WAKAF UANG TUNAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM (1)
WAKAF UANG TUNAI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
Oleh : Dr. Evra Willya, M.Ag•
Abstrak
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya
harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang
bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh
karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga
bisa benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang
tunai memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi
semua dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia
dan Eropa. Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan
uang. Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek
wakaf itu apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal. Di kalangan Hanafi
membolehkan mewakafkan uang dirham dan dinar. Bolehnya mewakafkan uang
tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang dirham dan dinar sudah
menjadi kebiasaan di negeri Romawi. Di kalangan Syafiiyah terdapat perbedaan
tentang mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan
dirham
dan
dinar,
memperbolehkan
membolehkan
menyewakannya
berwakaf
dirham
dan
dengannya
dinar,
dan
tidak
yang
tidak
membolehkan
mewakafkannya. Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari
sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan
dinar karena dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada
lagi wujudnya. Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan
menyewakan uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama
uang sebagai alat tukar.
Kata kunci: wakaf, uang tunai, dinar, dan dirham
•
Penulis adalah Dosen tetap pada STAIN Bukittinggi
1
A. Pendahuluan
Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial
ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang
berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah swt,
lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam
Islam. Penguasaan harta oleh sekelompok orang akan melahirkan eksploitasi
kelompok minoritas (si kaya) terhadap mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan
kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibatakibat negatif yang beraneka ragam.
Wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada
seseorang atau nazir baik berupa perorangan baik berupa badan pengelola dengan
ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan
syari’at Islam. Harta yang telah diwakafkan , keluar dari hak milik yang mewakafkan
dan bukan pula menjadi hak milik nazir atau tempat menyerahkan, tetapi menjadi hak
Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.1
Oleh karena itu wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara
habluminallah dan habluminannas. Dalam fungsinya sebagai ibadah wakaf
merupakan satu bentuk perbuatan dengan cara memisahkan sebagian harta benda
yang dimiliki seseorang untuk dijadikan harta milik umum, yang akan diambil
manfaatnya bagi kepentingan orang lain. Pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun
yang berwakaf telah meninggal dunia. Dalam fungsi sosialnya wakaf merupakan aset
yang sangat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tidak
memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang mewakafkan.
Salah satu unsur terpenting dari wakaf adalah benda yang diwakafkan. Tanpa
ada benda wakaf, wakaf tidak akan dapat direalisasikan. Benda wakaf menurut
fuqaha’ dan hukum positif dalam beberapa hal adalah sama, yaitu benda wakaf itu
1
Satria Effendi M, Zein, “Analisis Yurisprudensi: Tentang Sengketa Tanah Wakaf” dalam
Mahkamah Agung, Analisa Yurisprudensi Peradilan Agama Tentang Hadhanah, Harta Bersama,
Wasiat, Hibah, Wakaf, ( Jakarta: Pusdiklat Teknis Balitbang Diklat Kumdil MA RI, 2008), h. 437
2
bermanfaat dan bernilai ekonomis dalam arti sesuatu yang dapat diperjualbelikan,
tahan lama baik bendanya maupun manfaatnya dan manfaatnya dapat diambil oleh si
penerima wakaf.
Walaupun terdapat perbedaan definisi wakaf dan harta wakaf, akan tetapi
definisi wakaf yang mereka kemukakan nampaknya berpegang pada prinsip bahwa
benda yang diwakafkan itu pada hakikatnya adalah pengekalan manfaat benda wakaf,
baik status kepemilikan benda itu berpindah kepada orang yang menerima wakaf
ataupun tetap di tangan si wakif.
Berkaitan dengan ini adalah hukum mewakafkan uang. Apakah uang bisa
dijadikan sebagai benda wakaf atau tidak. Di kalangan fuqaha’ hukum mewakafkan
uang merupakan persoalan yang diperselisihkan. Perselisihan ini tidak terlepas dari
definisi masing-masing tentang wakaf dan harta wakaf.
B. Pengertian Wakaf
Secara bahasa wakaf berarti menahan tindakan hukum2 Sedangkan pengertian
wakaf secara istilah terdapat perbedaan di kalangan ulama:
1. Abu Hanifah
TP3PTﺔ
ﺪق ﺎ
و
ﻰ ﻚ ا ﻮا
ا
Menahan materi benda orang yang berwakaf dan menyedekahkan
manfaatnya untuk kebajikan.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa harta wakaf menurut Abu Hanifah
tetap menjadi milik orang yang mewakafkan hanya manfaatnya saja yang
disedekahkan. Akad wakaf adalah jaiz tidak akad yang lazim dalam arti akad
wakaf bukanlah akad yang mengikat sama halnya dengan ‘ariyah (pinjam
2
Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim alAbyari,(Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996), h. 328. Muhammad Rawwas Qal-ah Ji dan Hamid
Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, (Bairut: Dar al-Nafais, 1985), h. 508. Abdul Aziz
Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid 6, h. 1905.
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 200), h. 481
3
Ibn Abidin, Radd al-Mukhtar, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 6, h. 519-520.
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, (Bairut: Dar al-Fikr, 1992), Jilid 4, h.
338
3
meminjam). Orang yang berwakaf boleh saja mencabut wakafnya kembali dan
boleh pula diperjualbelikan oleh pemiliknya semula.4 Jika orang yang mewakafkan
tersebut meninggal dunia maka harta yang diwakafkannya berpindah menjadi
milik ahli warisnya.5 Dengan demikian mewakafkan harta menurut Abu Hanifah
bukan berarti meninggalkan hak milik secara mutlak.
Akad wakaf baru bersifat mengikat apabila:
1. Terjadi sangketa antara orang yang mewakafkan dengan nazir wakaf daan
hakim memutuskan bahwa wakaf itu mengikat.
2. Putusan hakim terhadap harta wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang
yang berwakaf.
3. Wakaf itu dipergunakan untuk mesjid.6
Jika ketentuan benda wakaf itu diputuskan oleh hakim sebagai wakaf, maka
keputusan itu mempunyai ketentuan hukum yang berlaku dan mesti ditaati.
Apabila wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang yang mewakafkan maka
kedudukan hukumnya sama dengan hukum wasiat, wasiat tentang wakaf, maka
ahli warisnya tidak boleh mewariskannya. Wakaf hanya bisa terjadi selama orang
yang berwakaf masih hidup. Dengan demikian apabila orang yang berwakaf itu
sudah wafat maka otomatis wakafnya terputus sehingga harta wakaf menjadi milik
ahli warisnya.
Sedangkan sahabat Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dalam hal ini berbeda
pendapat dengan Abu Hanifah. Isa bin Aban meriwayatkan bahwa ketika Abu
Yusuf datang ke Baghdad ia sependapat dengan Abu Hanifah tentang bolehnnya
menjual harta wakaf, tetapi setelah diberitahukan kepadanya hadis Umar, ia
4
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Jilid 4, h. 339
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, (Bairut: Dar al-Fikr),
1996), h. 137. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1997), Juz
10, h. 7599
6
Muhammad Musthafa al-Syalabi, Al-Waqf wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa al-Qanun,
(Iskandariyah: Math’ah Dar al-Ta’lif, 1957), h. 19-20
5
4
merubah pendapatnya.7 Menurut Abu Yusuf wakaf itu menggugurkan kepemilikan
sama halnya dengan thalak dan memerdekakan budak, wakaf dapat terjadi dengan
semata-mata lafaz, dan tidak disyaratkan adanya penyerahan.8
2. Malikiyah
, آﺪراه
,
او,ﻮآﺎ ﺄ ﺮة
و ﻮ آﺎن,ﻮآﺔ
T P 9P T
ﺔ
ا ﺎﻚ
ﺪة ﺎ ﺮ ا
Menjadikan manfaat harta yang dimiliki oleh orang yang berwakaf baik
berupa sewa atau hasilnya (seperti wakaf uang) untuk diserahkan kepada
orang yang berhak dengan lafaz wakaf untuk masa waktu tertentu sesuai
dengan kehendak orang yang berwakaf.
Pengertian ini menjelaskan bahwa pemilik harta wakaf menahan penggunaan
harta itu secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu pemberian manfaat harta yang diwakafkan sedangkan harta itu
tetap menjadi milik orang yang mewakafkan. Wakaf ini hanya berlaku untuk masa
tertentu sesuai dengan kehendak orang yang berwakaf dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal.
Yang menjadi dasar mazhab Maliki berpendapat bahwa pemilikan harta wakaf
tetap di tangan orang yang berwakaf dan manfaatnya untuk orang yang menerima
wakaf adalah hadis Rasul tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya.10
3. Syafi’iyah
TP11PTﺮف ﺎح
ر ﺔ
ﺮف
ا
ﺎء
ﺎع
ﺎل ﻜ ا
7
Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir, (Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 511
8
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 137. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7600
9
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 135. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7601. Muhammad Musthafa al-Syalabi, Al-Waqf
wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa al-Qanun, h. 21
10
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 135-236. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7601
5
Menahan harta yang mungkin dapat diambil manfaatnya sementara
bendanya tetap dan benda itu lepas dari milik orang yang mewakafkan serta
dimanfaatkan untuk sesuatu yang dibolehkan.
Pengertian ini menjelaskan bahwa wakaf itu menahan tindakan hukum orang
yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan dengan tujuan untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan umum. kepemilikan benda wakaf itu tidak lagi
milik orang yang mewakafkan status harta telah telah berubah menjadi milik
Allah yang dipergunakan untuk kebajikan bersama sehingga
orang yang
mewakafkan tidsak boleh lagi bertindak hukum terhadap harta tersebut.
4. Hanabalah
ر
ﺮ و ﺮ
ا
ﺎء
TP12PTا ﻰ ﺮ ﺮ ﻬﺎ ا ﻰ اﷲ
ﺮف ﺎ ا
ﺮف ر
ﺎ
ا
ﺎﻚ
ﺮف
ا ﻮاع ا
ﻮع
Menahan kebebasan pemilik harta untuk bertindak hukum terhadap hartanya
sementara hartanya tetap utuh dan memutuskan semua hak penguasaan
terhadap harta tersebut, sedangkan manfaatnya diperuntukkan untuk
kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pengertian yang sederhana Ibn Qudamah menyatakan bahwa wakaf
adalah “ menahan pokoknya dan menyedekahkan manfaatnya”.13
Pengertian yang dikemukakan oleh Hanabalah ini sama dengan pengertian
wakaf yang dikemukakan oleh Syafiiyah yaitu berpindahnya kepemilikan harta
wakaf dari orang yang mewakafkan menjadi milik Allah yang dipergunakan
untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Karena harta wakaf
11
Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, ( Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958), Juz 2, h. 376.
Abu Zakaria Yahya bin Syarf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
t.th), Jilid 4, h. 377
12
Sayid Ali Fikri, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, ( Mesir: Mustafa al-Babi alHaalabi, 1938), Juz 2, h. 312
13
Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni
ala Mukhtashar al-Kharaqi¸ (Bairut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1994), Juz 5, h. 356
6
itu sudah menjadi milik Allah maka orang yang mewakafkan tidak boleh menarik
kembali harta yang telah diwakafkannya dan tidak boleh pula diwariskan.14
Dari semua pengertian wakaf yang dikemukan di atas, walaupun terdapat
perbedaan dalam mendefinisikan wakaf, tetapi semua pengertian itu mengacu kepada
satu kesimpulan bahwa wakaf itu menahan harta yang diperuntukkan untuk kebaikan
dan harta yang diwakafkan itu bernilai ekonomis
Pengertian wakaf dalam hukum positif Indonesia dapat dijumpai dalam PP.
No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik pasal 1 (1)15 dan Instruksi
Presiden No. 1 tahun 1999 tentang KHI buku III pasal 215 (1)16
Dalam pasal 1 (1) dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya
yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Dalam pasal 215 (1) KHI dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari
benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Jika pada pasal 1 (1) PP No. 28 tahun 1977 dengan tegas menyatakan bahwa
bennda wakaf adalah tanah milik, yang digunakan untuk kepentingan umum. Maka
berdasarkan KHI benda wakaf lebih umum. Pasal ini menyatakan bahwa benda wakaf
itu adalah benda milik. Ini berarti benda yang dapat diwakafkan itu bukan saja tanah
milik melainkan juga dapat berupa benda lain, sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 215 (2):
14
15
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, (Damsyiq: t. pn, 1993), h. 199
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1999), h.
