PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU SLB-B NEGERI CICENDO : Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Kelas VII SMPLB di SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia merupakan mahluk sosial dimana dalam proses kehidupanya tidak dapat hidup sendiri atau memenuhi kebutuhannya sendiri. Hubungan sosial merupakan aktivitas yang sangat mendasar bagi manusiadalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Manusia dalam melakukan hubungan dengan lingkungan sosialnya cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia dan lingkungan disekitarnya. Manusia dalam bersosialisasi ini selalu mengadakan penyesuaian dalam lingkungan sekitarnya. Penyesuaian merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan agar seseorang dapat diterima dengan baik di lingkungan dimana ia berada. Namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian

Sebagian besar orang menyadari adanya hubungan yang erat antara penyesuaian sosial dengan kebahagiaan serta keberhasilan pada masa anak-anak dan pada masa kehidupan selanjutnya. Anak yang dapat melakukan penyesuaian sosial secara baik akan memiliki dasar untuk meraih keberhasilan pada masa dewasa. Apabila seorang anak diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya, kondisi ini akan menghasilkan pola perilaku dan sikap yang akan membuka peluang bagi terciptanya keberhasilan dalam melakukan mobilitas sosial.

Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan sekitar. Hurlock ( 1991, hlm.287 ) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan dan keberhasilan penyesuaian diri seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dalam situasi-situasi tertentu secara efektif menandakan bawa ia telah berhasil dalam penyesuaian sosialnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Moh. Surya (1990, hlm.142) yang mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai suatu istilah yang merujuk kepada


(2)

proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

Seorang individu dalam proses penyesuaian sosial akan berhubungan dengan lingkungannya. Menurut Woodwoorth dalam W.A. Gerungan (1991, hlm.55) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungannya, yaitu a) individu dapat bertentangan dengan lingkungannya, b) individu dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungannya, c) individu dapat menggunakan lingkungannya, d) individu dapat berpartisipsi dalam lingkungnnya. Menyimak pendapat tersebut, dinyatakan bahwa salah satu jenis hubungan antara individu dengan lingkungan yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ini mengandung arti bahwa manusia dapat senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Penyesuaian sosial terjadi di dalam hubungan seseorang dengan orang lain membutuhkan beberapa kriteria. Untuk itu Harlock (1991, hlm.287) berpendapat terbahwa ada empat kriteria untuk tercapainya penyesuaian sosial antara lain a) penampilan nyata, b) kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap semua kelompok, c) sikap sosial, d) kepuasan pribadi. Berdasarkan pendapat tersebut penyesuaian sosial akan tercapai apa bila seseorang mampu memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Bila seorang anak mampu berprilaku memenuhi harapan kelompok, menyesuaikan diri dengann baik, bersosialisasi dengan baik serta puas dengan peranannya di dalam kelompok, maka dapat dikatakan bahwa anak telah dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik.

Penyesuaian sosial terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pembelajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar dapat mengembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, emosi maupun sosial. Suasana lingkungan sekolah tentunya sangat berbeda dengan suasana di lingkungan keluarga. Di sekolah siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kebiasaan dan peraturan yang berlaku di sana. Memasuki dunia persekolahan merupakan sebuah pengalaman yang berharga karena anak akan memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan


(3)

bersama orang lain, seperti guru, teman serta staf-staf sekolah yang memiliki usia dan karakteristik yang bervariasi.

Anak pada umumnya akan memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik, namun bagi penyandang tunarungu penyesuaian sosial bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam indera pendengarannya, sedangkan indera pendengaran merupakan indera yang cukup vital, terutama bagi anak-anak dalam memperoleh informasi untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Informasi mengenai lingkungan sekitar sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa kehilangan pendengaran dapat menghambat penyesuaian diri pada anak. Meadow (1987, hlm.97) berpendapat bahwa anak tunarungu mempunyai lebih banyak masalah penyesuaian dari anak-anak yang berpendengaran normal. Loeb dan Sarigami (1980) mengungkapkan bahwa penyandang tunarungu memiliki kararkteristik penyesuaian sosial yang disebabkan karena kesulitannya berkomunikasi, mereka akan hidup pada lingkungan yang terisolasi seperti kesulitan dalam berteman, cenderung pemalu, cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar dan cenderung bersosialisasi dengan peer group (kelompok tunarungu sendiri). Hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan, proses belajar, dan adaptasi mereka. Baik pada diri sendiri maupun dengan lingkungan sosialnya Kegagalan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diterima oleh lingkungan teman sebaya (Willis, 2004, hlm.66).

Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi anak tunarungu maka sangat diperlukan sejumlah data secara empiris mengenai berbagai hal yang menyangkut kemampuan penyesuaian sosial anak tunarungu di SLB N Cicendo, baik penyesuaian di dalam kelas yang menyangkut guru, teman dan materi pelajaran, maupun penyesuaian sosial di luar kelas yang menyagkut kegiatan ketika bermain. Untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian secara objektif.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui “Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu di SLB–B Negeri


(4)

B. FOKUS MASALAH

Agar penelitian ini terarah terhadap pokok persoalan yang akan diteliti, maka

rumusan masalah ini adalah “Bagaimanakah Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu di SLB N Cicendo”. Secara rinci dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah ?

2. Hambatan apa yang dihadapi siswa tunarungu dalam melakukan penyesuaian sosial di sekolah?

3. Upaya apakah yang dilakukan guru untuk menangani hambatan penyesuaian sosial tunaruungu di sekolah?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyesuaian sosial siswa tunarungu

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui penyesuaian sosial yang ditimbulkan siswa tunarungu di sekolah 2. Mengetahui hambatan yang dihadapi siswa tunarungu dalam melakukan

penyesuaian sosial di sekolah

3. Mengetahui upaya yang dilakukan guru dalam menangani penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini di harapkan memiliki manfaat ganda baik secara praktis, teoritis, maupun bagi pengembangan pribadi peneliti. Manfaat yang dimaksud dapat diungkapkan sebagai berikut

a. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini berguna untuk

1. Menambah wawasan dan pengetahuan baik secara teoritis maupun praktis khususnya tentang penyesuaian sosial siswa tunarungu tingkat SMPLB di SLB N Cicendo

2. Sebagai kajian dan panduan bagi guru maupun orang tua agar lebih memahami karakteristik anak khususnya siswa tunarungu tingkat SMP


(5)

sehingga memudahkan memberikan layanan pendidikan yang tepat baik di sekolah

b. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk

1. Memberikan pengetahuan atau kajian yang berhubungan dengan penyesuaiani sosial tunarungu tingkat SMP

2. Memberikan informasi yang berkaitan dengan penyesuaian sosial tunarungu tingkat SMP di sekolah

E. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI A. BAB I Pendahuluan

a. Latar belakang b. Fokus masalah c. Tujuan penelitian d. Manfaat penelitian B. BAB II Kajian Teori

a. Konsep dasar ketunarunguan b. Konsep penyesuaian sosial c. Penyesuaian sosial tunarungu d. Penelitian yang relevan C. BAB III Metode Penelitian

a. Metode penelitian b. Lokasi penelitian c. Subyek penelitian

d. Instrument penelitian dan teknik pengumpulan data e. Pemeriksaan keabsahan data

f. Tahap-tahap penelitian g. Teknis analisis data

D. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil penelitian

b. Pembahasan


(6)

a. Kesimpulan b. Saran


(7)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian yang berguna untuk memandu seorang peneliti dalam suatu penelitian yang berguna untuk memandu seorang peneliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2008, hlm.4) penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang fenomena yang berupa masalah penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo.

Pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif digunakan karena masalah yang diteliti merupakan fenomena yang terjadi di sekolah. hal tersebut sejalan dengan penelitian kualitatif yang didefinisikan oleh Denzim dan Lincoln (dalam Moleong, 2008, hlm.5) bahwa penelitian kualitaif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Data yang diperoleh bersifat apa adanya dengan diinterpretasikan dengan penjelasan secara kalimat. Dengan penggunaan deskriptif peneliti dapat mengetahui gambaran serta memperoleh informasi secara mendalam mengenai penyesuaian social tunarungu berdasarkan data empiris yang terjadi di lapangan.

Disamping itu penelitian ini berupaya untuk memaparkan fenomena sosial secara detail dan mendalam, sehingga penelitian ini berorientasi pada proses dari suatu gejala dan bukan pada hasil atau kesimpulan yang pasti. Krik dan Miller (dalam Moleong, 2008, hlm.4) :

‘Mendefinisikan penellitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam peristilahannya’.


