MANAJEMEN CPD CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT DALAM UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALITAS GURU DI SMP DARUL HIKAM BANDUNG.

(1)

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

KATA PENGANTAR ... x

UCAPAN TERIMAKASIH ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 13

C. Fokus Pertanyaan ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 16

A. Profesionalitas Guru ... 16

1. Pengertian ... 16

2. Alasan Pentingnya Profesionalitas Guru ... 23

3. Tujuan Peningkatan Profesionalitas Guru ... 24

4. Indikator-Indikator Guru Profesional ... 25

B. Manajemen ... 27

1. Pengertian ... 27

2. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)... 28

3. Fungsi Operasional MSDM... 29

4. Pengembangan SDM ... 32

5. Tujuan Pengembangan SDM... 34

6. Prinsip dan Tahapan Pengembangan SDM ... 35

7. Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen ... 38

8. Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) ... 39

9. TQM Pendidikan ... 44

10. Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu ... 46

C. Continuing Professional Development (CPD) ... 47

1. Pengertian ... 47

2. CPD Guru, tujuan dan alasannya ... 50

3. Komponen CPD ... 52

4. Jenis kegiatan CPD Guru ... 54

5. Ciri-ciri CPD Guru yang efektif ... 55

D. Manajemen CPD guru ... 56

1. Perencanaan CPD ... 58

2. Pelaksanaan CPD ... 60

3. Evaluasi CPD ... 62

4. Refleksi CPD ... 65


(2)

D. Teknik Pengumpulan Data ... 80

E. Teknik Mendapatkan Subyek/Obyek ... 91

F. Teknik Analisa Data ... 93

G. Keabsahan Data ... 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 98

A.Deskripsi Temuan Penelitian ... 98

1. Perencanaan CPD ... 98

2. Pelaksanaan CPD ... 106

3. Evaluasi CPD ... 130

4. Refleksi CPD ... 138

5. Faktor Pendukung dan Penghambat CPD ... 149

B.Pembahasan ... 169

1. Perencanaan CPD ... 169

2. Pelaksanaan CPD ... 174

3. Evaluasi CPD ... 182

4. Refleksi CPD ... 185

5. Faktor Pendukung dan Penghambat CPD ... 188

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 193

A. Kesimpulan ... 193

B. Rekomendasi ... 200


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Economic Forum (WEF) kembali mempublikasikan laporan

tahunan mengenai daya saing global, yaitu The Global Competitiveness Report

2011-2012 yang menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia masih di bawah

rata-rata negara berkembang lainnya. Dari 142 negara yang disurvei pada Tahun 2011, Indonesia berada pada urutan 69. Peringkat ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya (2010). Pada tahun itu Indonesia berada pada urutan 66 dari 139 negara yang disurvei.

Berdasarkan survei yang sama, ditemukan bahwa mutu sistem pendidikan Indonesia hanya menempati urutan ke 44 pada Tahun 2012. Urutan ini menunjukkan hal yang sama, yaitu terjadi penurunan dari tahun sebelumnya (peringkat ke-40). Pada indikator mutu manajemen sekolah, Indonesia hanya menempati peringkat ke-68, dan merupakan nilai penurunan dari tahun sebelumnya (peringkat ke-55). Mutu pendidikan di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia masih harus banyak belajar dari Singapura dan Malaysia. Meski turun satu tingkat, Singapura masih memimpin di bidang mutu secara global, Singapura menempati peringkat ke-2 pada Tahun 2012 di bawah Switzerland, dan peringkat ke-1 pada Tahun 2011. Sedangkan Malaysia mengalami kenaikan signifikan dari perolehan posisi ke-23 menuju posisi ke-14. Negara tetangga di kawasan Asia Tenggara yang menempati mutu sistem


(4)

pendidikan di atas Indonesia adalah Brunei Darussalam, yaitu peringkat ke-28 pada Tahun 2012. Negara-negara maju seperti Australia, Amerika, Jepang masing-masing menempati peringkat 13, 26, 36. Meskipun demikian mereka tetap terdepan pada pilar-pilar yang lain seperti Australia menempati peringkat ke-1 pada tingkat partisipasi belajar siswa tingkat lanjut (secondary education

enrollment rate). Di dalam bidang inovasi, Jepang dan Amerika masing-masing

masuk dalam urutan ke-4 dan ke-5. (http://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-2011-2012).

Pada laporan pengembangan manusia (Human Development Index Report) UNDP Tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 124 dari 187 negara yang terdaftar dalam pengukuran Human Development Index (HDI). Hal ini menunjukkan kondisi mutu sumber daya di Indonesia belum mencapai hasil yang optimal. Indonesia masih berada pada posisi rendah bila dibandingkan dengan 123 negara lainnya dan masuk dalam kategori Medium Human Development. Peringkat HDI Indonesia selalu berada di posisi di atas 100. Untuk Tahun 2011, Indonesia masih kalah dengan negara-negara seperti Australia(2), USA(4), Japan(12), Korea Selatan(15), Singapura(26), China(101) Thailand(103), Malaysia(61) dan Filipina(112). Pada tahun-tahun sebelumnya Indonesia sering berada di bawah negara-negara tersebut. (http://hdr.undp.org/en/statistics/).

Prestasinya lainnya diperoleh dari laporan PIRLS (Progress in

International Reading Literacy Study) pada tahun 2006 yang dikeluarkan oleh

IEA (The International Association for the Evaluation of Educational


(5)

Belanda. PIRLS melaporkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca siswa kelas IV Indonesia adalah 405 berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Indonesia berada pada posisi 41 dari 45 negara peserta. Negara dari kawasan Asia Tenggara yang ikut menjadi sampel dalam penelitian ini hanya Singapura. Negara ini menempati posisi sepuluh terbaik, peringkat ke-4 dengan skor 558 (Balitbang, 2011).

Khusus bidang MIPA, pendidikan di Indonesia masih cukup memprihatinkan. Hasil survai TIMSS (Trends in International Mathematics and

Science Study) Tahun 2007 yang diikuti 49 negara, siswa-siswa Indonesia

menempati urutan ke-36 untuk matematika dengan skor 397, dan menempati urutan ke-35 untuk sains dengan skor 427. Sedangkan Negara-negara Asia lainnya, seperti; Singapura, Taiwan dan Korea Selatan selalu bergantian di urutan Podium. Pada tahun 2007 di bidang matematika, Taiwan dan Korea Selatan masing-masing menempati posisi peringkat ke-1 dan ke-2, diikuti oleh Singapura di peringkat ke-3. Sedangkan untuk bidang sains, Singapura masih menempati urutan pertama, disusul oleh Taiwan di peringkat ke-2 dan Jepang peringkat ke-3. Adapun negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Thailand berada di atas Indonesia, masing-masing menempati urutan peringkat ke-20 dan ke-29 untuk bidang matematika, dan urutan ke-21 dan ke-22 untuk bidang sains. Negara Amerika dan Australia, masing-masing berada diurutan ke-9 dan ke-14 untuk matematika serta peringkat ke-11 dan ke-13 untuk sains (Balitbang, 2011).

Rendahnya mutu sumber daya manusia akan menjadi kendala besar bagi bangsa Indonesia dalam persaingan era globalisasi, karena faktor kualitas SDM


(6)

sangat menentukan dalam persaingan tersebut. Jika bangsa Indonesia ingin berkiprah dalam persaingan global maka langkah peningkatan mutu pendidikan nasional harus menjadi perhatian serius dengan menerapkan sistem pendidikan yang berkualitas. Peningkatan mutu SDM harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Agar menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, pembangunan sektor pendidikan merupakan bagian penting dan harus dilaksanakan secara lebih terencana dan terprogram. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan :

Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus melakukan inovasi dan perubahan dalam berbagai komponen sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan. Berbagai studi baik di Indonesia maupun di berbagai negara menemukan bahwa komponen paling penting dalam peningkatan mutu pendidikan adalah pendidik.

John Hattie (2003) dalam salah satu risetnya, Teachers Make a Difference

What is the Research Evidencemenemukan bahwa peran guru merupakan faktor penentu kedua setelah siswa dalam variasi pencapaian prestasi siswa. Pengaruh siswa sebesar 50 persen, guru sekitar 30 persen, kemudian faktor lainnya masing-masing adalah lingkungan rumah (sekitar 5-10 persen), sekolah (5-10 persen), teman (sebaya 5-10 persen).


(7)

Guru adalah penghubung penting dalam rantai pendidikan belajar siswa, sehingga meningkatkan efektivitas guru adalah hal penting untuk meningkatkan hasil siswa. Efektivitas guru pada gilirannya tergantung pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, apakah mereka tahu apa yang harus diajarkan dan bagaimana cara terbaik untuk mengajarkannya. Sehubungan dengan peran pendidik ini pula, Kim. E dan Michael G Fullan menyebutkan bahwa terkait dengan pentingnya faktor guru dalam peningkatan mutu pendidikan, mutu profesional guru merupakan faktor yang paling inti dalam memacu peningkatan mutu pendidikan (Dasim Budimansyah, 2010:1).

Selanjutnya Kim juga mengemukakan bahwa ”the quality of education cannot exceed the quality of teachers”. Michael G. Fullan mengemukakan bahwa

educational change depends on what teachers do and think”. Kedua pendapat ini menunjukkan bahwa pelaksanaan inovasi dan pembaharuan sistem pendidikan

sangat bergantung pada peran pendidik. Jika Kim mengatakan “kualitas pendidikan tidak dapat melebihi kualitas guru” maka program peningkatan mutu

guru pada hakekatnya harus lebih prioritas dibandingkan dengan program peningkatan mutu lainnya. Inovasi dan pembaharuan pendidikan baru akan terjadi manakala guru telah dapat berfikir dan berbuat sesuatu atas dasar kompetensi profesi yang dimilikinya.

