BAB IV PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KABUPATENKOTA - DOCRPIJM 1480560456BAB IV RPIJM fix

BAB IV PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR KABUPATEN/KOTA

4.1. Rencana Pengembangan Permukiman

  4.1.1. Petunjuk Umum Pertumbuhan penduduk kota yang semakin pesat dari tahun ke tahun menuntut pula perkembangan fasilitas kota guna memenuhi fungsi pelayanan kota terhadap penghuninya. Pemanfaatan ruang kota dan pedesaan yang sangat terbatas mendorong pengaturan pembangunan kota semakin tidak efisien dan tidak efektif sehingga menimbulkan masalah perkotaan, disinilah pentingnya perencanaan pembangunan perkotaan.

  Pengembangan perkotaan dan pedesaan pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari tugas pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, ini berarti pembangunan merupakan implementasi dari tugas pelayanan.

  Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam melaksanakan kegiatan pengembangan Permukiman, pertimbangan atas upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat harus menjadi perhatian utama, oleh karena itu salah satu indikator untuk melihat atau mengukur berhasil tidaknya suatu proses pengembangan Permukiman adalah sampai sejauh mana atau seberapa besar tingkat kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat dilihat dari bagaimana masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mudah seperti listrik, air bersih, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Undang-Undang RI No.4 Tahun 1992).

  Dari segi kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung utamanya pada daerah perdesaan, fasilitas sosial dan fasilitas umum, secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan. Dampak dari semakin terbatasnya atau menurunnya daya dukung lingkungan diantaranya adalah timbulnya lingkungan yang tidak layak. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah perkotaan dan kawasan perumahan masyarakat menegah ke bawah.

  Pembangunan perumahan dan permukiman yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta mampu meningkatkan kemandirian dan kesetiakawanan sosial masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman.

  Dalam rangka mewujudkan berbagai sasaran dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut maka dikembangkan berbagai program pokok dan program penunjang yang terdiri atas : 1.

  Program Penataan Kota 2. Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman 3. Program Perbaikan Perumahan 4. Program Penataan Bangunan 5. Program Penyehatan Lingkungan 6. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

  Ketersediaan prasarana (infrastruktur) kemudian diharapakan mampu menjadi landasan pemenuhan kebutuhan dasar dan sosial ekonomi dalam pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja dan pengembangan wilayah.

  Prasarana permukiman adalah prasarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan. Prasarana dasar tersebut terdiri dari :

  1. Prasarana Transportasi ; guna kepentingan mobilitas orang dan barang dan menciptakan ruang dan bangunan yang teratur.

  2. Air Bersih ; untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

  3. Saluran Air Kotor dan Tempat Pembuangan Sampah ; untuk menjaga kesehatan lingkungan.

  4. Drainase ; sebagai drainase lingkungan dan mencegah banjir. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan suatu lingkungan permukiman dapat berfungsi dengan baik

4.1.2. Profil Pengembangan Permukiman

4.1.2.1. Kondisi Umum

  4.1.2.1.1. Gambaran Umum

  Tolak ukur keberasilan pembangunan daerah adalah memadukan usaha-usaha pembangunan permukiman yang diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana dasar permukiman berupa infrastruktur kota misalnya jalan lingkungan, air limbah, persampahan, air bersih dan sebagainya. Jumlah penduduk Kabupaten Soppeng pada tahun 2008 sebanyak 229.502 jiwa yang tersebar di 8 kecamatan dengan kepadatan penduduk 153 jiwa/km2 dan pertumbuhan sekitar 0,61% per tahun.

  Sehingga dengan adanya pertumbuhan penduduk di kabupaten Soppeng khususnya di kota Watansoppeng diperkirakan akan mengakibatkan suatu konsekuensi permintaan masyarakat akan permukiman terutama di daerah perkotaan. Pembangunan permukiman di kota Watansoppeng dibangun oleh pihak Perumnas, developer swasta dan masyarakat secara mandiri yang mengikuti arah perkembangan kota.

  Berdasarkan atas survey pada tahun 2007 oleh Kantor Lingkungan Hidup dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Soppeng Tahun 2008 dijelaskan bahwa jumlah rumah yang ada di kota Watansoppeng sebanyak + 4.750 unit rumah yang tersebar di 6 kelurahan dalam wilayah kota Watansoppeng. Untuk kawasan permukiman di kota Watansoppeng sebagian besar bangunan rumah dengan konstruksi permanen sebanyak 70,12 %, rumah panggung 28,25% dan selebihnya bangunan darurat ( konstruksi kayu/bambu ) 1.63%.

  Sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ) Kota Watansoppeng telah diatur bahwa kota Watansoppeng terbagi dalam 4 Detail Rencana Kota ( 4 DRK ). Dan fungsi masing-masing DRK adalah sebagai berikut : 1.

  Detail Rencana Kota A ( DRK A ) Dengan luas wilayah 189 Ha terdiri atas 2 kelurahan yaitu kelurahan Botto dan kelurahan Lemba yang berfungsi sebagai : a.

  Kawasan Perkantoran ( Primer ) b. Kawasan Perdagangan ( Primer ) c. Kawasan Permukiman dan Kesehatan ( Sekunder ) 2. Detail Rencana Kota B ( DRK B )

  Dengan luas wilayah 258,5 Ha yaitu kelurahan Bila yang berfungsi sebagai : a.

  Kawasan Permukiman ( Primer ) b. Kawasan Jasa Pelayanan Umum ( Primer )

  c. Kawasan Pendidikan ( Sekunder ) d.

