Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan T2 912010028 BAB II

(1)

12

dan Pengembangan Model

2.1

Definisi Konsep

2.1.1 Agresivitas Pajak Perusahaan

Perusahaan menganggap pajak sebagai sebuah tambahan beban biaya yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan diprediksi melakukan tindakan yang akan dapat mengurangi beban pajak perusahaan. Menurut Frank dkk. (2009) seperti yang dikutip oleh Chen dkk. (2010), tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi pendapatan kena pajak melalui perencanaan pajak baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal (tax evasion) disebut dengan agresivitas pajak perusahaan. Walaupun tidak semua tindakan perencanaan pajak melanggar hukum, akan tetapi semakin banyak celah yang digunakan maka perusahaan tersebut dianggap semakin agresif.

Pertimbangan untuk membayar pajak secara efisien yang mendorong perusahaan untuk menyusun perencanaan pajak (tax planning) melalui


(2)

penghindaran pajak (tax avoidance). Tax avoidance adalah suatu bentuk perencanaan pajak untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan ketentuan perpajakan sebagai hal yang positif untuk efisiensi pembayaran pajak. Sedangkan penyelundupan pajak (tax evasion) merupakan sebuah perencanaan pajak yang melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, seperti dengan tidak melaporkan penjualan secara benar atau membuat biaya fiktif. Pada umumnya tingkat agresivitas pajak dipengaruhi oleh faktor manfaat dan risiko yang akan ditimbulkannya.

Manfaat agresivitas pajak perusahaan adalah penghematan pengeluaran atas pajak sehingga keuntungan yang diperoleh pemilik menjadi semakin besar atau penghematan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendanai investasi perusahaan yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi agen, agresivitas pajak akan dapat meningkatkan bonus dari pemilik karena meningkatnya laba bersih akibat penghematan pajak yang dilakukannya. Sedangkan kerugian dari agresivitas pajak perusahaan adalah kemungkinan perusahaan mendapat sanksi dari


(3)

kantor pajak berupa denda, serta turunnya harga saham perusahaan akibat pemegang saham lainnya mengetahui tindakan agresivitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen. Bagi pemerintah, tindakan agresivitas pajak perusahaan ini akan mengurangi pendapatan negara dalam sektor pajak.

2.1.2 Pajak Penghasilan Badan di Indonesia

Melalui Undang-Undang No 17 tahun 2000 mengenai Pajak Penghasilan badan, pemerintah menetapkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan tarifnya bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dibagi dalam tiga lapisan, yaitu PKP sampai dengan Rp. 50.000.000,00 dikenakan tarif pajak 10%, PKP dari Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00 dibebankan tarif pajak 15%, dan PKP diatas Rp. 100.000.000,00 dibebankan pajak sebesar 30%. Pada bulan Desember 2007, Pemerintah mengeluarkan aturan penurunan tarif pajak penghasilan sebesar 5%, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2008 untuk Perseroan Terbuka yang telah memenuhi syarat proporsi pemegang saham publik minimal 40%.

Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan perundang-undangan


(4)

dibidang perpajakan. Undang-undang pajak yang baru yaitu UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku pada tahun 2009. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 mencakup perubahan tarif pajak penghasilan badan dari sebelumnya menggunakan tarif pajak bertingkat menjadi tarif pajak tunggal yaitu sebesar 28% untuk tahun fiskal 2009 dan 25% untuk tahun fiskal 2010 dan seterusnya.

Tarif PPh ini masih dapat dikurangi lagi sebesar 5% apabila wajib pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran bruto maksimal Rp. 50.000.000.000,00 mendapatkan fasilitas potongan tarif sebesar 50% dari tarif yang berlaku umum. Diharapkan dengan tarif pajak yang baru, maka wajib pajak badan dapat lebih diuntungkan sehingga penerimaan dari wajib pajak badan lebih meningkat.

2.1.3 Likuiditas

Likuiditas didefinisikan sebagai kepemilikan sumber dana yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban yang akan jatuh tempo


(5)

serta kemampuan untuk membeli dan menjual aset dengan cepat. Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendeknya, yang menandakan bahwa perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat serta dapat dengan mudah menjual aset yang dimilikinya jika diperlukan. Perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas tinggi disebut sebagai perusahaan yang likuid.

