Uji analgesik fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan metode geliat pada mencit galur swiss.

(1)

INTISARI

Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman

sehingga menyebabkan seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Oleh

karena itu diperlukan analgesik untuk mengatasi nyeri. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit

betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah. Dua puluh lima ekor mencit umur 2-3 bulan

dan berat badan 20-30 gram dikelompokkan ke dalam 5 kelompok yaitu

kelompok kontrol negatif (Aquadest dosis 191,8 mg/kg BB), kelompok kontrol

positif (Asetosal dosis 91mg/kg BB), dan kelompok fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. dalam tiga peringkat dosis yaitu 47,95;

95,9; dan 191,8 mg/kg BB. Kontrol dan bahan uji diberikan secara per oral,

kemudian diberi asam asetat 1% secara intraperitoneal sebagai penginduksi nyeri

dengan selang waktu pemberian selama 10 menit. Pengamatan geliat dilakukan

setiap 5 menit selama 1 jam. Jumlah geliat digunakan untuk menghitung nilai %

proteksi, dan nilai perubahan % proteksi. Hasil dianalisis dengan uji Shapiro Wilk,

dilanjutkan uji One Way ANOVA dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik dengan %

proteksi pada dosis 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kg BB secara berturut-turut adalah

57,83; 65,12; dan 79,24 dan perubahan % proteksi secara berturutturut adalah

-6,42; 5,35; dan 28,21. Tidak terdapat kekerabatan antara efek analgesik dan dosis

fraksi yang diberikan.

Kata kunci: analgesik, fraksi etanol-heksan, ekstrak metanol-air, daun


(2)

ABSTRACT

Pain is an unpleasant sensory and emotional experience, causing a person

to find medical help. Therefore it needs an analgesic to relieve pain. In this

present study, the writer has investigated the analgesic effect of ethanol-hexane

fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves using

models of acetic acid-induced writhing response in female Swiss mice.

This study is pure experimental with completely randomized design.

Twenty-five mice aged 2-3 months and weighed 20-30 grams are grouped into 5

groups: negative control group (Aquadest dose of 191.8 mg / kg), a positive

control group (aspirin dose of 91mg / kg), and the group of ethanol-hexane

fraction of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves in three doses

ie 47.95; 95.9; and 191.8 mg / kg. Aspirin and fraction are given orally, then

given a 1% acetic acid intraperitoneally as an inducer of pain with an interval of

administration for 10 minutes. Observation of writhing response is done every 5

minutes in 1 hour. The amount of writhing response is used to calculate the value

of percent protection, that used to calculate change of percent protection to

determine the analgesic effect writhing test compounds against asetosal. The

results obtained were analyzed by Shapiro Wilk test, followed by One Way

ANOVA test and Scheffe test with 95% confidence level.

The results showed that ethanol-hexane fraction of methanol-water extract

of Macaranga tanarius L. leaves has an analgesic effect. Percent protection at

doses of 47.95; 95.9; and 191.8 mg / kg respectively was 57.83; 65.12; and

79.24% and change of % protection was -6.42; 5.35; and 28.21. There is no

kinship between the analgesic effect and dose fractions are given.

Keywords : Analgesic, ethanol-hexane fraction, methanol-water extract, leaves of


(3)

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL EKSTRAK METANOL

DENGAN METODE GELIAT

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL-HEKSAN

EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

DENGAN METODE GELIAT PADA MENCIT GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Silvia Dwi Puspa Susanti NIM : 128114086

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

HEKSAN

Macaranga tanarius L. MENCIT GALUR SWISS


(4)

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL EKSTRAK METANOL

DENGAN METODE GELIAT

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

i

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL-HEKSAN

EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

DENGAN METODE GELIAT PADA MENCIT GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Silvia Dwi Puspa Susanti NIM : 128114086

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

HEKSAN

Macaranga tanarius L. MENCIT GALUR SWISS


(5)

ii

Persetujuan Pembimbing

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL-HEKSAN

EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L.

DENGAN METODE GELIAT PADA MENCIT GALUR SWISS

Skripsi yang diajukan oleh: Silvia Dwi Puspa Susanti

NIM : 128114086

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. tanggal:

Pembimbing Pendamping


(6)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

UJI ANALGESIK FRAKSI ETANOL-HEKSAN

EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L.

DENGAN METODE GELIAT PADA MENCIT GALUR SWISS

Oleh:

Silvia Dwi Puspa Susanti NIM : 128114086

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal: ………..…….

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D

Panitia Penguji : Tanda tangan

1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………...

2. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. ………

3. Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. ………


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Opportunity follows struggle. It follows effort. It follows hard work. It doesn’t come before.

-Shelby Steele-

Kupersembahkan skripsi ini untuk: Tuhan Yesus sebagai sumber kekuatan dan anugerah dalam hidupku, Santo Yudas Tadeus yang menjadi perantara doa dan mukjizat, Kedua orang tuaku Bapak F.X. Suripto dan Ibu V.Y. Sulisti yang telah memberikan doa, dukungan, perjuangan, serta kasih sayang,

Mbak Ivon, Surya, Christie, serta sahabat dan teman-teman, dan Almamaterku Universitas Sanata Dharma


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta,……….. Penulis


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGANAKADEMIS


(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat, kasih, dan penyertaan-Nya hingga penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Uji Analgesik Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. dengan Metode Geliat pada Mencit Galur Swiss” dapat penulis selesaikan. Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran, dukungan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Bapak Enade Perdana Istyatono, Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan dukungan dan bimbingan selama menjalani proses perkuliahan di Fakultas Farmasi hingga saat ini.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Utama atas

bimbingan, semangat, bantuan, dan pengarahan selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

4. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Pendamping atas bimbingan, pengarahan, saran, serta masukan selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan kritik hingga skripsi ini tersusun.

6. Ibu Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah


(11)

viii

7. Bapak, Ibu, Mbak Ivon, Mas Theo, Surya, Christie, dan Mbah Marjono yang

selalu memberikan doa, dukungan, semangat, bantuan, dan kasih sayang.

8. Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Suparjiman, dan Pak Kayatno yang telah

membantu dalam proses penelitian di laboratorium.

9. Sahabat yang setia membantu, mendukung, dan memberi semangat dalam

perjuangan menyelesaikan skripsi ini, Nurul Kusumawardani, Antonia Vidya Kartika, dan Kristiyani Irawati. Terimakasih atas kesempatan berjuang bersama kalian.

10.Teman-teman FSM B dan FKK B 2012.

11.Seorang sahabat sekaligus kekasih, Benediktus Prasetyo Adhi Kurniawan.

Terimakasih atas dukungan, pengertian, kesabaran, doa, saran, dan kasih sayang yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat terbuka pada masukan dan kritik dari pembaca. Akhir kata, semoga karya ini dapat berguna bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, November 2015 Penulis


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………... vi

PRAKATA ………. vii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

INTISARI ……….. xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ………... 1

A. Latar Belakang ………. 1

1. Rumusan Masalah ……….. 4

2. Keaslian Penelitian ………. 4

3. Manfaat Penelitian ………. 6

B. Tujuan Penelitian ………. 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………... 7


(13)

x

B. Analgesik ……..……….. 12

C. Asetosal ……….. 15

D. Macaranga tanarius L ..……….. 16

E. Senyawa Fenolik ……….. 21

F. Metode penyarian ..……….. 21

G. Proses penyarian senyawa aktif ...……… 23

H. Pelarut ……..……… 26

I. Metode uji Analgesik ……….……….. 28

J. Asam asetat ..……… 31

K. Landasan Teori ………. 32

L. Hipotesis ……….. 33

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 34

A. Jenis dan Rancangan penelitian ………... 34

B. Variabel dan Definisi Operasional ………... 34

C. Bahan Penelitian ……….. 38

D. Alat Penelitian ……….. 39

E. Tata Cara Penelitian ………. 39

F. Analisis Hasil ………...… 50

G. Ruang Lingkup Penelitian ……… 52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 53

A. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. ……… 53

B. Pengumpulan dan Penyerbukan Daun macaranga tanarius L. ……….. 53


(14)

xi

D. Pembuatan Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L. ……… 56

E. Hasil Pengujian Senyawa Metabolit Sekunder ……… 62

F. Uji Pendahuluan ……….. 67

G. Uji Efek Analgesik Fraksi Daun Macaranga tanarius L. ……… 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 83

A. Kesimpulan ……….. 83

B. Saran ………. 83

DAFTAR PUSTAKA ……… 84

LAMPIRAN ……….. 89


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penelitian terkait daun Macaranga tanarius L. ………. 4

