Umbu Damar Yudhistira

(1)

commit to user

MITIGASI BAHAYA BENCANA LONGSOR SAMPAH

DI TPA PUTRI CEMPO

TUGAS AKHIR

Disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program DIII Infrastruktur Perkotaan Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

OLEH :

UMBU DAMAR YUDHISTIRA

NIM: I 8707006

PROGRAM D3 INFRASTRUKTUR PERKOTAAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

MITIGASI BAHAYA BENCANA LONGSOR SAMPAH

DI TPA PUTRI CEMPO

TUGAS AKHIR Dikerjaan oleh:

UMBU DAMAR YUDHISTIRA I 8707006

Dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret dan diterima dengan memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya.

Pada hari : Tanggal : Dipertahankan di depan Tim Penguji:

1. Ir. Koosdaryani, MT ……….

NIP. 19541127 198601 2 001

   

2. Ir. Sulastoro R.I., MSi ……….

NIP. 19521105 198601 1 001

3. Ir. Solichin, MT ……….

NIP. 19600110 198803 1 002

Disahkan,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Disahkan, Ketua Program D-III Teknik

Jurusan Teknik Sipil UNS

Ir. Bambang Santosa, M.T. NIP. 19590823 198601 1 001

Ir. Slamet Prayitno, M.T. NIP. 19531227 198601 1 001 Mengetahui,

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, M.T. NIP. 19561112 198403 2 007


(3)

commit to user

iv

MOT T O

Or an g Yan g P al in g B ij ak s an a Adal ah Or an g

Yan g P al in g Men get ah ui B ah w a D ir in ya T idak

T ah u

Ak u B er f ik ir Mak a Ak u Ada

A L if e W it h out A R is k is A L ive U n l ived

Yan g B is a D il ak uk an S es eor an g T er h adap Mimpi

dan K eyak in an n ya Adal ah H an ya T in ggal

Memper cayain ya

T h e Man W it h T h e Gr eat es t S oul W il l Al w ays

F ace T h e Gr eat es t W ar W it h T h e L ow Min ded

P er s on s

K eaj aiban Mimpi, K eaj aiban Cit a- Cit a dan

K eaj aiban K eyak in an Man us ia T ak D apat

T er k ak ul as i D en gan An gk a B er apapun ...


(4)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini ku persembahkan untuk:

• Ibu, Bapak dan Kakakku untuk semangat, doa dan kepeduliannya.

• Seseorang yang menemaniku dan mengajariku arti sayang dan cinta.

• Sahabat- sahabat D3 Infrastruktur yang selalu mendukung dan membantuku, juga untuk kata “ Pie Mbu TA mu, wes rampung rung “ yang semakin membuatku termotivasi.

• Teman- Teman HMP D3 yang memberiku arti dari bersosialisasi.

• Sahabat- sahabat lama Twelve Past Five, masa SMA masa yang paling indah.


(5)

commit to user

ABSTRAK

Umbu Damar Yudhistira, 2011. Mitigasi Bahaya Bencana Longsor Sampah di TPA Putri Cempo.

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Sistem penanganan sampah yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta dan dilakukan hampir di seluruh kota di Indonesia adalah sistem open dumping atau

controlled landfill, sistem penanganan sampah dengan mengumpulkan dan

menimbun sampah di suatu lokasi pembuangan terpusat dengan sebutan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

TPA Putri Cempo, Kelurahan Jebres, Kecamatan Mojosongo yang berjarak ± 5 km dari pusat Kota Surakarta dibangun pada tahun 1985 dengan umur rencana 15 tahun, namun hingga sekarang sampah dari penjuru Kota Surakarta tetap di tampung di TPA Putri Cempo. Dengan tumpukan sampah yang telah overload dikhawatirkan terjadi berbagai persoalan menyangkut sampah seperti longsor sampah, dengan mengacu pada persoalan tersebut diperlukan mitigasi bahaya longsor sampah yang sesuai dengan karakteristik dan keadaan di TPA Putri Cempo.

TPA Putri Cempo yang telah overload, ketinggian timbunan sampah sesuai hitungan yang mencapai 9,5m sangat riskan terhadap longsor sampah, pemadatan yang kurang sempurna juga lereng tumpukan yang curam mencapai 700-800 dari permukaan tanah dapat memicu terjadinya longsor, sistem open

dumping dengan sampah yang hanya ditumpuk tanpa adanya penanganan khusus,

curah hujan rata- rata yang tinggi di kota Solo yang mencapai 2.200 mm per tahun dapat menyebabkan adanya air dengan volume besar menyebabkan beban yang berlebih terhadap tanah yang dapat mengakibatkan kurang stabil tanah dasar dan sampah akan terurai jika terdapat banyak air di tumpukan sampah. Gas methana yang tidak dikeluarkan dari tumpukan tanah dapat meledak sewaktu- waktu, bila ledakan terjadi di daerah lereng sampah dimungkinkan terjadinya longsor sampah.

Perlu adanya pengetahuan tentang longsor sampah menyangkut kemungkinan longsor, penyebab longsor dan terutama mitigasi longsor sampah perubahan sistem open dumping menjadi sanitary landfill, perlakuan khusus terhadap air permukaan yang terdapat pada tumpukan sampah, pemadatan sampah agar sampah tidak mudah longsor, mengatur lereng timbunan sampah agar tidak terlalu curam, diterapkannya sistem terasering pada lereng timbunan sampah, penyebaran timbunan sampah agar sampah tidak terlalu tinggi, pengendalian terhadap air lindi dan gas methana.


(6)

ABSTRACT

Umbu Damar Yudhishthira, 2011. Landslide Hazard Mitigation Disaster Waste in landfill Putri Cempo.

Trash is a consequence of human activity. Waste management system conducted by the government of Surakarta and performed almost all cities in Indonesia is a system of open dumping or controlled landfills, waste handling systems by collecting and hoarding garbage in a centralized disposal site with the title Final Disposal (TPA).

TPA Putri Cempo is 5 km away from the Village Jebres, District Mojosongo center of Surakarta was built in 1985 with a design life of 15 years, but until now trash from across the city of Surakarta in landfill capacity remains in Putri Cempo. With a pile of garbage that had been feared overload occur various problems related to waste like garbage landslide, with reference to the matter required that garbage landslide hazard mitigation in accordance with the characteristics and circumstances at the landfill Putri Cempo.

Putri Cempo landfill that has been overloaded, according to a count midden height reaching 9.5 m which is very risky to the landslide of garbage, the less perfect compaction piles, steep slopes also reach 700-800 from the soil surface can trigger landslides, systems with open dumping of garbage simply stored without any special treatment, the average rainfall is high in the city of Solo, which reaches 2200 mm per year can cause large volumes of water caused the excessive burden on the land which can lead to less stable base soil and waste will break down if there are many water in a pile of garbage. Methane gas that is not removed from the soil stack may explode at any time, when the explosion occurred in the area of possible occurrence of landslides slopes garbage dump.

It needs a knowledge of the garbage landslide regarding the possibility of landslides, causing landslides and landslide mitigation in particular changes in the system of open dumping waste into sanitary landfills, special treatment of surface water found on a rubbish heap, compacting trash for trash is not prone to landslides, set the slope to avoid landfill waste too steep, the slope terracing system implemented midden, midden spread for junk is not too high, control of leachate and methane gas.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik

Dengan adanya laporan Tugas Akhir ini, kami berharap semoga laporan ini berguna bagi para pembaca dalam mengetahui tentang mitigasi bahaya longsor sampah di TPA Putri Cempo, serta dapat menambah pengetahuan secara teori yang diperoleh di bangku kuliah, menambah wawasan serta pengalaman kerja di lapangan secara langsung.

Atas bimbingan, saran, arahan dan segala sesuatu yang bermanfaat dalam penyusunan tugas akhir ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

Ibu Ir. Koosdaryani, MT selaku Pembimbing Tugas Akhir, bapak Ir. Budi Utomo, MT selaku Pembimbing Akademik, teman-teman seperjuangan D3 Infrastruktur Perkotaan 2007, semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki sehingga dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan yang kami tidak sadari, maka kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan Tugas Akhir ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya

Surakarta, Februari 2011


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Maksud Dan Tujuan ... 3

1.5. Diagram Pokok Pikiran ... 3

1.6. Manfaat... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sampah ... 5

2.2. Macam Sampah ... 6

2.3. Sumber Sampah ... 7

2.4. Pembagian Jenis Sampah ... 8

2.5. Komposisi Sampah ... 9

2.6. Zat yang Terdapat Dalam Sampah ... 10

2.6.1. Air Lindi ... 10

2.6.2. Gas Methana ... 10


(9)

commit to user

ix

2.7.1. Pemadatan (bail press) ... 11

2.7.2. Lahan Urugan Terbuka (Open Dumping) ... 13

2.7.3. Lahan Urugan Terkendali ... 14

2.7.4. Lahan Urugan Saniter (Sanitary Landfill) ... 14

2.7.5. Pembakaran (incinerating) ... 15

2.7.6. Pengkomposan (composting) ... 16

2.8. Pemilihan Lokasi TPA ... 17

2.9. Produksi Bersih dan Prinsip 4R ... 20

2.10. Longsor ... 21

2.10.1. Pengertian Longsor ... 21

2.10.2. Jenis- jenis Tanah Longsor ... 22

2.11. Pengertian Bencana ... 24

2.11.1. Manajemen Bencana ... 24

2.11.2. Mitigasi Bencana ... 26

2.11.3. Mitigasi Bencana yang Efektif ... 27

BAB 3 METODOLOGI 3.1. Lokasi Penelitian ... 28

3.2. Waktu Pengambilan Data ... 29

3.3. Langkah-langkah Pengambilan Data ... 29

3.3.1. Pemohonan Ijin ... 29

3.3.2. Mencari Data atau Informasi ... 29

3.3.3. Mengolah Data ... 30

3.3.4. Penyusunan Laporan ... 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bencana Longsor Sampah ... 32

4.2. Pengendalian Longsor Sampah ... 33

4.3. Kondisi di TPA Putri Cempo ... 33

4.4. Bahaya Longsor Sampah di TPA Putri Cempo ... 34


(10)

