SIMPUH | Sistem Informasi Perundang-Undangan dan Hukum

(1)

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2008

TENTANG

SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara perlu penyempurnaan Sistem Perencanaan Departemen Agama; b. bahwa untuk menjamin kegiatan perencanaan bidang agama dan

keagamaan berjalan efektif, efisien, dan berdasarkan sistem penyusunan anggaran terpadu, berbasis kinerja dan penyusunan kerangka menengah, maka diperlukan perencanaan pembangunan bidang agama dan keagamaan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286 ); 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Lembaga ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);


(2)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

7. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

8. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian Negara Republik Indonesia;

9. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 116 Tahun 1995 tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama.

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA. KESATU : Menetapkan Sistem Perencanaan Departemen Agama sebagaimana

dimaksud dalam lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA : Sistem Perencanaan Departemen Agama sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU merupakan pedoman bagi para pejabat satuan organisasi dan atau satuan kerja di lingkungan Departemen Agama.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juli 2008

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,


(3)

LAMPIRANKEPUTUSANMENTERIAGAMA NOMOR 85 TAHUN2008

TENTANG

SISTEMPERENCANAANDEPARTEMENAGAMA

BAB I

PENDAHULUAN

A. U m u m

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XI Pasal 29 ayat (1) menegaskan bahwa ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Hal tersebut juga kembali ditegaskan dalam Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal 28E ayat (1) di antaranya menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ini menunjukkan, negara mengakui agama-agama yang ada di Indonesia dan mewajibkan setiap warganya menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Selain itu, negara juga menjamin bahwa setiap individu dapat melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama yang diyakininya. Dengan demikian agama memiliki peran strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya sebagai landasan dan sumber nilai-nilai dalam membangun etika, moral dan perilaku bangsa. Hal ini dapat terwujud apabila pemerintah berperan aktif sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator agar masyarakat dapat dengan mudah dan aman melaksanakan ajaran agamanya. Pemerintah juga menjadi mediator untuk menjembatani kesenjangan kehidupan sosial baik intern maupun antar umat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis penuh toleransi dan saling menghormati.

2. Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin dalam suasana kehidupan penuh toleransi, selaras, seimbang dan berkesinambungan. Sejalan dengan itu, pembangunan agama menjadi prioritas dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan di antaranya untuk


(4)

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kerukunan umat beragama, meningkatkan pelayanan kehidupan beragama, meningkatkan pendidikan agama dan keagamaan, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional.

3. Pembangunan keagamaan juga memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ditandai dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, infak, sodaqoh, hibah, kolekte, dana punia dan dana keagamaan lainnya dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, pembinaan yatim piatu, bantuan bencana alam dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Demikian juga meningkatnya jaminan produk halal telah memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap kehalalan produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya yang dampaknya dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri terhadap produk impor.

4. Perkembangan kehidupan beragama selama ini relatif menggembirakan, terutama pada tingkat pelaksanaan ritual keagamaan yang didukung oleh meningkatnya penyediaan sarana dan fasilitas keagamaan. Kehidupan keagamaan tampak kian semarak yang terefleksikan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang tumbuh subur di masjid, surau, gereja, pura, vihara dan tempat ibadah lainnya. Umat beragama terlihat begitu giat dan makin bergairah dalam menjalankan dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Pengkajian dan pendalaman agama juga intensif dilakukan, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja perkembangan positif ini patut disyukuri dan harus dipertahankan serta ditingkatkan, agar nilai-nilai agama benar-benar berakar kuat di dalam masyarakat.

5. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama belum menunjukkan hasil yang memuaskan, karena belum optimalnya pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, di antaranya adalah kurangnya jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, kurang tertatanya kurikulum, terbatasnya sarana dan prasarana, dan minimnya fasilitas pendukung lainnya. Pendidikan agama dan keagamaan merupakan hal yang sangat penting dan strategis untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Oleh karena itu, pendidikan agama dan keagamaan di semua jalur, jenis dan jenjang perlu makin dimantapkan dengan cara meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, menata-ulang


(5)

kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, dan menambah fasilitas pendukung yang diperlukan.

6. Lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan walaupun secara nyata telah memberikan kontribusi yang amat besar dalam pelayanan pendidikan bagi masyarakat, namun sebagian besar lembaga-lembaga tersebut belum berhasil memerankan fungsi sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat dan belum mampu mengurangi dampak negatif ekstrimisme yang dapat memicu terjadinya perselisihan antar kelompok baik dalam satu agama maupun dengan agama lain.

7. Sesuai dengan agenda pembangunan nasional arah kebijakan peningkatan kualitas kehidupan beragama mencakup:

a. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama Serta Kehidupan Beragama.

1) Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama;

2) Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

3) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia, dan dana paramita, serta meningkatnya profesionalisme tenaga pengelola;

4) Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya;

5) Peningkatan kualitas penataan dan pengelola serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;

6) Peningkatan penghematan biaya ongkos naik haji, pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap jemaah haji;

7) Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika;

8) Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan

9) Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama.