Jadi untuk memajukan pendidikan, hal pertama dan penting untuk dilakukan adalah melakukan program peningkatan kapasitas (capacity building) guru yang merupakan kunci utama dalam penjaminan mutu pendidikan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan


(8)

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka melakukan restukturisasi dan perbaikan mutu pendidik di Indonesia. Jika peningkatan kualitas profesi guru merupakan faktor paling inti dalam memacu kualitas pendidikan, maka peningkatan tersebut adalah suatu keniscayaan (Budimansyah, 2010:2).

Profesi guru sendiri mempunyai tuntutan tugas yang memiliki dedikasi dan tanggung jawab tinggi. Profesi tersebut lekat dengan kata profesionalisme. Norlander (1999) mengatakan “Profesionalisme adalah bentuk kebebasan yang tidak begitu saja diberikan tetapi harus diupayakan. …Dan Guru sendiri yang harus memulai mencapainya”. Kaitannya dengan sikap profesional yang mencirikan profesionalisme, Sagala (2008) mengatakan bahwa profesionalisme merupakan sikap profesional yang berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau sekedar hobi belaka. Karakteristik profesi yang diajukan oleh Moore (Payong, 2011:7) adalah menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya, terikat oleh suatu panggilan hidup dan memperlakukan pekerjaan sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku seseorang.

Berkaitan dengan karakteristik guru professional, John Hattie (2003) kembali mengungkapkan dalam risetnya sebagai berikut:

I find it fascinating that experts take more time than experienced teachers to build these representations, have more understanding of the how and why of student success, are more able to reorganize their problem solving in light of ongoing classroom activities, can readily formulate a more extensive range of likely solutions, and are more able to check and test out their hypothesis or strategies.


(9)

Jadi guru yang profesional (expert) akan menunjukkan sikap profesionalnya dengan menghabiskan waktu yang dimiliki untuk mempelajari cara siswa belajar di kelas, mencari solusi guna membantu siswa mencapai kesuksesan, karena mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan lebih untuk itu. Selain mumpuni di bidangnya, sikap totalitas juga harus dimiliki oleh seorang guru profesional.

Menurut Sahertian dalam Payong (2011), profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan (to profess) bahwa seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Hal ini berarti suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang penuh dengan pengabdian dan dedikasi tinggi serta berimplikasi terhadap ketersediaan waktu yang banyak dalam menggelutinya.

Namun harapan ideal tersebut bertolak belakang dengan gambaran sikap profesional dari guru di Indonesia. Salah satu temuan yang dipaparkan oleh Ditjen PMPTK (2010) tentang guru-guru SD dan SMP yang telah disertifikasi, disimpulkan bahwa meski telah tersertifikasi sebagian besar guru masih menjalankan pekerjaan-pekerjaan lain yang dikhawatirkan menganggu aktivitas pokok guru, di antaranya sebagai petani (38 persen), pemberi les privat (24 persen), dan sebagai aktivitas wirausahawan/pedagang (20 persen). Dari temuan itu pula dipaparkan bahwa 45 persen guru yang telah disertifikasi sering tidak masuk sekolah dengan alasan tidak memiliki jam mengajar di sekolah (Sagala, 2011:89).


(10)

Kenyataan lain yang terjadi di lapangan, mutu guru di Indonesia dianggap belum memenuhi harapan Undang-undang Guru dan Dosen. Fakta tersebut diperoleh dari Laporan Dirjend Penjaminan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Tahun 2009 yang melaporkan bahwa sebagian besar guru masih memiliki kualifikasi di bawah S1/D-IV yaitu sebanyak 1.496.721 guru atau sekitar 57,4% dari total guru seluruh jenjang. Sebelumnya data dari Puspendik Balitbang Depdiknas Tahun 2004 mengungkapkan bahwa tingkat kemampuan umum dan kemampuan penguasaan bidang studi pada sebagian besar guru masih rendah (Payong, 2011:81).

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru merupakan tenaga profesional yang memiliki sertifikat pendidik dan berperan sebagai agen pembelajaran serta berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Hal ini berarti bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar peserta didiknya. Sebagai konsekuensinya, guru dituntut untuk selalu memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat.

Berkaitan dengan itu, pembinaan guru dilakukan dalam kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru mencakup seluruh aspek kompetensi. Di dalam Undang-undang Guru dan Dosen nomor 14 Tahun 2005 pasal 8 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk


(11)

mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidik yang profesional adalah mereka yang inovatif, kreatif, dan mampu melahirkan gagasan-gagasan segar untuk mendorong siswa belajar secara optimal (Budimansyah, 2010:3).

Pendidik yang profesional memiliki seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan untuk menopang tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Pendidik profesional tidak sekedar menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode, tapi juga harus mampu memotivasi peserta didik, memiliki kecakapan yang tinggi dan berwawasan luas (Budimansyah, 2010:2). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat (3) yang menyebutkan bahwa guru harus memiliki kompetensi sebagai pengajar yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Budimansyah (2010:8) mengatakan bahwa guru yang profesional dipersyaratkan memiliki: (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan paktis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada paktis pendidikan masyarakat Indonesia; dan (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.

Guru harus diberikan dorongan dan suasana kondusif untuk menemukan berbagai metode dan cara pegembangan proses pembelajaran sesuai perkembangan zaman. Sebagai seorang profesional yang memiliki basis keilmuan


(12)

yang kuat, guru senantiasa mengikuti perubahan-perubahan paradigma, karena akan berpengaruh besar bagi praktik-praktik pembelajarannya. Agar guru selalu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu, maka salah satu tuntutan profesionalisme guru adalah adanya pengembangan keprofesian berkelanjutan

(Continuing Professional development/CPD) (Payong, 2011).

Day dan Sachs (2004) mengatakan bahwa CPD adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan semua kegiatan yang diikuti guru sepanjang karirnya yang dirancang untuk meningkatkan pekerjaan mereka. Namun ini merupakan deskripsi sederhana terkait usaha intelektual dan emosional yang sangat kompleks yang merupakan inti dari upaya meningkatkan dan mempertahankan standar pengajaran, pembelajaran dan prestasi di sekolah. Payong (2011) menyebutkan bahwa CPD dapat dilakukan secara individual dan institusional. CPD secara individual yakni melalui inisiatif guru untuk mengembangkan diri, mengembangkan kompetensi keilmuannya, melakukan refleksi dan penelitian-penelitian tindakan kelas, membaca jurnal-jurnal ilmiah, memperluas jaringan kerja, meningkatkan koleksi perpustakaan pribadi, dan lain-lain. Sebaliknya CPD secara institusional yang berdasarkan inisiatif kepala sekolah atau otoritas pendidikan terkait dapat dilakukan misalnya melalui perkumpulan dalam wadah-wadah guru.

Program CPD guru diarahkan untuk dapat memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya itu (Kemendiknas, 2010:1). Sebagaimana diungkapkan Sandra Leaton


(13)

Gray (2005) dalam suatu risetnya tentang CPD bahwa CPD mencakup gagasan bahwa individu selalu bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan profesional mereka di luar apa yang mereka dapatkan dalam pelatihan dasar yang mereka terima ketika pertama kali melakukan pekerjaan tersebut.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa guru perlu melakukan CPD untuk menjamin penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya yang bermartabat, terlindungi, sejahtera, dan profesional agar mampu menghadapi kehidupan abad 21. Selain itu, seperti halnya siswa, guru mengajar, berpikir dan merasa, dipengaruhi juga oleh biografi mereka, sejarah sosial dan konteks kerja, kelompok sebaya, preferensi mengajar, identitas, fase pembangunan dan budaya sosial politik yang lebih luas. Tujuan, desain dan proses dari CPD perlu memperhatikan hal-hal ini jika ingin mendapatkan hasil yang efektif.

Perencanaan program yang cermat diperlukan agar kegiatan pengembangan profesi memberikan manfaat maksimal kepada guru. Oleh karena itu, perlu kiranya mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan pengembangan yang diperlukan guru di sekolah. Di sinilah dituntut kejelian pemimpin sekolah untuk melakukan pemetaan kebutuhan pengembangan guru, sehingga guru merasa memperoleh kesempatan untuk berkembang di lingkungan yang kondusif. Lingkungan kondusif ini merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya inisiatif dan kreatifitas warga sekolah yang biasa terlihat


(14)

dalam budaya akademik (academia culture) yang dikenal saat ini dengan budaya mutu.

Perencanaan program yang cermat terutama untuk program CPD memerlukan suatu manajemen yang baik guna memberikan hasil yang maksimal. Suatu manajemen dikatakan baik apabila tercapainya suatu tujuan secara efektif. Model manajemen yang seperti itu hanya bisa terjadi apabila pelaksanaannya didasarkan atas otonomi lembaga dan memaksimalkan sumber daya yang ada. Sehingga pemilihan manajemen yang tepat merupakan tuntutan awal dalam rangka peningkatan kualitas mutu SDM. Konsep Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang berfokus pada orang atau karyawan dan bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang diberikan pada pelanggan. TQM dianggap merupakan suatu pilihan tepat untuk diterapkan pada sekolah yang berorientasi mutu. Melalui penerapan konsep ini, kepala sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah (Nasution, 2010:28).

Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah memiliki peran strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus dapat melaksanakan tugas dan perannya secara optimal dalam memberdayakan potensi-potensi sumber daya yang ada di sekolah agar perencanaan program kerja yang telah disepakati bersama dengan seluruh personil sekolah dapat terlaksana dengan baik dalam pencapaian mutu pendidikan. Selanjutnya budaya mutu di sekolah akan berkembang dan terlihat jelas pada sekolah-sekolah yang berkualitas, biasanya telah dikenal oleh masyarakat


(15)

sebagai sekolah-sekolah favorit. Orang tua murid cenderung mencari sekolah yang memiliki nama (brand) untuk menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya di sekolah. Sudah menjadi tradisi, kalau brand yang bagus akan dicari oleh semua orang. Di lingkungan sekolah bermutu, pengembangan sumber daya pendidik akan tampak berbeda. Fungsi manajemen akan berperan total dalam implementasi CPD yang terintegrasi dalam manajemen sekolah.

Pentingnya mengetahui manajemen CPD di sekolah bermutu akan sangat membantu kita memahami upaya pihak sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Hal ini dapat memberi inspirasi kepada sekolah-sekolah lain untuk mengambil manfaat atau pelajaran guna meningkatkan mutu sekolah mereka. Ibarat orang berguru silat, untuk belajar silat yang bagus maka kita harus belajar kepada perguruan silat terbaik atau sudah termashur.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik

mengadakan penelitian tentang “Manajemen CPD (Continuing Professional

Development) dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas Guru di SMP Darul

Hikam Bandung”.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penerapan manajemen CPD yang dilakukan di sekolah SMP Darul Hikam dalam upaya meningkatkan profesionalitas guru. Manajemen CPD tersebut meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, refleksi serta faktor pendukung dan penghambat program CPD.


(16)

C. Fokus Pertanyaan

Berdasarkan fokus penelitian, maka pertanyaan utama yang diajukan adalah “Bagaimanakah Manajemen CPD (Continuing Professional Development) dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas Guru di SMP Darul Hikam Bandung." Pertanyaan utama tersebut dalam penelitian ini dirinci lagi ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung?

2. Bagaimanakah pelaksanaan CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung?

3. Bagaimanakah evaluasi CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung? 4. Bagaimanakah refleksi CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung? 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat CPD guru di Sekolah SMP Darul

Hikam Bandung ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen CPD guru SMP Darul Hikam. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap informasi, menelaah dan menafsirkannya sehingga diperoleh pemahaman tentang makna di balik fakta yang teramati bahkan sampai menghasilkan pengetahuan baru yang berkaitan dengan:

1. Perencanaan CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung 2. Pelaksanaan CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung 3. Metode evaluasi CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung


(17)

4. Refleksi CPD guru di sekolah SMP Darul Hikam Bandung

5. Faktor pendukung dan faktor penghambat CPD guru di Sekolah SMP Darul Hikam Bandung ?

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam bidang keilmuan Penjaminan Mutu Pendidikan dan praktisi pendidikan yang concern terhadap peningkatan keprofesionalan guru, terutama bagi pengambil keputusan yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidik dan pengembangan karier guru.

1. Manfaat Teoritis

a. Menjadi sumbangan ilmu manajemen khususnya manajemen CPD guru b. Menjadi referensi/rujukan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang kajian

yang sama

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan untuk pengambilan kebijakan bagi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Penjaminan Mutu Pendidikan, maupun lembaga sejenis yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini.

b. Memberikan masukan bagi LPMP dalam mengembangkan program pelatihan CPD Guru di sekolah.

c. Menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan kabupaten yang terkait dengan program peningkatan kapasitas guru untuk pengambilan kebijakan.

d. Menjadi referensi bagi komunitas pendidikan di sekolah-sekolah umum, terutama di sekolah setingkat bagi peningkatan mutu guru.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar yang meliputi catatan lapangan, hasil observasi, dokumentassi, foto, rekaman audio hasil wawancara, transkrip wawancara, memo dan catatan lain yang mendukung penelitian. Data kualitatif menyediakan kedalaman dan kerincian makna melalui pengutipan langsung dan deskripsi yang teliti tetang situasi program, kejadian, orang, interaksi dan perilaku yang teramati yang dituliskan secara narasi (Patton, 2009:6).

Sugiono (2010:154) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang mendasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasilnya ditekankan pada makna.

Lebih ditekankan dalam Satori dan Komariah (2011:22) bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa yang bisa berupa makna dari suatu fenomena atau kejadian sosial yang dapat dijadikan pelajaran bagi suatu pengembangan teori.


(19)

Sedangkan Creswell dalam Satori (2011:24) mengatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu proses inkuiri tentang pemahaman berdasar pada tradisi-tradisi metodologis terpisah. Peneliti membangun suatu kompleks, gambaran holistik, meneliti kata-kata, laporan ataupun pandangan dari penutur asli (partisipan) dan melakukan studi secara alami atau apa adanya.

Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif sebagaimana disebutkan oleh Sukmadinata (2010:95) adalah sebagai berikut:

1. Kajian naturalistik: melihat situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, tidak ada rekayasa pengontrolan variabel.

2. Analisis induktif: mengungkap data khusus, detil, untuk menemukan kategori, dimensi, hubungan penting dan asli, dengan pertanyaan terbuka.

3. Holistik: totalitas fenomena dipahami sebagai sistem yang kompleks, keterkaitan menyeluruh tak dipotong padahal terpisah, sebab-akibat.

4. Data kualitatif: deskripsi rinci-dalam, persepsi-pengalaman orang.

5. Hubungan dan persepsi pribadi: hubungan akrab peneliti-informan, persepsi dan pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.

6. Dinamis: perubahan terjadi terus.

7. Orientasi keunikan: tiap situasi khas, pahami sifat khusus dan dalam konteks sosial-historis, analisis silang kasus, hubungan waktu-tempat.

8. Empati netral: subjektif murni, tidak dibuat-buat.

Lebih lanjut, Sukmadinata (2010:99) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif menggunakan desain studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada


(20)

satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan feomena-fenomena yang lainnya. Rencana bersifar emergent atau berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dalam temuan di lapangan. Untuk kelompok yang diteliti, dikatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam skala kecil, dan dipilih kelompok yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovatif, atau bisa juga bermasalah.

B. Lokasi Penelitian dan Gambaran Sekolah

Lokasi penelitian berada di kota Bandung, yaitu di SMP Darul Hikam (DH), yang beralamat di jalan Ir H. Juanda No. 258 Dago Bandung. SMP DH merupakan SMP swasta yang telah memperoleh akreditasi dengan nilai A dari pemerintah melalui penilaian yang dilakukan oleh tim dari Dinas Pendidikan Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 06 - 07 Oktober 2010. Akreditasi dilaksanakan sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

Kepercayaan Pemerintah dan masyarakat tersebut telah menempatkan SMP DH sebagai salah satu sekolah unggulan di kota Bandung. Hal ini sesuai dengan visi SMP DH 2015 yang ingin menjadi sekolah terbaik di kota Bandung yang memiliki jati diri budaya dan ciri khas berakhlak berprestasi dan sejalan juga dengan Visi Perguruan DH yang ingin menjadi sekolah keluarga yang berakhlak dan berprestasi, kebanggan masyarakat Jawa Barat (D/EP1).


(21)

SMP DH merupakan salah satu sekolah yang dikelola dan didirikan pada tahun 1972 oleh yayasan yang bernama Perguruan DH 30 tahun setelah yayasan DH dirintis oleh sang pendiri KH. E. Hasbullah Hafidzi. Perguruan DH adalah salah satu lembaga pendidikan yang memposisikan diri sebagai sebuah alternatif pendidikan Islam yang berbasis ketakwaan dan berusaha untuk mengeksplorasi, mengaktualisasi dan memberdayakan potensi insani peserta didik dan spiritual secara terpadu.

Tujuan pendidikan Perguruan DH secara institusional adalah membangun generasi Islam yang tangguh dan sebagai penyelenggara pendidikan Islam bernuansa modern. Perguruan DH berupaya menghadirkan pola pendidikan yang berorientasi pada tercapainya derajat takwa dalam pengertian seluas-luasnya dan berorietasi pada pendidikan takwa yang berdimensi luas yang mengembangkan sejumlah kecerdasan seperti IQ (Intelegence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spriritual Quotient) (D/IP2).

Adapun model dan kurikulum pendidikan DH secara umum terdiri dari tiga komponen, yaitu; (1) Dinul Islam sebagai fondasi basis pendidikan jati diri dan basis pengembangan ilmu-ilmu umum/duniawi (kurikulum DH), (2) Iptek yang berbasis Islam sebagai kekuatan penumbuh karya dan amal (Kurikulum nasional), (3) standarisasi kurikulum internasional melalui aplikasi kurikulum Cambridge (D/EP1). SMP DH sendiri memiliki kekhasan sebagai sekolah kader, yang membatasi siswanya maksimal 26 orang per kelas dengan rasio guru dan siswa sebesar 1:13. Saat ini siswa DH berjumlah 302 orang dengan jumlah guru sebanyak 29 orang yang terdiri dari GTY (Guru Tetap Yayasan) sebanyak 7


(22)

orang, GHP (Guru Honor Penuh) sebanyak 15 orang, dan GTT (Guru Tidak Tetap) sebanyak 17 Orang (D/ES6).

