Uji analgesik dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan metode geliat pada mencit betina galur swiss.

(1)

INTISARI

Macaranga tanarius L. merupakan salah satu tanaman pengobatan yang pengembangannya semakin ditingkatkan. Secara tradisional Macaranga tanarius

L. dilaporkan berkhasiat sebagai obat diare, luka dan pencegahan peradangan. Tanaman ini diduga memiliki potensi untuk digunakan sebagai alternatif pengobatan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

Metode pengukuran analgesik menggunakan metode geliat rangsang kimia asam asetat 1% sebagai penginduksi nyeri yang diberikan secara intraperitoneal. Jenis penelitian ini yaitu eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Penelitian ini menggunakan 25 mencit betina sehat galur Swiss yang diambil secara random kemudian dibagi acak ke dalam 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 hewan uji. Kelompok I diberikan aquadest dosis 0,025 mg/kgBB, kelompok II diberikan larutan asetosal dosis 91 mg/kgBB, kelompok III-V diberikan dekokta Macaranga tanarius L. dengan dosis 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB. Geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam. Hasil kemudian dianalisis dengan menggunakan metode uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi data. Pada penelitian ini digunakan uji One Way ANOVA karena data terdistribusi normal. Dilakukan pula analisis Post-Hoc untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda bermakna menggunakan uji Scheffe.

Hasil studi menunjukkan bahwa dekokta daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik terhadap mencit betina galur Swiss. Efek analgesik yang dihasilkan oleh dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB memiliki persen proteksi beruturut-turut adalah 60,5; 74,8 dan 53,6 %. Perubahan persen proteksi berturut-turut adalah -17,4; 1,7 dan -26,7%. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan efek analgesik yang ditimbulkan.


(2)

ABSTRACT

Macaranga tanarius L. is one of the medicinal plants whose development is further enhanced. Macaranga tanarius L. traditionally used to treat diarrhoea, injuries, and inflammation. This plant has potential to be used in alternative pain treatment. This study aimed to know whether the decoction extract Macaranga tanarius L. leaves have analgesic effect in female mice of Swiss strain that induced by acetic acid.

Analgesic measurement method used writhing test 1% acetic acid as an inducer of pain administered intraperitoneally. This research was an experimental research with direct sampling This type of research is purely experimental design with direct sampling design. This research used 30 healthy female mice of Swiss strain were randomly divided into 5 treatment groups. Each group contain of 5 mice. The first group as a control negative received 0,025 mg/kgBB the dose of aquadest, the second group as a control positive received 91 mg/kgBB the dose of asetosal. The third until fifth group received respectively, decoction extract of Macaranga tanarius L. leaves the dose of 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB. Writhings were counted every 5 minutes for 1 hour. The results were analyzed using the Shapiro-Wilk test to find out the distribution of data. In this study, One-Way ANOVA test was used for normal distributed data. After that Post-Hoc analysis was done to determine which groups are different significantly using Scheffe test.

The result of the study showed the decoction extract of Macaranga tanarius L. leaves has analgesic effect in female mice of Swiss strain. Analgesic effect which was produced by a decoction of Macaranga tanarius L. leaves doses 833.33; 1666.67; 3333.33 mg/kgBB have percent protection respectively 60.5; 74.8 and 53.6 %. The change in percent protetction respectively were -17.4; 1.7 and -26.7%. There was no relation between dose decoction Macaranga tanarius L. leaves and analgesic effect response.

Keywords : Analgesic, Decoction, Macaranga tanarius L.


(3)

UJI ANALGESIK DEKOK MENCIT

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

UJI ANALGESIK DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh : Kristiyani Irawati NIM : 128114095

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

UJI ANALGESIK DEKOK MENCIT

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

UNIVERSITAS SANATA

i

UJI ANALGESIK DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh : Kristiyani Irawati NIM : 128114095

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

L. PADA


(5)

(6)

iii


(7)

Tuhan Yesus yang selalu memberkati, dan memimpin setiap langkah hidupku, Papa, Mama dan keluarga tercinta atas semangat, doa dan kasih sayang,

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk… Tuhan Yesus yang selalu memberkati, dan memimpin setiap langkah hidupku, Papa, Mama dan keluarga tercinta atas semangat, doa dan kasih sayang, Teman-teman dan sahabat terkasih, Almamaterku Universitas Sanata Dharma “Tuhan selalu besertamu”

Tuhan tidak berjanji Langit selalu biru

Bunga di sepanjang jalanmu Lautan tanpa gelombang Tapi …

Ia berjanji Beserta kita … Mendampingi kita …

Kupersembahkan skripsi ini untuk… Tuhan Yesus yang selalu memberkati, dan memimpin setiap langkah hidupku, Papa, Mama dan keluarga tercinta atas semangat, doa dan kasih sayang, teman dan sahabat terkasih, Almamaterku Universitas Sanata Dharma


(8)

v


(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat, penguatan dan kasih yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Analgesik Dekokta Daun Macaranga

tanarius L. dengan Metode Geliat pada Mencit Betina Galur Swiss” sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma

2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing utama skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu memberi masukan, bimbingan, dukungan dan motivasi kepada penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing kedua

yang telah memberikan pengarahan, masukan, bimbingan dan dukungan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan ide, saran dan masukkan yang membangun untuk peneitian ini.


(11)

viii

5. Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc., selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan ide, saran dan masukkan yang membangun untuk peneitian ini.

6. Dr. Fenty, selaku dosen pembimbing akademik penulis atas pendampingan, pengarahan dan dukungan kepada penulis selama ini.

7. Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Kayat selaku laboran atas segala bantuan yang diberikan serta dinamika di laboratorium selama melakukan penelitian ini. 8. Ayah, Ibu, dan kakak tercinta atas cinta dan kasih sayang yang begitu besar

untuk selalu mendukung, memberi semangat dan senantiasa mendoakan. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan sejak awal penulis masuk hingga penelitian

Macaranga tanarius L., Antonia Vidya Kartika, Nurul Kusumawardani, Silvia Puspa Dwi Susanti atas perjuangan, semangat, bantuan, pengertian, kesabaran dan suka-duka yang telah dilewati bersama selama penelitian.

10. Sahabat-sahabat tercinta, Dinda, Mamih, Opita, Tika, Shela, Martha, Mikhael, Randy, Nita, Ratih, Agnes dan Cathy.

11. Teman-teman Kos Griya Talenta, Putri, Ayang, Asti, Cindi, Agata, Mbak Ima. 12. Teman-teman FSM-C dan FKK-B angkatan 2012 atas kebersamaan dan

dinamika bersama.

13. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan


(12)

ix

dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata semoga isi skripsi ini bermanfaat untuk pihak mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat serta turut berperan serta dalam memperkaya perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 5 November 2015

Penulis


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN.………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

PRAKATA………. vii

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………. xvi

INTISARI……….. xvii

ABSTRACT……….. xviii

BAB I. PENGANTAR……….. 1

A. Latar Belakang……… 1

1. Rumusan masalah………... 4

2. Keaslian penelitian……… 4

3. Manfaat penelitian………. 6

B. Tujuan Penelitian………... 6


(14)

xi

2. Tujuan khusus……… 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………... 8

A. Nyeri………... 8

1. Pengertian nyeri………... 8

2. Klasifikasi Nyeri……… 8

B. Mekanisme Nyeri……… 13

C. Asam Asetat………. 16

D. Asetosal……… 17

E. Analgesik………. 19

F. Metode Uji Analgesik……….. 22

G. Dekokta……… 26

H. Macaranga tanarius L..………... 26

1. Klasifikasi………... 26

2. Nama lain………. 27

3. Morfologi………. 27

4. Manfaat tanaman………. 27

5. Kandungan Kimia……….. 28

I. Radikal Bebas……….. 30

J. Skrining Fitokimia……….. 30

K. Landasan Teori………. 32

L. Hipotesis………... 34

BAB. III METODE PENELITIAN………... 35

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 35


(15)

xii

B. Variabel dan Definisi Operasional………... 35

C. Bahan Penelitian……….. 38

D. Alat Penelitian……….. 39

E. Tata Cara Penelitian………. 39

F. Tata Cara Analisis Hasil……….. 50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 52

A. Penyiapan Bahan……….. 52

B. Uji Pendahuluan……….. 56

C. Skrining Fitokimia………... 61

D. Uji Analgesik Dekokta Daun Macaranga tanarius L………. 64

E. Kekerabatan Dosis………... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 82

A. Kesimpulan……….. 82

B. Saran……… 82

DAFTAR PUSTAKA……… 84

LAMPIRAN………... 92


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penelitian terkait daun Macaranga tanarius L. ………... 5 Tabel II. Rata-rata jumlah kumulatif geliat kelompok kontrol

negatif CMC-Na dan kontrol positif asetosal selang waktu 10 dan 15 menit……….. 58 Tabel III. Hasil ujiT tidak berpasanganrata-rata jumlah kumulatif

geliat penentuan selang waktu pemberian asam asetat dosis 50 mg/kgBB ……… 58 Tabel IV. Hasil analisis kandungan kimia secara kualitatif pada

dekokta daun Macaranga tanarius L. ……….. 62 Tabel V. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit kontrol negatif,

positif dan tiga peringkat dosis dekokta daun

Macaranga tanarius L. ……….... 66

Tabel VI. Hasil uji Scheffe persen proteksi geliat pada kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. ………. 68 Tabel VII. Rata-rata perubahan persen proteksi kontrol negatif,

positif dan tiga peringkat dosis dekokta Macaranga

tanarius L. ……… 69


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian kualitas nyeri berdasarkan persepsi nyeri….. 9

