HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V DI SDN SEGUGUS DIPONEGORO KECAMATAN KARANGKOBAR KABUPATEN BANJARNEGARA.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif akan

selalu mudah menyampaikan dan menerima pesan atau ide terhadap orang lain

dalam segala hal dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide

yang dipertukarkan tersebut. Kemampuan tersebut merupakan upaya

bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati,

tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

William I. Gorden (dalam Ami Purnamawati, 2010: 197), kemampuan berkomunikasi secara efektif merupakan kemampuan dalam menukarkan ide

atau gagasan dan pesan terhadap orang lain secara efektif sehingga akan

membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat yang

ditunjukkan kepada orang lain), membuat pendengar memahami yang

didengar atau lihat, membuat pendengar menyetujui yang telah mereka dengar

(atau tidak menyetujui apa yang dikatakan, tetapi dengan pemahaman yang

benar), membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud

pengirim dan maksud pengirim bisa diterima, dan memperoleh umpan balik

dari pendengar. Sehingga orang tersebut mampu membangun Konsep Diri

(Establishing Self-Concept), eksistensi diri (Self Existence), kelangsungan

hidup (Live Continuity), memperoleh kebahagiaan (Obtaining Happiness), dan


(2)

Erman Anom (2005: 28), komunikasi merupakan dasar dari seluruk

interaksi antar manusia. Karena tanpa komunikasi interaksi antar umat

manusia, baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin

terjadi. Sebagian interaksi manusia berlangsung dalam situasi komunikasi

antar pribadi.

Menurut Anggita Dwi Ayuningtyas (2012:2), komunikasi secara

efektif siswa dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting

kedudukannya dalam pendidikan. Bahkan sangat besar peranannya dalam

menentukan keberhasilan dalam pendidikan. Suatu pencapaian mutu

pendidikan dipengaruhi pula oleh faktor komunikasi secara efektif ini,

khususnya komunikasi secara efektif dalam pendidikan. Di dalam pelaksanaan

pendidikan formal (pendidikan melalui sekolah), peran komunikasi secara

efektif begitu yang sangat menonjol. Proses belajar dan mengajarnya sebagian

besar terjadi karena proses komunikasi. Tanpa keterlibatan komunikasi

seacara efektif, tentu segalanya tidak dapat berjalan atau akan terhambat

dalam pencapaian tujuannya.

Kurangnya kemampuan berkomunikasi secara efektif seorang peserta

didik, juga merupakan dampak negatif pendidikan di dalam pencapaian

prestasi belajar siswa di sekolah, Salah satu sebab diantaranya adalah Siswa

tidak mempunyai keberanian berbicara untuk mengemukakan pendapat atau

bertanya ketika proses belajar di kelas berlangsung, sehingga Guru kurang

dapat memberi kesempatan siswa berbicara dalam mengutarakan pendapat dan


(3)

Keterampilan berkomunikasi secara efektif seorang peserta didik perlu

terus ditingkatkan guna meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan

emosional, dan kematangan sosial. Keberadaan siswa sebagai makhluk sosial

senantiasa berkembang dalam kebersamaan dengan sesamanya. Melalui

kebersamaan itulah seorang siswa mengenal dan membentuk dirinya. Buah

pikirannya diuji dalam pikiran orang lain melalui kemampuannya dalam

berkomunikasi secara efektif. Dengan meningkatnya kemampuan

berkomunikasi secara efektif diharapkan siswa dapat memahami dan

memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi khususnya

persoalan-persoalan yang berhubungan dengan evaluasi dari berbagai mata pelajaran

yang diperolehnya di sekolah. Agar mampu mengembangkan dan memelihara

komunikasi secara efektif peserta didik memerlukan sejumlah keterampilan

dasar berkomunikasi secara efektif. Oleh karena itu, keterampilan ini harus

dipelajari dan dilatih secara terus menerus.

Tetapi pada kenyataannya bahwa di lapangan tidak seperti yang

diharapkan, yaitu adanya komunikasi yang kurang baik dan kurang lancar.

Seperti halnya siswa yang mulai masuk kondisi lingkungan sekolah dan ajaran

baru yang menuntut siswa harus dapat beradaptasi dengan baik terhadap

lingkungan dan situasi baru tersebut. Pada kenyataannya sebagian besar siswa

memiliki sifat pemalu, menutup diri sehingga kurang dapat berkomunikasi dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tersebut. Akibatnya siswa kurang

mempunyai banyak teman untuk bergaul dan mengembangkan diri terhadap


(4)

Berdasarkan wawancara penulis dengan guru kelas V di beberapa SD

Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar diperoleh pengakuan

kalau materi layanan tentang pelatihan praktik mengenai keterampilan

berkomunikasi secara efektif memang belum pernah diberikan kepada siswa.

Masih ada sejumlah siswa yang selalu ragu untuk berbicara ketika proses

kegiatan belajar berlangsung di kelas. Ada rasa takut berbicara kalau

mengatakan hal yang salah atau mengatakan hal yang benar dengan cara yang

salah. Pembelajaran dikelas pun tidak sepenuhnya menggunakan bahasa

Indonesia karena masih disisipi dengan penggunaan bahasa daerah (bahasa

Jawa). Sehingga suasana belajar menjadi pasif dan tidak bersemangat, akibat

tidak adanya keberanian berbicara untuk mengemukakan pendapat atau

bertanya dan penggunaan bahasa yang masih bercampur.

Menanggapi masalah di atas dalam berinteraksi dengan sesama juga

dibutuhkan sikap berani dalam mengkomunikasikan sesuatu. Hal ini juga

masih terlihat bahwa keberanian yang dimiliki siswa pada umumnya masih

tergolong rendah. Menurut pengamatan penulis di sekolah tersebut masih

banyak siswa yang kurang mempunyai sikap berani dalam mengungkapkan

perasaan terhadap lawan bicaranya. Akibatnya akan terjadi kegagalan dalam

komunikasi yang timbul karena adanya kesenjangan antara apa yang

sebenarnya dimaksudkan oleh lawan bicara.

Melihat latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul hubungan kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V di


(5)

SD Negeri se-Gugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara Tahun ajaran 2013/2014”

Dari uraian diatas peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “hubungan kemampuan komunikasi efektif dalam belajar dengan prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V di SD Negeri se-Gugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara Tahun ajaran 2013/2014” dengan alasan (1) belum pernah ada penelitian tentang komunikasi efektif di

SD Negeri segugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten

Banjarnegara, (2) pembelajaran dikelas belum sepenuhnya menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar karena terkadang masing menggunakan

bahasa daerah, (3) masih ada sejumlah siswa yang selalu ragu untuk berbicara

ketika proses kegiatan belajar berlangsung di kelas, ada rasa takut berbicara

kalau mengatakan hal yang salah atau mengatakan hal yang benar dengan cara

yang salah, (4) mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran

yang sangat erat kaitannya dengan pengajaran kemampuan komunikasi bagi

siswa.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut diatas, dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Sikap siswa dalam memanfaatkan bahasa Indonesia perlu ditingkatkan

karena bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar resmi dalam proses


(6)

2. Prestasi belajar Bahasa Indonesia Siswa SD perlu ditingkatkan, dan

peningkatan prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak faktor.

3. Siswa mengalami masalah adaptasi, kurang cepat menyesuaikan diri

dengan lingkungan baru sehingga kurang mempunyai banyak teman,

kurang mempunyai keberanian berbicara untuk mengemukakan pendapat

atau bertanya ketika proses belajar di kelas berlangsung.

4. Siswa hendaknya memiliki kemampuan komunikasi secara efektif agar

proses belajar siswa dapat berjalan dengan lancar serta dapat

mengaktualisasikan diri, pada kenyataannya masih banyak siswa yang

memiliki kemampuan komunikasi secara efektif yang rendah.

5. Belum diketahui hubungan antara kemampuan komunikasi efektif dengan

prestasi belajar bahasa Indonesia.

C. Batasan Masalah

Tidak semua masalah dalam identifikasi masalah tersebut dapat di

pecahkan dalam penelitian ini karena berbagai keterbatasan peneliti antara lain

waktu, biaya. Penelitian ini hanya dibatasi pada masalah:

1. Sikap siswa dalam memanfaatkan bahasa Indonesia perlu ditingkatkan

karena bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar resmi dalam proses

belajar mengajar dikelas.

2. Prestasi belajar Bahasa Indonesia Siswa SD perlu ditingkatkan, dan

peningkatan prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak faktor.