C. Jenis Data Penelitian

Jenis data yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kutipan, uraian ataupun penjelasan dari pernyataan partisipan/informan menyangkut tema penelitian (transkrip wawancara), kemudian sesuatu atau kejadian yang dapat diamati di lapangan baik observasi kegiatan maupun amatan perilaku partisipan (catatan lapangan), serta data dalam bentuk gambar, video laporan maupun catatan tertulis yang mendukung tema (dokumen). Berikutnya ketiga jenis data tersebut dijelasakan sebagai berikut:

1. Transkrip Wawancara

Di dalam melakukan penelitian ini, peneliti merekam wawancara dari beberapa pihak terkait yang dianggap terkait dengan permasalahan. Hasil rekaman tersebut kemudian dideskripsikan secara rinci dalam bentuk tulisan yang biasa disebut transkrip wawancara. Satori dan Komariah (2011:144) mengatakan bahwa data yang akan dianalisis didasarkan atas kutipan hasil wawancara, sesungguhnya akan lebih lengkap dan cermat apabila diperbolehkan merekam dengan tape-recorder, dan dijamin laporan itu lengkap dan terperinci. Sedangkan Patton (2009:239) berpendapat bahwa karena data mentah hasil wawancara adalah kutipan maka jenis data yang paling diinginkan untuk dicapai adalah transkrip wawancara.


(23)

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan merupakan bentuk lengkap dari rekaman data lapangan yang diperoleh dari hasil observasi, dari buku catatan lapangan, hasil jepretan foto, rekaman dari tape recorder ataupun video. Satori dan Komariah (2011:176) mengatakan bahwa catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk mencatat segala sesuatunya dengan rinci.

Lofland dalam Patton (2009:154) mengatakan bahwa tugas mendasar yang nyata dari pengamat adalah mengambil catatan penelitian. Selanjutnya dikatakan bahwa catatan penelitian memberikan alasan keberadaan sesuatu bagi peneliti, jika seorang peneliti tidak melakukannya, maka sama saja dia tidak berada dalam situasi penelitian tersebut.

Selanjutnya peneliti mencatat apa yang diperhatikan secara langsung di lapangan (observasi), seperti pernyataan-pernyataan partisipan serta Fenomena yang dilihat oleh peneliti terhadap partisipan; seperti gerak-gerik, antusias, minat dan gaya bicara.

3. Dokumen

Dokumen merupakan jenis data yang mempunyai fungsi sebagai validasi/ alat pembuktian bahwa suatu peristiwa telah terjadi yang bisa berupa foto, laopran, tulisan, karya-karya monumental, catatan-catatan penting partisipan yang sudah berlalu dapat membantu menjelaskan suatu fakta. Gottschalck dalam Satori (2011:147) mengatakan bahwa dokumen dalam arti luas dapat berupa setiap


(24)

proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik bersifat tulisan, lisan, gambaran atau arkeologis. Selanjutnya Sugiono (2009:82) menambahkan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

McMillan dan Schumacher dalam Satori (2011:147) menjelaskan bahwa dokumen merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak, dapat berupa catatan anekdotal, surat, buku harian maupun dokumen-dokumen.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh jenis data penelitian kualitatif seperti di atas yang akan memberikan gambaran menyeluruh dan mendalam atas suatu fakta, maka beberapa teknik yang dilakukan dapat dilakukan, diantaranya;

1. Wawancara

Wawancara merupakan aktivitas bertanya pada partisipan yang memahami tentang suatu fakta atau fenomena dengan tujuan untuk memperoleh informasi penting yang dapat mengungkap (enguiry) suatu fakta/fenomena yang dibahas dalam tema penelitian. Susan Stainback dalam Sugiono (2009:72) mengemukakan bahwa dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Sukmadinata (2010:216) menjelaskan bahwa wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual dan adakalanya juga dilakukan secara kelompok. Sedangkan Satori dan Komariah (2011:132) menjelasakan bahwa peneliti yang melakukan wawancara bermaksud untuk mengukap data dan informasi dari sumber langsung yang sifat datanya


(25)

berhubungan dengan makna-makna yang berada di balik perilaku atau situasi sosial yang terjadi.

Agar wawancara efektif dan terarah maka sebelum melakukan wawancara dibuat pedoman wawancara (interview guide) yang dijadikan acuan dalam mewawancarai partisipan. Pedoman tersebut berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau dikomentari oleh partisipan. Bentuk pertanyaan atau pernyataan bisa sangat terbuka sehingga memberikan keluasaaan terhadap partisipan untuk menjelasakan lebih detail dan apa adanya.

Spradley dalam Sugiono (2010:303), mengatakan bahwa sebaiknya dipilih partisipan/informan berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan hanya sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.

b. Masih berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti. c. Memiliki waktu yang memadai untuk diminta informasi.

d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil ‘kemasannya’ sendiri.

e. Mereka yang pada mulanya tergolong ‘cukup asing’ dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan sebagai guru atau sumber.

Di dalam penelitian ini, pertanyaan yang diajukan saat wawancara cenderung terbuka, sehingga daftar pertanyaan yang telah disediakan dalam pedoman dikembangkan lagi dalam gaya yang tidak kaku. Hal ini memungkinkan partisipan menjawab secara lepas dan nyaman serta tereksplorasi informasi dari partisipan, meski terkadang ada beberapa informasi yang kurang relevan.


(26)

Namun data semacam itu nantinya akan di saring pada saat pengolahan data. Sugiono (2010:320) mengatakan bahwa untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur atau terbuka.

2. Observasi

Observasi adalah teknik pengambilan data yang berdasarkan pada pengalaman peneliti (experience) melalui pengamatan langsung meliputi pengamatan ruang, pelaku, kegiatan/aktivitas, objek, perbuatan/tindakan, kejadian serta urutan waktu/kegiatan.

Satori dan Komariah (2011:104) berpendapat bahwa observasi merupakan pengamatan langsung terhadap sesuatu obyek yang diteliti untuk mengetahui keberadaan suatu obyek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mngumpulkan data penelitian. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam konteks penelitian kualitatif, observasi tidak untuk menguji kebenaran tetapi untuk mengetahui kebenaran yang berhubungan dengan aspek/kategori sebagai aspek studi yang dikembangkan oleh peneliti sehingga semua kegiatan, objek, serta kondisi penunjang yang ada dapat diamati dan dicatat.

Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mendasarkan pada kejelian pengamatan dan kekuatan ingatan yang merupakan suatu proses yang kompleks yang tersusun dari proses biologis dan psikologis (Sugiono; 2010:203).

Nasution dalam Satori (2011:110) mengatakan bahwa dalam tiap pengamatan harus selalu dikaitkan dua hal, yakni informasi (apa yang terjadi) dan


(27)

konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya). Selanjutnya dikatakan bahwa makna sesuatu hanya diperoleh dalam kaitan informasi dengan konteksnya.

Satori (2011:111) menyatakan bahwa dalam tiap situasi sosial terdapat beberapa komponen observasi yang dapat diamati yaitu: ruang (tempat), pelaku (aktor), kegiatan (aktivitas), objek, perbuatan/tindakan, kejadian serta waktu urutan kegiatan.

Selanjutnya Spradley dalam Alwasilah C (2002:218) mengajukan lima kriteria untuk memilih fokus observasi, yaitu; (1) minat pribadi, (2) saran dan informan, (3) minat teoritis, (4) etnografis strategis, dan (5) ranah penghimpun.

Kaitannya dengan variasi observasi, Sukmadinata (2010:152) menyebutkan tiga macam observasi yang dilakukan peneliti, yaitu:

a) Observasi partisipasif, peneliti melakukan observasi sambil ikut serta dalam kegiatan yang sedang berjalan.

b) Observasi khusus, observasi dilakukan ketika peneliti melakukann tugas khusus umpamanya memberikan bimbingan.

c) Observasi pasif, peneliti hanya bertindak sebagai pengumpul data, dann mencatat kegiatan yang sedang berjalan.

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi pasif dengan cara menjadi peninjau kegiatan dengan mencatat kegiatan, mengamati hal-hal pendukung di lingkungan sekitar lokasi serta mengamati gerak-gerik partisipan pada saat menginterview.


(28)

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengambilan data dengan tujuan sebagai alat pembuktian (examining) mengenai kebenaran suatu kejadian/peristiwa ataupun pernyataan yang tidak bisa lagi dialami oleh peneliti. Dokumen-dokumen tersebut bermanfaat bagi bukti penelitian dan sesuai dengan standar kualitatif dan tidak reaktif.

Satori (2011:149) mengatakan bahwa studi dokumentasi adalah kegiatan mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Hasil observasi atau wawancara akan lebih dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen.

Adapun untuk mempelajari dokumen yang diperoleh, peneliti menggunakan analisis isi. Dalam hal ini peneliti memilih dokumen yang relevan, kemudian dianalisis isinya yaitu dengan memeriksa isi dokumen secara sistematik dan obyektif. Weber dalam Satori (2011:157) mengatakan bahwa kajian isi adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen.

Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian (Satori, 2011:149).


(29)

Tabel 3.1. berikut memuat teknik pengambilan data terhadap aspek-aspek yang akan diteliti.