Perusahaan yang tingkat profitabilitasnya tinggi tidak menjamin likuiditasnya baik. Hal ini dimungkinkan karena rasio profitabilitas dihitung dari laba akuntansi dibagi dengan investasi, aset, atau ekuitas, yang mana laba akuntansi menganut basis akrual. Oleh karena itu, untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan, selain profitabilitas, ukuran penting yang lain adalah arus kas. Likuiditas perusahaan dapat diketahui dari neraca dengan membandingkan jumlah aktiva lancar (current assets) dengan utang lancar (current liabilities), hasil perbandingannya disebut current ratio.

2.1.4 Leverage


(6)

penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap (fixed rate of return) dengan harapan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada biaya tetapnya sehingga akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham. Perusahaan dalam memenuhi sumber dananya dimungkinkan menggunakan utang. Utang yang dilakukan perusahaan akan menimbulkan beban tetap berupa bunga yang dibebankan oleh kreditur. Bunga harus dibayar dan ditambahkan pada biaya operasi tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan.

Ketentuan dalam peraturan perpajakan di Indonesia membatasi perbandingan antara utang dengan modal sendiri untuk keperluan penghitungan PPh badan yaitu maksimal 3 dibanding 1. Pembatasan dimaksudkan untuk mengatur maksimal pinjaman yang diperbolehkan agar tidak semua biaya bunga dapat dikurangkan sehingga penghasilan kena pajak menjadi kecil. Selain untuk mencegah adanya modal terselubung juga bertujuan untuk mendorong perusahaan melakukan investasi melalui ekuitas karena untuk mencegah perusahaan dalam kesulitan keuangan (financial distress).


(7)

2.1.5 Komisaris Independen

Indonesia menggunakan sistem continental yang memiliki dua tingkat dalam menjalankan tata kelola perusahaan, yaitu dewan direksi dan dewan komisaris (FCGI, 2003). Dewan direksi merupakan pihak yang diberi wewenang untuk mengelola perusahaan. Sedangkan dewan komisaris adalah pihak yang mengawasi jalannya tata kelola perusahaan yang dilakukan oleh manajemen. Anggota dari dewan komisaris terdiri dari komisaris independen yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

Dewan komisaris memainkan peranan penting dalam memonitor kinerja direksi dalam menjalankan perusahaan dan memberikan nasihatnya. Komisaris independen memikul tanggung jawab untuk mendorong secara proaktif agar komisaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan penasihat direksi dapat memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, memastikan


(8)

perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang profesional, memastikan perusahaan memiliki sistem pengendalian dan sistem audit yang bekerja dengan baik, memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan (FCGI, 2003).

Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor: Kep 315/ BEJ/06-2000 perihal Peraturan No I-A, tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat pada butir mengenai Ketentuan tentang Komisaris Independen. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik, perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

2.1.6 Manajemen Laba


(9)

tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi. Manajemen laba merupakan suatu tindakan oportunistik yang dilakukan oleh manajemen untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost. Manajemen laba juga merupakan bentuk efficient contracting, dimana manajemen laba memberikan kepada manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Sejauh ini hanya model berbasis agregate accruals Modified Jones Model yang diterima sebagai model untuk mendeteksi manajemen laba. Komponen total akrual dalam Modified Jones Model terdiri dari discretionary accruals dan non discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen total akrual yang berasal dari rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan fleksibelitas dalam menentukan nilai estimasi pada metode akuntansi. Sedangkan, non discretionary accruals merupakan komponen total


(10)

akrual yang diperoleh secara alami dari pencatatan akuntansi dengan mengikuti standar akuntansi yang diterima secara umum (Alim, 2008).

Ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba berdasarkan teori akuntansi positif (Watts & Zimmerman, 1986 dalam Wulandari, 2005), yaitu:

a.Hipotesis program bonus (bonus plan hypotesis), merupakan dorongan bagi manajemen dalam meningkatkan jumlah laba yang dilaporkan agar memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut.

b.Hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypotesis), kontrak muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian utang. Semakin tinggi rasio utang atau ekuitas suatu perusahaan, yang ekuivalen dengan semakin dekatnya perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian utang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian, maka semakin mungkin manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan pendapatan perusahaan.


