bersifat polar.

Maserasi simplisia daun M. tanarius dilakukan selama 3 x 24 jam agar

semua senyawa aktif yang terkandung dalam daun M. tanarius dapat tersari sempurna. Ketika proses maserasi telah selesai maka dilakukan penyaringan menggunakan corong Buchner dan kertas penyaring, dengan bantuan pompa vakum. Setelah cairan tersaring, dilakukan pemisahan cairan penyari dengan zat tersari, yaitu menggunakan alat rotary vacuum evaporator. Prinsip kerja rotary vacuum evaporator adalah destilasi, yaitu memisahkan cairan penyari dan zat tersari dengan cara penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat sehingga pelarut dapat menguap lebih cepat di bawah titik didih. Zat tersari yang telah terpisah dari cairan penyari selanjutnya dimasukkan ke dalam


(55)

cawan porselen dan disimpan dalam oven dengan suhu 50oC hingga didapatkan

ekstrak kental dengan bobot pengeringan yang tetap, yaitu susut pengeringan 0%. Bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan 0% digunakan sebagai parameter non spesifik standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Pengukuran parameter non spesifik bertujuan untuk menghitung berat zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 50oC. Ekstrak daun M. tanarius dalam

cawan porselen ditimbang setiap 1 jam selama 24 jam hingga diperoleh berat konstan. Seribu gram serbuk daun M. tanarius menghasilkan 237,51 g ekstrak

dengan rendemen 23,75%.

D. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus (steatosis), ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas serum ALT-AST.

Dosis karbon tetraklorida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB. Penetapan dosis ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana pada dosis tersebut dengan rute pemberian secara intraperitoneal terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-AST (Janakat dan Al-Merie, 2002).


(56)

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu optimal terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT-AST tertinggi pada tikus setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB diujikan kepada tikus dengan rute pemberian secara intraperitoneal kemudian dilakukan pencuplikan darah dengan selang waktu 24 dan 48 jam. Nilai aktivitas serum ALT-AST darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) dan setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 24 dan 48 jam tersaji pada Tabel II.

Tabel II. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT-AST darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu (jam)

Purata Nilai Aktivitas ALT serum ± SE (U/L)

Purata Nilai Aktivitas ASTserum ± SE (U/L)

0 73,2 ± 12,9 151,2 ± 14,3

24 246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3

48 102,0 ± 14,6 188,6 ± 3,3

Berdasarkan Tabel II dapat dilihat bahwa nilai aktivitas ALT serum darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) adalah 73,2 ± 12,9 U/L dan setelah pemberian karbon tetraklorida pada selang waktu 24 dan 48 jam berturut-turut adalah 246,40 ± 17,0 U/L, dan 102,0 ± 14,6 U/L. Nilai aktivitas AST serum darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) adalah 151,2 ± 14,3 U/L dan setelah pemberian karbon tetraklorida pada selang waktu 24 dan 48 jam berturut-turut adalah 596,2 ± 25,3 U/L, dan


(57)

188,6 ± 3,3 U/L. Dari data tersebut dapat diketahui nilai tertinggi aktivitas ALT dan AST serum terjadi setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB dengan selang waktu 24 jam, yakni dengan nilai berturut-turut adalah 246,4 ± 17,0 U/L dan 596,2 ± 25,3 U/L.

Gambar 6. Diagram batang purata ± SE nilai aktivitas ALT serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Dari Gambar 6 dan Gambar 7, dapat diketahui bahwa sebelum pemberian karbon tetraklorida, purata nilai aktivitas serum ALT berada dalam batas rentang normal sedangkan purata nilai aktivitas serum AST diatas batas rentang normal. Hastuti (2008) melaporkan nilai normal serum ALT dan serum AST padar tikus normal berturut-turut adalah 29,8-77,0 U/L dan 19,3-68,9 U/L. Meningkatnya aktivitas serum AST yang melebihi batas rentang normal belum tentu


(58)

menunjukkan adanya kerusakan hati karena sebagian besar enzim aspartat tidak hanya berada di dalam hati tetapi juga berada dalam otot rangka, jantung, dan tersebar di seluruh jaringan.

Gambar 7. Diagram batang purata ± SEnilai aktivitas AST serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB, nilai aktivitas serum ALT-AST darah tikus mencapai nilai aktivitas tertinggi pada selang waktu 24 jam. Empat puluh delapan jam setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB, terjadi penurunan aktivitas serum ALT-AST yang secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan terhadap aktivitas serum ALT-AST pada selang waktu 24 jam.