Tabel 3.1. Taksonomi Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran

Teknik pengumpulan

data*)

Informan

A. Perencanaan A.1.Proses Perencanaan

Perumusan tujuan dan sasaran

Adanya penjelasan proses perumusan tujuan

peningkatan per individu, sekolah, maupun dari yayasan

Adanya RPS/Renstra yang mengindikasikan program peningkatan SDM

W, D Kepsek, Guru peserta Div.Renstra, Div.SDM, Penentuan Program/ kegiatan

Adanya indikasi ataupun penjelasan dalam penentuan posisi saat ini baik per individu, maupun sekolah

Adanya indikasi ataupun penjelasan pengembangan pemikiran/ide alternatif (strategi) saat ini yang diharapkan sesuai tujuan, baik untuk individu, maupun sekolah

Adanya indikasi ataupun penjelasan prioritas progam untuk pencapaian tujuan, secara individu, maupun sekolah

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div.Renstra,

Div.SDM

Pengumpulan data

Adanya indikasi ataupun penjelasan tentang instrumen pemetaan kebutuhan

W, D Kepsek, Guru peserta

Div.Renstra, Div.SDM

Action Plan Adanya indikasi ataupun penjelasan tentang action

plan yang beirisi daftar

tugas yang dilakukan oleh siapa, untuk siapa, alokasi waktu dan sumber daya

W, D Kepsek, Guru peserta

Div.Renstra, Div.SDM,


(30)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran Teknik pengumpulan data*) Informan A.2. Pihak yang terlibat Internal Sekolah

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang partisipasi warga sekolah baik guru, siswa maupun oleh tim pengembang sekolah

W, D, O  Kepsek,G

uru peserta  Div.Renst ra, Div.SDM, Luar Sekolah

Adanya indikasi ataupun penjelasan tentang partisipasi pihak luar sekolah baik dari yayasan, komite, orang tua atau konsultan

W, D, O  Kepsek,G

uru peserta  Div.Renst ra, Div.SDM, B. Pelaksanaan CPD B.1.Program/ Kegiatan CPD Program/ Kegiatan Individual

Diperoleh daftar maupun penjelasan mengenai program/ kegiatan/ aktivitas baik formal maupun informal secara individu

W, D, O  Kepsek,

Guru peserta

 Div.SDM,

Program antar-teman (one to one)

Diperoleh daftar maupun penjelasan mengenai program/ kegiatan/ aktivitas baik formal maupun informal secara kemitraan/ pertemanan.

W, D, O  Kepsek,

Guru peserta  Div.SDM, Program MGMP (Group-Based)

Diperoleh daftar maupun penjelasan mengenai program/ kegiatan/ aktivitas baik formal maupun informal secara kelompok/ kolektif

W, D, O  Kepsek,

Guru peserta  Koor. MGMP, Div.SDM Program Sekolah (Internal- Institusional)

Diperoleh Daftar maupun Penjelasan mengenai program/ kegiatan/ aktivitas baik formal maupun informal yang diadakan sekolah

W, D, O  Kepsek,

Guru peserta


(31)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran Teknik pengumpulan data*) Informan Program Yayasan (Eksternal-Institusional)

Diperoleh aftar maupun penjelasan mengenai program/ kegiatan/ aktivitas baik formal maupun informal yang diadakan yayasan.

W, D, O  Kepsek, Guru peserta  Div.

SDM

B.2.Supporting Internal Sekolah

Menemukan indikasi ataupun penjelasan tentang dukungan nyata pihak sekolah dalam program/ kegiatan CPD baik formal dan non formal

W, D, O  Kepsek, Guru peserta  Div.SDM, Koord. MGMP Luar Sekolah Menemukan indikasi ataupun penjelasan tentang dukungan nyata pihak sekolah dalam program/ kegiatan CPD baik formal dan non formal seperti yayasan/ diknas/ stakeholder/ Komite sekolah

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div.SDM, Koord. MGMP C.Evaluasi CPD

C.1. Metode Evaluasi Program/ Kegiatan

Proses Evaluasi

Diperoleh indikasi ataupun penjelasan mengenai proses evaluasi, jadwal evaluasi, dan tempat.

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div. Monev Unsur yang dievaluasi

Diperoleh indikasi ataupun penjelasan mengenai unsur-unsur yang dievaluasi,

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div. Monev Instrumen Evaluasi Adanya Instrumen

Evaluasi atau diperolehnya indikasi ataupun

penjelasan mengenai cara memperoleh data

W, D  Kepsek,

Guru peserta

 Div.


(32)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran

Teknik pengumpulan

data*)

Informan

C.2.Evaluator Internal Sekolah

Adannya indikasi ataupun penjelasan keterlibatan pihak sekolah dalam evaluasi program baik formal maupun informal

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div. Monev Luar Sekolah

Adannya indikasi ataupun penjelasan keterlibatan pihak luar sekolah dalam evaluasi program baik formal maupun informal

W, D  Kepsek, Guru peserta  Div. Monev D.Refleksi CPD

D.1.Perspektif Perspektif personal

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang refleksi yang dilakukan oleh individu sendiri terhadap kompetensinya meliputi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial.

W, D, O  Kepsek

 Guru

peserta

Perspektif siswa didik

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang refleksi terhadap kompetensi guru yang dilakukan oleh siswa didiknya

W, D  Kepsek

 Guru

peserta

Perspektif rekan sejawat

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang refleksi terhadap kompetensi guru yang dilakukan oleh teman sejawatnya

W, D  Kepsek

 Guru

peserta

Perspektif atasan

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang refleksi terhadap kompetensi guru yang dilakukan oleh atasan/ kepala sekolah

W, D  Kepsek

 Guru

peserta

Perspektif yayasan

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang refleksi terhadap guru yang

dilakukan oleh pihak yayasan

W, D  Div. Monev

 Div.


(33)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran Teknik pengumpulan data*) Informan D.2. Hasil Refleksi Hasil yang telah ditindak lanjuti

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang hasil refleksi yang

ditindaklanjuti baik oleh individu/ sekolah/ yayasan

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM Hasil yang belum ditindak Lanjuti

Adannya indikasi ataupun penjelasan tentang hasil refleksi yang belum ditindaklanjuti baik oleh individu/ sekolah/ yayasan

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div. Monev, Div.SDM E. Faktor Pendukung dan Penghambat CPD E.1.Faktor Pendukung

SDM Adannya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang kriteria SDM yang

dimiliki yang mendukung percepatan peningkatan kompetensi Guru, baik sebagai pembelajar maupun

mentoring/instruktur pelatihan

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP Kepemimpi nan

Adannya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang gaya kepemimpinan yang mendukung percepatan peningkatan kompetensi Guru,

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Ko. MGMP Budaya/nilai -nilai organisasi

Adannya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang nilai-nilai yang telah menjadi budaya atau perilaku warga sekolah yang mendukung percepatan peningkatan kompetensi guru

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP


(34)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran Teknik pengumpulan data*) Informan Sarana dan media belajar

Adannya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang sarana dan media belajar yang mendukung percepatan peningkatan kompetensi guru

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP

Faktor Lain Adannya indikasi nyata ataupun penjelasan tentang faktor lain yang

mendukung percepatan peningkatan kompetensi guru

W, D Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP

E.2. Faktor Penghambat

SDM Adanya indikasi nyata ataupun penjelasan tentang kriteria SDM yang

menyebabkan lambatnya atau tidak adanya peningkatan kompetensi guru, baik sebagai pembelajar maupun mentoring/instruktur pelatihan

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP Kepemimpi-nan

Adannya indikasi nyata ataupun penjelasan tentang gaya kepemimpinan yang menyebabkan lambatnya atau tidak adanya peningkatan kompetensi guru

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP Budaya/nilai -nilai organisasi

Adannya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang beberapa nilai yang telah menjadi budaya atau perilaku warga sekolah yang menghambat atau tidak adanya peningkatan kompetensi guru

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP


(35)

Aspek Kategori Sub-kategori Ukuran Teknik pengumpulan data*) Informan Sarana dan media belajar

Adanya indikasi nayata ataupun penjelasan tentang sarana dan media belajar yang menyebabkan lambatnya atau tidak adanya peningkatan kompetensi guru

W, D, O Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP Dukungan Lain

Adanya indikasi nyata ataupun penjelasan tentang faktor lain yang

menyebabkan lambatnya atau tidak adanya peningkatan kompetensi guru

W, D Kepsek, Guru peserta Div.Monev, Div.SDM, Div.Renstra, Koord. MGMP

Keterangan: W: Wawancara, D: Studi Dokumentasi, O: Observasi

E. Teknik Mendapatkan Subyek/Obyek

Earl Babbie yang dikutip Prijana dalam Satori (2011:47) mengatakan bahwa sampling adalah suatu proses seleksi dalam kegiatan observasi. Suatu proses seleksi yang memungkinkan peneliti memilih informan/partisipan, dokumen, ataupun data lain dengan cara bergulir sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Pemilihan subjek/objek di dalam penelitian ini dilakukan secara berantai sesuai tujuan yang hendak dicapai sehingga peneliti menggunakan teknik snowball. Snowball sampling adalah salah satu pengambilan sampel yang dilakukan secara berantai, yang dimulai dari jumlah kecil kemudian membesar. Dikatakan oleh Satori (2011:52). bahwa penarikan sampel yang tepat adalah


(36)

penarikan sampel berdasarkan tujuan (baik judgment sampling, purposive

sampling, maupun snowball sampling).

Nasution mengatakan bahwa penentuan sampel atau informasi dikatakan cukup ketika telah memenuhi taraf redundancy atau datanya sudah jenuh dimana informan atau sampel sudah tidak lagi memberikan tambahan informasi baru yang berarti (Sugiono, 2010:302).