213
16
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta: Logos,
1999), h. 209
7
“benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak
yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut
ajaran Islam”.17
Oleh karena itu berdasarkan pengertian wakaf menurut pasal 215 (1, 2) dapat
diketahui bahwa wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelempok orang atau
badan hukum untuk menahan hartanya baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Harta yang dimaksud di sini
termasuk di dalamnya tanah, uang, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang dibolehkan menurut ajaran Islam.
C. Dasar Hukum Wakaf
ِAllah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.Dasar hukum wakaf sebagai
lembaga yang diatur dalam Islam adalah al-Qur’an, dan hadis.
1. Al-Qur’an
Dasar hukum wakaf tidak dijumpai secara tersurat dalam al-Qur’an. Namun
demikian terdapat ayat-ayat yang memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai
dasar hukum wakaf.
a. Q.S Ali Imran ayat 92
ﺷ ﺊ ﺎن اﷲ
ﻮا
ﻮن و ﺎ
ﺎ
ﻮا
ﻰ
ﺎ ﻮا ا ﺮ
Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada suatu kebaikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya
b. Q.S Al-Baqarah ayat 267
...ا رض
ﺎا ﺮ ﺎﻜ
و
ﺎت ﺎ آ
ا ﻮا ا ﻮا
ﺄ ﻬﺎ ا ﺬ
Hai orang-oraang yang beriman nafkahkanlah di jalan Allah sebagiann dari
hasil usahamu yang baik-baik daan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari
bumi
17
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, h. 209
8
Ayat-ayat ini menganjurkan agar orang yang beriman mau menafkahkan
sebagian hartanya untuk kebaikan dan sekaligus menunjukkan cara untuk
mendapatkan kebaikan itu antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang
dimilikinya dan di antara sarana kebaikan itu adalah wakaf.
2. Hadis Nabi
ا
ا
ﺛ ث
ا
ﺪ اﺮ
ء
ﺎن ا
ا
ﺮ
ﺮا ﺮﺎا ﺎ
اذا ﺎت ا:ان ر ﻮل اﷲ ص م ﺎل
TP18PT()روا ا ﺮ ﺬي
ﺪ ﻮ
ﺎ
ﺪﺛ ﺎ
اﷲ
ووﺪ
هﺮ ﺮة ر
ﺪ ﺔ ﺎر ﺔ و
Telah menyampaikan kepada kami Ali bin Hujr, telah memberitahukan
kepada kami Ismail bin Ja’far dari ‘Ala’ bin Abd al-Rahman dari ayahnya
dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Rasul saw telah bersabda: bila manusia
mati maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; yaitu sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakannya.
(H.R al-Tarmizi).
Hadis ini menjelaskan bahwa amal orang yang telah meninggal itu terputus
pahalanya kecuali di dalam tiga perkara karena ketiganya itu berasal dari
usahanya: anaknya, ilmu yang ditinggalkannya dan sedekah jariyahnya.
ﻮن ﺎل ا ﺄ ﻰ ﺎ
ص م
ﺮ ﺄﻰ ا
ﺪي
,
ﺎع
ا
ﺮ ا
اﷲ وا
ﺎ
ﻬﺎ
ﺎرى ﺪﺛ ﺎ ا
ﺪ اﷲ ا
ﺎب ا ﺎب ار ﺎ
ا
ا
ﺪ
ﺮ
: ﺎل.ﻬﺎ
ا ﺮ ﻰ و ﻰ ا ﺮ ﺎب و ﻰ
ار ﺎ
ﺪ
ﺪ
ﺮ
ا
ﻬﺎ و
ا ﺮاء و
ﺪ ﺪﺛ ﺎ
ﻬ ﺎ ان
اﷲ
ﺔ
ﺮ ر
ﺎ ر ﻮل اﷲ ا:ﻬﺎ ﺎل
ا
ﺪﺛ ﺎ
ا
ﺄﺮ
ان ﺷﺌ:ﺎ ﺄ ﺮ ؟ ﺎل
ﺪق ﻬﺎ
ﻮرث و
و
ﻮه
و
18
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tarmizi, Sunan al-Tarmizi, di tahqiq oleh
Muhammad Mahmud Hasan Nasshar, ( Bairut; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), jilid 2, h. 326. Hadis
ini juga terdapat dalam kitab hadis sahih Muslim bab washiyah, nomor 14, Sunan Abu Daud bab
Washaya, nomor 14, Sunan al-Nasai bab washaya, nomor 8, Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis
nomor 316, 350, 373. A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, (Leiden:
EJ.Brill, 1962), Juz 4, h. 380
9
ﻮل )روا
ﺮ
ﻬﺎ ﺎ ﺮوف و
و ﻬﺎ ان ﺄآ
ﻰ
ﺎح
و
وا
TP19PT(ا ﺎرى
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id meriwayatkan kepada kami
Muhammad bin Abd Allah al-Anshari, menyampaikan kepada kami Ibn Aun ia
berkata telah menyampaikan kepada kami Nafi’ dari Ibn Umar r.a
sesungguhnya Umar bin al-Khattab memperoleh sebidang tanah di
Khaibar,lalu Umar mendatangi Rasul minta pertimbangan tentang tanah itu.
Maka katanya: Ya Rasul sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah di
Khaibar, di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku
selain dari padanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku
sehubungan dengannya. Rasul menjawab : jika engkau suka tahanlah tanah
itu dan engkau sedekahkan manfaaatnya. Maka Umarpun menyedekahkan
manfaatnya, dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak dihibahkan dan
tidak diwariskan. Tanah itu ia wakafkan kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, memerdekan budak, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak ada
halangan bagi orang yang mengurusnya untuk memakan sebagian darinya
dengan cara yang ma’ruf dan mamakannya tanpa menganggap bahwa tanah
itu miliknya sendiri. (H.R Bukhari)
Hadis
ini menjelaskan tentang perbuatan Umar yang mewakafkan tanah
miliknya, untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Umar tidak menjual,
menghibahkan dan mewariskan tanah tersebut.
D. Rukun dan Syarat Wakaf
Fuqaha’ sepakat bahwa wakaf harus memenuhi rukun dan syarat. Hanya saja
terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah rukun di kalangan fuqaha’. Menurut
mazhab Hanafi rukun wakat itu hanya satu yaitu shighat.20 Sedangkan menurut
jumhur rukun wakaf ada empat, yaitu :
19
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi Abd Allah
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, (Kairo: Maktabah al-Salafiyah, 1407H), Juz 5, h. 418. Hadis ini
juga terdapat dalam Shahih Bukhari bab Syarath nomor 19, bab washaya nomor 28, 29 dan 32, bab
Aiman nomor 33. Shahih Muslim bab washiyah nomor 15, Sunan al-Tarmizi bab Ahkam nomor 36,
Sunan al-Nasai bab Ahbas nomor 2 dan 3, Ibn Majah bab Shadaqat nomor 40 dan Musnad Ahmad bin
Hanbal jilid 2 nomor 12 dan 13. A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, jilid
3, h. 279
20
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Jilid 4, h. 338
10
1. Wakif, yaitu orang yang mewakafkan
2. Maukuf, yaitu harta atau benda yang dijadikan objek wakaf
3. Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang menerima harta wakaf
4. Shighat, yaitu
Pernyataan si wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan hartanya.21
Masing-masing rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu.
1. Wakif
Orang
yang mewakafkan
hartanya disyaratkan mempunyai kecakapan
bertindak hukum, di antara syarat wakif adalah:
a. Kamal Ahliyah
Yang termasuk ke dalam kamal ahliyah
aadalah baligh, berakal dan
merdeka. Apabila yang mewakafkan itu anak kecil maka wakafnya batal baik
ia sudah mumayyiz atau belum, begitu juga halnya dengan wakaf yang
dilakukan oleh orang gila dan budak.
b. Ahli al-Tabarru’
yaitu orang yang mewakafkan hartanya sendiri dan hartanya itu berada di
bawah kekuasaannya. Maka menurut jumhur tidak sah wakaf yang dilakukan
oleh seseorang yang pailit.22, tetapi Hanafiyah membolehkan orang yang
berhutang mewakafkan hartanya dengan syarat hutang tersebut tidak melebihi
seluruh harta, maka mewakafkan sisa harta yang tidak terkait dengan hutang
hukumnya sah. Tetapi jika hutang itu mencakup seluruh harta maka wakafnya
ditangguhkan sampai ada izin dari
orang yang memberikan hutang. Jika
diizinkan maka wakafnya sah dan jika tidak diizinkann, wakafnya tidak sah.23
21
Al-Nawawi. Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377-387. Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa
al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 138, Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 203
22
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 204-205
23
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 154. Muhammad Abu
Zahrah, Muhadharat fi al-Waqfu, (t.t: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971), h. 122
11
Ahli tabarru’ di sini juga termasuk imam yang mewakafkan harta milik baitul
mal yang bertujuan untuk kepentingan umum seperti mesjid dan selainnya.24
2. Maukuf
Benda yang akan diwakafkan, dianggap sah sebagai harta wakaf, jika benda
tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Benda yang akan di wakafkan
baik harta bergerak maupun tidak harus
bernilai ekonomis, tetap zatnya dan dibolehkan manfaatnya menurut ajaran
Islam.
b. Harta yang akan diwakafkan harus jelas wujudnya dan batasan-batasannya,
tujuannya adalah untuk menghindari perselisihan
yang mungkin terjadi
dikemudian hari setelah harta itu diwakafkan. Oleh karena itu tidak sah
mewakafkan harta yang tidak jelas, seperti satu dari dua rumah misalnya.
c. Harta yang akan diwakafkan itu milik penuh orang yang berwakaf.25
Para ulama sepakat boleh mewakafkan benda tetap – yang menurut Hanafiyah
hanya tanah saja dan menurut Malikiyah tanah dan apa yang berhubungan
dengannya berupa bangunan dan pohon26-
tetapi mereka berbeda tentang
mewakafkan benda bergerak.
Ulama Hanafiyah mensyaratkan bahwa wakaf itu adalah benda yang kekal
zatnya. Namun demikian Hanafiyah membolehkan wakaf benda bergerak dalam
beberapa hal:
1. Apabila keadaan benda bergerak itu mengikuti benda tetap. Mengenai hal ini
ada dua macam, pertama: benda tersebut berhubungan dengan benda tetap
seperti bangunan dan pohon. Kedua : benda bergerak yang digunakan untuk
membantu benda tetap seperti alat untuk membajak.
2. Ada nash yang membolehkan seperti senjata dan kuda atau binatang-binatang
yang digunakan untuk berperang
24
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377
Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, Juz 2, h. 377
26
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah., h. 207
25
12
3. Benda bergerak itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk
mewakafkannya seperti wakaf kitab, mushaf, dinar dan dirham dan
sebagainya.27
Sementara ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan benda bergerak tanpa
memberikan batasan seperti budak, pakaian, binatang, pedang, mushaf, kitab dan
sebagainya28 dengan dalil diqiyaskan dengan hukum yang berlaku pada pohon
kurma, bangunan dan tanah.29
Menurut Hanabalah barang yang sah diperjualbelikan, sah pula diwakafkan
dan bermanfaat secara mubah sedang zat barangnya kekal.30 Sementara itu
Malikiyah tidak membedaakan wakaf tetap dan bergerak. Menurut mereka boleh
mewakafkan segala benda yang dapat memberikan manfaaat kepada orang yang
diberi harta wakaf baik berupa benda tetaap maupun bergerak.31
3. Maukuf Alaih
Fuqaha’ membagi maukuf alaih kepada dua bahagian:
1. Untuk seseorang atau kelempok tertentu
Fuqaha’ sepakat menetapkan syarat bagi orang atau kelempok tertentu ini,
mempunyai keahlian atau hak untuk memiliki dalam arti penerima wakaf dapat
memiliki harta yang diwakafkan kepadanya pada saat pemberian wakaf. Tetapi
mereka berbeda pendapat dalam hal berwakaf terhadap sesuatu yang tidak ada,
tidak diketahui dan berwakaf terhadap diri sendiri.