  Kawasan Rekreasi ( Sekunder ) 3. Detail Rencana Kota C ( DRK C )

  Dengan luas wilayah 556 Ha terdiri dari kelurahan Lalabata Rilau yang berfungsi sebagai : a.

  Kawasan Perkantoran ( Primer ) b. Kawasan Perdagangan ( Sekunder )

  c. Kawasan Permukiman ( Sekunder ) d.

  Kawasan Pertanian dan Industri Kecil ( Sekunder ) 4. Detail Rencana Kota D ( DRK D )

  Dengan luas wilayah 324 Ha terdiri dari kelurahan Lapajung dan kelurahan Ompo yang berfungsi sebagai: a.

  Kawasan Perdagangan ( Primer )

  b. Kawasan Pariwisata dan Pertanian ( Primer ) c.

  Kawasan Olahraga ( Sekunder ) d. Kawasan Permukiman ( Sekunder )

  Dan berdasarkan atas Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ) Kota Watansoppeng Kabupaten Soppeng untuk wilayah permukimannya direncanakan sebagai berikut :

  1. DRK A Kelurahan Botto dan Kelurahan Lemba seluas 3,77 Ha 2. DRK B

  Kelurahan Bila seluas 3,59 Ha 3. DRK C

  Kelurahan Lalabata Rilau seluas 2,69 Ha 4. DRK D

  Kelurahan Lapajung dan Kelurahan Ompo seluas 3,77Ha Dengan adanya gambaran permukiman kota Watansoppeng tersebut diatas maka hal tersebut harus imbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana dasar infrastruktur kota yang memadai.

4.1.2.1.2. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

  Prasarana dan sarana dasar permukiman meliputi :

1. Jalan Lingkungan 2.

  Sarana dan Prasarana Air Limbah 3. Sarana dan Prasarana Persampahan 4. Sarana dan Prasarana Drainase 5. Sarana dan Prasarana Air Minum serta 6. Tersedianya sarana dan prasarana masyarakat lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kabupaten Soppeng.

4.1.2.1.3. Parameter Teknis Wilayah

  Parameter teknis wilayah merupakan dasar justifikasi system yang secara teknis berdasarkan karakteristik wilayah dan standar yang berlaku. Parameter teknis wilayah di kota Watansoppeng yaitu : 1.

  Detail Rencana Kota ( DRK ) A Terdiri atas kelurahan Botto dan kelurahan Lemba Dalam DRK A luas wilayah permukiman seluas +3,77 Ha yang diusahakan oleh masyarakat. Kondisi prasarana dan sarana dasar hanya baru dilaksanakan secara parsial dan belum diusahakan secara konprehensif dan terpadu baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat 2. Detail Rencana Kota ( DRK ) B

  Terdiri atas kelurahan Bila. Dalam DRK B luas wilayah permukiman seluas +3,59 Ha yang diusahakan oleh masyarakat. Kondisi prasarana dan sarana dasar hanya baru dilaksanakan secara parsial dan belum diusahakan secara konprehensif dan terpadu baik oleh pemerintah daerah dan masyaraka

3. Detail Rencana Kota ( DRK ) C

  Terdiri atas kelurahan Lalabatarilau. Dalam DRK C luas wilayah permukiman seluas +2,69 Ha yang diusahakan oleh masyarakat, perumnas dan swasta. Untuk perumnas yaitu Perumahan BTN Anggrek seluas +2 Ha dan swasta ( developer ) yaitu Perumahan Lalabata Permai seluas +1

  Ha .Kondisi prasarana dan sarana dasar hanya baru dilaksanakan secara parsial dan belum diusahakan secara konprehensif dan terpadu baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat

4. Detail Rencana Kota ( DRK ) D Terdiri atas kelurahan Ompo dan kelurahan Lapajung.

  Dalam DRK D luas wilayah permukiman seluas +3,77 Ha yang diusahakan oleh masyarakat dan swasta. Untuk perumnas yaitu Perumahan BTN Malaka Raya seluas +2. Kondisi prasarana dan sarana dasar hanya baru dilaksanakan secara parsial dan belum diusahakan secara konprehensif dan terpadu baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat

  4.1.2.1.4. Aspek Pendanaan Pembangunan permukiman di wilayah Kabupaten Soppeng khususnya di kota Watansoppeng, untuk Perumahan disediakan oleh Perumnas ( Pemerintah ), Developer ( Swasta ) dan masyarakat secara mandiri.

  Penyediaan sarana dan prasarana dasar berupa jalan lingkungan, sarana air limbah, sarana persampahan, drainase dan sarana air minum untuk permukiman Perumnas ( Pemerintah ) disediakan oleh pihak Perumnas dan Pemerintah Kabupaten Soppeng. Demikian pula penyediaan sarana dan prasarana dasar untuk kawasan permukiman masyarakat juga disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng dan sebagian ada pula yang dibiayai oleh masyarakat secara mandiri. Namun untuk kawasan permukiman yang disediakan oleh developer ( swasta ) penyediaan sarana dan prasarana dasarnya disediakan oleh pihak developer itu sendiri dan masyarakat yang berada di kawasan tersebut.

