PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI PADA PESERTA DIDIK: Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI

PADA PESERTA DIDIK

(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh RATIH PERTIWI

0804333

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBAD UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI

PADA PESERTA DIDIK

Oleh Ratih Pertiwi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Ratih Pertiwi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

RATIH PERTIWI 0804333

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS EMOSI

PADA PESERTA DIDIK

(studi deskriptif terhadap peserta didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Akademik 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Syamsu yusuf LN, M.Pd. NIP. 19520620 198002 1 001

Pembimbing II

Dra. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP. 19661115 199102 2 001

Mengetahui / Mengesahkan Ketua Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M. Pd. NIP 19600501 198603 1 004


(4)

i

Ratih Pertiwi. (2013). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi Pada Peserta Didik (Penelitian Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Masa remaja adalah masa individu berada pada periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa. Berdasarkan pernyataan Gesel,et.al, dapat dikatakan remaja usia 14 tahun tidak memiliki stabilitas emosi sehingga mudah untuk fluktuatif atau berubah-ubah emosinya. Remaja usia 16 tahun lebih memiliki stabilitas emosi sehingga memiliki kontrol emosional yang lebih baik. Fenomena di Indonesia, remaja yang berusia 16 tahun masih memiliki emosi yang mudah meledak dan sulit untuk mengendalikan perasaannya. Tujuan umum penelitian ialah merumuskan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2012/2013. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ialah memperoleh gambaran profil stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2012/2013. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2012/2013 serta upaya perumusan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik. populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yakni sebanyak 174 peserta didik. pada penelitian teknik pengumpulan data menggunakan teknik non-tes berupa angket yang mengungkap stabilitas emosi peserta didik. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: (1) tingkat stabilitas emosi peserta didik secara umum berada pada kategori tinggi di semua aspek kecuali pada aspek kemampuan menyelesaikan masalah berada pada kategori sedang. (2) rumusan program hipotetik bimbingan dan konseling sosial yang dinyatakan layak oleh pakar dan praktisi meliputi: rasional, perumusan visi dan misi, dasar dan landasan operasional, deskripsi kebutuhan, tujuan program, komponen program, personel yang dilibatkan, rencana operasional, pengembangan tema, pengembangan satuan layanan, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan evaluasi. Rekomendasi ditujukan pada guru BK dapat menjadikan program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013 yang dirancang oleh peneliti sebagai pedoman pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya dapat membandingkan gambaran umum stabilitas emosi pada remaja awal dan remaja akhir, sehingga gambaran yang dihasilkan dapat lebih luas dan menyeluruh.


(5)

Emosi, Peserta Didik SMA

ABSTRACT

Ratih Pertiwi. (2013). Personal guidance and counseling program in the attempt to develop students’ emotional stability (Descripitive research towards XI grade students of SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung academic year 2012/2013).

Adolescent period is a stage in which an individu arrives in an important period; transitional period, periode of changes, period of determining identity, the stage of age that evokes anxiety, unrealistic period, and as the threshold of adulthood. According to Gesel et al, it can be said that children at the age of 14 do not have stable emotion ao that their emotion easily fluctuates or changes. At the age of 16, children tend to have more stable emotion so that it causes they are able to control their emotion better. In Indonesa, the phenomenon is that children at the age of 16 still have unstable emotion and they are difficult to control their feeling. The general aim of the study is to formulate a hypothetical personal guidance and counseling program in the attempt to develop students’ emotional stability of XI grade of SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung academic year 2012/2013. Moreover, the specific aim that the study want to achive is to acquire profile of students’ emotional stability of XI grade of SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung academic year 2012/2013. The study uses descriptive reseach method to describe emotional stability of XI grade students of SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung academic year 2012/2013 and to formulate a hypothetical personal guidance and counseling program in the attempt to develop students’ emotional stability. The population of the study is XI grade students of SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, the study uses random sampling technique in determining the sample of the study. This study employs non-test technique as the data collection technique using questionaire that reveals students’ emotional stability. The results of the study show: (1) in general, level of students’ emotional ability is in high category in all aspects except problem solving ability which is in average category. (2) the proper formula of hypothetical social guidance and counseling program approved by the experts and practitioners comprise: rational, vision ad mision formulation, operational base, description of needs, purpose of the program, component of the program, participants involved, operational planning, thematic development, service development, time allocation, the facilities, and evaluation. Recommendation of the study suggest guidance counselor teachers can use personal guidance and counseling program to develop emotional stability of XI grade students academic year 2013/2013. The program is formulated by the the researcher as the guideline of implementation service of personal guidance and counseling in the attempt to develop students’ emotional stability. the study also recommends next researchers are able to compare general description of emotional stability of adolescent at the beginning period and adolescent at the final period so that it can be gained extended and comprehensive description and understanding.


(6)

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH……….. iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Metode Penelitian... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Struktur Organisasi Skripsi... 10

BAB II STABILITAS EMOSI DAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. Bimbingan dan Konseling ... 11

B. Bimbingan dan Konseling Pribadi... 15

C. Stabilitas Emosi ………... 18

D. Stabilitas Emosi Remaja………... 30

E. Program Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi Remaja... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 46


(8)

Ratih Pertiwi, 2013

C. Definisi Operasional Variabel ... 49

D. Insrumen Penelitian ... 50

E. Pengembangan Instrumen Penelitian... 50

F. Penyusunan Program Hipotetik Bimbingan dan Konseling Pribadi Untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi Peserta Didik... 53

G. Analisis Data... 55

H. Prosedur Penelitian ... 60

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 61

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

C. Rancangan Program Hipotetik Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi Peserta Didik... 93

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 124

B. Rekomendasi ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 131 RIWAYAT HIDUP


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa di mana remaja berada pada periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa. Menurut Hurlock (1997:212) “secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar”. Senada dengan Hall (Santrock, 2007:201) „sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional‟. Reed Larson dan Maryse Richards (Santrock, 2007:201) menemukan perbedaan emosi remaja dengan dewasa :

... remaja melaporkan emosi yang lebih ekstrem dan berlalu cepat dibandingkan orang tuanya. Sebagai contoh, dibandingkan orang tuanya, remaja memiliki kecenderungan lima kali lebih besar untuk melaporkan dirinya berada dalam kondisi “sangat bahagia” dan tiga kali lebih besar untuk melaporkan dirinya berada dalam kondisi “sangat sedih”.