commit to user

x

4.4.2. Kestabilan Lereng Tumpukan Sampah ... 37

4.4.3. Perlakuan Terhadap Sampah di TPA ... 38

4.4.4. Curah Hujan dan Air Lindi ... 38

4.4.5. Gas Methana ... 39

4.5. Mitigasi Bahaya Bencana Longsor Sampah di TPA Putri Cempo ... 40

4.5.1. Jumlah Tumpukan Sampah ... 40

4.5.2. Kestabilan Lereng Tumpukan Sampah ... 41

4.5.3. Perlakuan Terhadap Sampah di TPA ... 42

4.5.4. Curah Hujan dan Air Lindi ... 42

4.5.5. Gas Methana ... 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 45

Penutup ... 46

Daftar Pustaka ... 47


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 DiagramPokok Pikiran ... 3

Gambar 2.1 Diagran Alur Pengelolaan Sampah ... 19

Gambar 3.1 Peta Wilayah Surakarta ... 28

Gambar 3.2 Diagran Alir Pemikiran ... 30

Gambar 4.1 Letak TPA Putri Cempo ... 33


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Jumlah Sampah yang Masuk di TPA Putri Cempo Tahun 2000 Sampai


(13)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Seiring dengan tumbuhnya sebuah kota, bertambah pula berbagai beban yang harus diterima kota tersebut. Salah satunya adalah beban akibat dari sampah yang diproduksi oleh masyarakat perkotaan secara kolektif. Untuk kota-kota besar, sampah akan memberikan berbagai dampak negatif yang sangat besar apabila penanganannya tidak dilakukan secara cermat dan serius yaitu mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara.

Surakarta yang dikenal dengan nama Solo adalah salah satu kota dari Propinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta terletak disebelah barat Bengawan Solo dan hampir berada pada posisi pertengahan antara pantai utara dan pantai selatan Pulau Jawa. Pertumbuhan kota pada akhir-akhir ini cenderung ke arah sektor industri, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya permasalahan perkotaan, misalnya masalah sampah. (http://www.wikipedia.com/)

Kondisi geografi Kota Surakarta menurut Dinas PU merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 m dpl, dan terletak antara 110º 45’ 15” - 110º45’35” BT dan 7º36’00” - 7º56’00” LS. Suhu maksimum berkisar 32,5ºC dan minimum 21,9ºC dengan rata-rata tekanan udara 1010,9 MBS. Kelembaban udara 70 % dan kecepatan angin 04 knot dan arah angin 240º. Luas wilayah Kota Surakarta 44,040 km2. Kondisi monografi Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan, 51 kelurahan, 590 RW, 2.530 RT, 125.975 KK dan jumlah penduduk 553.411 jiwa.

Seperti pada saat ini, sistem penanganan sampah yang popular dan dilakukan hampir di seluruh kota di Indonesia adalah sistem open dumping atau controlled


(14)

mengumpulkan dan menimbun sampah di suatu lokasi pembuangan terpusat

dengan sebutan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).(http://perencanaankota.blogspot.com)

Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, setiap orang menghasilkan sebanyak ± 0,8 – 0,9 kg sampah setiap hari sehingga Kota Surakarta dengan jumlah penduduk yang pada saat ini mencapai ± 0,55 juta orang, sampah yang harus ditangani berkisar antara 440 ton sampai 495 ton atau setara dengan ± 1.400 m3 sampai 1.500 m3 setiap hari. Volume sampah Kota Surakarta diyakini akan terus bertambah.

Sampah yang dihasilkan oleh penduduk dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang tersebar di semua sudut Kota Surakarta. Sebagiaan besar atau ± 60 % dari sampah tersebut diangkut menuju ke TPA Putri Cempo, Kelurahan Jebres, Kecamatan Mojosongo yang berjarak ± 5 km dari pusat Kota Surakarta.

Sampah yang terus ditimbun tanpa adanya penanganan akan membawa berbagai dampak bagi lingkungan, seperti pada udara, air maupun tanah. Timbunan sampah sendiri dimungkinkan berdampak bencana longsor bila tidak ditangani secara tepat.

Perlu diciptakan suatu sistem pengelolaan sampah yang secara menyeluruh dan terorganisir yang dapat menyelesaikan permasalahan sampah itu sendiri juga mitigasi yang tepat untuk berbagai kemungkinan bencana di lokasi TPA.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah maka di susun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Faktor- faktor apakah yang dapat memicu terjadinya longsor sampah di TPA Putri Cempo?


(15)

commit to user

3

Tumpukan Sampah di TPA Putri Cempo Semakin Bertambah

1.3Batasan Masalah

Karena terbatasnya waktu pembuatan Tugas Akhir, maka perlu adanya batasan-batasan dalam:

1. Waktu pengambilan data dilakukan pada tahun 2010.

2. Pencarian/ pengambilan data, di lokasi TPA Putri Cempo, Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta.

1.4Maksud Dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengetahui faktor- faktor apakah yang dapat memicu terjadinya longsor sampah di TPA Putri Cempo.

2. Mengetahui upaya mitigasi terjadinya longsor sampah di TPA Putri Cempo.

1.5Diagram Pokok Pikiran

Diagram pokok pemikiran dalam laporan Tugas Akhir ini seperti yang tertera pada gambar 1.1 berikut

Sampah di TPA Putri Cempo Yang Menggunung dan Tidak Dipadatkan Sempurna Dapat Mengakibatkan

Longsor Sampah

Belum Adanya Penanganan Serius Menyangkut Kemungkinan Longsor Sampah di TPA Putri Cempo

Diperlukan Mitigasi Kemungkinan Longsor Sampah yang Tepat di TPA Dengan sistem Open Dumping Sampah di TPA Putri Cempo Hanya di Tumpuk Tanpa Ada Penanganan Lain


(16)

1.6Manfaat

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini ditujukan untuk berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui mitigasi bencana longsor sampah di TPA Putri Cempo

2. Bagi petugas/ pengawas

Hasil penelitian ini dapat mendorong petugas di TPA Putri Cempo lebih mengetahui tentang bencana longsor sampah dan mitigasi bencana longsor sampah

3. Bagi pemerintah

Bahan masukan pemerintah daerah, khususnya Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta agar lebih memperhatikan lagi kemugkinan bencana longsor sampah dan cara penanggulangan serta mitigasinya.

4. Bagi masyarakat

Informasi pada masyarakat tentang permasalahan bencana longsor sampah di TPA Putri Cempo.


(17)

commit to user

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola supaya tidak membahayakan bagi lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Budi Utomo dan Sulastoro, 1999).

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-2454-1991).

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa- sisa bahan yang mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).

Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya(Anonim,1986).

Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, 1993).


(18)

2.2 Macam Sampah

Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999) macam sampah digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Berdasarkan jenisnya sampah dapat dipilahkan menjadi 3 macam yaitu: a.Sampah yang mudah membusuk (garbage)

Sampah ini terdiri atas bahan-bahan organik, antara lain sisa makanan, sisa sayuran, sisa buah-buahan, yang kemudian sering disebut dengan sampah basah.

b.Sampah yang tak dapat/sukar membusuk (rubbish)

Sampah jenis ini terdiri atas bahan organik maupun anorganik, misalnya pecahan botol, kaca, besi, sisa bahan bangunan, yang kemudian disebut dengan sampah kering.

Kelompok rubbish ini dapat dipilahkan menjadi 2, yaitu: 1. Yang dapat dibakar (combustible rubbish)

Contoh: kertas, plastik, kayu, kulit, tekstil, karet. 2. Yang tidak dapat dibakar (non combustible rubbish)

Sampah ini juga dapat dikelompokkan menjadi:

a. Metalic rubbish, misalnya sampah besi, timah, seng, alumunium,

dan lain-lain.

b. Non metalic rubbish, misalnya pecahan botol, gelas, tembikar, kaca,

dan lain-lain.

c.Sampah yang berbentuk partikel halus (ashes and residues)

Sampah yang berasal dari sisa pembakaran kayu, batubara, arang, dan sisa pembakaran lain dari semua fasilitas yang ada di rumah, toko, instansi dan industri yang digunakan untuk tujuan memasak, memanggang ataupun membakar.


(19)

commit to user

7

2. Berdasarkan teknik pengelolaan dan jenis pemanfaatannya sampah dapat dibedakan menjadi:

a. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali

Contoh: dibuat pupuk kompos, makanan ternak, bubur kertas. b. Sampah yang dapat dibakar/digunakan untuk bahan bakar Contoh: untuk briket, untuk biogas.

c. Harus dibuang karena pertimbangan ekonomis atau berbahaya Contoh: sampah B3.

2.3 Sumber Sampah

Sumber/asal sampah dapat dipilahkan menjadi 7 macam, yaitu: 1. Daerah pemukiman/rumah tangga

Umumnya merupakan sampah basah/organik. 2. Daerah komersial

Meliputi sampah yang berasal dari pasar, pertokoan, restoran. Umumnya dominan sampah organik.

3. Daerah institusional

Terdiri atas sampah yang berasal dari perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan lain-lain.Umumnya merupakan sampah kering.

4. Daerah terbuka

Antara lain sampah yang berasal dari pembersihan jalan, trotoir, taman dan lain-lain.Umumnya merupakan sampah organik dan debu.