Gambar 2. Proses biosintesis prostaglandin………... 15

Gambar 3. Struktur asetosal……… 17

Gambar 4. Klasifikasi obat analgesik-antiinflamasi non steroid…… 20

Gambar 5. Struktur senyawa yang terdapat dalam tanaman Macaranga tanarius L. ……… 29

Gambar 6. Skema kerja penelitian………. 46

Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pengujian efek analgesik pada kelompok kontrol negatif, positif, dan peringkat dosis dekokta……… 66

Gambar 8. Diagram batang rata-rata persen proteksi pada pengujian efek analgesik pada kelompok kontrol negatif, positif, dan peringkat dosis dekokta……….. 67

Gambar 9. Diagram batang rata-rata perubahan persen proteksi pengujian efek analgesik pada kelompok uji kontrol negatif, positif, dan peringkat dosis dekokta……… 69

Gambar 10. Daun dan serbuk Macaranga tanarius L……….. 93

Gambar 11. Dekokta daun Macaranga tanarius L………... 93

Gambar 12. Geliat mencit yang memenuhi syarat……… 94


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. dan dekokta

Macaranga tanarius L. ……… 93

Lampiran 2. Foto proses pengamatan uji analgesik dekokta

Macaranga tanarius L. ……… 94

Lampiran 3. Hasil analisis kandungan kimia secara kualitatif pada dekokta daun Macaranga tanarius L. ………. 95 Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi Macaranga tanarius L… 97 Lampiran 5. Surat Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran UGM 98 Lampiran 6. Sertifikat penetapan kadar air serbuk daun Macaranga

tanarius L. ……… 99

Lampiran 7. Surat legalitas penggunaan aplikasi SPSS untuk

pengujian data secara statistik ……….. 100 Lampiran 8. Perhitungan dosis ………. 101 Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis dari mencit ke manusia …… 103 Lampiran 10. Hasil analisis statistik jumlah geliat pada penetapan

selang waktu pemberian ……….. 104 Lampiran 11. Hasil analisis statistik uji efek analgesik dekokta daun

Macaranga tanarius L. ……… 109

Lampiran 12. Data persen proteksi geliat terhadap kontrol negatif aquadest pada uji efek analgesik dekokta daun

Macarnga tanarius L. ……….. 112


(19)

xvi

Lampiran 13. Data perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif asetosal dosis 91 mg/kgBB pada uji efek


(20)

xvii INTISARI

Macaranga tanarius L. merupakan salah satu tanaman pengobatan yang pengembangannya semakin ditingkatkan. Secara tradisional Macaranga tanarius

L. dilaporkan berkhasiat sebagai obat diare, luka dan pencegahan peradangan. Tanaman ini diduga memiliki potensi untuk digunakan sebagai alternatif pengobatan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

Metode pengukuran analgesik menggunakan metode geliat rangsang kimia asam asetat 1% sebagai penginduksi nyeri yang diberikan secara intraperitoneal. Jenis penelitian ini yaitu eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Penelitian ini menggunakan 25 mencit betina sehat galur Swiss yang diambil secara random kemudian dibagi acak ke dalam 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 hewan uji. Kelompok I diberikan aquadest dosis 0,025 mg/kgBB, kelompok II diberikan larutan asetosal dosis 91 mg/kgBB, kelompok III-V diberikan dekokta Macaranga tanarius L. dengan dosis 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB. Geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam. Hasil kemudian dianalisis dengan menggunakan metode uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi data. Pada penelitian ini digunakan uji One Way ANOVA karena data terdistribusi normal. Dilakukan pula analisis Post-Hoc untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda bermakna menggunakan uji Scheffe.

Hasil studi menunjukkan bahwa dekokta daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik terhadap mencit betina galur Swiss. Efek analgesik yang dihasilkan oleh dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB memiliki persen proteksi beruturut-turut adalah 60,5; 74,8 dan 53,6 %. Perubahan persen proteksi berturut-turut adalah -17,4; 1,7 dan -26,7%. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan efek analgesik yang ditimbulkan.

Kata kunci: Analgesik, Dekokta, Macaranga tanarius L.


(21)

xviii ABSTRACT

Macaranga tanarius L. is one of the medicinal plants whose development is further enhanced. Macaranga tanarius L. traditionally used to treat diarrhoea, injuries, and inflammation. This plant has potential to be used in alternative pain treatment. This study aimed to know whether the decoction extract Macaranga tanarius L. leaves have analgesic effect in female mice of Swiss strain that induced by acetic acid.

Analgesic measurement method used writhing test 1% acetic acid as an inducer of pain administered intraperitoneally. This research was an experimental research with direct sampling This type of research is purely experimental design with direct sampling design. This research used 30 healthy female mice of Swiss strain were randomly divided into 5 treatment groups. Each group contain of 5 mice. The first group as a control negative received 0,025 mg/kgBB the dose of aquadest, the second group as a control positive received 91 mg/kgBB the dose of asetosal. The third until fifth group received respectively, decoction extract of

Macaranga tanarius L. leaves the dose of 833,33; 1666,67; 3333,33 mg/kgBB. Writhings were counted every 5 minutes for 1 hour. The results were analyzed using the Shapiro-Wilk test to find out the distribution of data. In this study, One-Way ANOVA test was used for normal distributed data. After that Post-Hoc analysis was done to determine which groups are different significantly using

Scheffe test.

The result of the study showed the decoction extract of Macaranga tanarius L. leaves has analgesic effect in female mice of Swiss strain. Analgesic effect which was produced by a decoction of Macarangatanarius L. leaves doses 833.33; 1666.67; 3333.33 mg/kgBB have percent protection respectively 60.5; 74.8 and 53.6 %. The change in percent protetction respectively were -17.4; 1.7 and -26.7%. There was no relation between dose decoction Macaranga tanarius L. leaves and analgesic effect response.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan atau infeksi jasad renik (Tjay dan Rahardja, 2007). Saat ini nyeri menjadi gangguan universal yang menyedot perhatian dan biaya yang besar, serta menjadi tantangan tenaga kesehatan untuk memberi dukungan terhadap mereka yang menderita nyeri (Muchlisin, Purwanto, dan Astuti, 2013). Penanganan nyeri dapat diatasi dengan obat analgesik. Analgesik merupakan zat-zat yang dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Siswandono dan Soekarjdo, 2000).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, dan ketrampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh generasi berikutnya, termasuk generasi saat ini (Wijayakusuma, 2000).

Analgesik dapat berasal dari tanaman obat yang telah terbukti dan dipercaya memiliki efek anti nyeri. Pemakaian tanaman sebagai obat bila digunakan secara benar dan tepat akan memberikan manfaat bagi pemakainya. Selain itu biaya yang diperlukan bila memanfaatkan tanaman sebagai


(23)

obat pencegah penyakit maupun penjaga kesehatan relatif lebih murah, mudah untuk diaplikasikan oleh setiap kalangan serta efek sampingnya yang relatif lebih rendah (Katno dan Pramono, 2005).

Akhir-akhir ini, semakin marak adanya trend hidup sehat pada masyarakat dengan menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karena itu, obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan. Salah satu khasiat yang semakin ditingkatkan pengembangannya yaitu untuk mengatasi nyeri. Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang diduga berpotensi sebagai alternatif yang digunakan untuk analgesik (anti nyeri) dengan cara menghambat pelepasan mediator-mediator nyeri.

Rasa nyeri dapat timbul karena adanya kehadiran radikal bebas yang jumlahnya berlebih di dalam tubuh. Ketika radikal bebas menyerang dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel yang kemudian dapat melepaskan mediator-mediator nyeri seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin (Tjay dan Rahadja, 2007). Proses ini dapat menyebabkan kerusakan terus-menerus sehingga dibutuhkan senyawa yang berpotensi sebagai analgesik untuk mengatasi nyeri.