(6)

b. Peningkatan Kerukunan Intern dan Antar Umat Beragama

1) Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial di dalam kelompok-kelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat;

2) Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat yang mengandung sentimen keagamaan dengan mencermati secara responsif dan mengantisipasi secara dini terjadinya konflik;

3) Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui mekanisme resolusi konflik, dengan mengutamakan keadilan dan persamaan hak untuk mendapatkan perdamaian hakiki; dan

4) Pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat pasca konflik melalui penyuluhan dan bimbingan keagamaan.

8. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kepada masyarakat, terutama peningkatan kualitas pelayanan aparatur yang bersih dan berwibawa, serta penyusunan anggaran dan kegiatan secara terpadu dan berbasis kinerja, maka perlu disusun sistem perencanaan Departemen Agama.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Buku Sistem Perencanaan (Siscan) Departemen Agama ini disusun dengan maksud untuk menjadi acuan dan pedoman tentang tata cara, proses dan mekanisme perencanaan bagi seluruh pejabat perencanaan pada seluruh satuan kerja Departemen Agama baik di pusat maupun daerah.

2. Tujuan

Terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi dalam penyusunan perencanaan di lingkungan Departemen Agama.

C. A s a s

Untuk menjamin tersusunnya program-program pembangunan bidang agama dan keagamaan yang tepat serta dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasil guna, maka penyusunan rencana dilaksanakan dengan beberapa asas antara lain :

1. Asas sasaran obyektif (pencapaian tujuan). Rencana harus disusun mengacu kepada pencapaian tujuan dan misi pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama;


(7)

2. Asas kesederhanaan, logis dan jelas. Kedayagunaan pelaksanaan rencana akan banyak tergantung oleh kepahaman para pelaksana dan mereka yang terkait. Oleh karena itu perencanaan harus jelas, sederhana dan berdasarkan asumsi dan alasan yang logis (memperhatikan logical frame work approach);

3. Asas keterpaduan. Keterpaduan mengandung arti bersifat menyeluruh (comprehensive) dan terkoordinasikan secara baik horisontal dan vertikal. Demikian juga memperhatikan saling terkait antara tugas umum pemerintahan, tugas pembangunan, antara fungsi agama dengan fungsi lain, antar program, termasuk antara kegiatan-kegiatan yang sumber dananya berbeda;

4. Asas partisipasi, penyusunan rencana, selain menekankan kepada penyusunan langkah – langkah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dari atas (top down planning), juga harus menampung secara tepat aspirasi dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah yang berbeda (bottom up planning) sesuai jiwa UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

5. Asas prioritas setiap program pembangunan harus ditujukan pada pencapaian nilai manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional dan memperhatikan kepentingan rakyat sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Mengingat kemampuan penyediaan sumber daya yang terbatas maka pendayagunaannya haruslah disusun menurut skala prioritas;

6. Asas pembagian kewenangan dan tanggung jawab. Proses perencanaan disusun secara bertingkat dan selanjutnya dibagi secara jelas kewenangan dan tanggung jawab perencana dan pelaksana pada tiap eselon dan antara satker pusat dengan satker daerah, sehingga dapat dicegah tumpang tindih dan kesimpang siuran proses perencanaan harus dilaksanakan melalui hirarki organisasi dan sesuai dengan kewenangan yang ada;

7. Asas aspiratif, perencanaan harus dapat mememenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat;

8. Asas realistis, perencanaan harus melihat kemampuan anggaran yang tersedia dengan tetap mengutamakan skala prioritas.

D. Pengertian-pengertian

1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.;


(8)

2. Perencanaan terpadu adalah suatu sistem perencanaan yang bersifat menyeluruh terkoordinasi, dinamis dan realistis dalam memperhitungkan sumber dana dan daya yang tersebar;

3. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Departemen Agama, yang selanjutnya disebut RKA-KL Departemen Agama adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan Departemen Agama yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Strategis Departemen Agama dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya;

4. Kebijakan adalah suatu keputusan pimpinan yang berisi arah dan prinsip-prinsip dalam menentukan langkah lebih lanjut;

5. Pogram adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu perogram dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;

7. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan;

8. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar;

9. Efisiensi adalah derajat hubungan antara barang/jasa yang dihasilkan melalui suatu program/kegiatan dan sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang /jasa tersebut yang diukur dengan biaya per unit keluaran (output); 10.Efektifitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program/kegiatan


(9)

BAB II

TATA CARA DAN PROSES PENYUSUNAN RENCANA

Tata cara dan proses penyusunan rencana agar berjalan secara efektif dan efisien dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