3. Siswa hendaknya memiliki kemampuan komunikasi secara efektif agar


(7)

mengaktualisasikan diri, pada kenyataannya masih banyak siswa yang

memiliki kemampuan komunikasi secara efektif yang rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka dapat di simpulkan masalah-masalah pokok dalam

penelitian ini adalah sebagi berikut :

1. Bagaimana Kemampuan Komunikasi efektif siswa kelas V SD Negeri

se-gugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten banjarnegara?

2. Bagaimana prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri

se-Gugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara?

3. Adakah hubungan kemampuan komunikasi yang efektif dengan prestasi

belajar bahasa Indonesia siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Gugus

Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan pokok di atas, tujuan yanag ingin di capai

dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kemampuan komunikasi efektif siswa kelas V SD Negeri

segugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar kabupaten Banjarnegara.

2. Mengetahui prestasi belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri

segugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara.

3. Mengetahui hubungan kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi

belajar bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri se-Gugus Diponegoro


(8)

F. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

bermanfaat khususnya bagi penulis dan pendidikan pada umumnya.

Harapan –harapan itu antara lain : 1. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

sekolah bahwa kemampuan komunikasi efektif mempunyai peranan yang

sangat penting untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, terutama dalam

mata pelajaran bahasa Indonesia.

2. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah dalam kehidupan

praktek belajar mengajar yang sesungguhnya dan sebagai bekal untuk

terjun di dunia pendidikan serta untuk mencapai pemecahan masalah yang

ada pada perumusan masalah.

3. Bagi Pembaca

Memberikan sumbangan bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan

khususnya yang berkaitan dengan hubungan kemampuan komunikasi

efektif dengan prestasi belajar bahasa Indonesia dan dapat dijadikan


(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Komunikasi secara Efektif 1. Pengertian Kemampuan

Menurut Robbins (dalam Suratno, 2013: 1), kemampuan adalah

sebagai suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam

suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya

tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan

kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang

diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan

fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa.

Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita

berusaha dengan diri sendiri (Moeliono, 2005: 707). Menurut Soelaiman

(2007:112) kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang

memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaannya, baik

secara mental ataupun fisik.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan (Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu

untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam


(10)

2. Pengertian Kemampuan Komunikasi secara Efektif

Menurut Fajar (2009: 78-80), dari semua pengetahuan dan

keterampilan yang kita miliki, pengetahuan dan keterampilan yang

menyangkut komunikasi termasuk di antara yang paling penting dan

berguna. Melalui komunikasi intra pribadi kita berbicara dengan diri

sendiri, mengenal diri sendiri, mengevaluasi diri sendiri tentang ini dan

itu, mempertimbangkan keputusan-keputusan yang akan diambil dan

menyiapkan pesan-pesan yang akan kita sampaikan kepada orang lain.

Melalui komunikasi antar pribadi kita berinteraksi dengan orang lain,

mengenal mereka dan diri kita sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri

kepada orang lain. Apakah kepada pimpinan, teman sekerja, teman

seprofesi, kekasih, atau anggota keluarga, melalui komunikasi antar

pribadilah kita membina, memelihara, kadang-kadang merusak (dan ada

kalanya memperbaiki) hubungan pribadi kita.

Seorang individu akan sukses apabila mempunyai kemampuan

komunikasi secara efektif yang baik. Komunikasi secara efektif

merupakan salah satu aspek kepribadian yang berperan besar bagi

keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pada kehidupan individu.

Banyak kerugian dan kegagalan yang akan terjadi atau dialami oleh

individu yang disebabkan karena tidak adanya kemampuan komunikasi

secara efektif.

Menurut Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto 2004: 23),


(11)

satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk

pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka,

lukisan, seni , dan teknologi.

Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri (2003: 4), Komunikasi adalah

pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada penerima agar dapat

dipahami.

Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut di atas,

dapat di simpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses pembentukan,

penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri

seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi

tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah

suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan

pengolahan pesan.

Menurut Stewart L.Tubss – Sylvia Moss (dalam Dedy Mulyana: 2005: 69), komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil

menyampaiakan apa yang dimaksudkannya atau komunikasi dinilai efektif

apabila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim

atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan

dipahami oleh penerima.

3. Aspek Kemampuan Komunikasi secara Efektif

Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan

(komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif


(12)

diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi

salah persepsi. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu

memahami aspek-aspek komunikasi.

Menurut Supratiknya (1999:31) aspek-aspek dalam komunikasi

adalah:

a. Maksud-maksud, gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan yang ada dalam diri pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal bagi perbuatan komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang mengandung isi tertentu.

b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan dan maksud-maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan.

c. Proses pengiriman pesan oleh penerima

d. Adanya saluran (channel) atau media, melalui mana pesan dikirimkan. e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima

menginterpretasikan atau menafsirkan makna pesan.

f. Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makna pesan yang ditangkap.

g. Kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu.

Menurut Mulyana dan Jalaluddin (2003:14) mengemukakan

aspek-aspek komunikasi yakni:

a. Sumber (source). Suatu sumber adalah orang yang mempunyai kebutuhan sosial untuk diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai informasi dengan orang lain dapat terpenuhi

b. Penyandian (encoding) adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku verbal dan nonverbal yang sesuai dengan aturan-aturan guna menciptakan suatu pesan

c. Pesan (massage) merupakan informasi yang harus sampai dari sumber ke penerima

d. Saluran (channel) adalah alat fisik yang menjadi penghubung antara sumber dengan penerima

e. Penerima (receiver) adalah orang yang menerima pesan

f. Penyandian balik (decoding) yaitu proses internal penerima dan pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakilinya

g. Respon penerima (receiver response) hal ini menyangkut tindakan apa yang penerima lakukan setelah menerima pesan dari sumber


(13)

h. Umpan balik (freedback) adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkan menilai keefektifan komunikasi yang sudah berlangsung.

Menurut Dedy Mulyana (2005: 68), untuk dapat berkomunikasi

secara efektif kita perlu memahami aspek-aspek komunikasi, antara lain:

a. Komunikator.

Pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi, karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi

b. Komunikan.

Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon.

c. Media.

Saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya.

d. Pesan.

Isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh Komunikator kepada Komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi.

e. Tanggapan.

Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai dengan pesan yang diterima.

Berdasarkan dari ke tiga sumber di atas maka aspek-aspek yang

paling penting dalam kemampuan komunikasi secara efektif terdiri dari

komunikator, komunikan, media yaitu alat untuk menyampaikan dan

pesan sesuatu yang disampaikan. Karena selain dari tiga aspek tersebut

semuanya sudah mengacu kepada kurikulum yang berlaku (kompetensi

inti dan kompetensi dasar) baik yang berupa pesan/materi pelajaran


(14)

4. Kriteria Kemampuan Komunikasi secara Efektif

Keefektifan komunikasi dapat dinilai apabila tujuannya yang ingin

dicapai jelas, menurut Stewart L. Tubbs dan Silvia Moss (2005: 69) ada 5

hal yang dapat dijadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu:

pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan.

Tindakan.

Penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman

Arti pokok pemhaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan

rangsangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal

ini, komunikator dikatakan efektif apabila penerima memperoleh

pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya

(kadang-kadang komunikator menyampaikan pesan tanpa disengaja, yang juga

dipahami dengan baik).

b. Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan maksud

tertentu. Sebenarnya, tujuan mazhab analisis transaksional adalah

sekadar berkomunikasi dengan orang lain untuk menimbulkan

kesejahteraan bersama.

c. Mempengaruhi sikap

Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan

sehari-hari. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap


(15)

Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap, atau pengaruh sikap

(attitude influence), berlangsung terus seumur hidup.

d. Memperbaiki hubungan

Sudah menjadi keyakinan umum bahwa bila seorang dapat memilih

kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan

mengemukakannya dengan tepet pula, maka hasil komunikasi yang

sempurna dapat dipastikan. Namun keefektifan komuikasi secara

keseluruhan masih memerlukan suasana psikologis yang positif dan

penuh kepercayaan. Bila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh

ketidakpercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator

yang paling kompeten pun bisa saja berubah makna atau

didiskreditkan.

e. Tindakan

Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan

yang kita inginkan, merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam

komunikasi.

5. Faktor-faktor Kemampuan Komunikasi secara efektif

Tindak komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang sebagai

pengungkapan diri untuk memperoleh informasi terhadap orang lain.