Tabel II. Hasil pengujian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. ……….. 62

Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat 50 mg/kg BB …………... 68 Tabel IV. Hasil uji T tidak berpasangan untuk data jumlah geliat pada

penentuan selang waktu …...……….. 68

Tabel V. Hasil rata-rata jumlah kumulatif geliat, rata-rata persen

proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi pada kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan 3 peringkat

dosis fraksi daun Macaranga tanarius L. ……….. 71

Tabel VI. Hasil uji Scheffe untuk jumlah kumulatif geliat pada kelompok

kontrol negatif, kontrol positif, dan 3 peringkat dosis fraksi

Macaranga tanarius L. ……….. 74

Tabel VII. Hasil uji Scheffe untuk persen proteksi pada kelompok kontrol

negatif, kontrol positif, dan 3 peringkat dosis fraksi


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia Asetosal ……… 15

Gambar 2. Macaranga tanarius L. ……… 16

Gambar 3. Struktur senyawa dari daun Macaranga tanarius L. yang

memiliki aktivitas terhadap penangkapan radikal bebas DPPH ……… 20

Gambar 4. Flowchart langkah pembuatan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. ……… 41

Gambar 5. Flowchart langkah pembuatan fraksi etanol-heksan dari

ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius L. …. 42

Gambar 6. Skema perlakuan hewan uji ……….. 49

Gambar 7. Fokus penelitian ………... 53

Gambar 8. (a) Histogram rata-rata jumlah kumulatif geliat (b)

Histogram rata-rata persen proteksi, dan (c) Histogram rata-rata perubahan persen proteksi pada uji efek analgesik kelompok uji yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan 3

peringkat dosis fraksi daun Macaranga tanarius L. ……… 72

Gambar 9. Daun Macaranga tanarius L. ………... 94

Gambar 10. Serbuk daun Macaranga tanarius L. ………... 94

Gambar 11. Hasil ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. …. 94

Gambar 12. Hasil fraksi etanol-heksan dari ekstrak metanol-air daun


(17)

xiv

Gambar 13. Sediaan fraksi etanol-heksan dari ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. ……… 94

Gambar 14. Injeksi intraperitoneal ………... 95

Gambar 15. Geliat mencit yang memenuhi kriteria ………. 95

Gambar 16. Geliat mencit yang tidak memenuhi kriteria ……… 95

Gambar 17. Hasil uji Alkaloid dengan reagen Mayer ………. 95

Gambar 18. Hasil uji Alkaloid dengan reagen Dragendorff ………….. 96

Gambar 19. Hasil uji Flavonoid ……….. 96

Gambar 20. Hasil uji Terpenoid ……….. 96

Gambar 21. Hasil uji Fenolik ……….. 96

Gambar 22. Hasil uji Tanin ………. 96

Gambar 23. Hasil uji Saponin ………. 96


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ……... 90

Lampiran 2. Surat keterangan penetapan kadar air serbuk daun

Macaranga tanarius L. dari LPPT UGM ………... 91

Lampiran 3. Surat Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran UGM ... 92

Lampiran 4. Surat legalitas analisa data oleh Pusat Kajian CE&BU Fakultas Kedokteran UGM ……… 93

Lampiran 5. Daun dan serbuk daun Macaranga tanarius L.; hasil ekstrak

air dan hasil fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L., serta sediaan fraksi daun

Macaranga tanarius L……… 94

Lampiran 6. Injeksi intraperitoneal ……… 95

Lampiran 7. Kriteria geliat mencit ………. 95

Lampiran 8. Hasil pengujian fitokimia fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. ……….. 96

Lampiran 9. Hasil analisis statistik jumlah geliat pada penentuan selang

waktu pemberian asam asetat 50mg/kg BB ………... 97

Lampiran 10. Hasil analisis statistik jumlah geliat pada uji efek analgesik

fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga


(19)

xvi

Lampiran 11. Hasil analisis statistik % proteksi pada uji efek analgesik

fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. ………. 109

Lampiran 12. Perhitungan persen rendamen fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. ……….. 117

Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis 191,8 mg/kg BB mencit ke manusia 70 kg BB ……….. 117


(20)

xvii

INTISARI

Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman sehingga menyebabkan seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Oleh karena itu diperlukan analgesik untuk mengatasi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit

betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dua puluh lima ekor mencit umur 2-3 bulan dan berat badan 20-30 gram dikelompokkan ke dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (Aquadest dosis 191,8 mg/kg BB), kelompok kontrol positif (Asetosal dosis 91mg/kg BB), dan kelompok fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. dalam tiga peringkat dosis yaitu 47,95;

95,9; dan 191,8 mg/kg BB. Kontrol dan bahan uji diberikan secara per oral, kemudian diberi asam asetat 1% secara intraperitoneal sebagai penginduksi nyeri dengan selang waktu pemberian selama 10 menit. Pengamatan geliat dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam. Jumlah geliat digunakan untuk menghitung nilai %

proteksi, dan nilai perubahan % proteksi. Hasil dianalisis dengan uji Shapiro Wilk,

dilanjutkan uji One Way ANOVA dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik dengan %

proteksi pada dosis 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kg BB secara berturut-turut adalah 57,83; 65,12; dan 79,24 dan perubahan % proteksi secara berturutturut adalah -6,42; 5,35; dan 28,21. Tidak terdapat kekerabatan antara efek analgesik dan dosis fraksi yang diberikan.

Kata kunci: analgesik, fraksi etanol-heksan, ekstrak metanol-air, daun Macaranga tanarius L.


(21)

xviii ABSTRACT

Pain is an unpleasant sensory and emotional experience, causing a person to find medical help. Therefore it needs an analgesic to relieve pain. In this present study, the writer has investigated the analgesic effect of ethanol-hexane fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves using models of acetic acid-induced writhing response in female Swiss mice.

This study is pure experimental with completely randomized design. Twenty-five mice aged 2-3 months and weighed 20-30 grams are grouped into 5 groups: negative control group (Aquadest dose of 191.8 mg / kg), a positive control group (aspirin dose of 91mg / kg), and the group of ethanol-hexane fraction of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves in three doses ie 47.95; 95.9; and 191.8 mg / kg. Aspirin and fraction are given orally, then given a 1% acetic acid intraperitoneally as an inducer of pain with an interval of administration for 10 minutes. Observation of writhing response is done every 5 minutes in 1 hour. The amount of writhing response is used to calculate the value of percent protection, that used to calculate change of percent protection to determine the analgesic effect writhing test compounds against asetosal. The results obtained were analyzed by Shapiro Wilk test, followed by One Way ANOVA test and Scheffe test with 95% confidence level.

The results showed that ethanol-hexane fraction of methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves has an analgesic effect. Percent protection at doses of 47.95; 95.9; and 191.8 mg / kg respectively was 57.83; 65.12; and 79.24% and change of % protection was -6.42; 5.35; and 28.21. There is no kinship between the analgesic effect and dose fractions are given.

Keywords : Analgesic, ethanol-hexane fraction, methanol-water extract, leaves of Macaranga tanarius L.


(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan yang dapat disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor dan listrik). Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tjay dan Rahardja, 2007).

Nyeri menjadi masalah kesehatan yang menjadi alasan seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Menurut Goldberg dan Summer (2011), secara global diperkirakan 20% orang dewasa mengalami nyeri dan sebanyak 10% orang dewasa terdiagnosa mengalami nyeri kronik setiap tahunnya.

Dalam pengatasan nyeri diperlukan analgesik yaitu zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalau rasa nyeri. Analgesik dapat diperoleh dari tanaman obat yang dipercaya oleh masyarakat secara turun-temurun, maupun yang telah terbukti dapat mengatasi nyeri. Menurut penelitian Musa, Aliyu, Yaro, Magaji, Hassan dan Abdullahi (2009), pengobatan herbal masih digunakan sebagai pengobatan utama di negara berkembang, yaitu sekitar 75-80% dari total jumlah penduduk. Beberapa tahun terakhir, pengobatan herbal di negara maju mulai meningkat.

Salah satu tanaman obat yang terbukti memiliki aktivitas terhadap proteksi

nyeri adalah Macaranga tanarius L. melalui penelitian yang dilakukan oleh


(23)

memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss. Selain itu, penelitian oleh

Andini (2010) juga membuktikan bahwa ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss. Penelitian terkait kandungan senyawa yang bertanggung jawab untuk proteksi nyeri telah

dilakukan oleh Matsunami et al. (2006) dan Matsunami et al. (2009) yang

melaporkan adanya senyawa glikosida yang diisolasi dari daun Macaranga

tanarius L. yaitu mallophenol B, macarangioside A, B, C, dan E, serta pinoresinol 4-O-[6”-O-galloyl]-β-D-glucopyranoside yang tersari melalui fraksi butanol dan menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH.

