Usaha Kecil-April 2008

VOLUME VI APRIL 2008

USAHA KECIL

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Da ft a r I si

1.000 Koperasi akan salurkan kredit usaha rakyat -----------------------------------------------

1


'Peritel untung dari retur barang promosi' -----------------------------------------------------------

2

14 Koperasi BMT terbitkan surat utang --------------------------------------------------------------

3

Kerja Sama Kemitraan UKM Tersendat--------------------------------------------------------------

5

SNI hubungan ritel persulit industri kecil -------------------------------------------------------------

6

Menyoal kredit usaha rakyat ----------------------------------------------------------------------------

7


Proteksi UMKM Masih Minim ---------------------------------------------------------------------------

9

'Aturan merek tidak berpihak UKM'-------------------------------------------------------------------- 10
Dana program ketahanan pangan KUMKM Rp800 miliar--------------------------------------- 11
Dana UMKM Jambi Rp85,58 miliar-------------------------------------------------------------------- 12
Juklak trading term tak diterbitkan --------------------------------------------------------------------- 13
'Polisi jangan memeras UKM' --------------------------------------------------------------------------- 14
Pola Pikir UMKM Harus Berubah ---------------------------------------------------------------------- 15
Aliansi 9 Asosiasi terpecah soal SNI pemasok ritel----------------------------------------------- 16
BMT belum jadi penerima jaminan syariah --------------------------------------------------------- 18
BMT di Jabodetabek bentuk koperasi sekunder--------------------------------------------------- 20
UKM Kue dan Roti Makin Sekarat --------------------------------------------------------------------- 21
Bank masih syaratkan jaminan kredit usaha rakyat ---------------------------------------------- 22
Perbankan dorong UKM Sumbar ---------------------------------------------------------------------- 24
Perajin Keluhkan Sulit Pinjam Modal ----------------------------------------------------------------- 25
UKM Roti-Kue Masih Ingin Bertahan ----------------------------------------------------------------- 26
Ekspansi minimarket tersendat ------------------------------------------------------------------------- 28

Aprindo minta perda perpasaran swasta dicabut-------------------------------------------------- 30
Serapan anggaran koperasi akan mundur ---------------------------------------------------------- 31
Mendag: Kembangkan Sumber Pangan Tradisional --------------------------------------------- 32
Danamon dukung revitalisasi pasar tradisional ---------------------------------------------------- 33
Mitra PTPN V dapat dana PUKK----------------------------------------------------------------------- 34
Pelatihan UKM Palestina digelar----------------------------------------------------------------------- 35
UKM akan dikenakan PPh final ------------------------------------------------------------------------ 36
Insentif Bagi UMKM Masuk Bursa --------------------------------------------------------------------- 38
Program KUR Jalin Kemitraan dengan Bank ------------------------------------------------------- 39
Kemenkop gandeng Arrbey dorong UKM ----------------------------------------------------------- 40

UKM rintis kerja sama suku cadang ------------------------------------------------------------------ 41
Industri mebel bambu lesu ------------------------------------------------------------------------------- 42
Perajin tungku kebanjiran order ------------------------------------------------------------------------ 43
Industri mebel bambu melesu -------------------------------------------------------------------------- 44
Kadin Jateng bangun UMKM Center ----------------------------------------------------------------- 45
Sumsel Dirikan Penjamin Kredit UKM ---------------------------------------------------------------- 46
UKM Jambi butuh modal --------------------------------------------------------------------------------- 47
Ratusan Pengusaha Kecil di Jakbar Kembali Digusur ------------------------------------------- 48
Distribusi kedelai ke perajin tempe diperpendek -------------------------------------------------- 49

Lintasarta Sediakan Teknologi Tingkatkan Kinerja ----------------------------------------------- 51
Restrukturisasi Kredit Penting bagi UMKM --------------------------------------------------------- 52
Pelaku UMKM Tidak Tenang --------------------------------------------------------------------------- 53
Perajin Keluhkan Harga Kayu Bakar------------------------------------------------------------------ 54
Presiden minta kredit usaha rakyat ditambah ------------------------------------------------------ 55

Bisnis I ndonesia

Selasa, 01 April 2008

1 .0 0 0 Kope r a si a k a n sa lur k a n k r e dit usa ha r a k y a t
JAKARTA: Kementerian Koperasi dan UKM menyiapkan sedikitnya 1.000 koperasi simpan
pinjam (KSP) masuk peserta linkage program untuk menyalurkan dana kredit usaha rakyat
(KUR).
"Jumlah koperasi berdasarkan usulan beberapa induk koperasi dan organisasi masyarakat
Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama," ujar Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop
dan UKM Agus Muharram, pekan lalu.
Penawaran juga diberikan dinas koperasi di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Dalam waktu dekat nama-nama koperasi yang diusulkan dinas koperasi peserta
linkage program segera di tangan Kemenkop.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum lama ini minta agar Mennegkop dan UKM
Suryadharma Ali proaktif menyalurkan KUR, karena bank penyalur memiliki keterbatasan
wilayah operasional.
Tujuan dari program itu untuk memperluas penyaluran kredit kepada usaha mikro yang layak,
tetapi belum bankable. Koperasi penyalur juga diharapkan profesional agar KUR bisa lebih
luas diserap usaha mikro.
Melalui beberapa pertemuan dengan pengurus Inkud, dinas provinsi dan organisasi
masyarakat ataupun bank penyalur, koperasi menyatakan siap menjadi penyalur KUR
melalui linkage program.
Kesimpulan pertama dari pertemuan itu, koperasi dan perbankan siap melaksanakan linkage
program. Koperasi meminta agar bunga yang ditetapkan enam bank penyalur maksimal 12%.
Dari enam bank penyalur, hanya Bank Bukopin dan Bank BRI yang belum memutuskan
usulan koperasi untuk membatasi bunga 12% per tahun. Alasannya, mereka sudah memiliki
jaringan cukup luas di daerah.
Empat bank lain yang masuk dalam penyalur KUR, yakni Bank BNI, Bank Syariah Mandiri,
Bank Mandiri dan Bank BTN sepakat menyalurkan KUR ke koperasi dengan bunga maksimal
12%.
"Bank BNI bahkan menawarkan dengan lebih rendah, yakni 11,5% per tahun. Disepakati pula
bahwa dalam linkage program ini bunga maksimal di tangan usaha kecil maksimal 24%.
Persentase itu diajukan karena biaya operasional koperasi tinggi," papar Agus.