  4.1.2.1.5. Aspek Kelembagaan Secara hierarki kelembagaan yang menangani permukiman dalam hal penyediaan permukiman adalah pihak Perumnas

  (Pemerintah), Developer/Pengembang (Swasta) dan masyarakat secara mandiri. Sedangkan kelembagaan yang menangani penyediaan sarana dan prasarana dasar permukiman berupa jalan lingkungan, sarana air limbah, sarana persampahan, drainase dan sarana air minum adalah pihak pemerintah untuk permukiman perumnas dan umum serta developer/pengembang swasta untuk permukiman kawasan yang dibangun oleh developer/pengembang swasta itu sendiri. Dalam hal penyediaan sarana dan prasarana dasar oleh pemerintah ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Soppeng dan bersama dengan program-program pemerintah lainnya bersama dengan masyarakat.Pengelolaan dan perawatan sarana dan prasarana diserahkan kepada dinas- dinas terkait bersama dengan masyarakat sebagai pengguna sarana dan prasarana dasar tersebut.

4.1.2.2. Sasaran 1.

  Tersedianya Sarana dan Prasarana Dasar Sasaran utama yang dituju dalam pengembangan permukiman ini adalah tersedianya sarana dan prasarana dasar yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh lapisan masyarakat. Sasaran yang hendak dituju tersebut dalam bidang PU / Cipta Karya ini adalah tersedianya :

   Jalan Lingkungan  Sarana dan Prasarana Air Limbah  Sarana dan Prasarana Persampahan  Sarana dan Prasarana Drainase  Sarana dan Prasarana Air Minum serta 2.

  Tersedianya sarana dan prasarana masyarakat lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kabupaten Soppeng.

3. Kesesuaian Penataan Bangunan dan Lingkungan terhadap Rencana

  Tata Ruang Kota Watansoppeng

  4. Program Penyediaan Rumah murah untuk Masyarakat penghasilan rendah,PNS/TNI/POLRI dengan Standar Penghasilan Pegawai Golongan I,II,dan III 4.1.3. Permasalahan Pengembangan Permukiman 4.1.3.1.

  Analisis Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi Beberapa pokok permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten Soppeng tersebut diatas :

  1. Keterbatasan dana pemerintah daerah untuk membiayai penyediaan sarana dan prasarana dasar masyarakat

  2. Kurangnya peran serta masyarakat untuk mengadakan secara mandiri kebutuhan sarana dan prasarana dasar tersebut

  3. Kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam merawat dan menjaga sarana dan prasarana dasar yang telah disediakan oleh pemerintah

4. Tingginya harga standar perumahan yang ada di Kabupaten

  Soppeng dibandingkan dengan kemampuan penghasilan Masyarakat khususnya Pegawai PNS/TNI/POLRI sehingga tidak mampu untuk memiliki Rumah.

  Dari beberapa permasalahan tersebut diatas maka dapat dianalisa bahwa beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng antara lain : 1.

  Adanya evaluasi dan pembaruan terhadap Rencana Umum Ruang Tata Kota ( RURTK ) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota ( RDTRK ) kota Watansoppeng.

  2. Menyusun adanya Master Plan / Rencana Induk Kota tentang menyediaan dan pengelolaan sarana dan prasarana dasar permukiman berupa sarana jalan lingkungan, sarana air limbah, sarana persampahan, sarana drainase, sarana air minum dan sarana permukiman lainnya yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Kabupaten Soppeng.

  3. Adanya koordinasi yang efektif, terpadu dan komprehensif antara pihak-pihak yang terkait dengan kebutuhan sarana dan prasarana dasar permukiman serta.

  4. Dalam hal pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana permukiman tersebut Pemerintah Kabupaten Soppeng juga memohon adanya perhatian khusus dari perintah pusat dan pemerintah propinsi untuk memajukan dan pengembangkan permukiman demi kesejahteraan masyarakat.

4.1.4. Analisis Usulan Pembangunan Permukiman

  4.1.4.1. Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Disusulkan

  Dalam penyediaan sarana dan prasarana dasar permukiman oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng dibiayai oleh : 1.

  APBD Kabupaten Soppeng 2. APBD Provinsi Sulawesi Selatan dan

  3. APBN Pada hakekatnya pembangunan di kabupaten Soppeng didasarkan atas Rancangan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten

  Soppeng Tahun 2006 yaitu pada pusat pelayanan masyarakat kabupaten dalam hal ini adalah di kota Watansoppeng. Namun dalam pelaksanaannya prioritas pembangunan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar permukiman didasarkan atas usulan masyarakat melalui Musyawarah Rencana Pembangunan ( Musrenbang ) mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten yang khususnya dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Soppeng sebagai pelaksana teknis penyediaan fisik sarana prasarana dasar permukiman yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) Kabupaten Soppeng.

  4.1.4.2. Usulan dan Prioritas Program Prasarana dan Sarana Permukiman

  Program pembangunan prasarana dan sarana air bersih kawasan kota dan pengembangan permukiman merupakan program yang merupakan proritas disamping program pembanguan lainnya pada prioritas program prasarana dan sarana permukiman. Program penataan bangunan & lingkungan, drainase, persampahan, jalan lingkungan, air limbah dan sebagainya merupakan prioritas berikutnya dengan melihat kondisi permukiman yang masih kekurangan air bersih dan kondisi jalan yang tidak memadai.

4.1.4.3. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman.

  Sistem infrasturktur permukiman disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai dengan prioritas program meliputi Kegiatan :

  1. Pembangunan jalan lingkungan 2.

  Pembangunan saluran air hujan / drainase.