Penelitian oleh Puteri dan Kawabata, (2010) juga berhasil mengisolasi dan

mengidentifikasi empat senyawa ellagitannin dari ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. yang berperan sebagai antidiabetes melalui pemisahan

secara kromatografi sehingga diperoleh senyawa mallotinic acid, corilagin,

chebulagic acid, dan macatannins B dengan nilai koefisien partisi secara berturut-turut adalah 1,65; 1,10; 2,30; dan 2,57. Koefisien partisi pada rentang ≤ 2 hingga

≤ 4 bersifat semipolar. Ellagitannin termasuk golongan polifenol kompleks yang

memiliki efek terhadap penangkapan radikal DPPH. Konsentrasi total ellagitannin

memiliki korelasi positif terhadap aktivitas antioksidan (Jordao, Correia, DelCampo, dan SanJose, 2012).

Tjay dan Rahardja (2007) menyatakan bahwa ada kaitan antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan mediator-mediator nyeri dan peradangan. Adanya aktivitas antioksidan atau penangkapan radikal DPPH oleh


(24)

kemampuan senyawa tersebut dalam menangkap radikal bebas dalam tubuh yang dilepaskan pada proses pembentukan mediator-mediator nyeri dan peradangan. Radikal bebas akan dilepaskan ketika asam arakidonat diubah menjadi endoperoksida dan asam hidroksiperoksida melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak stabil sehingga akan mengambil elektron dari molekul atau sel lain di dalam tubuh untuk mestabilkan diri. Proses pengambilan elektron ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan pelepasan mediator-mediator nyeri. Apabila radikal bebas tersebut dapat dihambat, maka terjadinya nyeri dapat terhambat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah senyawa ellagitannin

dalam daun Macaranga tanarius L. yang bersifat sebagai antioksidan dan telah

terbukti memiliki efek antidiabetes juga memiliki aktivitas sebagai analgesik.

Selain itu, penelitian efek analgesik daun Macaranga tanarius L. dari bentuk

sediaan fraksi belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang ini, penulis tertarik untuk melakukan penapisan efek analgesik fraksi etanol-heksan

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan metode geliat pada

mencit galur Swiss. Tujuan penyarian dengan metode fraksinasi adalah untuk

menyari secara spesifik dua senyawa ellagitanin dalam daun Macaranga tanarius

L. yaitu chebulagic acid dan macatannins B yang bersifat semipolar. Pemilihan

pelarut didasarkan pada prinsip like dissolve like, sehingga pelarut yang digunakan

adalah campuran pelarut etanol-heksan dengan nilai log p campuran 2,97 yang

memiliki rentang polaritas semipolar sehingga dapat menyari senyawa chebulagic


(25)

1. Rumusan masalah

a. Apakah pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L.memiliki efek analgesik pada mencit galur Swiss?

b. Berapa persen proteksi geliat fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Swiss?

c. Berapa perubahan persen proteksi geliat fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Swiss?

d. Apakah terdapat kekerabatan antara efek analgesik dan dosis fraksi

etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang telah dilakukan terkait daun Macaranga tanarius L. dapat

dilihat pada tabel I.

Tabel I. Penelitian terkait daun Macaranga tanarius L.

Judul penelitian dan

peneliti Metode Hasil

Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane Glucosides from Macaranga tanarius L.

oleh Matsunami et al.

(2006).

Fraksi butanol daun Macaranga tanarius

L. dipisahkan melalui

kromatografi kolom, silica gel, ODS, dan HPLC, selanjutnya dilakukan uji

penangkapan radikal DPPH dari senyawa yang terisolasi.

Diperoleh 9 senyawa yaitu mallophenol B, lauroside, methyl brevifolin carboxylate, hyperin, isoquercitrin, dan macarangioside A-D. Macarangioside A-C dan mallophenol B memiliki aktivitas penangkapan radikal DPPH.

Absolute Configuration of (+)-Pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]- b-D-glucopyranoside, Macarangiosides E, and F Isolated from the Leaves of Macaranga tanarius L. oleh

Matsunami et al. (2009).

Fraksi butanol daun Macaranga tanarius

L. dipisahkan melalui

kromatografi kolom selanjutnya

dilakukan uji

penangkapan radikal DPPH dari senyawa yang terisolasi.

Ditemukan 3 senyawa yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[600-O-

galloyl]-b-D-glucopyranoside,

macarangiosides E dan F. (+)-pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]-b-D-glucopyranoside dan macarangiosides E dapat menangkap radikal DPPH.


(26)

Tabel I. Lanjutan Novel α-glucosidase

Inhibitors from

Macaranga tanarius L. Leaves oleh Puteri dan Kawabata (2010).

Ekstrak etanol daun Macaranga tanarius L. dianalisis dengan kromatografi (HPLC) untuk mengisolasi senyawa aktif yang memiliki aktivitas

penghambatan

α-glucosidase yang penting dalam pengobatan hiperglikemia.

Ditemukan 5 senyawa ellagitannin yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi. Senyawa tersebut adalah mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, dan dua

senyawa baruyaitu

macatannin A dan B.

Efek Analgesik Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada Mencit Betina Galur Swiss (Andini, 2010).

Pengujian efek analgesik menggunakan rangsang kimia yaitu asam asetat sebagai penginduksi nyeri.

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik dengan persen proteksi pada dosis 711, 2.133, dan 6.400 mg/kg BB berturut-turut adalah 41,94; 76,94, dan 84,92%. Besar perubahan proteksi pada dosis 711, 2.133, dan 6.400 mg/kg BB berturut-turut adalah -48,1;

2,7; dan 35,9. Besar ED50

ekstrak metanol-air daun M.tanarius adalah 1.470 mg/kg BB.

Efek Analgesik Infusa

Daun Macaranga

tanarius L. pada Mencit Betina Galur Swiss oleh Wulandari (2010).

Pengujian efek analgesik menggunakan rangsang kimia yaitu asam asetat sebagai penginduksi nyeri.

Infusa daun Macaranga

tanarius L. memiliki efek analgesik dengan persen proteksi pada dosis 666,68; 3333,4 dan 16667 mg/kg BB berturut turut adalah 57,6; 64,5; dan 73,7%. Besar perubahan persen proteksi pada dosis 666,68; 3333,4 dan 16667 mg/kgBB berturut turut adalah -9,7%, 1,2% dan

15,6%. ED50 infusa daun

Macaranga tanarius L.adalah 154,88 mg/kg BB.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian efek analgesik fraksi etanol-heksan


(27)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai khasiat daun Macaranga tanarius L. yang dapat digunakan

sebagai analgesik.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentang ada tidaknya efek analgesik fraksi

etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit

galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1%.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui besar persen proteksi geliat fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L.pada mencit galur Swiss.

b. Mengetahui besar perubahan proteksi geliat fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L.pada mencit galur Swiss.

c. Mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara efek analgesik dan dosis


(28)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Nyeri

1. Pengertian nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (Tjay dan Rahardja, 2007).

2. Ambang dan toleransi nyeri

Ambang nyeri adalah tingkat stimulus yang pertama kali dipersepsikan sebagai nyeri (Corwin, 2009). Toleransi nyeri adalah kemampuan individu untuk menahan stimulus nyeri tanpa memperlihatkan tanda fisik nyeri. Toleransi nyeri bergantung pada pengalaman sebelumnya, harapan budaya, serta keadaan emosi dan fisik individu. Faktor yang menurunkan toleransi nyeri adalah pajanan berulang nyeri, kelelahan, kekurangan tidur, rasa cemas, dan ketakutan (Hartwig dan Wilson, 2006).


(29)

3. Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, berat ringannya, waktu lamanya serangan dan mekanisme terjadinya:

a. Nyeri berdasarkanA tempatnya:

1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa.

2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.

3) Refered pain, yatu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, dan thalamus.

(Asmadi, 2008).

b. Nyeri berdasarkan berat ringannya:

1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.

2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

(Asmadi, 2008).

c. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:

1) Nyeri Akut

Nyeri akut berlangsung secara tiba-tiba dan umumnya berhubungan dengan adanya suatu trauma atau cedera spesifik. Nyeri akut


(30)

mengindikasikan adanya suatu kerusakan atau cedera yang baru saja terjadi. Sensasi dari nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan adanya proses penyembuhan. Nyeri akut memiliki tujuan untuk memperingatkan adanya suatu cedera atau masalah. Nyeri akut umumnya berlangsung kurang dari enam bulan (Muttaqin, 2008).