Tetapi dalam kenyataannya komunikasi sering mengalami hambatan baik

itu secara teknis maupun nonteknis. Hal ini perlu diminimalisir agar proses


(16)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi dalam

pengungkapan diri menurut Devito (1997:62) mengemukakan bahwa:

a. Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Kelompok yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk mengungkapkan diri dan disitulah orang dapat meresapi tanggapan dengan cermat.

b. Perasaan menyukai akan mempengaruhi pembukaan diri seseorang terhadap penentuan pilihan yang disukai atau pun dicintai.

c. Bila kita melakukan pengungkapan diri secara otomatis orang yang bersama kita akan melakukan juga pengungkapan diri sebagai efek diadik.

d. Kompetensi disini diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri karena orang yang lebih kompeten merasa diri mereka mempunyai rasa percaya diri dan banyak hal yang positif yang semua itu lebih dimanfaatkan sebagai pengungkapan dalam berkomunikasi.

e. Faktor kepribadian sebagai wujud orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak dari pada orang yang kurang pandai bergaul.

f. Faktor topik atau tema pembicaraaan tentang informasi yang bagus akan cenderung membuka diri terhadap komunikasi yang ada.

g. Jenis kelamin merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri pada umumnya pria lebih kurang terbuka dari pada wanita.

Dalam pengungkapan diri terhadap orang lain dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu, salah satunya kepribadian seseorang. Di sini

maksud dari kepribadian yang ekstrovert adalah orang yang menyukai

keterbukaan terhadap siapa saja, tentu saja ini akan mempengaruhi

penerimaan informasi-informasi yang lebih banyak daripada orang yang

menutup diri dari lingkungan.

Menurut Dedy Mulyana (2005: 61), faktor-faktor yang


(17)

sangat ditentukan oleh: situasi, ruang, waktu, tema, isi atau materi, teknik

penyajian

Adapun penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut:

a. Situasi

Situasi yang dimaksudkan adalah hal-hal yang menyangkut keadaan

atau kondisi saat pembicaraan/ceramah sedang berlangsung. Hal-hal

yang perlu diperhatikan adalah:

1) tingkat pengetahuan pendengar, yaitu menyangkut latar

belakang level pengetahuan dari pendengar (audience).

2) formal atau informal. Hal ini menyangkut apakah berbicara

dalam suatu situasi yang formal (forum resmi) atau dalam

situasi biasa atau kekeluargaan (informal)

3) sedih atau gembira, yaitu berbicara di depan orang yang berada

dalam situasi sedih tentunya sangat berbeda dibandingkan

dengan ketika kita tampil berbicara di depan orang yang sedang

dalam keadaan gembira. Untuk itu seorang pembicara harus

mengetahui betul situasi dan kondisi pendengarnya.

b. Ruang

Hal ini tentang tempat dimana sedang berbicara, misalnya di dalam

ruangan gedung ataukah di lapangan.

c. Waktu

Dimaksudkan dengan waktu disini adalah, disamping waktu yang


(18)

isi materi yang akan dibicarakan, apakah hal tersebut masih aktual

ataukah sudah usang atau basi.

d. Tema

Sebuah tema sangat penting artinya dalam suatu pembicaraan,

sehingga didalam pembicaraan seorang pembicara dapat fokus atau

terarah. Sangat disarankan seorang pembicara hanya menggunakan

satu tema pembicaraan sehinga didalam pembicaraannya tidak

ngawur atau mengambang yang dapat mengakibatkan isi

pembicaraan susah dipahami oleh pendengar. Namun jika terpaksa

harus lebih dari satu, maka selesaikanlah satu tema pembicaraan

kemudian pindah ke tema yang lainnya.

e. Isi atau Materi

Isi pembicaraan hendaknya sesuai dengan tema yang telah

dipersiapkan dengan mantap sebelumnya dan menarik minat

pendengar. Daya tarik suatu materi juga akan sangat menentukan

keberhasilan suatu pembicaraan. Adapun yang dapat menjadi

pemicu rasa ketertarikan pendengar diantaranya adalah :

1) up to date, masalah yang dibicarakan adalah masalah yang

sedang hangat-hangatnya di dalam masyarakat.

2) merupakan suatu yang menyangkut kepentingan pendengar.

3) masalah yang mengandung pertentangan publik, benar-salah,

baik-buruk.


(19)

f. Teknik Penyajian

Teknik yang dimaksudkan disini adalah cara-cara yang digunakan

didalam berbicara, meliputi :

1) kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal

ini seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata

bahasa yang baik, artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi

yang menarik (tidak monoton), aksen yang tepat, dan tidak

terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak perlu.

2) ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut,

tidak pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam

berbicara sangat penting untuk memikat minat dengar atau rasa

ingin tahu dari pendengar.

3) stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk

memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting

didalam pembicaraannya, misalnya dengan

pengulangan-pengulangan yang seperlunya, atau dengan

penekanan-penekanan tertentu dalam nada pembicaraan.

4) kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan

menyelipkan intermezzo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan

dengan hal-hal lain yang berhubungan yang mengandung

kelucuan, baik itu pengalaman sendiri atau sebuah anekdot,

dengan tidak mengurangi nilai pembicaraan. Hal ini


(20)

menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti

pembicaraan kita.

5) kepribadian atau personality. Dalam hal ini yang dimaksudkan

adalah disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga

meliputi nilai-nilai pribadi seorang pembicara, diantaranya:

jujur, cerdik, berani, bijaksana, berpandangan baik, percaya

diri, tegas, tahu diri, tenang dan tenggang rasa.

Dari uraian di atas komunikasi dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang harus diperhatikan untuk mewujudkan berbicara yang efektif,

baik itu dari faktor intern maupun ekstern. Dalam lingkungan sosial tidak

bisa dilepaskan dengan komunikaasi baik itu pesan verbal maupun non

verbal. Hal ini siswa dituntut untuk belajar mengembangkan komunikasi

seperti membaca, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan

secara jelas dan tepat guna mendukung kemampuan bersosialisasi dengan

lingkungannya. Oleh karena itu, peran konseling kelompok sangatlah

diperlukan untuk membantu indivudu meningkatkan kemampuan

berkomunikasi secara efektif.

Komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil

menyampaiakan apa yang dimaksudkannya atau komunikasi dinilai efektif

apabila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim

atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan


(21)

6. Strategi Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Efektif Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan berkomunikasi

dengan siapa saja. Hal inilah yang perlu dipikirkan untuk mengatasi

hambatan-hambatan yang ada dalam komunikasi. Dengan menerapkan

strategi atau metode dalam pembelajaran akan sangat membantu

pengembangan potensi kemampuan komunikasi secara efektif. Oleh

karena itu, perlu adanya upaya dari berbagai pihak seperti orang tua, guru

guna mewujudkannya.

Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1999:12) ada beberapa kiat

kemampuan dasar komunikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Sadari mengapa keterampilan berkomunikasi ini penting dikuasai dan bermanfaat

b. Pahami arti keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponen untuk mewujudkan keterampilan tersebut, c) Rajin mencari atau menemukan situasu-situasi di mana dapat mempraktikkan keterampilan tersebut

c. Minta bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan evaluasi terhadap kemajuan dan kekurangan yang dimiliki

d. Keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam bagian-bagian tertentu tujuannya agar bisa merasakan keberhasilan usaha yang telah dilakukan. Misalnya, berlatih bangun sikap percaya, mengungkapkan pikiran secara jelas, dan sebagainya

e. Akan sangat menolong bila ada teman sebagai lawan dalam proses berlatih

f. Mengkomunikasi dengan seluruh komponen tersebut terus menerus dilatih dan dipraktikkan, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri sendiri.


(22)

Kiat pengembangan keterampilan berkomunikasi di atas juga

ditambahkan oleh Johnson (dalam Supratiknya, 1999:13) bahwa seluruh

langkah dapat dilakukan dalam rangka metode belajar yang disebut

experiential learning atau belajar melalui pengalaman. Metode belajar yang oleh banyak ahli dipandang paling efektif untuk belajar di bidang

salah satunya mempelajari kemampuan berkomunikasi efektif ini,

meliputi empat tahap yaitu :

a. Mencari kesempatan untuk mendapatkan pengalaman pribadi kongkret

berkaitan dengan hal yang ingin dipelajari. Misalnya, ingin belajar

mengungkapkan perasaan secara jelas dan tepat yang mengajak

seorang teman untuk berkomunikasi dengan fokus saling

mengungkapkan perasaan.

b. Melakukan refleksi, observasi atau pemeriksaan atas pengalaman

pribadi yang baru diperoleh.

c. Merumuskan prinsip-prinsip, menemukan konsep-konsep. Misalnya,

ungkapan perasaan menjadi mudah ditangkap lawan komunikasi

dengan cara menyebutkan nama perasaan itu. Tentu saja hal itu

menuntut keberanian.

d. Membuat kesimpulan-kesimpulan pribadi untuk dipraktikkan.