Menurut ulama Hanafiyah wakaf sah
baik diberikan kepada orang yang
diketahui maupun orang yang tidak diketahui, muslim atau zimmi, sedangkan
berwakaf kepada geraja dan kafir harbi tidak boleh. Abu Yusuf dan yang lainnya
27
Muhammad Abu Zahrah, Muhadharat fi al-Waqfu, h. 103-104
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 376
29
Al-Muzani, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, (Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993),
jilid 9, h. 145. Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir
(Syarh Mukhtsahar al-Muzani, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 517
30
Sayyid Ali al-Fikr, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, Juz 2, h. 313
31
Sayyid Ali al-Fikr, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, Juz 2, h. 307
28
13
dari kalangan Hanafiyah membolehkan wakaf kepada diri sendiri.32 Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa wakaf sah ditujukan kepada kepada orang yang
mempunyai hak untuk memiliki, baik kepada sesuatu yang sudah nyata ada
maupun kepada sesuatu yang dimungkinkan ada seperti janin yang akan lahir.
Wakaf kepada diri sendiri tidak dibolehkan meskipun bersama orang lain yang
bukan ahli waris.33
Ulama Syafiiyah berpendapat sah wakaf diberikan kepada seseorang atau
kelompok tertentu dengan syarat mempunyai kemungkinan untuk memiliki, oleh
karenanya boleh berwakaf kepada kafir zimmi dan tidak sah wakaf kepada kafir
harbi dan murtad. Wakaf juga tidak sah diberikan kepada janin karena ia belum
dapat memiliki pada saat wakaf itu diberikan, begitu juga halnya kepada hamba34
Syarat yang sama juga dikemukakan oleh ulama Hanbali yaitu orang yang
menerima wakaf itu mempunyai kemampuan untuk memiliki, objeknya harus jelas
ada, sehingga wakaf tidak boleh diberikan kepada budak dan janin yang ada dalam
kandungan dan juga tidak boleh untuk orang murtad dan kafir harbi karena pada
dasarnya harta mereka mubah dan boleh diambil secara paksa, dan juga tidak sah
wakaf kepada diri sendiri karena tujuan wakaf itu untuk dimanfaatkan oleh orang
yang menerima wakaf. 35
2. Tidak tertentu
Wakaf yang tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu disyaratkan harus
jelas diketahui dan tujuannya untuk kebaikan dengan menafkahkan haartanya
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Seperti wakaf diberikan kepada
orang-orang fakir, orang-orang miskin, ulama , mesjid, sekolah, jembatan dan
32
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164
34
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 381
35
Wahbah al-Zuhaili, Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h.
33
166-167
14
sebagainya, dan wakaf itu tidak boleh ditujukan untuk maksiat atau hal-hal yang
bertentangan dengan syari’at Islam.36
4. Shighat
Rukun hakiki dari setiap aqad adalah keralaan masing-masing pihak yang
berakad. Kerelaan itu sesuatu yang tersembunyi, untuk melahirkan sesuatu yang
tersembunyi ini harus ada shighat yang diungkapkan melalui ijab dan qabul. Maka
demikian pula halnya dengan wakaf, terdapat beberapa syarat shighat yang ditetapkan
oleh fuqaha’
1. Langsung, shighat tidak dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu.
2. Tidak dikaitkan dengan syarat yang fasid
3. Selamanya, tidak dikaitkan dengan waktu, kecuali menurut Malikiyah boleh
wakaf dalam waktu tertentu. Apabila habis masanya harta itu kembali kepada
orang yang mewakafkan.37
E. Wakaf Uang Tunai
Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan uang.
Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek wakaf itu
apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal, ini juga sejalan dengan pemahaman
mereka terhadap perkataan Rasul kepada Umar yang mewakafkan tanahnya di
Khaibar, di mana Rasul menyatakan “tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya”.
Di kalangan Hanafi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Abidin bahwa
Muhammad bin Abdullah al-Anshari meriwayatkan dari Zufar tentang bolehnya
mewakafkan
uang dirham dan dinar. Abdullah al-Anshari menjelaskan “kita
investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan keuntungannya kita sedekahkan”.
Bolehnya mewakafkan uang tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang
dirham dan dinar sudah menjadi kebiasaan di negeri Romawi.38
36
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 168
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 209-210
38
Ibn Abidin, Radd al-Mukhtar, h. 555
37
15
Di kalangan Syafiiyah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Nawawi
dalam al-Majmu’ : terdapat perbedaan pendapat para sahabat kita tentang
mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan dirham
dan dinar, membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan
menyewakannya, tidak membolehkan mewakafkannya.39
Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari sebagian besar
kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan dinar karena
dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya.
Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan menyewakan
uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama uang sebagai alat
tukar. Begitu juga larangan untuk mewakafkan pohon untuk jemuran, karena fungsi
utaama pohon bukanlah untuk menjemur pakaian. Dan menurut sebagian yang lain
sah mewakafkan dinar dan dirham karena boleh menyewakannya.40
Adanya pendapat sebagian ulama yang lebih menekankan bahwa harta wakaf
itu harus kekal dan tahan lama tidak terlepas dari konsep wakaf itu sebagai sedekah
jariyah yang pahalanya terus mengalir. Oleh karenanya harta yang diwakafkan itu
harus tahan lama. Ibn Taimiyah dalam al-fatawa meriwayatkan satu pendapat dari
Abdullah al-Anshari yang menyatakan bahwa wakaf dinar aakan bermanfaat ketika
zat uangnya habis dan jika bendanya tidak lenyap maka tidak akan bermanfaat.41
Maksudnya adalah manfaat uang itu akan terwujud bersamaan dengan lenyapnya zat
uang secara fisik. Kendatipun secara fisik zatnya lenyap, tetapi manfaatnya kekal.
Adanya perdebatan di kalangan fuqaha’ tentang boleh tidaknya mewakafkan
uang memperlihatkan adanya upaya yang terus menerus memaksimalkan hasil harta
wakaf. Karena semakin banyak harta wakaf yang dihimpun berarti semakin banyak
pula kebaikan yang mengalir kepada pihak yang berwakaf. Pendapat yang
39
Al-Nawawi, Al-Majmu’, ( Bairut: Dar al-Fikr, 1996), Juz 16, h. 277. Al-Nawawi, Raudhah
al-Thalibin, Juz 4, h. 380
40
Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni
ala Mukhtashar al-Kharaqi¸h. 382
41
Ibn Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa , (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), Jilid 18, h. 101
16
membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, membuka peluang bagi asset wakaf
untuk memasuki berbagai usaha investasi seperti syirkah, mudharabah dan lain-lain.
Dalam catatan sejarah Islam wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad
ke-2 H. Al-Zuhri sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari menganjurkan
untuk mewakafkan uang untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidikan
umat Islam. Caranya adalah dengan menjadikan uang itu sebagai modal usaha
kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.42
F. Wakaf Uang di Negara-Negara Islam
Sevket Pamuk, seorang intelektual asal Turki pernah menggambarkan
bagaimana wakaf menjadi salah satu kekuatan ekonomi sebuah negara. Dalam
makalahnya yang disampaikan pada sebuah seminarr yang bertajuk formattion and
efficiency of Fiskal states in Europe and Asia 1500-1914 di Boenos Aires, Argentina,
pada Juli 2002, menyatakan bahwa wakaf telah mengambil peran penting dalam
membesarkan kekaisaran Ottoman Turki, wakaf telah melakukan
apa yang
disebutnya the evolution of fiscal institution di kekaisaran yang wilayahnya
mencakup Asia dan Eropa ini. . Secara ekonomi, kekuatan fundamental kekaisaran ini
salah satunya dibangun berkat sistim wakaf. Keberhasilan sistim wakaf pada masa
kekaisaran ini tidak menjadi sisa-sisa kejayaan masa lalu yang turut runtuh seiring
dengan pudarnya kekuasaan kekaisaran yang berkuasa pada abad ke-14. karena sistim
wakaf yang berkembang pesat pada masa itu, secara tradisi diteruskan oleh negaranegara Asia, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Asia selatan.43
Menurut M. A. Mannan, Profesor penelitian Universitas King Abdul Aziz,
sekarang ini diperlukan reformasi pengelolaan wakaf di negara-negara Islam atau
negara yang mayoritas penduduknya Islam. Penelitian Mannan menyebutkan,
reformasi pengelolaan wakaf sudah dilakukan di beberapa negara misalnya Tunisia,
Aljazair, India. Di India pengaturan wakaf melalui Undang-Undang dimulai dengan
42
43
Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Bairut: Dar al-Fikr, 1994), Juz 3, h. 259-260
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 14
17
peluncuran Musalman Waqf Act pada tahun 1923. Menurut UU ini harta yang
diwakafkan dapat berupa tanah, sawah, kebun, mesjid dan tempat-tempat ibadah, alat
pertanian, kitab suci, kuda, unta, dan uang. Sedangkan pemanfaatannya antara lain
untu pemeliharaan harta wakkaf yang ada. Pembiayaan pelaksanaan pencapaian
tujuan wakaf yang ditetapkan oleh wakif, bantuan fakir miskin untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Di Pakistan beberapa peraturan perundang-undangan juga telah diberlakukan
yang kemudian diadopsi oleh Banglades. Meskipun pimpinan administrasi
di
Pakistan dan Banglades telah menangani pengadministrasian dan pemeliharaan harta
wakaf, penghasilan harta wakaf yang kecil dan tersebar sangat tidak mencukupi untuk
memelihara harta wakaf itu sendiri. Kondisi inilah yang kemudian memerlukan
adanya reformasi dalam manajemen dan administrasi harta wakaf. Survei yang
dilakukan Mannan ini menunjukkan bahwa ada fleksibelitas dan lingkup yang cukup
untuk reformasi lebbih jauh bagi pengembangan manajemen dan administrasi wakaf
di negara-negara Islam atau negara yang mayoritas muslim, terutama yang berkenaan
dengan wakaf uang tunai.
Wakaf uang tunai diharapkan diharapkan menjadi sarana rekonstruksi sosial
dan pembangunan. Mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan
partisipasi tersebut, berbagai upaya pengenalan tentang arti pentingnya wakaf
termasuk wakaf tunai sebagai sarana tranfer tabungan si kaya kepada para ushawan.