A. Tata Cara

1

. Penelaahan Tugas dan Fungsi

Penelaahan tugas dan fungsi organisasi merupakan acuan dalam penjabaran program dan kegiatan. Hal ini dapat dijabarkan dari Peraturan Menteri Agama tentang organisasi dan tata kerja serta uraian pekerjaan. Ini adalah mandat yang diberikan kepada organisasi oleh lembaga yang berwenang. Penelaahan tugas dan fungsi, juga meliputi penegasan kembali tentang visi dan misi tentang nilai-nilai yang diyakini dan mempertahankan tujuan sebagai sasaran akhir yang harus dicapai dalam perencanaan. Penelaahan mandat seperti ini sangat penting, karena mandat itulah tujuan akhir organisasi, yang sekaligus akan memberikan bimbingan agar perencanaan tidak melenceng dari tugas dan fungsi organisasi. 2. Penelaahan Kebijakan

a. Sumber Penelaahan Kebijakan

1) Rujukan pertama dalam penyusunan rencana adalah kebijakan pemerintah yang sedang berlaku. Berdasarkan sistem pemerintahan negara di Indonesia, urutan hierarkis tingkat-tingkat kebijakan dari yang tertinggi sampai yang terendah, berikut pemegang kewenangan serta produksinya masing-masing adalah sebagai berikut:

a) Kebijakan Nasional, ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

b) Kebijakan Umum, ditetapkan oleh Presiden berupa : 1) Undang-undang (UU), ditetapkan bersama DPR 2) Peraturan Pemerintah (PP)

3) Peraturan Presiden

4) Keputusan Presiden (Keppres) 5) Instruksi Presiden (Inpres)

c) Kebijakan pelaksanaan ditetapkan oleh Menteri berupa : 1) Peraturan Menteri


(10)

2) Keputusan Menteri 3) Instruksi Menteri 4) Surat Edaran Menteri

d) Kebijakan teknis ditetapkan oleh Direktur Jenderal/Pejabat Eselon I sesuai dengan bidangnya.

1) Peraturan Dirjen/Eselon I 2) Keputusan Dirjen/Eselon I 3) Instruksi Dirjen/Eselon I

4) Surat edaran dari pejabat yang bersangkutan.

e) Di daerah dengan sendirinya juga harus diperhatikan peraturan daerah, surat keputusan Gubernur/Kepala Daerah, Kebijakan Kanwil DJPB dan surat keputusan Kepala Kanwil, dalam hal yang terkait dengan instansi Departemen Agama.

2) Sumber lain.

a) Masukan para pejabat yang berkaitan dengan bidang tugas Departemen Agama, termasuk dari Pemda ;

b) Saran-saran, usul-usul dan sumbangan pikiran dari satuan kerja; c) Saran-saran, usul-usul dan sumbang pikir dari masyarakat;

d) Informasi-informasi yang berkembang di dalam masyarakat yang antara lain berupa harapan-harapan dan keinginan umat beragama. b. Proses penelaahan kebijakan. Dalam menelaah suatu kebijakan untuk

penyusunan rencana di lingkungan unit/ satuan kerja masing-masing, perlu ditempuh beberapa tahapan sebagai berikut :

1) Inventarisasi dan pengumpulan kebijakan/peraturan yang ada.

2) Penelaahan terhadap kebijakan/peraturan tersebut, dengan maksud untuk mengetahui :

a) Sejauhmana kebijakan tersebut dapat dilaksanakan;

b) Apakah ada kesenjangan antara apa yang ada dalam perumusan dengan yang nampak dalam pelaksanaannya;

c) Apakah masih konsisten dengan yang lebih tinggi.

Hasil dari penelitian tersebut, akan menentukan apakah kebijakan tersebut dapat dijadikan rujukan utama di dalam perencanaan yang akan disusun.

3) Ikhtisar perumusan kebijakan, yaitu berupa penafsiran berdasarkan kepada ketentuan/peraturan yang ada dan masih berlaku, dengan juga


(11)

memperhatikan dan memasukkan berbagai norma dan saran di lingkungan unit/satuan kerja masing-masing. Dengan cara ini diharapkan unit/satuan kerja yang bersangkutan mempunyai perumusan tentang

“mission statement” bagi unit/satuan kerja tersebut, secara jelas dan gamblang. Di dalamnya diharapkan sudah tersusun secara konkret tentang:

a) Apa yang harus dilakukan b) Apa yang dilarang dilakukan c) Apa yang baik dilakukan d) Apa yang boleh dilakukan

e) Nilai (values), filsafat dan visi. Adanya perumusan ikhtisar kebijakan yang jelas ini sangat penting, karena hanya dengan cara ini maka langkah-langkah berikutnya didalam perencanaan, dapat dibuat dengan jelas. Semakin jelas perumusan tentang tugas suatu lembaga unit/satuan kerja, semakin besar kemungkinan berhasilnya pencapaian tugas tersebut.

3. Menetapkan Tujuan

a. Tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perencanaan hendaknya dirumuskan secara logis, dengan memperhatikan sebab akibat, mempunyai indikator pengukuran keberhasilan, serta dapat diverifikasi. Juga didalamnya disebutkan suatu asumsi, ialah suatu perkiraan/keyakinan tentang faktor luar yang mendasari keberhasilan pencapaian sesuatu tujuan. Dengan demikian suatu tujuan harus dirumuskan secara SMART (Specific/sangat jelas kualitas tertentu, Measurable atau dapat diukur Agreed upon atau disepakati bersama, Realistis/dan Time and cost framed mengandung perkiraan waktu dan biaya). Prinsip lain dapat dikatakan bahwa suatu tujuan harus mengandung unsur KKWT (Kualitas, Kuantitas, Waktu, Tujuan).

b. Jika kebijakan, peraturan, norma, nilai, filsafat dan visi merupakan tugas yang datang dari “luar” dan merupakan mandat bagi suatu unit/satuan kerja, maka “tujuan” adalah sasaran yang ingin dicapai untuk suatu jangka waktu tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan, tujuan adalah perumusan tugas yang datangnya dari “dalam” organisasi/satuan kerja itu sendiri.