Kadang-kadang kesimpulan ini masih berupa hipotesis. Benar tidaknya dapat

dibuktikan dengan mempraktikannya.

Dari beberapa teori di atas dapat di disimpulkan bahwa strategi


(23)

peneliti yaitu dengan cara mengadakan diskusi dan latihan komunikasi

secara terus menerus. Disamping itu, pemberian latihan juga harus

disesuaikan dengan kondisi siswa setempat agar mendapat porsi yang

seimbang. Strategi peningkatan kemampuan komunikasi ini juga dapat

dilakukan kerja sama dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia,

karena pelajaran ini menekankan pada aspek belajar berkomunikasi.

B. Pengertian Prestasi Belajar bahasa Indonesia 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah seperangkat kegiatan, terutama kegiatan mental

intelektual, mulai dari kegiatan yang paling sederhana sampai kegiatan

yang rumit. Kegiatan tersebut dimulai dari kegiatan fisik dalam arti

kegiatan melihat, mendengar, meraba, dengan alat-alat indera manusia

untuk melakukan kontak dengan bahan yang dipelajari. Kegiatan tersebut

kemudian diteruskan pada struktur kognitif orang yang bersangkutan (W.

Gulo, 2004: 73).

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan

latihan (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002: 11). Belajar

merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru,

dan lain sebagainya (Sardiman, 2003: 20).

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui


(24)

behavior through experiencing). Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan

kelakuan (Oemar Hamalik, 2008: 27).

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 13), belajar adalah

searangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkunganya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

Sedangkan menurut Slameto (dalam Syaiful Bahri Djamarah,

2002: 13), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu senduri dalam interaksi

dengan lingkungannya.

Ciri-ciri belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 15-17)

adalah: 1) perubahan yang terjadi secara sadar, 2) perubahan dalam belajar

bersifat fungsional, 3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, 4)

perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, 5) perubahan dalam

belajar bertujuan atau terarah, 6) perubahan mencakup seluruh aspek

tingkah laku.

Dari pengertian belajar menurut beberapa ahli di atas dapat


(25)

memahami sesuatu) yang berlangsung di dalam diri seseorang yang

mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap,

dan berbuat.

2. Pengertian Bahasa Indonesia

Bahasa adalah suatu symbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh

anggota suatu masyarakatuntuk berkomunikasi dan berinteraksi antar

sesamanya, berlandaskan pada buadaya yang mereka miliki bersama

(Djarjowidjojo, 2003: 16).

Bahasa sering merujuk pada adanya keberadaan masyarakat,

identitas budaya dan hubungannya dengan kebudayaan manusia.

Bahasa dapat menajadi ciri yang menggambarkan kesepakatan dalam

budaya mengenai arti dan pemaknaan bahasa yang digunakan.

Pemahaman bahasa juga dijelaskan Kridalaksana (2008: 24) yang mengatakan bahwa “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi dan untuk mengidentifikasikan diri”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer dan bahasa

adalah alat utama untuk berkomunikasi dalam komunitas manusia dengan


(26)

3. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya, Slameto (2003: 185). Selanjutnya Hasan Shadely

(1990: 434) mengartikan prestasi belajar menyangkut tingkah laku yang

berbunyi, perubahan yang terjadi pada tingkah laku potensil yang secara

relatif tetap dianggap sebagai hasil dari pengalaman latihan.

Menurut Winkel (1990: 20) bahwa prestasi belajar merupakan

bukti usaha yang telah dicapai. Hal tersebut didukung pendapat Subardi

(1989: 33) bahwa prestasi dalam arti yang sangat luas yaitu untuk

bermacam-macam ukuran terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa,

misalnya ulangan harian, tugas PR, tes yang dilakukan selama

pembelajaran berlangsung dan diakhir semester.

Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah

dicapai yang dapat berupa ilmu kepandaian yang didapat melalui

kemampuan mengubah belajar atau kemampuan untuk mengubah tingkah

laku yang potensial pada dirinya yang dapat diwujudkan dalam bentuk

kegiatan tugas, PR, dan hasil tes akhir pembelajaran yang berupa nilai

pada suatu mata pelajaran. Prestasi belajar siswa juga akan terlihat dari

kemampuan meraka saat berkomunikasi dalam proses belajar mengajar,

komunikasi dengan guru maupun teman sejawat. Kemampuan komunikasi


(27)

pekerjaannya, seperti halnya saat mereka sedang proses belajar mengajar

mengenai diskusi.

Dari beberapa pengertian di atas pada intinya bahwa prestasi

belajar adalah hasil perubahan kemampuan yang dicapai dari suatu

kegiatan belajar yang dapat diukur dengan alat atau tes.

4. Prestasi Belajar Bahasa Indonesia

Khairil Anwar Notodiputro (2013: 75-76), ruang lingkup standar

inti dan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD dan MI

terdiri dari aspek:

Tabel 1. Standar inti dan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia SD dan MI kelas V.

No. Kompetensi Inti Kompetensi dasar 1 Menerima, menghargai,

dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.

a. Meresapi makna anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa bahasa Indonesia yang diakui sebagai sarana yang lebih unggul, daripada bahasa lain untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

b. Meresapi anugerah tuhan Yang Maha Esa atas keberadaan proses kehidupan bangsa dan lingkungan alam.

2 Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, dan cinta tanah air dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.

a. Memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap makanan dan rantai makanan serta kesehatan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia.

b. Memiliki perilaku jujur dan disiplin tentang proses daur air rangkaian listrik, sifat magnet, anggota tubuh (manusia, hewan, tumbuhan) dan fungsinya, serta system pernapasan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia.

c. Memiliki perilaku jujur dan santun serta bertanggung jawab dan disiplin tentang ekspor impor sebahai kegiatan ekonomi antarbangsa melalui pemanfaatan bahasa


(28)

Indonesia.

d. Memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan rasa cinta tanah air terhadap bencana alam dan keseimbangan ekosistem serta kehidupan berbangsa dan bernegara melalui pemanfaatan bahasa Indonesia.

e. Memiliki rasa percaya diri dan cinta tanah air tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam melalui pemanfaatan bahasa Indonesia.

3 Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati

dan mencoba

(mendengar, melihat, membaca) serta menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya dirumah, sekolah, dan tempat bermain.

a. Menggali informasi dan teks laporan buku tentang makanan dan rantai makanan, kesehatan manusia, keseimbangan ekosistem, serta alam dan pengaruh kegiatan manusia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

b. Menguraikan isi teks penjelasan tentang proses daur air, rangkaian listrik, sifat magnet, anggota tubuh (manusia, hewan, tumbuhan) dan fungsinya, serta system pernapasan dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

c. Menguraikan isi teks paparan iklan tentang ekspor impor sebagai kegiatan ekonomi antarbangsa dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

d. Menggali teks dari teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

e. Menggali informasi dari teks cerita narasi sejarah tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam di Indonesia dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

4 Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual

a. Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan buku tentang makanan dan


(29)

dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam

tindakan yang

mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

rantai makanan, kesehatan manusia, keseimbangan ekosistem, serta alam dan pengaruh kegiatan manusia secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

b. Menyampaikan teks penjelasan tentang proses daur air, rangkaian listrik, sifat magnet, anggota tubuh (manusia, hewan, tumbuhan) dan fungsinya, serta system pernapasan secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

c. Menyajikan teks paparan iklan tentang ekspor impor sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

d. Melantunkan dan menyajikan teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

e. Mengolah dan menyajikan teks cerita narasi sejarah tentang nilai-nilai perkembangan kerajaan Islam di Indonesia secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

Berdasarkan penjelasan di atas, Bahasa Indonesia memiliki

peranan yang sangat penting dalam setiap penyajian materi pelajaran yang

lain karena bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar resmi dalam

kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kaitanya dengan komunikasi

efektif, sudah sangat jelas dipaparkan di kompetensi dasar di atas. Bahan


(30)

memperlukan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh sebab itu dalam

kompetensi dasar di atas dijelaskan bahwa setiap bahan yang diajarkan

juga berkaitan erat dengan komunikasi efektif. Terlihat dari setiap

kompetensi dasar yang berupa mengolah, mengamati, dan menyajikan teks

laporan buku, menyampaikan teks penjelasan yang kaitannya dengan

pemilihan kosa kata yaitu secara lisan dan tertulis.

Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga

ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Menurut Purwanto

(2006: 43) domain atau ranah penilaian ada tiga yaitu kognitif,

psikomotor, dan afektif. Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke

dalam tiga ranah atau domain yaitu: 1) domain kognitif (pengetahuan atau

yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika - matematika),

2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan

antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengankata lain kecerdasan

emosional), 3) domain psikomotor (Ada beberapa faktor yang dapat

digunakan oleh guru sebagai kriteria dalam penilaian ranah ini yaitu

mampu memperlihatkan atau tidak, kecepatan, keaslian, dan kualitas).