Telah dilaporkan oleh Phommart, Sutthivaiyakit, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) bahwa Macaranga tanarius L. mengandung senyawa flavonoid, antara lain tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D. Penelitian oleh Matsunami et al., (2006) menemukan bahwa daun Macaranga tanarius L. memiliki kandungan senyawa glikosida yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang ditemukan memiliki aktivitas antioksidan, yaitu mampu melakukan


(24)

3

penangkapan radikal bebas terhadap DPPH. Aktivitas antioksidan senyawa glikosida dan flavonoid dalam daun Macaranga tanarius L. ini diharapkan dapat menghentikan inisiasi pembentukan serta menangkap radikal bebas dalam tubuh sehingga pelepasan mediator nyeri dapat dihambat. Apabila mediator nyeri tidak terbentuk maka rasa nyeri dapat diatasi.

Senyawa glikosida merupakan senyawa yang kurang larut dalam pelarut organik tetapi lebih mudah larut dalam air (Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti, 2014). Flavonoid merupakan senyawa yang sifatnya larut air (Astuti, 2001). Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan dekokta yaitu metode sederhana yang menggunakan penyari berupa air, sehingga diharapkan lebih banyak menangkap senyawa-senyawa glikosida yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas. Semakin banyak adanya aktivitas penangkapan radikal bebas diharapkan dapat menghambat dan mencegah terjadinya nyeri.

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Wulandari (2010) di mana infusa daun

Macaranga tanarius L. terbukti memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss. Adanya efek analgesik yang dihasilkan oleh infusa daun Macaranga tanarius L. dalam menghambat nyeri yang diperantarai oleh prostaglandin memunculkan dugaan apakah dengan menggunakan metode yang berbeda yaitu dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss mampu berperan sebagai analgesik dengan cara menghambat mediator-mediator nyeri. Dekokta didefinisikan sebagai sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrak sediaan herbal dengan air pada suhu 90˚C selama 30 menit (Astuti, 2001). Infusa didefinisikan sebagai sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia


(25)

nabati dengan air pada suhu 90˚C selama 15 menit (Depkes RI, 1995). Sediaan dekokta dipilih pada penelitian karena diharapkan senyawa glikosida dan flavonoid yang memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas dapat tertarik lebih banyak dan akhirnya dapat menghambat proses terjadinya nyeri, karena semakin lama sebuah langkah diharapkan senyawa fitokimia yang dapat terambil semakin banyak (Chichoke, 2001).

1. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss ?

b. Berapakah besar persen proteksi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss ?

c. Berapakah besar perubahan persen proteksi analgesik dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss ?

d. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan penurunan geliat pada mencit betina galur Swiss terinduksi asam asetat ?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian terkait Macaranga tanarius L. dan aktivitasnya sebagai analgesik dipaparkan pada tabel I di bawah berikut ini.


(26)

5

Tabel I. Penelitian terkait daun Macaranga tanarius L. Judul Penelitian dan Peneliti Metode Hasil

Radical Scavanging Activities of New Megastigme Glucosides from

Macaranga tanarius (L.) Mull-Arg oleh Matsunami et

al. (2006)

Proses isolasi dengan metode penyarian ekstrak

metanol

Macaranga tanarius L.

Daun Macaranga tanarius L. memiliki senyawa glikosida

macarangioside A-C dan

mallophenol B yang diisolasi dari fraksi butanol daun

Macaranga tanarius L. menunjukkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH Constituents of the Leaves of

Macaranga tanarius L. oleh Phommart, Sutthivaiyakit, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) Penyarian dengan menggunakan n-heksan dan ekstrak kloroform Macaranga tanarius L.

Kandungan nymphaeol dan tanariflavon dari ekstrak

n-heksan daun Macaranga tanarius L. sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nympaheol B sebagai agen antiinflamasi

pada uji COX-2 Efek Analgesik Infusa Daun

Macaranga tanarius L., pada mencit galur Swiss oleh

Wulandari (2010)

Infusa daun

Macaranga tanarius L.

Infusa daun Macaranga tanarius L. memiliki efek anelgesik pada mencit betina

galur Swiss Efek Analgesik Ekstrak

Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada

Mencit Betina Galur Swiss oleh Andini (2010)

Ekstraksi metanol-air daun

Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. mempunyai efek analgesik terhadap mencit betina galur

Swiss. Efek Antiinflamasi Topikal

Ekstrak Metanol-Air Daun Senu (Macaranga tanarius

L. Mull. Arg) pada Mencit Betina Terinduksi Karagenin

oleh Todingbua (2014)

Topikal ekstrak metanol-air daun

Senu

Topikal ekstrak metanol-air daun Senu (M. tanarius L.

Mull. Arg) pada mencit betina terinduksi karagenin

mempunyai efek antiinflamasi.

Sejauh penelusuran penulis penelitian mengenai uji efek analgesik dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan melihat persen proteksi geliat pada mencit betina galur Swiss terinduksi asam asetat 1 % belum pernah dilakukan sebelumnya.


(27)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, khususnya dalam bidang kefarmasian terkait pengaruh pemberian dekokta menggunakan tumbuhan alternatif Macaranga tanarius L. sebagai analgesik, persen proteksi dan perubahan persen proteksi geliat dekokta daun Macaranga tanarius L., serta hubungan kekerabatan dekokta daun

Macaranga tanarius L. terhadap penurunan geliat mencit yang terinduksi asam asetat.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh pemberian dekokta dengan menggunakan tumbuhan alternatif Macaranga tanarius L. yang dapat digunakan sebagai analgesik.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pemberian sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui berapa besar persen proteksi geliat dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap mencit betina galur Swiss.

b. Mengetahui perubahan persen proteksi geliat dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap mencit betina galur Swiss.


(28)

7

c. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan penurunan geliat pada mencit betina galur Swiss terinduksi asam asetat.


(29)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Nyeri

1. Pengertian nyeri

Nyeri merupakan perasaan yang dipicu oleh sistem saraf. Nyeri dapat menyakitkan atau membahayakan bagi penderitanya. Penderita mungkin merasa nyeri di satu daerah tubuh, seperti punggung, perut atau dada atau mungkin merasa sakit di sekujur tubuh. Nyeri dapat digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis suatu masalah kesehatan (Dugdale, 2009). The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut. Rasa nyeri merupakan gejala yang sering dirasakan pada seseorang dengan penyebab dan gejala beraneka ragam, lokasi, kualitas, durasi rasa nyeri, frekuensi, sifat serta gejala penyertanya (Kasran dan Kusumaratna, 2006).

2. Klasifikasi nyeri

Nyeri pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses bertahan hidup dengan melindungi organisme dari cedera berkepanjangan dan membantu proses pemulihan. Sebaliknya, nyeri maladaptif merupakan bentuk patologis dari sistem saraf (Woolf, 2004).


(30)

9

Gambar 1. Pembagian kualitas nyeri berdasarkan mekanisme nyeri (Nicholson, 2006).

Pembagian kualitas nyeri berdasarkan mekanisme nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik (Gambar 1). Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik dibagi lagi atas 2 kualitas nyeri yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Apabila rangsang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri permukaan. Sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang atau dari jaringan ikat disebut nyeri dalam (Nicholson, 2006).

Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau disfungsi dari sistem saraf baik perifer atau pusat. Kerusakan saraf atau rangsangan terus-menerus dapat menyebabkan rangsangan nyeri saraf autonom dan meningkatkan pelepasan bahan dari syaraf tanduk dorsal yang progresif. Sindrom nyeri neuropatik seperti nyeri punggung bawah, neuropati

Mekanisme Nosiseptif

Neuropatik

Somatik

Viseral

Periferal Pusat

Permukaan

Dalaman


(31)

diabetik, nyeri akibat kanker, luka pada sumsum tulang belakang (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, dan Posey, 2008).

Berdasarkan durasinya, nyeri dapat diklasifikasikan sebagai nyeri akut (nosiseptif) dan nyeri kronis (neuropatik) (Hartwig dan Wilson, 2006; Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi dan Kusnandar, 2009).

1. Nyeri akut :

Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri akut (nosiseptif) merupakan nyeri somatik (sumber nyeri berasal dari kulit, tulang, sendi, otot atau jaringan penghubung) atau viseral (berasal dari organ dalam seperti usus besar atau pankreas), yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Nyeri ini ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti: takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat. Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas stimulus istirahat (ACPA, 2014).