3. Pembangunan jaringan distribusi air bersih kawasan kota 4. Pembangunan sistem pengolahan air limbah.

4.1.4.4. Analisis Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman

  Dalam pembangunan dan pengembangan perkotaan dan permukiman diperlukannya suatu pedoman perencanaan yang akan dijadikan sebagai pegangan dalam menentukan arah pengembangan perkotaan dan permukiman. Perencanaan dan pengembangan perkotaan dan permukiman yang akan digunakan dengan pendekatan perencanaan tata ruang yang menyeluruh dan terpadu dengan menitikberatkan pada rencana struktur tata ruang, rencana alokasi pemanfaatan ruang menurut satuan pengembangan kota. Secara umum pengembangan perkotaan dan permukiman adalah meningkatnya efisiensi / optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat kota, pengembangan kota dilakukan secara berlanjut dan berkesinambungan sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Adanya kegiatan perkotaan yang tumbuh sangat pesat dalam wilayah Kabupaten Soppeng, hal ini ditandai dengan makin meluaskan kawasan perkotaan dan munculnya kawasan perumahan baru menjadikan faktor penting dalam pedoman perencanaan tata ruang untuk mengendalikan penggunaan lahan yang harus disesuaikan dengan perencanaan tata ruang, sehingga pengembangan perkotaan tidak tersebar keberbagai arah kota.

  4.2. Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan

  4.2.1. Petunjuk Umum

  4.2.1.1. Penataan Bangunan

  Kabupaten Soppeng yang berada di jantung Propinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 1.500 km2 ini mempunyai tingkat kepadatan penduduk rata-rata 153 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk terpadat di kecamatan Liliriaja 281 jiwa/km2 dan kepadatan penduduk terendah di kecamatan Marioriawa 89 jiwa/km2 sedangkan di kecamatan kota yaitu kecamatan Lalabata sekitar 153 jiwa/km2.

  Kota Watansoppeng sebagai ibukota kabupaten dan sebagai pusat pelayanan masyarakat Kabupaten Soppeng memiliki sebuah kantor bupati sebagai pusat pemerintahan beberapa gedung kantor sebagai kantor-kantor dinas pelayanan masyarakat sebagai gedung milik negara yang terletak dalam DRK C Kota Watansoppeng kelurahan Lalabata Rilau. Pemerintah Kabupaten Soppeng sebagai unsur eksekutif dalam pemerintahan juga sedang membangun gedung kantor pemerintah daerah Kabupaten Soppeng yang letaknya berdekatan dengan kantor bupati dan gedung DPRD kabupaten Soppeng.

  4.2.1.1.1 Permasalahan Penataan Bangunan

  1. Permasalahan Bidang Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  Permasalahan yang utama adalah aspek belum adanya legalitas hukum ( misalnya berupa Perda ) yang mengatur khusus secara teknis tentang Tata Bangunan & Lingkungan . Demikian pula permasalahan untuk bangunan gedung dan rumah negara lebih didasarkan kepada bentuk penggunaan, perawatan dan pengelolaan bangunan tersebut. Dan masih perlu banyak adanya pembangunan untuk gedung-gedung negara sebagai fasilitas pelayanan masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng.namun sebagai prioritas utama, telah perlu di segerakan untuk membangun beberapa bangunan gedung pemerintah karna

  kerusuhan massal dengan aksi pembakaran gedung pemerintah oleh masyarakat pasca pemilukada di Kabupaten Soppeng yaitu Gedung Kantor KPUD Kabupaten Soppeng,dan Gedung Kantor Kecamatan Lalabata dan Kecamatan Liliriaja..

  2. Permasalahan Bidang Permukiman dan Lingkungan

  Kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat tentang Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) juga perlu ditingkatkan. Karena masih banyaknya bangunan yang berdiri tanpa adanya Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) atau belum sesuai dengan peraturan daerah yang mengaturnya. Demikian pula pemerintah daerah akan terus aktif untuk mensosialisasikan tentang Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) tersebut ke masyarakat,sampai pada tingkat Kelurahan dan Desa

  3. Permasalahan Bidang Keuangan Daerah

  Masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Soppeng. Mulai dari diperlukannya peraturan daerah yang baru untuk mengatur zonaninasi kawasan permukiman maupun perda lainnya, sosialisasi peraturan daerah, dan pembangunan gedung Pasca pembakaran serta rehabilitasi bangunan juga masih sangat perlu dilaksanakan. Demikian pula perlu diperbaruinya RUTR dan RRTR di masing-masing kecamatan sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah terutama bidang sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat. Namun sayangnya dengan terbatasnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) Kabupaten Soppeng tersebut maka pembangunan tersebut harus dilaksanakan sedikit demi sedikit, bertahap dan berkelanjutan. Demikian pula Kabupaten Soppeng masih banyak berharap bantuan dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Pusat untuk membangun bersama Kabupaten Soppeng.