(12)

Perumusan tujuan yang jelas akan membantu mengenali permasalahan di sekitar organisasi/unit kerja yang kelak akan menjadi dasar dalam analisa KEKEPAN (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman/SWOT analysis).

4. Analisis Kekepan (SWOT Analysis)

Tahap ketiga dari perencanaan adalah melakukan analisis KEKEPAN atau analisis SWOT, yakni menganalisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (KEKEPAN) atau dalam bahasa asing di sebut analisis tentang

strength, weaknesses, opportunities dan threats (SWOT). Pelaksanaan analisis ini sangat bergantung kepada tersedianya data, dan untuk itu perlu memberi perhatian akan hal-hal sebagai berikut :

a. Tersedianya data berikut analisisnya sangat menentukan dalam ketepatan perumusan perencanaan. Untuk itu setiap unit satuan kerja, terutama di tempat unit perencanaan harus tersedia data analisis data.

b. Data dikumpulkan dengan berbagai cara seperti : penelitian, laporan, hasil kegiatan, peninjauan, berita surat kabar/majalah atau bahan yang khusus dikumpulkan.

c. Perlu diperhatikan relevansi data. Artinya data yang dikumpulkan hendaknya dibatasi untuk suatu kegunaan tertentu, dalam hal ini perencanaan pada level masing-masing.

d. Data dibedakan antara internal dan eksternal.

Artinya data dari dalam organisasi satuan kerja (intern) dan data dari luar satuan kerja (ekstern) yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi organisasi itu.

e. Data eksternal meliputi :

1) Dilihat dari peluang dan ancaman data eksternal dapat dibedakan : - Ideologi dan Politik

- Sosial dan budaya - Ekonomi dan Teknologi - Hankam

2) Berbagai peluang dan ancaman dapat dibedakan dari sisi clients dan mitra kerja

3) Berbagai peluang dan ancaman dari sisi pesaing dan unsur-unsur luar/asing.

f. Data internal dibedakan dalam 3 (tiga) hal yaitu : 1) Data masukan (input, sumber-sumber);


(13)

2) Data proses (kegiatan/strategi);

3) Data hasil (output, outcomes, capaian/kinerja);

4) Data berdasarkan penganggaran (APBN, Non APBN).

g. Data masukan meliputi :

1) Data personil/sumber daya manusia (klasifikasi, usia, jumlah, pendidikan formal, pelatihan, gaji, kecakapan) dan lain-lain.

2) Data material meliputi keuangan sarana, meubelair, perlengkapan, ATK, baik dalam hal jumlah, kualitas maupun manfaat;

3) Data sumber informasi dan komunikasi seperti majalah komputer, kendaraan, telepon, formulir, bulletin, buku perpustakaan dan lain-lain, dicatat menurut jumlah dan mutu.

4) Sumber metodologi, dalam hal ini berbagai metode dan teknik yang digunakan dalam melaksanakan tugas.

h. Data proses adalah data yang menyangkut langkah-langkah strategi atau kegiatan-kegiatan yang sudah atau sedang berjalan misalnya : training, pembangunan, rehabilitasi, pengadaan, pelayanan, dan lain-lain. Dicatat kualitas, kuantitas, waktu dan tempat (KKWT)nya.

i. Data hasil kegiatan dibedakan antara :

1) Hasil langsung yang nampak sebagai akibat kegiatan yang baru berjalan (output) misalnya : murid yang lulus ujian, peserta lulus training, hasil statu seminar atau sarasehan.

2) Hasil lanjutan terhadap sasaran (clients atau stake holders, impact) yaitu pengaruh kepada masyarakat akibat kegiatan yang kita selenggarakan. Misalnya : masyarakat lebih tekun, lebih sosial, lebih aman akibat dibangunnya masjid atau akibat adanya da’wah.

j. Data berdasarkan penganggaran : 1) APBN

Misal : Jumlah madrasah yang dibantu oleh Negara/Departemen Agama melalui APBN

2) Non APBN

Misal : Jumlah madrasah swasta yang didanai oleh masyarakat.

k. Data ini dikategorikan seperti tersebut di atas dan disusun oleh unit kerja di pusat atau di daerah. Tiap unit kerja, tentu akan mempunyai data yang berlainan untuk masing-masing pengelompokan tersebut di atas, sesuai dengan pembidangannya.


(14)

l. Pengumpulan data dilakukan secara berangsur dengan teknik : 1) Mengikhtisarkan laporan;

2) Meminta informasi khusus melalui surat atau daftar isian (kuisioner) 3) Wawancara

4) Observasi/peninjauan 5) Diskusi

6) Dan lain-lain

m. Data yang terkumpul dan dipisahkan dalam 3 (tiga) katagori di atas (input, proses, output/dampak) disusun analisisnya :

1) Untuk unsur eksternal dilihat dari peluang dan gangguan; 2) Untuk unsur internal dilihat dari kekuatan dan kelemahan; 3) Antara 1 dan 2, juga diperhatikan korelasinya (hubungannya).