(59)

Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT serum darah tikus setelah pemberian

karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam Selang Waktu

(jam) 0 24 48

0 - BB BTB

24 BB - BB

48 BTB BB -

Ket : BB = berbeda bermakna (p<0,05) BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Tabel IV. Hasil uji Mann Whitney aktivitas AST serum darah tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu

(jam) 0 24 48

0 - BB BB

24 BB - BB

48 BB BB -

Ket : BB = berbeda bermakna (p<0,05) BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Hasil uji statistik aktivitas serum ALT-AST darah tikus pada pencuplikan darah selang waktu 24 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB (Tabel III dan Tabel IV) menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan aktivitas serum ALT-AST darah tikus pada pencuplikan darah selang waktu 0 dan 48 jam. Oleh karena itu, waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 jam setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB dengan rute pemberian secara intraperitoneal.


(60)

E. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida dengan Pengaruh Praperlakuan

Jangka Waktu 30 Menit

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dinilai dengan

adanya penurunan aktivitas serum ALT-AST. Aktivitas serum ALT dan AST (U/L) tersaji dalam bentuk purata ± SE pada Tabel V.

Tabel V. Purata ± SE nilai aktivitas serum ALT dan AST darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Kelompok Praperlakuan

Purata Nilai Aktivitas ALT serum ±

SE (U/L)

Purata Nilai Aktivitas AST serum ±

SE (U/L) Efek Hepatoprotektif (%) I Kontrol Hepatotoksin Karbon Tetraklorida 2 ml/kgBB

246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3 -

II

Kontrol Olive oil

100% 2 mg/kgBB

82,2 ± 2,7 118,6 ± 5,1 -

III Kontrol EMAMT 3840 mg/kgBB 64,6 ± 1,5 152,4 ± 3,4 -

IV

EMAMT 3840 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida

2 ml/kgBB

95,8 ± 4,2 271,0 ± 35,9 61,1

V

EMAMT 1280 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida

2 ml/kgBB

87,8 ± 3,9 326,8 ± 22,9 64,4

VI

EMAMT 426 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida

2 ml/kgBB

115,8 ± 3,5 503,8 ± 19,6 53,0

Keterangan:


(61)

Tabel VI. Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus akibat

pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon

tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Kelompok I II III IV V VI

I - BB BB BB BB BB

II BB - BB BB BTB BB

III BB BB - BB BB BB

IV BB BB BB - BTB BB

V BB BTB BB BTB - BB

VI BB BB BB BB BB -

Keterangan :

I. Kontrol hepatotoksin CCl4 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil BTB = berbeda tidak bermakna

III. Kontrol EMAMT (p>0,05)

IV. EMAMT 3840 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB V. EMAMT 1280 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB VI. EMAMT 426 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

Gambar 8. Diagram batang purata ± SE aktivitas ALT serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2


(62)

Tabel VII. Hasil uji Scheffe nilai aktivitas AST serum darah tikus akibat

pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon

tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Kelompok I II III IV V VI

I - BB BB BB BB BTB

II BB - BTB BB BB BB

III BB BTB - BB BB BB

IV BB BB BB - BTB BB

V BB BB BB BTB - BB

VI BTB BB BB BB BB -

Keterangan :

I. Kontrol hepatotoksin CCl4 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil BTB = berbeda tidak bermakna

III. Kontrol EMAMT (p>0,05)

IV. EMAMT 3840 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB V. EMAMT 1280 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB VI. EMAMT 426 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

Gambar 9. Diagram batang purata ± SE aktivitas AST serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2


(63)

1. Kontrol olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB

Kontrol olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB berguna untuk memastikan bahwa peningkatan aktivitas serum ALT-AST pada tikus merupakan efek dari pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Uji ini dilakukan dengan memejankan olive oil dosis 2 ml/kgBB pada tikus secara intraperitoneal,

kemudian 24 jam setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST.

Tabel VIII. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas ALT serum darah tikus pada pemberian olive oil 2 ml/kgBB jam ke-0 dan 24

Kelompok Purata ± SE

(U/L) I II

I 90,2 ± 4,9 - BTB

II 82,2 ± 2,7 BTB -

Keterangan :

I. Kontrol olive oil jam ke-0 BB = berbeda bermakna (p<0,05)

II. Kontrol olive oil jam ke-24 BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Tabel IX. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas AST serum darah tikus pada pemberian olive oil 2 ml/kgBB jam ke-0 dan 24

Kelompok Purata ± SE

(U/L) I II

I 122,8 ± 5,7 - BTB

II 118,6 ± 5,1 BTB -

Keterangan :

I. Kontrol olive oil jam ke-0 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil jam ke-24 BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Pada jam ke-0, yaitu sebelum diberi perlakuan olive oil, rentang nilai

aktivitas ALT serum darah tikus adalah 79-108 U/L dengan purata 90,2 ± 4,9 U/L (Tabel VIII), sedangkan rentang nilai aktivitas AST serum darah tikus adalah


(64)

105-137 U/L dengan purata 122,8 ± 5,7 U/L (Tabel IX). Nilai inilah yang kemudian dijadikan sebagai pembanding nilai aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB jam ke-24 sehingga dapat diketahui ada

tidaknya pengaruh olive oil terhadap aktivitas serum ALT-AST.