4.2.1.1.2. Landasan Hukum

  1. Undang-undang Nomor 28/2002 tentang bangunan gedung

  2. PP 36 /2005 tentang Bangunan Gedung

  3. Kepmen Kimpraswil no. 534 KPTSM2001

  4.2.1.2. Penataan Lingkungan

  Berdasarkan atas data dari Badan Pusat Statistik ( BPS ) sektor kesehatan di kecamatan kota yaitu Kecamatan Lalabata terdiri atas 1 Rumah Sakit Umum Ajappange, 3 buah puskesmas dan 7 puskesmas pembantu. Dan dalam sektor keagamaan terdiri dari 68 masjid, 5 mushola, 2 langgar, 1 gereja protestan dan 2 geraja katholik. Serta dalam sektor pendidikan di terdiri dari 1 TK negeri, 13 TK swasta, 39 SD negeri,

  1 SD swasta, 5 SLTP negeri, 1 SLTP swasta, 3 SMU Negeri, 2 SMU swasta, 2 SMK negeri, dan 3 SMK swasta. Dan berdasar atas data dari Badan Pusat Statistik ( BPS ) pula secara garis besar penggunaan lahan di Kabupaten Soppeng terdiri atas 25.275 Ha Sawah ( Rice Field ) dan 124.725 Ha Bukan Sawah ( Dryland ). Sedangkan di kecamatan Lalabata sendiri yang terdiri dari 3.256 Ha Sawah ( Rice Field ) dan 24.544 Ha Bukan Sawah ( Dryland ) maka lahan keringnya ( bukan sawah ) khusus di Kecamatan Lalabata dapat terbagi menjadi 234 Ha untuk permukiman, 1.263 Ha untuk perkebunan, 400 Ha untuk padang rumput, 17 Ha untuk kolam, 8.099 Ha untuk lahan yang belum diusahakan dan 13.463 Ha untuk hutan rakyat.

  4.2.1.3. Pencapaian Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan permukiman di kabupaten Soppeng salah satunya dijalankan dengan adanya Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) yang diatur dalam Peraturan Daerah ( Perda ) nomor 17 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ). Maka setiap banguan di Soppeng baik bangunan permanen maupun semi permanen harus mematuhi peraturan tersebut baik konstruksi bangunan maupun garis sepadan bangunannya. Sedangkan Izin Mendirikan Bangunan tersebut dikelola oleh Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Soppeng. Demikian pula untuk masalah izin prinsip suatu kawasan permukiman yang dibangun oleh developer/pengembang swasta yang izin prinsipnya kepada Bupati Soppeng melalui Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum.

  4.2.1.4. Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Kabupaten/ Kota.

  Kebijakan penataan bangunan Gedung dan lingkungan masih terbatas pada ijin retribusi IMB karena untuk sementara masih dalam proses penyusunan dan penyempurnaan RTRW Kabupaten serta dalam Proses penyusunan PERDA Bangunan Gedung

  4.2.2. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan 4.2.2.1. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan.

  Kelembagaan yang menangani tentang pembangunan penyediaan dan perawatan fisik gedung dan rumah negara di Kabupaten Soppeng diserahkan kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ). Namun dalam penyediaan sarana dan prasarana bidang cipta karya secara teknis ditangani oleh Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum. Dan secara umum pengelolaan dan perawatan baik gedung negara maupun rumah negara diserahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

  4.2.2.2. Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Data tentang gedung negara di Kabupaten Soppeng dapat diuraikan sebagai berikut.

  Luas Status Kepemilikan Kondisi No Nama SKPD Kantor Milik Kontrak/ Pinjam Baik Rusak ( M2 ) Pemda Swasta Pakai DPRD 1 2198

  V V Sekretariat DPRD

2 Kepala Daerah 3085

  V V Sekretariat Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Badan Kepegawaian

  3 1200

  V V dan Diklat Daerah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kantor Lingkungan Hidup Badan

4 Pemberdayaan 1611.5

  V V Masyarakat dan Pemerintah Desa Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan Inspektorat

  5 288

  V V Kabupaten Dinas Kebudayaan 6 140

  V V dan Pariwisata Dinas Pendidikan, 7 651

  V V Pemuda & Olahraga Dinas Kehutanan 8 476.75

  V V dan Perkebunan Dinas Pekerjaan 9 1133.76

  V V Umum Dinas Tanaman

  10 Pangan dan 770

  V V Hortikultura Dinas PSDA,

  11 Pertambangan dan 1278

  V V Energi Dinas Kebersihan dan Pertamanan

  12 624

  V V Dinas Sosial

  13 Dinas Kesehatan 10871.71

  V V Dinas Koperasi, Perindustrian dan 14 500

  V V Perdagangan Sumber : Setda Kab.Soppeng

  Berdasarkan atas data dari Sekretariat Daerah ( Setda ) Pemerintah Kabupaten Soppeng tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa beberapa gedung kantor di Kabupaten Soppeng masih ada yang status kepemilikannya pinjam pakai atau bukan sepenuhnya milik pemerintah daerah. Bahkan banyak pula gedung kantor yang kondisinya sudah rusak dan yang parah adalah Gedung DPRD rusak/terbakar karna adanya konflik berupa kerusuhan massal dengan Membakar Gedung DPRD,Kantor Kecamata Lalabata dan Kantor Kecamatan Liliriaja sehingga tidak lagi dapat digunakan sebagai standar pelayanan prima kepada masyarakat dengan melihat kondisi bangunan yang ada.

  Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Soppeng telah merencanakan untuk membangun beberapa gedung kantor yang baru maupun mengadakan anggaran perawatan dan pengelolaan gedung secara berkala kepada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Soppeng sebagai upaya pelayanan kepada masyarakat.

  Dalam hal pemberdayaan masyarakat pemerintah daerah kabupaten perdesaan memberdayakan sektor ekonomi kerakyatan dalam sektor perdagangan dengan pembangunan dan rehabilitasi pasar serta penyediaan sarana dan prasarana dasar yang diperlukan. Di Kota Watansoppeng sendiri Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kabupaten Soppeng mengelola 2 ( dua ) pasar yaitu Pasar Sentral Soppeng dan Pasar LoloE yang pengembangannya masih harus diperhatikan. Sementara ini kedua pasar tersebut hanya digunakan 2 ( dua ) hari dalam 1 (satu) minggu.