(8)

Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa peneliti sendiri yang menjadi instrument dalam upaya mengumpulkan informasi sebagai data yang akan diteliti, sedangkan instrument lainnya hanya sebagai pelengkap.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB-B Negeri Cicendo, alasan peneliti mengambil SLB Negri Cicendo sebagai tempat penelitian karena di sekolah ini terdapat siswa tunarungu yang memiliki penyesuaian sosial yang berbeda-beda.

C. Subyek penelitian

Subjek penelitian merupakan unsur penting guna memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang siswa kelas VII SLB Negeri Cicendo Bandung.

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Pendekatan kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2008, hlm.305). Karena segala sesuatu yang akan dicari dari objek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Jadi peneliti adalah kunci dalam pendekatan kualitatif. Peneliti harus mengenal apa yang akan diteliti dan secara langsung melakukan seluruh kegiatan pengumpulan data seperti wawancara dan observasi, kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh.

Padasebuah penelitian tentunya dibutuhkan suatu instrument untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Nasution (1988) dalam Sugiyono (2008, hlm.306) menyatakan :

‘Dalam penelitian kualitatif , tidak ada pilihan lain daipada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah, bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk pasti. Masalalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba dan tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya penelitian itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya’.


(9)

Penelitian kualitatif instrument penelitiannya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian sederhana dimana instrument penelitian dikembangkan dalam penelitian ini yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yaitu acuan yang digunakan ketika penelitian melakukan wawancara, yang berisi pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan dan menetapkan pihak-pihak yang akan diwawancarai. Adapun pedoman wawancara yang dibuat berisi pertanyaan berkenaan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo Bandung. Dengan adanya pedoman wawancara diharapkan akan memudahkan peneliti untuk mendeskripsikan dan menggali lebih dalam mengenai penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo.

2. Pedoman observasi

Pedoman observasi adalah acuan dalam melakukan observasi atau pengamatan langsung terhadap kasus, sehingga akan diperoleh aspek-aspek yang diteliti secara langsung berdasarkan kepada pedoman observasi yang telah dipersiapkan. Pedoman observasi ini berisi tentang aspek-aspek penyesuaian sosial siswa tunarungu di SLB-B N Cicendo.

Adapun teknik penelitian yang digunakan sebagai berikut : 1. Teknik wawancara

Wawancara adalah satu teknik untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara terstruktur, dalam pelaksanaanya teknik ini mirip dengan percakapan informal. Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan pedoman wawancara agar tidak keluar dari fokus yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal dan berupa lembar pertanyaan.Dalam penelitian ini, wawancara ditunjukan 2 orang guru kelas. Wawancara terhadap guru kelas guna memperoleh informasi mengenai penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah pada kriteria penampilan nyata, penyesuain diri terhadap berbagai kelompok,sikap sosial dan kepuasan pribadi, beserta permasalahan yang dihadapinya , peran dalam


(10)

memfasilitasi siswa tunarungu untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah.

2. Teknik observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati penyesuaian sosial yang ditampilkan oleh remaja tunarungu di sekolah pada aspe-aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial dan kepuasan pribadi. Serta peran guru dalam menfasilitasi siswa tunarungu untuk mengembangkan penyesuaian sosialnya.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non-partisipatif untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung tanpa terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan sehingga tidak mempengaruhi kealamian dari segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian. Peneliti hanya melihat tingkah laku yang ditampilkan oleh siswa tunarungu secara alami berkaitan dengan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah. Dalam melakukan observasi peneliti selalu mencatat segala fenomena atau peristiwa yang terjadi dan memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Dokumentasi

Teknik ketiga yang dipakai peneliti adalah dokumentasi. Sama dengan halnya dengan observasi, dokumentasi ini dipakai untuk menguatkan data yang telah diperoleh sebelumnya. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk menelaah atau mengkaji data-data atau informasi yang berupa dokumen tertulis dan fotografi sebagai penunjang atau bukti secara fisik akan keadaan saat penelitian berlangsung, atau berfungsi sebagai pelengkap bukti-bukti dari data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini digunakan pula data berupa foto guna menunjang, melengkapi, dan mempertegas data hasil observasi dan wawancara. Peneliti memanfaatkan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.


