perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang profesional,
memastikan perusahaan
memiliki sistem pengendalian dan sistem audit yang bekerja
dengan baik, memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun
nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan FCGI, 2003. Keberadaan
komisaris independen
di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan
Direksi PT Bursa Efek Jakarta BEJ Nomor: Kep 315 BEJ06-2000 perihal Peraturan No I-A,
tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan
Tercatat pada butir mengenai Ketentuan tentang Komisaris Independen. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik, perusahaan yang
tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan
jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham
pengendali dengan
ketentuan jumlah
komisaris independen sekurang-kurangnya 30 dari jumlah seluruh anggota komisaris.
2.1.6 Manajemen Laba
Menurut Scott 2000, manajemen laba adalah
tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau
perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi. Manajemen laba merupakan suatu
tindakan oportunistik
yang dilakukan
oleh manajemen
untuk memaksimalkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak
utang, dan political cost. Manajemen laba juga merupakan bentuk efficient contracting, dimana
manajemen laba memberikan kepada manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak
yang terlibat dalam kontrak. Sejauh ini hanya model berbasis agregate
accruals Modified Jones Model yang diterima sebagai model
untuk mendeteksi
manajemen laba.
Komponen total akrual dalam Modified Jones Model terdiri
dari discretionary
accruals dan
non discretionary
accruals. Discretionary
accruals merupakan komponen total akrual yang berasal dari
rekayasa manajerial
dengan memanfaatkan
kebebasan dan fleksibelitas dalam menentukan nilai estimasi pada metode akuntansi. Sedangkan, non
discretionary accruals merupakan komponen total
akrual yang diperoleh secara alami dari pencatatan akuntansi dengan mengikuti standar akuntansi yang
diterima secara umum Alim, 2008. Ada
berbagai motivasi
yang mendorong
dilakukannya manajemen laba berdasarkan teori akuntansi positif Watts Zimmerman, 1986 dalam
Wulandari, 2005, yaitu: a.
Hipotesis program bonus bonus plan hypotesis, merupakan dorongan bagi manajemen dalam
meningkatkan jumlah laba yang dilaporkan agar memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba
tersebut. b.
Hipotesis perjanjian utang debt covenant hypotesis, kontrak muncul karena perjanjian
antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian utang.
Semakin tinggi rasio utang atau ekuitas suatu perusahaan, yang ekuivalen dengan semakin
dekatnya perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian utang dan semakin besar
probabilitas pelanggaran
perjanjian, maka
semakin mungkin manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan
pendapatan perusahaan.
c. Hipotesis biaya politik political cost hypotesis,
merupakan motivasi
yang muncul
karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi
yang menggunakan estimasi akrual dan pilihan metode akuntansi dalam mensiasati berbagai
regulasi pemerintah. Scott 2000 menambahkan beberapa motivasi
terjadinya manajemen laba yaitu motivasi pajak, pergantian CEO, penawaran saham perdana IPO,
motivasi pasar modal. Berkaitan dengan motivasi pajak, pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan
laba akan memberikan hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak.
Perusahaan besar
lebih mungkin
untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi
profit yang dilaporkan daripada perusahaan kecil Belkaoui, 2000. CEO yang mendekati masa
pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil memperbaiki kinerjanya cenderung
melakukan manajemen laba untuk menghindari pemecatannya. Perusahaan yang akan melakukan
penawaran saham
perdana IPO,
manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk
memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya.
Terdapat beberapa pola manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, antara lain :
a. Taking A Bath, sering disebut big bath dan
dilakukan agar laba pada periode berikutnya menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini
dimungkinkan karena manajemen menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan-
perkiraan mendatang pada periode sekarang. b.
Income increasing, dilakukan agar laba pada periode sekarang menjadi lebih tinggi dari yang
seharusnya. c.
Income decreasing, dilakukan agar laba periode sekarang lebih rendah dari yang seharusnya.
d. Income Smoothing perataan laba, merupakan
bagian dari manajemen laba yang merupakan kegiatan
perusahaan untuk
melakukan perubahan atau merekayasa laba secara smooth
atau lembut.
2.2 Pengembangan Hipotesis