B. Proses Peyusunan Rencana

Proses penyusunan rencana dilakukan agar tahapan penyusunan dapat dilaksanakan secara tertib dan teratur sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan. Disamping untuk menetapkan sejumlah alternatif kegiatan yang akan dilaksanakan dan memilih kegiatan prioritas. Kegiatan ini pada dasarnya adalah merumuskan jawaban organisasi/unit atau satuan kerja sehubungan dengan tugas, fungsi, tujuan yang telah ditetapkan dan analisis KEKEPAN yang telah dilakukan. Untuk itu, secara bertahap dilakukan :

1. Inventarisasi kegiatan

Inventaisasi kegiatan dapat dilakukan melalui cara-cara

a. Curah pendapat, yang dilaksanakan tingkat satuan organisasi dan satuan kerja baik di pusat maupun di daerah;

b. Menghimpun hasil seminar, lokakarya, rapat kerja dan penelitian yang dilaksanakan oleh unit Direktorat Jenderal maupun oleh Badan Litbang dan Diklat, IAIN, UIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN; c. Menghimpun usulan-usulan dari unit-unit pelaksana teknis seperti IAIN,

UIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN dan madrasah, Lajnah Pentashihan Musha Al-Qur’an serta Balai;

d. Menerima umpan balik hasil evaluasi pelaksanaan program kerja tahun yang lalu, baik melalui unit kerja yang berada di pusat maupun melalui unit pelaksana teknis di daerah;

e. Menerima umpan balik hasil pengawasan, baik pengawasan fungsional maupun pengawasan yang dilakukan melalui masyarakat;


(15)

f. Menampung saran-saran DPR RI yang disampaikan melalui rapat bersama Menteri Agama dan DPR RI.

Hasil dari keenam sumber tersebut kemudian dirangkum menjadi satu, dalam “Daftar Pilihan Kegiatan”.

2. Penentuan Prioritas

Pada tahap ini Daftar Alternatif Kegiatan tersebut dikualifikasi dengan berbagai pertimbangan, sehingga diperoleh suatu daftar urutan prioritas. Daftar urutan prioritas ini dimaksudkan agar kegiatan yang dilakukan pada nomor urut awal akan mendapatkan prioritas untuk diprogramkan pada tahun bersangkutan. Dengan demikian, apabila dalam penjabaran rencana tahunan harus diadakan pengurangan kegiatan, maka kegiatan pada nomor-nomor urut akhir akan ditunda dari rencana tahun bersangkutan. Penentuan prioritas ini perlu dilakukan, mengingat bahwa tidak mungkin seluruh kegiatan yang menjadi tugas dan fungsi satuan organisasi tersebut dapat dilaksanakan serentak dalam waktu satu tahun atau waktu tertentu, karena keterbatasan sumber dana. Pedoman yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan prioritas antara lain adalah sebagai berikut :

a. Urgensi suatu kegiatan.

Kegiatan yang dinilai mendesak untuk dilaksanakan, harus mendapatkan prioritas utama dalam penyusunan program. Dalam kaitannya dengan kebijakan pejabat eselon I akan dilihat sejauhmana beberapa kegiatan yang tidak terkait langsung dengan anggaran, tetapi mendapatkan perhatian besar dalam kebijakannya dan kegiatan tersebut memang dapat dilaksanakan. Beberapa kegiatan dalam rangka pembinaan organisasi dan tatalaksana, walaupun tidak disediakan anggarannya secara langsung, kegiatan pembinaan tersebut tetap dilaksanakan. Sebagai contoh dalam pembinaan bidang pendidikan agama Islam setelah berlakunya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka semua kegiatan dalam rangka pelaksanaan undang-undang tersebut harus mendapat prioritas utama dalam penyusunan program, karena kegiatan pelaksanaan undang-undang tersebut bersifat mendesak dan tidak dapat ditangguhkan pada tahun berikutnya.

Demikian pula dengan telah diundangkannya UU No. 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji dan UU No. 38 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.


(16)

b. Adanya Sinergi

Sinergi terjadi bila terdapat efek terapi lebih besar dalam hal dua macam obat atau lebih digunakan bersama-sama, dibandingkan dengan efek terapi bila masing-masing obat diberikan masing-masing tersendiri. Sinergi (sinergisme) dalam administrasi, diperoleh bila dua kegiatan atau lebih yang dikerjakan bersama-sama mempunyai tingkat produktifitas yang lebih tinggi dibandingkan bila pekerjaan tersebut dilakukan sendiri-sendiri.

c. Luasnya jangkauan sasaran

Suatu program atau kegiatan yang menjangkau sasaran yang lebih luas (dengan biaya dan waktu yang sama), baik ditinjau dari segi kuantitatif penduduk maupun luas geografisnya, patut dipertimbangkan untuk diprioritaskan.

d. Multiplier effect

Suatu kegiatan walaupun kelihatannya sederhana, kadang-kadang mempunyai dampak positif bagi kehidupan/kelangsungan hidup organisasi. Kegiatan penataan arsip misalnya mempunyai efek ganda (multiplier effect) terhadap kegiatan lain seperti kelancaran pelayanan, penghematan waktu bagi pimpinan dan lain-lain.