(11)

E. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk menilai keabsahan atau kevalidan data-data yang diperoleh dalam proses pengumpulan data. Dalam melalukan pemeriksaan keabsahan data ini peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan suatu teknik yang tidak hanya sekedar menilai kebenaran data dan kedalaman penelitian atau memperoleh keabsahan penemuan-penemuan tersebut.

Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Hal ini dilakukan dengan jalan :

1. Membandingkan data hasil wawancara terhadap subjek penelitian dengan data hasil wawancara dengan sumber informasi lain dalam penelitian.

2. Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan. 3. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan

dengan penelitian.

4. Melakukan cek , melakukan perbaikan-perbaikan jika ada kekeliruan dalam pengumpulan informasi atau menambah kekurangan –kekurangan, sehingga informasi yang diperoleh dapat dilakukan sesuai dengan apa yang dimaksudkan informan.

F. Tahap-tahap Penelitian

Tahap yang berperan penting dalam membantu proses kualitatif adalah mengenai tahap-tahap penelitian. Usaha inilah yang nantinya dapat memberikan gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, keabsahan data, analisis data sehingga sampai pada penulisan penelitian. Mengenai tahap-tahap penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pra Lapangan

a. Menyusun rancangan penelitian

Kegiatan ini merupakan kegiatan awal dari serangkaiaan proses penelitian yang diajukan ke Dewan Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia.Setelah disetujui kemudian diseminarkan. Untuk melengkapi dan menyempurnakan


(12)

rancangan penelitian, peneliti melaksanakan konsultasi dan bimbingan intensif dengan Dosen Pembimbing I maupun Dosen Pembimbing II. Setelah itu peneliti menyusun rencana untuk terjun ke lapangan yang sesuai dengan latar belakang.

b. Memilih latar penelitian

Proses pemilihan latar penelitian ini diawali dengan data yang ditemukan penelliti terhadap SLB B Negeri Cicendo Bandung, bahwa pada sekolah tersebut terdapat banyak siswa tunarungu kelas VII SMP dengan berbagai macam karakteristik. Untuk itu penulis ingin mendapatkan deskripsi mengenai penyesuaian social siswa tunarungu kelas VII SMP di SLB tersebut.

c. Mengurus perijinan

Pengurusan perijinan yang bersifat administrative dilakukan dimulai dari tingkat Jurusan, Fakultas dan Universitas. Dari tingkat fakultas peneliti memperoleh surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing dan Surat Pengantar ke tingkat Universitas, yaitu kepada Rektor I melalui Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK). Setelah itu peneliti memperoleh surat rekomendasi untuk disampaikan pada Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung yang dilanjutkan kepada Dinas Pendidikan Kota Cimahi dan berakhir kepada Kepala Sekolah SLB B Negeri Cicendo Bandung.

d. Menyiapkan perlengkapan penelitian

Pada tahap ini peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang dibituhkan untuk memperlancar, memperjelas, dan mempermudah kegiatan pengumpulan data yng diperoleh dilapangan, adapun kegiatan pada tahap ini adalah mempersiapkan instrument penelitian yang terdiri dari kisi-kisi wawancara dan kisi-kisi observasi. Berdasarkan kisi-kisi yang dibuat, disusun pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan dan pedoman observasi berupa acuan tentang arah, sasaran, dan tujuan dari observasi yang akan dilakukan. Untuk mempermudah proses wawancara yang


(13)

dilakukan peneliti juga menyiapkan tape recorder untuk merekam hasil wawancara.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Maksud dari memahami latar penelitian ini adalah mengenal segala unsure lingkungan sosial, fisik dan keadaan sekolah serta untuk lebih mempersiapkan diri baik mental maupun fisik dan juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Memahami latar penelitian dimaksudkan pula untuk mengamati perilaku anak tunarungu ketika sedang mengikuti berbagai kegiatan disekolah. Peneliti pun selalu berhubungan dengan informan yang fungsinya sebagai pemberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Selain itu juga mengidentifikasi segala hal yang berkaitan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah.

b. Penarikan kasus

Berdasarkan pada permasalahan penelitian yaitu mengenai perilaku sosial anak tunarungu sebagai dampak sekunder dari ketunarunguannya, maka untuk membantu mempermudah pengumpulan data digunakan penarikan kasus dengan sumber data utama agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

c. Hubungan peneliti dengan subjek

Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, peneliti berupaya secara optimal membina dan menciptakan hubungan yang bersifat integrative dengan para subjek penelitian sebagai sumber data sehingga segala informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian diperoleh secara benar, akurat dan lengkap.

d. Peran peneliti

Peneliti berperan sebagai alat atau instrument utama dalam penelitian sehingga peranannya sangat berarti dalam upaya pengambilan data. Meskipun berperan sebagai instrument utama namun peran penelitian ini bersifat non partisipatif karena peneliti hanya menangkap, mengamati, dan mempelajari gejala-gejala yang terjadi dalam latar penelitian.