Unit analisis dalam penelitian ini adalah SMP DH Bandung. Informan dalam penelitian ini yaitu orang-orang yang terkait dengan manajemen CPD guru meliputi: pihak perguruan dan pihak sekolah. Tael 3.2. berikut memperlihatkan sampel dalam penelitian ini.

Tabel 3.2. Gambaran Informan

No Kode Informan Jabatan

1 GJ01

Guru (Junior)-MP.IPS SMP DH Dan sebagai Wakasek Humas

2 SP02 Kabid SDM Perguruan DH

3 RP03 Kabid Renstra Perguruan DH

4 GS04

Guru (Senior) TIK SMP DH dan sebagai Wakasek Kurikulum

5 GS05 Guru (Senior) PKn SMP DH

6 GS06 Guru (Senior) Bhs.Ing SMP DH

7 KM07 Koordinator MGMP Perguruan DH

8 GM08

Guru (Midle) Bhs.Indo-SMP-DH Dan sebagai Ketua MGMP-Kel.Bahasa.

9 MP09 Kabid Monev Perguruan DH

10 KS10 Kepala Sekolah SMP DH


(37)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis yang bersifat naratif-kualitatif. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan sambil berjalan, yaitu proses analisa dilakukan oleh peneliti sejak memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Nasution dalam Sugiono (2010:336) mengatakan bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Sejalan dengan pendapat itu, Sukmadinata (2010:154) berpendapat bahwa untuk memberikan masukan bagi perbaikan, data yang telah dikumpulkan perlu dianalisis dan diinterpretasikan, karenanya analisis dan interpretasi data dapat dilakukan sepanjang proses penelitian. Selanjutnya dikatakan bahwa analisis dan interpretasi data diperlukan untuk merangkum apa yang telah diperoleh, menilai keabsahan data atau menyimpulkan jawaban penelitian bahkan memberikan masukan bagi perbaikan kegiatan penelitian itu sendiri.

Miles dan Huberman dalam Sugiono (2010:337) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Selanjutnya dikatakan bahwa aktivitas dalam analisis data melalui tiga jalur, yaitu : (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Penarikan kasimpulan/verifikasi.

Patton (2009:250) mengatakan bahwa tidak ada titik yang tepat dimana pengumpulan data berakhir dan analisis bermula. Di dalam proses pengumpulan data, gagasan tentang analisis dan penafsiran akan terjadi, dan gagasan tersebut


(38)

membentuk permulaan analisis. Selanjutnya dikatakan bahwa ketika pengumpulan data berakhir maka itu adalah waktunya untuk memulai analisis formal.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2010:335) bahwa:

analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.

Patton (2009:251) mengatakan bahwa seorang evaluator mempunyai dua sumber utama untuk menggambarkan analisis pengorganisasian, yaitu;

a. Pertanyaan penelitian secara konseptual

b. Wawasan analitis dan penafsiran yang muncul selama pengumpulan data.

G. Keabsahan Data

Tujuan peneltian kualitatif yaitu menekankan pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya atau pada obyek yang diteliti. Di dalam proses memahami itu perlu suatu kepastian, keajegan atau kekonsistenan informasi. James H.Mc Millan dalam Satori (2011:161), menjelaskan bahwa suatu investigasi dikatakan penelitian apabila mengandung karakteristik obyektif, akurat/tepat, dapat dibuktikan, menjelasakan, kenyataan empiris, logis dan sesuai dengan kondisi nyata. Keberadaan ukuran-ukuran tersebut menunjukan derajat keilmiahan suatu penelitian, untuk itu perlu dilakukan pengecekan/pengujian terhadap keabsahan data.

Satori dan Komariah (2011:164) mengatakan bahwa pengecekan/pengujian terhadap keabsahan data dapat dilakukan melalui:


(39)

1. Uji Kredibilitas

Uji Kredibilitas adalah uji untuk mengukur kebenaran data yang merupakan derajat kepercayaan terhadap data. Satori (2011:165) mengatakan bahwa uji kredibilitas adalah uji untuk mengukur kebenaran data yang dikumpulkan, yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil peneltian. Selanjutnya dikatakan bahwa kredibilitas dapat diperiksa melalui kelengkapan data yang diperoleh dari berbagai sumber.

Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kredibilitas data terhadap data hasil penelitian kualitatif yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, member check, dan triangulasi (Satori, 2011:168).

Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk meningkatkan kredibilitas data. Triangulasi adalah teknik pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu Satori dan Komariah (2011:170). Kemudian Mathinson dalam Sugiono (2010:332) mengatakan bahwa nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh apakah convergent, konsisten atau kontradiksi dengan kata lain Teknik triangulasi merupakan salah satu teknik untuk menentukan kredibilitas tidaknya informasi yang diperoleh.

2. Uji Transferabilitas

Uji transferabilitas yaitu uji yang dilakukan pada pihak eksternal berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian apakah dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil atau pada setting


(40)

sosial yang berbeda namun memiliki karakteristik yang hampeir sama. Suatu penelitian yang memiliki nilai transferabilitas tinggi senantiasa dicari orang lain untuk dirujuk, dicontoh, dipelajari lebih lanjut, untuk dapat diterapkan di tempat lain. Oleh karena itu, peneliti perlu membuat laporan yang baik, informasi yang jelas, sistematis, dan dapat dipercaya (Satori dan Komariah, 2011:165).

3. Uji Dependabilitas/Reliabilitas

Uji dependabilitas adalah uji terhadap data dengan informan sebagai sumbernya dan teknik yang diambilnya apakah menunjukkan rasionalitas yang tinggi atau tidak. Stainback dalam Satori dan Komariah (2011:166) menjelaskan bahwa reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Di dalam penelitian kualitatif akan menemukan kesulitan untuk mereplikasi pada situasi yang sama karena setting sosial senantiasa berubah dan berbeda. Oleh karena itu digunakanlah kriteria kebergantungan yang merupakan representasi dari rangkaian kegiatan pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya.

Pengujian ini dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Jika proses penelitian tidak dilakukan di lapangan dan datanya ada, maka penelitian tersebut tidak reliabel atau dependable. Audit dilakukan oleh independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian, dimulai dari penentuan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan. Jika peneliti tidak memiliki dan tidak dapat menunjukkan aktivitas yang dilakukan di lapangan, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan (Satori dan Komariah, 2011:166).


(41)

4. Uji Konfirmabilitas

Uji konfirmabilitas dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan sumber informannya jelas. Konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Hasil penelitian dikatakan memiliki derajat objektivitas tinggi apabila keberadaan data dapat ditelusuri secara pasti dan disepakati banyak orang. Di dalam praktiknya konsep konfirmabilitas dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi/tempat kejadian sebagai bentuk konfirmasi (Satori dan Komariah, 2011:167).


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil temuan lapangan dengan menggunakan wawancara, beberapa observasi dan dokumentasi maka didapatkan data temuan seperti berikut yang berupa narasi dan didukung dengan kebaradaan dokumentasi baik yang berupa gambar/foto maupun dokumen terkait untuk mempertegas makna dan keabsahan data yang didapat.

1. Perencanaan CPD

Di dalam proses perencanaan pengembangan kompetensi guru, SMP Darul Hikam (DH) melakukan langkah-langkah seperti berikut ini :

a. Perumusan Tujuan dan Sasaran

Di dalam merumuskan tujuan dan sasaran program pengembangan kompetensi guru, SMP DH banyak melakukan koordinasi dengan Perguruan DH dan prosesnya terintegrasi dalam rencana strategis perguruan DH. Kepala sekolah SMP DH, Hj. Mari Marhamah, SE mengatakan,

Di awal tahun itu selain evaluasi, biasanya Juni-Juli kita presentasi program ke perguruan. Presentasi program itu seperti target yang ingin dicapai apa, jadi perguruan tahu persis termasuk SDM yang dibutuhkan apa, kriteria SDM yang diinginkan sekolah seperti apa. Nanti kalau menurut perguruan program yang kita sampaikan kurang, ada masukan dari perguruan. Bahkan ketika


(43)

final, dihadiri oleh kepala sekolah yang lain, siapa tahu ada masukan dari sekolah-sekolah yang lain.

PKS kurikulum Dudi Kuswandi, SE membenarkan kalau terdapat rapat pimpinan dari semua sekolah DH dengan pihak perguruan. “Dari yayasan memang ada rapat kerja pimpinan dari TK sampai SMA, termasuk jajaran dari yayasan, termasuk perguruan yang membawahi pendidikan”. Koordinasi tersebut dilakukan secara formal yang dilakukan setiap awal tahun ajaran (antara Juni/Juli) yang membahas tema-tema pelatihan yang dibutuhkan dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) DH.

Kabid Renstra DH, Momon Kariman, MPd mengatakan bahwa rapat tahunan diadakan membahas tema-tema yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Di lain kesempatan kepala sekolah menjelaskan bahwa dalam menentukan tujuan program maka terlebih dahulu harus diketahui apa yang dibutuhkan guru. “Pertama dilihat dari kebutuhan, trus kebutuhan yang diperlukan sekarang apa. Ada juga yg rutin tentang RPP, media pembelajaran, itu yang standar. Tapi di luar itu, jika memang ada sesuatu yang baru dan kita butuhkan, kita laksanakan”.