Membaik
Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM Choirul
Djamhari mengatakan penyaluran KUR makin baik seiring dengan penurunan rata-rata
pinjaman jadi Rp39 juta.
Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit mikro maksimal Rp50 juta. "Makin kecil nominal
kredit pengusaha mikro, makin banyak pula pelayanan kepada usaha mikro," ujarnya.
Program KUR harus dilakukan lebih luas lagi di seluruh pelosok Tanah Air yang saat ini
masih terkendala. Ada bank penyalur yang belum memiliki unit pelayanan merata di seluruh
penjuru Nusantara.
Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

Berkhas

1

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia


Selasa, 01 April 2008

'Pe r it e l unt ung da r i r e t ur ba r a ng pr om osi'
JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) menuding ritel
modern mengeruk keuntungan dengan praktik mengembalikan barang promosi yang telah
didiskon pemasok dengan harga normal.
Ketua Umum AP3MI Susanto mengatakan peritel mengambil keuntungan tanpa melakukan
bisnis, dengan mendapatkan selisih harga normal dengan harga khusus yang dari pemasok,
mengingat barang tengah dipromosikan.
"Karena praktik retur ini, sejumlah pemasok ada yang memilih hengkang," kata Susanto
kepada Bisnis, kemarin.
Praktik ini juga terjadi saat ritel modern melakukan promosi menjelang kenaikan harga
barang. Kelebihan barang saat promosi itu dikembalikan dengan harga baru kepada
pemasok. Padahal pemasok menjual dengan harga lama ditambah diskon promosi pula.
Menurut Susanto, ritel modern selalu mengemukakan alasan adanya ketentuan hari stok
selama enam hari yang dilakukan secara komputerisasi.
Saat promosi biasanya toko modern mengorder dua kali lipat dari biasanya, untuk
mendapatkan kesan seolah-olah omzet akan meledak.
Satu perusahaan biskuit mari ternama memilih hengkang dari Carrefour karena menilai
hipermarket asal Prancis tersebut bersikap ingin menang sendiri atau kebijakannya tidak winwin solution.

Puncaknya ketika produknya tengah dipromosi dan pasokan berlipat ganda ke hipermarket
tersebut, ternyata produk yang diberi diskon 2% kepada Carrefour tidak terjual habis saat
promosi.
Pemasok biskuit berkukuh agar Carrefour tidak mengembalikan kelebihan produk, apalagi
dengan harga normal.
"Kami sudah melayangkan surat tidak lagi menyuplai ke Carrefour sejak Januari, tapi order
via faksimile terus mengalir. Sepertinya tidak ada kominasi antara kantor pusat dan toko,"
kata sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya.
Saat dikonfirmasi Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia mengemukakan
kebijakan yang dilakukan Carrefour berbeda pada setiap pemasok, dan semua dituangkan
dalam perjanjian.
"Bergantung pada produk, dan ada di perjanjian [soal retur barang]. Kami ada 3.700 pemasok
berarti kami memiliki 3.700 perjanjian."
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

2


Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 02 April 2008

1 4 Kope r a si BM T t e r bit k a n sur a t ut a ng
JAKARTA: Inkopsyah BMT kembali merekomendasikan 14 koperasi baitul mal wattanwil
(BMT) untuk menerbitkan surat utang koperasi (SUK) senilai Rp3,4 miliar, menyusul lima
BMT yang berhasil menerbitkan instrumen keuangan yang sama.
Namun, plafon surat utang terbaru diturunkan menjadi Rp300 juta, dari sebelumnya Rp500
juta, sebagai bagian strategi pemerataan penerbit dan penerapan prinsip kehati-hatian
pengelolaan SUK.
"Surat utang itu kami ajukan ke pemerintah selaku pembeli melalui PT Pos Indonesia. Saat
ini sudah di Kemenkop dan UKM," ujar Widji Tri Kusuma Adhi, Direktur Induk Koperasi
Syariah Baitul Mal Wattanwil (Inkopsyah BMT) kepada Bisnis, baru-baru ini.
Proses penerbitan SUK ini dilakukan melalui dua tahap seleksi calon penerbit oleh Inkopsyah
BMT, yakni menggunakan rekam jejak (track record) dan penggunaan sistem pemeringkatan
(rating).
Widji menjelaskan Inkopsyah BMT tidak merekomendasikan koperasi syariah yang baru

berdiri sebagai calon penerbit. BMT ini juga harus sudah memiliki rekam jejak bagus dalam
dua tahun terakhir.
Selanjutnya, calon penerbit ini masih akan diseleksi dengan menggunakan sistem
pemeringkatan yang dikembangkan oleh Inkopsyah, PT Permodalan Nasional Madani (PNM)
dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Setelah hal itu, BMT tersebut harus memenuhi prosedur penerbitan SUK, di antaranya harus
menyediakan jaminan 100% dalam bentuk aset, cash collateral, dan sebagian nilai tagihan
piutangnya.
"Kombinasinya, jaminan aset tetap atau cash collateral minimal 25%," ujar Widji.
Penerbitan tahap pertama SUK pada Juni 2007 didominasi oleh BMT di Jawa Tengah
dengan plafon Rp500 juta. BMT yang berskala besar memang umumnya ada di provinsi itu.
Kebutuhan Likuiditas
Pada tahap berikutnya, koperasi simpan pinjam syariah penerbit SUK diharapkan lebih
banyak dan menyebar sehingga perlu menurunkan plafon surat utang.
Inkopsyah BMT juga mengusulkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran
pinjaman, mengingat kondisi usaha kecil yang sedikit mengalami pelambatan akibat kenaikan
harga BBM pada 2005.
Terkait dengan hal itu, penyaluran pinjaman bukan satu-satunya aspek yang ditekankan
tetapi juga mengintensifkan upaya mendorong dinamika sektor riil melalui pelatihan dan
pembukaan akses pasar.

Widji mengakui kebutuhan likuiditas BMT yang sebelumnya relatif besar, kini kebutuhan
pembiayaan dan plafon surat utang koperasi perlu disesuaikan dengan kondisi sektor riil.
"Ini yang mengusulkan Inkopsyah, karena kami sebagai executing agent. Artinya, kalau ada
apa-apa di BMT, Inkopsyah harus bertanggung jawab," ujarnya.
Saat ini non performing loan dana surat utang koperasi (SUK) lima BMT yang disalurkan
pada awal 2007, di tingkat usaha kecil rata-rata 4% - 5%.