Mannan berpendapat, wakaf tunai dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan
proyek investasi sosial yang dikelola bank-bank Islam, sehingga dapat berubah
menjadi bank wakaf.44
Di berbagai negara wakaf uang sudah lama di praktekan dan diatur dalam
undang-undang seperti Undang-Undang negara Qatar Nomor 8/ 1946 tentang wakaf
yang mengatur wakaf benda bergerak. Aturan tentang wakaf benda bergerak ini juga
44
Modal, No. 8/I-Juni 2003, h. 42
18
berlaku di Mesir dengan adanya Undang-Undang Nomor 48 /1946 tentang hukum
wakaf.45
Mesir merupakan salah satu contoh keberhasilan dalam mengembangkan
sistem wakaf produktif. Dari segi kuantitas, di Mesir, misalnya, jumlah lahan
pertanian hasil wakaf masyarakat sampai dengan awal abad ke-19 mencapai sekitar
sepertiga total jumlah lahan pertanian yang ada. Itu belum termasuk tanah wakaf yang
dimanfaatkan untuk pembangunan gedung sekolah, mesjid, rumah sakit, dan panti
anak yatim. Universitas al-Azhar di Kairo merupakan yayasan pendidikan yang besar
berkat dana wakaf. Perguruan tinggi ini setiap tahunnya menerima wakaf bernilai
jutaan dolar dari donatur dalam dan luar negri.46
Untuk mengembangkan wakaf yang ada, pemerintahan Mesir terus menerus
melakukan kajian tentang pengelolaan wakaf. Peraturan perundang-undangan
mengenai perwakafan di Mesir juga selalu dikembangkan sesuai dengan situasi dan
kondisi. Agar wakaf dapat lebih meningkstksn perekonomian masyarakat, maka
badan wakaf di Mesir juga membuat beberapa kebijakan, antara lain menitipkan hasil
wakaf di Bank Islam, mengadakan kerjasama dengan beberapa perusahaan,
mengelola tanah-tanah kosong secara produktif, bekerjasama dengan berbagai
perusahaan, membeli saham dan obligasi dan obligasi perusahaan penting. Sedangkan
hasil
pengembangan wakaf di Mesir secara garis besar di manfaatkan untuk
membantu kehidupan masyarakat seperti fakir miskin, anak yatim, para pedagang
kecil, kesehatan masyarakat dengan mendirikan rumah sakit, menyediakan obatobatan bagi masyarakat, mendirikan tempat-tempat ibadah dan untuk mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi.47
Di Bangladesh
wakaf tunai memiliki arti yang sangat penting dalam
memobilisasi dana bagi pengembangan wakkaf properti. Social Investmen Bank Ltd
(SIBL) mengintrodusir Sertifikat Wakaf Tunai, suatu produk baru dalam sejarah
45
Modal, No 10/-Agustus 2003, h. 53
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 12
47
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 18
46
19
perbankan sektor voluntary. Bangladesh menawarkan skim wakaf tunai, pengenalan
skim wakaf tunai diartikan sebagai Islamic Voluntary sector. Skim ini diharapkan
menjadi model mobilisasi tabungan yang paling efektif dan konstan yang
keuntungannya dimanfaatkan untuk investasi dan kegunaan sosial.. Petunjuk
administrasi operasional sertifikat wakaf ini di antaranya adalah bank akan mengelola
wakaf atas nama wakif. Wakif memiliki kebebasan untuk memilih 32 tujuan yang
diperrkenalkan oleh SIBL atau tujuan lain yang diizinkan sesuai syariah meliputi
rehabilitasi keluarga, pendidikan dan budaya, kesehatan dan sanitasi dan pelayanan
sosial. Total wakaf tunai akan menghasilkan keuntungan rata-rata tertinggi 10.70
persen keuntungan yang ditawarkan oleh perbankan dari waktu ke waktu.
Sasaran pemanfaatan dana hasil pengembangan wakaf tunai yang dikelola
oleh SIBL antara lain adalah untuk meningkatkan standar hidup orang miskin,
rehabilitasi orang cacat, meningkatkan standar hidup penduduk hunian kumuh,
membantu pendidikan anak yatimm piatu, beasiswa, mengembangkan pendidikan
moderen,
mengembangkan sekolah, madrasah, kursus, akademi dan universitas,
mendanai berbagai macam riset, mendirikan rumah sakit dan bank darah,
menyelesaikan masalah-masalah sosial non muslim, membantu proyek-proyek untuk
penciptaan lapangan kerja unntuk menghapus kemiskinan sesuai
dengan syariat
48
Islam dan lain-lain.
Lembaga finansial yang juga mengenggam dana wakaf cukup besar adalah
Isalamic Devolepment Bank (IDB). Dana IDB di antaranya US$ 220.000 untuk
membangun Mahad Al-Irsyad al-Islami Girl School, Keren, Ansaba Province, Eritrea.
US$ 350.000 untuk SMD General Hospital, Marawi City, Philippines. US$ 250.000
untuk perlengkapan laboratorium Islamic Secondary School. Ghana. US$ 400.000
untuk Univercity of Devolepment Studies (UDS), Nyankpala Ghana.US$ 217.000
untuk pembangunan Nurul Islam School di Tumin City, Russian Federation. US$
300.000 untuk membeli Al-Huda Islamic School di College Park, Maryland, USA
48
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 18
20
dan
US$ 295.000 untuk memperbaiki kelas pada Islamic Centre of Lausanne,
Switzerland.49
Sedangkan di Indonesia, sejak 10 tahun terakhir wacana wakaf produktif
semakin mendapat tempat. Bahkan sosialisasi wakaf telah jauh melebar ke bentuk
wakaf tunai. Hal ini bisa dilihat dengan menjamurnya sejumlah yayasan yang
mengelola dana wakaf masyarakat. Yayasan Islamic Village Tangerang dan yayasan
Paramadina adalah dua diantara yayasan yang menyembul ke permukaan dan terbukti
mampu hidup dan berkembang berkat dana wakaf.50 Pada tanggal 11 Mei 2002
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa wakaf uang/produktif. Kran
wakaf tidak sekedar lahan mati pun terbuka secara umum. Langkah cermat MUI ini
langsung diikuti Bank Muammalat dan Dompet Dhuafa republika dengan menjadikan
diri mereka sebagai nazir wakaf produktif51
Dompet Dhuafa Republika dengan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)
didirikan sejak November 2001 sebagai tempat layanan kesehatan bagi orang yang
tidak punya. Sumber dana LKC di samping berasal dari infak, sedakah, dan zakat
juga berasal dari wakaf tunai. Dalam hal ini LKC berfungsi sebagai objek wakaf
ttunai yang efektif, artinya wakaf berupa harta,berapapun nilainya dikelola untuk
membantu kaum miskin
di bidang kesehatan. Besarnya nilai wakaf tunai yang
ditawarkan LKC terdiri dari dua jenis; Pertama wakaf tunai atas nama dengan nilai
nominal Rp 5.000.000. kedua wakaf tunai atas unjuk dengan nilai nominal Rp
1.000.000.52 Sebagai bukti telah berwakaf Dompet Dhuafa mengeluarkan sertifikat
wakaf tunai.
Mengingat sangat besarnya manfaat wakaf uang tunai dan wakaf benda-benda
bergerak lainnya demi mewujudkan kesejahteraan umat, maka pengembangan wakaf
tunai di Indonesia merupakan suatu keharusan. Oleh karenanya pada bulan Juni 2003
pemerintah dalam hal ini Depertemen Agama sudah selesai menyiapkan Rancangan
49
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
51
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
52
Modal, No. 3/I-Januari 2003, h. 45
50
21
Undang-Undang (RUU) Wakaf. Dalam RUU ini cukup banyak diatur hal-hal yang
baru seperti persoalan wakaf benda bergerak meliputi wakaf uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang
dibolehkan menurut ajaran Islam.53
Pada bulan juli 2004 Rancangan Undang-Undang tentang Wakaf sudah
diajukan ke DPR. Pembahasan RUU Wakaf di DPR tidak ada hambatan yang
berarti, sehingga pada tanggal 28 september Rancangan Undang-Undang tentang
Wakaf yang diajukan oleh pemerintah itu disetujui oleh DPR, yang kemudian di
sahkan oleh Presiden RI, Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27
oktober 2004.
Dalam UU tentang Wakaf ini, wakaf uang diatur dalam bagian tersendiri.
Dalam pasal 28 UU ini disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui lembaga keuangan syari’ah yang ditunjuk oleh mentri.
Kemudian dalam pasal 29 (1) disebutkan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan
kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat 2 pasal yang sama dinyatakan
bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sedangkan dalam ayat (3) pasal yang
sama diatur bahwa sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah kepada wakif dan nazir
sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.54
G. Kesimpulan
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya
harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang
bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh
karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga bisa
benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang tunai
53
54
Modal, No. 10/I-Agustus 2003, h. 53
Modal, edisi 23, Desember 2004
22
memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi semua
dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia dan Eropa.
Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa benda yang diwakafkan harus
kekal zatnya yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus. Namun
demikian menurut ulama Hanafiyah dibolehkan mewakafkan benda bergerak. Salah
satu diantara persyaratan yang ditetapkan Hanafiyah adalah benda bergerak itu sudah
menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk mewakafkannya seperti kitab, dinar,
dirham dan sebagainya. Sedangkan ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan
benda bergerak tanpa memberikan batasan.
Bolehnya mewakafkan benda-benda bergerak seperti uang sangat penting
untuk mengembangkan benda-benda tidak bergerak. Wakaf uang dapat mengubah
kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang kaya saja.
Jadi untuk berwakaf tunai tidak perlu lagi menunggu usia tua dan memiliki rezki
yang berlebih. Seperti yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa (DD), kita dapat
memilih sendiri besaran tunai yang diwakafkan mulai dari satu juta sampai jumlah
yang diinginkan. Wakif akan menerima sertifikat wakaf tunai sebagai bukti telah
berwakaf.
Pengelolaan wakaf uang memang tidak mudah, karena resikonya memang
cukup tinggi. Oleh karena itu pengelolaan dan pengembangan benda wakaf
khususnya wakaf uang harus dilakukan oleh nazir yang propesional.
23
DAFTAR PUSTAKA
A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: EJ.Brill,
1962, Juz 4
Abu Zahrah, Muhammad, Muhadharat fi al-Waqfu, t.t: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971
Asqalani, al, Ahmad bin Ali bin Hajar, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi
Abd Allah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Kairo: Maktabah al-Salafiyah,
1407H, Juz 5
Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta:
Logos, 1999
Bukhari, Shahih al-Bukhari, Bairut: Dar al-Fikr, 1994, Juz 3
Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), Jilid 6
Fikri, Sayid Ali, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa al-Adabiyah, Mesir: Mustafa al-Babi
al-Haalabi, 1938, Juz 2
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Fikr,
1992, Jilid 4
-------, Radd al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 6
Ibn Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa , Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000, Jilid 18
Jurjani, al, Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab al- Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim alAbyari, Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996
Kurdi, al, Ahmad al-Haji, Ahwal al-Syakhshiyyah, Damsyiq: t. pn, 1993
Maqdisi, al, Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, AlMughni ala Mukhtashar al-Kharaqi¸ Bairut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1994, Juz
5
Mawardi, al, Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hawi al-Kabir, Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 7
Modal, No 10/1-Agustus 2003
24
Modal, No. 3/I-Januari 2003
Modal, No. 5/I-Maret 2003
Modal, No. 8/I-Juni 2003
Modal, Edisi 23, Desember 2004
Muzani, al, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah,
1993, jilid 9
Nawawi, al, Al-Majmu’, Bairut: Dar al-Fikr, 1996, Juz 16
-------,Raudhah al-Thalibin, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th, Jilid 4
Qal’ah Ji, Muhammad Rawwas dan Hamid Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah alFuqaha’, Bairut: Dar al-Nafais, 1985
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000
Syalabi, al, Muhammad Musthafa, Al-Waqf wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa alQanun, Iskandariyah: Math’ah Dar al-Ta’lif, 1957
Syarbaini, al, Mughni al-Muhtaj, Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958, Juz 2
Tarmizi, al, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tarmizi, di tahqiq oleh
Muhammad Mahmud Hasan Nasshar, Bairut; Dar al-Kkutub al-Ilmiyah,
2000
Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press,
1999
Zein, M, Satria Effendi M, “Analisis Yurisprudensi: Tentang Sengketa Tanah Wakaf”
dalam Mahkamah Agung, Analisa Yurisprudensi Peradilan Agama Tentang
Hadhanah, Harta Bersama, Wasiat, Hibah, Wakaf, Jakarta: Pusdiklat Teknis
Balitbang Diklat Kumdil MA RI, 2008
Zuhaili, al, Wahbah , Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, Bairut: Dar alFikr, 1996
-------, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Damaskus: Dar al-Fikr, 1997
25
26
HUKUM ISLAM
Oleh : Dr. Evra Willya, M.Ag•
Abstrak
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya
harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang
bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh
karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga
bisa benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang
tunai memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi
semua dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia
dan Eropa. Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan
uang. Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek
wakaf itu apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal. Di kalangan Hanafi
membolehkan mewakafkan uang dirham dan dinar. Bolehnya mewakafkan uang
tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang dirham dan dinar sudah
menjadi kebiasaan di negeri Romawi. Di kalangan Syafiiyah terdapat perbedaan
tentang mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan
dirham
dan
dinar,
memperbolehkan
membolehkan
menyewakannya
berwakaf
dirham
dan
dengannya
dinar,
dan
tidak
yang
tidak
membolehkan
mewakafkannya. Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari
sebagian besar kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan
dinar karena dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada
lagi wujudnya. Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan
menyewakan uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama
uang sebagai alat tukar.