Nyeri akut dibagi atas: Pertama, nyeri yang muncul pada pasien, dimana sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Pada pasien dengan nyeri akut tipe ini, pengobatan ditujukan terhadap nyeri dan penyebabnya. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba pada pasien yang sebelumnya sudah menderita nyeri kronik akan tetapi nyeri akut tidak berhubungan dengan nyeri kronik. Misalnya: pasien dengan nyeri kanker yang diderita selama ini, kemudian menderita patah tulang tanpa berhubungan dengan kankernya, dan mengalami nyeri. Keadaan seperti ini selain pengobatan untuk nyeri yang lama, perlu ditambahkan analgesik yang sesuai untuk patah tulang. Ketiga, nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik


(32)

11

yang selama ini diderita oleh pasien. Misalnya: seorang pasien dengan nyeri kanker kronik dan mengalami nyeri patah tulang oleh karena memberatnya penyakit. Oleh karena itu kecemasan sangat mempengaruhi intensitas nyeri. Untuk kasus seperti ini, terapi ditujukan untuk menurunkan kecemasan yang dapat berupa dukungan emosional (Levine, 2004).

2. Nyeri kronis :

Nyeri menahun second pain. Rangsangan-rangsangan yang lebih hebat mengaktivasi nosiseptor polimodal dan mengakibatkan rasa difus, tak menyenangkan dan rasa terbakar terus menerus yang berlangsung lebih dari rangsangan nyeri akut dan permulaannya agak lambat. Second pain berhubungan dengan aspek afektif-motivasional dan terdapat terutama pada waktu nyeri menahun dan nyeri berasal dari rongga perut (ACPA, 2014). Nyeri kronis (neuropatik) terjadi akibat dari proses input sensorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat atau perifer, yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih (Sukandar et al., 2009).

Menurut Asmadi (2008), berdasarkan tempatnya nyeri dibedakan menjadi empat golongan :

a. Pheriperal pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa.

b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.

c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.


(33)

d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan korteks cerebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus nonnoksious atau noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Sebagai akibatnya, individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut. Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Tujuan terapi adalah menormalkan sensitivitas nyeri (Woolf, 2004).

Mediator nyeri yang kini juga disebut autacoida, terdiri dari histamin, serotonin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin. Bradikinin adalah polipeptida yang dibentuk dari protein plasma. Struktur prostaglandin mirip dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arakhidonat. Zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya (Tjay dan Rahardja, 2007).


(34)

13

B. Mekanisme Nyeri

Menurut Timby (2009), mekanisme terjadinya nyeri terdiri dari empat tahap : transduksi, transmisi, persepsi nyeri, dan modulasi.

a. Transduksi, adalah perubahan rangsangan nyeri (noxious stimuli) menjadi aktivitas listrik pada ujung-ujung saraf sensoris. Sensasi nyeri dimulai dengan pembebasan reseptor nyeri akibat rangsangan mekanis, panas dan kimia. Adanya rangsangan tersebut menyebabkan lepasnya prostaglandin, serotonin, bradikinin, leukotrien, substansi P, histamin, potassium yang akan mengaktifkan reseptor-reseptor nyeri. Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serta afferent A-delta dan C, yaitu serat-serat saraf sensorik yang mempunyai fungsi meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke sentral di sistem saraf pusat. Interaksi antara zat analgesik dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Transduksi adalah proses dari stimulasi dikonversi menjadi bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nosiseptor teraktivasi. Aktivasi nosiseptor merupakan bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.

b. Transmisi, adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke diameter sedang, serta yang berdiameter besar. Saraf aferan akan berakson pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem


(35)

contralateral spinothalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju

cortex serebral.

c. Modulasi, proses modulasi melibatkan sistem neural yang komplek. Impuls nyeri ini akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ke bagian lain dari sistem saraf, seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descenden ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.

Tempat kontak lain yang penting dari serabut nyeri adalah thalamus opticus, dimana impuls akan diteruskan ke sistem limbik, yang terutama terlibat pada penilaian emosional nyeri. Oleh otak besar dan otak kecil bersama-sama dilakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi. Apabila sistem neospinotalamikus pada tingkat thalamus gagal menghambat atau menekan aferen paleospinotalamikus, maka dapat terjadi menghantarkan transmisi rangsang nyeri (DiPiro et al., 2008).

d. Persepsi, adalah proses yang subyektif. Persepsi nyeri sebagai titik utama transmisi impuls nyeri. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi pengenalan dan mengingat. Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan perilaku juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.

Prostaglandin merupakan suatu senyawa dalam tubuh yang berperan sebagai mediator nyeri dan radang atau inflamasi. Proses biosintesis prostaglandin sampai menimbulkan nyeri dapat dilihat dalam gambar 2. Prostaglandin


(36)

15

dilepaskan ke peredaran darah dengan cepat saat terjadi kerusakan jaringan. Adanya gangguan pada membran sel ini akan menghasilkan fosfolipid, dengan bantuan enzim fosfolipase akan disintesis menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat akan menghasilkan leukotrien, prostasiklin, tromboksan dan prostaglandin sebagai mediator nyeri yang difasilitasi oleh enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Wilmana dan Gan, 2007). Prostaglandin terlibat pada terjadinya nyeri yang berlangsung lama, proses peradangan dan timbulnya demam (Tjay dan Rahardja, 2007).

Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

Fosfolipid

Asam Arakhidonat

Hidroperoksid Endoperoksid

PGG2/PGH

Leukotrien PGE2, PGF2, PGD2, Prostasiklin

Tromboksan A2 Gambar 2. Proses biosintesis prostaglandin (Wilmana dan Gan, 2007).

Enzim Fosfolipase

Enzim Lipooksigenase Enzim Siklooksigenase


(37)

Rangsang yang cukup untuk menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Di sini senyawa tubuh sendiri dibebaskan dari sel-sel yang rusak yang disebut zat nyeri (mediator nyeri), yang menimbulkan reaksi inflamasi yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak bermielin (serabut C dan δ) yang bersinaps dengan neuron di kornu dorsalis medulla spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus spinotalamikus di otak, dimana nyeri dipersepsi, dilokalisir, dan diintepretasikan (Brookoff, 2005).

C. Asam Asetat

Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar”. Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glasial. Asam asetat glasial memiliki ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar dengan bau pedas menggigit, dapat bercampur dengan air dan pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glasial sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain (Fessenden dan Fessenden, 1997).

Penggunaan asam asetat sebagai penginduksi inflamasi dan nyeri telah lama digunakan untuk mengevaluasi agen baru yang bersifat analgesik dan anti-inflamasi. Injeksi peritonial asam asetat memproduksi peradangan peritoneum yang terkait dengan peningkatan prostaglandin, dan dengan demikian akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang diperkirakan akan berkonstribusi dengan peningkatan inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung juga untuk mengemukakan rasa sakit yang terkait dalam pengujian melalui stimulasi neuron


(38)

nociceptive perifer oleh mediator endo dan prostaglandin (Khalid,

Pemilihan asam asetat sebagai induksi nyeri, karena nyeri yang dihasilkan berasal dari reaksi inflamasi akut lokal yaitu pelepasan asam arakidonat dari jaringan fosfolipid melalui jalur siklooksigenase da

terutama prostaglandin E

peritoneal. Prostaglandin tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Oleh karena itu, suatu senyawa yang dapat menghambat geliat pada mencit yang memiliki efek analgesik cenderung menghambat di sintesis prostaglandin (Muhammad, Saeed, dan Khan, 2012).

Pada pengujian efek analgesik, asam asetat merusak jaringan secara lokal. Setelah pembe

asetat merubah pH di dalam rongga perut akibat pelepasan ion H

yang menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel akan melepaskan asam arakhidonat yang akan membentuk prostaglandin dan menimbulkan nyeri (Wilmana dan Gan, 2007).

Gambar 3

oleh mediator endogen seperti serotonin, histamin, bradik dan prostaglandin (Khalid, Shaik, Israf, Hashim, Rejab, Shaberi et al., 2009).

Pemilihan asam asetat sebagai induksi nyeri, karena nyeri yang dihasilkan berasal dari reaksi inflamasi akut lokal yaitu pelepasan asam arakidonat dari jaringan fosfolipid melalui jalur siklooksigenase dan menghasilkan prostaglandin, terutama prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2α (PGF2α) di dalam cairan peritoneal. Prostaglandin tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Oleh karena itu, suatu senyawa yang dapat menghambat geliat pada mencit yang memiliki efek analgesik cenderung menghambat di sintesis prostaglandin (Muhammad, Saeed, dan Khan, 2012).

Pada pengujian efek analgesik, asam asetat bekerja sebagai iritan yang merusak jaringan secara lokal. Setelah pemberian secara intraperitonial, asam asetat merubah pH di dalam rongga perut akibat pelepasan ion H+ dari asam asetat yang menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel akan melepaskan asam arakhidonat yang akan membentuk prostaglandin dan

nimbulkan nyeri (Wilmana dan Gan, 2007).