Memprioritaskan kegiatan yang berefek ganda akan memperlancar usaha dan kegiatan-kegiatan lain.

d. Resiko dan dampak paling minim.

Bila menghadapi dua atau lebih pilihan, maka selidiki atau analisis kesemuanya, kemudian dipilih kegiatan yang paling minim resiko yang akan dihadapi atau dampak yang ditimbulkan bila kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan.

e. Langsung melayani masyarakat

Tugas utama organisasi pemerintah adalah pelayanan masyarakat (public service). Karena itu memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang bersifat pelayanan langsung pada masyarakat sangat dianjurkan. Sebagai contoh penyempurnaan organisasi lebih diprioritaskan untuk Madrasah dan Kantor Urusan Agama (KUA) dari pada untuk tingkat Pusat dan Kanwil. f. Partisipasi masyarakat

Kegiatan-kegiatan yang didukung oleh partisipasi masyarakat banyak, kadang-kadang perlu dipertimbangkan untuk diprioritaskan. Sebagai contoh di lingkungan Departemen Agama partisipasi masyarakat


(17)

tersebut amat diperlukan saat pemerintah menggalang kerukunan umat beragama atau pembangunan rumah ibadah.

Penentuan prioritas kegiatan tersebut dapat dilakukan sedikitnya dalam dua tahap :

a. Oleh masing-masing unit/satuan kerja yang membuat perencanaan seperti Direktorat, Biro, Pusat, Kanwil, Bidang, Kandepag, UIN, IAIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN dan STABN.

b. Dalam rapat koordinasi yang diadakan untuk ini, yaitu :

1) Rakor perencanaan unit eselon I dengan unit kerja eselon II di lingkungannya.

2) Rakor Perencanaan Kandepag dengan satuan-satuan kerja di lingkungannya.

3) Rakor perencanaan Kanwil dengan Bidang, Pembimbing di lingkungannya, termasuk UIN, IAIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Balai Penelitian, dan Balai Diklat.

4) Rakor perencanaan Departemen Agama dengan unit kerja dibawahnya.

3. Penjabaran Program

Penjabaran program merupakan proses kelanjutan untuk menterjemahkan rencana/kegiatan yang telah ditetapkan di atas. Beberapa unsur perlu diperjelas di dalam penjabaran ini, yaitu tujuan kegiatan, tujuan tiap langkah kegiatan, keperluan staf, koordinator, waktu yang diperlukan, tempat, hubungan dengan kegiatan lain, kemungkinan permasalahan yang dihadapi, kemungkinan mengatasi permasalahan, rencana darurat bila rencana pertama tidak terlaksana.

a. Tujuan kegiatan

Setiap kegiatan disusun tujuannya secara jelas dengan menggunakan formula yang diuraikan diawal bab ini antara lain berisi empat unsur KKWT;

b. Langkah-langkah kegiatan

Tujuan kegiatan diatas melahirkan langkah-langkah lebih kecil dari suatu kegiatan/program yang besar. Langkah-langkah adalah penjabaran lebih lanjut dari cara mencapai tujuan suatu kegiatan;


(18)

c. Tujuan tiap langkah kegiatan

Seperti juga huruf a di atas, untuk tiap langkah yang lebih kecil, hendaknya jelas pula tujuan masing-masing dengan tetap memiliki kriteria KKWT; d. Keperluan staf/koordinator

Pada tahap ini keperluan staf, organisasi koordinator, berikut kriteria personil sudah dibicarakan;

e. Waktu kegiatan dan jadual

Tiap kegiatan mempunyai jumlah waktu penyelesaian sendiri, ada yang lebih singkat ada yang lebih lama. Kesemuanya, kelak disusun dalam suatu jadual, yang dapat diwujudkan dalam bentuk bar chart atau flow chart; f. Tempat

Dimana suatu kegiatan akan diadakan, pada tahap ini sudah harus disebutkan, kalau dapat lebih terperinci, termasuk yang menyangkut kriteria tempat yang diperlukan;

g. Hubungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya

Untuk memahami bahwa antara satu kegiatan dengan yang lainnya terdapat kaitannya yang jelas diperlukan uraian adanya kaitan tersebut. Tidak semua kegiatan ada kaitan langsung, tetapi pada beberapa kegiatan jelas ada dan hal ini akan menolong dalam pembuatan flow chart yang harus menunjukkan keterkaitan diantara kegiatan yang memang berkaitan.

h. Antisipasi permasalahan

Sejak awal sudah perlu diantisipasi masalah-masalah yang bakal muncul dengan adanya suatu kegiatan, selain untuk semakin efektif mencapai tujuan, antisipasi ini juga perlu agar pelaksana sudah berjaga-jaga sebelumnya. Beberapa kemungkinan gagalnya atau kurang berhasilnya program antara lain :

1) Terlambatnya dana 2) Kurangnya koordinasi

3) Masyarakat yang tidak memahami perlunya program (kondisi masyarakat)

4) Harga barang naik dibanding sebelum kegiatan (situasi perekonomian) Dalam suatu matrik uraian program, selain membuat hal-hal di atas, juga disertakan cara-cara penanggulangan bila permasalahan tersebut muncul. Dengan lain perkataan, suatu rencana darurat (contingency plan) perlu dirumuskan, sehingga program tidak harus gagal sama sekali.