Kesimpulan dari pendapat ke dua tokoh tersebut adalah praktek

lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan pemahaman konsep

lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut

mengandung ranah afektif. Dari ketiga aspek hasil belajar dan juga


(31)

ranah kognitif ini biasanya ditunjukkan oleh prestasi yang diperoleh siswa

melalui tes yang dilaksanakan di sekolah.

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan bahwa ada hubungan

antara kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi belajar Bahasa

Indonesia yang dicapai siswa, atau dengan perkataan lain kemampuan

komunikasi efektif mempunyai hubungan dengan hasil belajar Bahasa

Indonesia siswa.

Penelitian ini didasarkan pada kerangka berpikir sebagai berikut :

Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk berkomunikasi, karena mereka

menyadari bahwa komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan.

Tetapi juga ada hambatan dalam melakukan proses tersebut yaitu siswa

kurang bisa mendengarkan dan mengkomunikasikan pikiran secara jelas

karena tidak terlatih. Akibatnya siswa kurang mempunyai banyak teman untuk

bergaul dan mengembangakan diri terhadap informasi-informasi yang ada.

Prestasi belajar (dalam hal ini pada mata pelajaran Bahasa Indonesia)

adalah hasil yang telah dicapai yang dapat berupa ilmu kepandaian yang

didapat melalui kemampuan mengubah belajar atau kemampuan untuk

mengubah tingkah laku yang potensial pada dirinya yang dapat diwujudkan

dalam bentuk kegiatan tugas, PR, dan hasil tes akhir pembelajaran yang

berupa nilai pada suatu mata pelajaran.

Kaitan kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi belajar bahasa


(32)

dimaksudkannya atau komunikasi dinilai efektif maka rangsangan yang

disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat

dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima, sehingga

dengan kemampuan komunikasi efektif maka akan lebih cepat pula

memproses suatu informasi, terutama kaitanya dalam informasi tentang mata

pelajaran Bahasa Indonesia yang sedang penulis teliti dalam penelitian ini.

Kerangka pikir pada penelitian ini terpola pada suatu alur pemikiran

yang terkonsep seperti tampak pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian. Kegiatan Belajar

Mengajar

Siswa Kelas V

Kriteria Kemampuan Komunikasi Efektif :

1. Pemahaman. 2. Kesenangan.

3. Mempengaruhi Sikap. 4. Memperbaiki Hubungan. 5. Tindakan.

Kemampuan Komunikasi Efektif (X)

Prestasi Belajar Bahasa Indonesia (Y)

Hubungan Antara Kemampuan Komunikasi Efektif Dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V


(33)

D. Hipotesis

Menurut Rony Kountur (2005: 223) hipotesis adalah dugaan sementara

atau jawaban sementara atas permasalahan penelitian dimana memerlukan

data untuk menguji kebenaran dugaan tersebut. Dugaan ini harus didasarkan

atas suatu atau beberapa dasar pemikiran dari buku-buku teks.

Dikatakan selanjutnya bahwa hipotesis merupakan pernyataan

hubungan yang mungkin terjadi antara dua atau lebih variabel dimana

kemungkinan-kemungkinan itu didasarkan atas teori-teori. Secara umum dapat

dinyatakan dalam bentuk hipotesis penelitian atau H1 dan hipotesis nol atau

H0. Hipotesis penelitian disebut dengan hipotesis alternatif atau hipotesis

kerja yaitu menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y.

Sedangkan hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik adalah

pernyataan yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara dua variabel

atau tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y.

Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah untuk

menguji hipotesis. Hasil analisis terhadap data-data yang dikumpulkan akan

menentukan apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak.

Berdasarkan dari anggapan dasar yang telah dirumuskan dalam

penelitian, maka dalam hal ini peneliti mengajukan suatu hipotesis yaitu : “Adanya hubungan antara kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi belajar siswa kelas V SDN Segugus Diponegoro Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian exspost facto yang menggunakan

pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang akan bekerja dengan angka

sebagai perwujudan gejala yang diamati dan dalam menganalisa data

menggunakan teknik analisa data statistik. Sebagaimana dinyatakan oleh

Soedarsono (1988: 4) sebagai berikut.

“Pendekatan kuantitatif adalah semua informasi/data yang diwujudkan

dalam bentuk kuantitatif/angka dan analisanya berdasarkan angka tersebut

dengan menggunakan analisis statistik”.

B. Variabel Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 118) menyatakan variabel adalah objek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sugiyono

(2003: 32) mengemukakan pendapat variabel merupakan suatu atribut atau

sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

variabel penelitian merupakan sebuah gejala, atribut atau sifat yang memiliki

ciri-ciri khusus atau karakteristik dan bervariasi baik dalam jenis maupun

tingkatannya yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya .

Berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dikemukakan dua variabel


(35)

Berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dikemukakan dua variabel

yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable), merupakan variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan variabel lain. Variabel

bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi, atau

dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala

yang diobservasi. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas,

yaitu: “kemampuan komunikasi secara efektif”

2. Variabel terikat (dependent variable), merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat adalah variabel yang

variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang

disebabkan oleh variabel bebas. Sebagai variabel terikat dalam penelitian

ini adalah prestasi belajar Bahasa Indonesia.

C. Desain dan Paradigma Penelitian 1. Desain Penelitian

Kerlinger, Fred N (1993: 483) mendefinisikan desain penelitian

adalah suatu atau rencana dan terstruktur penyelidikannya yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban-jawaban

untuk pertanyaan penelitian. Rencana juga diartikan sebagai skema

menyeluruh mencakup program penelitian, yaitu paparan mengenai hal-hal

yang dilakukan dalam penelitian mulai dari penulisan hipotesis sampai

pada penulisan analisis-analisis akhir terhadap data. Dari pendapat di atas,


(36)

terstruktur penyelidikannya yang disusun sedemikian rupa sehingga

peneliti akan memperoleh jawaban-jawaban untuk pertanyaan penelitian.

Selanjutnya, dapat dinyatakan pula bahwa desain penelitian

mempunyai maksud atau kegunaan yaitu menyediakan jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk mengontrol atau mengendalikan

varian. Desain penelitian dalam penelitian yang tidak dimanipulasi

dinamakan desain ex post facto.

Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 55) menyatakan penelitian ex

post facto meneliti hubungan sebab akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan (dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti. Penelitian ex

post facto dilakukan terhadap program, kegiatan yang telah berlangsung atau telah terjadi. Penelitian ex post facto tidak ada pengontrolan variabel

dan biasanya tidak ada pra tes. Tujuan utama penggunaan desain ini ialah

bersifat eksplorasi dan deskriptif. Desain ex post facto menghasilkan

tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa penelitin ex post facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk

meneliti peristiwa yang telah terjadi dimana variabel terikatnya sudah ada

pada saat penelitian dilakukan dan bertujuan untuk meneliti hubungan

sebab akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan (dirancang dan


(37)

2. Langkah-langkah Penelitian

Menurut Arifin (dalam Bambang dan Rati, 2005: 9) pada dasarnya,

dalam penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap, yaitu (1) persiapan,

(2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian dan pengonsepan, (4)

pemeriksaan/ penyuntingan konsep, dan (5) penyajian/ pengetikan.

Yang termasuk dalam tahap persiapan adalah (a) pemilihan

topik/masalah, (b) penentuan judul, dan (c) pembuatan kerangka karya.