D. Asetosal

Gambar 3. Struktur Asetosal (Depkes RI, 1995).

17

, bradikinin, , 2009). Pemilihan asam asetat sebagai induksi nyeri, karena nyeri yang dihasilkan berasal dari reaksi inflamasi akut lokal yaitu pelepasan asam arakidonat dari n menghasilkan prostaglandin, ) di dalam cairan peritoneal. Prostaglandin tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Oleh karena itu, suatu senyawa yang dapat menghambat geliat pada mencit yang memiliki efek analgesik cenderung menghambat di sintesis prostaglandin (Muhammad, Saeed, dan Khan, 2012).

bekerja sebagai iritan yang rian secara intraperitonial, asam dari asam asetat yang menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel akan melepaskan asam arakhidonat yang akan membentuk prostaglandin dan


(39)

Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) (Gambar 3) adalah obat golongan salisilat yang paling sering digunakan karena mempunyai sifat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi (Chyka, Erdman, Christianson, Wax, Booze, dan Manoguerra, 2007). Indikasi asetosal adalah sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan lain yang berhubungan dengan adanya inflamasi, nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, melahirkan, sakit gigi, dismenorea (Dinkes, 2010). Aspirin cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan segera dihidrolisis menjadi asam salisilat, dengan kadar puncak asam salisilat dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam. Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi oleh bentuk sediaan, ada tidaknya makanan dalam lambung, tingkat keasaman lambung, dan faktor fisilogi lainnya (Coulter, 2003). Onset analgesik asetosal adalah 0,5 jam dengan durasi analgesiknya 3-6 jam (Baumann, 2005).

Aspirin efektif mengurangi nyeri ringan sampai sedang akut. Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka-ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot, perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan (Tjay dan Rahardja, 2007).

Aspirin menghambat pada awal jalur asam arakidonat, tepatnya pada langkah siklooksigenase. Zat kimia ini bersifat kompetitif inhibitor, di mana aspirin akan bersaing dengan asam arakidonat dan siklooksigenase untuk melalukan pengikatan. Jika enzim sibuk bekerja dengan NSAID tersebut maka enzim tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik akibatnya pembentukan asam


(40)

19

arakidonat terhenti, otomatis mediator nyeri seperti prostaglandin E2 (PGE2) sintesisnya dapat diturunkan, di mana PGE2 diduga mensensitisasi ujung saraf terhadap efek bradikinin, histamin dan mediator kimiawi lainnya yang dilepaskan secara lokal oleh proses inflamasi. Adanya penurunan sintesis PGE2 tersebut dapat menekan sensasi rasa sakit (Kimbrough, 2004).

Efektivitas penggunaan aspirin adalah berdasarkan kemampuan menghambat siklooksigenase yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan tromboksan A2. Aspirin hanya bekerja pada enzim siklooksigenase, tidak pada enzim lipooksigenase, sehingga tidak menghambat pembentukan leukotrien (Roy, 2007).

E. Analgesik

Analgesik adalah obat atau senyawa yang bekerja untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Mekanisme kerja analgesik adalah menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada SSP yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanik maupun kimiawi. Berdasarkan potensi kerjanya analgesik dibagi menjadi analgesik opioid dan analgesik non opioid (Siswandono dan Soekarjdo, 2000).

Secara garis besar penggolongan analgesik dibagi atas dua golongan yaitu analgesik nonopioid dan analgesik opioid.


(41)

a. Analgesik Nonopioid

Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan analgesik nonopioid yang mampu meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang tidak menyebabkan adiksi. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Contoh obat golongan ini adalah aspirin (Wilmana dan Gan, 2007).

Klasifikasi AINS berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX), dapat dilihat pada gambar 4 :

Gambar 4. Klasifikasi Obat Analgesik Antiinflamasi Non Steroid (Obat AINS)( Wilmana dan Gan, 2007).

AINS

AINS COX

nonselektif AINS COX-2 preferential AINS COX-2 selektif

‐ Aspirin ‐ Indometasin ‐ Piroksikam ‐ Ibuprofen ‐ Naproksen ‐ Asam mefenamat

‐ Nimesulid ‐ Meloksikam ‐ Nabumeton ‐ Diklofenak ‐ Etodolak

Generasi I : ‐ Selekoksib ‐ Rofekoksib ‐ Parekoksib ‐ Eteroksib Generasi II : - Lumirakoksib


(42)

21

Asam asetilsalisilat (Aspirin atau asetosal), dan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) lainnya merupakan obat analgesik nonopioid yang digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang (Baumann, 2005).

b. Analgesik Opioid

Kelompok obat yang memiliki sifat analgesik dan seperti opium disebut analgesik opioid. Opium berasal dari getah muda Papaver smniferum L. mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain dan papaverin. Analgesik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, tetapi dapat menimbulkan adiksi, Selain itu juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain. Golongan opioid meliputi alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologi menyerupai opium (Dewoto, 2007).

Reseptor opioid terdistribusi luas dalam sistem saraf dan sudah diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama, yaitu resptor µ, δ, κ. Reseptor µ mempunyai konsentrasi yang paling tinggi dalam daerah otak yang terlibat dalam antinosiseptif dan merupakan reseptor yang berinteraksi dengan sebagian besar analgesik opioid untuk menghasilkan analgesia. Reseptor µ memperantarai efek analgesik mirip morfin, yaitu euforia, depresi nafas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna (Neal, 2005; Dewoto, 2007).

Pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan dua metode yaitu induksi nyeri cara kimiawi dan induksi nyeri cara termik. Daya kerja analgesik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap


(43)

stimulus nyeri (Sirait, Hargono, Wattimena, Husin, Sumadilaga, dan Santoso, 2007).

Berikut beberapa kriteria atau sifat farmakokinetika untuk memperoleh efek analgesik yang optimal dari suatu obat :

1. Diabsorpsi dengan cepat dan sempurna, dengan ketersediaan hayati absolut. 2. Terdistribusi secara cepat dan baik ke jaringan target dengan konsentrasi yang

tidak terlalu tinggi di organ-organ untuk mengurangi efek samping.

3..Eliminasinya cepat, baik melalui hepar maupun ginjal untuk mencegah terjadinya penimbunan obat, khususnya pada penderita ginjal dan hepar (Soelistiono, 2002 cit Hidayat, 2010).

F. Metode Uji Analgesik

Pengujian aktivitas analgesik suatu bahan uji pada induksi nyeri cara kimiawi yang responnya berupa geliat harus ditentukan daya analgesiknya. Daya analgesik merupakan perbandingan antara jumlah geliat rata-rata kelompok perlakuan dengan jumlah geliat rata-rata kelompok kontrol. Daya analgesik untuk mengetahui besarnya kemampuan bahan uji tersebut dalam mengurangi rasa nyeri kelompok kontrol. Daya analgesik dapat dijadikan dasar untuk perhitungan efektifitas analgesik yang dibandingkan dengan pembanding analgesik untuk mengetahui keefektifan bahan uji yang diduga berfungsi sebagai analgesik (Kardoko dan Eleison, 1999; Pudjiastuti, Dzulkarnain, dan Nuratmi, 2000).


(44)

23

Pengujian aktivitas analgesik menjadi dua, yaitu golongan analgetika narkotika dan golongan analgetika non narkotika. Berikut di bawah ini penguraian dari masing-masing metode.

1. Gologan analgetika narkotika

Yang dimaksud anlgetika narkotika adalah analgetika dengan mekanisme kerja sentral. Berikut ini metode penapisan aktivitas analgesik untuk analgetika narkotika.

a. Metode jentikan ekor. Pengujian analgesik metode ini menggunakan ekor mencit atau tikus yang dicukur dan dilapisi dengan cat penyerap panas berwarna hitam. Hewan uji ditempatkan pada balok dengan lampu inframerah yang panas sehingga ekor dapat menerima panas secara maksimum. Jarak antara waktu sebelum hewan uji menjentikkan ekornya untuk keluar dari balok inframerah dicatat. Prosedur pengujian diulangi dengan menggunakan hewan uji yang sudah diberi dosis agen analgesik yang diteliti dan perpanjangan waktu selama ekor hewan uji masih berada pada balok yang panas (Cannon, 2007).

b. Metode rangsang panas. Pengujian analgesik metode ini memanfaatkan seperangkat alat laboratorium yang berupa lempeng panas dengan suhu yang telah ditentukan. Hewan uji diletakkan pada lempeng panas dan jarak waktu sebelum hewan uji ini menunjukkan tanda ketidaknyamanan dicatat. Prosedur uji ini diulang dengan menggunakan hewan uji yang telah diberi dosis agen analgesik, kemudian diamati jarak waktu selama hewan uji masih dapat tinggal pada lempeng panas sebelum menunjukkan tanda ketidaknyamanan. Kurva antara dosis dan respon dibuat dan dilakukan analisis secara statistik (Cannon, 2007).