Berkhas

3

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 02 April 2008

"Angka [NPL] ini masih wajar. Itu pun lebih karena keterlambatan pembayaran oleh usaha
kecilnya. Kalau pembayaran angsuran dari BMT-nya lancar," ujar Widji
Di samping itu, penurunan plafon SUK ini diarahkan untuk pemerataan daerah koperasi
penerbit, yang sebelumnya didominasi oleh Jawa Tengah karena memiliki koperasi syariah
besar dan berkualitas.
"Dulu lebih diarahkan kepada BMT yang [asetnya] besar, sekarang lebih diarahkan pada
pemerataan wilayah penerbit dan makin banyak koperasi yang terlibat," ujarnya.
([email protected])
Oleh Moh. Fatkhul Maskur
Bisnis Indonesia

Berkhas

4

Volume VI April 2008

Jurnal Nasional

Kamis, 03 april 2008

Ekonomi Mikro/Sektor Riil jakarta | Kamis, 03 Apr 2008

Ke r j a Sa m a Ke m it r a a n UKM Te r se nda t
by : Luther Sembiring
PELAKSANAAN kerja sama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) antara
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Kementerian Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) tersendat, karena belum ada petunjuk teknis.
Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, mengatakan, kerja sama penyaluran
PKBL BUMN untuk koperasi belum terputus. ''Sebetulnya kerja sama itu ada selama
perjanjian kerja sama belum putus, cuma tersendat,'' katanya, usai loka karya bertajuk
Optimalisasi Pemberdayaan KUKM melalui Kegiatan CSR, Rabu (2/4).
Penyaluran dana PKBL UKM selama ini belum membudaya hingga sulit berjalan. Pertemuan
hari ini, ucapnya, berupaya mengoptimalisasi PKBL sektor usaha menengah kecil (UMK).
''Kalau namanya program itu harus disempurnakan, dari masa lalu selalu ada yang kurang
pas,'' ujarnya.
Kementerian Koperasi dan UKM, memiliki banyak informasi berkaitan keberhasilan UMK di
berbagai daerah. Di beberapa daerah memiliki potensi ekonomi tapi tidak ada usaha.
Dia mengatakan, akan ada program Gerakan Tunas Kewirausahaan Nasional (Getuknas)
pada Juni, bertepatan hari libur sekolah. Program ini menyiasati potensi pengangguran siswa
lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Lembaga pendidikan, berpotensi menciptakan
pengangguran baru tiap tahun. Program Getuknas akan dijalankan di Jakarta, Riau,
Sumatera Selatan, Medan, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur.
''Dengan Getuknas ini, pengangguran bisa diperkecil. Ke depan, bisa menciptakan lapangan
kerja sendiri. Kami bekerja sama dengan dunia usaha, BUMN. Kalau ini dikerjakan bersama
lebih ringan.''
Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto
mengatakan, Surat Keputusan Bersama (SKB) kerja sama PKBL belum sepenuhnya
berjalan. Keadaan ini, katanya, disebabkan beberapa hal, seperti tidak ada petunjuk
pelaksana teknis, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat SKB Kementerian Negara
BUMN dan Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2004, dianggap tidak sesuai UU No 19
tentang BUMN. ''Memang pola di SKB itu selama ini belum dijalankan, tapi sejauh ini PKBL
sudah bekerja sama dengan koperasi dan Dekopin.''
Dari sektor usaha, kata Parikesit, BUMN tidak mempunyai potensi mengembangkan UKM
hingga perlu bekerja sama dengan koperasi.
Direktur Usaha Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Mindo H Sitorus mengungkapkan,
penyaluran dana PKBL BUMN untuk Dekopin mulai berjalan. Dia mencontohkan, PT
Pertamina sudah membangun pabrik mini sawit, PT Telkom mendirikan klinik teknologi tepat
guna.
Penyaluran dana pada sejumlah koperasi masih terganjal terkait kelengkapan administrasi
dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi. Persoalan lain, penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR) belum menyertakan Dekopin. Luther Kembaren
Kutipan: Penyaluran dana PKBL UKM selama ini belum membudaya hingga sulit berjalan

Berkhas

5

Volume VI April 2008

Bisnis I ndoensia

Jumat, 04 April 2008

SN I hubunga n r it e l pe r sulit indust r i k e cil
JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai standar nasional Indonesia
(SNI) hubungan pemasok dan peritel modern akan mempersulit akses pemasok industri kecil.
Tutum Rahanta, Tim Formatur Aprindo, mengungkapkan SNI perdagangan antara pemasok
dan toko eceran modern bertujuan menciptakan harmonisasi hubungan bisnis pemasok dan
peritel modern.
"Namun, bagaimana UKM [usaha kecil] bisa memasok toko modern jika disibukkan dengan
banyaknya hal terkait dengan administratif," kata Tutum, kemarin.
Meskipun berada di pihak peritel modern, Tutum mengharapkan SNI pemasok dan peritel
modern bisa menguntungkan kedua belah pihak, dan bisa diterapkan dalam bisnis.
Menurut Tutum, hubungan peritel modern dan pemasok selama ini ditentukan dengan cara
bernegosiasi (business to business), sedangkan SNI biasanya berisi standar yang dinilai
kaku.
Dalam kesempatan terpisah Putri K. Wardani, juru bicara Aliansi sembilan Asosiasi,
mengemukakan pemberlakuan SNI hubungan pemasok dengan peritel modern memerlukan
waktu agar industri kecil bisa melakukan penyesuaian.
"Penerapan SNI [pemasok dan toko modern] memerlukan waktu, dan penyesuaiannya tidak
bisa sekaligus. Industri kecil tentu tidak bisa melakukannya [secara cepat]," kata Putri.
Dia mengatakan, industri skala menengah dan besar di Indonesia jumlahnya hanya 20%30% dari total industri yang ada.
Pada draf RSNI (rancangan standar nasional Indonesia) Ketentuan Perdagangan antara
pemasok dan Toko Eceran Modern, disebutkan standar dan persyaratan pemasok harus
menjamin produk yang dipasok sesuai dengan 12 ketentuan.
Pemasok harus menjamin produk yang dipasok sesuai dengan peraturan dan standar yang
berlaku, mutu yang disepakati, hak kekayaan intelektual, seperti merek, dan desain.
Selain itu, surat keterangan asal, dokumen lain yang diperlukan, K3L, porosedur operasi
standar, label dan kemasan, pre-pricing, sampel yang ditawarkan, barang baru (bukan bekas
atau rekondisi), sistem traceability (misalnya barcode) yang ditetapkan.
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