5. Daerah industri

Yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa kegiatan industri, sangat tergantung kepada jenis industrinya.


(20)

Semua bahan yang berasal dari kegiatan tersebut, dapat berupa pecahan bata, kayu, besi dan lain-lain.

7. Rumah sakit/poliklinik

Sampah di lokasi ini dapat berasal dari sampah kantor, sampah bekas operasi, pembalut dan lain-lain.

2.4 Pembagian Jenis Sampah

Pembagian jenis/macam sampah dapat ditinjau dari beberapa segi, tergantung pada maksud atau tujuan pengelompokan itu.

1. Menurut bentuk/asal sumber a. Kayu : asal produk kayu

b. Pertanian : asal tumbuh-tumbuhan/ tanaman atau dari binatang/ternak c. Logam : asal industri

2. Berdasarkan asal pemakai/ sumber sampah a. Domestik (pemukiman)

b. Komersial (toko, daerah pedagangan, dll) c. Sisa-sisa bongkaran

d. Buangan padat industri e. Lain-lain (jalan utama, pasar)

3. Berdasarkan cara pengumpulan dan pengolahannya : a. Classified refuse

1. Garbage (sampah basah)

Sampah basah biasa disebut sebagai sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang bisa terurai secara alamiah/biologis. Misalnya adalah sisa makanan, daun-daunan, sampah dapur, dll.

2. Rubbish (sampah kering)

Sampah kering biasa disebut sebagai sampah anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis


(21)

commit to user

9

sehingga penghancurannya membutuhkan penanganan lebih lanjut. Misalnya adalah plastik dan styrofoam.

b. Sub refuse

1. Combustible (dapat dimusnahkan)

Sampah ini biasanya mudah terurai atau terbakar. Misalnya kertas, kain, plastik, kayu, dan sebagainya.

2. Uncombustible (tidak dapat dimusnahkan)

Sampah ini biasanya tidak bisa terurai ataupun terbakar. Misalnya kaleng, kaca, besi, atau logam dan sebagainya.Ashes (debu)Benda yang tertinggal dari pembakaran kayu, arang, atau benda yang terbakar.

2.5 Komposisi Sampah

Komposisi sampah bervariasi untuk setiap daerah dan setiap waktu, tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi produksi sampah antara lain :

1. Jumlah penduduk dan kepadatannya

Setiap pertambahan penduduk akan diikuti oleh kenaikan jumlah sampah, demikian juga daerah perkotaan yang padat penduduknya memerlukan

pengelolaan sampah yang baik. 2. Tingkat aktivitas

Dengan semakin banyaknya kegiatan atau aktivitas, maka akan berpengaruh pada jumlah sampah.

3. Pola hidup atau tingkat sosial ekonomi

Banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi oleh manusia juga berpengaruh pada jumlah sampah.

4. Letak geografi

Daerah pegunungan, daerah pertanian akan menentukan jumlah- jumlah sampah.

5. Iklim


(22)

6. Musim

Musim gugur, musim semi, musim buah–buahan juga mempengaruhi jumlah sampah.

7. Kemajuan teknologi

Pembungkus plastik, daun, perkembangan kemasan makanan, obat juga mempengaruhi jumlah sampah.

2.6 Zat yang Terdapat Dalam Sampah 2.6.1 Air Lindi

Menurut Effendi (2003), air lindi adalah suatu cairan yang tercampur dengan sampah, ini dapat berupa sisa- sisa cairan dalam sampah seperti sisa cairan sabun, detergen, parfum, minuman dan lain- lain yang tercampur dengan sampah lain. Air lindi juga dapat berasal dari hujan yang tercampur dengan sampah. Air lindi membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk dari degradasi sampah. Air lindi banyak mengandung senyawa- senyawa organik dan anorganik dengan konsentrasi yang tinggi, ini sangat berbahaya jika tidak ditangani secara serius.

2.6.2 Gas Methana

Gas methana ialah gas yang terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4). Gas methana adalah gas alam tanpa warna, berbau, dan mudah terbakar.

Biang penguraian itu adalah bakteri pembusuk dan terjadi di tempat yang nihil oksigennya (anaerob). Survei yang dilakukan sebelum terjadi longsor oleh pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Enri Damanhuri menunjukkan, konsentrasi gas methana di TPA Leuwigajah sangat kritis yaitu mencapai 10 hingga 12 persen. Gas methana dapat menimbulkan ledakan jika memiliki konsentrasi 12 persen. Inilah mengapa sebelum tumpukan sampah itu


(23)

commit to user

11

longsor, terjadi ledakan yang sangat keras. Bila ledakan ini terjadi di dekat tebing akan sangat memungkinkan terjadi longsor sampah.

Pakar persampahan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ir Firman L Syahwan MSi mengatakan, ledakan yang terjadi karena gas methana yang dihasilkan sampah bereaksi dengan udara. Gas methana yang tertumpuk oleh berton-ton sampah terjebak dan volumenya terus meningkat seiring dengan bertambahnya sampah. Ketika timbunan gas dalam volume besar ini bersentuhan dengan udara, terjadilah pijar api yang disertai ledakan.

Gas methana memang punya sifat mudah terbakar, bahkan meledak seperti bom jika terkena oksigen dalam rasio kecil yakni 14 bagian oksigen berbanding satu bagian methana. Tak mengherankan, di tempat pembuangan sampah kerap terjadi kebakaran yang tak jelas asal usulnya.

2.7Sistem Pengolahan Sampah di TPA

Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999) ada beberapa macam sistem pengolahan sampah di TPA, antara lain:

2.7.1 Pemadatan (bail press)

Sistem bail press atau bala press sebenarnya bukan merupakan sistem pengolahan langsung terhadap sampah, melainkan lebih kepada tindakan persiapan yang dilakukan terhadap sampah untuk memudahkan proses selanjutnya. Teknologi utama pemrosesan sampah dengan cara ini adalah mesin yang berfungsi memadatkan dan membentuk sampah menjadi bola (bal). BALA sebenarnya adalah nama sebuah perusahaan Swedia, yang pabriknya berlokasi di Nossebro dekat Gothenburg. Di Indonesia tempat pembuangan yang sudah menerapkan sistem ini adalah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bojong.

Di TPST Bojong sampah yang dibawa truk dari Jakarta dituang ke bak penampungan di ruang tertutup, lalu sampah tersebut dipisahkan antara sampah basah organik dan sampah kering non-organik. Untuk sampah basah organik akan digunakan untuk bahan membuat kompos, sedangkan sampah non-organik akan masuk ke konvenyor (ban berjalan). Saat ban bergerak pekerja memilah sampah


(24)

berharga yang bisa didaur ulang. Sampah yang bisa terbakar masuk ke mesin pembakaran bertemperatur tinggi (incinerator). Sisa yang tidak mungkin diolah baru masuk ke mesin bala press. Mesin bala press akan memadatkan dan mengemas sampah dalam bentuk bal-bal bulat. Bal-bal sampah akan dibungkus plastik film berwarna putih yang tahan lama, kedap udara, dan tidak tembus air. Bulatan berdiameter 1,2 meter itu lalu ditimbun dan ditutup tanah. Dalam waktu 25 tahun bukit sampah bisa ditanami dan dimanfaatkan (Deffan Purnama dan Fitrio, 2004).

Ada dua jenis mesin yang dapat digunakan untuk pengolahan sampah sistem bala

press ini. Pertama, mobile baler. Jenis mesin bala pres ini dapat mengolah

sampah dalam bal sebanyak 12-15 bal per jam. Kedua, mobile baler tornado. Mesin ini dapat mengolah sampah dalan bentuk bal sebanyak 20-25 bal per jam. Untuk lebih jelasnya proses pembentukan/pengepresan bala dengan mesin bala

press adalah sebagai berikut:

1. Material dimasukkan ke dalam ruang pembentukan bola sampah sampai dicapai tekanan penuh.

2. Untuk mempertahankan bentuk bola yang ada, jaring atau plastik film dimasukkan ke dalam ruang pembentukan bola.

3. Ruang pembentukan bola terbuka dan bola sampah yang ada dipindahkan ke unit pembungkusan.

4. Sementara bola sampah dibungkus lengan pembentuk bola akan kembali ke posisi awal, siap untuk menjalankan proses baru.

5. Bola-bola yang dibungkus kini masuk ke konvenyor. Proses berjalan 2-3 menit dan sepenuhnya dijalankan oleh komputer.

Keunggulan sistem bala press ini adalah tidak ada pencemaran limbah cair, karena cairan dari hasil pengepresan akan dibawa ke tempat pembuangan tinja, selain itu tidak akan menimbulkan gas beracun karena sampah yang telah dipres dibungkus dengan plastik yang tidak tembus cahaya serta kedap udara dan air sehingga bisa menghindari proses biologis. Karena kedap air dan udara sampah tersebut tidak menimbulkan bau sehingga tidak mengundang lalat karena daya penciumannya tidak dapat menembus plastik pembungkus tersebut. Pencemaran


(25)

commit to user

13

terhadap air tanah juga tidak akan terjadi karena sampah langsung diolah ke dalam mesin, yang pasti prinsip sistem ini adalah tidak ada penumpukan sampah dan tidak menimbulkan bau.

2.7.2 Lahan Urugan Terbuka (Open Dumping)

Open dumping adalah salah satu sistem penanganan sampah yang paling

sederhana yaitu sampah ditimbun di areal tertentu secara terus menerus tanpa ditimbun dengan tanah penutup (penimbunan secara terbuka). Pembuangan sistem open dumping sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu akan menimbulkan leacheate di dalam lapisan timbunan dan seterusnya akan merembes kelapisan tanah di bawahnya. Leacheate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti lalat dan tikus. Meskipun menimbulkan dampak negatif sistem ini masih banyak digunakan di kota-kota di Indonesia. Menurut data yang diperoleh dariJICA and PT. Arconin, dari 46 kota di Indonesia 33 diantaranya masih menggunakan sistem open dumping ini, termasuk Kota Surakarta, mungkin dikarenakan biaya operasionalnya yang murah dan pengoperasian yang relatif mudah.