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil dosis 2

ml/kgBB jam ke-24 adalah sebesar 82,2 ± 2,7 U/L dan menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap nilai aktivitas serum ALT dalam keadaan normal (jam ke-0) (Tabel VIII). Dari Tabel IX juga dapat diketahui bahwa nilai aktivitas serum AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB jam ke-24 adalah sebesar 118,6 ± 5,1 U/L dan menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap nilai aktivitas serum ALT dalam keadaan normal (jam ke-0).

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa olive oil sebagai pelarut

hepatotoksin karbon tetraklorida tidak berperan dalam peningkatan aktivitas serum AST pada tikus. Dengan kata lain, peningkatan aktivitas serum ALT-AST pada tikus adalah benar-benar merupakan efek dari pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Oleh karena itu, dalam penelitian ini nilai aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol olive oil dijadikan sebagai dasar nilai normal

serum ALT-AST pada tikus (olive oil sebagai kontrol negatif).

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dosis 2 ml/kgBB

Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB berguna untuk mengetahui pengaruh induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB terhadap aktivitas serum ALT-AST. Adanya kenaikan aktivitas serum ALT-AST merupakan


(65)

parameter kerusakan hati. Uji ini dilakukan dengan memejankan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada tikus secara intraperitoneal, kemudian 24 jam setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST. Nilai serum ALT dan serum AST padar tikus normal dapat diketahui dari purata nilai aktivitas serum ALT-AST pada perlakuan kontrol olive oil 2 ml/kgBB, yaitu berturut-turut

82,2 ± 2,7 U/L dan 118,6 ± 5,1 U/L (Tabel V).

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB adalah sebesar 246,4 ± 17,0 U/L (Tabel V) atau sekitar 3 kali lipat dari purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Dari Tabel V juga dapat diketahui bahwa purata nilai aktivitas serum AST pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB adalah sebesar 596,2 ± 25,3 U/L atau sekitar 5 kali lipat dari purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Peningkatan nilai aktivitas ALT dan

AST tersebut mengindikasikan adanya kerusakan hati (steatosis) akibat induksi hepatotoksin karbon tetraklorida.

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok

kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (Tabel VI), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok lain. Hasil uji Scheffe aktivitas AST

serum darah tikus pada kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok lain kecuali dengan kelompok perlakuan dosis 426 mg/kgBB. Perbedaan yang bermakna tersebut berkaitan dengan tingginya aktivitas serum ALT-AST dari


(66)

kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dibanding kelompok lain yang memiliki aktivitas lebih rendah.

Aktivitas serum ALT-AST pada kelompok hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB digunakan sebagai dasar dalam menentukan besarnya efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada kelompok perlakuan.

3. Kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB

Kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB

berguna untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun M. tanarius terhadap nilai aktivitas serum ALT-AST pada tikus tanpa adanya penginduksi hepatotoksin karbon tetraklorida. Uji ini dilakukan dengan memejankan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB pada tikus secara per oral, kemudian 30

menit setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST.

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 64,6 ± 1,5 U/L

(Tabel V). Dari Tabel V juga dapat diketahui bahwa purata nilai aktivitas serum AST pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840

mg/kgBB adalah sebesar 152,4 ± 3,4 U/L.

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius (Tabel VI), menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hal ini berkaitan dengan tingginya aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Jika dibandingkan


(1)

Lampiran 13. Penetapan kadar air serbuk M. tanarius

Kadar air serbuk M. tanarius ditetapkan menggunakan metode gravimetri dengan hasil sebagai berikut:

No. Bobot Sebelum

(gram)

Sesudah (gram)

Kadar air (%)

1. Replikasi 1 5,008 4,628 7,59

2. Replikasi 2 5,002 4,615 7,74

3. Replikasi 3 5,001 4,629 7,44

Rata-rata 7,59

Perhitungan Kadar Air 1. Replikasi 1

Kadar air =

x 100%

=

x 100%

= 7,59%

2. Replikasi 2

Kadar air =

x 100%

=

x 100% = 7,74%

3. Replikasi 3

Kadar air = x 100% =

x 100% = 7,44%


(2)

Lampiran 14. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius Keterangan (gram) Cawan 1 Cawan 2 Cawan 3 Cawan 4 Cawan 5 Cawan 6 Cawan

kosong 60,42 58,85 59,10 53,08 58,86 59,11 Cawan +

ekstrak 64,16 62,69 62,90 56,84 62,56 62,90

Rendemen 3,74 3,84 3,80 3,76 3,70 3,79

Rata-rata rendemen = = = 3,77 g

Sebanyak 1 kg serbuk kering daun M. tanarius menghasilkan 63 cawan ekstrak kental dengan rata-rata rendemen 3,77 gram ekstrak kental. Jadi, 1000 gram serbuk daun M. tanarius menghasilkan 237,51 g ekstrak dengan rendemen 23,751%.