6

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Sabtu, 05 April 2008

M e ny oa l k r e dit usa ha r a k y a t
Sering dilupakan bahwa esensi utama program penjaminan adalah sebuah opsi dalam
rangka pemberdayaan pengusaha mikro (bukan usaha mikro) yang mempunyai keterbatasan
akses ke perbankan. Implementasinya adalah tidak secara otomatis semua Kredit Usaha
Rakyat (KUR) misalnya wajib dijamin Askrindo.
Sebagai sebuah opsi, maka yang menyatakan layak atau tidaknya KUR dijamin adalah
Askrindo. Adalah janggal kalau yang menjamin sama sekali tidak mengetahui objek yang
dijamin. Dalam konteks ini, maka Askrindo harus diberikan kewenangan dan benar-benar
independen. Dengan kata lain, tidak boleh atas dasar 'komando' dalam melaksanakan
program penjaminannya.
Hasil akhir dari keberhasilan pemberdayaan adalah apabila nasabah KUR tidak menjadi
pelanggan tetap program penjaminan. Logikanya kalau usahanya berkembang, maka suatu
saat pengusaha mikro tersebut akan memiliki aset yang bisa dijaminkan sehingga opsi
penjaminan dari Askrindo bisa dialihkan kepada nasabah KUR lainnya.
Mengamati pelaksanaan di lapangan, ada indikasi bahwa program penjaminan oleh Askrindo
tidak jauh berbeda seperti halnya KIK/KMKP dulu. Kalau itu yang terjadi, maka krisis
keuangan Askrindo akan terulang dan ujung-ujungnya pemerintahlah yang akan
menanggungnya.
Oleh karena itu, perlu digali berbagai pemikiran bagaimana agar program penjaminan oleh
Askrindo disatu pihak bisa dilaksanakan secara berkesinambungan, dan di lain pihak
kesehatan Askrindo selalu terjaga. Dalam kaitan itu ada catatan-catatan yang bisa dijadikan
bahan kajian lebih lanjut.
Pertama, program penjaminan harus bersifat terbatas (limited gurantee), dalam arti
disesuaikan dengan kemampuan membayar klaim pihak Askrindo. Jadi tidak serta merta
bank menjaminkan semua KUR-nya. Ini untuk menghindari terjadinya moral hazard di mana
bank tidak melakukan analisa kreditnya dengan baik dengan pemikiran kalau macet sudah
ada yang menjamin. Di sisi lain nasabah pun merasa tidak mempunyai beban karena mereka
mengetahui kalau macet, maka pihak bank akan mengajukan klaim ke Askrindo.
Mencontoh LPS
Pembatasan penjaminan dapat dilaksanakan seperti apa yang dilakukan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) di mana yang dijamin adalah maksimum Rp100 juta per
nasabah/bank. Dalam konteks ini bisa saja Askrindo menjamin semua KUR dengan
maksimum klaimnya adalah Rp10 juta. Karena penjaminannya terbatas, maka besarnya
premi ditetapkan atas dasar total plafon KUR masing-masing bank.
Dengan pendekatan di atas, baik Askrindo maupun bank akan dapat mengelola risikonya
menjadi lebih realistis. Di satu pihak Askrindo akan lebih realistis dalam membuat cadangan
klaim, dan di lain pihak bank juga akan realistis dalam memperhitungkan biaya preminya.
Dengan pendekatan tersebut pihak bank dan Askrindo menjadi mudah dalam mengelola
risiko sehingga dapat mempertahakan tingkat kesehatan keuangannya.
Kedua, dilakukan perubahan persyaratan klaim. Selama ini persyaratan klaim lebih bersifat
administratitf dan selalu menjadi bahan perdebatan yang berkepanjangan karena yang
didiskusikan adalah masalah persepsi. Dalam praktiknya seringkali layak tidaknya klaim
dibayar didasari oleh kualitas hubungan baik antara bank peserta dan Askrindo yang bisa
juga mengundang moral hazard.

Berkhas

7

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Sabtu, 05 April 2008

Agar hal tersebut tidak terulang kembali, maka mengapa tidak dibuat persyaratan klaimnya
seperti ketentuan klaim yang diberlakukan oleh LPS. Misalnya di LPS diberlakukan ketentuan
yang dimuat dalam UU bahwa apabila terbukti banknya memberikan suku bunga simpanan
di atas sukubunga wajar, maka hak klaimnya tidak akan dibayar, apapun alasannya.
Analogi yang sama bisa diberlakukan oleh Askrindo, misalnya apabila total non performing
loan (NPL) KUR melebihi 3%, hak klaim kepada Askrindo menjadi hilang.
Pendekatan ini lebih 'adil' baik bagi bank maupun Askrindo karena NPL mencerminkan
kualitas banknya sementara bagi Askrindo akan memberikan kepastian dalam menentukan
cadangan klaimnya.
Karena tolok ukur NPL bersifat universal, perdebatan klaim menjadi lebih jelas, obyektif dan
terukur. Dengan pendekatan ini bank akan selalu menjaga NPL-nya sehingga tidak
menyuburkan moral hazard.
Ini berarti baik bank, nasabah maupun Askrindo mempunyai risiko yang terukur dan jelas.
Karena semua pihak terstimulir untuk tidak melakukan moral hazard sehingga besar
harapannya bahwa keberlanjutan program penjaminan menjadi lebih terjamin.
Mungkin yang perlu didiskusikan adalah mengenai besaran NPL sebesar 3%. Angka itu saya
ambil dari rata-rata NPL-nya Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) BRI selama 15 tahun
terakhir. Jadi kalau akan dijadikan ukuran sudah teruji dan signifikan. Namun demikian bisa
saja ditetapkan lain misalnya maksimum 5% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Mengapa kedua catatan tersebut perlu diperhatikan, karena secara tehnis produk KUR dan
penjaminan Askrindo terlanjur dikemas dalam bentuk pemasaran yang menyuburkan moral
hazard baik bagi nasabah maupun bank.
Promosi yang menyatakan dapatkan KUR karena dijamin Askrindo sangat tidak tepat kalau
yang dituju adalah suatu kesinambungan dalam jangka panjang.
Tentunya menjadi jelas juga mengapa realisasi KUR tesendat. Ada indikasi sebagai promosi
yang tidak tepat menyebabkan pihak bank menjadi 'enggan'. Di atas bisa saja
menginstruksikan, tetapi di lapangan di mana mereka yang berhadapan dengan risiko akan
berfikir dua kali.
Itu tidak salah karena desain KUR dan program penjaminan tidak mengikuti esensi
penjaminan yang bersifat universal yaitu suatu opsi bukan hak.
Oleh Krisna Wijaya
Kandidat Doktor Jurusan Studi Antar Bidang Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta

Berkhas

8

Volume VI April 2008

Kompas

Sabtu, 05 April 2008

EKONOMI

Pr ot e k si UM KM M a sih M inim
Sabtu, 5 April 2008 | 01:08 WIB
Medan, Kompas - Proteksi pemerintah dan aparat keamanan terhadap usaha mikro, kecil,
dan menengah di Sumut masih minim. Akibatnya, aneka persoalan masih menghambat
kemajuan UMKM, seperti pungutan liar, sweeping, hingga minimnya pembinaan UMKM.
Berbagai persoalan mengemuka dalam sarasehan UKM yang digelar oleh Bank Indonesia
Medan, Jumat (4/4). Sarasehan dihadiri oleh Kepala BI Medan Romeo Rissal, Kepala Polda
Sumut Inspektur Jenderal Nuruddin Usman, pengamat ekonomi Faisal Basri, anggota Komisi
B DPRD Sumut Abdul Hakim Siagian, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sumut Jonni
Pasaribu, serta puluhan pengusaha UMKM.
Jerianto, pengusaha pengeras suara di Kota Medan, mengatakan sekitar satu bulan lalu
didatangi oleh oknum yang mengaku dari Poltabes Medan untuk meminta uang pengurusan
izin. ”Saya dimintai uang tanpa tanda terima,” kata Jerianto.
Susanto Wijaya, distributor permen, mengatakan para pengendara sepeda motor yang
mendistribusikan permen sering ditangkap oleh polisi lalu lintas karena mengangkut barang.
Padahal, pengangkutan hanya dilakukan dengan tas yang disampirkan di kanan-kiri motor.
Menanggapi hal tersebut, Nuruddin berjanji akan menindak anggotanya yang melakukan
pelanggaran. (ART)