2) Nyeri Kronis

Nyeri kronis merupakan suatu keadaan yang berlangsung secara konstan atau intermiten dan menetap sepanajang suatu periode waktu. Keadaan ketidaknyamanaan yang dialami individu dapat berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis memiliki pola yang beragam. Nyeri ada yang timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu nyeri akan timbul kembali, ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa dan semakin lama intensitasnya meningkat walaupun telah diberikan pengobatan (Muttaqin, 2008).

d. Nyeri berdasarkan mekanismenya:

1) Nyeri nosiseptif

Terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, leukotrien, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung. Nosiseptor dapat menanggapi rangsangan berupa panas, dingin, getaran,


(31)

stimulus untuk meregang, dan substansi kimia yang dilepaskan oleh jaringan yang kehilangan oksigen, jaringan yang terganggu atau proses inflamasi. Nyeri yang ditimbulkan dapat dibagi lagi menjadi nyeri somatik yaitu nyeri yang disebabkan oleh aktivasi nosiseptor pada permukaan jaringan misalnya kulit, mukosa pada mulut dan hidung; serta nyeri viseral, yaitu nyeri yang disebabkan karena aktivasi nosiseptor pada organ dalam tubuh seperti organ pada rongga perut atau rongga dada (WHO, 2012).

2) Nyeri neuropatik

Merupakan nyeri yang didahului dan disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada sistem saraf di perifer maupun di sistem saraf pusat yang diakibatkan oleh trauma, kompresi, keracunan toksin, atau gangguan metabolik. Akibat adanya lesi, maka terjadi perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (WHO, 2012).

4. Mekanisme terjadinya nyeri:

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nosiseptor, merupakan ujung- ujung saraf bebas yang memiliki sedikit myelin yang tersebar pada kulit dan


(32)

mukosa. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan yang melebihi nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi

menyebabkan lepasnya histamine, bradikinin, prostaglandin, K+, leukotrien,

serotonin dan substansi P (Hidayat dan Hidayat, 2008).

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai nyeri yang dapat dirasakan adalah suatu proses elektrofisiologi. Menurut Timby (2009), ada 4 proses yang mengikuti proses nosiseptitif yaiu:

a. Transduksi. Transduksi adalah perubahan rangsangan nyeri (noxious stimuli)

menjadi aktivitas listrik pada ujung-ujung saraf sensoris. Mediator nyeri seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin, leukotrien, substansi P, histamine, dan potassium akan mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serat afferent A-delta dan C. Reseptor-reseptor ini banyak dijumpai di jaringan kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh yang lain. Serat saraf afferent A-delta dan C adalah serat-serat saraf sensorik yang mempunyai fungsi meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke sentral ke sistem saraf pusat. Interaksi antara mediator nyeri dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Transduksi adalah proses dari stimulasi dikonversi menjadi bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nosiseptor teraktivasi. Aktivasi nosiseptor merupakan bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.


(33)

b. Transmisi. Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke diameter sedang, serta yang berdiameter besar. Saraf aferen akan berakson pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui

sistem contralateral spinothalamic melalui ventral lateral dari thalamus

menuju cortex serebral.

c. Modulasi. Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya

mengontrol jalur transmisi nosiseptor tersebut. Proses modulasi melibatkan sistem neural yang komplek. Ketika terdapat impuls nyeri akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan impuls nyeri ini ditransmisikan ke bagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descenden ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.

d. Persepsi. Persepsi adalah proses yang subyektif. Proses persepsi ini tidak

hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi pengenalan dan mengingat. Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan perilaku juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.

B. Analgesik

Analgesik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan potensi


(34)

kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgesik dibedakan dalam dua kelompok:

1. Analgesik Nonopioid

Senyawa ini mengobati nyeri ringan sampai sedang dengan mempengaruhi sintesis prostaglandin. Pada perifer, prostaglandin diproduksi oleh sel-sel inflamasi yang mensensitisasi reseptor prostaglandin pada saraf perifer sehingga membentuk stimulus nyeri. Pada nyeri sentral sitokin dilepaskan sebagai respon inflamasi sehingga menginduksi produksi prostaglandin pada sumsum tulang belakang. Prostaglandin ini mensensitisasi saraf nosiseptif sekunder sehingga meningkatkan persepsi nyeri. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) menghambat prostaglandin untuk sensitisasi saraf perifer dan sentral ketika terjadi proses inflamasi (Goland, 2011).

Agen antiinflamasi nonsteroid menghambat aktivitas enzim siklooksigenasi (COX-1 dan COX-2) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Penghambatan sistem siklooksigenase menyebabkan asam

arakhidonat dan asam-asam C20 tak jenuh lain tidak diubah menjadi

endoperoksida siklik. Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin

serta prazat dari tromboksan A2 dan prostasiklin (Goland, 2011).

NSAIDs mempengaruhi mekanisme nyeri melalui 3 cara. Pertama, NSAIDs mengurangi aktifasi ambang pintu perifer pada saraf nosiseptor afferent primer. dengan mengurangi pembentukan prostaglandin, NSAIDs dapat menurunkan inflamasi hyperalgesia dan allodynia. Kedua, NSAIDs menurunkan


(35)

blood-brain barrier dan mencegah prostaglandin yang bekerja untuk memproduksi neuromodulator di sumsum tulang belakang (Goland, 2011).

2. Analgesik Opioid

Menurut Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (2008), analgesik opioid adalah golongan obat penghilang nyeri alamiah, semisintetis, dan sintetis yang sebagian sifat-sifatnya sama atau hampir sama dengan opium atau morfin. Penggunaan utama opioid ini adalah untuk mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan analgesik biasa. Analgesik opioid bekerja dengan berikatan dengan reseptor stereospesifik di sistem saraf pusat, dengan mengubah persepsi dan respons emosi terhadap nyeri.

Analgesik opioid menyerupai peptide opioid endogen (terutama dinorfin) yang dilepaskan pada batang otak maupun medulla spinalis bersama input inhibisi lainnya yaitu serabut enkefalinergik, noradrenergik, dan serotonergik desendens sehingga dapat menurunkan aktivitas neuron relay kornu posterior yang berperan menyampaikan informasi nyeri ke korteks sensoris melalui neuron dalam thalamus sehingga dapat menyebabkan analgesia (Neal, 2006).

Efek peptide opioid diperantarai oleh reseptor opioid spesifik yang terdistribusi luas dalam sistem saraf pusat dan sudah diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama. Reseptor µ mempunyai konsentrasi yang paling tinggi dalam daerah otak yang terlibat dalam nosisepsi dan merupakan reseptor yang berinteraksi dengan sebagian besar analgesik opioid untuk menghasilkan analgesia. Reseptor δ dan κ masing-masing menunjukkan selektivitas untuk enkefalin dan dimorfin. Aktivasi reseptor κ juga menghasilkan analgesia, tetapi berlawanan dengan agonis


(36)

µ (misalnya morfin) yang menyebabkan euphoria, agonis κ (misalnya pentazosin, nalbufin) berhubungan dengan disforia (Neal, 2006).

Morfin dan alkaloid opium alamiah diperoleh dari opium (candu) yang merupakan getah kering tanaman

golongan zat kimia penting, yaitu golongan

golongan Benzyl-isokinolin

diturunkan morfin, kodein, dan berbagai analgesik semisintesis morfin, seperti heroin, hodrokodon, oksikodon, dan antagonis opioid (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).

Gambar 1

Asam asetilsalisilat atau lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin (gambar 1) merupakan ester salisilat dari asam, berbentuk kristal

batang atau jarum dan berbau. A

dalam alkohol. Asetosal termasuk dalam golongan analgesik non

indikasi sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan yang berhubungan dengan adanya inflamasi, nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, dan sakit gigi (Dinkes, 2010).

µ (misalnya morfin) yang menyebabkan euphoria, agonis κ (misalnya pentazosin, ubungan dengan disforia (Neal, 2006).

Morfin dan alkaloid opium alamiah diperoleh dari opium (candu) yang

merupakan getah kering tanaman Papaver somniferum. Dalam opium terdapat 2

golongan zat kimia penting, yaitu golongan fenantren (morfin dan kodein), da

isokinolin (papaverin dan noskapin). Dari golongan fenantren, diturunkan morfin, kodein, dan berbagai analgesik semisintesis morfin, seperti heroin, hodrokodon, oksikodon, dan antagonis opioid (Staf Pengajar Departemen

s Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).