Menurut Rosenblum & Lewis (Santrock, 2007: 201 ) „remaja memiliki suasana hati yang berubah-ubah‟. Remaja dapat merasakan perasaan senang, sedih, marah, dan takut dalam waktu yang cepat. Pengaruh perubahan hormon dan lingkungan disekitar mempengaruhi kondisi emosional pada remaja.

Berdasarkan pemaparan para ahli, masa remaja ialah masa dimana individu sedang mengalami perkembangan emosi yang memuncak yaitu dalam arti sangat mudah untuk berubah-ubah, mudah meledak dan berlangsung lebih sering sebagai akibat dari perubahan dan pertumbuhan fisik. Menurut Desmita (2007:190) “rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir”. Penelitian akan berpusat kepada remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan rentang usia 15 – 18 tahun yaitu masa remaja pertengahan.

Menurut Gesell dan kawan-kawan (Hurlock, 1997:213) emosi remaja usia 16 tahun tidak mudah meledak dibandingkan dengan remaja usia 14 tahun :


(10)

Remaja empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka “tidak punya keprihatinan.” Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja.

Berdasarkan pernyataan Gesel,et.al, dapat dikatakan remaja usia 14 tahun tidak memiliki stabilitas emosi sehingga mudah untuk fluktuatif atau berubah-ubah emosinya. Remaja usia 16 tahun lebih memiliki stabilitas emosi sehingga memiliki kontrol emosional yang lebih baik. Fenomena di Indonesia, remaja yang berusia 16 tahun masih memiliki emosi yang mudah meledak dan sulit untuk mengendalikan perasaannya, seperti tersaji pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Berita Berkaitan dengan Emosi Remaja No Tanggal dan Sumber Sinopsis Berita 1 23 Maret 2010

Kompas.com

Syandi Aditya (16) anggota geng motor XTC, warga Desa Cangkuang Kulon Kec.Dayeuh Kolot Kab. Bandung, ditemukan tewas setelah nekat melompat ke Sungai Citarum karena tidak kuat dipukuli oleh 10 orang kawanan geng motor GBR. Dua dari sepuluh pelaku berhasil diamankan. Diantaranya adalah Al dan Og (16).

2 23 Februari 2008 Kompas.com

Karena putus cinta, dua remaja putri Nesi (14) dan Lismawati (16) kompak gantung diri di rumah orangtua Nesi yaitu Sudri warga Desa Gunung Agung, Kecamatan Semendo Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Jumat (22/2) dini hari. 3 16 Maret 2012

Kompas.Com

Seorang remaja berusia 16 tahun berinisial AD ditangkap aparat Kepolisian Sektor Parung karena mencuri sepeda motor di Pasar Parung, Desa Waru, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Kamis (15/3/2012) sekitar pukul 20.00.

4 27 Februari 2012 Padang Ekspres

Seorang pelajar SMA Bukit Barisan, bernama Yoga Trymafer, 16. Peserta didik kelas dua ini ditangkap, setelah sebelumnya mencoba bersembunyi dari kejaran aparat


(11)

akibat tawuran (25/2) 5 31 Maret 2012

Samarinda Pos Online

Ar (16) dijerat pasal 82 UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, dengan ancaman kurungan penjara di atas 7 tahun, setelah mencabuli Jingga (16).

Pada rentang usia 16 tahun remaja sedang berada pada pencarian identitas, yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pencarian identitas menjadi hal yang sulit bagi remaja karena adanya perubahan sosial dan historis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Desmita (2007:214):

... karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak, dan kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di pihak lain, maka selama tahap pembentukan identitas ini seorang remaja mungkin merasakan penderitaan paling dalam dibandingkan pada masa-masa lain akibat kekacauan peranan-peranan atau kekacauan identitas (identity confusion).

Perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional, membuat remaja berusaha untuk menjadi pribadi yang utuh dan ingin memperoleh pengakuan dari orang banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Erikson (Desmita, 2007:211):

Seseorang yang sedang mencari identitas akan berusaha “menjadi seseorang”, yang berarti berusaha mengalami diri sendiri sebagai “AKU” yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi “seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak.

Pencarian identitas menjadi kondisi yang sulit bagi remaja karena menyebabkan remaja merasa terisolasi, hampa, cemas, dan bimbang. Pada masa pembentukan identitas tingkah laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diperkirakan. Pada satu saat remaja dapat menjadi lebih tertutup karena takut penolakan atau dikecewakan. Pada saat lain remaja dapat mudah terbuka, dengan tidak mempertimbangkan akibat-akibat dari konsekuensinya. Menurut Erikson (2007:214) “salah satu tugas perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja.”

Pada pencarian identitas, remaja membutuhkan dukungan kematangan perkembangan penalaran moral yang baik. Menurut Desmita (2007:206):


(12)

moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi.

Penalaran yang dimaksud ialah pengetahuan atau wawasan seseorang mengenai hubungan antara diri dan orang lain. Menurut Setiono (Desmita, 2007:206) „moralitas pada hakikatnya adalah penyelesaian konflik antara diri dan diri orang lain, antara hak dan kewajiban‟. Individu yang memiliki penalaran moral yang baik akan mendasarkan tindakannya atas penilaian baik atau buruknya sesuatu. Individu dapat menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif apabila diiringi dengan emosi yang stabil.

Tabel 1.1 mengungkapkan terdapat remaja di Indonesia di rentang usia 16 tahun yang belum memiliki stabilitas emosi yang baik. Ketidakstabilan emosi adalah satu kecenderungan untuk menunjukkan perubahan yang cepat dan tidak dapat diduga-duga atau diramalkan dalam emosionalitas (Chaplin, 2008:165). Ketidakstabilan emosi dapat menghambat perkembangan pribadi dan perkembangan sosial seseorang. Terjadinya masalah-masalah perkembangan emosi remaja menunjukkan untuk mencapai kestabilan emosi bukanlah hal yang mudah.

Stabilitas emosi merupakan salah satu indikator dari kematangan emosi. Stabilitas emosi adalah terbebas dari sejumlah besar variasi atau perselang-selingan dalam suasana hati; sifat karakteristik orang yang memiliki kontrol emosional yang baik (Chaplin, 2008:165). Remaja membutuhkan bantuan dalam perkembangan emosinya secara positif agar mampu mengatasi masalah-masalah yang dialaminya dengan cara yang tepat dan juga dapat di terima oleh orang-orang disekitarnya. Remaja diharapkan dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal untuk memenuhi salah satu aspek perkembangan yaitu kematangan emosi.