(14)

G. Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif memperoleh data dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Bogdan & Biklen, 1982 dalam Moleong ( 2010, hlm.248) menyatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya, menjadi satuan yang dapat dikelola, mengintesiskannya, mencari data dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.209-210) yang mencakup tiga kegiatan yang bersamaan yaitu :

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya. Selain daripada itu, peneliti juga memberikan kode pada aspek-aspek tertentu sehingga mempermudah dalam proses pencatatan di lapangan.

2. Display data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah membuat display data. Display data merupakan suatu cara menggolongkan data ke dalam kelompok yang disajikan baik ke dalam bentuk grafik ataupun matrik sehingga mudah dibaca dan dipahami serta menggambarkan keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Menarik kesimpuan atau verifikasi

Menarik kesimpulan dilakukan sejak awal hingga akhir proses penelitian guna mempermudah peneliti untuk mendapatkan makna dari setiap data yang masih dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil pada mulanya masih bersifat


(15)

sementara dan masih diragukan . Oleh karena itu, kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk menjadi tingkat kepercayaan penelitian.

Langkah terakhir dalam analisi data, peneliti melakukan penelitian atau interpretasi terhadap data yang telah dideskriipsikan dan membandingkannya dengan teori-teori yang relevan agar data-data tersebut memiliki makna.


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan , maka dapat disimpulkan

1. Penyesuaian sosial siswa tunarungu kelas VII di SLB-B N Cicendo Penyesuain sosial di sekolah yang ditunjukan oleh ketiga subyek berbeda-beda. Subyek BT dan CM menunjukan kemampuan penyesuain sosial disekolah dengan bersikap sesuai tata krama yang berlaku di sekolah, berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi total, menunjukan sikap simpati dan empati pada teman dan guru , bertanggung jawab dan menghargai teman. Di sekolah subyek BT berteman dengan teman yang lebih muda, sebaya dan dewasa sedangkan subyek CM berteman dengan teman sebaya dan dewasa. Berbeda dengan subyek BT dan CM, subyek A masih kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam menggunakan komunikasi total pada saat berkomunikasi dengan guru, selain itu subyek A tidak menunjukan sikap simpati terhadap teman maupun guru. Di sekolah subyek A berteman dengan teman yang lebih muda dan teman sebaya.

2. Hambatan yang dialami siswa tunarungu dalam penyesuaian sosial di sekolah

Sikap cepat marah dan mudah tersinggung merupakan hambatan penyesuaian sosial yang dialami oleh subyek BT dan CM. Apabila ada teman yang mengacuhkannya pada saat berkomunikasi ataupun pada saat bermain subyek BT dan CM akan marah dan tidak mau berkomunikasi dengan teman tersebut. Begitu pula bila ada teman yang mengejek subyek BT dan CM akan memusuhi temannya tersebut. Berbeda dengan subyek BT dan CM, subyek A memiliki kepribadian yang tertutup dan pemalu yang membuatnya sulit untuk menyesuaikan diri dengan kontak sosialnya. Subyek A jarang ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh teman-temannya seperti bermain ataupun berkomunikasi. Selain itu ketiga subyek seringkali datang terlambat ke sekolah.


(17)

3. Upaya yang dilakukan guru untuk menangani permasalahan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah

Pada saat menghadapi siswa tunarungu yang mudah marah dan tersinggung upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menanamkan sikap sabar pada saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan seperti diacuhkan oleh teman, dimusuhi, dimarahi atau diejek. Dalam menangani kepribadian yang tetutup pada anak tunarungu, guru lebih sering mengajaknya berkomunikasi, mengadakan diskusi dan kerja kelompok agar anak dapat lebih bersosialisasi dengan teman di kelasnya. Untuk menangani siswa yang sering terlambat , guru memberikan nasihat kepada siswa agar datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai, menyarankan siswa tidak tidur terlalu malam dan bangun lebih pagi serta menanamkan sikap disiplin pada setiap siswa.