Kata kunci: wakaf, uang tunai, dinar, dan dirham
•
Penulis adalah Dosen tetap pada STAIN Bukittinggi
1
A. Pendahuluan
Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial
ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang
berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah swt,
lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam
Islam. Penguasaan harta oleh sekelompok orang akan melahirkan eksploitasi
kelompok minoritas (si kaya) terhadap mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan
kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibatakibat negatif yang beraneka ragam.
Wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada
seseorang atau nazir baik berupa perorangan baik berupa badan pengelola dengan
ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan
syari’at Islam. Harta yang telah diwakafkan , keluar dari hak milik yang mewakafkan
dan bukan pula menjadi hak milik nazir atau tempat menyerahkan, tetapi menjadi hak
Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.1
Oleh karena itu wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara
habluminallah dan habluminannas. Dalam fungsinya sebagai ibadah wakaf
merupakan satu bentuk perbuatan dengan cara memisahkan sebagian harta benda
yang dimiliki seseorang untuk dijadikan harta milik umum, yang akan diambil
manfaatnya bagi kepentingan orang lain. Pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun
yang berwakaf telah meninggal dunia. Dalam fungsi sosialnya wakaf merupakan aset
yang sangat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tidak
memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi yang mewakafkan.
Salah satu unsur terpenting dari wakaf adalah benda yang diwakafkan. Tanpa
ada benda wakaf, wakaf tidak akan dapat direalisasikan. Benda wakaf menurut
fuqaha’ dan hukum positif dalam beberapa hal adalah sama, yaitu benda wakaf itu
1
Satria Effendi M, Zein, “Analisis Yurisprudensi: Tentang Sengketa Tanah Wakaf” dalam
Mahkamah Agung, Analisa Yurisprudensi Peradilan Agama Tentang Hadhanah, Harta Bersama,
Wasiat, Hibah, Wakaf, ( Jakarta: Pusdiklat Teknis Balitbang Diklat Kumdil MA RI, 2008), h. 437
2
bermanfaat dan bernilai ekonomis dalam arti sesuatu yang dapat diperjualbelikan,
tahan lama baik bendanya maupun manfaatnya dan manfaatnya dapat diambil oleh si
penerima wakaf.
Walaupun terdapat perbedaan definisi wakaf dan harta wakaf, akan tetapi
definisi wakaf yang mereka kemukakan nampaknya berpegang pada prinsip bahwa
benda yang diwakafkan itu pada hakikatnya adalah pengekalan manfaat benda wakaf,
baik status kepemilikan benda itu berpindah kepada orang yang menerima wakaf
ataupun tetap di tangan si wakif.
Berkaitan dengan ini adalah hukum mewakafkan uang. Apakah uang bisa
dijadikan sebagai benda wakaf atau tidak. Di kalangan fuqaha’ hukum mewakafkan
uang merupakan persoalan yang diperselisihkan. Perselisihan ini tidak terlepas dari
definisi masing-masing tentang wakaf dan harta wakaf.
B. Pengertian Wakaf
Secara bahasa wakaf berarti menahan tindakan hukum2 Sedangkan pengertian
wakaf secara istilah terdapat perbedaan di kalangan ulama:
1. Abu Hanifah
TP3PTﺔ
ﺪق ﺎ
و
ﻰ ﻚ ا ﻮا
ا
Menahan materi benda orang yang berwakaf dan menyedekahkan
manfaatnya untuk kebajikan.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa harta wakaf menurut Abu Hanifah
tetap menjadi milik orang yang mewakafkan hanya manfaatnya saja yang
disedekahkan. Akad wakaf adalah jaiz tidak akad yang lazim dalam arti akad
wakaf bukanlah akad yang mengikat sama halnya dengan ‘ariyah (pinjam
2
Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim alAbyari,(Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996), h. 328. Muhammad Rawwas Qal-ah Ji dan Hamid
Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, (Bairut: Dar al-Nafais, 1985), h. 508. Abdul Aziz
Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid 6, h. 1905.
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 200), h. 481
3
Ibn Abidin, Radd al-Mukhtar, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 6, h. 519-520.
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, (Bairut: Dar al-Fikr, 1992), Jilid 4, h.
338
3
meminjam). Orang yang berwakaf boleh saja mencabut wakafnya kembali dan
boleh pula diperjualbelikan oleh pemiliknya semula.4 Jika orang yang mewakafkan
tersebut meninggal dunia maka harta yang diwakafkannya berpindah menjadi
milik ahli warisnya.5 Dengan demikian mewakafkan harta menurut Abu Hanifah
bukan berarti meninggalkan hak milik secara mutlak.
Akad wakaf baru bersifat mengikat apabila:
1. Terjadi sangketa antara orang yang mewakafkan dengan nazir wakaf daan
hakim memutuskan bahwa wakaf itu mengikat.
2. Putusan hakim terhadap harta wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang
yang berwakaf.
3. Wakaf itu dipergunakan untuk mesjid.6
Jika ketentuan benda wakaf itu diputuskan oleh hakim sebagai wakaf, maka
keputusan itu mempunyai ketentuan hukum yang berlaku dan mesti ditaati.
Apabila wakaf itu dikaitkan dengan kematian orang yang mewakafkan maka
kedudukan hukumnya sama dengan hukum wasiat, wasiat tentang wakaf, maka
ahli warisnya tidak boleh mewariskannya. Wakaf hanya bisa terjadi selama orang
yang berwakaf masih hidup. Dengan demikian apabila orang yang berwakaf itu
sudah wafat maka otomatis wakafnya terputus sehingga harta wakaf menjadi milik
ahli warisnya.
Sedangkan sahabat Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dalam hal ini berbeda
pendapat dengan Abu Hanifah. Isa bin Aban meriwayatkan bahwa ketika Abu
Yusuf datang ke Baghdad ia sependapat dengan Abu Hanifah tentang bolehnnya
menjual harta wakaf, tetapi setelah diberitahukan kepadanya hadis Umar, ia
4
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Jilid 4, h. 339
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, (Bairut: Dar al-Fikr),
1996), h. 137. Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1997), Juz
10, h. 7599
6
Muhammad Musthafa al-Syalabi, Al-Waqf wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa al-Qanun,
(Iskandariyah: Math’ah Dar al-Ta’lif, 1957), h. 19-20
5
4
merubah pendapatnya.7 Menurut Abu Yusuf wakaf itu menggugurkan kepemilikan
sama halnya dengan thalak dan memerdekakan budak, wakaf dapat terjadi dengan
semata-mata lafaz, dan tidak disyaratkan adanya penyerahan.8
2. Malikiyah
, آﺪراه
,
او,ﻮآﺎ ﺄ ﺮة
و ﻮ آﺎن,ﻮآﺔ
T P 9P T
ﺔ
ا ﺎﻚ
ﺪة ﺎ ﺮ ا
Menjadikan manfaat harta yang dimiliki oleh orang yang berwakaf baik
berupa sewa atau hasilnya (seperti wakaf uang) untuk diserahkan kepada
orang yang berhak dengan lafaz wakaf untuk masa waktu tertentu sesuai
dengan kehendak orang yang berwakaf.
Pengertian ini menjelaskan bahwa pemilik harta wakaf menahan penggunaan
harta itu secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu pemberian manfaat harta yang diwakafkan sedangkan harta itu
tetap menjadi milik orang yang mewakafkan. Wakaf ini hanya berlaku untuk masa
tertentu sesuai dengan kehendak orang yang berwakaf dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal.
Yang menjadi dasar mazhab Maliki berpendapat bahwa pemilikan harta wakaf
tetap di tangan orang yang berwakaf dan manfaatnya untuk orang yang menerima
wakaf adalah hadis Rasul tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya.10
3. Syafi’iyah
TP11PTﺮف ﺎح
ر ﺔ
ﺮف
ا
ﺎء
ﺎع
ﺎل ﻜ ا
7
Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir, (Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 511
8
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 137. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7600
9
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 135. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7601. Muhammad Musthafa al-Syalabi, Al-Waqf
wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa al-Qanun, h. 21
10
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 135-236. Wahbah alZuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz 10, h. 7601
5
Menahan harta yang mungkin dapat diambil manfaatnya sementara
bendanya tetap dan benda itu lepas dari milik orang yang mewakafkan serta
dimanfaatkan untuk sesuatu yang dibolehkan.
Pengertian ini menjelaskan bahwa wakaf itu menahan tindakan hukum orang
yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan dengan tujuan untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan umum. kepemilikan benda wakaf itu tidak lagi
milik orang yang mewakafkan status harta telah telah berubah menjadi milik
Allah yang dipergunakan untuk kebajikan bersama sehingga
orang yang
mewakafkan tidsak boleh lagi bertindak hukum terhadap harta tersebut.
4. Hanabalah
ر
ﺮ و ﺮ
ا
ﺎء
TP12PTا ﻰ ﺮ ﺮ ﻬﺎ ا ﻰ اﷲ
ﺮف ﺎ ا
ﺮف ر
ﺎ
ا
ﺎﻚ
ﺮف
ا ﻮاع ا
ﻮع
Menahan kebebasan pemilik harta untuk bertindak hukum terhadap hartanya
sementara hartanya tetap utuh dan memutuskan semua hak penguasaan
terhadap harta tersebut, sedangkan manfaatnya diperuntukkan untuk
kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pengertian yang sederhana Ibn Qudamah menyatakan bahwa wakaf
adalah “ menahan pokoknya dan menyedekahkan manfaatnya”.13
Pengertian yang dikemukakan oleh Hanabalah ini sama dengan pengertian
wakaf yang dikemukakan oleh Syafiiyah yaitu berpindahnya kepemilikan harta
wakaf dari orang yang mewakafkan menjadi milik Allah yang dipergunakan
untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Karena harta wakaf
11
Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, ( Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958), Juz 2, h. 376.
Abu Zakaria Yahya bin Syarf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
t.th), Jilid 4, h. 377
12
Sayid Ali Fikri, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, ( Mesir: Mustafa al-Babi alHaalabi, 1938), Juz 2, h. 312
13
Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni
ala Mukhtashar al-Kharaqi¸ (Bairut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1994), Juz 5, h. 356
6
itu sudah menjadi milik Allah maka orang yang mewakafkan tidak boleh menarik
kembali harta yang telah diwakafkannya dan tidak boleh pula diwariskan.14
Dari semua pengertian wakaf yang dikemukan di atas, walaupun terdapat
perbedaan dalam mendefinisikan wakaf, tetapi semua pengertian itu mengacu kepada
satu kesimpulan bahwa wakaf itu menahan harta yang diperuntukkan untuk kebaikan
dan harta yang diwakafkan itu bernilai ekonomis
Pengertian wakaf dalam hukum positif Indonesia dapat dijumpai dalam PP.
No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik pasal 1 (1)15 dan Instruksi
Presiden No. 1 tahun 1999 tentang KHI buku III pasal 215 (1)16
Dalam pasal 1 (1) dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya
yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Dalam pasal 215 (1) KHI dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari
benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Jika pada pasal 1 (1) PP No. 28 tahun 1977 dengan tegas menyatakan bahwa
bennda wakaf adalah tanah milik, yang digunakan untuk kepentingan umum. Maka
berdasarkan KHI benda wakaf lebih umum. Pasal ini menyatakan bahwa benda wakaf
itu adalah benda milik. Ini berarti benda yang dapat diwakafkan itu bukan saja tanah
milik melainkan juga dapat berupa benda lain, sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 215 (2):
14
15
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, (Damsyiq: t. pn, 1993), h. 199
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1999), h.
213
16
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta: Logos,
1999), h. 209
7
“benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak
yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut
ajaran Islam”.17
Oleh karena itu berdasarkan pengertian wakaf menurut pasal 215 (1, 2) dapat
diketahui bahwa wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelempok orang atau
badan hukum untuk menahan hartanya baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Harta yang dimaksud di sini
termasuk di dalamnya tanah, uang, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang dibolehkan menurut ajaran Islam.
C. Dasar Hukum Wakaf
ِAllah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.Dasar hukum wakaf sebagai
lembaga yang diatur dalam Islam adalah al-Qur’an, dan hadis.