(11)

c. Hipotesis biaya politik (political cost hypotesis), merupakan motivasi yang muncul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi yang menggunakan estimasi akrual dan pilihan metode akuntansi dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah.

Scott (2000) menambahkan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu motivasi pajak, pergantian CEO, penawaran saham perdana (IPO), motivasi pasar modal. Berkaitan dengan motivasi pajak, pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan laba akan memberikan hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak. Perusahaan besar lebih mungkin untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi profit yang dilaporkan daripada perusahaan kecil (Belkaoui, 2000). CEO yang mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil memperbaiki kinerjanya cenderung melakukan manajemen laba untuk menghindari pemecatannya. Perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO), manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya.


(12)

Terdapat beberapa pola manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, antara lain :

a.Taking A Bath, sering disebut big bath dan dilakukan agar laba pada periode berikutnya menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini dimungkinkan karena manajemen menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan-perkiraan mendatang pada periode sekarang. b.Income increasing, dilakukan agar laba pada

periode sekarang menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.

c. Income decreasing, dilakukan agar laba periode sekarang lebih rendah dari yang seharusnya.

d.Income Smoothing (perataan laba), merupakan bagian dari manajemen laba yang merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan perubahan atau merekayasa laba secara smooth atau lembut.

2.2 Pengembangan Hipotesis

2.2.1 Likuiditas dan Agresivitas Pajak

Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendek. Hal ini menunjukkan keuangan perusahaan dalam kondisi


(13)

yang sehat dan tidak memiliki masalah mengenai arus kas. Dengan kondisi keuangan dan arus kas yang baik maka perusahaan akan mampu menanggung biaya-biaya yang muncul seperti pajak. Perusahaan tidak enggan untuk membayar pajak sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku dan tidak perlu bersikap agresif terhadap pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Bradley (1994) dan Siahaan (2005) memberikan bukti bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas kemungkinan tidak akan mematuhi peraturan perpajakan dan cenderung melakukan penghindaran pajak. Tindakan ini dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi pengeluaran atas pajak dan memanfaatkan penghematan yang dilakukan untuk mempertahankan arus kas. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki rasio likuiditas rendah akan cenderung memiliki tingkat agresivitas pajak perusahaan yang tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bradley (1994) serta Siahaan (2005) dan uraian hubungan likuiditas dengan agresivitas pajak, kemudian dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut :


(14)

H1 : Likuiditas memberikan pengaruh negatif dan

signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.2 Leverage dan Agresivitas Pajak

Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Akan tetapi, utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) bagi perusahaan yang disebut dengan bunga. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan bahwa bunga sebagai bagian dari biaya usaha yang dapat dikurangkan sebagai biaya (tax deductible) dalam proses penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) badan. Semakin besar utang perusahaan maka beban pajak akan menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha dan pengurangan tersebut sangat berarti bagi perusahaan yang terkena pajak tinggi. Oleh karena itu makin tinggi tarif bunga akan makin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan utang tersebut.

Manfaat yang ditimbulkan dari penghematan pajak akibat adanya bunga membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang perusahaan.


(15)

Penelitian Ozkan (2001) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak.

Berdasarkan uraian hubungan leverage dan agresivitas pajak, maka dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut :

H2 : Leverage memberikan pengaruh positif dan

signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.3 Komisaris Independen dan Agresivitas Pajak

Dewan komisaris merupakan pihak yang mempunyai peranan penting dalam mengawasi kinerja direksi. Dewan komisaris independen dianggap melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen karena bebas dari berbagai kepentingan internal perusahaan. Fama dan Jensen (1983) dalam Wulandari (2005) juga menyatakan bahwa komisaris independen dapat menjadi pengawas internal bagi manajemen dalam mengambil kebijakan, strategi bisnis serta


(16)

memberikan nasihat kepada direksi. Dimana dengan semakin banyaknya jumlah komisaris independen maka pengawasan yang dilakukan terhadap tindakan manjemen akan semakin ketat.