Yang termasuk dalam tahap pengumpulan data adalah (a) pencarian

keterangan dari bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan surat kabar, (b)

pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang

akan ditulis, (c) pengamatan langsung ke objek yang akan diteliti, dan (d)

percobaan dan pengujian di lapangan atau di laboratorium. Yang termasuk

tahap pengorganisasian dan pengonsepan adalah (a) pengelompokan

bahan, yaitu bagian-bagian mana yang akan didahulukan dan bagian mana

yang akan dikemudiankan, dan (b) pengonsepan. Yang temasuk tahap

pemeriksaan atau penyuntingan konsep adalah pembacaan dan pengecekan

kembali masalah; yang kurang lengkap dilengkapi, yang kurang relevan

dibuang. Dalam karya ilmiah mungkin saja terdapat penyajian yang

berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang kurang

efektif, baik dari segi penulisan dan pemilihan kata, penyusuan kalimat,

penyusunan paragraf, maupun segi peneraan kaidah ejaan. Yang termasuk


(38)

3. Paradigma Penelitian

Suharsimi Arikunto (1993: 23) mendefinisikan paradigma

penelitian yaitu model atau pola pikir yang dapat menjabarkan berbagai

variabel dengan variabel lainnya sehingga akan mudah untuk dirumuskan

permasalahan dalam melakukan penelitian, pemilihan teori yang relevan,

rumusan hipotesis yang diajukan, metode atau strategi penelitian,

instrumen penelitian, teknik analisa yang akan digunakan serta kesimpulan

yang diharapkan. Sugiyono (2008: 66) menyatakan bahwa paradigma

penelitian dapat diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan

antar variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan

jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab dalam penelitian, teori yang

digunakan untuk merumuskan hipotesis, dan teknik analisis statistik yang

akan digunakan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa paradigma

penelitian adalah model atau pola pikir yang dapat menunjukkan

hubungan antar variabel yang akan diteliti sehingga akan mudah

merumuskan permasalahan yang akan dijawab, pemilihan teori yang

relevan, rumusan hipotesis yang diajukan, metode atau strategi penelitian,

instrumen penelitian, tekhnik analisa yang akan digunakan serta

kesimpulan yang diharapkan.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang diperoleh

menggunakan angket untuk mengetahui tingkat prestasi belajar Bahasa


(39)

Adapun paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

paradigma sederhana asosiatif kausal, yang terdiri dari satu variabel bebas

dan satu variabel terikat.

Paradigma penelitian yang akan dilaksanakan dapat digambarkan

sebagai berikut:

H

Gambar 2. Paradigma Penelitian Sederhana

(Sugiyono, 2008:66)

Keterangan:

X : variabel bebas

Y : variabel terikat

H : hubungan variabel bebas dengan variabel terikat

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri se Gugus

Diponegoro, Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini

akan dilaksanakan pada bulan bulan April sampai Mei 2014.

E. Populasi Penelitian

Seharsimi Arikunto (2006: 130) mendefinisikan populasi sebagai

keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (Riduwan, 2010: 237) menyatakan

bahwa populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkam oleh oleh

Y X


(40)

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Nawawi (Riduwan,

2010: 238) mengartikan populasi sebagai totalitas semua nilai yang mungkin,

baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif padaa

karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap.

Bertolak dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan objek atau subjek penelitian

yang lengkap serta mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik kesimpulan. Dalam penelitian

ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas V SD se Gugus

Diponegoro, Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara.

Dalam penelitian ini penulis menetapkan populasi yang digunakan

sebagai obyek penelitian adalah siswa. Karakteristik dari populasi tersebut

adalah;

1. terdiri dari siswa putra dan putri.

2. siswa tersebut berasal dari kelas yang tingkat kelas yang sama yaitu

kelas V.

3. siswa tersebut berasal dari jenjang yang sama yaitu sekolah dasar.

Mengenai jumlah populasi SD Negeri di Gugus Diponegoro,

Kecamatan Karangkobar data penelitian ini perinciannya dapat dilihat pada


(41)

Tabel 2. Jumlah Populasi

No Sekolah Dasar Jumlah Siswa kelas V

1 SD N Sampang I 19

2 SD N Sampang II 24

3 SD N Slatri I 11

4 SD N Slatri II 11

5 SD N Paweden 19

6 SD N Ambal III 10

7 SD N Pagerpelah I 24

8 SD N Pagerpelah II 19

Jumlah Siswa 137

Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data,

maka penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang

dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat

dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai

sumber data, maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan

menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah

penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus

kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan


(42)

dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki

oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber

data atau disebut sensus. Karena sensus di anggap dapat mengungkapkan

seluruh ciri-ciri (parameter) secara akuran dan komprehensif. Dan jumlah

populasi dalam penelitian ini adalah 137 dari seluruh siswa kelas V yang ada

di SD Negeri se-Gugus Diponegoro, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten

Banjarnegara.

F. Keadaan Sekolah

Gugus Diponegoro memiliki SD Negeri berjumlah 8 SD. Jarak antara

SD satu dengan SD yang lain tidak begitu jauh. 8 SD tersebut tersebar di

dalam 4 kelurahan. Ada SD yang letaknya strategis di tepi jalan raya sehingga

mudah dijangkau tetapi ada pula yang terletak kurang strategis atau terletak di

tengah desa. Keadaan bangunan SD rata-rata sudah memadai, tetapi sebagian

SD ada yang fasilitasnya kurang memadai. Sebagian SD ada yang belum

memiliki komputer, halaman sekolah sempit, fasilitas olahraga dan lain-lain.

G. Teknik Pengumpulan Data

Agar dapat memperoleh data yang objektif dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, diperlukan metode yang mampu

mengungkap data yang sesuai dengan pokok permasalahannya. Sedangkan

Suharsimi Arikunto (2006: 150-158) menyatakan bahwa metode pengumpulan

data meliputi tes, angket (kuesioner), wawancara (interview), pengamatan


(43)

Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan

metode angket. Suharsimi Arikunto (2006: 151) mendefinisikan angket

merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal

yang ia ketahui. Metode angket digunakan untuk memperoleh data tentang

kemampuan komunikasi efektif.

Dalam penelitian ini, angket yang digunakan untuk memperoleh data

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1. Ditinjau dari cara menjawabnya merupakan angket tertutup karena siswa

tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti.

2. Ditinjau dari jawaban diberikan, merupakan angket langsung dimana

siswa atau responden tinggal menjawab sesuai apa yang dialaminya

sendiri.

3. Ditinjau dari bentuknya merupakan angket rating-scale (skala

bertingkat) yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang

menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari selalu, sering,

kadang-kadang, dan tidak pernah.

Angket untuk mengungkap data variabel kemampuan komunikasi

efektif ini disediakan empat pilihan jawaban dengan skala likert.

Prof. Sukardi, Ph.D. (2003: 146) menyatakan bahwa skala Likert telah

banyak digunakan oleh para peneliti guna mengukur persepsi atau sikap

seseorang. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para


(44)

Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaba atau respons dalam

skala ukur yang telah disediakan, misalnya sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai,

dan sangat tidak sesuai.

Skala ukur tersebut pada umumnya ditempatkan berdampingan dengan

pertanyaan atau pernyataan yang telah direncanakan, dengan tujuan agar

responden lebih mudah mengecek maupun memberikan pilihan jawaban yang

sesuai dengan pertimbangan mereka.

Responden dianjurkan untuk memilih kategori jawaban yang telah

diatur oleh peneliti, misalnya sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),

sangat tidak sesuai (STS) dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban

yang dirasa cocok.

Dalam perencanaan penelitian item-item pertanyaan atau pernyataan

pada umumnya telah dikelompokkan menurut variable yang hendak menjadi

perhatian peneliti. Dengan cara demikian ini peneliti atau pembaca lain dapat

dengan mudah mengecek kebulatan instrument yang dibuatnya. Untuk

menskor skala kategori likert, jawaban diberi bobot atau disamakan dengan

nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1, untuk empat pilihan pernyataan positif. Dan 1, 2, 3,

4, untuk pernyataan yang bersifat negatif.

Sering pula ditemui peneliti secara sengaja memberikan kategori

jawaban negative, dengan susunan bobot yang terbalik yaitu 1, 2, 3, 4, untuk

empat pilihan jawaban. Pernyataan negative ini disisipkan diantara pernyataan

positif guna mengontrol tingkat ketelitian atau keseriusan responden dalam


(45)

dengan pernyataan tersebut. Contoh pernyataan yang menjebak misalnya

sebagai berikut:

Tabel 3. Contoh item positif dan item negatif.

Pernyataan (SS) (S) (TS) (STS)

Saya suka dikritik dari pada di puji 4 3 2 1 Saya suka dipuji dari pada dikritik 1 2 3 4

H. Pengembangan Instrumen

Instrumen pada penelitian ini adalah angket yang bertujuan untuk

mengungkap pengaruh variabel kemampuan komunikasi efektif terhadap

prestasi belajar Bahasa indonesia siswa SD Negeri kelas V se Gugus

Diponegoro Kecamatan Karangkobar. Adapun langkah-langkah penyusunan

instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data

tentang kemampuan komunikasi efektif yang didapat siswa selama proses

pembelajaran di kelas.

2. Indikator

Berdasarkan kajian teori kemampuan komunikasi efektif halaman

9-22 dan definisi operasional kemampuan komunikasi efektif dapat

ditentukan indikator kemampuan komunikasi efektif sebagai berikut:

a. Mampu saling memahami.


(46)

c. Mampu saling menerima dan memberi dukungan.

d. Mampu memecahkan konflik antarpribadi.

e. Mampu mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai

dengan yang kita inginkan.