C. Asetosal

1. Struktur kimia Asetosal (Wilmana dan Gan, 2007

Asam asetilsalisilat atau lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan ester salisilat dari asam, berbentuk kristal

batang atau jarum dan berbau. Asetosal sedikit larut dalam air dan dalam alkohol. Asetosal termasuk dalam golongan analgesik

non-indikasi sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan yang berhubungan dengan nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, dan sakit gigi µ (misalnya morfin) yang menyebabkan euphoria, agonis κ (misalnya pentazosin,

Morfin dan alkaloid opium alamiah diperoleh dari opium (candu) yang . Dalam opium terdapat 2 (morfin dan kodein), dan (papaverin dan noskapin). Dari golongan fenantren, diturunkan morfin, kodein, dan berbagai analgesik semisintesis morfin, seperti heroin, hodrokodon, oksikodon, dan antagonis opioid (Staf Pengajar Departemen

Wilmana dan Gan, 2007)

Asam asetilsalisilat atau lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan ester salisilat dari asam, berbentuk kristal putih, seperti setosal sedikit larut dalam air dan sangat larut -narkotik dengan indikasi sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan yang berhubungan dengan nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, dan sakit gigi


(37)

Asetosal adalah obat anti-nyeri tertua yang sampai saat ini paling banyak digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat (antipiretik) dan pada dosis rendah (80 mg) berdaya menghambat agregasi trombosit. Pada dosis lebih besar dari normal (diatas 5 gram sehari) obat ini juga berkhasiat antiradang akibat gagalnya sintesis prostaglandin-E (Tjay dan Rahardja, 2007).

Asetosal adalah prototip dari obat-obat antiinflamasi nonsteroid dan bekerja dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase tetapi tidak enzim lipooksigenase. Asetosal cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik (Mycek, Richard, dan Pamela, 2001).

Mekanisme asetosal dalam menekan rasa nyeri adalah dengan menurunkan

sintesis PGE2. Prostaglandin E2 (PGE2) akan mensensitisasi ujung saraf terhadap

efek bradikinin, histamine, dan mediator kimiawi lainnya yang dilepaskan secara lokal oleh proses inflamasi. Salisilat digunakan terutama untuk menanggulangi rasa sakit intensitas ringan sampai sedang yang timbul dari struktur integumen daripada yang berasal dari visera ( Mycek, Richard, dan Pamela 2001).

D. Macaranga tanarius L.


(38)

1. Taksonomi

Kerajaan : Plantae

Divisi : Maginoliophyta

Kelas : Maginoliospida

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Sub Famili : Acalyphoides

Bangsa : Acalypheae

Sub Bangsa : Macaranginae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Benth. Mull. Arg

(Magadula, 2014).

2. Nama lain

Tanaman Macaranga tanarius L. dikenal dengan beberapa nama daerah

antara lain Tutu Ancur (Jawa), Mapu (Batak), Mara (Sunda) (Ong, 2008).

3. Morfologi

Macaranga tanarius L. (gambar 2) merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan malai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan menggelembur (Ong, 2008).


(39)

4. Ekologi penyebaran dan budidaya

Tumbuhan Macaranga tanarius L. umum dijumpai di daratan Asia

Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau antara lain Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, seluruh kepulauan Filipina. Tumbuhan ini dapat ditemukan di sepanjang Asia Timur dan Selatan, khususnya Cina Selatan, Koreaa dan Jepang (Ong, 2008).

5. Kandungan kimia

Daun Macaranga tanarius L. mengandung tanarifuranonol,

tanariflavanone C, dan tanariflavanone D bersama dengan 7 kandungan yang

telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone

B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone

E (Phommart Suthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Suthivaiyakit, 2005).

Dilaporkan terdapat 4 kandungan dari fraksi butanol daun Macaranga tanarius L.,

yaitu macarangiosides A-D, mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin

carboxylate, hyperin dan isoquercitrin (Matsunami et al., 2006). Pada daun Macaranga tanarius L. juga ditemukan tujuh senyawa flavonoid baru yaitu macaflavanones A-G dari penelitian oleh Kawakami, Harinantenaina, Matsunami,

Otsuka, Shinzato, dan Takeda (2008) serta (+)-pinoresinol

4-O-[6”-O-galloyl]-β-D-glucopyranoside, macarangiosides E dan F, bersama dengan 15 komponen lain

yang telah dilaporkan terdapat pada daun Macaranga tanarius L. (Matsunami et

al., 2009). Penelitian oleh Puteri dan Kawabata (2009) membuktikan bahwa daun

Macaranga tanarius L. memiliki kandungan ellagitannin berupa mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B dengan nilai


(40)

koefisien partisi secara berturut-turut adalah 1,65; 1,10; 2,30; dan 2,57. Koefisien partisi yang berada pada rentang ≤ 2 hingga ≤ 4 memiliki sifat semi polar.

6. Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas DPPH

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang memiliki elektron yang tidak berpasangan di kulit terluarnya sehingga bersifat tidak stabil, dan dapat menimbulkan peradangan. Untuk menetralisasi radikal bebas, tubuh membutuhkan antioksidan untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya. Metode penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas adalah dengan menggunakan larutan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyawa dalam menyumbangkan elektron atau hidrogen yang akan bereaksi dan akan memudarkan DPPH (Toripah, Abidjulu, dan Wehantouw, 2014).

Senyawa dalam daun Macaranga tanarius L. yang telah terbukti bersifat

poten terhadap penangkapan radikal bebas DPPH anatara lain adalah 4 senyawa

glikosida, yaitu mallophenol B, macarangioside A, macarangioside B, dan

macarangioside C (Matsunami et al., 2006); (+)-pinoresinol 4-O-[6”-O-galloyl]-β-D-glucopyranoside dan macarangioside E (Matsunami et al., 2009); dan

senyawa ellagitannin berupa mallonic acid, corilagin, chebulagic acid, dan

macatannin B (Puteri dan Kawabata, 2009). Struktur senyawa dalam daun Macaranga tanarius L. yang bersifat poten terhadap penangkapan radikal bebas DPPH dapat dilihat pada gambar 3.


(41)

Gambar 3. Struktur senyawa dari daun Macaranga tanarius L. yang

memiliki aktivitas terhadap penangkapan radikal bebas DPPH (Matsunami et al.,

2006; Matsunami et al., 2009 dan Puteri dan Kawabata, 2009)

Mallophenol B Macarangioside A MacarangiosideB

Macarangioside C

Macarangioside E

(+)-Pinoresinol 4-O-[6”-O-galloyl]-β-D-glucopyranoside

Mallotinic acid : R2=R4= H, R3=R6= Valoneayl

Corilagin : R2=R4= H, R3=R6= HHDP

Chebulagic acid : R2=R4= Chebuloyl, R3=R6= HHDP


(42)

E. Senyawa Fenolik

Fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan pada tanaman, dengan lebih dari 8000 struktur fenolik yang telah diketahui, mulai dari struktur yang sederhana seperti asam fenolat, hingga senyawa yang sangat terpolimersasi seperti tannin (Dai dan Mumper, 2010).

Fenolik pada tanaman terdiri dari asam fenolat, flavonoid, dan tannin, serta sedikit ligan. Flavonoid adalah jenis polifenol yang paling sering dikonsumsi.

Flavonoid dibagi ke dalam 6 sub grup yaitu flavones, flafonols, flavanols,

flavanones, isoflavones, dan antosianin berdasarkan bagian oksidasi dari cincin C pusat. Variasi struktur pada setiap sub grup dapat disebabkan karena tingkat dan pola hidroksilasi, metoksilasi, prenilasi, atau glikosilasi (Dai dan Mumper, 2010). Tannin merupakan kelompok utama lainnya dari polifenol yang terdiri dari dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tannin terkondensasi. Tannin terhidrolisis merupakan senyawa yang mengandung inti pusat dari glukosa atau

polyol lain yang teresterifikasi dengan gallic acid, yang biasa disebut dengan

gallotanins atau teresterifikasi dengan hexahydroxydiphenic acid yang biasa

disebut dengan ellagitanin (Dai dan Mumper, 2010).

F. Metode Penyarian

Menurut Departemen Kesehatan RI (1986), penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik


(43)

oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Secara umum metode penyarian dapat dibedakan menjadi:

1. Infundasi

Infundasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit.

2. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel.

3. Perkolasi

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang di bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah


(44)

melalui serbuk tersebut dan akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

4. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga baku yang telah ditetapkan.

G. Proses penyarian senyawa aktif

1. Pembuatan ekstrak

a. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya. Proses awal pembuatan

ekstrak adalah tahap pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak karena makin halus simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahap filtrasi. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum :

1) Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3

parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, dan transportasi).

2) Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai


(45)

kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Manfaat).

3) Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang

bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.

(Departemen Kesehatan RI, 2000).

b. Cairan pelarut. Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak merupakan

pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yaitu yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut:

1) Selektivitas

2) Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan ersebut

3) Ekonomis

4) Ramah lingkungan

5) Keamanan

(Departemen Kesehatan RI, 2000).

c. Maserasi. Maserasi dihasilkan dengan merendam bahan tanaman dalam


(46)

ruangan. Pada proses ekstraksi ini, bahan tanaman direndam dengan pelarut dalam wadah tertutup. Larutan diaduk untuk meningkatkan penyarian senyawa aktif dari bahan tanaman. Setelah penyarian berlangsung sempurna, bahan tanaman dipisahkan dari pelarutnya melalui penyaringan. Bahan tanaman selanjutnya ditambah dengan pelarut yang baru untuk merendam bahan tanaman tersebut. Langkah ini dapat diulang selama beberapa kali untuk memastikan bahwa penyarian zat aktif dari bahan tanaman berlangsung sempurna. Maserasi dapat membutuhkan waktu dalam hitungan jam hingga hari untuk satu kali proses ekstraksi, dan membutuhkan waktu hingga beberapa minggu untuk melakukan remaserasi. Walaupun maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama, tetapi dapat digunakan untuk menyari senyawa yang bersifat tidak stabil terhadap panas, karena prosesnya dilakukan pada suhu ruangan (Tiwari, Brunton, dan Brennan, 2013).

d. Pemekatan/ Penguapan. Pemekatan berarti peningkatan jumlah senyawa

terlarut melalui penguapan pelarut, tetapi tidak sampai menjadi kering, ekstrak hanya menjadi kental/pekat (Departemen Kesehatan RI, 2000).

e. Pengeringan ekstrak. Pengeringan berarti menghilangkan perarut dari

bahan sehingga menghasilkan serbuk, masa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak, yaitu dengan cara pengeringan evaporasi, vaporasi, sublimasi, kontak, radiasi, dan dielektrik (Departemen Kesehatan RI, 2000).


(47)

f. Rendemen. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2. Ekstraksi bertingkat

Menurut Damayanti dan Suparjana (cit Prasetyo, 2013), metode ekstraksi

bertingkat menggunakan sederet pelarut dengan kepolaran yang berbeda. Penyarian menggunakan metode ekstraksi bertingkat yang dilakukan dengan maserasi menggunakan beberapa cairan penyari disebut sebagai fraksinasi karena cairan penyari yang digunakan berbeda kepolarannya sehingga senyawa dalam fraksi yang didapat telah mengalami pemisahan bersadarkan kepolarannya. Keuntungan metode ekstraksi bertingkat ini adalah semua senyawa yang berbeda polaritasnya dapat diekstraksi berdasarkan kepolaran terhadap pelarut tertentu.

H. Pelarut

1. Metanol

Pelarut yang cocok digunakan untuk campuran dengan air (panas atau dingin) adalah metanol, etanol, aseton, dan etil asetat. Metanol dan etanol telah

banyak digunakan untuk mengekstrak antioksidan (Sultana et al., 2009).

Metanol atau methyl alkohol memiliki rumus molekul CH4O, merupakan

cairan yang tidak berwarna dan mudah menguap dengan bau yang menyengat seperti etil alkohol, selain itu metanol dapat bercampur sempurna dengan air.

Metanol memiliki titik didih 650C dan nilai polaritasnya sebesar 5,1 sehingga

bersifat polar (National Center for Biotechnology Information, 2015).

Metanol banyak digunakan sebagai larutan penyari pada metode ekstraksi maserasi, hal ini dikarenakan metanol diduga mampu melarutkan hampir semua


(48)

komponen baik yang bersifat polar, semi polar, maupun non-polar sehingga metanol disebut sebagai pelarut universal (Al-Ash’ary, Supriyanti, dan Zackiyah, 2010). Metanol jika terhirup atau tertelan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, seperti kabur. (United States Environmental Protection Agency, 2013).

2. Etanol

Etanol atau ethyl alkohol dengan rumus molekul C2H6O dan titik didih

78,20C, merupakan cairan jernih tidak berwarna dapat dengan cepat diserap oleh

saluran pencernaan dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Etanol memiliki aktivitas bakterisida dan sering digunakan sebagai desinfektan topikal, selain itu juga banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam sediaan farmasi, dan bahan utama minuman beralkohol (National Center for Biotechnology Information, 2015).

Etanol di dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh suatu enzim hati

yaitu alkohol dehydrogenase. Hasil dari oksidasi etanol adalah asetaldehid dan

asam asetat. Namun, hasil oksidasi tersebut kurang toksik dibandingkan dengan metanol yang menghasilkan toksik seperti formaldehid dan asam formiat (Stoker, 2010).

3. Heksan

Heksan atau N-Hexane memiliki rumus molekul C6H14 dengan titik didih

68,70C merupakan cairan jernih tidak berwarna dengan bau seperti minyak.

Heksan tidak dapat larut air dan banyak digunakan sebagai pelarut, thinner, reaksi

kimia dan sebagai agen pembersih (National Center for Biotechnology Information, 2015).


(49)

Penggunaan heksan dalam proses fraksinasi adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa nonpolar lain. Hal ini dikarenakan heksan merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki polaritas 0 sehingga dapat digunakan untuk menarik senyawa-senyawa non polar yang tidak diinginkan dalam hasil proses ekstrak maupun fraksi (Agoes, 2009).

I. Metode Uji Analgesik

Pengujian efek analgesik dalam penemuan dan pengembangan agen analgesik baru yang dilakukan pada hewan uji di laboratorium antara lain:

1. Golongan Analgesik Narkotik

a. Metode jentikan ekor. Pada uji ini ekor mencit atau tikus dicukur dan

dilapisi dengan cat penyerap panas berwarna hitam. Hewan uji ditempatkan pada balok dengan lampu inframerah yang panas sehingga ekor dapat menerima panas secara maksimum. Jarak antara waktu sebelum hewan uji menjentikkan ekornya untuk keluar dari balok inframerah dicatat. Prosedur pengujian diulangi dengan menggunakan hewan uji yang sudah diberi dosis agen analgesik yang diteliti, dan perpanjangan waktu selama ekor hewan uji masih berada pada balok yang panas dicatat (Cannon, 2007).

b. Metode potensi petidin. Metode ini kurang baik untuk skrining awal,

karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah yang relatif besar untuk melakukan uji ini, namun metode ini dapat digunakan untuk pengujian lanjutan dari hasil skrining awal. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor tikus,


(50)

setengah dari kelompok dibagi menjadi 3 bagian dan diberi petidin dengan dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok yang lain diberi

petidin dengan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen analgesik

dihitung dengan bantuan metode rangsang panas. Pengujian ini memanfaatkan seperangkat alat laboratorium yang berupa lempeng panas dengan suhu yang telah ditentukan. Hewan uji diletakkan pada lempeng panas dan jarak waktu sebelum hewan uji menunjukkan tanda ketidaknyamanan dicatat. Prosedur uji ini diulang dengan menggunakan hewan uji yang telah diberi dosis agen analgesik, kemudian diamati jarak waktu selama hewan uji masih dapat tinggal pada lempeng panas sebelum menunjukkan tanda ketidaknyamanan. Kurva antara dosis dan respon dibuat dan dilakukan analisis secara statistik (Cannon, 2007).

2. Golongan Analgesik Non-narkotik

a. Metode rangsang kimia. Metode ini sering digunakan sebagai protokol

pada penapisan aktivitas analgesik perifer suatu bahan obat. Prinsip dalam metode ini adalah senyawa uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia. Rasa nyeri ini pada hewan uji diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Pada metode ini hewan uji diberikan senyawa kimia yang dapat menginduksi nyeri berupa fenilkuinon, benzokuinon atau asam asetat, secara intraperitoneal (i.p). Selanjutnya dilakukan pengamatan pada hewan uji selama 1 jam. Geliat didefinisikan sebagai gerakan


(51)

meregangkan, gerakan pinggang yang memuntir, menarik kaki belakang, dan penarikan abdomen sehingga bagian perut menyentuh lantai. Setiap geliat yang terjadi dicatat sebagai respon positif. Pemberian analgesik akan mengurangi jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu. Penghambatan geliat yang merupakan persen proteksi senyawa analgesik diukur dengan persamaan Handerson- Forsaith yaitu:

% = 100% − ( × 100%)

Keterangan :

O = Jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok perlakuan K = jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok kontrol

(Turner, 1965).

b. Metode rektodolorimeter. Metode ini menggunakan tegangan listrik yang

dihubungkan dari voltmeter ke kandang tikus. Pada metode ini tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan lantai berupa tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujung gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga, sedangkan ujung yang lainnya lagi dihubungkan pada ekor hewan uji. Sebuah voltmeter yang peka terhadap adanya perubahan tegangan sebesar 0,1 volt selanjutnya dihubungkan dengan konduktor yang berada di gulungan bagian atas. Tegangan yang dibutuhkan untuk menimbulkan teriakan pada tikus adalah 1-2 volt. Respon teriakan hewan uji dihitung setiap 10 menit selama 1 jam (Turner, 1965).