1. Al-Qur’an
Dasar hukum wakaf tidak dijumpai secara tersurat dalam al-Qur’an. Namun
demikian terdapat ayat-ayat yang memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai
dasar hukum wakaf.
a. Q.S Ali Imran ayat 92
ﺷ ﺊ ﺎن اﷲ
ﻮا
ﻮن و ﺎ
ﺎ
ﻮا
ﻰ
ﺎ ﻮا ا ﺮ
Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada suatu kebaikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya
b. Q.S Al-Baqarah ayat 267
...ا رض
ﺎا ﺮ ﺎﻜ
و
ﺎت ﺎ آ
ا ﻮا ا ﻮا
ﺄ ﻬﺎ ا ﺬ
Hai orang-oraang yang beriman nafkahkanlah di jalan Allah sebagiann dari
hasil usahamu yang baik-baik daan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari
bumi
17
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, h. 209
8
Ayat-ayat ini menganjurkan agar orang yang beriman mau menafkahkan
sebagian hartanya untuk kebaikan dan sekaligus menunjukkan cara untuk
mendapatkan kebaikan itu antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang
dimilikinya dan di antara sarana kebaikan itu adalah wakaf.
2. Hadis Nabi
ا
ا
ﺛ ث
ا
ﺪ اﺮ
ء
ﺎن ا
ا
ﺮ
ﺮا ﺮﺎا ﺎ
اذا ﺎت ا:ان ر ﻮل اﷲ ص م ﺎل
TP18PT()روا ا ﺮ ﺬي
ﺪ ﻮ
ﺎ
ﺪﺛ ﺎ
اﷲ
ووﺪ
هﺮ ﺮة ر
ﺪ ﺔ ﺎر ﺔ و
Telah menyampaikan kepada kami Ali bin Hujr, telah memberitahukan
kepada kami Ismail bin Ja’far dari ‘Ala’ bin Abd al-Rahman dari ayahnya
dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Rasul saw telah bersabda: bila manusia
mati maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; yaitu sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakannya.
(H.R al-Tarmizi).
Hadis ini menjelaskan bahwa amal orang yang telah meninggal itu terputus
pahalanya kecuali di dalam tiga perkara karena ketiganya itu berasal dari
usahanya: anaknya, ilmu yang ditinggalkannya dan sedekah jariyahnya.
ﻮن ﺎل ا ﺄ ﻰ ﺎ
ص م
ﺮ ﺄﻰ ا
ﺪي
,
ﺎع
ا
ﺮ ا
اﷲ وا
ﺎ
ﻬﺎ
ﺎرى ﺪﺛ ﺎ ا
ﺪ اﷲ ا
ﺎب ا ﺎب ار ﺎ
ا
ا
ﺪ
ﺮ
: ﺎل.ﻬﺎ
ا ﺮ ﻰ و ﻰ ا ﺮ ﺎب و ﻰ
ار ﺎ
ﺪ
ﺪ
ﺮ
ا
ﻬﺎ و
ا ﺮاء و
ﺪ ﺪﺛ ﺎ
ﻬ ﺎ ان
اﷲ
ﺔ
ﺮ ر
ﺎ ر ﻮل اﷲ ا:ﻬﺎ ﺎل
ا
ﺪﺛ ﺎ
ا
ﺄﺮ
ان ﺷﺌ:ﺎ ﺄ ﺮ ؟ ﺎل
ﺪق ﻬﺎ
ﻮرث و
و
ﻮه
و
18
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tarmizi, Sunan al-Tarmizi, di tahqiq oleh
Muhammad Mahmud Hasan Nasshar, ( Bairut; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), jilid 2, h. 326. Hadis
ini juga terdapat dalam kitab hadis sahih Muslim bab washiyah, nomor 14, Sunan Abu Daud bab
Washaya, nomor 14, Sunan al-Nasai bab washaya, nomor 8, Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis
nomor 316, 350, 373. A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, (Leiden:
EJ.Brill, 1962), Juz 4, h. 380
9
ﻮل )روا
ﺮ
ﻬﺎ ﺎ ﺮوف و
و ﻬﺎ ان ﺄآ
ﻰ
ﺎح
و
وا
TP19PT(ا ﺎرى
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id meriwayatkan kepada kami
Muhammad bin Abd Allah al-Anshari, menyampaikan kepada kami Ibn Aun ia
berkata telah menyampaikan kepada kami Nafi’ dari Ibn Umar r.a
sesungguhnya Umar bin al-Khattab memperoleh sebidang tanah di
Khaibar,lalu Umar mendatangi Rasul minta pertimbangan tentang tanah itu.
Maka katanya: Ya Rasul sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah di
Khaibar, di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku
selain dari padanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku
sehubungan dengannya. Rasul menjawab : jika engkau suka tahanlah tanah
itu dan engkau sedekahkan manfaaatnya. Maka Umarpun menyedekahkan
manfaatnya, dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak dihibahkan dan
tidak diwariskan. Tanah itu ia wakafkan kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, memerdekan budak, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak ada
halangan bagi orang yang mengurusnya untuk memakan sebagian darinya
dengan cara yang ma’ruf dan mamakannya tanpa menganggap bahwa tanah
itu miliknya sendiri. (H.R Bukhari)
Hadis
ini menjelaskan tentang perbuatan Umar yang mewakafkan tanah
miliknya, untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Umar tidak menjual,
menghibahkan dan mewariskan tanah tersebut.
D. Rukun dan Syarat Wakaf
Fuqaha’ sepakat bahwa wakaf harus memenuhi rukun dan syarat. Hanya saja
terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah rukun di kalangan fuqaha’. Menurut
mazhab Hanafi rukun wakat itu hanya satu yaitu shighat.20 Sedangkan menurut
jumhur rukun wakaf ada empat, yaitu :
19
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi Abd Allah
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, (Kairo: Maktabah al-Salafiyah, 1407H), Juz 5, h. 418. Hadis ini
juga terdapat dalam Shahih Bukhari bab Syarath nomor 19, bab washaya nomor 28, 29 dan 32, bab
Aiman nomor 33. Shahih Muslim bab washiyah nomor 15, Sunan al-Tarmizi bab Ahkam nomor 36,
Sunan al-Nasai bab Ahbas nomor 2 dan 3, Ibn Majah bab Shadaqat nomor 40 dan Musnad Ahmad bin
Hanbal jilid 2 nomor 12 dan 13. A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, jilid
3, h. 279
20
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Jilid 4, h. 338
10
1. Wakif, yaitu orang yang mewakafkan
2. Maukuf, yaitu harta atau benda yang dijadikan objek wakaf
3. Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang menerima harta wakaf
4. Shighat, yaitu
Pernyataan si wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan hartanya.21
Masing-masing rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu.
1. Wakif
Orang
yang mewakafkan
hartanya disyaratkan mempunyai kecakapan
bertindak hukum, di antara syarat wakif adalah:
a. Kamal Ahliyah
Yang termasuk ke dalam kamal ahliyah
aadalah baligh, berakal dan
merdeka. Apabila yang mewakafkan itu anak kecil maka wakafnya batal baik
ia sudah mumayyiz atau belum, begitu juga halnya dengan wakaf yang
dilakukan oleh orang gila dan budak.
b. Ahli al-Tabarru’
yaitu orang yang mewakafkan hartanya sendiri dan hartanya itu berada di
bawah kekuasaannya. Maka menurut jumhur tidak sah wakaf yang dilakukan
oleh seseorang yang pailit.22, tetapi Hanafiyah membolehkan orang yang
berhutang mewakafkan hartanya dengan syarat hutang tersebut tidak melebihi
seluruh harta, maka mewakafkan sisa harta yang tidak terkait dengan hutang
hukumnya sah. Tetapi jika hutang itu mencakup seluruh harta maka wakafnya
ditangguhkan sampai ada izin dari
orang yang memberikan hutang. Jika
diizinkan maka wakafnya sah dan jika tidak diizinkann, wakafnya tidak sah.23
21
Al-Nawawi. Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377-387. Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa
al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 138, Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 203
22
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 204-205
23
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 154. Muhammad Abu
Zahrah, Muhadharat fi al-Waqfu, (t.t: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971), h. 122
11
Ahli tabarru’ di sini juga termasuk imam yang mewakafkan harta milik baitul
mal yang bertujuan untuk kepentingan umum seperti mesjid dan selainnya.24
2. Maukuf
Benda yang akan diwakafkan, dianggap sah sebagai harta wakaf, jika benda
tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Benda yang akan di wakafkan
baik harta bergerak maupun tidak harus
bernilai ekonomis, tetap zatnya dan dibolehkan manfaatnya menurut ajaran
Islam.
b. Harta yang akan diwakafkan harus jelas wujudnya dan batasan-batasannya,
tujuannya adalah untuk menghindari perselisihan
yang mungkin terjadi
dikemudian hari setelah harta itu diwakafkan. Oleh karena itu tidak sah
mewakafkan harta yang tidak jelas, seperti satu dari dua rumah misalnya.
c. Harta yang akan diwakafkan itu milik penuh orang yang berwakaf.25
Para ulama sepakat boleh mewakafkan benda tetap – yang menurut Hanafiyah
hanya tanah saja dan menurut Malikiyah tanah dan apa yang berhubungan
dengannya berupa bangunan dan pohon26-
tetapi mereka berbeda tentang
mewakafkan benda bergerak.
Ulama Hanafiyah mensyaratkan bahwa wakaf itu adalah benda yang kekal
zatnya. Namun demikian Hanafiyah membolehkan wakaf benda bergerak dalam
beberapa hal:
1. Apabila keadaan benda bergerak itu mengikuti benda tetap. Mengenai hal ini
ada dua macam, pertama: benda tersebut berhubungan dengan benda tetap
seperti bangunan dan pohon. Kedua : benda bergerak yang digunakan untuk
membantu benda tetap seperti alat untuk membajak.
2. Ada nash yang membolehkan seperti senjata dan kuda atau binatang-binatang
yang digunakan untuk berperang
24
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 377
Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, Juz 2, h. 377
26
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah., h. 207
25
12
3. Benda bergerak itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk
mewakafkannya seperti wakaf kitab, mushaf, dinar dan dirham dan
sebagainya.27
Sementara ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan benda bergerak tanpa
memberikan batasan seperti budak, pakaian, binatang, pedang, mushaf, kitab dan
sebagainya28 dengan dalil diqiyaskan dengan hukum yang berlaku pada pohon
kurma, bangunan dan tanah.29
Menurut Hanabalah barang yang sah diperjualbelikan, sah pula diwakafkan
dan bermanfaat secara mubah sedang zat barangnya kekal.30 Sementara itu
Malikiyah tidak membedaakan wakaf tetap dan bergerak. Menurut mereka boleh
mewakafkan segala benda yang dapat memberikan manfaaat kepada orang yang
diberi harta wakaf baik berupa benda tetaap maupun bergerak.31
3. Maukuf Alaih
Fuqaha’ membagi maukuf alaih kepada dua bahagian:
1. Untuk seseorang atau kelempok tertentu
Fuqaha’ sepakat menetapkan syarat bagi orang atau kelempok tertentu ini,
mempunyai keahlian atau hak untuk memiliki dalam arti penerima wakaf dapat
memiliki harta yang diwakafkan kepadanya pada saat pemberian wakaf. Tetapi
mereka berbeda pendapat dalam hal berwakaf terhadap sesuatu yang tidak ada,
tidak diketahui dan berwakaf terhadap diri sendiri.
Menurut ulama Hanafiyah wakaf sah
baik diberikan kepada orang yang
diketahui maupun orang yang tidak diketahui, muslim atau zimmi, sedangkan
berwakaf kepada geraja dan kafir harbi tidak boleh. Abu Yusuf dan yang lainnya
27
Muhammad Abu Zahrah, Muhadharat fi al-Waqfu, h. 103-104
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 376
29
Al-Muzani, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, (Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993),
jilid 9, h. 145. Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri, Al-Hawi al-Kabir
(Syarh Mukhtsahar al-Muzani, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), Juz 7, h. 517
30
Sayyid Ali al-Fikr, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, Juz 2, h. 313
31
Sayyid Ali al-Fikr, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa alAdabiyah, Juz 2, h. 307
28
13
dari kalangan Hanafiyah membolehkan wakaf kepada diri sendiri.32 Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa wakaf sah ditujukan kepada kepada orang yang
mempunyai hak untuk memiliki, baik kepada sesuatu yang sudah nyata ada
maupun kepada sesuatu yang dimungkinkan ada seperti janin yang akan lahir.