Tapi sekarang, ada baiknya pemerintah daerah kota setempat mulai berpikir untuk mengganti sistem open dumping ini, karena menurut sumber yang didapat dari Media Indonesia, tanggal 22 Januari 2008 menyebutkan bahwa akan dibuat Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan sekarang rancangan undang-undangnya telah dibuat, jika Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah (RUU Sampah) itu disahkan, open dumping tanpa pemrosesan akan dihilangkan dan sistem sanitary landfill akan berlaku secara ketat.

Pemerintah daerah diberi waktu 5 tahun untuk mengganti sistem open dumping ke sistem sanitary landfill. Asisten Deputi urusan Pengembangan Peraturan Perundang-undangan dan Perjanjian Internasional di Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Yazid Nurhuda menyebutkan sanksi yang berlaku bagi kelalaian

open dumping masih akan diatur lewat peraturan daerah (perda) setelah RUU


(26)

mencakup pembuangan sampah tidak pada tempatnya, mencampur sampah dengan B3 (bahan berbahaya dan beracun), membakar sampah, dan open

dumping. Keempat hal ini dinyatakan ilegal.

2.7.3 Lahan Urugan Terkendali

Prinsip pembuangan akhir ini yaitu lahan urug terbuka sementara, dengan selalu dikompaksi/pemadatan sampah setebal 60 cm dan diurug dengan tanah lapisan kedap setebal 15-30 cm dalam setiap periode 7 hari berturut-turut.

2.7.4 Lahan Urugan Saniter (Sanitary Landfill) Sistem ini ada 4 metode, yaitu:

1. Medan urugan penyehatan (area fill)

Metode ini sampah dibongkar lalu ditimbun di permukaan tanah dan diratakan dengan buldoser, dipadatkan 5 kali jalan sampai membentuk satu lapisan sampah padat setebal 60 cm. Proses ini berlanjut sampai menghasilkan 4 lapisan sampah sehingga kita akan mendapatkan 240 cm (2,4 m) sampah yang terkompaksi (terpadatkan), baru kemudian diurug dengan tanah urug dan dipadatkan juga dengan buldoser sebanyak 5 kali jalan hingga mencapai tebal 15 cm. Lapisan tanah terkompaksi disebut dengan urugan harian atau daily

cover dan timbunan sampah setebal 2,4 m tersebut disebut sel. Jika sudah

mencapai operasi selama 3 bulan maka tebal lapisan urugan dibuat setebal 60 cm.

Untuk melepas gas-gas akibat proses dekomposisi anaerobik dari bahan-bahan organik yang ada dalam sel maka pada setiap jarak atau luas tertentu perlu diberikan fasilitas ventilasi dengan cara dari dasar penimbunan sel diletakkan pipa PVC dengan diameter lingkaran 20 cm, diisi dengan koral/kerikil sehingga pada setiap tingkatan timbulan pipa diangkat dan batu koral akan tertinggal sebagai media porus untuk melepas gas. Akhirnya pada lapisan teratas perlu dibuat ventilasi seperti halnya septic tank. Gas yang keluar dari timbunan tersebut terdiri dari 50% gas methane dan 50 % lagi gas carbon


(27)

commit to user

15

dioxide. Gas buangan yang paling berbahaya adalah gas methan, gas ini dapat

meledak jika bercampur dengan oxygen.

Selain gas dari timbunan akan menghasilkan air sampah yang disebut

leacheate. Untuk mengatasi hal ini pada saat menimbun sampah kemiringan

sampah sebaiknya diatur, agar air sampah dapat mengalir di saluran drainase yang menuju kolam oksidasi untuk menetralkan air sampah tersebut. Jika tidak dinetralkan air sampah tersebut sangat berbahaya sebab di dalam air sampah tersebut terkandung bahan-bahan berbahaya seperti metal, larutan kimia dan bahan-bahan lain yang dapat mengkontaminasi air tanah.

2. Lereng urug penyehatan (slope/ramp fill)

Prosesnya sama seperti area fill, bedanya proses pengurugan dan pelapisan dari bawah ke atas sehingga mencapai tinggi teratas.

3. Gali urug (trench fill)

Prinsipnya sama dengan area fill, bedanya sampah dimasukkan ke dalam galian/parit yang sudah disediakan terlebih dahulu. Metode ini diterapkan bila lapisan tanah relatif dalam.

4. Canyon, rit, quarry fill

Prinsipnya sama dengan area fill, bedanya untuk metode ini digali di suatu lembah.

2.7.5 Pembakaran (Incineratting)

Proses pemusnahan sampah dengan sistem ini adalah dengan cara pembakaran sampah dengan menggunakan mesin yang disebut incinerator. Proses ini memerlukan biaya yang sangat besar untuk membeli dan membangun unit pembakaran sampah tersebut. Untuk sebuah mesin incinerator dengan kapasitas pembakaran sampah 3000 ton/hari memerlukan investasi 4,3 triliun (Pakar

Sanitary Landfill pada Kelompok Konstruksi Habitat Buatan, P3 Teknologi Lingkungan BPPT, Dipl.Ing.Ir. HMHB Hengky Sutanto, MSc). Bila diterapkan di

Indonesia, pada saat ini teknologi incinerator masih sulit di terapkan dan termasuk teknologi yang mahal, mengingat persentasi sampah terbesar di Indonesia adalah sampah organik atau sampah basah dengan kandungan air yang


(28)

tinggi sehingga memerlukan proses pengeringan terlebih dahulu kemudian baru bisa dibakar, karena mesin incinerator sebenarnya tidak bisa membakar sampah basah.

Ditinjau dari sudut hasil akhir yang dicapai dalam upaya pemusnahan sampahnya, proses ini memang mempunyai tingkat efektivitas tinggi. Sampah-sampah yang akan dimusnahkan, dikumpulkan dalam jumlah tertentu sesuai dengan kapasitas mesin incinerator yang digunakan. Sampah yang telah siap dibakar dimasukkan ke dalam mesin tersebut dan dilakukan proses penghancuran dengan menggunakan api yang disemburkan dengan tekanan yang sangat tinggi sehingga hampir bisa dipastikan semua sampah yang dimasukkan akan hancur menjadi abu. Namun permasalahan menggunakan sistem ini, selain membutuhkan biaya yang besar jika tidak disertai dengan sistem kontrol udara yang memadai akan mengganggu lingkungan yaitu adanya polusi udara akibat asap pembakaran yang dihasilkan mesin tesebut. Pengeluaran debu yang berlebihan pun akan menyebabkan gangguan di tempat kerja, debu-debu tersebut dapat menghalangi pandangan para pekerja, selain itu pada temperatur di atas 1800° F, lelehan dari beberapa metal yang ikut masuk akan mempercepat kerusakan tungku.

Pemerintah di negara-negara maju yang telah menggunakan mesin ini antara lain Singapura dan Jepang telah mempertimbangkan kembali penggunaan incinerator karena faktor pencemaran udara yang dihasilkan, selain itu karena sifat dari sistem ini adalah pemusnahan secara total maka tidak bisa diharapkan sebuah turunan dari proses tersebut yang mempunyai nilai ekonomis. Masa pengembalian nilai investasi yang ditanamkan pada sistem ini membutuhkan waktu yang lama, karena pemasukan yang diperoleh pada investasi incinerator ini hanya dari

tipping fee atau biaya pemusnahan sampah saja.

2.7.6 Pengkomposan (Composting)

Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied dalam Lilis Sulistyorini, 2005).


(29)

commit to user

17

Sampah di kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, sampah yang rubbish harus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang di manfaatkan menjadi kompos hanya sampah jenis garbage saja (Wied dalam Lilis Sulistyorini, 2005).

Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Proses pembusukan dan penghancuran sampah menjadi kompos terjadi secara alamiah sehingga proses pembusukan dan penghancuran tidak merata, selain itu pada proses pembusukan yang terjadi secara alamiah ini suhu yang dapat dicapai hanya berkisar pada 40°C, maka bakteri patogen yang terkandung dalam sampah belum musnah. Baktreri patogen pada umumnya akan mati pada suhu kurang lebih 90°-95°C. Kedua hal ini menyebabkan volume atau bagian yang bernilai sebagai pupuk hanya sebagian kecil saja dari volume kompos keseluruhan. Dengan kata lain efektivitasnya sebagai “pupuk” dibandingkan dengan volumenya tidak sepadan, maka dari itu sebenarnya kompos lebih tepat jika disebut dengan “media tanaman” atau “tanah yang diperkaya dengan nutrisi”.

Menurut Lilis Sulistyorini (2005), kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran tanaman buah-buahan maupun tanaman padi di sawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan di atas permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan. Apalagi untuk kondisi sampah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun, oleh karena itu untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburan tanah maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos.

2.8 Pemilihan Lokasi TPA

Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999). Pemilihan lokasi TPA harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain:


(30)

1.Kebutuhan lokasi a.Luas.

b.Volume tampungan, dipengaruhi oleh jumlah penduduk, jenis penghasil timbulan, tingkat pemadatan.