Berkhas

9

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 07 April 2008

WIRAUSAHA

'At ur a n m e r e k t ida k be r piha k UKM '
JAKARTA: Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto menilai aturan
pembuatan merek produk tidak berpihak pada usaha kecil menengah (UKM) karena biayanya
yang mahal. "Biayanya mahal," katanya akhir pekan lalu.
Menurut dia, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk mengajukan merek
produk sekitar Rp4,8 juta per merek. "Itu untuk UKM pasti memberatkan."
Djimanto menuturkan untuk mendapatkan merek produk, sebelumnya pengusaha harus
mengajukan merek yang akan digunakan kepada Direktorat Merk, Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan HAM.
Dia menyayangkan tidak adanya data merek yang telah diakui yang bisa diakses dengan
mudah atau melalui Internet. Padahal, data itu dapat menghindarkan pemohon merek dari
mengajukan merek yang telah didaftarkan.
"Kalau saya mengajukan merek, saya pilih 10 nama, saya mesti bayar dulu setiap nama
Rp100.000, jadi totalnya Rp1juta. Kalau nanti namanya sudah dipakai orang, kita tidak bisa
pakai dan uangnya hilang. Untuk kami [pengusaha] yang besar tidak apa-apa, tapi untuk
yang kecil bagaimana?" jelasnya. (Antara)

Berkhas

10

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 07 April 2008

D a na pr ogr a m k e t a ha na n pa nga n KUM KM Rp8 0 0
m ilia r

JAKARTA: Kementerian BUMN menyediakan dana sekitar Rp800 miliar untuk disalurkan
kepada koperasi usaha mikro kecil menengah (KUMKM) melalui program ketahanan pangan
yang dimulai tahun ini.
Pemerintah akan memberi subsidi bunga 3% flat per tahun kepada setiap debitor. Kredit
dicairkan apabila sesuai dengan tujuan pemerintah, yakni penanaman komoditas jagung,
padi, singkong, ikan dan komoditas tahu tempe.
"Dalam program ini kami menjalin kerja sama dengan berbagai asosiasi, seperti asosiasi
peternak sapi perah, peternak daging, ikan dan asosiasi industri tahu tempe," ujar Staf Ahli
Menneg BUMN Parikaset Suprapto, Rabu.
Kementerian BUMN, katanya, tidak membatasi jumlah kredit program ketahanan pangan.
Dana yang bersumber dari sisa hasil usaha setiap unit BUMN itu akan dicairkan jika
kemampuan calon debitor sesuai dengan proposal.
Untuk mempermudah akses kredit, setiap unit BUMN di berbagai daerah menyediakan loket
layanan khusus di bawah koordinasi salah satu direksi. Tidak ada target KUMKM yang
ditetapkan mengakses dana pinjaman Rp800 miliar.
"Program kredit bersubsidi sudah berjalan, dan kami harapkan bisa lancar untuk mendukung
program ketahanan pangan. Maksimum pinjaman kredit ini tiga tahun," papar Parikesit.
Secara total Kementerian BUMN pada tahun ini menyediakan dana Rp1,3 triliun. Termasuk
untuk bantuan tunai kepada dua juta kepala keluarga (KK) di seluruh Indonesia. Masingmasing KK akan menerima Rp100.000.
Bantuan sembako
Program tersebut direalisasikan pada akhir April, atau selambat-lambatnya pada awal Mei.
Sasaran bantuan adalah keluarga miskin yang terkena bencana alam, sedangkan bantuan
lainnya adalah berupa sembilan bahan pokok.
Paket tersebut akan diberikan kepada empat juta keluarga miskin dengan nilai masingmasing Rp50.000. Untuk bantuan sembako sudah dilaksanakan di lima wilayah Jakarta. Isi
paket sembako, a.l. gula, minyak goreng, beras dan mie instan. Bantuan secepatnya
dilakukan ke berbagai daerah.
Untuk menjamin ketepatan penyaluran kepada keluarga miskin, kata Parikesit, Kementerian
BUMN menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga dipergunakan untuk
menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT). "Untuk menghindari kesalahan calon penerima,
kami menggunakan data BPS."
Untuk program jangka menengah, kementerian yang dipimpin oleh Sofyan Djalil tersebut
akan memberi beasiswa kepada remaja untuk mengikuti pelatihan yang bekerja sama
dengan yayasan dari Belanda.
Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

Berkhas

11

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 07 April 2008

WIRAUSAHA

D a na UM KM Ja m bi Rp8 5 ,5 8 m ilia r
JAMBI: Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Provinsi Jambi pada 20062007 telah menggulirkan dana dekonsentrasi untuk penguatan modal usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) senilai Rp85,58 miliar.
Bantuan dana UMKM itu pada 2006 digulirkan Rp70,01 miliar dan pada 2007 senilai Rp15,57
miliar untuk pengadaan bibit karet unggul petani, bibit ikan, ternak sapi, dan koperasi, kata
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi, Dadan Danuraswo pekan lalu.
Secara khusus dana tersebut juga dialokasikan untuk program Perkasa (Program
Perempuan Keluarga Prasejahtera), dan koperasi simpan pinjam.
Bantuan untuk pengembangan usaha produktif koperasi dan penguatan dana bergulir bagi
koperasi dan lembaga keuangan mikro itu pada 2007 pengadaan bibit karet unggul sebanyak
1,6 juta batang dari target dua juta batang.
"Target pengadaan karet itu tidak tercapai karena keterlambatan pengajuan dari sejumlah
kabupaten," ujarnya.
Namun pada 2008 memprogramkan kembali bantuan bibit karet untuk koperasi sebanyak 2
juta batang dengan nilai Rp12 miliar, sedangkan dana untuk 14 koperasi di tiga Kabupaten
Muarojambi, Tebo dan Sarolangun pada 2007 telah digulirkan sebesar Rp10 miliar. (Antara)