Remaja adalah individu yang sedang dalam proses berkembang kearah kemandirian atau kematangan. Remaja memerlukan bimbingan dan konseling untuk memperoleh wawasan dan pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya. Perkembangan remaja tidak pernah lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,


(13)

psikis maupun sosial. Lingkungan selalu berubah-ubah. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan tidak dapat diprediksi, maka akan menimbulkan kesulitan bagi remaja dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya seperti masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.

Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dalam pendidikan. Depdiknas (2007:9) menyatakan:

... pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Penting bagi peserta didik untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling untuk mencapai pribadi yang utuh dengan memfasilitasi atau membantu peserta didik keluar dari masalah-masalah yang dapat menghambat perkembangannya baik secara fisik maupun psikis dalam bidang pribadi, sosial, akademik dan karir. Peserta didik diharapkan mampu berkembang dengan baik dalam pendidikan dengan menjadi pribadi yang utuh. Syamsu dan Juntika (2008:158) mengemukakan:

Agar perkembangan pribadi peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka mereka perlu diberikan bantuan yang sifatnya pribadi. Bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling.

Berkaitan dengan bimbingan dan konseling, Sunaryo (2010:205) mengemukakan “Kajian bimbingan dan konseling terfokus pada pengembangan (perilaku) individu untuk mewujudkan keberfungsian diri dalam lingkungan, membantu individu berkembang secara efektif.” Bimbingan dan konseling hadir untuk menjawab tantangan setiap individu memiliki potensi. Bimbingan dan konseling membantu seseorang untuk mengembangkan potensi individu untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Indikator optimal ialah individu sudah mandiri.


(14)

Sinurat (2010:7) memandang bimbingan dan konseling memiliki peranan dalam mengembangkan stabilitas emosi:

Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi siswa sehingga mencapai taraf perkembangan optimal, bukan hanya pada aspek akademik-intelektual tetapi juga pada aspek pribadi, sosial, moral, spiritual, dan emosional termasuk mengembangkan stabilitas emosi

Bimbingan dan konseling menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk terwujudnya perkembangan optimal peserta didik. Terdapat empat ragam bimbingan dan konseling yaitu : (1) bimbingan dan konseling akademik, (2) bimbingan dan konseling pribadi, (3) bimbingan dan konseling sosial, dan (4) bimbingan dan konseling karir. Ragam (bidang) bimbingan dan konseling yang tepat digunakan dalam meningkatkan stabilitas emosi siswa ialah bimbingan dan konseling pribadi.

Winkel (2007:127) berpendapat:

Bimbingan pribadi merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri, dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan pergaulan sosial.

Menurut Syamsu (2009:53) bimbingan dan konseling pribadi bertujuan untuk membantu individu mengembangkan potensi dirinya, yaitu:

Bimbingan dan konseling pribadi untuk memfasilitasi siswa agar memiliki pemahaman tentang karakteristik dirinya, kemampuan mengembangkan potensi dirinya, dan memecahkan masalah-masalah yang dialaminya.

Pendapat para ahli pengertian bimbingan dan konseling pribadi (Winkel, 1997; Syamsu, 2009) ialah pemberian bantuan kepada peserta didik dalam pemahaman tentang karakteristik dirinya dan pengembangan potensi dirinya untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal serta mampu membina hubungan kemanusiaan dengan sesama.

Berdasarkan pemaparan, fokus penelitian ialah upaya meningkatkan stabilitas emosi pada siswa SMA, sehingga judul penelitian adalah Program Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi pada peserta didik SMA


(15)

(Studi Deskriptif Terhadap peserta didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2011/2012).

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Emosi menurut English and English (Yusuf, 2008 : 114) ialah „suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris‟. Sarwono (Yusuf, 2008 : 115) berpendapat „emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)‟.

Emosi adalah keadaan perasaan individu berkenaan dengan perasaan takut, sedih, senang, atau marah, baik secara mendalam ataupun dangkal yang tampak dari perubahan jasmaninya atau ekspresi sebagai cermin dari jiwanya, dan semua berdasarkan pengalaman individu sendiri. Emosi memainkan peranan utama dalam kehidupan seseorang.

Remaja harus memiliki emosi yang stabil guna menuju kehidupan yang efektif. Stabilitas emosi adalah salah satu indikator dari kematangan emosi. Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi apabila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1997 : 213)

Menurut Rosenblum & Lewis (Santrock, 2007:201) „... meskipun demikian tidak dapat disangkal bahwa masa remaja awal merupakan suatu masa di mana fluktuasi emosi (naik/turun) berlangsung lebih sering‟. Fluktuasi emosi yang dialami remaja di karenakan perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan-perubahan yang dialami pada masa remaja secara umum ialah pertama, perubahan emosi,


(16)

yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, yang dapat menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, perubahan lingkungan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja memberikan pengaruh bagi kondisi emosional remaja.

Berdasarkan tabel 1.1, ditemukan masih ada remaja yang belum dapat mengatur emosinya untuk dapat mengekspresikan apa yang dirasakan dengan tanpa menimbulkan konflik. Dampaknya ialah dengan menyalurkan apa yang dirasakan melalui cara-cara negatif seperti tawuran, menghakimi orang lain, dan bunuh diri. Remaja yang mengekspresikan emosi dengan cara negatif membutuhkan dukungan kematangan perkembangan penalaran moral yang baik. Penalaran yang dimaksud ialah pengetahuan atau wawasan mengenai hubungan antara diri dan orang lain.

Remaja membutuhkan pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan antara diri dan orang lain, agar mampu bertindak atas penilaian baik atau buruknya sesuatu. Emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Perkembangan penalaran moral yang baik dengan didukung stabilitas emosi yang baik pula, maka akan membantu remaja dalam pengambilan keputusan atau menyelesaikan masalah-masalah yang dialami tanpa menimbulkan konflik, baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.

Bimbingan dan konseling ialah bagian yang integral dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai perkembangan yang optimal, termasuk mengembangkan penalaran moral kepada peserta didik. Bimbingan dan konseling hadir untuk membuktikan setiap individu memiliki potensi. Dengan pemberian layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan kepada peserta didik untuk mencapai perkembangan yang optimal baik dari aspek akademik, karir, sosial maupun pribadi.