(45)

2. Golongan analgetika non narkotika

Pada analgetika non narkotika mekanisme kerjanya secara perifer. Metode penapisan analgesik untuk analgetika non narkotika sebagai berikut.

a. Metode rangsang kimia. Pada pengujian efek analgesik metode ini rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang kimia yang disebabkan oleh senyawa kimia yaitu asam asetat yang disuntikkan pada hewan uji secara peritoneal (i.p.). Senyawa pembanding yang biasanya digunakan untuk uji proteksi nyeri analgesik jenis ini adalah asetosal, parasetamol, dan sebagainya. Hewan uji mencit yang lebih sering digunakan adalah mencit betina karena mencit betina lebih peka terhadap rangsang dari pada mencit jantan. Respon mencit yang biasa diamati adalah lompatan dan kontraksi perut dengan disertai tarikan kaki kea rah belakang berupa rentangan yang disebut geliat (Turner, 1965).

Menurut Vogel (2002), yang dimaksud metode rangsang kimia yaitu rasa nyeri yang timbul akibat dari rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang diinjeksikan secara intraperitonial pada hewan uji. Beberapa zat yang sering digunakan untuk menimbulkan rasa nyeri dalam metode ini yaitu asam asetat dan fenil kuionon. Metode ini cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetika yang mempunyai daya analgesik lemah. Selain metode ini cukup peka, metode rangsang kimia lebih sederhana, reprodusibel, dan hasilnya spesifik. b. Metode pedolometer. Pengujian efek analgesik dengan metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya analgesik. Alas kandang tikus berasal dari kepingan metal yang bisa mengalirkan listrik. Tikus


(46)

25

ditempatkan pada kandang tersebut kemudian diberikan aliran listrik. Respon positif ditandai dengan teriakan mencicit dari tikus tersebut (Turner, 1965).

Pemberian analgesik akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi berkurang sampai tidak terjadi geliat sama sekali. Reaksi mencit yang dapat ditimbulkan seperti menjilat kaki depan, kaki belakang lalu meloncat, menarik satu atau kedua kaki ke belakang. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dengan terjadinya respon disebut waktu reaksi. Waktu reaksi ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat analgesik. Proses berlangsungnya waktu reaksi selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas analgesik (Vogel, 2002).

Efek proteksi ditujukan karena nyeri yang terjadi pada mencit adalah nyeri viseral dimana penghantaran nyeri lebih lambat dan terjadi secara berkesinambungan, sehingga metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode writhing test yaitu dengan melihat adanya efek proteksi terhadap rasa sakit akibat pemberian asam asetat secara intra peritoneal pada mencit percobaan (Somchit, Shukriyah, Bustamam, dan Zuraini, 2005).

Efek analgesik dapat dievaluasi menggunakan persen proteksi geliat : % proteksi geliat = ( 100 -[( P/K ) x 100 ])%

P : Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan K : Jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol negatif

(Turner, 1965). Efek analgesik dapat dievaluasi menggunakan perubahan persen proteksi geliat dengan menggunakan rumus :

Perubahan % proteksi geliat = [ (A-B) / B ] x 100 A = % proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan

B = rata-rata proteksi geliat pada kontrol positif

(Pudjiastuti dkk., 2000).


(47)

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) karena mudah diperoleh, relatif murah, mempunyai sistem syaraf yang mirip dengan syaraf manusia dan sering digunakan untuk uji analgesik suatu senyawa (Thompson, 1990).

G. Dekokta

Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrak sediaan herbal dengan air pada suhu 90˚C selama 30 menit. Dekokta dapat dibuat dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 90˚C sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, dan tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekokta yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).

H. Macaranga tanarius L.

1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Maginoliophyta Kelas : Maginoliospida Ordo : Malpighiales Famili : Euphorbiaceae

Sub Famili : Acalyphoides Bangsa : Acalypheae


(48)

27

Sub Bangsa : Macaranginae Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) M.A.

(Magadula, 2014). 2. Nama lain

Tanaman Macaranga tanarius L. mempunyai nama lain, seperti mahang putih, incong, kundoh, sekubin air, tampu, tampu hutan, tampu putih (Ong, 2008). 3. Morfologi

Macaranga tanarius L. merupakan pokok kecil atau sederhana besar dengan ketinggian pohon hingga 24 m. Daun dengan tangkai ranting, dan bagian permukaan bawah daun berkeadaan licin tetapi permukaan atas daun mempunyai bulu halus, lamina daun pada pokok kecil hingga 35 cm panjang, tangkai dan urat daun biasanya berwarna merah jambu, lamina daun pada pokok matang 7,5-23 cm panjang, ukuran lebarnya hampir sama, daun berwarna hijau muda dan berkeadaan lembut apabila disentuh, tangkai daun 5-20 panjang. Bunga dengan karangan bunga sepanjang 10-20 cm, warna hjau pucat, dihasilkan pada ketiak daun. Karangan bunga jantan banyak bercabang, karangan bunga betina tidak ada atau sedikit cabang. Buah mempunyai bulu kasar yang lembut dan serbuk yang mekit berwarna kuning, dengan panjang 0,6-1,2 cm dan lebar 1,2 cm (Ong, 2008). 4. Manfaat tanaman

Daun Macaranga tanarius L. kaya akan tannin yang digunakan sebagai obat di masyarakat seperti diare, luka dan juga antiseptik (Lin, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Dekokta akar Macaranga tanarius L. digunakan sebagai


(49)

antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sementara pada daunnya digunakan sebagai agen anti-inflamasi untuk penutup luka yang mencegah terjadinya inflamasi. Negara Cina menggunakan Macaranga tanarius L. sebagai produk minuman kesehatan (Lin, Lim, dan Yule, 2009). Secara tradisional Macaranga tanarius L. digunakan untuk fermentasi pada tempe dan pakan hewan (Putri dan Kawabata, 2010).

5. Kandungan kimia

Menurut Phommart et al. (2005) kandungan Macaranga tanarius L. antara lain tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,

tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol

dan annuionon). Isolat tersebut telah dievaluasi untuk diketahui kegiatan biologisnya dan dihasilkan aktivitas penghambatan terhadap sistem siklooksigenase (COX-2). Kandungan kimia daun Macaranga tanarius L. yang lain macarangioside A-D, mallophenol B, lauroside D, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan isoquercitrin (Matsunami et al., 2006). Penelitian terbaru Matsunami et al., (2009) melaporkan keberadaan lignan glukosida, pinoresinol, dan megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun Macaranga tanarius L. (Gambar 5). Uji kimia tannin dalam daun

Macaranga tanarius L. dilaporkan mengandung 7 hydrolyzable tannin (Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990).


(50)

29

Nymphaeol-A Nymphaeol-B

Macarangioside A Macarangioside B Macarangioside C

Macarangioside D Macarangioside E Macarangioside F

Tanariflavanon C Tanariflavanon D Nymphaeol-C

Gambar 5. Struktur senyawa dalam tanaman Macaranga tanarius L. (Phommart et al., 2005) dan (Matsunamai et al., 2006).


(51)

I. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lintasan paling luar. Radikal bebas memiliki sifat yang reaktif sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain seperti protein, lipid dan DNA (Harjanto, 2004). Dalam keadaan normal radikal bebas yang diproduksi di dalam tubuh tidak berbahaya dan penting untuk fungsi biologis seperti pengaturan pertumbuhan sel. Namun ketika diproduksi dalam jumlah yang berlebihan oleh sel, radikal bebas dapat menjadi berbahaya karena saat masuk ke dalam tubuh radikal bebas ini akan mencari pasangan elektron lain dengan mengambil elektron dari sel tubuh sehingga membentuk reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru (Zainal, 2002).

Radikal bebas yang terbentuk dari dalam tubuh (endogen) terbentuk dari sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein, karbohodrat, dan lemak pada mitokondria, proses inflamasi atau peradangan, reaksi antara logam transisi dalam tubuh. Sumber dari luar tubuh (eksogen) dapat berasal dari asap rokok, populasi lingkungan, radiasi, obat-obatan, pestisida, anestetik, limbah industri, ozon, serta sinar ultraviolet (Langseth, 2000).

Reaksi pembentukan radikal bebas dapat terjadi melalui tiga tahapan reaksi (Winarsi, 2007).

1. Tahap inisiasi, merupakan tahapan awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

2. Tahapan propagasi, merupakan tahapan pemanjangan rantai radikal bebas yang membuat radikal bebas cenderung bertambah banyak melalui reaksi rantai dengan molekul lain.