2.Pertimbangan hidrologi dan klimatologi a.Curah hujan.

b.Karateristik aliran air. c.Evaporasi/penguapan. d.Gerakan air tanah. e.Karateristik angin. 3.Pertimbangan geologinya

a.Bentang alam.

b.Jenis tanah dan batuan, mempengaruhi pemanfaatan sebagai tanah penutup. 4.Pertimbangan lingkungan

Suatu TPA berdampak terhadap lingkungan sekitarnya, baik dampak positif maupun negatif. Yang harus diupayakan adalah mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif. Untuk keperluan perlindungan lingkungan, maka TPA dengan volume tampungan tertentu wajib dilengkapi dengan studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Wajib AMDAL harus dilakukan apabila TPA dengan proses incinerator lebih besar sama dengan 800 ton/ha, control dan sanitary land fill lebih besar sama dengan 800 ton/ha atau

open dumping lebih besar sama dengan 80 ton/ha.

5.Pertimbangan reklamasi

Rencana pemanfaatan kembali TPA setelah habis masa pakainya, misalnya sebagai taman, lapangan hijau, hutan kota dan lain-lain.


(31)

commit to user

19

a. Jarak lokasi TPA terhadap lokasi pemukiman dan sarananya harus cukup aman untuk mencegah dampak negatif yaitu pencemaran udara dan air. Jarak umum dari pusat pelayanan sekitar 10 km.

b. Jarak TPA terhadap sumber timbulan sampah tidak cukup jauh untuk menghemat biaya transportasi.

c. Lokasi TPA pada daerah yang kondisi lapisannya kedap air. d. Lokasi TPA harus terletak pada daerah yang bebas banjir.

e. Volume yang ditampung sebaiknya mampu menampung sampai 5-10 tahun. f. Pemilihan TPA harus mempertimbangkan tata ruang kota pada masa yang

akan datang.

Untuk lebih jelasnya proses pengelolaan sampah dari sumber sampah hingga ke TPA dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Diagram Alur Pengelolaan Sampah mulai dari Sumber Sampah sampai dengan TPA.

Sumber Sampah

Individual Pewadahan

Pengumpulan

Tidak langsung

Komunal

Pengangkutan Pemindahan

TPA Langsung


(32)

2.9 Poduksi Bersih dan Prinsip 4R

Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.

Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan prinsip 4R yaitu:

1. Reduce (mengurangi)

Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan, seperti:

a. Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong plastik pembungkus barang belanja

b. Membeli kemasan isi ulang untuk shampoo dan sabun daripada membeli botol baru setiap kali habis

c. Membeli susu, makanan kering, deterjen, dan lain-lain dalam paket yang besar daripada membeli beberapa paket kecil untuk volume yang sama Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

2. Reuse (memakai kembali)

Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

Misalnya:

a. Memanfaatkan botol-botol bekas untuk wadah.

b. Memanfaatkan kantong plastik bekas kemasan belanja untuk pembungkus. c. Memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas untuk kerajinan tangan,


(33)

commit to user

21

3. Recycle (mendaur ulang)

Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.

Material yang dapat didaur ulang:

a. Botol bekas, wadah kecap, saos, sirup, krim kopi; baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.

b. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik).

c. Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi rangka beton.

d. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember. e. Sampah basah dapat diolah menjadi kompos.

4. Replace (mengganti)

Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong kresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

2.10Longsor

2.10.1 Pengertian Longsor

Menurut wikipedia, tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah


(34)

menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

2.10.2 Jenis-jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. (http://bumiindonesia.wordpress.com/2006/10/15/mengetahui-longsor/)

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.


(35)

commit to user

23

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu


(36)

mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

2.11 Pengertian Bencana

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

Pengertian bencana atau disaster menurt Wikipedia: disaster is the impact of a

natural or man-made hazards that negatively effects society or environment

(bencana adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.

Bencana adalah peristiwa atau masyarakat rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2.11.1 Manajemen Bencana

Menurut Dr. Ir. Agus Rachmat, manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum,


(37)

commit to user

25

saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana, yang bertujuan untuk:

1. Mencegah kehilangan jiwa. 2. Mengurangi penderitaan manusia.

3. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta. 4. Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber

ekonomis.

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi menjadi tiga kegiatan utama,yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini.

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan di dalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.


(38)

Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan.

2.11.2 Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk :

1. Mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain.

2. Mitigasi non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan


(39)

commit to user

27

masyarakat dan pemerintah daerah.

2.11.3 Mitigasi Bencana yang Efektif

Mitigasi bencana yang efektif menurut Dr. Ir. Agus Rachmat harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya.

2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam. Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).


(40)

commit to user

28

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Lokasi Penelitian

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Surakarta

Keterangan : 1. Letak Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta 2. Letak Sub- Dinas Pengangkutan Sampah

3. Letak TPA Putri Cempo

Lokasi pengambilan data dilakukan di Kota Surakarta, terutama di: 1. Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta.

Terletak di Jln. Menteri Supeno No.10 (belakang Stadion Manahan Solo). 2. Sub- Dinas Pengangkutan Sampah.

Terletak di Jln. Kapten Mulyadi tepatnya di perempatan Sangkrah. 3. TPA Putri Cempo.

3

2 1


(41)

commit to user

29

Terletak di ring road Mojosongo Kelurahan Jebres, Kecamatan Mojosongo yang berjarak ± 5 km dari pusat Kota Surakarta.

3.2 Waktu Pengambilan Data

Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan November dan Desember 2010.

3.3 Langkah-langkah Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan secara bertahap, langkah-langkah penelitian ini adalah: 1.Permohonan ijin.

2.Mencari data atau informasi. 3.Mengolah data.

4.Penyusunan laporan.

3.3.1 Permohonan Ijin

Permohonan ijin ditujukan kepada Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta untuk mendapatkan ijin pengambilan data di TPA Putri Cempo.

3.3.2 Mencari Data atau Informasi

1. Tahap persiapan a. Studi Pustaka

Studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan arahan dan wawasan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data, analisis data maupun dalam penyusunan hasil penelitian.

b. Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui dimana lokasi atau tempat dilakukannya pengumpulan data yang diperlukan dalam penyusunan laporan.


(42)

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data yang dimiliki oleh TPA Putri Cempo serta Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta.

a. Data dari TPA Putri Cempo meliputi jumlah sampah pertahun, umur rencana TPA, luas lahan TPA, sarana dan prasarana yang ada di TPA, kemungkinan longsor sampah, kemungkinan korban jika terjadi longsor sampah.

b. Dari Sub-Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, diperoleh tata cara pengolahan sampah, cara menangani permasalahan- permasalahan tentang sampah di Surakarta dan di TPA Putri Cempo.

3.3.3 Mengolah Data

Setelah mendapatkan data yang diperlukan, langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut.

Hasil dari suatu pengolahan data digunakan kembali untuk menganalisis data yang lainnya dan berlanjut seterusnya sampai mendapatkan hasil akhir.

Diagram alir pemikiran pengolahan data seperti pada gambar 3.1 berikut

Mencari Penyebab- Penyebab Longsor Sampah

Menganilisis dan Mengamati Keadaan TPA Putri Cempo

Menentukan Mitigasi Longsor Sampah yang Tepat di TPA Putri Cempo

Kemungkinan Apa yang Dapat Menyebabkan Longsor Sampah di TPA Putri Cempo


(43)

commit to user

31

3.3.4 Penyusunan Laporan

Seluruh data atau informasi yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisis untuk mendapatkan hasil akhir mengenai mitigasi bencana longsor sampah di TPA Putri Cempo.


(44)

commit to user

32

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bencana Longsor Sampah

Peristiwa longsor sampah beberapa kali terjadi di Indonesia yang paling menarik perhatian adalah longsor sampah di TPA Leuwigajah pada hari Senin, 21 Februari 2005. Menarik perhatian karena waktu bencana longsor sampah di TPA Leuwigajah telah mengubur dan menewaskan 143 orang. Sekitar 137 rumah di Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung dan dua rumah di Desa Leuwigajah, Cimahi, Provinsi Jawa Barat juga tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian mencapai 30m dengan lereng yang sangat curam

mencapai 70-80o dari muka tanah. Selain itu, ribuan ton kubik sampah juga

mengubur kebun dan lahan pertanian milik warga Kampung Pojok, Cimahi

Selatan seluas 8,4 hektar. Bencana alam berupa longsoran sampah TPA itu

merupakan rekor tertinggi di Indonesia dan rekor kedua terbesar di

dunia.(http://www.koran-jakarta.com/)

Longsor sampah juga terjadi di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Pada Jum’at 8 September 2006 yang menewaskan tiga orang pemulung yang sedang memulung di sisi timur zona IIIA TPA Bantar Gebang. Tinggi timbunan sampah yang longsor tersebut diperkirakan lebih dari 12m, sedangkan ketinggian puncak bukit sampah di zona tersebut lebih dari18m. Padahal sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di TPA Bantar Gebang, tinggi timbunan

maksimal 12 m, dengan toleransi 15m.(http://www.digilib-ampl.net/)

Yang terakhir adalah longsor sampah di TPA Galuga, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Yang terjadi pada hari Selasa 16 Maret 2010, empat orang pemulung tewas dalam peristiwa tersebut. Tujuh orang yang lain mengalami luka- luka, peristiwa tersebut diduga berawal dari runtuhnya pembatas beton di TPA Galuga dan hujan yang mengguyur Bogor beberapa hari


(45)

commit to user

33

4.2 Pengendalian Longsor Sampah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian longsor sampah, antara lain:

1. Jumlah tumpukan sampah.

2. Kestabilan lereng tumpukan sampah.

3. Perlakuan terhadap sampah di TPA.

4. Curah hujan dan air lindi.

5. Gas methana.

4.3 Kondisi di TPA Putri Cempo

Bila terjadi longsor sampah di TPA Putri Cempo akan berbahaya bagi:

1. Manusia, menurut data di TPA Putri Cempo jumlah pemulung 118 orang,

pegawai 21 orang dan para pekerja lain seperti sopir truk juga tukang angkut sampah.