B. REKOMENDASI 1. Bagi guru

Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan tentang bagaimana penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah serta memberikan penangan yang lebih maksimal dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah. Guru dapat membantu individu mengembangkan pola penyesuaian sosial yang disetujui secara sosial dengan menanamkan sikap-sikap yang dapat diterima oleh kelompok (ramah, sabar dan disiplin), memperkenalkan peraturan yang berlaku di sekolah seperti memakai seragam sesuai peraturan sekolah, datang tepat waktu dan memakai dan merawat fasilitas sekolah.

2. Bagi lembaga terkait

Pihak sekolah dan lembaga terkait diharapkan dapat mengembangkan penyesuaian sosial bagi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Hal yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial siswa yaitu dengan memberikan sanksi berupa teguran


(18)

pada siswa yang melanggar aturan atau tata tertib sekolah sehingga siswa lebih disiplin, mengadakan studi tour sehingga siswa dapat mengenal lingkungan baru serta mempererat hubungan sosial antar siswa dan guru, mengadakan kegiatan seperti kerja bakti sehingga dapat mempererat interaksi sosial dan menyesuaikan diri dengan teman-teman di sekolah.

3. Bagi orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai perbaikan dalam memberikan penanganan yang lebih maksimal dalam meningkatkan kemampuan sosial anak tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menanamkan sikap disiplin, sabar serta mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak dengan lebih sering mengajaknya berkomunikasi, lebih sering membawanya ke tempat umum sehinngaanak terbiasa dengan lingkungan baru dan bertemu dengan orang banyak .


(1)

dilakukan peneliti juga menyiapkan tape recorder untuk merekam hasil wawancara.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Maksud dari memahami latar penelitian ini adalah mengenal segala unsure lingkungan sosial, fisik dan keadaan sekolah serta untuk lebih mempersiapkan diri baik mental maupun fisik dan juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Memahami latar penelitian dimaksudkan pula untuk mengamati perilaku anak tunarungu ketika sedang mengikuti berbagai kegiatan disekolah. Peneliti pun selalu berhubungan dengan informan yang fungsinya sebagai pemberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Selain itu juga mengidentifikasi segala hal yang berkaitan dengan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah.

b. Penarikan kasus

Berdasarkan pada permasalahan penelitian yaitu mengenai perilaku sosial anak tunarungu sebagai dampak sekunder dari ketunarunguannya, maka untuk membantu mempermudah pengumpulan data digunakan penarikan kasus dengan sumber data utama agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

c. Hubungan peneliti dengan subjek

Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, peneliti berupaya secara optimal membina dan menciptakan hubungan yang bersifat integrative dengan para subjek penelitian sebagai sumber data sehingga segala informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian diperoleh secara benar, akurat dan lengkap.

d. Peran peneliti

Peneliti berperan sebagai alat atau instrument utama dalam penelitian sehingga peranannya sangat berarti dalam upaya pengambilan data. Meskipun berperan sebagai instrument utama namun peran penelitian ini bersifat non partisipatif karena peneliti hanya menangkap, mengamati, dan mempelajari gejala-gejala yang terjadi dalam latar penelitian.


(2)

G. Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif memperoleh data dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam. Bogdan & Biklen, 1982 dalam Moleong ( 2010, hlm.248) menyatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya, menjadi satuan yang dapat dikelola, mengintesiskannya, mencari data dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.209-210) yang mencakup tiga kegiatan yang bersamaan yaitu :

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya. Selain daripada itu, peneliti juga memberikan kode pada aspek-aspek tertentu sehingga mempermudah dalam proses pencatatan di lapangan.

2. Display data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah membuat display data. Display data merupakan suatu cara menggolongkan data ke dalam kelompok yang disajikan baik ke dalam bentuk grafik ataupun matrik sehingga mudah dibaca dan dipahami serta menggambarkan keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Menarik kesimpuan atau verifikasi

Menarik kesimpulan dilakukan sejak awal hingga akhir proses penelitian guna mempermudah peneliti untuk mendapatkan makna dari setiap data yang masih dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil pada mulanya masih bersifat


(3)

sementara dan masih diragukan . Oleh karena itu, kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk menjadi tingkat kepercayaan penelitian.