Bidang bimbingan dan konseling yang tepat untuk meningkatkan kestabilan emosi pada remaja ialah bimbingan dan konseling pribadi. Menurut Sinurat (2010:10):


(17)

bimbingan pribadi merupakan sarana layanan bimbingan dan konseling yang dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa yang mengalami permasalahan pribadi dalam upaya mencapai pribadi yang seimbang.

Bimbingan dan konseling pribadi ialah layanan yang diberikan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya, mengenal karakteristik dirinya, dan dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal sehingga peserta didik mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya serta terhindar dari masalah-masalah psikologis.

Diperlukan program bimbingan dan konseling dalam bidang pribadi untuk meningkatkan, mengembangkan dan mempertahankan kestabilan emosi pada remaja untuk mencapai kematangan emosi. Penyusunan program bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emosi pada remaja agar mampu mengelola emosinya dan mencapai kehidupan yang efektif.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pertanyaan umum yang menjadi acuan penelitian adalah: Bagaimana program bimbingan dan konseling hipotetik untuk mengembangkan stabilitas emosi peserta didik SMA?

Dari pertanyaan umum, diturunkan menjadi pertanyaan penelitian yaitu “bagaimana profil stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2011/2012?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ialah merumuskan program bimbingan dan konseling hipotetik untuk meningkatkan kestabilan emosi pada siswa SMA.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ialah memperoleh gambaran profil stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2012/2013.

D. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data mengenai gambaran stabilitas emosi peserta didik. Metode yang


(18)

di gunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif untuk mengetahui profil stabilitas emosi peserta didik. Alat pengumpul data atau instrumen yang akan digunakan adalah angket stabilitas emosi peserta didik.

E. Manfaat Penelitian

Secara praktis, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah : 1. Bagi Guru BK SMA Angkasa Bandung

Program bimbingan dan konseling pribadi hipotetik yang dirancang oleh peneliti, dapat dijadikan bahan rujukan untuk diaplikasikan oleh Guru BK dalam membantu peserta didik yang memiliki stabilitas emosi rendah.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan penelitian lanjutan guna menguji efektivitas program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik. 3. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Penelitian akan menjadi salah satu contoh program bimbingan dan konseling pribadi hipotetik untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi sebagai berikut :

Bab I Merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II Merupakan kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Bab III Merupakan metode penelitian yang memaparkan pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan menguraikan tentang pengolahan data serta pembahasan hasil pengolahan data. Bab V Penutup terdiri dari kesimpulan, saran serta rekomendasi hasil penelitian.


(19)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitian tentang progam bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik SMA. Penelitian akan dilaksanakan di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung beralamat di Jl. Lettu Subagio 22 Kota Bandung. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung, siswa di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung memiliki karakter umum emosi pada remaja.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung. Pertimbangan dalam menentukan populasi penelitian adalah:

1. Siswa kelas XI adalah peserta didik pada tahap usia 16-17 yang berada rentang usia remaja

2. Siswa kelas XI adalah masa remaja yang dihadapkan pada penyesuaian diri yang membutuhkan kematangan emosi yang optimal dalam menyikapi permasalahan yang dihadapinya.

3. Hasil wawancara dengan guru BK di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung, siswa di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung memiliki karakter umum emosi pada remaja.

Sampel penelitian diambil secara acak (simple random sampling) yaitu semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

Menurut Sugiono (2010:120) “simple random sampling dikatakan sederhana

(simpel) karena cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi dan dilakukan karena anggota populasinya homogen. Secara operasional, penentuan


(20)

sampel dilakukan dengan menggunakan pendapat Surakhmad (1998:100) yaitu “bila populasi di bawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%, dan jika berada di antara 100 sampai 1000, maka dipergunakan sampel sebesar 15% - 50% dari jumlah populasi”.

Penentuan jumlah sample dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Riduwan (2006:65) yaitu sebagai berikut :

�= 15% + 1000− �

1000−100 (50%−15%) Dimana :

S = jumlah sampel yang diambil n = jumlah anggota populasi S = 35%+1000-276 (50%-15%)

1000-100 = 35%+ 724 (35%)

900

= 35% + (0.80) (35%) = 35% + 28 %

= 63 %

Dengan demikian sampel penelitian diperoleh sebesar 63% × 276 = 173,88

Populasi kelas XI SMA Angakasa Lanud Husein Sastranegara Bandung tahun ajaran 2012/2013 berjumlah 276 peserta didik, sehingga sampel yang diambil sebesar 63% yang berjumlah 174 peserta didik. Untuk memperoleh 174 sampel ialah dengan menggunakan cara ordinal (tingkatan sama). Untuk memperoleh 174 sampel dari 276 peserta didik, dengan cara jumlah peserta didik dibagi dengan jumlah sampel yang diambil yaitu hasilnya 1,58. 276 peserta didik di beri nomor, setelah itu membuat lima gulungan kertas yang di beri angka satu sampai dengan lima. Secara acak mengambil salah satu gulungan dari lima gulungan. Angka yang tertera pada kertas menjadi acuan awal dalam memilih sampel, yaitu 3. Mulai dari nomor 3 dan menambah 2 dari nomor sebelumnya,


(21)

sampai dengan memperoleh 174 sampel. Berikut tabel responden yang diambil secara acak.

Tabel 3.1

Responden yang Diambil Kelas Jumlah peserta

didik

Sampel yang Diambil

IPA A 36 22

IPA B 43 22

IPA C 43 22

IPS A 32 21

IPS B 34 22

IPS C 33 22

IPS D 24 21

IPS E 31 22

Jumlah 276 174

B. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, karena penelitian diperlukan data yang bersifat objektif mengenai stabilitas emosi. Pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang berisi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Selain itu juga pengumpulan data penelitian berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik (Sugiono, 2007). Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, memungkinkan dilakukan pencatatan dan data hasil penelitian dalam bentuk angka sehingga memudahkan proses analisis dan penafsirannya dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. Data hasil penelitian pada pendekatan kuantitatif berupa skor akan diolah melalui pengolahan statistik. Skor yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan gambaran stabilitas emosi peserta didik.

Metode yang di gunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Sukmadinata, 2008:54). Metode digunakan berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui profil stabilitas emosi


(22)

peserta didik. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui profil stabilitas emosi dan dapat merumuskan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik.

