Institusi-April 2008

VOLUME VI APRIL 2008

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

D a ft a r I si
Kemiskinan warga dan tanggung jawab negara ---------------------------------------------------

1


Formulir Pilkada Tiba--------------------------------------------------------------------------------------

2

Kampanye Pilkada Dimulai Pemasangan Alat Peraga di Medan Berlangsung Sepi ----

5

------------------------------------

7

Kevin Rudd dan Politik LN Australia ------------------------------------------------------------------

8

Datang Kampanye Belum Tentu Memilih

Reformasi Birokrasi Bukan Birokratisasi Reformasi ---------------------------------------------- 10
Reformasi Pertama Birokrasi --------------------------------------------------------------------------- 12

Sengketa Pilkada Ditangani MK------------------------------------------------------------------------ 14
Upaya Pengentasan Kemiskinan Setengah Hati -------------------------------------------------- 15
Rencana Penyelesaian Pilkada Malut Masih Wacana ------------------------------------------- 17
Memilih Calon Pemimpin Jabar ------------------------------------------------------------------------ 18
Orang Kecil "Menikmati" Kampanye Pilkada ------------------------------------------------------- 20
Pilkada Karanganyar dan Kota Tegal 26 Oktober2008 ------------------------------------------ 23
RUU Keterbukaan Informasi Publik Disetujui oleh DPR ----------------------------------------- 24
Pemilu dan Pilkada ---------------------------------------------------------------------------------------- 25
Tidak Ada Instrumen Hukum Tunda Pilkada ------------------------------------------------------- 28
Demokrasi Harus Beretika

-----------------------------------------------30

Sosialisasi Pilgub Jabar Belum Maksimal ----------------------------------------------------------- 31
RUU Rahasia Negara Jangan Reduksi UU KIP --------------------------------------------------- 32
Banyak Parpol Bakal Gugur ----------------------------------------------------------------------------- 33
Pilkada--------------------------------------------------------------------------------------------------------- 35
Pilkada Maluku Utara, Makin Diurai Makin Kusut...----------------------------------------------- 37
Golkar Tetapkan Pasangan Pilkada Maluku -------------------------------------------------------- 40
Memperpendek Jalur Sengketa Pilkada ------------------------------------------------------------- 41

Perketat Verifikasi Parpol

------------------------------------------------44

MK Siap Tangani Sengketa Pilkada ------------------------------------------------------------------ 45
Krisis Itu Menyakitkan ------------------------------------------------------------------------------------- 46
Pemerintah Santuni Penganggur ---------------------------------------------------------------------- 47
Manfaat (yuridis) ekonomis UU Informasi dan Transaksi Elektronik ------------------------- 49
DPR Setujui UU Pelayaran ------------------------------------------------------------------------------ 51
Hindari Konflik di Pilkada Jabar ------------------------------------------------------------------------ 53

Presidensial atau Parlementer? ------------------------------------------------------------------------ 55
Menguat, Desakan Revisi UU KIP --------------------------------------------------------------------- 57
RUU Kesejahteraan Sosial ------------------------------------------------------------------------------ 58
Sabam Sirait: Laksanakan Pilkada Damai di Sumut --------------------------------------------- 59
Logistik Pilkada Belum Terdistribusi ke PPS ------------------------------------------------------- 60
Lampu Kuning Otsus Papua ---------------------------------------------------------------------------- 61
Penentuan Keabsahan Peserta Pemilu 2009

-------------------------------- 64


RUU Kesos untuk Berdayakan Penganggur-------------------------------------------------------- 66
Pilkada Kabupaten Sumedang KPU Jamin Pilkada Gabungan ------------------------------- 67
Membajak Demokrasi secara Konstitusional ------------------------------------------------------- 68
Partai Politik dan Prospek Reformasi ----------------------------------------------------------------- 70
UU Pengelolaan Sampah Sangat Lemah ----------------------------------------------------------- 73
Pemasaran Partai Politik --------------------------------------------------------------------------------- 74
RUU KIP yang Disetujui DPR Mengecewakan----------------------------------------------------- 76
Mengapa Hade Menang? -------------------------------------------------------------------------------- 77
Pilbup Majalengka Digelar Lebih Awal --------------------------------------------------------------- 79
Pilkada Provinsi Dinilai Tak Mendidik----------------------------------------------------------------- 80
Konflik Pilkada Membayangi Arung Sejarah Bahari ---------------------------------------------- 81
Retorika Negara Kesejahteraan

-------------------------------------------82

Golput Merajai Pilkada Sumut -------------------------------------------------------------------------- 84
Paradoks Kemiskinan ------------------------------------------------------------------------------------- 85
Perpres "Lumpur" Dicabut?------------------------------------------------------------------------------ 87
Pemimpin Bicara, Rakyat Tertidur --------------------------------------------------------------------- 88