(52)

J.Asam asetat

Asam asetat atau asam cuka (CH3COOH) adalah golongan asam

karboksilat yang sering digunakan sebagai pemberi rasa asam pada makanan, penurun pH pada industri makanan dan sebagai zat pengawet. Asam asetat murni dikenal sebagai asam asetat glasial yang merupakan senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut dalam

air, alkohol, gliserol, dan eter, dan memiliki titik leleh 16,6o C (Sutresna, 2007).

Pada pengujian efek analgesik asam asetat glasial digunakan sebagai senyawa kimia yang menginduksi nyeri. Asam asetat glasial dapat merusak membran sel dan fosfolipid yang akan merangsang munculnya mediator nyeri (Katzung, 2002).

Pada pengujian efek analgesik, asam asetat bekerja sebagai iritan yang merusak jaringan secara lokal. Setelah pemberian secara intraperitoneal, asam

asetat mengubah pH di dalam rongga perut akibat pelepasan ion H+ dari asam

asetat yang menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel akan melepaskan asam arakidonat yang akan membentuk prostaglandin dan menimbulkan nyeri (Wilmana dan Gan, 2007).

Prostaglandin yang dihasilkan pada cairan intraperitoneal terutama prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin Fα2 (PGF α2). Prostaglandin ini akan

menyebabkan nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Oleh karena itu, senyawa yang dapat menghambat geliat pada mencit merupakan analgesik yang bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin (Muhammad, Saeed, dan Khan, 2012).


(53)

K. Landasan Teori

Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman

akibat adanya rangsangan baik berupa mekanis, kimiawi atau fisis (kalor dan listrik) yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga terjadi pelepasan mediator nyeri antara lain histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin yang akan mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Untuk mengatasi nyeri diperlukan analgesik yaitu senyawa yang dalam dosis terapeutik dapat menekan rasa nyeri.

Berdasarkan penelitian oleh Puteri dan Kawabata (2010), daun Macaranga

tanarius L. memiliki empat kandungan senyawa ellagitannin berupa mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, dan macatannins B yang berperan sebagai antidiabetes dan memiliki aktivitas terhadap penangkapan radikal bebas DPPH.

Adanya aktivitas penangkapan radikal DPPH oleh senyawa ellagitannin

yang terkandung dalam daun Macaranga tanarius L. memungkinkan kemampuan

senyawa tersebut dalam menangkap radikal bebas dalam tubuh yang dilepaskan pada proses pembentukan mediator-mediator nyeri dan peradangan. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak stabil sehingga akan mengambil elektron dari molekul atau sel lain di dalam tubuh untuk mestabilkan diri. Proses pengambilan elektron ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan pelepasan mediator-mediator nyeri. Apabila radikal bebas tersebut dapat dihambat, maka terjadinya nyeri dapat terhambat.

Penyarian senyawa ellagitannin dalam daun Macaranga tanarius L.

dilakukan secara spesifik melalui proses ekstraksi secara bertingkat dengan menggunakan beberapa cairan penyari dengan kepolaran berbeda. Pelarut


(54)

metanol-air merupakan campuran yang dapat larut sempurna dan banyak digunakan sebagai larutan penyari pada proses maserasi karena diduga dapat melarutkan hampir semua komponen baik yang bersifat polar, semi polar, maupun non polar (Al-Ash’ary, Supriyanti, dan Zackiyah, 2010). Selanjutnya ekstrak yang telah didapat difraksinasi menggunakan pelarut etanol-heksan yang memiliki nilai

log p campuran 2,97 sehingga dapat menyari dua senyawa ellagitannin berupa

chebulagic acid dan macatannins B yang memiliki rentang kepolaran yaitu semipolar.

Pengujian efek analgesik fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. dilakukan dengan metode rangsang kimia yang merupakan protokol pada penapisan aktivitas analgesik perifer. Senyawa penginduksi nyeri yang digunakan adalah asam asetat yang dapat melepaskan ion

H+ sehingga akan mengubah pH dalam rongga perut dan menyebabkan luka pada

membran sel. Adanya kerusakan pada membran sel menyebabkan pelepasan asam arakhidonat dan membentuk prostaglandin yang akan mensensitisasi reseptor nyeri sehingga dapat menimbulkan nyeri.

L. Hipotesis

Sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi asam asetat 1 %.


(55)

34

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian eksperimental murni bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara memberi perlakuan pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Dalam penelitian eksperimental murni dilakukan randominasi yaitu penunjukan subyek penelitian yang dilakukukan secara acak. Acak lengkap merupakan rancangan penelitian dimana semua subyek uji yang digunakan memiliki kriteria yang sama sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih ke dalam kelompok kontrol maupun perlakuan, sedangkan pola searah merupakan rancangan penelitian yang memiliki satu variabel bebas yang digunakan (Wasis, 2008). Pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah dosis fraksi

etanol heksan ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius L.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel utama

a. Variabel bebas, adalahdosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun


(56)

b. Variabel tergantung, adalah jumlah geliat yang selanjutnya diolah sebagai persen proteksi geliat.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali:

1) Galur, berat badan, dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang

digunakan adalah mencit betina galur Swiss dengan berat badan 20-30 gram, dan berumur 2-3 bulan.

2) Bahan uji yang digunakan berupa daun Macaranga tanarius L.,

berasal dari lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.

3) Waktu pemanenan daun Macaranga tanarius L. dilakukan pada bulan

April 2015 di pagi hari antara pukul 07.00-10.00 WIB.

b. Variabel pengacau tak terkendali:

1) Keadaan patologi mencit, yaitu kondisi anatomi dan fisiologi mencit

yang abnormal.

2) Ketahanan mencit, yaitu kemampuan individu mencit dalam menahan

rasa sakit.

2. Definisi operasional

a. Daun Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah daun yang berwarna

hijau segar, tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang kecil. Daun diambil pada pukul 07.00-10.00 WIB di daerah Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.


(57)

b. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak kental yang pembuatannya didasarkan pada metode ekstraksi padat cair

(Matsunami et al, 2006) dengan cara mengekstraksi serbuk daun

Macaranga tanarius L. melalui proses maserasi menggunakan campuran pelarut metanol-air.

c. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

merupakan fraksi kental daun Macaranga tanarius L. yang diperoleh

melalui proses ekstraksi bertingkat dari ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius L., kemudian dimaserasi kembali dengan campuran pelarut etanol-heksan. Metode fraksinasi ini didasarkan pada penelitian Puteri dan Kawabata (2010) yang dimodifikasi melalui proses maserasi bertingkat menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda.

d. Sediaan fraksi daun Macaranga tanarius L. yaitu fraksi etanol-heksan

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang dilarutkan dengan

CMC-Na 1% dalam labu takar 25 mL dan diberikan secara per oral.

e. Dosis pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanariius L. merupakan jumlah fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari penetapan

konsentrasi terpekat fraksi sebesar 0,6 gram/25 mL atau 2,4 % dan hasil konversi penggunaan pada tikus dengan dosis tertinggi 137 mg/kg BB.

f. Pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air secara peroral

merupakan pemberian tingkatan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak


(58)

mg/kgBB dengan menggunakan spuit injeksi oral setelah injeksi asam asetat 1% secara intraperitoneal dengan selang waktu pemberian 10 menit.

g. Metode induksi rangsang kimia. Metode yang digunakan untuk mengukur

efek analgesik zat uji terhadap subyek uji dengan cara memberi rangsang nyeri berupa asam asetat 1% yang diberikan secara intraperitoneal sehingga menimbulkan respon positif berupa geliat yang diamati setiap 5 menit selama 1 jam.

h. Penetapan kriteria geliat mencit. Kriteria geliat mencit yang diamati dan

dihitung adalah gerakan menggeliat dengan menarik kedua pasang kaki ke depan dan ke belakang serta menempelkan perut pada alas tempat berpijak mencit tersebut (kotak kaca pengamatan geliat).

i. Jumlah kumulatif geliat adalah banyaknya geliat yang terjadi akibat

pemberian rangsang kimia (asam asetat 1%) selama 1 jam.

j. Persen proteksi adalah seratus dikurangi jumlah kumulatif geliat kelompok

perlakuan dibagi rata-rata jumlah kumulatif geliat kelompok kontrol negatif dikali 100 persen.

k. Perubahan persen proteksi adalah jumlah rata-rata persen proteksi

kelompok kontrol positif dikurangi persen proteksi kelompok perlakuan, kemudian dibagi rata-rata persen proteksi kelompok kontrol positif dan dikali 100 persen.

l. Efek analgesik adalah persen proteksi geliat oleh senyawa uji terhadap

rangsang nyeri dari asam asetat yang memenuhi kriteria ≥ 50% (Kelompok


(1)

1. Uji distribusi data masing-masing kelompok Hipotesis : Ho = distribusi data % proteksi normal

H1 = distribusi data % proteksi tidak normal

Kriteria uji :

Ho ditolak bila Sig. < 0,05 Ho diterima bila Sig. > 0,05 Hasil :

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig.