Berkhas

12

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 07 April 2008

Juk la k t r a ding t e r m t a k dit e r bit k a n
JAKARTA: Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu menegaskan tidak akan
mengeluarkan petunjuk pelaksanaan (juklak) khusus tentang syarat perdagangan (trading
term).
Menurut Mendag, terkait dengan penerbitan Perpres No. 112/2007 tentang Pena-taan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, otoritas perdagangan
hanya akan mengeluarkan dua juklak.
"Saya rasa tidak sampai kami mengatakan juklak trading term. Persisnya ada dua peraturan
implementasi yang harus ke luar dari perpres ini [Perpres No. 112/2007] yang sedang kami
siapkan," kata Mari, pekan lalu.
Mendag mengatakan pedoman batasan syarat perdagangan yang dituangkan dalam perpres
perpasaran dinilai sudah jelas.
"Masalah implementasi dari pembeli [peritel modern] dan pemasok, kami harapkan dalam
kontrak syarat perdagangan yang mereka siapkan sekarang [periode 2008] sudah berpegang
pada pedoman yang ada di perpres [perpasaran]," kata Mendag.
Mengenai sanksi yang dikenakan oleh Depdag jika peritel modern melanggar batasan syarat
perdagangan sesuai dengan perpres, Mari mengatakan akan menelusuri jenis pelanggaran
yang dilakukan.
Jika pelanggarannya terkait persaingan usaha tidak sehat, kata dia, penyelesaiannya
diserahkan kepada KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha).
Diperjelas
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Depdag Ardiansyah Parman menjelaskan Depdag tengah
menyusun dua juklak terkait Perpres No. 112/2007 yang terbit pada 27 Desember 2007.
Dua jenis juklak tersebut adalah juklak perizinan pendirian toko dan juklak yang berisi perihal
isi perpres yang dinilai pihak terkait (di luar Depdag) tidak jelas.
"Akan terbit terutama tentang juklak bagi daerah untuk melaksanakan bagaimana cara
menerbitkan perizinan. Lainnya, kalau memang diperlukan penjelasan hal-hal yang dianggap
belum jelas, ya kami perjelas," kata Ardiansyah.
Ketika didesak isi Perpres yang tidak jelas dan akan dituangkan dalam juklak, dirjen menolak
untuk merincinya. "Kalau menurut kami jelas, kan ada yang menganggap tidak jelas, ya kami
coba perjelas."
Susanto, Ketua Umum AP3MI (Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia),
mempertanyakan juklak yang berisi hal tidak jelas, seperti dikemukakan Dirjen Perdagangan
Dalam Negeri.
"Kenyataannya peritel untuk kontrak bisnis 2008 masih menetapkan hal yang tidak lagi
diperbolehkan dimasukkan dalam syarat perdagangan, seperti grand opening fee [biaya yang
dibebankan kepada pemasok setiap kali peritel modern membuka toko baru]," kata Susanto.
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

13

Volume VI April 2008

Bisnis I dnonesia

Senin, 07 April 2008

WIRAUSAHA

'Polisi j a nga n m e m e r a s UKM '
MEDAN: Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menegaskan polisi seharusnya
melindungi para pelaku usaha kecil menengah (UKM) bukan sebaliknya malah memeras.
"Polisi itu harusnya melindungi dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UKM, bukan
sebaliknya mencari-cari kesalahan mereka lalu melakukan pemerasan," katanya saat
menjadi pembicara dalam Sarasehan UKM dengan tema Bersungguh Menciptakan Iklim
Kondusif UKM, pekan lalu.
Faisal mengatakan belakangan ini banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang
mengeluhkan tindakan pemerasan aparat pemerintahan mulai dari proses pengurusan izin
hingga masalah keamanan baik yang dilakukan oleh aparat hukum maupun tindakan
premanisme. (Antara)

Berkhas

14

Volume VI April 2008

Pikiran Rakyat

Senin, 07 April 2008

Pola Pik ir UM KM H a r us Be r uba h
BANDUNG, (PR).Pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) harus memiliki pola pikir seorang
pengusaha. Karena, seorang pengusaha memiliki pola pikir berkembang untuk selalu
mencari sesuatu yang baru dan tidak puas dengan apa yang sudah ada.
"Demikian halnya dengan pelaku UMKM, jika ingin usaha yang ditekuninya maju, mereka
harus memiliki pola pikir berkembang. Selain peran dari pelaku UMKM, perkembangan usaha
kecil dan mikro juga memerlukan dukungan pemerintah," kata pengusaha sekaligus Ketua
Umum Dewan Pimpinan Partai (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir, pada
dialog dengan komunitas UMKM di Bandung, Minggu (6/4).
Menurut dia, masyarakat Indonesia pada umumnya belum memiliki pola pikir sebagai
seorang pengusaha, karena saat ini umumnya lebih memikirkan bagaimana menjadi
karyawan atau petani. Padahal, menurut pengusaha Batik Pekalongan itu, maju tidaknya
seseorang ditentukan cara berpikir.
Peran pemerintah menjadi sangat penting, karena menurut Soetrisno, kelompok ekonomi
mikro memang kurang memiliki kekuatan. Padahal, dalam ekonomi sering terjadi hukum
siapa yang kuat dia yang menang, sehingga pemerintah tidak boleh meninggalkan yang tidak
memiliki kekuatan tersebut.
Menurut Soetrisno, langkah pemerintah dalam mendukung UMKM antara lain memberikan
pelatihan, mengadakan seminar, termasuk mendorong pelaku untuk berpikir berkembang.
Diiharapkan, bukan hanya pelaku UMKM dan pemerintah yang berusaha mengembangkan
kelompok usaha ini, tetapi semua elemen masyarakat misalnya yayasan dan lembaga sosial
masyarakat. (CA-173)***

Berkhas

15

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 08 April 2008

Alia nsi 9 Asosia si t e r pe ca h soa l SN I pe m a sok r it e l
JAKARTA: Aliansi 9 Asosiasi tidak lagi kompak menyikapi masalah hubungan pemasok
dengan peritel modern, menyusul penerbitan Perpres Perpasaran.
Indikasi perpecahan ditubuh organisasi tersebut tampak dalam sikap penolakan terhadap
draf SNI hubungan peritel dengan pemasok, yang hanya dilakukan oleh empat asosiasi.
Keempatnya adalah Perkosmi (Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia), AP3MI (Asosiasi
Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia), Aprogakob (Asosiasi Produsen Garam
Konsumsi Beryodium), dan APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia).
Enam asosiasi lain memilih diam. Mereka antara lain Gapmmi (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Se-Indonesia), APGAI (Asosiasi Pemasok Garmen & Aksesoris
Indonesia), Gabel (Gabungan Elektronika Indonesia), dan Asrim (Asosiasi Industri Minuman
Ringan).
Sementara itu, Nampa (National Meat Processor Association/Asosiasi Industri Pengolahan
Daging Indonesia), justru mengurungkan penolakan terhadap SNI, setelah didekati Pusat
Standardisasi Depdag.
"Jangan langsung ditolak [rancangan SNI]. Kita tunggu dulu penjelasan lebih lanjut dari
Depdag," ujar Direktur Eksekutif Nampa Hanirwan Syarif.
Ketua Umum Gapmmi (Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia)
Thomas Darmawan mengatakan Aliansi 9 Asosiasi terbentuk atas dasar kesepakatan
mendesak pemerintah mengeluarkan perpres perpasaran.
Oleh karena itu, dia meminta gabungan asosiasi pemasok, industri, dan pedagang pasar
tersebut berhenti mengatasnamakan aspirasi sembilan asosiasi.
"Sekarang, perpres sudah lahir [Perpres no. 112/2007], tugas aliansi tidak seperti dulu lagi.
Sekarang waktunya asosiasi untuk berjalan masing-masing," kata Thomas, kemarin.
Pascaperpres
Meski syarat perdagangan (trading term) yang dibatasi dalam Perpres No. 112/2007 belum
diterapkan, Thomas menilai bukan lagi menjadi tugas Aliansi 9 Asosiasi untuk mendesak
penerapannya.
Setelah Perpres tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern terbit pada 27 Desember 2007, terkait dengan masalah penerapan isinya
serta sosialisasinya menjadi tugas pemerintah.
"Urgensi aliansi sudah selesai. Kalau trading term yang belum dilaksanakan itu tidak usah
[desakannya] pakai aliansi. Lagipula tugas pemerintah tidak cuma urus trading term," ujar
Thomas menjelaskan.
Dia menambahkan keluhan terhadap penerapan materi perpres tersebut seharusnya
dilakukan oleh setiap asosiasi.
Hal ini karena Aliansi 9 Asosiasi terdiri dari berbagai unsur, yaitu pedagang pasar, pemasok,
dan kalangan industri.