3. Kisi-kisi

Berdasarkan indikator di atas, dapat ditetapkan kisi-kisi butir

angket sebagai berikut.

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Variabel Kemampuan Komunikasi efektif

No Indikator variabel

Nomor Butir Jumlah Item

(+) (-)

1 Mampu saling memahami

1, 8, 16, 26, 38, 49

2, 13, 30, 36, 40, 51

12

2

Mampu

mengkomunikasikan pikiran dan perasaan

6, 14, 18, 28, 47, 58

9, 23, 34, 39, 44, 55

12

3

Mampu saling

menerima dan memberi dukungan

12, 20, 31, 45, 56, 60

3, 11, 15, 25, 48, 57

12

4 Mampu memecahkan konflik antarpribadi

10, 21, 22, 35, 41, 52

5, 17, 29, 32, 46, 59

12

5

Mampu mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang kita inginkan

4, 24, 33, 43, 53, 54

7, 19, 27, 42, 37, 50

12


(47)

4. Penyusunan dan Penyuntingan Item

Setelah merumuskan kisi-kisi butir angket, selanjutnya

menyusun/menulis item-item butir angket. Adapun penulisan butir angket

menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh siswa.

Setelah itu, penyusunan butir dilengkapi dengan penulisan petunjuk cara

pengisian angket.

5. Penyekoran Instrumen

Pengukuran akan menghasilkan data dalam bentuk skor.

Pengukuran dan pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skor

atas jawaban responden pada setiap butir, kemudian menjumlahkan untuk

semua butir. Data variable responden adalah jumlah skor pada sejumlah

butir instrument yang digunakan untuk mengukur. Misalnya: cara

mengukur prestasi belajar, lima orang siswa mengerjakan 10 butir tes

objektif. Jawaban yang diberikan lima orang siswa itu dan kunci

jawabannya adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Contoh Penskoran Angket

Siswa Butir Soal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 Kunci


(48)

Dengan cara yang sama variable yang lain dapat diukur dan

dikumpulkan datanya. Misalnya dari lima siswa tersebut akan diukur

variable “kemampuan komunikasi efektif”. Pengukuran menggunakan

enam butir instrument “kemampuan komunikasi efektif”. Respon lima

siswa dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 6. Contoh penilaian kemampuan komunikasi efektif

Siswa No. butir instrument dan sifat

1 (+) 2 (-) 3 (-) 4 (+) 5 (+) 6 (-)

1 SS TS TS SS S TS

2 TS S S STS TS SS

3 S TS S S S S

4 SS S SS S S TS

5 TS S S STS TS S

Keterangan:

SS = sangat sesuai

S = sesuai

TS = tidak sesuai

STS = sangat tidak sesuai

Respons siswa pada tiap butir akan diskor dengan ketentuan


(49)

Tabel 7. Penilaian angket berdasarkan item positif/negatif

Sikap Jawaban

SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

Dari respons dan aturan skoring tersebut dapat dihitung data

variabel “kemampuan komunikasi efektif” sebagai berikut:

Tabel 8. Contoh skor total angket Kemampuan Komunikasi Efektif

Siswa No. butir instrument Jumlah

1 2 3 4 5 6

1 4 3 3 4 3 3 20

2 2 2 2 1 2 1 10

3 3 3 2 4 3 2 17

4 4 2 1 4 3 3 17

5 2 2 2 1 2 2 11

Apabila kedua variable yaitu variable “kemampuan komunikasi efektif” akan diuji hubungannya dengan “prestasi belajar Bahasa indonesia”, maka data yang akan dikorelasikan adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Contoh perhitungan korelasi antar variabel

Siswa X Y

1 20 7

2 10 3

3 17 9

4 17 8


(50)

Keterangan:

X = Kemampuan komunikasi efektif

Y = Prestasi belajar Bahasa Indonesia

6. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan sebelum instrumen digunakan untuk

pengambilan data dalam penelitian. Untuk melaksanakan uji coba

instrumen dalam penelitian ini mengambil responden di luar sampel,

responden penelitian sebanyak 30 siswa kelas V SD Negeri 1 Gumelar

yang tidak termasuk dalam Gugus Diponegoro, Kecamatan Karangkobar,

Kabupaten Banjarnegara.

Gay dan Diehl (1992) berpendapat bahwa sampel haruslah

sebesar-besarnya. Pendapat Gay dan Diehl (1992) ini mengasumsikan bahwa

semakin banyak sampel yang diambil maka akan semakin representatif

dan hasilnya dapat digenelisir. Namun ukuran sampel yang diterima akan

sangat bergantung pada jenis penelitiannya.

a. Jika penelitiannya bersifat deskriptif, maka sampel minimumnya

adalah 10% dari populasi.

b. Jika penelitianya korelasional, sampel minimumnya adalah 30 subjek.

c. Apabila penelitian kausal perbandingan, sampelnya sebanyak 30


(51)

d. Apabila penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15

subjek per group.

Karena penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional maka

sampel yang digunakan untuk uji validitas minimal 30 responden.

7. Validitas Instrumen

Suharsimi Arikunto (2006: 168) menyatakan bahwa sebuah tes

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas ini ditentukan oleh hasil pengukuran atau skornya, bukan oleh

tesnya itu sendiri. Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah

validitas empiris kemampuan komunikasi efektif. Untuk menguji tingkat

validitas empiris instrumen, peneliti mencobakan instrumen tersebut pada

sasaran dalam penelitian. Validitas empiris dapat dilihat dengan

mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total.

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui angket dengan skala

interval. Berdasarkan perolehan data tersebut, maka jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data interval.

Riduwan (2007: 9) menyatakan bahwa uji validitas yang cocok

untuk pengolahan data interval adalah dengan formula korelasi product

moment. Maka dalam penelitian ini digunakan formula korelasi product moment dengan formula sebagai berikut:


(52)

  

2 2

2

  

2

 

   Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

Rxy = koefisien korelasi antara X dengan Y

N = jumlah responden

X = bobot skor pada item butir

Y = total skor yang diperoleh

Selanjutnya harga r hasil perhitungan dikonsultasikan dengan

harga r dalam tabel r pada taraf signifikansi 5%. Jika rhitung lebih besar atau

sama dengan rtabel maka item tersebut dinyatakan valid, jika rhitung lebih

kecil daripada rtabel maka item dinyatakan tidak valid.

8. Reliabilitas instrumen

Alat ukur selain harus valid, juga harus memenuhi standar

reliabilitas. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika dapat dipercaya.

Suharsimi Arikunto (2006: 178) menyatakan bahwa reliabilitas

menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

tersebut sudah cukup baik.

Suatu hasil pengukuran dapat dikatakan reliabel jika alat pengukur

tersebut dapat dipercaya, sehingga mendapatkan hasil yang tetap dan

konsisten.

Suharsimi Arikunto (2006: 196) menyatakan bahwa untuk mencari


(53)

nilai atau yang berbentuk skala maka digunakan rumus Alpha. Reliabilitas

instrumen dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas Alpha dengan

formula sebagai berikut:

         

2

2 1 1 t i Alpha S S K K r keterangan:

K : banyak butir

St2 : varian total

∑Si2: total varian butir

Kriteria besarnya koefisien reliabilitas menurut arikunto (2006:

276), adalah sebagai berikut.

0,80 < r11≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas cukup 0,20 < r11≤ 0,40 reliabilitas rendah

0,00 < r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah

Instrumen pada penelitian ini dikatakan reliabel apabila memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,70 atau lebih. Dengan demikian apabila

ralpha lebih kecil daripada 0,70 maka dinyatakan bahwa instrumen yang


(54)

I. Teknik Analisis Data

1. Penerapan Teknik Analisis

Teknik analisis data yang akan dipergunakan dibagi menjadi dua

tahap, yaitu pengujian persyaratan analisis dan pengujian hipotesis.

Pengujian persyaratan analisis digunakan untuk menetukan analisis yang

sesuai untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Adapun jenis uji

hipotesis yang akan digunakan adalah analisis regresi sederhana. Husein

Umar (2005: 113) menyatakan bahwa analisis regresi digunakan untuk

mengetahui bentuk hubungan antara variabel dependen dan variabel

independen. Ada 2 macam bentuk yaitu regresi linier dan regresi

nonlinier. Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi sederhana yang bertujuan untuk membuat model

matematika yang menunjukkan hubungan antara X dan Y.