C. Definisi Operasional Variabel 1. Program Bimbingan Pribadi

Program bimbingan dan konseling pribadi merupakan suatu rangkaian layanan bimbingan dan konseling yang terstruktur, terorganisir dan terkoordinasi bekerjasama dengan seluruh personel sekolah dalam upaya memfasilitasi peserta didik, mencapai kematangan aspek perkembangan emosi dengan memiliki emosi yang stabil.

2. Stabilitas Emosi

Emosi adalah keadaan perasaan individu berkenaan dengan perasaan takut, sedih, senang, marah dan sebagainya, baik secara mendalam ataupun dangkal yang tampak dari perubahan jasmaninya atau ekspresi sebagai cermin dari jiwanya, dan semua itu berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Menurut Gustria (2006 : 55) stabilitas emosi adalah “keseimbangan dan kemantapan remaja dalam memahami, mengendalikan, mengungkapkan, dan menyesuaikan perasaan secara mandiri dalam rangka memecahkan masalah dengan penuh keramahan, kesetiakawanan, dan sikap hormat terhadap diri maupun orang lain.”

Definisi operasional variabel stabilitas emosi ialah kemampuan peserta didik kelas IX SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 untuk mengendalikan emosi, mengungkapkan emosi, menyelesaikan masalah, dan mampu menyesuaikan perasaan dengan stimulus.

Aspek stabilitas emosi yang diungkap ( Chaplin, 2008; Suherman, 2006; Schaneir, 2003; Sikun, 2003; Gustria, 2006; dan Eysenck dan Wilson, 2006) adalah:

a. Mengendalikan emosi, yaitu kemampuan untuk menahan emosi dalam bentuk: memahami perasaan emosi dasar yaitu takut, marah dan cinta,


(23)

kemampuan menenangkan diri, serta kemampuan mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan untuk mereduksi emosi.

b. Mengungkapkan emosi, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan emosi dasar yaitu takut, marah dan cinta.

c. Menyelesaikan masalah, yaitu kemampuan memecahan masalah secara rasional.

d. Menyesuaikan perasaan dengan stimulus, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan orang lain dan mampu menyesuaikan perasaan dengan situasi emosional yang terjadi.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan yaitu Skala Likert dengan menggunakan angket sebagai alat pengumpul data. Responden diharapkan memilih salah satu dari setiap pernyataan. Responden diminta untuk memilih antara: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu (R), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Setiap alternatif pilihan respon mengandung arti dan nilai skor. Kisi-kisi instrumen terlampir.

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Angket sebagai alat pengumpul data yang dipergunakan telah melalui beberapa tahap pengujian, sebagai berikut:

1. Uji Kelayakan Instrumen

Sebelum instrumen diuji coba, langkah yang harus dilakukan ialah instrumen di uji terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakan instrumen melalui penimbangan (judgement). Uji kelayakan instrument bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrument dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Uji kelayakan instrumen dilakukan oleh tiga dosen ahli dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, berkompeten dan memahami bidang garapan oleh peneliti. Masukan dari tiga dosen ahli dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat. Instrument angket hasil judgement dosen ahli tersaji pada tabel 3.2:


(24)

Tabel 3.2 Judgement Angket

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 8, 10, 13, 14, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 45, 46, 47, 48, 53, 54, 55, 58

28

Revisi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 25, 28, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 49, 50, 51, 52, 56, 57

30

Buang - -

Tambahan - -

Total 58

2. Uji Keterbacaan Item

Uji keterbacaan item dilaksanakan kepada sampel setara yaitu lima orang peserta didik kelas XI di SMKN 2 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen oleh responden. Melalui uji keterbacaan dapat diketahui redaksi kata yang sulit dipahami oleh responden sehingga dapat diperbaiki. Hal ini dilakukan agar angket dapat dipahami oleh semua peserta didik sesuai dengan maksud penelitian. Angket yang dilakukan uji keterbacaannya adalah angket yang telah melalui tahap uji kelayakan instrumen. Setelah dilakukan uji keterbacaan, pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dimengerti oleh peserta didik kelas XI di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

Hasil uji keterbacaan didapatkan 9 nomor item yang perlu diperbaiki karena peserta didik tidak memahami pernyataan baik secara bahasa maupun makna. Pernyataan yang harus diperbaiki diantaranya nomor item 4, 7, 11, 34, 38, 40, 43, 52, 54.

Berdasarkan hasil pertimbangan, pernyataan yang digunakan sebanyak 58 nomor item. Kisi-kisi setelah uji kelayakan instrumen terlampir.


(25)

3. Pengujian Validitas dan Realibilitas a. Uji Validitas Butir Item

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kesahihan suatu instrumen. Instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006:168). Semakin tinggi nilai validasi soal menunjukan semakin valid instrumen yang akan digunakan.

Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap stabilitas emosi siswa. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan layanan SPSS 17.0 for windows. Validitas item dilakukan dengan menganalisis daya pembeda menggunakan prosedur pengujian Spearman’s rho. Data hasil uji coba instrumen diolah validitasnya menggunakan program SPSS For Windows Versi 17.0.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 1, 4,5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58

50

Tidak valid 2, 3, 16, 26, 27, 34, 39, 43 8

Total 50

b. Uji Realibilitas

Reabilitas suatu instrumen penelitian menunjukan bahwa instrumen yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut dapat dikatakan baik apabila memberikan data dengan ajeg sesuai dengan kenyataan (Arikunto, 2005:86). Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Alpha, dilakukan dengan menggunakan bantuan sofware SPSS For


(26)

Windows Versi 17.0. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini, diolah dengan metode statistika memanfaatkan program komputer SPSS for Windows Versi 17.0. Adapun kisi-kisi instrumen setelah uji coba terlampir.

Tabel 3.4

Hasil Uji reliabilitas Instrumen

F. Penyusunan Program Hipotetik Bimbingan dan Konseling Pribadi Untuk Meningkatkan Stabilitas Emosi Peserta Didik

Dalam proses penyusunan rancangan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi pada peserta didik SMA terdiri dari tiga langkah, yaitu :

1. Penyusunan Program Hipotetik

Dimulai dengan melakukan analisis terhadap data yang diperoleh mengenai gambaran stabilitas emosi peserta didik di sekolah dan indikator-indikator stabilitas emosi peserta didik. Dasar dalam penyusunan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik diperoleh dari gambaran indikator-indikator stabilitas emosi. Penyusunan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi terdiri dari aspek-aspek antara lain landasan penyusunan program, proses penyusunan program dan evaluasi program.