Statisti

c Df Sig. PersenProteksi Kontrol negatif

CMC-Na .208 5 .200* .868 5 .260 Kontrol positif

Asetosal .355 5 .038 .852 5 .199 FDM dosis 47,95

mg/kg BB .213 5 .200* .963 5 .826 FDM dosis 95,9

mg/kg BB .313 5 .122 .816 5 .108 FDM dosis 191,8

mg/kg BB .198 5 .200* .939 5 .658 Kesimpulan : Ho diterima, maka data berdistribusi normal

2. Uji varian data antar kelompok

Hipotesis : Ho = data % proteksi bervariasi homogen H1 = data % proteksi tidak bervariasi homogen

Kriteria uji :

Ho ditolak bila Sig. < 0,05 Ho diterima bila Sig. > 0,05 Hasil :

Test of Homogeneity of Variances PersenProteksi

Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(2)

Kesimpulan : Ho diterima, maka data bervariansi homogen

3. Uji hipotesis one way anova untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna terhadap % proteksi antar kelompok tidak berpasangan yang berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen

Hipotesis :

Ho = % proteksi antar kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna H1 = % proteksi antar kelompok perlakuan berbeda bermakna

Kriteria uji :

Ho ditolak bila Sig. < 0,05 Ho diterima bila Sig. > 0,05 Hasil :

ANOVA PersenProteksi

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 18728.481 4 4682.120 186.032 .000 Within Groups 503.366 20 25.168

Total 19231.847 24

Kesimpulan : Ho diterima, maka % proteksi antar kelompok perlakuan berbeda bermakna

4. Uji post hoc Scheffe untuk mengetahui pada kelompok mana terdapat perbedaan % proteksi yang bermakna

Hipotesis :

Ho = % proteksi antar kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna H1 = % proteksi antar kelompok perlakuan berbeda bermakna

Kriteria uji :

Ho ditolak bila Sig. < 0,05 Ho diterima bila Sig. > 0,05 Hasil :


(3)

Multiple Comparisons PersenProteksi

Scheffe

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kontrol negatif CMC-Na Kontrol positif

Asetosal -61.80940* 3.17290 .000 -72.5525 -51.0663 FDM dosis

47,95 mg/kg BB

-57.83600* 3.17290 .000 -68.5791 -47.0929 FDM dosis 95,9

mg/kg BB -65.12060* 3.17290 .000 -75.8637 -54.3775 FDM dosis

191,8 mg/kg BB

-79.24860* 3.17290 .000 -89.9917 -68.5055 Kontrol positif

Asetosal

Kontrol negatif

CMC-Na 61.80940* 3.17290 .000 51.0663 72.5525 FDM dosis

47,95 mg/kg BB

3.97340 3.17290 .812 -6.7697 14.7165 FDM dosis 95,9

mg/kg BB -3.31120 3.17290 .892 -14.0543 7.4319 FDM dosis

191,8 mg/kg BB

-17.43920* 3.17290 .001 -28.1823 -6.6961 FDM dosis

47,95 mg/kg BB

Kontrol negatif

CMC-Na 57.83600* 3.17290 .000 47.0929 68.5791 Kontrol positif

Asetosal -3.97340 3.17290 .812 -14.7165 6.7697 FDM dosis 95,9


(4)

FDM dosis 191,8 mg/kg BB

-21.41260* 3.17290 .000 -32.1557 -10.6695 FDM dosis 95,9

mg/kg BB

Kontrol negatif

CMC-Na 65.12060* 3.17290 .000 54.3775 75.8637 Kontrol positif

Asetosal 3.31120 3.17290 .892 -7.4319 14.0543 FDM dosis

47,95 mg/kg BB

7.28460 3.17290 .297 -3.4585 18.0277 FDM dosis

191,8 mg/kg BB

-14.12800* 3.17290 .006 -24.8711 -3.3849 FDM dosis

191,8 mg/kg BB

Kontrol negatif

CMC-Na 79.24860* 3.17290 .000 68.5055 89.9917 Kontrol positif

Asetosal 17.43920* 3.17290 .001 6.6961 28.1823 FDM dosis

47,95 mg/kg BB

21.41260* 3.17290 .000 10.6695 32.1557 FDM dosis 95,9

mg/kg BB 14.12800* 3.17290 .006 3.3849 24.8711 Kesimpulan :

a. Persen proteksi kelompok kontrol negatif CMC-Na berbeda bermakna terhadap kontrol positif Asetosal, FDM dosis 47,95 mg/kg BB, FDM dosis 95,9 mg/kg BB, dan FDM dosis 191,8 mg/kg BB.

b. Persen proteksi kelompok kontrol positif Asetosal berbeda bermakna terhadap kontrol negatif CMC-Na dan FDM dosis 191,8 mg/kg BB, dan berbeda tidak bermakna terhadap FDM dosis 47,95 mg/kg BB dan FDM dosis 95,9 mg/kg BB.

c. Persen proteksi kelompok FDM dosis 47,95 mg/kg BB berbeda tidak bermakna terhadap FDM dosis 95,9 mg/kg BB dan berbeda bermakna terhadap FDM dosis 191,8 mg/kg BB.

d. Persen proteksi kelompok FDM dosis 95,9 mg/kg BB berbeda bermakna terhadap FDM dosis 191,8 mg/kg BB.


(5)

Lampiran 12. Perhitungan persen rendemen fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L.

% Rendemen = × 100%

= ,. × 100% = 2,55 %

Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis 191,8 mg/kg BB mencit ke manusia 70 kg BB

Faktor konversi mencit 20 gram ke manusia 70 kg = 387,9

Dosis dengan persen proteksi tertinggi pada mencit = 191,8 mg/kg BB = 3,836 mg/20 g BB Dosis pada manusia 70 kg BB = 3,836 mg/20 g BB × 387,9 = 1.487,98 mg

≈ 1.488 mg


(6)

118

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Silvia Dwi Puspa Susanti. Dilahirkan di Lahat, sumatera Selatan pada tanggal 3 November 1994. Lahir dari pasangan Franciscus Xaverius Suripto dan Vincentia Yoviniana Sulisti sebagai anak kedua dari 4 bersaudara. Pada tahun 2000 masuk SD Santo Yosef Lahat. Pada tahun 2006 menempuh pendidikan di SMP Santo Yosef Lahat dan pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di SMA Santo Yosef Lahat. Pada tahun 2012 penulis masuk Fakultas Farmasi Universitas sanata Dharma. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kegiatan yang dilakukan kampus anatara lain sebagai Bendahara pada kegiatan Desa Mitra, Pelayanan Kesehatan Gratis dalam rangka Dies Natalis ke 59 Sanata Dharma, dan Pengobatan Gratis dalam rangka Dies Natalis XIX Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan PKM didanai Dikti dengan judul MANG TOGA (Memanfaatkan dan Mengolah Tanaman Obat Keluarga) sebagai Alternatif Pengobatan bagi Keluarga Mandiri di Dusun Pundong, Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 118

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius (L) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 125

Uji analgesik dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan metode geliat pada mencit betina galur swiss.

1 15 148

Uji antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin.

4 30 192

Uji antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin.

4 13 182

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

UJI AKTIVITAS ANALGESIK FRAKSI-FRAKSI EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (KaempferiagalangaL.) DENGAN METODE GELIAT.

1 2 2

Efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss - USD Repository

0 0 101

Efek analgesik ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina Galur Swiss - USD Repository

0 1 96