2. Perumahan dan Kantor. Di dalam areal TPA Putri Cempo terdapat kantor

pengelola, alat timbang, garasi dan gudang. Sekitar beberapa meter dari areal TPA terdapat pemukiman masyarakat di desa Jatirejo RT 04 RW 11 Mojosongo Jebres.

Perempatan ring-road Mojosongo

TPA Putri Cempo


(46)

3. Hewan ternak, menurut data di TPA Putri Cempo jumlah sapi yang mencari makan di TPA mecapai 1200 ekor.

4.4 Bahaya Longsor Sampah di TPA Putri Cempo 4.4.1 Jumlah Tumpukan Sampah

Jumlah sampah di TPA Putri Cempo pada tahun 2010 adalah 91.602.360 kg. Dengan rata- rata tiap bulan 250.965 kg, TPA Putri Cempo menerima sampah dari seluruh penjuru Surakarta yang penduduknya berjumlah 503.421 pada tahun 2010. TPA Putri Cempo sendiri memiliki luas lahan 17 ha, yang digunakan untuk penumpukan sampah sekitar 13 ha.

Gambar 4.2 Keadaan Tumpukan Sampah di TPA Putri Cempo

Sejak berdiri tahun 1985 sampah di TPA Putri Cempo terus menumpuk tanpa adanya pengurangan sampah yang berarti, dengan umur rencana 15 tahun seharusnya TPA Putri Cempo sudah tidak dapat digunakan sejak tahun 2000


(47)

commit to user

35

TPA lain yang dapat menampung jutaan kilogram sampah dari kota Surakarta, ini mengakibabkan penumpukan berlebihan hingga menggunung.

Perhitungan daya tampung TPA Putri Cempo

Luas lahan TPA = 13 Ha = 130.000 m2

Tinggi timbunan rencana = 5 m

Umur rencana = 15 tahun

Faktor padat = 1500 kg/m3

Kapasitas daya tampung TPA = L TPA x t rencana

= 130.000 m2 x 5 m

= 650.000 m3

Jumlah sampah rencana per tahun = Daya tampung : tahun

= 650.000 : 15

= 43.333,33 m3

Konversi kg ke m3 = Jumlah sampah x Faktor padat

= 43.333,33 m3 x 1500 kg/m3

= 65.000.000 kg

Jadi menurut perhitungan daya tampung yang direncanakan TPA Putri Cempo untuk 15 tahun mulai dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2000 adalah 650.000

m3, tapi kenyataanya tentu lebih besar dari 650.000 m3. Walau sudah melebihi

umur rencana dan overload tapi hingga sekarang TPA Putri Cempo tetap di

gunakan, untuk mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo setelah melebihi umur rencana yaitu tahun 2001-2010 jumlah sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo seperti pada Tabel 4.1 berikut

No. Tahun Jumlah (kg) ∑ Kumulatif

1 2001 82.081.200 82.081.200

2 2002 72.900.568 154.981.768


(48)

4 2004 81.025.660 314.835.618

5 2005 81.880.284 396.715.902

6 2006 78.103.070 474.818.972

7 2007 81.654.278 556.473.250

8 2008 80.493.520 636.966.770

9 2009 84.090.780 721.057.550

10 2010 91.602.360 812.659.910

Total 812.659.910

Sumber : Dinas PU (Bina Marga, Cipta Karya dan Kebersihan Kotamadya Surakarta) 2010

Total jumlah sampah yang masuk ke TPA Putri Cempo tahun 2001 sampai 2010 adalah 812.659.910 kg.

Tinggi timbunan sampah yang terjadi tahun 2001 sampai 2010

Luas area tumpukan sampah = 13 Ha = 130.000 m2

Jumlah sampah = 812.659.910 kg

Konversi dari kg ke m3 =

padat faktor sampah jumlah = 1500 0 812.659.91

= 541.773,27 m3

Tinggi tumpukan sampah = jumlah sampah

luas area tumpukan

= 2

3 m 000 . 130 m 541.773,27

= 4,17 m

Dengan demikian pertambahan tinggi sampah pada tahun 2010 mencapai 4,17m dari tinggi rencana sampah. Menurut perhitungan tinggi rencana tumpukan sampah tahun 1985 hingga 2000 adalah 5m. Jadi perhitungan total tinggi tumpukan sampah pada tahun 2010 adalah 9,5m.


(49)

commit to user

37

Bila TPA Putri Cempo tetap digunakan untuk menampung sampah, ini akan sangat berbahaya terhadap longsor sampah. Menurut Adrin Tohari (Puslit Geoteknologi), timbunan sampah yang terlalu banyak dan tinggi dari lapisan batuan/tanah dasar dapat menimbulkan beban berlebih di bagian bawah timbunan sehingga dapat mengganggu kestabilan timbunan tersebut terutama di saat musim hujan. Karena pada saat musim hujan beban sampah akan makin bertambah oleh air yang mengendap di tumpukan sampah.

4.4.2 Kestabilan Lereng Tumpukan Sampah

Tumpukan sampah sangat berlebih di TPA Putri Cempo memerlukan penanganan serius tentang kestabilan lereng tumpukan sampah. Di TPA Putri Cempo sendiri penanganan kestabilan lereng dengan sistem terasering dan pemadatan, yaitu lereng tumpukan sampah dibuat saling bertumpuk dan membentuk seperti tangga dengan kemiringan tertentu lalu dipadatkan dengan alat berat. Dengan sistem ini diharapkan lereng tumpukan sampah menjadi stabil.

Namun dalam kenyataannya tidak demikian, pertambahan jumlah sampah yang sangat pesat tiap harinya dan luas lahan yang tidak memadai menjadikan metode ini sukar diterapkan. Sampah di TPA Putri Cempo hanya di timbun saling menumpuk begitu saja dengan tidak memperhatikan keadaan lereng tumpukan sampah, pemadatan pun jarang dilakukan karena alat berat yang dimiliki di khususkan untuk pemindahan dan perataan sampah, jumlah alat berat yang dimiliki TPA Putri Cempo juga terbatas.

Mengacu pada longsor sampah yang terjadi di TPA Leuwigajah, sudut kemiringan

tebing tumpukan sampah yang mencapai 70-80o dari dasar tanah sangat rawan

terhadap longsor sampah. Pada waktu hujan, air hujan mengalir melalui lereng- lereng tumpukan sampah dan bila lereng sampah tidak stabil akan menyebabkan sampah ikut hanyut dalam aliran air, bila sampah yang ikut terbawa hanyut ini berjumlah banyak sangat dimungkinkan terjadinya longsor.


(50)

4.4.3 Perlakuan terhadap sampah di TPA

Pengolahan sampah di TPA Putri Cempo dulu di lakukan dengan sistem sanitary

landfill tetapi sekarang di gunakan open dumping. Hal tersebut di lakukan karena

pada sistem sanitary landfill di perlukan tanah sebagai penutup sedangkan harga

tanah semakin hari semakin mahal sehingga membutuhkan biaya yang cukup

besar. Pada sistem open dumping , sampah hanya di timbun terus menerus tanpa

memakai tanah penutup.

Sistem operasi pembuangan sampah yang diterapkan di TPA Putri Cempo adalah dimulai dari truk yang membawa sampah ke TPA Putri Cempo di sini truk terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui jumlah sampah yang di angkut. Setelah itu truk menurunkan sampahnya di bagian penumpukan sampah awal,

kemudian dengan wheelloader sampah di dorong dan di kumpulkan ke bagian

bawah tumpukan sampah, dengan excavator sampah di angkat ke atas tumpukan

sampah, selanjutnya bulldozer meratakan sampah baru di atas tumpukan lama.

Dengan sistem open dumping menyebabkan sampah hanya ditumpuk tanpa

adanya perlakuan khusus terhadap sampah seperti pemadatan sampah, ini sangat penting, menurut Dr. Edi Utomo Ahli Geofisika LIPI longsor kemungkinan besar terjadi karena material sampah organik dan nonorganik yang belum kompak karena tidak adanya pemadatan sampah yang cukup menyebabkan air hujan yang turun masuk di sela- sela sampah yang renggang. Saat tekanan air semakin berat, kestabilan bukit sampah pun menurun dan akhirnya terjadi longsor sampah. Alat berat yang bekerja juga dapat menyebabkan longsor sampah, dengan bobot alat berat yang besar jika tidak berhati- hati dalam pengoperasiannya

kemungkinan dapat menggerakkan tumpukan atas sampah. Terutama excavator

dan bulldozer yang bekerja di atas tumpukan sampah. Pergerakan yang tidak hati- hati dapat berakibat longsor.

4.4.4 Curah Hujan dan Air Lindi

Curah hujan sangat mempengaruhi dalam penanganan sampah, menurut wikipedia curah hujan rata- rata tahun 2010 adalah 2.200 mm per tahun, hujan yang


(51)

commit to user

39

mengguyur selain dapat menghambat jalannya kegiatan juga dapat menambah jumlah volume sampah, iklim yang sekarang tidak menentu juga menyebabkan curah hujan yang turun di Kota Surakarta dan juga di TPA Putri Cempo tidak menentu, curah hujan yang sekarang sukar diprediksi menyebabkan penanganan terhadap dampak air hujan terhadap sampah menjadi sulit juga.

Menurut Adrin Tohari (Puslit Geoteknologi), saat hujan lebat infiltrasi air hujan melalui rongga pada material sampah yang tidak terpadatkan dengan baik dan melalui batas antara timbunan dan lereng batuan/ tanah dasar yang kedap air

membentuk muka air (water table) pada batas dasar timbunan sampah dan lapisan

batuan/ tanah dasar . Proses penjenuhan dan pembentukan muka air ini menyebabkan pelunakan lapisan bawah timbunan sehingga tidak mampu menopang berat beban timbunan di atasnya sehingga terjadi longsor.