Dalam kaitannya dengan agresivitas pajak, manajemen bersifat oportunistik dimana mereka memiliki motif untuk memaksimalkan laba bersih agar meningkatkan bonus yang akan diterimanya. Salah satu cara untuk meningkatkan laba bersih adalah menekan pajak yang harus dibayarkan. Hal ini mendorong manajemen melakukan agresivitas pajak perusahaan. Prilaku agresif yang dilakukan manajemen dapat membawa dampak negatif bagi pemegang saham seperti menurunkan kredibilitas perusahaan jika tindakan tindakan tersebut terdeteksi oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk mengawasi kinerja manajemen. Melalui peranan dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan, diharapkan proporsi komisaris independen dapat memberikan kontribusi yang efektif untuk mencegah prilaku agresivitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.

Berdasarkan uraian tersebut, kemudian dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut :


(17)

H3 :Proporsi komisaris independen memberikan

pengaruh negatif dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.4 Manajemen Laba dan Agresivitas Pajak

Menurut Scott (2000), salah satu alasan adanya manajemen laba adalah motivasi pajak. Pajak menjadi masalah bagi perusahaan karena membayar pajak berkaitan langsung dengan besarnya laba bersih perusahaan. Laba selama ini dijadikan indikator utama keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Oleh karena itu, manajemen akan melaporkan laba disesuaikan dengan tujuannya untuk meminimalkan penghasilan kena pajak perusahaan. Perusahaan lebih mungkin untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi profit (income decreasing) yang dilaporkan untuk menurunkan pendapatan kena pajak sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan atas beban pajak. Penelitian seperti yang dilakukan oleh Badertscher dkk. (2009) menunjukkan bukti bahwa manajemen laba dijadikan alat bagi perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak.


(18)

Perusahaan dapat memilih strategi manajemen laba secara konserfatif atau agresif. Bila strategi yang dipilih adalah konservatif maka penghematan dari pajak juga akan sedikit dan menandakan bahwa perusahaan tidak melakukan agresivitas pajak perusahaaan. Namun bila strategi agresif yang dipilih dalam manajemen laba maka perusahaan dianggap juga agresif terhadap pajak karena mengincar penghematan pajak yang besar pula. Frank dkk. (2009) menemukan bahwa ada hubungan positif antara aggressive financial reporting dan tax reporting aggressiveness. Jadi jika perusahaan melakukan laporan keuangan secara agresif, maka juga dilakukan rekayasa terhadap pelaporan pajak.

Berdasarkan uraian tersebut, kemudian dirumuskan hipotesis keempat sebagai berikut : H4 : Manajemen laba memberikan pengaruh positif

dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.


(19)

2.3

Model Penelitian

Gambar 2.1 Model Penelitian

Agresivitas Pajak H1 (-)

H2 (+)

H3 (-)

Likuiditas

Leverage

Manajemen Laba

H4 (+)

Proporsi Komisaris Independen


(1)

H1 : Likuiditas memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.2 Leverage dan Agresivitas Pajak

Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Akan tetapi, utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) bagi perusahaan yang disebut dengan bunga. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan bahwa bunga sebagai bagian dari biaya usaha yang dapat dikurangkan sebagai biaya (tax deductible) dalam proses penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) badan. Semakin besar utang perusahaan maka beban pajak akan menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha dan pengurangan tersebut sangat berarti bagi perusahaan yang terkena pajak tinggi. Oleh karena itu makin tinggi tarif bunga akan makin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan utang tersebut.

Manfaat yang ditimbulkan dari penghematan pajak akibat adanya bunga membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang perusahaan.


(2)

Penelitian Ozkan (2001) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak.

Berdasarkan uraian hubungan leverage dan agresivitas pajak, maka dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut :

H2 : Leverage memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.3 Komisaris Independen dan Agresivitas Pajak Dewan komisaris merupakan pihak yang mempunyai peranan penting dalam mengawasi kinerja direksi. Dewan komisaris independen dianggap melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen karena bebas dari berbagai kepentingan internal perusahaan. Fama dan Jensen (1983) dalam Wulandari (2005) juga menyatakan bahwa komisaris independen dapat menjadi pengawas internal bagi manajemen dalam mengambil kebijakan, strategi bisnis serta


(3)

memberikan nasihat kepada direksi. Dimana dengan semakin banyaknya jumlah komisaris independen maka pengawasan yang dilakukan terhadap tindakan manjemen akan semakin ketat.