Wakaf kepada diri sendiri tidak dibolehkan meskipun bersama orang lain yang
bukan ahli waris.33
Ulama Syafiiyah berpendapat sah wakaf diberikan kepada seseorang atau
kelompok tertentu dengan syarat mempunyai kemungkinan untuk memiliki, oleh
karenanya boleh berwakaf kepada kafir zimmi dan tidak sah wakaf kepada kafir
harbi dan murtad. Wakaf juga tidak sah diberikan kepada janin karena ia belum
dapat memiliki pada saat wakaf itu diberikan, begitu juga halnya kepada hamba34
Syarat yang sama juga dikemukakan oleh ulama Hanbali yaitu orang yang
menerima wakaf itu mempunyai kemampuan untuk memiliki, objeknya harus jelas
ada, sehingga wakaf tidak boleh diberikan kepada budak dan janin yang ada dalam
kandungan dan juga tidak boleh untuk orang murtad dan kafir harbi karena pada
dasarnya harta mereka mubah dan boleh diambil secara paksa, dan juga tidak sah
wakaf kepada diri sendiri karena tujuan wakaf itu untuk dimanfaatkan oleh orang
yang menerima wakaf. 35
2. Tidak tertentu
Wakaf yang tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu disyaratkan harus
jelas diketahui dan tujuannya untuk kebaikan dengan menafkahkan haartanya
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Seperti wakaf diberikan kepada
orang-orang fakir, orang-orang miskin, ulama , mesjid, sekolah, jembatan dan
32
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 164
34
Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin, Juz 4, h. 381
35
Wahbah al-Zuhaili, Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h.
33
166-167
14
sebagainya, dan wakaf itu tidak boleh ditujukan untuk maksiat atau hal-hal yang
bertentangan dengan syari’at Islam.36
4. Shighat
Rukun hakiki dari setiap aqad adalah keralaan masing-masing pihak yang
berakad. Kerelaan itu sesuatu yang tersembunyi, untuk melahirkan sesuatu yang
tersembunyi ini harus ada shighat yang diungkapkan melalui ijab dan qabul. Maka
demikian pula halnya dengan wakaf, terdapat beberapa syarat shighat yang ditetapkan
oleh fuqaha’
1. Langsung, shighat tidak dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu.
2. Tidak dikaitkan dengan syarat yang fasid
3. Selamanya, tidak dikaitkan dengan waktu, kecuali menurut Malikiyah boleh
wakaf dalam waktu tertentu. Apabila habis masanya harta itu kembali kepada
orang yang mewakafkan.37
E. Wakaf Uang Tunai
Terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ tentang kebolehan mewakafkan uang.
Perbedaan mereka ini berdasarkan kepada pandangan mereka tentang objek wakaf itu
apakah harus sesuatu yang tahan lama dan kekal, ini juga sejalan dengan pemahaman
mereka terhadap perkataan Rasul kepada Umar yang mewakafkan tanahnya di
Khaibar, di mana Rasul menyatakan “tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya”.
Di kalangan Hanafi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Abidin bahwa
Muhammad bin Abdullah al-Anshari meriwayatkan dari Zufar tentang bolehnya
mewakafkan
uang dirham dan dinar. Abdullah al-Anshari menjelaskan “kita
investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan keuntungannya kita sedekahkan”.
Bolehnya mewakafkan uang tergantung adat kebiasaan di suatu daerah. Wakaf uang
dirham dan dinar sudah menjadi kebiasaan di negeri Romawi.38
36
Wahbah al-Zuhaili, Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, h. 168
Ahmad al-Haji al-Kurdi, Ahwal al-Syakhshiyyah, h. 209-210
38
Ibn Abidin, Radd al-Mukhtar, h. 555
37
15
Di kalangan Syafiiyah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Nawawi
dalam al-Majmu’ : terdapat perbedaan pendapat para sahabat kita tentang
mewakafkan uang dirham dan dinar. Orang yang membolehkan menyewakan dirham
dan dinar, membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan
menyewakannya, tidak membolehkan mewakafkannya.39
Sementara itu Ibn Qudamah meriwayatkan satu pendapat dari sebagian besar
kalangan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang dirham dan dinar karena
dirham dan dinar akan lenyap kalau dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya.
Sama halnya dengan tidak boleh menyewakan uang, karena dengan menyewakan
uang untuk diambil manfaatnya berarti telah merubah fungsi utama uang sebagai alat
tukar. Begitu juga larangan untuk mewakafkan pohon untuk jemuran, karena fungsi
utaama pohon bukanlah untuk menjemur pakaian. Dan menurut sebagian yang lain
sah mewakafkan dinar dan dirham karena boleh menyewakannya.40
Adanya pendapat sebagian ulama yang lebih menekankan bahwa harta wakaf
itu harus kekal dan tahan lama tidak terlepas dari konsep wakaf itu sebagai sedekah
jariyah yang pahalanya terus mengalir. Oleh karenanya harta yang diwakafkan itu
harus tahan lama. Ibn Taimiyah dalam al-fatawa meriwayatkan satu pendapat dari
Abdullah al-Anshari yang menyatakan bahwa wakaf dinar aakan bermanfaat ketika
zat uangnya habis dan jika bendanya tidak lenyap maka tidak akan bermanfaat.41
Maksudnya adalah manfaat uang itu akan terwujud bersamaan dengan lenyapnya zat
uang secara fisik. Kendatipun secara fisik zatnya lenyap, tetapi manfaatnya kekal.
Adanya perdebatan di kalangan fuqaha’ tentang boleh tidaknya mewakafkan
uang memperlihatkan adanya upaya yang terus menerus memaksimalkan hasil harta
wakaf. Karena semakin banyak harta wakaf yang dihimpun berarti semakin banyak
pula kebaikan yang mengalir kepada pihak yang berwakaf. Pendapat yang
39
Al-Nawawi, Al-Majmu’, ( Bairut: Dar al-Fikr, 1996), Juz 16, h. 277. Al-Nawawi, Raudhah
al-Thalibin, Juz 4, h. 380
40
Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni
ala Mukhtashar al-Kharaqi¸h. 382
41
Ibn Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa , (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), Jilid 18, h. 101
16
membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, membuka peluang bagi asset wakaf
untuk memasuki berbagai usaha investasi seperti syirkah, mudharabah dan lain-lain.
Dalam catatan sejarah Islam wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad
ke-2 H. Al-Zuhri sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari menganjurkan
untuk mewakafkan uang untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidikan
umat Islam. Caranya adalah dengan menjadikan uang itu sebagai modal usaha
kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.42
F. Wakaf Uang di Negara-Negara Islam
Sevket Pamuk, seorang intelektual asal Turki pernah menggambarkan
bagaimana wakaf menjadi salah satu kekuatan ekonomi sebuah negara. Dalam
makalahnya yang disampaikan pada sebuah seminarr yang bertajuk formattion and
efficiency of Fiskal states in Europe and Asia 1500-1914 di Boenos Aires, Argentina,
pada Juli 2002, menyatakan bahwa wakaf telah mengambil peran penting dalam
membesarkan kekaisaran Ottoman Turki, wakaf telah melakukan
apa yang
disebutnya the evolution of fiscal institution di kekaisaran yang wilayahnya
mencakup Asia dan Eropa ini. . Secara ekonomi, kekuatan fundamental kekaisaran ini
salah satunya dibangun berkat sistim wakaf. Keberhasilan sistim wakaf pada masa
kekaisaran ini tidak menjadi sisa-sisa kejayaan masa lalu yang turut runtuh seiring
dengan pudarnya kekuasaan kekaisaran yang berkuasa pada abad ke-14. karena sistim
wakaf yang berkembang pesat pada masa itu, secara tradisi diteruskan oleh negaranegara Asia, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Asia selatan.43
Menurut M. A. Mannan, Profesor penelitian Universitas King Abdul Aziz,
sekarang ini diperlukan reformasi pengelolaan wakaf di negara-negara Islam atau
negara yang mayoritas penduduknya Islam. Penelitian Mannan menyebutkan,
reformasi pengelolaan wakaf sudah dilakukan di beberapa negara misalnya Tunisia,
Aljazair, India. Di India pengaturan wakaf melalui Undang-Undang dimulai dengan
42
43
Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Bairut: Dar al-Fikr, 1994), Juz 3, h. 259-260
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 14
17
peluncuran Musalman Waqf Act pada tahun 1923. Menurut UU ini harta yang
diwakafkan dapat berupa tanah, sawah, kebun, mesjid dan tempat-tempat ibadah, alat
pertanian, kitab suci, kuda, unta, dan uang. Sedangkan pemanfaatannya antara lain
untu pemeliharaan harta wakkaf yang ada. Pembiayaan pelaksanaan pencapaian
tujuan wakaf yang ditetapkan oleh wakif, bantuan fakir miskin untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Di Pakistan beberapa peraturan perundang-undangan juga telah diberlakukan
yang kemudian diadopsi oleh Banglades. Meskipun pimpinan administrasi
di
Pakistan dan Banglades telah menangani pengadministrasian dan pemeliharaan harta
wakaf, penghasilan harta wakaf yang kecil dan tersebar sangat tidak mencukupi untuk
memelihara harta wakaf itu sendiri. Kondisi inilah yang kemudian memerlukan
adanya reformasi dalam manajemen dan administrasi harta wakaf. Survei yang
dilakukan Mannan ini menunjukkan bahwa ada fleksibelitas dan lingkup yang cukup
untuk reformasi lebbih jauh bagi pengembangan manajemen dan administrasi wakaf
di negara-negara Islam atau negara yang mayoritas muslim, terutama yang berkenaan
dengan wakaf uang tunai.
Wakaf uang tunai diharapkan diharapkan menjadi sarana rekonstruksi sosial
dan pembangunan. Mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan
partisipasi tersebut, berbagai upaya pengenalan tentang arti pentingnya wakaf
termasuk wakaf tunai sebagai sarana tranfer tabungan si kaya kepada para ushawan.