Berkhas

16

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 08 April 2008

Namun, perpecahan tersebut dibantah Juru Bicara Aliansi 9 Asosiasi Putri K. Wardani, "Kami
Aliansi 9 Asosiasi sedang meeting. Kami masih kompak berjuang pasca-Perpres No. 112.
Hal ini karena pelaksanaan masih dilematis di lapangan."
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

17

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 08 April 2008

BM T be lum j a di pe ne r im a j a m ina n sya r ia h
JAKARTA: Inkopsyah BMT mengungkapkan belum satu pun anggotanya memperoleh
penjaminan Perum Sarana Penjaminan Usaha (SPU), yang sejak beberapa tahun lalu
mengembangkan produk syariah.
Widji Tri Kusuma Adhi, Direktur Induk Koperasi Syariah Baitul Mal Wattanwil (InkopsyahBMT), mengatakan tengah menggalakkan kerja sama dengan perum yang telah memperoleh
penguatan modal pemerintah itu.
"Sebetulnya ini yang kami galakkan. Karena Perum SPU belum involve terlalu banyak,
bahkan belum ada [pinjaman] BMT yang dijamin oleh mereka," ujar Widji kepada Bisnis barubaru ini.
Inkopsyah saat ini memiliki anggota 170 baitul mal wattanwil yang berbadan hukum koperasi
dan praanggota sebanyak 500-an BMT yang umumnya belum berbadan hukum koperasi.
Menurut Widji, lembaga ke-uangan mikro ini tidak layak secara bisnis untuk memperoleh
jaminan, karena Perum SPU menggunakan pendekatan standar perbankan.
Seharusnya, lanjut dia, BMT juga dilihat dari aspek jaringan yang mapan dan terintegrasi
dalam satu induk koperasi. "Penjaminan ini yang kami coba galang dengan Perum SPU dan
Baznas."
Dalam kerja sama ini, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menjadi pembayar premi
penjaminan bagi kelompok BMT yang dinilai memiliki kinerja bagus.
"Daripada hanya menaruh dana untuk zakat, misalnya untuk memperbaiki masjid, kalau
dibayarkan dalam bentuk premi kan banyak masyarakat pengusaha kecil yang memperoleh
manfaatnya," tambahnya.
Sebagai terjamin
Kepala Bagian Pemasaran dan Hubungan Perusahaan Perum SPU Nina Kurnia Dewi
mengatakan koperasi baitul mal wattanwil (BMT) memang belum ada yang menjadi penerima
jaminan syariah, tetapi sebatas sebagai terjamin.
Sejauh ini, yang menjadi mitra penerima jaminan pembiayaan dan kredit adalah perbankan.
"Belum sampai ke sana [BMT], BPR saja belum [sebagai penerima jaminan], karena mitra
kami perbankan," ujar Nina.
Dibandingkan dengan koperasi simpan pinjam syariah atau BMT, menurut Nina, bank
perkreditan rakyat (BPR) sebagai penerima penjaminan lebih dimungkinkan karena levelnya
relatif lebih tinggi.
Hal ini karena industri BPR memiliki peraturan hukum, standar kesehatan, pengawasan, dan
regulator, yakni Bank Indonesia. "Untuk hal lain, BMT ini didanai oleh BPR. Jadi BPR ini
lending lagi, ini dimungkinkan."
Namun, kata dia, Perum SPU saat ini sudah memberi penjaminan terhadap sebagian
pembiayaan Induk Koperasi Syariah Baitul Mal Wattanwil (Inkopsyah BMT).
Dalam hal ini induk koperasi tersebut disetarakan dengan bank. Terkait dengan skema
penyaluran Kredit Usaha Rakyat, BMT dinilai bisa masuk skema penjaminan dengan model
two step loan atau linkage program sebagai lembaga terjamin.

Berkhas

18

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 08 April 2008

"Dalam hal ini, BMT berposisi sebagai terjamin, sedangkan penerima jaminannya adalah
bank penyalur SUK," ujar Nina.
Menurut Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM
Choirul Djamhari, pinjaman KUR per 1 April menjadi rata-rata Rp39 juta.
General Manager BMT Pelita Insani Haribowo Lesmono mengatakan pinjaman tertinggi yang
pernah disalurkan koperasi simpan pinjam berbasis syariah di Jakarta Rp25 juta.
"Pinjaman rata-ratanya saat ini Rp5 juta," ujar Haribowo.
Oleh Moh. Fatkhul Maskur
Bisnis Indonesia

Berkhas

19

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 09 April 2008

BM T di Ja bode t a be k be nt uk k ope r a si se k unde r
JAKARTA: Sebanyak 30 koperasi baitul mal wattanwil (BMT) di Jabodetabek bersepakat
membentuk koperasi sekunder, yang diberi nama BMT Nusantara.
Kesepakatan tersebut merupakan salah satu keputusan silaturahmi pimpinan dari 30 BMT di
Puncak, Bogor, pada 5-6 April 2008.
"Dalam pertemuan itu, forum silaturahmi juga memutuskan ketua formatur pembentukan
koperasi," ujar Haribowo Lesmono, General Manager BMT Pelita Insani, kemarin.
Haribowo, yang ditunjuk sebagai Ketua Formatur Pembentukan Koperasi BMT Nusantara,
mengatakan telah menetapkan kepengurusan dan langkah teknis pendirian koperasi.
Menurut dia, BMT Nusantara diproyeksikan sudah bisa berdiri dan memiliki badan hukum
koperasi dalam enam bulan mendatang. Sementara ini, anggota koperasi baru 30 BMT,
tetapi akan diperluas hingga 100 BMT yang ada di Jabodetabek.
Berdasarkan keputusan forum silaturahmi, simpanan pokok anggota Koperasi BMT
Nusantara Rp1 juta, sedangkan simpanan wajib Rp100.000 per bulan. "Kami juga akan
menerbitkan surat utang koperasi,untuk kami jual kepada anggota," ujar Haribowo.
Dia mengatakan gagasan pendirian koperasi sekunder ini untuk meningkatkan kapasitas
anggota dan memanfaatkan potensi usaha di sektor jasa layanan keuangan mikro.
Koperasi sekunder merupakan bentuk penguatan jaringan kultural selama ini menjadi ke
jaringan struktural dan fungsional.
Terkait dengan pembentukan koperasi sekunder, Haribowo mengatakan ada dua aspek yang
akan digarap, yakni bidang usaha dan penguatan kelembagaan BMT.
Di Jabodetabek saat ini terdapat sekurangnya 100 koperasi BMT, dengan total aset Rp80
miliar. Sebagian koperasi ini merupakan anggota Induk Koperasi Syariah Baitul Mal
Wattanwil (Inkopsyah BMT).
BMT koordinator
Menurut Direktur Inkopsyah BMT Widji Tri Kusuma Adhi, jumlah koperasi yang tergabung
sebagai anggota induk tersebut saat ini 170 BMT yang tersebar di 18 provinsi.
Di samping itu, Inkopsyah BMT juga memiliki calon anggota sebanyak 500 BMT yang
tersebar di 28 provinsi. "Kami membentuk BMT koordinator," ujarnya.
Hal ini karena penanganan secara tersentral seluruh BMT oleh Inkopsyah tidak masuk dari
sisi biaya. BMT koordinator nantinya membantu Inkopsyah di lapangan.
"Kami berharap memiliki jaringan yang baik, sehingga dana-dana yang tersedia di pasar, baik
komersial maupun program, bisa berkelanjutan," ujarnya.
Oleh Moh. Fatkhul Maskur
Bisnis Indonesia