(19)

i. Selain kejelasan dari unsur-unsur diatas penjabaran program ini juga perlu memperhatikan :

1) Kelompok-kelompok kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan dalam masa jangka waktu tertentu (lima tahun atau satu tahun);

2) Rincian menurut unit kerja eselon I pusat dan pelaksana utama di daerah; 3) Dana untuk membiayai kegiatan unit eselon pusat daerah;

4) Unit pelaksana kegiatan di pusat dan daerah.

j. Lebih lanjut dari kegiatan ini, adalah penuangan rencana tersebut didalam RKA-KL menjadi DIPA atau form rencana lainnya sesuai dengan sumber pembiayaan untuk kegiatan tersebut.

1) Program-program yang dibiayai dari anggaran APBN disusun sebagai pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan dalam RPJM bidang agama dan atau RENSTRA (Rencana Strategis) bidang agama; 2) Program regional dan partisipasi masyarakat (swadana), disusun menurut

rencana/anggaran daerah, dan partisipasi masyarakat/umat beragama, sebagai program-program pendukung.

3) Program-program lintas sektoral, yang bersumber dari anggaran non sektoral agama, dalam rangka kerja sama antar Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen.

4) Program dengan biaya yang diperoleh dari kerja sama luar negeri, dalam rangka kerja sama antar negara di bidang agama dan kemasyarakatan. d. Penganggaran

Langkah berikutnya adalah menyusun anggaran tahunan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Departemen Agama dengan menggunakan pendekatan penganggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran berbasis kinerja yang selanjutnya menjadi dasar penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.

4. Elemen Perencanaan

Setelah memperhatikan proses umum penyusunan perencanaan perlu diperhatikan elemen-elemen penting dalam perencanaan, yaitu yang berkaitan dengan : (1) unsur perencana, (2) jangka waktu perencanaan dan (3) tingkat perencana.

a. Unsur perencana adalah satuan organisasi yang berwenang menyiapkan perencanaan.

Di lingkungan Departemen Agama, unsur perencana adalah semua unit kerja eselon I, eselon II, di pusat dan daerah.


(20)

b. Jangka waktu perencanaan :

1) Jangka panjang 20 tahun (RPJPN) 2) Jangka Menengah 5 tahun (RPJMN)

3) Jangka Pendek (satu tahun) atau Renja-KL/RKA-KL

c. Tingkat Perencana: 1) Tingkat Departemen 2) Tingkat Eselon I 3) Tingkat Provinsi

4) Tingkat Kabupaten/Kota


(21)

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RENCANA PROSES PERENCANAAN

TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V TAHAP VI PENELAAHAN KEBIJAKAN MENETAPKAN TUJUAN ANALISIS KEKEPAN (SWOT) INVENTARISASI ALTERNATIF DAN MENETAPKAN KEGIATAN PENJABARAN PROGRAM PENG-ANGGARAN

a. Penelaahan fungsi dan tugas pokok - Penelaahan misi dan visi b. Kebijakan Pemerintah c. Proses Penelaahan - Inventarisasi dan Penyem- purnaan - Penelaahan Kebijakan - Ikhtisar - Permasaalahan Kebijakan Tujuan harus mengandung unsur-unsur KKWT : - Kualitas - Kuantitas - Waktu - Tempat

1.Faktor ekstern a. Peluang (O) b. Ancaman (T) 2. Faktor Intern a. Kekuatan (S) b. Kelemahan(W) sangat tergantung dari masukan/ data

- Inventarisasi alternatif - Penentuan

prioritas

- Tujuan kegiatan -

Langkah-langkah kegiatan - Tujuan tiap langkah - Keperluan Staf/ koordinator - Waktu/jadwal - Tempat - Koordinasi - Antisipasi masalah Penyusunan bahan usulan RAPBN sesuai dengan : - Fungsi - Sub fungsi - Program

5. Program dan Kegiatan

Dalam setiap penyusunan program dan kegiatan baik tahunan maupun lima tahunan sebagai acuan adalah arah kebijakan Departemen Agama yaitu:

a. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman serta kehidupan beragama, dengan kegiatan :

1) Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama;

2) Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;


(22)

3) Peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan;

4) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia, dan dana paramita; dan peningkatan profesionalisme tenaga pengelola;

5) Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya, terutama yang bertugas di daerah rawan konflik dan daerah terpencil;

6) Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;

7) Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika; 8) Peningkatan penghematan biaya ongkos naik haji, pencegahan korupsi, dan

peningkatan kualitas pelayanan terhadap jemaah haji;

9) Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; serta

10) Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama.

b. Peningkatan Kualitas Kerukunan Intern dan Antar umat Beragama, dengan kegiatan:

1) Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial didalam kelompok-kelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat;

2) Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat yang mengandung sentimen keagamaan dengan mencermati secara responsif dan mengantisipasi secara dini terjadinya konflik;

3) Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui mekanisme resolusi konflik, dengan mengutarakan keadilan dan persamaan hak untuk mendapatkan perdamaian hakiki;

4) Pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat pasca konflik melalui penyuluhan dan bimbingan keagamaan;


(23)

5) Peningkatan kerjasama intern dan antar umat beragama di bidang sosial ekonomi.