Pemimpin yang Pantas ----------------------------------------------------------------------------------- 90
Partai Politik-------------------------------------------------------------------------------------------------- 92
Politik Zig-zag ----------------------------------------------------------------------------------------------- 94
DPT Pilkada Maluku 936.519 Jiwa -------------------------------------------------------------------- 96
Formasi Golput dan Capres Unggulan --------------------------------------------------------------- 97
Papua Barat Masuk Otonomi Khusus ----------------------------------------------------------------100
Perpres Perubahan "Master Plan" Segera Diterbitkan-------------------------------------------101
Mencari Solusi Pilkada Maluku Utara-----------------------------------------------------------------102
Cagub Keluhkan Kampanye Hitam --------------------------------------------------------------------104
Rekapitulasi Hasil Pilgub Sumut Diminta Ditunda -------------------------------------------------105
Bakorkamla: Revisi UU Pemerintahan Daerah ----------------------------------------------------106

Pemerintah yang Penuh Kebingungan ---------------------------------------------------------------107
Warga Tak Memilih Unggul dalam Pilkada Sumut ------------------------------------------------110
Tahapan Pilkada Bandung Diubah --------------------------------------------------------------------111
Kasad: Perwira Gagal di Pilkada Memalukan Korps ---------------------------------------------113
Otonomi Tak Ubah Kinerja Pemerintahan Daerah ------------------------------------------------114

Bisnis I ndonesia


Selasa, 01 April 2008

Ke m isk ina n w a r ga da n t a nggung j a w a b ne ga r a
Jutaan warga negara Indonesia masih hidup dalam kemelaratan. Kalau kita menggunakan
ukuran US$ 2 -PPP (purchasing power parity )/kapita/hari yakni ukuran yang digunakan Bank
Dunia, pada 2007 angka kemelaratan mencapai 105,3 juta jiwa (45,2%) atau lebih rendah
dari angka pada 2006 yang mencapai 113,8 juta jiwa (49,6%).
Yang menyedihkan, suara 105,3 juta jiwa itu tidak terartikulasikan di ruang publik, terutama di
media massa, yang umumnya didominasi oleh artikulasi elite negara, pengusaha, politisi dan
kelas menengah yang pongah. Kaum miskin itu, dalam kata-kata Gabriel Marquez, adalah
kekuatan yang membisu.
Harus diakui, meski sudah berusaha digenjot, berbagai program pembangunan pemerintahan
Susilo Bambang Yudhyono-Jusuf Kalla tidak optimal dalam memberantas kemelaratan
massal itu, yang umumnya sebagai dampak dari kemiskinan struktural. Sebab-sebab
kemiskinan struktural sangat dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:
Pertama, kurangnya demokrasi, di mana hubungan kekuasaan yang menghilangkan
kemampuan warga negara atau suatu negara untuk memutuskan masalah yang menjadi
perhatian mereka. Kuatnya demokrasi prosedural yang mengangkangi demokrasi substansial
seperti dalam kasus Indonesia, merupakan faktor krusial yang menyebabkan kebijakan
pengentasan kemiskinan tak efektif.

Kedua, kurangnya memperoleh alat-alat produksi (lahan dan teknologi) dan sumber daya
(pendidikan, kredit, dan akses pasar) oleh mayoritas penduduk.
Ketiga, kurangnya mekanisme yang memadai untuk akumulasi dan distribusi. Keempat,
disintegrasi ekonomi nasional, yang berorientasi memenuhi pasar asing daripada pasar
domestik. Kelima, pengikisan peran pemerintah sebagai perantara dalam meminimalkan
ketimpangan sosial, contohnya melalui swastanisasi program-program sosial
Keenam, eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam dan tercemarnya ekosistem
yang secara tidak proporsional berdampak kepada orang miskin, dan ketujuh, Kebijakankebijakan yang menyebabkan monopolisasi ekonomi dan polarisasi masyarakat, yang
memacu bertambahnya penumpukan pendapatan dan kesejahteraan.
Ukuran kemiskinan yang dianut oleh banyak negara, termasuk Indonesia, dengan standar
Bank Dunia, ternyata secara empiris acap kali ''tidak bisa atau kurang tepat'' menjelaskan
fenomena kemiskinan. Terutama, membandingkan kemiskinan dengan kesejahteraan.
Pengukuran kemiskinan dengan standar Bank Dunia didasarkan pada ukuran pendapatan
(ukuran finansial), di mana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan.
Namun terbukti, tidak semua kemiskinan identik dengan ketidaksejahteraan, demikian juga
tingkat pendapatan yang tinggi, belum mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi.
Sen Poverty Index (SPI) yang merupakan formula yang dipergunakan untuk mengukur indeks
kemiskinan, ternyata tidak mampu mengukur tingkat kesejahteraan.
SPI yang lebih mendasarkan pada poverty head account ratio dan ini yang diambil dari

penyebaran pendapatan per kapita (koefisien Gini) ternyata hanya mengukur kemiskinan dari
tingkat pendapatan. Apakah tingkat pendapatan tersebut mencerminkan kemiskinan?

Berkhas

1

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 01 April 2008

Jawaban pertanyaan ini bisa betul dan bisa tidak, tergantung bagaimana pola konsumsi, pola
kehidupan serta faktor jaminan keamanan akan kehidupan dari setiap negara kepada
penduduknya.
Studi Birdsall (1995) di negara-negara Asia Timur yang mempunyai tingkat pertumbuhan
tinggi ( >7%), sedang (5%-6%) dan rendah (