4.2.3. Permasalahan yang Dihadapi

  Permasalahan yang paling mendasar pada penataan bangunan adalah belum adanya Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang baru sehingga aturan aturan seperti keselamatan, keamanan dan kenyamaan Bangunan Gedung termasuk pada daerah

  • –daerah rawan bencana belum ditegakkan, Prasarana dan sarana hidran kebakaran tidak berfungsi dan tidak mendapat perhatian,lemahnya pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung serta rendahnya kualitas pelayan publik.

  Permasalahan lain yang juga ada pada penataan bangunan yaitu masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik serta kurang diperhatiknnya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata serta sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga kurang diperhatikan.

4.2.3.1. Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Beberapa strategi dan sasaran dalam penataan bangunan dan lingkungan dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Menyelenggarakan penataan bangunan gedung yang tertib, fungsional, andal dan efisien

  2. Menyelenggarakan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjatidiri

  3. Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi 4. Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal

  5. Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk menunjang bangunan regional/internasional yang berkelanjutan

4.2.3.2. Rumusan Masalah

  Sesuai dengan Rancangan Rencana dan Tata Ruang ( RTRW ) Kabupaten Soppeng bahwa sasaran pembangunan dan penataan bangunan dan lingkungan disasarankan ke seluruh wilayah kabupaten.

  Namun pelaksaannya penataan bangunan dan lingkungan dimulai dari pusat pelayanan masyarakat kabupaten yaitu di Kota Watansoppeng sebagai ibukota kabupaten Soppeng.

  Demikian pula pembangunan Kota Watansoppeng yang terdiri dari 4 Detail Rencana Kota ( DRK ) harus didasarkan kepada Rencana Tata Ruang & Wilayah ( RTRW ) dan Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ) Kota Watansoppeng agar pembagunan dan pengembangan wilayah yang dimaksud agar lebih terarah, terencana, berlanjut dan terpadu.

  Dan pembanguan permukiman di Kota Watansoppeng lebih disasarkan kepada pembangunan perumahan masyarakat ekonomi lemah melalui perumnas maupun developer swasta yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Demikian pula penyediaan sarana dan prasarana dasar permukiman yang ada di dalamnya berupa jalan lingkungan, sarana air limbah, sarana persampahan, sarana drainase dan sarana air bersih.

  Untuk mengembangkan sektor ekonomi kerakyatan dalam sektor perdagangan maka Pemerintah Kabupaten Soppeng membangun dan merehabilitasi pasar-pasar yang ada di Kota Watansoppeng pembanguannya dilaksanakan secara bertahap dan terencana.

  Sedang di bidang Pembangunan Gedung maka Pemerintah Daerah akan memprioritaskan pelaksanakan pembangunan Gedung-gedung Pemerintah yang Hangus Pasca kebakaran.

4.2.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

  4.2.4.1. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Dari pembahasan diatas secara garis besar pada penataan lingkungan dan permukiman ada beberapa kawasan kumuh yang memerlukan dukungan PSD.

  4.2.4.2. Rekomendasi

  Dari analisis Permasalahan maka direkomendasikan untuk menyusun ranperda Bangunan Gedung untuk menjadi dasar perda Bangunan Gedung. Kawasan Watansoppeng sebagai kawasan proritas pada penataan dan revitalisasi Kawasan.

4.2.5. Program yang Diusulkan

  4.2.5.1. Usulan dan Prioritas Program

  Usulan Program pada Penataan bangunan dan Lingkungan yang menjadi Prioritas Program yaitu pada Program Penataaan dan revitalisasi Kawasan ,Program Pengembangan Permukiman dan pembinaan teknis bangunan gedung.

  4.2.5.2. Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Prioritas Proyek penataan bangunan gedung dan lingkungan yaitu penataan dan revitalisasi kawasan watansoppeng yang mana didalamnya terdapat kawasan kawasan seperti kawasan ompo dan villa Yuliana. Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung dan RTBL Kawasan juga merupakan prioritas disamping dukungan PSD kawasan Kumuh dan Kawasan Kumuh Nelayan.

  4.2.5.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan

  Pada Kawasan Watansoppeng di harapkan bantuan dari dana APBN dsamping ada share dari Daerah.

4.3. Analisis Investasi Sub- Bidang Air Limbah

4.3.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah 4.3.1.1. umum

  Dalam bidang air limbah pada Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Soppeng memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah di daerah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman ( minicipal wastewater ) yang terdiri dari air limbah domestik ( rumah tangga ) yang berasal dari mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun Berbahaya (B3). Air limbah ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit diare, thypus, kolera dan lain-lain.