Dalam kaitannya dengan agresivitas pajak, manajemen bersifat oportunistik dimana mereka memiliki motif untuk memaksimalkan laba bersih agar meningkatkan bonus yang akan diterimanya. Salah satu cara untuk meningkatkan laba bersih adalah menekan pajak yang harus dibayarkan. Hal ini mendorong manajemen melakukan agresivitas pajak perusahaan. Prilaku agresif yang dilakukan manajemen dapat membawa dampak negatif bagi pemegang saham seperti menurunkan kredibilitas perusahaan jika tindakan tindakan tersebut terdeteksi oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk mengawasi kinerja manajemen. Melalui peranan dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan, diharapkan proporsi komisaris independen dapat memberikan kontribusi yang efektif untuk mencegah prilaku agresivitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.

Berdasarkan uraian tersebut, kemudian dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut :


(4)

H3 :Proporsi komisaris independen memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.

2.2.4 Manajemen Laba dan Agresivitas Pajak

Menurut Scott (2000), salah satu alasan adanya manajemen laba adalah motivasi pajak. Pajak menjadi masalah bagi perusahaan karena membayar pajak berkaitan langsung dengan besarnya laba bersih perusahaan. Laba selama ini dijadikan indikator utama keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Oleh karena itu, manajemen akan melaporkan laba disesuaikan dengan tujuannya untuk meminimalkan penghasilan kena pajak perusahaan. Perusahaan lebih mungkin untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi profit (income decreasing) yang dilaporkan untuk menurunkan pendapatan kena pajak sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan atas beban pajak. Penelitian seperti yang dilakukan oleh Badertscher dkk. (2009) menunjukkan bukti bahwa manajemen laba dijadikan alat bagi perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak.


(5)

Perusahaan dapat memilih strategi manajemen laba secara konserfatif atau agresif. Bila strategi yang dipilih adalah konservatif maka penghematan dari pajak juga akan sedikit dan menandakan bahwa perusahaan tidak melakukan agresivitas pajak perusahaaan. Namun bila strategi agresif yang dipilih dalam manajemen laba maka perusahaan dianggap juga agresif terhadap pajak karena mengincar penghematan pajak yang besar pula. Frank dkk. (2009) menemukan bahwa ada hubungan positif antara aggressive financial reporting dan tax reporting aggressiveness. Jadi jika perusahaan melakukan laporan keuangan secara agresif, maka juga dilakukan rekayasa terhadap pelaporan pajak.

Berdasarkan uraian tersebut, kemudian dirumuskan hipotesis keempat sebagai berikut : H4 : Manajemen laba memberikan pengaruh positif

dan signifikan terhadap tindakan agresivitas pajak perusahaan.


(6)

2.3

Model Penelitian

Gambar 2.1 Model Penelitian

Agresivitas Pajak H1 (-)

H2 (+)

H3 (-)

Likuiditas

Leverage

Manajemen Laba

H4 (+)

Proporsi Komisaris Independen


Dokumen yang terkait

PENGARUH LIKUDITAS, LEVERAGE, CAPITAL INTENSITY DAN KOMISARIS INDEPENDEN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK PERUSAHAAN (PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI).

14 66 31

Pengaruh Likuiditas, Leverage, dan Komisaris Independen terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan.

6 32 19

Pengaruh Likuiditas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan terhadap Agresivitas Pajak.

0 0 19

PENGARUH PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN, KOMITE AUDIT, MANAJEMEN LABA, LIKUIDITAS, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK.

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan T2 912010028 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan T2 912010028 BAB IV

0 2 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan T2 912010028 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen dan Manajemen Laba Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan

0 0 21

LINDUNG NILAI, FINANCIAL LEVERAGE, MANAJEMEN LABA DAN AGRESIVITAS PAJAK

0 2 22