Mannan berpendapat, wakaf tunai dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan
proyek investasi sosial yang dikelola bank-bank Islam, sehingga dapat berubah
menjadi bank wakaf.44
Di berbagai negara wakaf uang sudah lama di praktekan dan diatur dalam
undang-undang seperti Undang-Undang negara Qatar Nomor 8/ 1946 tentang wakaf
yang mengatur wakaf benda bergerak. Aturan tentang wakaf benda bergerak ini juga
44
Modal, No. 8/I-Juni 2003, h. 42
18
berlaku di Mesir dengan adanya Undang-Undang Nomor 48 /1946 tentang hukum
wakaf.45
Mesir merupakan salah satu contoh keberhasilan dalam mengembangkan
sistem wakaf produktif. Dari segi kuantitas, di Mesir, misalnya, jumlah lahan
pertanian hasil wakaf masyarakat sampai dengan awal abad ke-19 mencapai sekitar
sepertiga total jumlah lahan pertanian yang ada. Itu belum termasuk tanah wakaf yang
dimanfaatkan untuk pembangunan gedung sekolah, mesjid, rumah sakit, dan panti
anak yatim. Universitas al-Azhar di Kairo merupakan yayasan pendidikan yang besar
berkat dana wakaf. Perguruan tinggi ini setiap tahunnya menerima wakaf bernilai
jutaan dolar dari donatur dalam dan luar negri.46
Untuk mengembangkan wakaf yang ada, pemerintahan Mesir terus menerus
melakukan kajian tentang pengelolaan wakaf. Peraturan perundang-undangan
mengenai perwakafan di Mesir juga selalu dikembangkan sesuai dengan situasi dan
kondisi. Agar wakaf dapat lebih meningkstksn perekonomian masyarakat, maka
badan wakaf di Mesir juga membuat beberapa kebijakan, antara lain menitipkan hasil
wakaf di Bank Islam, mengadakan kerjasama dengan beberapa perusahaan,
mengelola tanah-tanah kosong secara produktif, bekerjasama dengan berbagai
perusahaan, membeli saham dan obligasi dan obligasi perusahaan penting. Sedangkan
hasil
pengembangan wakaf di Mesir secara garis besar di manfaatkan untuk
membantu kehidupan masyarakat seperti fakir miskin, anak yatim, para pedagang
kecil, kesehatan masyarakat dengan mendirikan rumah sakit, menyediakan obatobatan bagi masyarakat, mendirikan tempat-tempat ibadah dan untuk mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi.47
Di Bangladesh
wakaf tunai memiliki arti yang sangat penting dalam
memobilisasi dana bagi pengembangan wakkaf properti. Social Investmen Bank Ltd
(SIBL) mengintrodusir Sertifikat Wakaf Tunai, suatu produk baru dalam sejarah
45
Modal, No 10/-Agustus 2003, h. 53
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 12
47
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 18
46
19
perbankan sektor voluntary. Bangladesh menawarkan skim wakaf tunai, pengenalan
skim wakaf tunai diartikan sebagai Islamic Voluntary sector. Skim ini diharapkan
menjadi model mobilisasi tabungan yang paling efektif dan konstan yang
keuntungannya dimanfaatkan untuk investasi dan kegunaan sosial.. Petunjuk
administrasi operasional sertifikat wakaf ini di antaranya adalah bank akan mengelola
wakaf atas nama wakif. Wakif memiliki kebebasan untuk memilih 32 tujuan yang
diperrkenalkan oleh SIBL atau tujuan lain yang diizinkan sesuai syariah meliputi
rehabilitasi keluarga, pendidikan dan budaya, kesehatan dan sanitasi dan pelayanan
sosial. Total wakaf tunai akan menghasilkan keuntungan rata-rata tertinggi 10.70
persen keuntungan yang ditawarkan oleh perbankan dari waktu ke waktu.
Sasaran pemanfaatan dana hasil pengembangan wakaf tunai yang dikelola
oleh SIBL antara lain adalah untuk meningkatkan standar hidup orang miskin,
rehabilitasi orang cacat, meningkatkan standar hidup penduduk hunian kumuh,
membantu pendidikan anak yatimm piatu, beasiswa, mengembangkan pendidikan
moderen,
mengembangkan sekolah, madrasah, kursus, akademi dan universitas,
mendanai berbagai macam riset, mendirikan rumah sakit dan bank darah,
menyelesaikan masalah-masalah sosial non muslim, membantu proyek-proyek untuk
penciptaan lapangan kerja unntuk menghapus kemiskinan sesuai
dengan syariat
48
Islam dan lain-lain.
Lembaga finansial yang juga mengenggam dana wakaf cukup besar adalah
Isalamic Devolepment Bank (IDB). Dana IDB di antaranya US$ 220.000 untuk
membangun Mahad Al-Irsyad al-Islami Girl School, Keren, Ansaba Province, Eritrea.
US$ 350.000 untuk SMD General Hospital, Marawi City, Philippines. US$ 250.000
untuk perlengkapan laboratorium Islamic Secondary School. Ghana. US$ 400.000
untuk Univercity of Devolepment Studies (UDS), Nyankpala Ghana.US$ 217.000
untuk pembangunan Nurul Islam School di Tumin City, Russian Federation. US$
300.000 untuk membeli Al-Huda Islamic School di College Park, Maryland, USA
48
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 18
20
dan
US$ 295.000 untuk memperbaiki kelas pada Islamic Centre of Lausanne,
Switzerland.49
Sedangkan di Indonesia, sejak 10 tahun terakhir wacana wakaf produktif
semakin mendapat tempat. Bahkan sosialisasi wakaf telah jauh melebar ke bentuk
wakaf tunai. Hal ini bisa dilihat dengan menjamurnya sejumlah yayasan yang
mengelola dana wakaf masyarakat. Yayasan Islamic Village Tangerang dan yayasan
Paramadina adalah dua diantara yayasan yang menyembul ke permukaan dan terbukti
mampu hidup dan berkembang berkat dana wakaf.50 Pada tanggal 11 Mei 2002
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa wakaf uang/produktif. Kran
wakaf tidak sekedar lahan mati pun terbuka secara umum. Langkah cermat MUI ini
langsung diikuti Bank Muammalat dan Dompet Dhuafa republika dengan menjadikan
diri mereka sebagai nazir wakaf produktif51
Dompet Dhuafa Republika dengan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)
didirikan sejak November 2001 sebagai tempat layanan kesehatan bagi orang yang
tidak punya. Sumber dana LKC di samping berasal dari infak, sedakah, dan zakat
juga berasal dari wakaf tunai. Dalam hal ini LKC berfungsi sebagai objek wakaf
ttunai yang efektif, artinya wakaf berupa harta,berapapun nilainya dikelola untuk
membantu kaum miskin
di bidang kesehatan. Besarnya nilai wakaf tunai yang
ditawarkan LKC terdiri dari dua jenis; Pertama wakaf tunai atas nama dengan nilai
nominal Rp 5.000.000. kedua wakaf tunai atas unjuk dengan nilai nominal Rp
1.000.000.52 Sebagai bukti telah berwakaf Dompet Dhuafa mengeluarkan sertifikat
wakaf tunai.
Mengingat sangat besarnya manfaat wakaf uang tunai dan wakaf benda-benda
bergerak lainnya demi mewujudkan kesejahteraan umat, maka pengembangan wakaf
tunai di Indonesia merupakan suatu keharusan. Oleh karenanya pada bulan Juni 2003
pemerintah dalam hal ini Depertemen Agama sudah selesai menyiapkan Rancangan
49
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
51
Modal, No. 5/I-Maret 2003, h. 13
52
Modal, No. 3/I-Januari 2003, h. 45
50
21
Undang-Undang (RUU) Wakaf. Dalam RUU ini cukup banyak diatur hal-hal yang
baru seperti persoalan wakaf benda bergerak meliputi wakaf uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda-benda lain yang
dibolehkan menurut ajaran Islam.53
Pada bulan juli 2004 Rancangan Undang-Undang tentang Wakaf sudah
diajukan ke DPR. Pembahasan RUU Wakaf di DPR tidak ada hambatan yang
berarti, sehingga pada tanggal 28 september Rancangan Undang-Undang tentang
Wakaf yang diajukan oleh pemerintah itu disetujui oleh DPR, yang kemudian di
sahkan oleh Presiden RI, Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27
oktober 2004.
Dalam UU tentang Wakaf ini, wakaf uang diatur dalam bagian tersendiri.
Dalam pasal 28 UU ini disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui lembaga keuangan syari’ah yang ditunjuk oleh mentri.
Kemudian dalam pasal 29 (1) disebutkan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan
kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat 2 pasal yang sama dinyatakan
bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sedangkan dalam ayat (3) pasal yang
sama diatur bahwa sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah kepada wakif dan nazir
sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.54
G. Kesimpulan
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya
harus terus digali dan dikembangkan. Wakaf merupakan perangkat ekonomi yang
bisa mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Oleh
karena itu objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap seperti tanah tetapi juga bisa
benda bergerak seperti uang. Terlebih lagi wakaf produktif dan wakaf uang tunai
53
54
Modal, No. 10/I-Agustus 2003, h. 53
Modal, edisi 23, Desember 2004
22
memiliki sejarahnya dalam membesarkan dan memperkuat struktur ekonomi semua
dinasti Islam dan menjadikan kekaisaran Ottoman sebagai penguasa Asia dan Eropa.
Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa benda yang diwakafkan harus
kekal zatnya yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus. Namun
demikian menurut ulama Hanafiyah dibolehkan mewakafkan benda bergerak. Salah
satu diantara persyaratan yang ditetapkan Hanafiyah adalah benda bergerak itu sudah
menjadi kebiasaan masyarakat banyak untuk mewakafkannya seperti kitab, dinar,
dirham dan sebagainya. Sedangkan ulama Syafiiyah membolehkan mewakafkan
benda bergerak tanpa memberikan batasan.
Bolehnya mewakafkan benda-benda bergerak seperti uang sangat penting
untuk mengembangkan benda-benda tidak bergerak. Wakaf uang dapat mengubah
kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang kaya saja.
Jadi untuk berwakaf tunai tidak perlu lagi menunggu usia tua dan memiliki rezki
yang berlebih. Seperti yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa (DD), kita dapat
memilih sendiri besaran tunai yang diwakafkan mulai dari satu juta sampai jumlah
yang diinginkan. Wakif akan menerima sertifikat wakaf tunai sebagai bukti telah
berwakaf.
Pengelolaan wakaf uang memang tidak mudah, karena resikonya memang
cukup tinggi. Oleh karena itu pengelolaan dan pengembangan benda wakaf
khususnya wakaf uang harus dilakukan oleh nazir yang propesional.
23
DAFTAR PUSTAKA
A.J Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: EJ.Brill,
1962, Juz 4
Abu Zahrah, Muhammad, Muhadharat fi al-Waqfu, t.t: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971
Asqalani, al, Ahmad bin Ali bin Hajar, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Imam Abi
Abd Allah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Kairo: Maktabah al-Salafiyah,
1407H, Juz 5
Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta:
Logos, 1999
Bukhari, Shahih al-Bukhari, Bairut: Dar al-Fikr, 1994, Juz 3
Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), Jilid 6
Fikri, Sayid Ali, Al-Mu’amalah al-Madiyah wa al-Adabiyah, Mesir: Mustafa al-Babi
al-Haalabi, 1938, Juz 2
Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Fikr,
1992, Jilid 4
-------, Radd al-Mukhtar, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 6
Ibn Taimiyah, Majmu’ Al-fatawa , Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000, Jilid 18
Jurjani, al, Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab al- Ta’rifat, ditahqiq oleh Ibrahim alAbyari, Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1996
Kurdi, al, Ahmad al-Haji, Ahwal al-Syakhshiyyah, Damsyiq: t. pn, 1993
Maqdisi, al, Muhammad Abd Allah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, AlMughni ala Mukhtashar al-Kharaqi¸ Bairut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1994, Juz
5
Mawardi, al, Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hawi al-Kabir, Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, Juz 7
Modal, No 10/1-Agustus 2003
24
Modal, No. 3/I-Januari 2003
Modal, No. 5/I-Maret 2003
Modal, No. 8/I-Juni 2003
Modal, Edisi 23, Desember 2004
Muzani, al, Mukhtashar al-Muzani ala al-Umm, Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiyah,
1993, jilid 9
Nawawi, al, Al-Majmu’, Bairut: Dar al-Fikr, 1996, Juz 16
-------,Raudhah al-Thalibin, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th, Jilid 4
Qal’ah Ji, Muhammad Rawwas dan Hamid Shadiq Qunaibi, Mu’jam Lughah alFuqaha’, Bairut: Dar al-Nafais, 1985
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000
Syalabi, al, Muhammad Musthafa, Al-Waqf wa al-Washiyah baina al-Fiqh wa alQanun, Iskandariyah: Math’ah Dar al-Ta’lif, 1957
Syarbaini, al, Mughni al-Muhtaj, Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1958, Juz 2
Tarmizi, al, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tarmizi, di tahqiq oleh
Muhammad Mahmud Hasan Nasshar, Bairut; Dar al-Kkutub al-Ilmiyah,
2000
Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press,
1999
Zein, M, Satria Effendi M, “Analisis Yurisprudensi: Tentang Sengketa Tanah Wakaf”
dalam Mahkamah Agung, Analisa Yurisprudensi Peradilan Agama Tentang
Hadhanah, Harta Bersama, Wasiat, Hibah, Wakaf, Jakarta: Pusdiklat Teknis
Balitbang Diklat Kumdil MA RI, 2008
Zuhaili, al, Wahbah , Al-Washaya wa al-Waqfu fi al-Fiqh al-Islami, Bairut: Dar alFikr, 1996
-------, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Damaskus: Dar al-Fikr, 1997
25
26