Proses penyusunan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi dalam penelitian terdiri dari tiga langkah, sebagai berikut:

1. Penyusunan Program. Penyusunan program dimulai dengan melakukan analisis terhadap data yang diperoleh mengenai gambaran umum stabilitas emosi

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items


(27)

peserta didik di sekolah dan aspek-aspek stabilitas emosi peserta didik. Gambaran aspek-aspek stabilitas emosi merupakan dasar dalam penyusunan program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik. Penyusunan program terdiri landasan penyusunan program, proses penyusunan program dan evaluasi program. (terlampir).

2. Validasi Program. Langkah berikutnya setelah penyusunan program adalah melakukan validasi program yang telah disusun kepada ahli bimbingan dan konseling serta Guru BK SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung. Hasil validasi program merupakan pedoman untuk melakukan revisi dan perbaikan untuk menyusun program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

3. Penyusunan Program Hipotetik. Penyusunan rumusan program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan hasil validasi program pada ahli dan praktisi BK. Rumusan program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik menjadi rekomendasi bagi layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Validasi Program

Validasi adalah langkah berikutnya setelah penyusunan program hipotetik, validasi terhadap program hipotetik yang telah disusun dilakukan oleh pakar BK program dari jurusan PPB FIP UPI dan praktisi SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung. Hasil validasi program hipotetik merupakan pedoman untuk melakukan revisi dan perbaikan untuk menyusun program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik. Proses validasi program diawali dengan penimbangan kisi-kisi penilaian uji kelayakan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik SMA.


(28)

3. Program Hipotetik

Program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik SMA, dilakukan dengan berdasar pada hasil validasi program dari pakar dan praktisi. Rancangan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik SMA dijadikan rekomendasi bagi program layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

G. Analisis Data 1. Verifikasi Data

Verifikasi data merupakan cara yang dilakukan dalam merekap semua data yang memadai untuk diolah, dimana data yang memiliki kelengkapan dalam pengisian, baik identitas maupun jawaban. Jumlah angket yang terkumpul harus sesuai dengan jumlah angket yang disebarkan. Data yang dianggap layak untuk diolah adalah yang lengkap baik kelengkapan identitas kelas, tingkatan kelas maupun jawaban terhadap pernyataan yang dikemukakan.

2. Penyekoran

Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk setiap jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Instrumen pengumpul data menggunakan skala Likert yang menyediakan lima alternatif pernyataan. Secara sederhana, tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.5 Pola Skor Respons

Model Summated Ratings (Likert)

Pernyataan

OPSI ALTERNATIF RESPONS

STS TS R S SS

Favorable (+) 1 2 3 4 5 Un-Favorable (-) 5 4 3 2 1


(29)

3. Pengolahan

Data yang diperoleh akan diolah dan menjadi landasan dalam pembuatan rancangan hipotetik program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik SMA. Gambaran umum karakteristik sumber data penelitian yaitu stabilitas emosi siswa yang akan dijadikan landasan dalam pembuatan program terlebih dahulu dilakukan pengelompokan data menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Langkah-langkah yang dilakukan ialah sebagai berikut:

1) Menghitung skor total masing-masing responden. 2) Menghitung rata-rata (µ)

3) Menentukan simpangan baku (S)

4) Mengelompokan data berdasarkan pengkategorian menurut azwar (108:2011) yaitu menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah dengan pedoman pada tabel 3.10.

Tabel 3.6

Kualifikasi Data Instrumen Stabilitas Emosi Skala skor

mentah

Kategori Skor

Sangat Tinggi X > µ + 1,5 S Tinggi µ + 0,5 S < X ≤ µ + 1,5 S Sedang µ - 0,5 S ≤ X ≤ µ + 0,5 S Rendah µ - 1,5 S ≤ X ≤ µ - 0,5 S Sangat Rendah X > µ - 0,5 S


(30)

Tabel 3.7

Interpretasi Skor Kategori Stabilitas Emosi

Kualifikasi Skor Interpretasi

Sangat Tinggi

X > 225 Peserta didik yang termasuk kategori stabilitas emosi sangat tinggi ditunjukkan dengan:

1. Memahami perbedaan emosi dasar cinta, marah dan takut.

2. Mampu mengatasi emosi yang dirasakan sehingga tidak larut dan tidak menunjukkan emosi yang berlebihan. 3. Mampu mengatasi dorongan emosi

dengan melakukan kegiatan yang positif untuk mereduksi emosi.

4. Mampu mengungkapkan emosi takut, marah dan cinta secara tepat tanpa menimbulkan konflik dengan diri sendiri dan orang lain.

5. Mampu memecahkan masalah secara rasional tanpa menimbulkan konflik. 6. Memahami perasaan orang lain yang

ditunjukkan secara verbal atau non verbal.

7. Mampu mengekspresikan emosi secara tepat dengan situasi emosional yang terjadi.

Tinggi 175 < X ≤ 225

Peserta didik yang termasuk kategori stabilitas emosi tinggi ditunjukkan dengan:

1. Memahami emosi dasar yaitu marah, takut dan cinta.


(31)

2. Mampu menunjukkan emosi yang dirasakan tanpa berlebihan.

3. Mampu mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan yang positif 4. Mampu menyatakan emosi takut, marah

dan cinta tanpa menimbulkan konflik dengan orang lain..

5. Mampu menyelesaikan masalah secara rasional.

6. Mengerti perasaan orang lain.

7. Mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi emosional yang terjadi. Sedang 125 < X

175

Peserta didik yang termasuk kategori stabilitas emosi sedang ditunjukkan dengan:

1. Belajar memahami perbedaan emosi dasar yaitu marah, takut dan cinta.

2. Belajar mengatasi emosi yang mendominasi dan menunjukkan emosi yang wajar.

3. Mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan yang disukai.

4. Belajar mengungkapkan emosi takut, marah dan cinta secara tepat.

5. Menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain.

6. Memahami perasaan orang lain setelah diberitahu oleh teman.

7. Mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi emosional tertentu.


(32)

125 stabilitas emosi rendah ditunjukkan dengan: 1. Sulit memahami perbedaan perasaan

emosi dasar yaitu marah, takut dan cinta. 2. Sulit mengatasi emosi yang dirasakan

dan menunjukkan emosi yang berlebihan.