Menurut PKS Kurikulum, bahwa terbentuknya visi misi sekolah tetap harus dibawah yayasan/perguruan. Berikut kutipan pernyataannya;

... bahwa terbentuknya visi misi tetep harus di bawah yayasan. Itu terbentuknya dari bawah, karena kan yang punya kekuatan itu bukan dari yayasan, tapi sekolah. Itu yang jadi rujukan. Sebetulnya baru tahun ini saya buat seperti itu, mau melakukan perubahan saya pak. melakukan perubahan. Jadi visi misi, apakah visi misi boleh gak dijabarkan lebih luas oleh sekolah (GS04:4)


(44)

Menurut AD/ART Perguruan DH menyatakan bahwa tujuan pembinaan pegawai tetap diarahkan untuk meningkatkan iman, taqwa, profesionalisme untuk kelancaran tugas (D/IP2). Dengan begitu kompetensi guru yang selalu menjadi perhatian adalah keseluruhan kompetensi guru yang mengarah pada sifat profesional guru ditambah aspek ketaqwaan dan aspek kepemimpinan sebagai seorang kader daqwah yang menunjukan ciri khas seorang pendidik di DH. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Sekolah DH berikut ini;

Karena guru untuk mendidik agama ke siswa tidak hanya oleh guru agama, pembelajaran kan holistik, jadi semua guru harus punya pemahaman agama. Secara tertulis atau tidak ya saya lupa ada persyaratan bahwa guru itu harus aktivis kampus, baik itu mahasiswa Islam atau aktivis lainnya. Selain dari memang tes agamanya juga, karena kita kan banyak kegiatan kesiswaan, itu harus dipegang oleh aktivis, termasuk pengelolaan kelas, walaupun dalam satu kelas itu ada dua Pembina yaitu wali kelas dan wali asuh. Jadi bener-bener mengelola kelas itu harus memiliki basic organisasi.

Hal serupa di katakan oleh Kabid Renstra Perguruan bahwa untuk merekut SDM, dari awal sudah ada sistem penyeleksian dari berbagai aspek, diantaranya: (1) agamanya karena DH merupakan sekolah Islam; (2) kemampuan pedagogik; dan (3) kemampuan memimpin di dalam sebuah tim. Darul Hikam sendiri memiliki guru-guru yang memiliki kemampuan sebagai pendakwah, semisal menjadi khotib pada sholat jumat ataupun penceramah. Hal ini diakui oleh sejumlah guru senior SMP DH yang mengatakan bahwa selain menjadi pembicara untuk masalah pendidikan beliau juga menjadi khotib sholat Jumat.

Menurutnya di lingkungan DH ini semua guru dituntut mampu untuk menjadi pengkhotbah/pendakwah atau penceramah. “Jadi selain guru juga


(45)

mereka adalah ustazd”(GS05). Guru yang lain mengatakan,” Pembicara iya, tapi bukan bahasa Inggris, tapi ceramah agama” (GS06). Senada dengan perkataan rekan-rekannya, guru lain juga mengatakan bahwa guru sebenarnya memiliki tanggung jawab yang sangat berat maka dituntut harus bisa mentransfer ilmu dan memberi contoh akhlak kepada siswa. Selanjutnya dikatakan, “Salah satunya yang paling prioritas disini akhlak dulu” (GM08).

b. Penentuan Program/Kegiatan

Dalam menentukan program saat ini, sekolah SMP DH terlebih dahulu menetapkan posisinya terkait dengan keunggulan mutu sekolah dan kompetensi SDMnya dengan berbagai cara, baik dilakukan dengan cara evaluasi internal pihak sekolah maupun berkoordinasi dengan pihak perguruan atau evaluasi eksternal sekolah. Hal ini dikutip dari pernyataan kepala sekolah berikut ini;

Tiap bulan kita laporan. Yang kita laporkan semua, mulai dari SDM, kegiatan, siswa, semua, ada formatnya. Kalau evaluasinya kita per 6 bulan. Pertama evaluasi internal tingkat sekolah, kemudian di perguruan. Evaluasi perguruan itu, pertama kan di awal kita sudah buat program, pencapaian targetnya itu apa. Setiap 6 bulan dievaluasi, tercapai gak apa yang kita targetkan, trus kendal-kendalanya apa.

Didalam penentuan posisi kualitas SDM/Guru, Bagian Evaluasi Perguruan Drs. H. Wildan Hizbullah yang juga mantan kepala sekolah SMP DH melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa dan mempelajari faktor-faktor penyebab termasuk kemungkinan faktor kurangnya kompetensi pendidik/SDM apabila terdapat nilai siswa yang jelek. Apabila telah ditemukan permasalahan maka bagian evaluasi menindaklanjuti melalui koordinasi dengan bidang Renstra


(46)

dan bidang SDM. Berikut keterangan yang disampaikan oleh Kabid SDM Perguruan DH, Amy Rahmawati, SH:

Jadi sebetulnya sistematika kerja di sini, antara renstra, evaluasi dan saya sendiri, pertama sebetulnya bagian pak wildan itu melihat kebutuhan di sekolah, dari evaluasi bulanan, evaluasi nilai siswa, kalau ternyata hampir kebanyakan siswa bermasalah karena guru nilai jeleknya, nanti kita liat apa kesulitannya, dari situ kita tahu harus dibawa kemana pelatihannya buat guru yang bersangkutan bisa. Dari sana, pelatihan-pelatihannya yang meng-create bagian SDM, jadi laporan evaluasi ke SDM.

c. Pengumpulan data

Dalam mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pengembangan guru, Kepala Sekolah DH melakukan pemetaan dengan berbagai cara, seperti melalui kegiatan terencana dengan cara mendata kebutuhan pengembangan kompetensi guru meliputi kompetensi profesional, pedagogik maupun kebutuhan sarana serta melalui kegiatan pengamatan untuk kebutuhan pengembangan kepribadiaan dan sosial. Berikut pernyataan kepala sekolah:

Jadi awal tahun seperti sekarang, saya sudah mendata untuk pemetaan kebutuhan guru seperti sarana apa yang dibutuhkan, kebutuhan keilmuannya apa. Tapi untuk kompetensi kepribadian dan sosial, mereka tidak menyampaikan, kita yang mengamati, o kayaknya guru ini sekarang butuh sentuhan ini. Tapi kalau yg sifatnya berhubungan dengan pedagogik dan profesional itu kita tanyakan. untuk sarana tahun depan apa yang dibutuhkan, dari awal sudah kita tanyakan sekarang

Instrumen EDS turut pula digunakan dalam pemetaan kebutuhan guru yang terintegrasi dalam kebutuhan sekolah serta instrumen implementasi 10 Budaya Berakhlak (BB). Diakui oleh kepala sekolah bahwa instrumen EDS digunakan bersama dengan instrumen tambahan yang menjadi ciri khusus DH.


(47)

Iya, menggunakan instrumen EDS yang ditetapkan oleh diknas tapi ada tambahan yang menjadi ciri khas sekolah kita yaitu implementasi 10 BB”. Untuk tingkat perguruan, pemetaan kebutuhan guru dilakukan dengan cara sharing informasi dengan MGMP. Menurut Kepala Bidang SDM, bahwa banyak masukan yang diterima dari MGMP, apalagi anggota MGMP dikelompokan berdasar mata pelajaran, tentunya kebutuhan guru per mata pelajaran akan banyak diperoleh.

Pihak perguruan sendiri melalui Kabid Renstra menjelaskan bahwa dalam proses identifikasi kebutuhan guru terdapat instrumen-instrumen yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan guru, seperti;

1) Instrumen supervisi yang dilakukan beberapa pihak, diantaranya: instrumen supervisi kepala sekolah, instrumen supervisi pembina dan instrumen supervisi pengawas

2) Dan juga nanti ada instrumen penilaian kinerja. Dari penilaian kinerja dan hasil supervisi itu disatukan.

3) Sering pula menggunakan instrumen event, misalkan perlombaan guru berprestasi. Jadi evaluasi program itu menghasilkan data-data yang memang diperlukan untuk pembinaan.

Hasil pengumpulan data yang menggunkan instrumen-instrumen tersebut didiskusikan oleh ketiga pihak supervisi dan dijadikan dasar untuk menentukan program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru. “ Jadi tiap tahun temanya


(48)

akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan yang merupakan hasil kajian dari aspek-aspek tadi” (RP03:02).

d. Action Plan

Didalam mendesain Program Pengembangan SDM, dilakukan pembagian kerja antara sekolah dan Perguruan dengan mempertimbangkan tupoksi masing-masing dan ketersediaan anggaran. Hal ini dijelaskan oleh kepala sekolah ketika ditanyakan mengenai pihak yang biasa membuat program kegiatan pengembangan guru di sekolah, beliau menjawab seperti berikut ini :

Lebih banyak sekolah. Biasanya kalau ada beberapa kegiatan yang tidak bisa didanai oleh sekolah, itu dilaksanakan oleh perguruan. Seperti kemarin pelatihan mind-mapping, kita panggil ahlinya, itu biayanya cukup tinggi. Sekolah mungkin berat, karena tidak semua sekolah dapat dana dari BOS, nanti sekolah yang memiliki dana lebih ikut nyumbang. Karena jika semuanya dibiayai oleh perguruan berat (KS10:2).