Langkah terakhir dalam analisi data, peneliti melakukan penelitian atau interpretasi terhadap data yang telah dideskriipsikan dan membandingkannya dengan teori-teori yang relevan agar data-data tersebut memiliki makna.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan , maka dapat disimpulkan

1. Penyesuaian sosial siswa tunarungu kelas VII di SLB-B N Cicendo Penyesuain sosial di sekolah yang ditunjukan oleh ketiga subyek berbeda-beda. Subyek BT dan CM menunjukan kemampuan penyesuain sosial disekolah dengan bersikap sesuai tata krama yang berlaku di sekolah, berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi total, menunjukan sikap simpati dan empati pada teman dan guru , bertanggung jawab dan menghargai teman. Di sekolah subyek BT berteman dengan teman yang lebih muda, sebaya dan dewasa sedangkan subyek CM berteman dengan teman sebaya dan dewasa. Berbeda dengan subyek BT dan CM, subyek A masih kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam menggunakan komunikasi total pada saat berkomunikasi dengan guru, selain itu subyek A tidak menunjukan sikap simpati terhadap teman maupun guru. Di sekolah subyek A berteman dengan teman yang lebih muda dan teman sebaya.

2. Hambatan yang dialami siswa tunarungu dalam penyesuaian sosial di sekolah

Sikap cepat marah dan mudah tersinggung merupakan hambatan penyesuaian sosial yang dialami oleh subyek BT dan CM. Apabila ada teman yang mengacuhkannya pada saat berkomunikasi ataupun pada saat bermain subyek BT dan CM akan marah dan tidak mau berkomunikasi dengan teman tersebut. Begitu pula bila ada teman yang mengejek subyek BT dan CM akan memusuhi temannya tersebut. Berbeda dengan subyek BT dan CM, subyek A memiliki kepribadian yang tertutup dan pemalu yang membuatnya sulit untuk menyesuaikan diri dengan kontak sosialnya. Subyek A jarang ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh teman-temannya seperti bermain ataupun berkomunikasi. Selain itu ketiga subyek seringkali datang terlambat ke sekolah.


(5)

3. Upaya yang dilakukan guru untuk menangani permasalahan penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah

Pada saat menghadapi siswa tunarungu yang mudah marah dan tersinggung upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menanamkan sikap sabar pada saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan seperti diacuhkan oleh teman, dimusuhi, dimarahi atau diejek. Dalam menangani kepribadian yang tetutup pada anak tunarungu, guru lebih sering mengajaknya berkomunikasi, mengadakan diskusi dan kerja kelompok agar anak dapat lebih bersosialisasi dengan teman di kelasnya. Untuk menangani siswa yang sering terlambat , guru memberikan nasihat kepada siswa agar datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai, menyarankan siswa tidak tidur terlalu malam dan bangun lebih pagi serta menanamkan sikap disiplin pada setiap siswa.

B. REKOMENDASI

1. Bagi guru

Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan tentang bagaimana penyesuaian sosial siswa tunarungu di sekolah serta memberikan penangan yang lebih maksimal dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa tunarungu di lingkungan sekolah. Guru dapat membantu individu mengembangkan pola penyesuaian sosial yang disetujui secara sosial dengan menanamkan sikap-sikap yang dapat diterima oleh kelompok (ramah, sabar dan disiplin), memperkenalkan peraturan yang berlaku di sekolah seperti memakai seragam sesuai peraturan sekolah, datang tepat waktu dan memakai dan merawat fasilitas sekolah.

2. Bagi lembaga terkait

Pihak sekolah dan lembaga terkait diharapkan dapat mengembangkan penyesuaian sosial bagi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Hal yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial siswa yaitu dengan memberikan sanksi berupa teguran


(6)

pada siswa yang melanggar aturan atau tata tertib sekolah sehingga siswa lebih disiplin, mengadakan studi tour sehingga siswa dapat mengenal lingkungan baru serta mempererat hubungan sosial antar siswa dan guru, mengadakan kegiatan seperti kerja bakti sehingga dapat mempererat interaksi sosial dan menyesuaikan diri dengan teman-teman di sekolah.

3. Bagi orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai perbaikan dalam memberikan penanganan yang lebih maksimal dalam meningkatkan kemampuan sosial anak tunarungu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menanamkan sikap disiplin, sabar serta mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak dengan lebih sering mengajaknya berkomunikasi, lebih sering membawanya ke tempat umum sehinngaanak terbiasa dengan lingkungan baru dan bertemu dengan orang banyak .