3. Sulit mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan untuk mereduksi emosi.

4. Kesulitan mengungkapkan emosi takut., marah dan cinta secara tepat sehingga menimbulkan konflik dengan orang lain. 5. Sulit menyelesaikan masalah secara

rasional.

6. Sulit memahami perasaan orang lain. 7. Sulit mengekspresikan emosi sesuai

dengan emosional tertentu. Sangat

Rendah

≤ 75 Peserta didik yang termasuk kategori stabilitas emosi sangat rendah ditunjukkan dengan:

1. Tidak memahami perbedaan perasaan emosi dasar yaitu marah, takut dan cinta. 2. Larut yang berkepanjangan dengan

emosi yang dirasakan.

3. Tidak mampu mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan untuk mereduksi emosi.

4. Tidak mampu mengungkapkan emosi takut, marah dan cinta secara tepat sehingga menimbulkan konflik dengan diri sendiri dan orang lain.


(33)

5. Tidak mampu memecahkan masalah secara rasional.

6. Tidak memahami perasaan orang lain. 7. Tidak mampu mengekspresikan emosi

sesuai dengan emosional yang terjadi.

H. Prosedur Penelitian

Penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyusun proposal penelitian terlebih dahulu, pengajuan tema kepada dewan skripsi dan disetujui oleh dewan skripsi. Proposal diseminarkan untuk mendapatkan masukan dari dewan skripsi maupun teman-teman mahasiswa lainnya sebagai peserta seminar.

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing pada tingkat fakultas.

3. Melakukan studi pendahuluan ke SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung, untuk mengungkap fenomena stabilitas emosi pada siswa SMA 4. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan yang direkomendasikan untuk mengajukan permohonan ijin penelitian ke tingkat Fakultas dan Universitas. Surat penelitian yang telah disahkan kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.

5. Menyusun instrument penelitian berikut melakukan uji kelayakan instrument oleh dosen-dosen ahli Jurusan Psikologi Pendidikan dan bimbingan.

6. Melaksanakan pengumpulan data kepada subjek kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.

7. Melaksanakan pengolahan, mendeskripsikan dan penganalisisan data yang telah terkumpul.

8. Mendeskripsikan hasil pengolahan data dengan menarik kesimpulan dan membuat rekomendasi.


(34)

124 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara umum stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 dari jumlah sampel 174 peserta didik, secara umum pencapaian aspek-aspek stabilitas emosi jika diurutkan dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah ialah sebagai berikut: aspek mengendalikan emosi, aspek mengungkapkan emosi, aspek menyesuaikan perasaan dengan stimulus dan aspek kemampuan menyelesaikan masalah.

Stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, aspek mengendalikan emosi berada pada kategori tinggi, Artinya peserta didik yang termasuk kategori mengendalikan emosi tinggi memiliki kemampuan mengendalikan emosi yang tinggi. peserta didik yang mampu memahami emosi dasar yaitu marah, takut dan cinta; mampu menunjukkan emosi yang dirasakan tanpa berlebihan; dan mampu mengatasi dorongan emosi dengan melakukan kegiatan yang positif.

Stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, aspek mengungkapkan emosi berada pada kategori tinggi, yang berarti peserta didik berada pada kategori tinggi memiliki kemampuan mengungkapkan emosi yang tinggi dengan menampilkan kemampuan menyatakan emosi takut, marah dan cinta tanpa menimbulkan konflik dengan orang lain.

Stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, aspek kemampuan menyelesaikan masalah berada pada kategori sedang artinya peserta didik


(35)

memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dalam kategori sedang. Ditampilkan dengan menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain. Stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, aspek kemampuan menyesuaikan perasaan dengan stimulus berada pada kategori tinggi artinya peserta didik mampu mengerti perasaan orang lain; dan mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi emosional yang terjadi. 2. Program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas

emosi peserta didik yang disusun berdasarkan komponen-komponen seperti rasional program, visi dan misi, dasar dan landasan operasional, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen program, personel yang dilibatkan, rencana operasional, pengembangan tema, pengembangan satuan layanan, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, serta evaluasi. Secara keseluruhan setiap aspek dan indikator stabilitas emosi peserta didik dijadikan landasan pengembangan program yang diberikan melalui layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem, dengan materi yang telah disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan peserta didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

B. Rekomendasi

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

a. Guru BK menjadikan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013 sebagai pedoman untuk membantu meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

b. Instrumen stabilitas emosi yang telah dilakukan uji kelayakan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengungkap stabilitas emosi peserta didik SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.


(36)

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Membandingkan gambaran umum stabilitas emosi pada remaja awal dan remaja akhir, sehingga gambaran yang dihasilkan dapat lebih luas dan menyeluruh.

b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan uji coba program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik menjadi program komprehensif.

c. Aspek-aspek yang pada teori Goleman (2009:403), aspek-aspek yang belum diteliti dapat dijadikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.


(37)

127

DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin, A. (2004). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.

Ahmadi, A. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Albin, R.S. (2005). Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Azwar, S. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaplin, J.P. (1901). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Darajat, Z. (2003). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Depdiknas. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Daryono. (2011). Program dan Konseling Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA (Studi Pengembangan di Kelas X SMA Negeri 19 Garut Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia

Gustria, S.H. 2006. Hubungan antar Pola Komunikasi Orang Tua – Anak dengan Stabilitas Emosi Remaja (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMA Kelas XI di kota Bandung Tahun Ajaran 2005/2006). Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Goleman, D. (2009). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(38)

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hikmawati, F. (2010). Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Hilgard, E.R. (1962). Introduction to Psychology. New York: Harcourt, Brace and World, Inc.

Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Terjemahan Isti Widayanti (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Izard, C.E. (2011). “Forms and Function of Emotion: Matters of Emotion-Cognition Interactions”. Journal of Emotion Review. 3, (4), 371-378.

Kartadinata, S. (2010). Isu-Isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI PRESS

Kartadinata, S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI PRESS

nks, F.J dan A.M.P. Knoers. (2006). Psikologi Perkembangan,

Terjemahan Siti Rahayu Haditono. Yogyakarta: GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

Nurihsan, Juntika. dan Sudianto, A. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP Kurikulum 2004. Jakarta: Grasindo.

Riduwan. (2006). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula.(Edisi keenam). Bandung : Alfabeta.

Safira, T dan Nofrans E.S. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Santrock, J. W. (2007). Adolescence, Eleventh Edition, Terjemahan Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga.