Di TPA Putri Cempo sebenarnya terdapat kolam air lindi yang dikhususkan untuk menampung dan mengurangi air lindi yang berlebih dalam tumpukan sampah. Di TPA Putri Cempo juga terdapat kanal- kanal dan saluran khusus yang dibuat di area tumpukan sampah guna mengalirkan air lindi agar dapat di tampung di kolam air lindi. Tetapi kolam dan saluran khusus ini sekarang terabaikan karena jumlah sampah yang sudah sangat berlebih mengakibatkan saluran- saluran pada area tumpukan sampah menjadi tertutup dan tidak dapat mengalirkan air lindi ke kolam penampungan air lindi.

Air lindi yang sangat berlebih di tumpukan sampah terutama pada musim hujan dengan curah hujan tinggi sangat berpotensi mengakibatkan longsor sampah, air lindi dapat menjadikan tumpukan sampah yang padat kembali terurai, pada bagian lereng sampah ini sangat berbahaya, dengan sampah yang tidak padat lagi dan ditambah berat air yang terus bertambah selama hujan berlangsung dapat mengakibatkan longsor sampah.

4.4.5 Gas Methana

Di TPA Putri Cempo belum ada penangan yang berhubungan dengan pembebasan gas methana dari dalam tumpukan sampah.


(52)

Gas methana di tumpukan sampah yang tidak di tangani secara tepat dapat mengakibatkan banyak permasalahan seperti ledakan yang dapat mengakibatkan longsor sampah. Mengacu pada longsor sampah di TPA Leuwigajah, hujan yang terus-menerus terjadi di TPA membuat gas methana (CH4) yang tertimbun sampah terdesak. Gas ini akan berusaha keluar dari air hujan yang mengguyur. Ketika hujan mengguyur tumpukan sampah, gas methana akan keluar naik, sesuai dengan hukum alam karena gas methana memiliki berat jenis yang lebih ringan daripada air. Menurut pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Enri Damanhuri menunjukkan jika gas methana sudah mencapai 12 persen terhadap total udara, terjadilah ledakan. Inilah mengapa sebelum tumpukan sampah itu longsor, terjadi ledakan yang sangat keras. Bila ledakan ini terjadi di dekat tebing akan sangat memungkinkan terjadi longsor sampah.

4.5 Mitigasi Bahaya Bencana Longsor Sampah di TPA Putri Cempo

4.5.1 Jumlah Tumpukan Sampah

Hal yang utama harus dilakukan adalah pengurangan jumlah sampah yang terdapat pada TPA Putri Cempo. Ini mutlak harus dilakukan karena TPA Putri

Cempo sendiri sudah lama overload. Semakin lama tumpukan akan semakin

bertambah, sebelum berakibat yang tidak diinginkan seperti longsor sampah harus dicegah secepatnya.

Menurut Arief Najarudin, ada empat prinsip yang dapat digunakan untuk

mengurangi jumlah sampah. Prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang meliputi:

1. Reduce (Mengurangi); Sebisa mungkin dilakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Karena semakin banyak menggunakan material, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.

2. Reuse (Memakai kembali); Sebisa mungkin memilah barang-barang yang bisa

dipakai kembali. Menghindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali

pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum barang tersebut menjadi sampah.


(53)

commit to user

41

3. Recycle (Mendaur ulang); Sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi didaur ulang. Atau disalurkan ke industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

4. Replace (Mengganti); Gantilah barang- barang yang hanya bisa dipakai sekali saja dengan barang yang lebih tahan lama. Memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

4.5.2 Kestabilan Lereng Tumpukan Sampah

Dengan tumpukan sampah yang semakin menggunung kestabilan lereng timbunan sampah juga perlu perhatian serius, lereng timbunan sampah yang terlalu tegak sangat beresiko longsor. Menurut pakar persampahan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ir Firman L Syahwan Msi, lereng timbunan sampah

minimal 45o dari permukaan tanah. Pemadatan sampah juga sangat diperlukan

terutama di bagian lereng agar mengurangi resiko longsor.

Menurut Adrin Tohari (Puslit Geoteknologi), peristiwa longsor di TPA Leuwigajah juga menunjukkan tidak dilakukannya evaluasi kestabilan lereng timbunan selama operasional TPA sampah ini. Kegiatan evaluasi ini sangat penting mengingat peristiwa longsor kecil telah terjadi beberapa tahun sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa lereng timbunan dalam kondisi yang tidak cukup stabil. Untuk menunjang kegiatan analisis dan evaluasi lereng timbunan selama proses penimbunan, diperlukan data topografi lokasi sebelum dan selama proses penimbunan, data geologi daerah penimbunan, data keteknikan dan hidrologi lapisan batuan/tanah dasar.

Mengingat volume timbunan sampah di TPA yang sangat besar, peta bahaya longsor di lokasi TPA sampah dan daerah sekitarnya dalam skala operasional (1:1.000) diperlukan oleh pihak pengelola sampah untuk mengetahui probabilitas longsor pada timbunan sampah tahunan. Peta ini memperlihatkan tidak hanya kemungkinan suatu longsor terbentuk pada suatu tempat di daerah timbunan dan kemungkinan longsor dari lokasi lain melanda daerah penimbunan, tetapi juga


(54)

memperlihatkan daerah dampak apabila longsor terjadi.

4.5.3 Perlakuan terhadap sampah di TPA

Sistem open dumping sangat tidak dianjurkan dalam penanganan sampah di TPA

Putri Cempo. Dianjurkan menggunakan sistem sanitary landfill pada sistem ini

sampah yang ditimbun di permukaan tanah diratakan dengan bulldoser,

dipadatkan sampai membentuk lapisan sampah padat. Proses ini berlanjut dengan tumpukan sampah baru, sampai menghasilkan 4 lapisan sampah kemudian diurug

dengan tanah urug dan dipadatkan juga dengan bulldoser.(Wied dalam Lilis

Sulistyorini, 2005).

Dengan diterapkannya sistem sanitary landfill diharapkan mengurangi bahaya

longsor sampah, sistem sanitary landfill menjadikan tumpukan sampah lebih

padat karena adanya tanah yang diurug, dengan urugan tanah diharapkan dapat mengurangi adanya air lindi yang berlebih di tumpukan sampah. Pemadatan yang

lebih sempurna di sistem sanitary landfill juga menjadikan tumpukan sampah

lebih kuat terhadap geseran.

Pergerakan pemulung dan sapi yang memakan sampah harus ditata secara teratur, disediakan area khusus untuk memulung dan sapi di jaga agar tidak menganggu pekerjaan penanganan sampah.

4.5.4 Curah Hujan dan Air Lindi

Air lindi di dalam lapisan timbunan harus dialirkan keluar dari timbunan dan

ditangani dengan khusus, tidak langsung di buang ke sungai. Diperlukan saluran- saluran air lindi di dalam area penampungan sampah yang berfungsi dengan baik, agar air lindi dapat ditampung dan di olah sebelum di buang ke sungai. Pemadatan sampah juga diperlukan selain agar sampah padat juga dapat memeras sampah yang mengandung air lindi.


(55)

commit to user

43

4.5.5 Gas Methana

Agar gas methana dalam tumpukan sampah dapat keluar diperlukan adanya saluran- saluran ventilasi gas methana yang tersebar di seluruh area penampungan sampah. Karena gas methana juga dapat menghasilkan api, dapat juga di jadikan biogas. Dengan cara saluran- saluran gas methana dihimpun menjadi satu dengan satu saluran utama untuk dikumpulkan gas methananya, kemudian di alirkan ke kompor biogas. Ini dapat menjadi bahan bakar alternatif untuk warga disekitar

TPA Putri Cempo.

Untuk melepas gas-gas akibat proses dekomposisi anaerobik dari bahan-bahan organik yang ada dalam sel maka pada setiap jarak atau luas tertentu perlu diberikan fasilitas ventilasi dengan cara dari dasar penimbunan sel diletakkan pipa PVC dengan diameter lingkaran 20 cm, diisi dengan koral/kerikil sehingga pada setiap tingkatan timbulan pipa diangkat dan batu koral akan tertinggal sebagai media porus untuk melepas gas. Akhirnya pada lapisan teratas perlu dibuat

ventilasi seperti halnya septic tank. Gas yang keluar dari timbunan tersebut terdiri

dari 50% gas methane dan 50 % lagi gas carbon dioxide. Gas buangan yang

paling berbahaya adalah gas methan, gas ini dapat meledak jika bercampur


(56)

commit to user

44

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam pengendalian longsor sampah di TPA Putri Cempo yaitu:

a. Jumlah tumpukan sampah.

b. Kestabilan lereng tumpukan sampah. c. Perlakuan terhadap sampah di TPA. d. Curah hujan dan air lindi.

e. Gas methana.