4.3.1.2. Kebijakan, Program, dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kabupaten Soppeng

  Dalam hal ini menguraikan kebijakan, strategi dan program serta kegiatan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan di Kabupaten Soppeng berdasarkan rencana daerah sebagaimana yang tertuang dalam Matrik Program Rencana Program Jangka Menengah Daerah ( RPJMD ) Kabupaten Soppeng adalah sebagai berikut : a. Program :

  Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

  b. Indikator Program : Meningkatnya pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan terciptanya kesadaran masyarakat dan pengusaha akan pentingnya memelihara sumber daya alam ( SDA ) dan lingkungan c. Kerangka Pelaksanaan :

  • Pemantauan / monitoring dampak lingkungan industri kecil dan menengah
  • Pemantauan / monitoring dampak lingkungan Daerah Aliran Sungai ( DAS )
  • Study kelayakan dampak lingkungan DAS Lapajung, DAS Sungai WalanaE
  • Pemantauan / monitoring Tambang Galian C - Penerapan analisa dampak lingkungan terhadap rencana pelaksanaan pembangunan yang berpotensi merusak alam

4.3.2. Profil Pengelolaan Air Limbah

  4.3.2.1. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

  Sistem pengolahan limbah yang dilaksanakan di Kabupaten Soppeng adalah sistem pengolahan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Yang diusahakan oleh masyarakat yaitu berupa sistem on-site ( MCK keluarga ). Sedangkan yang diusahakan oleh pemerintah berupa Instalasi Pengeloahan Air Limbah ( IPAL ) di kelurahan Lalabatarilau dan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum yaitu pembangunan MCK keluarga yang merata di seluruh kabupaten Soppeng. Pengolaan air limbah dapat dilakukan dengan sistem on-site atau sistem off-site atau kombinasi dari kedua sistem ini : a.

  Sistem pengelolaan air limbah setempat ( on-site system ) adalah penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber.

  b.

  Sistem pengelolaan air limbah terpusat ( off-site sytem ) adalah sistem penanganan air limbah domestik melalui jaringan pengumpul yan diteruskan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

  TINJA

  • Sungai - Kebun

  Perpipaan Cemplung Plengsengan Perdesaan dan perkotaan Tangki septic

  IPLT Pengangkutan Perkotaan Tabel 3.5 Diagram Sistem sanitasi pengelolaan air limbah Tinja (Black Water)

  • Saluran

  • Tangki Septik - Cemplung - Plengsengan - Pipa tertutup
  • - Peresapan

  • Sungai dan

  56 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) Input User Interface Penampungan Awal Pengaliran Pengolahan Akhir Pembuangan Akhir Nama Aliran Green Water (Mandi, Cuci) Kamar Mandi/ Tempat Cuci Lobang Penampung

  

terbuka

  IPAL belum maksimal Belum ada - Black Water/Tinja Jamban/WC/toilet

  

Tanah

  IPLT Belum maksimal - Sumber : Buku Putih Sanitasi Kab. Soppeng Tahun 2012

  Kelompok Fungsi Teknologi yang digunakan Jenis Data Sekunder Perkiraan Sumber Data User Interface WC campuran Jumlah (unit) 53.463 Data Dinkes 2011 KK 53.463 Data Dinkes 2011 Penampungan Awal Tangki Septik/ Lobang WC Jumlah (unit) 19.725 Data Dinkes 2011 Pembuangan/Daur Ulang

  Saluran Drainase Terdekat Nama Sungai 5 sungai besar tersebar di 8 kecamatan Dinas PU Cipta Karya Sumber : Buku Putih Sanitasi Kab. Soppeng Tahun 2012

  Tingkat kesehatan masyarakat bersumber dari dua hal utama yaitu tergantung pada penyediaan prasarana dan sarana dan kedua tergantung dari pola hidup masyarakat itu sendiri. Kesehatan masyarakat dan lingkungan akan mencapai dalam tahap yang sempurna apabila masyarakat menerapkan prinsip Pola Hidup Bersih & Sehat ( PHBS ) Prasarana dan sarana yang ada yang menunjang dalam pengelolaan limbah di kota Watansoppeng yang difokuskan pada limbah cair ini terutama untuk limbah rumah tangga menggunakan sistem on-site ( setempat ).

Tabel 3.5 Diagram Sistem sanitasi pengelolaan air limbah domestik di Kab. SoppengTabel 3.6 Sistem pengelolaan air limbah di kabupaten Soppeng

  Air Limbah Domestik Non Tinja Perpipaan/ IPAL Saluran Terbuka

   Sungai Drainase Lubang Resap

Tabel 3.5 Diagram Sistem sanitasi pengelolaan air limbah Non Tinja (Grey Water)

4.3.2.1.1. Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan

Tabel 3.6 Data Kepemilikan Jamban Per KK Kab. Soppeng Tahun 2011

  57 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) KECAMATAN Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah (KK) Jumlah Jamban Akses layanan(%) Jiwa Unit KK LALABATA 45,566 11,376 41 42,246 9,058 10,281

  90.37 MARIORIAWA 29,559 8,049 35 22,359 5,078 7,352

  91.34 GANRA 11,666 3,372 12 8,562 2,684 3,028

  89.80 LILIRILAU 40,322 10,960 45 29,625 6,268 8,762

  79.95 LILIRIAJA 27,962 6,929 26 18,100 5,284 5,849

  84.41 CITTA 7,892 2,205 13 5,923 1,322 1,877

  85.12 MARIORIWAWO 46,076 11,964 51 40,845 9,126 10,464

  87.46 DONRI-DONRI 25,277 6,834 35 23,034 5,431 5,850

  85.60 TOTAL 234,320 61,689 258 190,694 44,251 53,463

  86.67 Sumber: Buku Putih Sanitasi Kab. Soppeng (Dinas Kesehatan 2011)

  Sedangkan prasarana dan sarana masyarakat dalam hal limbah ini masyarakat banyak menggunakan septictank, cubluk maupun yang lainnnya, adalah :