Sari, S.P. (2011). Hubungan Antara Stabilitas Emosi dengan Motivasi Belajar Siswa dan Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling (Studi Deskripstif terhadap Siswa Kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


(39)

Setiawati, L. 2003. Kontribusi Kestabilan Emosi Siswa Terhadap Prestasi Belajar di Sekolah. Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Sinurat, F.V.A.H. (2010). Stabilitas Emosi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kelas XI Tahun Ajaran 2009/2010 (Studi Arah Pengembangan Program Pribadi). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sugiono. 2007. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Rosdakarya Suherman, U. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan

dan Konseling di Sekolah. Tidak diterbitkan. Bandung: PPB FIP UPI

Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.

Sukmadinata, N.S. (2003). Landasan Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Diterbitkan atas kerjasama Program Pascasarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya.

Sunarto, A,. Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Suwaningsih. 2008. Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SPM (Dikembangkan berdasarkan Studi Deskriptif terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VII SMP N 10 Bandung 2007/2008). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pusaka Setia

Yeung, R. (2009). The New Rules Emotional Intelligence (Terjemahan). Publishing One.

Yusuf, S. dan Juntika, N. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(40)

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: RIZQI PRESS.

Walgito, M.E. (2002). Layanan Konseling Perorangan. Jakarta: Depdikbud, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Peningkatan Mutu Siswa.

Winkel. W.S. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Media Abadi


(1)

Ratih Pertiwi, 2013

Program Hipotetik Program Bimbingan Dan Konseling Pribadi Untuk Meningkatkan Stabilitas Ekonomi

memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dalam kategori sedang. Ditampilkan dengan menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain. Stabilitas emosi peserta didik kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, aspek kemampuan menyesuaikan perasaan dengan stimulus berada pada kategori tinggi artinya peserta didik mampu mengerti perasaan orang lain; dan mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi emosional yang terjadi. 2. Program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas

emosi peserta didik yang disusun berdasarkan komponen-komponen seperti rasional program, visi dan misi, dasar dan landasan operasional, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen program, personel yang dilibatkan, rencana operasional, pengembangan tema, pengembangan satuan layanan, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, serta evaluasi. Secara keseluruhan setiap aspek dan indikator stabilitas emosi peserta didik dijadikan landasan pengembangan program yang diberikan melalui layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem, dengan materi yang telah disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan peserta didik Kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

B. Rekomendasi

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

a. Guru BK menjadikan program hipotetik bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013 sebagai pedoman untuk membantu meningkatkan stabilitas emosi peserta didik.

b. Instrumen stabilitas emosi yang telah dilakukan uji kelayakan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengungkap stabilitas emosi peserta didik SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung.


(2)

126

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Membandingkan gambaran umum stabilitas emosi pada remaja awal dan remaja akhir, sehingga gambaran yang dihasilkan dapat lebih luas dan menyeluruh.

b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan uji coba program bimbingan dan konseling pribadi untuk meningkatkan stabilitas emosi peserta didik menjadi program komprehensif.

c. Aspek-aspek yang pada teori Goleman (2009:403), aspek-aspek yang belum diteliti dapat dijadikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.


(3)

127 Ratih Pertiwi, 2013

Program Hipotetik Program Bimbingan Dan Konseling Pribadi Untuk Meningkatkan Stabilitas Ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin, A. (2004). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung.

Ahmadi, A. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Albin, R.S. (2005). Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Azwar, S. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaplin, J.P. (1901). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Darajat, Z. (2003). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Depdiknas. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Daryono. (2011). Program dan Konseling Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA (Studi Pengembangan di Kelas X SMA Negeri 19 Garut Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia

Gustria, S.H. 2006. Hubungan antar Pola Komunikasi Orang Tua – Anak dengan Stabilitas Emosi Remaja (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMA Kelas XI di kota Bandung Tahun Ajaran 2005/2006). Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Goleman, D. (2009). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(4)

128

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hikmawati, F. (2010). Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Hilgard, E.R. (1962). Introduction to Psychology. New York: Harcourt, Brace and World, Inc.

Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Terjemahan Isti Widayanti (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Izard, C.E. (2011). “Forms and Function of Emotion: Matters of Emotion-Cognition Interactions”. Journal of Emotion Review. 3, (4), 371-378.

Kartadinata, S. (2010). Isu-Isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI PRESS

Kartadinata, S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI PRESS

nks, F.J dan A.M.P. Knoers. (2006). Psikologi Perkembangan,

Terjemahan Siti Rahayu Haditono. Yogyakarta: GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.

Nurihsan, Juntika. dan Sudianto, A. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP Kurikulum 2004. Jakarta: Grasindo.

Riduwan. (2006). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula.(Edisi keenam). Bandung : Alfabeta.

Safira, T dan Nofrans E.S. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Santrock, J. W. (2007). Adolescence, Eleventh Edition, Terjemahan Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga.

Sari, S.P. (2011). Hubungan Antara Stabilitas Emosi dengan Motivasi Belajar Siswa dan Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling (Studi Deskripstif terhadap Siswa Kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


(5)

Ratih Pertiwi, 2013

Program Hipotetik Program Bimbingan Dan Konseling Pribadi Untuk Meningkatkan Stabilitas Ekonomi

Setiawati, L. 2003. Kontribusi Kestabilan Emosi Siswa Terhadap Prestasi Belajar di Sekolah. Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Sinurat, F.V.A.H. (2010). Stabilitas Emosi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kelas XI Tahun Ajaran 2009/2010 (Studi Arah Pengembangan Program Pribadi). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sugiono. 2007. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Rosdakarya Suherman, U. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan

dan Konseling di Sekolah. Tidak diterbitkan. Bandung: PPB FIP UPI

Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.

Sukmadinata, N.S. (2003). Landasan Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Diterbitkan atas kerjasama Program Pascasarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya.

Sunarto, A,. Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Suwaningsih. 2008. Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SPM (Dikembangkan berdasarkan Studi Deskriptif terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VII SMP N 10 Bandung 2007/2008). Skripsi Jurusan FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pusaka Setia

Yeung, R. (2009). The New Rules Emotional Intelligence (Terjemahan). Publishing One.

Yusuf, S. dan Juntika, N. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(6)

130

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: RIZQI PRESS.

Walgito, M.E. (2002). Layanan Konseling Perorangan. Jakarta: Depdikbud, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Peningkatan Mutu Siswa.

Winkel. W.S. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Media Abadi