Berkhas

20

Volume VI April 2008

Kompas

Rabu, 09 April 2008

UKM Kue da n Rot i M a k in Se k a r a t
Pe ga w a i Te r us- m e ne r us D ik ur a ngi
Rabu, 9 April 2008 | 01:36 WIB
Jakarta, kompas - Usaha kecil dan menengah yang memproduksi kue dan roti terus
berguguran akibat kenaikan harga bahan baku. Mereka berusaha bertahan dengan mulai
meminjam uang untuk modal kerja dari rentenir serta mengurangi pegawai. Daya tahan
mereka hanya akan sampai semester kedua tahun 2008.
”Kalau harga masih terus tidak stabil, usaha begini enggak mungkin bisa selamat lewat
pertengahan tahun nanti. Sekarang saja sudah sekarat,” kata Itje (38), pengusaha kue Wilim
Snack yang berjualan kue subuh di kawasan Margonda, Depok.
Itje sejak tiga bulan terakhir terus-menerus mengurangi pegawainya dari yang semula 12
orang kini tinggal empat pegawai. Sebagian besar pegawainya yang berasal dari Tegal dan
Purwokerto itu telah pulang kampung. ”Daya beli anjlok, pesanan kini sepi. Kantor-kantor
pemerintah yang tiap rapat atau olahraga pagi ada snack sekarang kebiasaan itu tidak ada
lagi,” kata Itje.
Erlin Subagia (35) dari perusahaan roti dan kue Raos Putra di Cimanggis, Depok, kini sudah
tidak lagi memproduksi roti untuk dijual keliling dengan gerobak atau sepeda. Roti kini hanya
dibuat jika ada pesanan. Adapun kue masih diproduksi untuk dijual di pasar kue subuh di
Pasar Melawai, Jakarta Selatan. Namun, kapasitas produksinya terus turun.
”Dulu kami jualan roti manis dan dijual keliling 50 pedagang. Sekarang enggak sanggup lagi,”
kata Erlin yang pegawainya kini tinggal lima orang.
Kurang dari enam bulan, kenaikan harga bahan baku roti dan kue sangat memukul pelaku
usaha kecil dan menengah (UKM). Terigu yang semula Rp 108.000 per bal (25 kilogram) kini
harganya sudah Rp 165.000 per bal. Satu peti telur (15 kg) yang semula seharga Rp 140.000
kini menjadi Rp 182.000. Harga margarin kualitas menengah yang semula Rp 130.000 per
karton (15 kg) kini membubung menjadi Rp 190.000 per karton.
”Telur dalam satu hari harganya bisa naik dua kali. Belakangan harga telur sangat enggak
stabil,” kata Erlin.
Rentenir
Dalam kondisi sulit seperti itu, para pengusaha UKM ini mengaku meminjam uang dari
rentenir adalah cara yang mau tak mau ditempuh. ”Kalau mau pinjam di bank prosesnya
bertele-tele,” kata Itje yang kerap meminjam uang sekitar Rp 2 juta untuk modal produksi.
Raman (35), pembuat kue yang berjualan di Pasar Melawai, mengaku kini menyambi bekerja
sebagai penjual kasur pegas sebagai upaya mempertahankan usaha kuenya. Pegawai
Raman yang semula 20 orang kini tinggal lima orang. ”Kalau sudah begini saya rasa lebih
baik kerja sama orang saja, enggak mau lagi wirausaha,” ujar Raman. (SF)

Berkhas

21

Volume VI April 2008

Bisnis I ndonesia

Kamis, 10 April 2008

Ba nk m a sih sy a r a t k a n j a m ina n k r e dit usa ha r a k y a t
JAKARTA:
Tim Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) Jabodetabek menyatakan
perbankan masih mensyaratkan jaminan kepada calon debitor kredit usaha rakyat.
Koordinator Tim KKMB Jabodetabek Bambang Soeharto mengatakan jaminan yang
dikenakan bank bervariasi, mulai dari surat keterangan domisili atau usaha, bukti kepemilikan
kendaraan bermotor (BPKB), hingga sertifikat tanah.
Menurut dia, nilai dan bentuk jaminan yang disyaratkan bank terhadap calon debitor
bervariasi sesuai dengan besaran pinjaman yang diajukan.
“Semua minta [jaminan] tidak hanya [untuk KUR] di atas Rp50 juta. Pinjaman di bawah Rp50
juta dan lebih dari Rp5 juta juga minta jaminan, seperti BPKB atau tempat usaha,” ujar
Bambang, kemarin.
Dia mengungkapkan untuk peminjam KUR kurang dari Rp5 juta harus melengkapi syarat
keterangan domisi atau kepemilikan tempat usaha dari ‘penguasa’ setempat.
Seorang pedagang di pasar, kata Bambang, harus melampirkan surat kepemilikan lapak atau
memiliki hak usaha di tempat itu. Hal yang sama juga harus dipenuhi oleh pedagang kaki
lima, ataupun pemilik kios di mal.
“Bagi usaha mikro, ini cukup menyulitkan karena memperpanjang waktu pengajuan yang
dibutuhkan. Akhirnya mereka kan akan disurvei dulu,” ujarnya.
Bila pengajuan pinjaman lebih dari Rp5 juta, lanjut Bambang, pihak bank mensyaratkan
jaminan, seperti surat kepemilikan kulkas, BPKB, atau aset lain.
Adapun pinjaman lebih dari Rp50 juta, debitor diminta jaminan aset tetap yang lebih besar,
seperti sertifikat tanah, kepemilikan lahan usaha, atau kios.
“Mes