  KECAMATAN Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Kepala Keluarga (KK) Jumlah Jamban Jumlah Septiktank LALABATA 45,566 11,376 9,058 4,841 MARIORIAWA 29,559 8,049 5,078 3,003 GANRA 11,666 3,372 2,684 1,042 LILIRILAU 40,322 10,960 6,268 2,669 LILIRIAJA 27,962 6,929 5,284 2,988 CITTA 7,892 2,205 1,322 753 MARIORIWAWO 46,076 11,964 9,126 2,894 DONRI-DONRI 25,277 6,834 5,431 1,535 TOTAL 234,320 61,689 44,251 19,725 Sumber: Buku Putih Sanitasi Kab. Soppeng (Dinas Kesehatan 2011)

  Sedangkan prasarana dan sarana air limbah on site dan off site komunal dapat digambarkan melalui peta di bawah ini :

Tabel 3.6 Data Kepemilikan Jamban Berseptik Per KK Kab. Soppeng Tahun 2011Tabel 3.6 Peta Lokasi Infrastruktur Pengalohan Air Limbah Komunal s/d Tahun 2012

4.3.2.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

  Sistem pengelolaan air limbah di Kota Watansoppeng menggunakan sistem on- site ( setempat ) baik secara individual maupun komunal (MCK), sedangkan pengolahan limbah secara offsite komunal baru terdapat 1 unit di Kel. Botto, Kec. Lalabata yang merupakan kawasan padat permukiman. Untuk Layanan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dinilai belum optimal, dimana hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan perlunya penyedotan/pengurasan tinja limbah pada tangki septik. Padahal kebiasaan atau pemahaman ini dapat mengakibatkan resiko pencemaran terhadap lingkungan, apalagi pada daerah-daerah padat permukiman dimana terbatasnya lahan untuk peresapan tinja dan jarak tangki pembuangan dengan sumber air yang relatif dekat (<10 m).

Tabel 3.6 Data Pengurasan Lumpur Tinja 2011

  Rumah Tangga Volume Terlayani BULAN M3 RT JANUARI

  21

  3 FEBRUARI

  36

  9 MARET

  21

  4

  58 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM)

  59 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) APRIL

  8 TOTAL 483

  2. Jumlah Timbunan Grey Water 226.079 Total Penduduk Tabel 3.6 Analisa Produksi Limbah Tinja dan Non Tinja

  29.72 Asumsi 3.66 jiwa/KK

  d. Jumlah Timbunan Seluruhnya (m3)/hari

  25.60 Asumsi 3.66 jiwa/KK

  c. Jumlah Timbunan Tinja pemilik jamban (m3)/hari

  13 Dinas Kebersihan

  b. Standar Timbunan Tinja/Gram/Org/hr

  

b. Pengguna Jamban ber septic tank 13.972 22.64%

  

Jumlah KK 61.713 Data

Dinkes

a. Jamban pribadi 53.166 86.15%

  No. Uraian Jumlah/Volume Keterangan

  Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa kapasitas layanan jasa pengurasan/ penyedotan tinja perhari di Kab. Soppeng hanya sekitar 1,32 m3/ hari. Sedangkan estimasi timbunan tinja perharinya dengan asumsi tiap harinya tinja padat (black water) yang dihasilkan per orang adalah 13 Gram/orang/Hari, maka jumlah produksi black water dari jamban yang berseptik (13.792 Unit) adalah 29,72 m3/hari. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

  66 Layanan (m3/hari) 1,32 Sumber: Dinas Kebersihan Dan Pertamanan 2011

  60

  63

  2 DESEMBER

  12

  3 OKTOBER NOVEMBER

  27

  3 SEPTEMBER

  18

  15 AGUSTUS

  3 JULI 135

  27

  7 JUNI

  63

  9 MEI

1. Jumlah Timbunan Tinja/Black Water

  Kab Soppeng 2012 (jiwa)

  a. Standar Timbunan gram org/hr

  27 Survey Dinas Kebersihan

  b. Jumlah timbunan (m3)/hari

  62.60 -

4. Kapasitas IPLT - Dibangun (tahun) 2006 - Umur pakai (tahun) 15 tahun - Kapasitas terpasang (m3) 20 m3 - Kapasitas terpakai (m3) 5 m3

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa selain tingkat kesadaran masyarakat akan perlunya penyedotan/pengurasan tinja yang kurang, IPLT sebagai pengolahan akhir limbah tidak beroperasi optimal.

4.3.3. Permasalahan Yang Dihadapi

  Beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng antara lain : 1.

  Faktor Perencanaan Teknis  Dalam hal perencanaan teknis yang dimaksud adalah belum adanya

  RTRW ataupun RDTR Kota Watansoppeng tentang air limbah yang menyebabkan kurang tertatanya dan terencannya sistem perlimbahan secara terpadu.  Masih tingginya angka BABS (Buang Air Besar Sembarangan di Kab.

  Soppeng, dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki tangki septik sebagai tempat penampungan limbah tinja masih kurang.  Masih minimnya penerapan teknolgi pengolahan air limbah secara komunal (IPAL) di permukiman-permukiman padat.

   Belum adanya regulasi mengenai penyediaan sarana dan prasarana air limbah pada fasilitas-fasilitas umum dan perumahan 2. Faktor Kelembagaan

   Dalam sektor kelembagaan yaitu belum adanya suatu dinas yang secara khusus ( intens ) yang menangani secara profesional dengan sumber daya manusia yang optimal sehingga masalah air limbah baik dari segi perencanaan, pengelolaan dan sumber daya manusia yang mendukung sehingga pengelolaan air limbah belum dapat dijalankan secara terpadu.

   Masih minimnya partispasi sektor swasta dalam pengolahan air limbah.