Beberapa kemungkinan terjadinya longsor di TPA Putri Cempo yaitu ketinggian timbunan sampah sesuai hitungan yang mencapai 9,5m sangat riskan terhadap longsor sampah, pemadatan yang kurang sempurna juga lereng tumpukan yang curam mencapai 700-800 dari permukaan tanah dapat memicu terjadinya longsor, sistem open dumping dengan sampah yang hanya ditumpuk tanpa adanya penanganan khusus, curah hujan rata- rata yang tinggi di kota Solo yang mencapai 2.200 mm per tahun dapat menyebabkan adanya air dengan volume besar menyebabkan beban yang berlebih terhadap tanah yang dapat mengakibatkan kurang stabil tanah dasar dan sampah akan terurai jika terdapat banyak air di tumpukan sampah. Gas methana yang tidak dikeluarkan dari tumpukan tanah dapat meledak sewaktu- waktu, bila ledakan terjadi di daerah lereng sampah dimungkinkan terjadinya longsor sampah. 2. Mitigasi yang tepat untuk TPA Putri Cempo ialah perubahan sistem open

dumping menjadi sanitary landfill, perlakuan khusus terhadap air permukaan

yang terdapat pada tumpukan sampah, pemadatan sampah agar sampah tidak mudah longsor, mengatur lereng timbunan sampah agar tidak terlalu curam, diterapkannya sistem terasering pada lereng timbunan sampah, penyebaran timbunan sampah agar sampah tidak terlalu tinggi, pengendalian terhadap air lindi dan gas methana.


(57)

commit to user

45

5.2 Saran

1. Kita sebaiknya mulai dari sekarang berusaha untuk mengurangi produktivitas sampah, memulai untuk mendaur ulang sampah, memanfaatkan kembali barang-barang yang tidak terpakai dan mengganti barang sekali pakai dengan barang yang lebih tahan lama dengan menerapkan sistem 4R, yaitu reduse,

reuse, recycle dan replace.

2. Jangan menganggap remeh longsor sampah, karena telah banyak contoh longsor sampah di Indonesia. Diperlukan adanya mitigasi longsor sampah yang sesuai menurut kebutuhan dan karakteristik daerah dan TPA di daerah tersebut.


(1)

commit to user

3. Recycle (Mendaur ulang); Sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi didaur ulang. Atau disalurkan ke industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

4. Replace (Mengganti); Gantilah barang- barang yang hanya bisa dipakai sekali saja dengan barang yang lebih tahan lama. Memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

4.5.2 Kestabilan Lereng Tumpukan Sampah

Dengan tumpukan sampah yang semakin menggunung kestabilan lereng timbunan sampah juga perlu perhatian serius, lereng timbunan sampah yang terlalu tegak sangat beresiko longsor. Menurut pakar persampahan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ir Firman L Syahwan Msi, lereng timbunan sampah minimal 45o dari permukaan tanah. Pemadatan sampah juga sangat diperlukan terutama di bagian lereng agar mengurangi resiko longsor.

Menurut Adrin Tohari (Puslit Geoteknologi), peristiwa longsor di TPA Leuwigajah juga menunjukkan tidak dilakukannya evaluasi kestabilan lereng timbunan selama operasional TPA sampah ini. Kegiatan evaluasi ini sangat penting mengingat peristiwa longsor kecil telah terjadi beberapa tahun sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa lereng timbunan dalam kondisi yang tidak cukup stabil. Untuk menunjang kegiatan analisis dan evaluasi lereng timbunan selama proses penimbunan, diperlukan data topografi lokasi sebelum dan selama proses penimbunan, data geologi daerah penimbunan, data keteknikan dan hidrologi lapisan batuan/tanah dasar.

Mengingat volume timbunan sampah di TPA yang sangat besar, peta bahaya longsor di lokasi TPA sampah dan daerah sekitarnya dalam skala operasional (1:1.000) diperlukan oleh pihak pengelola sampah untuk mengetahui probabilitas longsor pada timbunan sampah tahunan. Peta ini memperlihatkan tidak hanya kemungkinan suatu longsor terbentuk pada suatu tempat di daerah timbunan dan kemungkinan longsor dari lokasi lain melanda daerah penimbunan, tetapi juga


(2)

commit to user

memperlihatkan daerah dampak apabila longsor terjadi.

4.5.3 Perlakuan terhadap sampah di TPA

Sistem open dumping sangat tidak dianjurkan dalam penanganan sampah di TPA Putri Cempo. Dianjurkan menggunakan sistem sanitary landfill pada sistem ini sampah yang ditimbun di permukaan tanah diratakan dengan bulldoser, dipadatkan sampai membentuk lapisan sampah padat. Proses ini berlanjut dengan tumpukan sampah baru, sampai menghasilkan 4 lapisan sampah kemudian diurug dengan tanah urug dan dipadatkan juga dengan bulldoser.(Wied dalam Lilis Sulistyorini, 2005).

Dengan diterapkannya sistem sanitary landfill diharapkan mengurangi bahaya longsor sampah, sistem sanitary landfill menjadikan tumpukan sampah lebih padat karena adanya tanah yang diurug, dengan urugan tanah diharapkan dapat mengurangi adanya air lindi yang berlebih di tumpukan sampah. Pemadatan yang lebih sempurna di sistem sanitary landfill juga menjadikan tumpukan sampah lebih kuat terhadap geseran.

Pergerakan pemulung dan sapi yang memakan sampah harus ditata secara teratur, disediakan area khusus untuk memulung dan sapi di jaga agar tidak menganggu pekerjaan penanganan sampah.

4.5.4 Curah Hujan dan Air Lindi

Air lindi di dalam lapisan timbunan harus dialirkan keluar dari timbunan dan ditangani dengan khusus, tidak langsung di buang ke sungai. Diperlukan saluran- saluran air lindi di dalam area penampungan sampah yang berfungsi dengan baik, agar air lindi dapat ditampung dan di olah sebelum di buang ke sungai. Pemadatan sampah juga diperlukan selain agar sampah padat juga dapat memeras sampah yang mengandung air lindi.


(3)

commit to user

4.5.5 Gas Methana

Agar gas methana dalam tumpukan sampah dapat keluar diperlukan adanya saluran- saluran ventilasi gas methana yang tersebar di seluruh area penampungan sampah. Karena gas methana juga dapat menghasilkan api, dapat juga di jadikan biogas. Dengan cara saluran- saluran gas methana dihimpun menjadi satu dengan satu saluran utama untuk dikumpulkan gas methananya, kemudian di alirkan ke kompor biogas. Ini dapat menjadi bahan bakar alternatif untuk warga disekitar TPA Putri Cempo.

Untuk melepas gas-gas akibat proses dekomposisi anaerobik dari bahan-bahan organik yang ada dalam sel maka pada setiap jarak atau luas tertentu perlu diberikan fasilitas ventilasi dengan cara dari dasar penimbunan sel diletakkan pipa PVC dengan diameter lingkaran 20 cm, diisi dengan koral/kerikil sehingga pada setiap tingkatan timbulan pipa diangkat dan batu koral akan tertinggal sebagai media porus untuk melepas gas. Akhirnya pada lapisan teratas perlu dibuat ventilasi seperti halnya septic tank. Gas yang keluar dari timbunan tersebut terdiri dari 50% gas methane dan 50 % lagi gas carbon dioxide. Gas buangan yang paling berbahaya adalah gas methan, gas ini dapat meledak jika bercampur dengan oxygen.


(4)

commit to user

44

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam pengendalian longsor sampah di

TPA Putri Cempo yaitu:

a. Jumlah tumpukan sampah.

b. Kestabilan lereng tumpukan sampah.

c. Perlakuan terhadap sampah di TPA.

d. Curah hujan dan air lindi.

e. Gas methana.

Beberapa kemungkinan terjadinya longsor di TPA Putri Cempo yaitu ketinggian timbunan sampah sesuai hitungan yang mencapai 9,5m sangat riskan terhadap longsor sampah, pemadatan yang kurang sempurna juga

lereng tumpukan yang curam mencapai 700-800 dari permukaan tanah dapat

memicu terjadinya longsor, sistem open dumping dengan sampah yang hanya ditumpuk tanpa adanya penanganan khusus, curah hujan rata- rata yang tinggi di kota Solo yang mencapai 2.200 mm per tahun dapat menyebabkan adanya air dengan volume besar menyebabkan beban yang berlebih terhadap tanah yang dapat mengakibatkan kurang stabil tanah dasar dan sampah akan terurai jika terdapat banyak air di tumpukan sampah. Gas methana yang tidak dikeluarkan dari tumpukan tanah dapat meledak sewaktu- waktu, bila ledakan terjadi di daerah lereng sampah dimungkinkan terjadinya longsor sampah.

2. Mitigasi yang tepat untuk TPA Putri Cempo ialah perubahan sistem open

dumping menjadi sanitary landfill, perlakuan khusus terhadap air permukaan

yang terdapat pada tumpukan sampah, pemadatan sampah agar sampah tidak mudah longsor, mengatur lereng timbunan sampah agar tidak terlalu curam, diterapkannya sistem terasering pada lereng timbunan sampah, penyebaran timbunan sampah agar sampah tidak terlalu tinggi, pengendalian terhadap air lindi dan gas methana.


(5)

commit to user

5.2 Saran

1. Kita sebaiknya mulai dari sekarang berusaha untuk mengurangi produktivitas

sampah, memulai untuk mendaur ulang sampah, memanfaatkan kembali barang-barang yang tidak terpakai dan mengganti barang sekali pakai dengan barang yang lebih tahan lama dengan menerapkan sistem 4R, yaitu reduse,

reuse, recycle dan replace.

2. Jangan menganggap remeh longsor sampah, karena telah banyak contoh

longsor sampah di Indonesia. Diperlukan adanya mitigasi longsor sampah yang sesuai menurut kebutuhan dan karakteristik daerah dan TPA di daerah tersebut.


(6)

commit to user

46

PENUTUP

Demikian Tugas Akhir Mitigasi Bahaya Bencana Longsor Sampah di TPA Putri Cempo Kota Solo ini telah selesai kami susun.

Semoga apa yang telah kami sajikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai infrastruktur perkotaan khususnya masalah mitigasi bencana longsor sampah baik di bangku kuliah maupun di lapangan.

Kami menyadari Tugas Akhir ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini selanjutnya.

Akhirnya kami mengharapkan semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.