(52)

31

3. Tahapan terminasi, merupakan proses terjadinya reaksi radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan penangkap radikal. Reaksi ini mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas stabil dan tidak reaktif yang menyebabkan propagasinya rendah sehingga tidak ada radikal bebas baru yang terbentuk dalam tahapan ini dan rantai menjadi putus.

Radikal bebas diduga merupakan penyebab kerusakan sel yang mendasari timbulnya berbagai macam penyakit, seperti kanker, jantung koroner, rematik artritis, penyakit respiratorik, katarak, penyakit hati, serta berperan utama pada proses penuaan dini. Radikal bebas terbentuk dalam tubuh sebagai produk samping proses metabolisme, selain itu juga dapat berasal dari luar tubuh yang terserap melalui pernafasan atau kulit (Bast, Haenen, and Doelman, 1991).

Proses penangkapan radikal bebas ini melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas sehingga radikal bebas menangkap satu elektron dari antioksidan. Radikal bebas sintetik yang digunakan adalah DPPH. Senyawa DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan melalui pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron (Pokorny, Yanishlieva, Gordon, 2001).

J. Skrining Fitokimia

Fitokimia adalah senyawa aktif kimia pada tanaman atau merupakan unsur pokok dalam tanaman. Fitokimia terdiri dari senyawa metabolit primer dan sekunder. Unsur pokok pada tanaman terdiri dari dua, metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer pada tanaman seperti protein, karbohidrat dan lemak


(53)

pada tanaman, sedangkan metabolit sekunder adalah turunan dari metabolit primer. Metabolit sekunder antara lain fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tannin, plobatamin, kumarin, dan alkaloid merupakan bioaktif pada tanaman (Lenny, 2006). Unsur pokok pada tanaman yang biasa diuji adalah senyawa alkaloid, tannin, saponin, flavonoid dan fenolik (Edeoga, Okwu, dan Mbaebre, 2005).

K. Landasan Teori

Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, di mana biasanya dianggap sebagai gejala dari suatu penyakit. Mekanisme terjadinya nyeri terdiri dari empat tahap : transduksi, transmisi, persepsi nyeri, dan modulasi (Timby, 2009). Penanganan nyeri dapat diatasi dengan obat analgesik. Analgesik merupakan zat-zat yang dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Siswandono dan Soekarjdo, 2000).

Pemakaian tanaman sebagai obat bila digunakan secara benar dan tepat akan memberikan manfaat bagi pemakainya. Telah dilaporkan bahwa daun

Macaranga tanarius L. kaya akan tannin yang digunakan sebagai obat di masyarakat seperti diare, luka dan juga antiseptik. Dekokta akar Macaranga tanarius L. digunakan sebagai antipiretik dan antitusif (Lin, Nonaka, dan Nishioka, 1990).

Matsunami et al., (2006, 2009) melaporkan bahwa Macaranga tanarius L. memiliki kandungan senyawa macarangiosida A-C dan malofenol B, yang menunjukkan adanya aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Tjay dan


(54)

33

Rahardja (2007) menyatakan bahwa, bila radikal bebas tersebut dapat ditangkap maka kemungkinan proses perubahan asam arakidonat menjadi endoperoksida dan asam hidroksiperoksida melalui jalur sikloksigenase dan lipooksigenase juga akan terhambat sehingga mediator-mediator nyeri tidak terbentuk dan nyeri tidak terjadi.

Pengujian efek analgesik menggunakan metode rangsang kimia digunakan sebagai skrining awal untuk penapisan farmakologi. Pemberian dekokta

Macaranga tanarius L. diharapkan dapat memberikan efek analgesik (anti nyeri) dengan cara menghambat pelepasan mediator-mediator nyeri. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah pemberian dekokta Macaranga tanarius L. dapat mengurangi jumlah geliat mencit setelah pemberian perlakuan terhadap induksi asam asetat sebagai iritan yang dapat merusak jaringan secara lokal.

Senyawa glikosida merupakan senyawa yang kurang larut dalam pelarut organik tetapi lebih mudah larut dalam air (Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti, 2014). Flavonoid merupakan senyawa yang sifatnya larut air (Astuti, 2001). Bentuk sediaan dekokta dipilih karena menggunakan penyari berupa air, sehingga diharapkan lebih banyak menangkap senyawa-senyawa glikosida yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas di mana radikal bebas memegang peranan dalam timbulnya nyeri (Tjay dan Rahadja, 2007). Semakin banyak adanya aktivitas penangkapan radikal bebas diharapkan dapat memberi efek dalam menghambat dan mencegah terjadinya nyeri.

Penelitian oleh Wulandari (2009) membuktikan infusa daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss, sehingga


(55)

dalam penelitian ini akan dilanjutkan dengan melakukan uji efek analgesik dengan metode penyarian yang berbeda yaitu dekokta. Kemiripan antara metode infusa dengan dekokta, yaitu sama-sama menggunakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90˚C.

Perbedaan antara metode infusa dengan dekokta, yaitu pada lama waktu perebusan. Infusa hanya membutuhkan pemanasan selama 15 menit, sedangkan dekokta membutuhkan pemanasan selama 30 menit. Metode dekokta dipilih dalam penelitian karena diharapkan dapat menarik dan mengambil lebih banyak senyawa glikosida dan flavonoid yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas sehingga dapat menghambat proses nyeri. Semakin lama sebuah langkah, diharapkan senyawa fitokimia yang dapat terambil semakin banyak (Chichoke, 2001). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode dekokta yang memiliki waktu perebusan yang lebih lama untuk mengetahui seberapa besar efek analgesik dengan metode dekokta di mana proses pembuatannya mudah, sederhana dan sering dilakukan di lingkungan masyarakat.

L. Hipotesis

Sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. yang diberikan pada mencit betina galur Swiss terinduksi asam asetat 1% mampu memberikan efek enalgesik.


(56)

35

35 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

Eksperimental murni merupakan penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara member perlakuan pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan (Wasis, 2008).

Rancangan acak lengkap merupakan teknik random sampling. Teknik ini merupakan cara yang terbaik dalam menetapkan sampel yang representatif. Dalam teknik ini semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk menjadi untuk menjadi sampel (Wasis, 2008). Yang dimaksud pola searah yaitu variabel bebas yang diberikan hanya satu, melihat pengaruh pemberian dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas analgesik.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah dosis dekokta daun

Macaranga tanarius L.

b. Variabel tergantung. Jumlah geliat pada mencit betina galur Swiss terinduksi asam asetat 1% yang dihitung sebagai persen proteksi


(57)

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah :

1. Galur, berat badan, dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang digunakan adalah mencit betina galur Swiss dengan berat badan 20-30 gram, dan berumur 2-3 bulan.

2. Bahan uji yang digunakan berupa daun Macaranga tanrius L., yang berasal dari lingkungan Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. 3. Waktu pemanenan daun Macaranga tanrius L. dilakukan pada jam

7-10 pagi hari.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan patofisiologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji untuk mengabsorpsi sediaan dekokta daun

Macaranga tanarius L. 3. Definisi operasional

a. Daun Macaranga tanarius L. Merupakan daun yang diperoleh dari tumbuhan Macaranga tanarius L. Daun yang digunakan untuk penelitian yaitu daun yang segar, berwarna hijau serta tidak berlubang. Daun diperoleh dari dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

b. Sediaan Dekokta. Dekokta yang dibuat dari serbuk kering daun Macaranga tanarius L. didapatkan dengan cara menginfudasi sebanyak 10 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L. dan dimasukkan 20 mL aquadest ke dalam panci dekokta sebagai pembasah, kemudian ditambahkan aquadest


(58)

37

sampai 100 mL. Dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit sambil diaduk setiap 5 menit sekali dan diserkai selagi panas, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh sediaan dekokta daun

Macaranga tanarius L. yang dikehendaki yaitu 100,0 mL.

c. Efek Analgesik. Didefinisikan sebagai kemampuan sediaan dekokta daun

Macaranga tanarius L., pada dosis tertentu terhadap penurunan geliat pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat sebagai penginduksi nyeri.

d. Dosis Dekokta. Dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan konsentrasi yang dapat dibuat yaitu 10% dengan berat badan mencit tertinggi 30 gram dan volume maksimal pemberian yaitu 1 mL.

e. Persen Proteksi. Persen proteksi geliat adalah seratus dikurangi jumlah kumulatif geliat kelompok perlakuan dibagi rata-rata jumlah kumulatif geliat kelompok kontrol dikali 100 persen.

f. Kriteria Geliat Mencit. Kriteria geliat mencit yang dihitung adalah mencit melakukan gerakan menggeliat dengan menarik satu atau kedua kaki ke belakang serta perutnya menempel ke alas pengamatan sehingga tubuh mencit terlihat memanjang. Geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam. g. Rangsang Kimia. Metode induksi secara rangsang kimia adalah metode

yang digunakan untuk mengukur efek analgesik zat uji terhadap subyek uji dengan cara memberi rangsang nyeri dengan pemberian asam asetat 1% yang diberikan secara intraperitoneal pada selang waktu tertentu.