2. Pengujian Persyaratan Analisis

Pengujian persyaratan analisis dilakukan apabila peneliti

menggunakan analisis parametrik, maka harus dilakukan pengujian

persyaratan analisis terhadap asumsi-asumsinya. Riduwan (2007: 149)

menyatakan bahwa data dianggap memenuhi asumsi dan persyaratan

analisis berupa: data dipilih secara random; berdistribusi normal; berpola

linier; data homogen dan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan


(55)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data berdistribusi

normal atau tidak berdistribusi normal. Jika data yang diperoleh

berdistribusi normal maka statistika yang digunakan adalah statistika

parametrik. Jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka

statistika yang digunakan adalah statistika non parametrik. Proses uji

normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov

karena data penelitian merupakan data kuantitatif dengan skala

pengukuran interval (Sugiyono, 2007: 152). Rumus Kolmogorov

smirnov sebagai berikut.

KD = 1, 36 �1+�2 �1.�2

KD = harga Kolmogorov-smirnov

n1 = jumlah populasi yang diobservasikan

n2 = jumlah populasi yang diharapkan

Untuk menerima atau menolak hipotesis dengan cara

membandingkan p-value dengan taraf signifikansi (α) sebesar 0,05. Jika value > 0,05, maka data berdistribusi normal. Tetapi jika

p-value < 0,05, maka data berdistribusi tidak normal. b. Uji Linieritas

Salah satu uji asumsi dalam analisis regresi adalah uji linieritas

dimana hubungan antara variabel X dan variabel Y linier. Untuk

mengetahui apakah hubungan antara variabel X dengan variabel Y


(1)

79 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil suatu

simpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan komunikasi efektif siswa Kelas V SD Negeri se-Gugus

Diponegoro, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara tahun

pelajaran 2013/2014 termasuk baik karena interval tertinggi ada pada

tingkat tengah atau sedang, hal ini terbukti karena frekuensi terbanyak

adalah pada interval 141-144 dengan jumlah sebesar 32 siswa, atau 23

persen. Kelompok yang mempunyai frekuensi terkecil adalah pada interval

149-152 dengan jumlah sebesar 10 siswa, atau 7 persen.

2. Prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa SD Negeri se-Gugus Diponegoro,

Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara tahun pelajaran

2013/2014 termasuk kategori sedang, hal ini terbukti karena frekuensi nilai

rata-rata Ulangan harian terbanyak adalah pada interval 72,6-76,9 dengan

jumlah sebesar 42 siswa, atau 31 persen. Kelompok yang mempunyai

frekuensi terkecil adalah pada interval 59,4-63,7 dengan jumlah sebesar 4

siswa, atau 3 persen.

3. Adanya hubungan antara kemampuan komunikasi efektif dengan prestasi

belajar Bahasa Indonesia siswa SD kelas V SD Negeri se-Gugus

Diponegoro, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara tahun


(2)

80

variabel X dan variabel Y yaitu 0,873 maka tingkat hubungannya

dikatakan sangat kuat.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang masih jauh dari

sempurna. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Disadari bahwa variabel yang dapat mempengaruhi prestasi belajar Bahasa

Indonesia begitu kompleks, sementara penelitian ini hanya melibatkan 1

variabel yaitu kemampuan komunikasi efektif. Jadi masih tersisa faktor

lain yang belum diungkap dalam penelitian ini. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa apabila hanya melibatkan satu variabel saja ternyata

belum mampu menjelaskan prestasi belajar Bahasa Indonesia secara

tuntas.

2. Peneliti sudah berusaha menyusun instrumen dengan sebaik-baiknya tetapi

masih banyak kekurangan. Walaupun ada asumsi yang mendasari

digunakannya angket sebagai teknik pengumpulan data bahwa responden

memberikan jawaban sesuai dengan hati nurani dan keadaan sebenarnya,

tetapi dalam kenyatannya hal tersebut sulit untuk dikontrol.

C. Saran

Saran yang penulis ajukan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai

berikut:

1. Dari penilaian angket kemampuan komunikasi efektif ada 2 indikator yang


(3)

81

menerima dan memberikan dukungan, dan (2) mampu

mengkomunikasikan perasaan dan pikiran.

2. Guru hendaknya meningkatkan kemampuan komunikasi efektif siswa

terutama pada kedua point di atas dengan sering melakukan

praktek-praktek berbicara didepan kelas. Melalui praktek-praktek berbicara didepan kelas

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi efektif siswa

lebih signifikan dibanding jika hanya melalui teori-teori saja.

3. Pihak sekolah hendaknya meningkatkan pengadaan fasilitas yang dapat

menunjang kemampuan komunikasi efektif siswa, baik melalui buku-buku

bacaan ataupun lebih lengkapnya melalui media-media audio ataupun

visual yang dapat mempermudah para siswa dalam mendapatkan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A.M Sardiman. (2003). Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Alo Liliweri. (2003). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ami Purnamawati. (2010). Indonesia Bangkit untuk Kesejahtaraan Rakyat. Bandung: Ikopin press.

Anggita Dwi Ayuningtyas. (2012). Hubungan Kredibilitas Native Speaker Pada Program Dynamic Speaking Dengan Sikap Siswa Pada Bahasa Inggris. eJurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran (Vol.1., No.1) Hlm.2

Anton M. Moeliono, (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arief Furchan. (2007). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Cet. III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dardjowidjojo S. (2003). Psikolinguistik : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Deddy Mulyana. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Devito, Joseph A, Agus Maulana. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Proffesional Books.

Djemari Marpadi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Dwi Prianto. (2008). Mandiri Belajar SPSS ( Statistica Product N Verse Solution) Untuk Analisis Data dan uji statistik. Jakarta: Media Com.

Erman Anom. (2005). Komunikasi Antar Pribadi Dalam Teknik Melobi. Jurnal Komunikologi Vol.2 No.1. Hlm. 28

Fajar Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(5)

Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000). Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.). Jogjakarta: Kanisius.

Hasan Shadely. (1990). Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jakarta: Ichran baru-van Hoeve.

Kerlinger. (1990). Penelitian-penelitian behavioral. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kridalaksana Harimurti. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Muhibbin Syah. (2000). Psikologi Pendidikan dengan suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nunung Prajarto. (2004). Komunikasi: Akar Sejarah dan Buah Tradisi Keilmuan. Dalam Komunikasi, Negara dan Masyarakat. Editor Nunung Prajarto. Yogyakarta: Fisipol-UGM.

Oemar Hamalik. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Ronny Kountur. (2005). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis. Jakarta: PPM.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soelaiman. (2007). Pengaruh Kemampuan Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Rizky Karunia Jaya Palembang. Diakses dari http:/blog.binadarma.ac.id/muhammadinah/?p=54. Pada tanggal 26 Oktober 2010, Jam 19.45 WIB

Stewart L. Tubbs & Sylvia Moss, Dedy Mulyana, (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sudarsono. F. X. (1993). Pengantar Akuntansi II, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Suharsimi Arikunto (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Suratno. (2013). Konsep Kemampuan Sumber Daya Manusia. Jurnal Kemenag Kab. Kepl. Sitaro. Hlm. 1.

Sutrisno Hadi, (2004). Metodologi Research, jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (1997). Startegi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

W. Gulo. (2004). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Winkel, W.S. (1990). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

________. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi, Contoh Proporsal dan Laporan Penelitian). Bandung: CV. Alfabeta.

________. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN VERBAL (BAHASA) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SDN KEBONSARI 03 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1 5 76

Hubungan antara komunikasi orang tua dan siswa dengan prestasi belajar siswa : studi penelitian pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pamulang

0 5 94

HUBUNGAN MINAT BACA DENGAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SDN GUGUS DIPAYUDA KECAMATAN BANJARNEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA

12 48 154

Hubungan Komunikasi Kelompok Dengan Prestasi Belajar Siswa Sd (Kasus Siswa Kelas V Sdn Ciluar 2, Kabupaten Bogor).

0 6 73

REGISTER PADAGANG PASAR KARANGKOBAR, KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN DIALEK Register Pedagang Pasar Karangkobar, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara Dengan Dialek Banyumasan: Tinjauan Sosiolinguistik.

0 2 15

REGISTER PADAGANG PASAR KARANGKOBAR, KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN DIALEK Register Pedagang Pasar Karangkobar, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara Dengan Dialek Banyumasan: Tinjauan Sosiolinguistik.

0 2 13

HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PRESTASI BELAJAR BAHASA Hubungan Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV di SD Negeri Kecamatan Gebang Kabupaten Purwo

0 1 12

HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PRESTASI BELAJAR BAHASA Hubungan Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV di SD Negeri Kecamatan Gebang Kabupaten Purwo

0 4 18

Hubungan antara Motivasi Belajar, Disiplin Belajar, dan Kemampuan Mengajar Guru dengan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri di Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo.

0 0 2

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN SEGUGUS NYI AGENG SERANG SEMARANG

0 0 74