Menurut kepala bidang SDM, pihak perguruan DH membuat desain program berdasarkan kebutuhan sekolah dan berdasar tingkat besar-kecilnya anggaran. “Nanti paling perlakuannya beda, nanti kalau dari perguruan, setelah tahu apa lagi yang mau di-upgrade, trus kalau misalnya pembiayaan dan waktu di sekolah tidak memungkinkan, itu kita yang meng-create acaranya. Memang yang banyak ke metode sama content” (SP02:2). PKS Kurikulum membenarkan bahwa desain beberapa program yang ada disekolah banyak yang telah dirancang oleh pihak perguruan, berikut pernyataannya;

Betul, jadi sekarang tinggal menjalankan, karena kita kan di bawah pembuatan program awal itu di bawah yayasan, ya itu, kalau sekarang memang agak sedikit terbalik, karena saya ajukan khusus kalau bisa SMP


(49)

saya pengin bikin program itu dari bawah, ya dari sekolah dulu pak, nanti saya bawa ke forum yayasan, mempresentasikan program, tapi dengan tadi ranahnya tetep kita megacu pada budaya berprestasi, pada visi misi DH, motto DH, akhlak berprestasi akan kesana terus mengacunya (GS04:4).

e. Keterlibatan Pihak Internal dan Eksternal Sekolah

Didalam proses perencanaan pengembangan kompetensi guru di SMP DH, beberapa pihak ikut terlibat, baik orang-orang di internal sekolah maupun diluar sekolah, diantaranya;

1). Pihak internal : Pembantu Kepala Sekolah (PKS) Kurikulum, PKS Sarpras 2). Pihak eksternal : Orang tua/wali murid, pihak perguruan dan MGMP

Keterlibatan pihak internal sekolah yang melibatkan PKS Sapras dan PKS Kurikulum dalam perencanaan program pengembangan guru di sekolah, dinyatakan oleh Kepala Sekolah. “Biasanya kita bagi tugas, kalau yang berhubungan dengan sarana saya serahkan ke koordinator sarana, pak Agus silahkan mendata mereka butuh sarana apa saja. Tapi kalau yang berhubungan dengan pembelajaran, diserahkan ke kurikulum” (KS10:1).

PKS Kurikulum mengatakan bahwa orangtua wali dilibatkan dalam perencanaan program secara tidak langsung dalam bentuk usulan-usulan kepada pihak perguruan. Berikut kutipan pernyataannya:

Nah, orang tua wali biasanya dilibatkan di awal akhir pak, di awal dalam bentuk pencapaian program, program yang akan dilaksanakan, difokuskan pada orang tua siswa, nanti juga disana ada masukan-masukan pak ya, secara khusus memang tidak ada sih pak untuk membentuk suatu program dengan orang tua. Kita kan komitenya di bawah yayasan, jadi orang tua siswa bisa saja berkeinginnan menyampaikan ke yayasan, sangat mungkin. Oo langsung o dan Boleh tidak langsung ke sini ya? Tidak langsung ke SMP boleh, soalnya


(1)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menurut kepala sekolah bahwa perguruan mendukung program sekolah dengan cara memberikan otonomi kepada sekolah dan mendesentralisasi soal keuangan. Misal kalau ada kegiatan keluar negeri yang melibatkan guru-guru di lingkungan DH maka perguruan akan memberikan sokongan dana. Reward dan pembinaan sering pula diberikan oleh pihak perguruan kepada guru-guru. Reward kepada guru yang berprestasi biasanya dalam bentuk hadiah umroh yang sering dilakukan tiap tahun secara bergantian.Perlakuan yang diberikan oleh yayasan ke pihak sekolah dan guru-guru dilingkungan DH memberikan suasana yang kondusif bagi perkembangan kompetensi guru. Mereka merasa dihargai dan merasa seperti keluarga besar sehingga mereka memberikan sikap loyal kepada perguruan


(2)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar (2002). Guru Pokoknya kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitaitf. Bandung: Pustaka jaya.

Alma, B, dkk. (2010). Guru Professional, Menguasai Metode dan Terampil. Bandung: Alfabeta.

Armstrong, Michael. (2006). Performance Managemen Ed-3, Key Strategies and Practical Guidelines. London: Kogan Page.

Badan Penelitian dan Pengembangan. (2011). Survei Internasional PIRLS, Jakarta: Balitbang, Kemendikbud.[Online].

Tersedia:http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=11 [19 Februari 2012] ………..(2011). Survei Internasional TIMSS, Jakarta: Balitbang, Kemendikbud.[Online].

Tersedia: http:// http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=214 [19 Februari 2012] Bafadal, I. (2009). Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah:

Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Kerangka Manajemen peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Baedhowi .(2010). Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik dalam Upaya Mewujudkan Sumber Daya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri. [Online].

Tersedia:http://www.ispi.or.id/2010/05/07/pendidikan-guru-masa-depan-yang-bermakna-bagi-peningkatan-mutu-pendidikan . [2 Maret 2012]

Budimansyah, D.(2010). Merefleksi Mutu Profesional Guru. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN/Prof.Dr. _H._Dasim_Budimansyah%2C_M.Si/Mutu_Profesional_Guru.docx . [2 Maret 2012] Craft, A. (2002). A Practical Guide For Teachers and Schools, ed-2. New York:

RoutledgeFalmer.

Day, C & Sachs, J. (2004). International Handbook on the. London: Open University Press Mc Graw-Hill Education.

Guskey, Thomas R. (2000). Evaluating Professional Development. London: Corwin Press, Inc.

Hanafiah, M.Jusuf, dkk. (1994). Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri.


(3)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hattie, J. (2003). “Teachers Make a Difference What is The Research Evidence?” Makalah pada University of Auckland, Australian Council for Education Research.

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Funsional Guru dan Angka Kreditnya, Jakarta: Kemendiknas.

………..(2010) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Penyesuaian Jabatan Funsional Guru, Jakarta: Kemendiknas. ………..(2010). Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru: Pedoman Pengelolaan

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan(PKB), Jakarta: Kemendiknas.

Kementerian Pendidikan Nasional dan Badan Kepegawaian Negara. (2010). Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional Nomor 03/V/PB/ 2010 dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Jakarta: Kemendiknas dan BKN

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2009) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 Tentang Jabatan Funsional Guru dan Angka Kreditnya, Jakarta: Kemeneg PAN dan Reformasi Birokrasi

Leaton Gray, Sandra. (2005). An Enquiry into Continuing Professional Development for Teachers. London: Esmée Fairbairn Foundation. [Online]. Tersedia: https://ueaeprints.uea.ac.uk/27901/. [21Februari 2012]

Maleong.Lexy.J. (2010). Metodelogi Penelitian Kualitatif (Edisi revisi). Bandung: Rosda. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (1989) Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara no. 26/MENPAN/1989 Tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru Dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: MENPAN

Nasution, M.N. (2011). Manajemen Mutu Terpadu(Total Quality Management), Cet.2 Ed-2. Bogor: Ghalia Indonesia

Norlander, dkk. (2009). Guru Professional, Penyiapan dan Pembimbingan Praktisi Pemikir. Jakarta: PT Indeks.

Notoatmodjo, S. (2009). Buku Pengembangan Sumber Daya Manusia,. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Peter M. Senge, (1994). The Fifth Discipline. The Art and Practice of The Learning Organization. New York: Currency Doubleday.


(4)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Patton, M.Q. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Payong, M.R, (2011). Sertifikasi Profesi Guru,Konsep Dasar, Problematika, dan implementasinya. Jakarta: PT.Indeks.

Noe, R.A, Hollenbeck, J.R, Gerhart, B,Wright, P.M, (2010). Majanemen Sumber Daya Manusia, mencapai keunggulan bersaing Buku 1 Edisi 6, terjemahan dari buku aslinya Human Resource Mangement: Gaining a competitive Advantage. Jakarta: Salemba Empat.

Republik Indonesia. (1994). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994. Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta.

………..(2003).Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta.

………..(2005) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

………..(2005). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157. Deputi Menteri Sekretaris Negara. Jakarta.

………..(2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008. Tentang Guru, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

Robbin, Stephen P dan Coulter, Mary. (2010) Manajemen ed. kesepuluh jilid , Surabaya: Erlangga dan Perason Education, Inc.

Sagala, S. (2009). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sallis, E. (2010). Total Quality Management in Education. Jogyakarta: IRCiSoD. Sallis, E. (2011). Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. Jogyakarta: IRCiSoD.


(5)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Scales, P. et al. (2011). Continuing Professional Development in the Lifelong Learning Sector. England: Open University Press Mc Graw-Hill Education.

Schermerhorn, J.R. (2003). Manajemen Buku , edisi Bahasa Indonesia Management 5e, Yogyakarta: ANDI and John Wiley & Sons, Inc.

Spencer, Lyle M. (1993). Competence at Work. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Spencer, Phil. (2011). Surviving your Teaching Practice. London: Open University Press Mc Graw-Hill Education.

Sudarmanto, SIP, MSi. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Penertbit Pustaka Pelajar.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunyoto, Danang, (2011). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: CAPS

Sukmadinata, N,S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah ed. Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, D. (2007). Sistem &Manajemen Pelatihan, Teori dan Aplikasi, Bandung: Falah Production.

Thoha, Miftah. (2009). Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.

Universitas Pendidikan Indonesia (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Usman,H. (2010). dalam bukunya Manajemen, Teori dan Praktek dan Riset Pendidikan Edisi 3. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Wibowo, (2010). Manajemen Kinerja, ed-3. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.

Wood, F, Killian, J, McQuarrie, F, and Thompson S. (1993). How to Organize a School-Based Staff Development Program. Alexandria: ASCD.

Yuniarsih, T, Suwatno. (2009) Buku Manajemen Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian, Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.


(6)

Edward Ismail Suroyudo, 2012

Manajemen Cpd Continuing Professional Development Dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas GuruDi Smp Darul Hikam Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Zazin, N. (2011). Gerakan Menata Mutu Pendidikan, Teori &Aplikasi. Jogjakarta: Ar-ruzz media.