(59)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Daun Macaranga tanarius L.diperoleh dari lingkungan Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

b. Hewan uji yang digunakan berupa mencit betina galur Swiss dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 20-30 gram yang diperoleh dari Laboraturium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Asam asetat glasial diproduksi oleh Merck dan diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

b. Asetosal diproduksi oleh Merck dan diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

c. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Carboxymethylcellulose-natrrium atau CMC-Na (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd), untuk pembuatan suspensi asetosal 1% sebagai obat analgesik diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Ketamin untuk melakukan euthanasia pada mencit setelah melakukan penelitian diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(60)

39

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius L.

Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven (Memmert), mesin penyerbuk (Retsch), dan ayakan nomor 40.

2. Alat induksi nyeri

Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan analitik Mettler Toledo®, stopwatch, spuit, needle, dan kotak kaca tempat pengamatan geliat. 3. Alat pembuatan dekokta daun Macaranga tanarius L.

Seperangkat alat gelas beaker glass, corong gelas, gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan analitik Mettler Toledo®, stopwatch, spuit, panci dekokta, heater, statif dan termometer.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk daun Macaranga tanarius L.

Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bertempat di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia. Determinasi dilakukan mengacu pada buku acuan (Steenis et al., 1992) dan membandingkan dengan koleksi referensi yang terdapat di Laboratorium Botani Farmasi.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. yang masih


(1)

Positif Asetosal

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound -10.3749 Upper Bound 10.3750 5% Trimmed Mean .1377

Median .8260

Variance 69.818 Std. Deviation 8.35570

Minimum -11.57

Maximum 9.09

Ranle 20.66

Interquartile Ranle 15.84

Skewness -.461 .913 Kurtosis -1.116 2.000 DDM dosis

833,33 ml/klBB

Mean -17.3560 2.96706 95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound -25.5939 Upper Bound -9.1181 5% Trimmed Mean -17.6927 Median -19.8350 Variance 44.017 Std. Deviation 6.63456

Minimum -22.59

Maximum -6.06

Ranle 16.53

Interquartile Ranle 10.33

Skewness 1.748 .913 Kurtosis 3.152 2.000 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

Mean 1.6522 .70213 95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound -.2972 Upper Bound 3.6016 5% Trimmed Mean 1.6675

Median 2.2030


(2)

Std. Deviation 1.57002

Minimum -.55

Maximum 3.58

Ranle 4.13

Interquartile Ranle 2.75

Skewness -.405 .913 Kurtosis -.178 2.000 DDM dosis

3333,33 ml/klBB

Mean -26.7220 .97397 95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound -29.4262 Upper Bound -24.0178 5% Trimmed Mean -26.7220 Median -26.7220

Variance 4.743

Std. Deviation 2.17786

Minimum -29.48

Maximum -23.97

Ranle 5.51

Interquartile Ranle 4.13

Skewness .000 .913 Kurtosis -1.199 2.000


(3)

Dost Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent

Variable:Perubahan_Persen_Proteksi

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sil.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound Scheffe Kontrol Nelatif

Aquadest

Kontrol Positif

Asetosal -100.00002

* 5.19048 .000 -117.5745 -82.4256

DDM dosis

833,33 ml/klBB -82.64400

* 5.19048 .000 -100.2184 -65.0696

DDM dosis 1666,67 ml/klBB

-101.65220* 5.19048 .000 -119.2266 -84.0778

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

-73.27800* 5.19048 .000 -90.8524 -55.7036 Kontrol Positif

Asetosal

Kontrol Nelatif

Aquadest 100.00002

* 5.19048 .000 82.4256 117.5745

DDM dosis

833,33 ml/klBB 17.35602 5.19048 .054 -.2184 34.9305 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

-1.65218 5.19048 .999 -19.2266 15.9223 DDM dosis

3333,33 ml/klBB

26.72202* 5.19048 .001 9.1476 44.2965

DDM dosis 833,33 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 82.64400

* 5.19048 .000 65.0696 100.2184

Kontrol Positif

Asetosal -17.35602 5.19048 .054 -34.9305 .2184 DDM dosis

1666,67 ml/klBB


(4)

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

9.36600 5.19048 .531 -8.2084 26.9404 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 101.65220

* 5.19048 .000 84.0778 119.2266

Kontrol Positif

Asetosal 1.65218 5.19048 .999 -15.9223 19.2266 DDM dosis

833,33 ml/klBB 19.00820

* 5.19048 .030 1.4338 36.5826

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

28.37420* 5.19048 .001 10.7998 45.9486

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 73.27800

* 5.19048 .000 55.7036 90.8524

Kontrol Positif

Asetosal -26.72202

* 5.19048 .001 -44.2965 -9.1476

DDM dosis

833,33 ml/klBB -9.36600 5.19048 .531 -26.9404 8.2084 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

-28.37420* 5.19048 .001 -45.9486 -10.7998

Tamhane Kontrol Nelatif Aquadest

Kontrol Positif

Asetosal -100.00002

* 7.55696 .000 -131.6213 -68.3787

DDM dosis

833,33 ml/klBB -82.64400

* 7.20746 .000 -114.8151 -50.4729

DDM dosis 1666,67 ml/klBB

-101.65220* 6.60583 .001 -137.7330 -65.5714 DDM dosis

3333,33 ml/klBB

-73.27800* 6.64023 .003 -108.9717 -37.5843

Kontrol Positif Asetosal

Kontrol Nelatif

Aquadest 100.00002

* 7.55696 .000 68.3787 131.6213

DDM dosis


(5)

DDM dosis 1666,67 ml/klBB

-1.65218 3.80217 1.000 -21.7036 18.3993 DDM dosis

3333,33 ml/klBB

26.72202* 3.86163 .014 7.2001 46.2439

DDM dosis 833,33 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 82.64400

* 7.20746 .000 50.4729 114.8151

Kontrol Positif

Asetosal -17.35602 4.77148 .070 -35.8918 1.1797 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

-19.00820* 3.04901 .023 -34.6513 -3.3651

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

9.36600 3.12283 .272 -5.7403 24.4723 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 101.65220

* 6.60583 .001 65.5714 137.7330

Kontrol Positif

Asetosal 1.65218 3.80217 1.000 -18.3993 21.7036 DDM dosis

833,33 ml/klBB 19.00820

* 3.04901 .023 3.3651 34.6513

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

28.37420* 1.20067 .000 23.6303 33.1181

DDM dosis 3333,33 ml/klBB

Kontrol Nelatif

Aquadest 73.27800

* 6.64023 .003 37.5843 108.9717

Kontrol Positif

Asetosal -26.72202

* 3.86163 .014 -46.2439 -7.2001

DDM dosis

833,33 ml/klBB -9.36600 3.12283 .272 -24.4723 5.7403 DDM dosis

1666,67 ml/klBB

-28.37420* 1.20067 .000 -33.1181 -23.6303

*. The mean difference is silnificant at the 0.05 level.


(6)

127

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Uji Analgesik Dekokta

Daun

Macaranga tanarius

L. dengan Metode Geliat pada

Mencit Betina Galur Swiss” memiliki nama lengkap

Kristiyani Irawati, merupakan anak kedua dari dua

bersaudara pasangan Wagino dan Sri Ambar Kusti.

Penulis dilahirkan di Cirebon, 30 Januari 1994.

Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu TK Kristen 1 Penabur Cirebon

(1998-2000), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD

Kristen 1 Penabur Cirebon (2000-2006). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

ditempuh oleh penulis di SMP Kristen 1 Penabur Cirebon (2006-2009), kemudian

melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Kristen 1 Cirebon

(2009-2012). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Farmasi,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012. Semasa menempuh

kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik dalam fakultas maupun luar

fakultas. Penulis pernah menjadi Sie Infokom “JMKI” (2013-2014), Fasilitator

“Cara Belajar Ibu Aktif” (2014), Sekretaris “Malam Keakraban JMKI” (2014),

Sie Publikasi “Paingan Festival” (2013), Sie Perlengkapan “Pharmacy

Competition” (2013). Penulis pernah menjadi finalis Program Kreavitas

Mahasiswa Bidang Kewirausahaan tingkat Yogyakarta (2014). Penulis aktif

dalam beberapa kegiatan di luar fakultas, menjadi anggota paduan suara “Talent

Choir” (2014-2015).