Lampiran 15. Bobot pengeringan tetap ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Cawan

Berat cawan kosong (gram)

Jam ke 0 10.00 5 15.00 10 20.00 21 07.00 22 08.00 23 09.00 24 10.00

1 60,42 Berat ekstrak (gram)

129,17 110,30 99,57 64,54 64,26 64,16 64,16 2 53,08 129,04 111,06 99,88 57,34 56,96 56,84 56,84 3 59,11 136,38 118,87 101,31 63,50 63,12 62,90 62,90


(3)

Lampiran 16. Hasil pengukuran validitas dan reabilitas

Range serum control = 33,9 – 48,9

x (U/L) ̅ (x - ̅) (x - ̅)2 42

41,2

0,8 0,64

40 -1,2 1,44

41 -0,2 0,04

42 0,8 0,64

41 -0,2 0,04

Ʃ (x - ̅)2 2,8

̅

= 0,8 Range = x ± SD

= 41,2 ± 0,8 = 40,4 - 42

CV =

̅

x 100%

=

x 100%

= 1,94 % CV yang baik <2%


(4)

90

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif

Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L.

pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida :

Kajian Terhadap Praperlakuan Jangka Waktu 30

Menit” bernama lengkap Fransisca Devita Risti

Wijayanti, merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Valentinus Katamjono dan Chatarina Lastri Marsamatun. Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 1 Desember 1990. Penulis mengawali masa pendidikannya di TK PKK Tridadi Sleman (1994-1997), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD N Denggung 2 (1997-2003). Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh oleh penulis di SLTP Stella Duce 2 Yogyakarta (2003-2006), kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 6 Yogyakarta (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Divisi Konsumsi Peringatan Hari AIDS 2009, Divisi Dana dan Usaha Pharmacy Performance and Event Cup 2010, Koordinator Divisi Konsumsi Pelepasan Wisuda 2011, Sekretaris I Inisiasi Fakultas Farmasi TITRASI 2011, Panitia Continuous Profesional Development (CPD) IAI 2012, dan lain-lain. Penulis juga menjadi Asisten Praktikum Farmakologi-Toksikologi (2012), Biokimia (2012), Perbekalan Steril (2013), dan Biofarmasetika (2013).


(5)

xx

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus sejumlah 30 ekor yang kemudian dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi perlakuan hepatotoksin karbon tetraklorida 50 % dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberi perlakuan olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB. Kelompok IV sampai dengan kelompok VI masing-masing diberi ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840, 1280, dan 426 mg/kgBB secara per oral, kemudian 30 menit setelahnya diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Dua puluh empat jam kemudian, pada semua kelompok perlakuan dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT dan AST.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 1280 mg/kgBB merupakan dosis paling efektif pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit.

Kata kunci : efek hepatoprotektif, praperlakuan 30 menit, ekstrak metanol-air, Macaranga tanarius, karbon tetraklorida


(6)

xxi

ABSTRACT

This study aimed to determine the most effective dose of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves toward carbon tetrachloride induced rats, the effect of 30 minutes pretreatment. This research is a pure experimental design with randomized complete unidirectional pattern.

This research used 30 rats were divided randomly into six treatment groups. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 50% 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. The second group (negative control) was given olive oil 100% 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. Third group (extract control) was given methanol-water extract of M. tanarius leaves 3840 mg/kgBW. The fourth until sixth group was given methanol-water extract of M. tanarius leaves dose 3840, 1280, and 426 mg/kgBW orally and then successively at 30 minutes after were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW by intraperitoneal injection. Twenty-four hours later, the blood on all of the treatments group was collected from the orbital sinus eye to be measured ALT and AST serum activity.

The result showed that dose 1280 mg/kgBW is the most effective dose of methanol-water extract of M. tanarius L. leaves toward carbon tetrachloride induced rats, the effect of 30 minutes pretreatment.

Keywords : hepatoprotective effect, 30 minutes pretreatment, methanol-water extract, Macaranga tanarius, carbon tetrachloride


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT-AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 111

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang.

0 1 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek.

0 1 111

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 106

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 123

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida

0 1 109

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida: kajian terhadap praperlakuan jangka waktu 30 menit - USD Repository

0 1 112

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek - USD Repository

0 0 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang - USD Repository

0 0 107