6) Peningkatan wawasan multikultural di kalangan umat beragama;

6. Operasional Program dan Kegiatan

Dari dua arah kebijakan dijabarkan ke dalam 5 (lima) fungsi 21 (dua puluh satu) program dan kegiatan pokok sebagai berikut:

a. Fungsi Pelayanan Umum:

1) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara dengan kegiatan:

a) Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat;

b) Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan terakunkan;

c) Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum; d) Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehenship;

e) Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja; f) Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional;

g) Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong peningkatan implementasinya pada seluruh instansi;

h) Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP (Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah) dan perbaikan kualitas informasi hasil pengawasan; dan

i) Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.

2) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, dengan kegiatan :


(24)

a) Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip good governance;

b) Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan NKRI dan mempercepat proses desentralisasi;

c) Menyempurnakan struktur jabatan negara dan jabatan negeri;

d) Menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota;

e) Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien; dan

f) Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip nasional.

3) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, dengan kegiatan :

a) Menata kembali sumber daya aparatur sesuai dengan kebutuhan akan jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS;

b) Menyempurnakan sistem manajemen pengelolan sumber daya aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi serta sistem rekruitmen pegawai;

c) Meningkatkan kompetensi sumber daya aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya;

d) Menyempurnakan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan diklat PNS;

e) Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen kepegawaian;

f) Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme penegakan hukum disiplin lainnya;

g) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur melalui pendidikan dan latihan a) Prajabatan b) Diklat PIM dan c) Pentaloka.


(25)

a) Meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat;

b) Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung penerimaan keuangan negara seperti PNBP;

c) Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik melalui deregulasi, dan debirokratisasi;

d) Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;

e) Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas aparat publik;

f) Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik;

g) Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;

h) Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk dimasing-masing wilayah; dan

i) Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada publik.

5) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara,

dengan kegiatan :

a) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan; dan b) Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk

pembangunan, perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai dengan dengan kebutuhan dan kemampuan kemampuan negara.

6) Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik, dengan kegiatan :

a) Menyediakan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan;

b) Mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan dan kepemerintahan;


(26)

c) Menyelenggarakan koordinasi dan konsultasi rencana dan program kerja kementerian dan lembaga;

d) Mengembangkan sistem, prosedur dan standarisasi administrasi pendukung pelayanan; dan

e) Meningkatkan fungsi manajemen yang efektif dan efisien.

b. Fungsi Pariwisata dan Budaya

Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda dengan kegiatan:

1) Peningkatkan wawasan dan sikap mental pemuda dalam pembangunan; 2) Peningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kewirausahaan pemuda;

3) Peningkatkan kreativitas dan inovasi pemuda sebagai wadah penyaluran minat dan bakat;

4) Peningkatkan advokasi dan penyelamatan pemuda dari bahaya NAPZA dan HIV/AIDS; dan

5) Peningkatkan dukungan sarana dan prasarana pembangunan kepemudaan.

c. Fungsi Agama meliputi:

1) Program Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama, dengan kegiatan:

a) Pemberianbantuan untuk : pembangunan dan rehabilitasi tempat ibadah dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan; sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja, pelaba pura dan wihara serta hibah dan bantuan kitab suci dan lektur keagamaan;

b) Peningkatan pelayanan pembinaan keluarga sakinah/sukinah/hita sukaya/ bahagia; peningkatan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas pencatat nikah serta pembangunan dan rehabilitasi balai nikah dan penasehatan perkawinan (KUA); pembinaan remaja usia nikah dan calon pengantin serta pembinaan pasca nikah;

c) Peningkatan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan untuk pengembangan SDM dan pengembangan sosial kemasyarakatan;


(27)

d) Perbaikan sistem penyelenggaraan haji, peningkatan kualitas pembinaan, pelayanan, perlindungan jamaah, efisiensi, transparansi, dan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan ibadah haji;

e) Peningkatan pembinaan jaminan produk halal dan pelatihan bagi pelaku usaha, auditor, meningkatkan kerja sama instansi pemerintah dan masyarakat dalam jaminan produk halal; dan pemantapan landasan peraturan perundang-undangan pelayanan kehidupan beragama;

f) Peningkatan pelayanan dan pengelolaan zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia dan dana paramita serta ibadah sosial lainnya;

g) Pengembangan sistem informasi keagamaan; h) Peningkatan sarana dan tenaga teknis hisab rukyat.

2) Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan, dengan kegiatan :

a) Peningkatan kualitas melalui bantuan operasional; menyediakan sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan; pelatihan dan orientasi bagi penyuluh/da’i/mubaligh/juru penerang/pemuka agama; serta pemberian bantuan paket dakwah untuk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pasca konflik dan bencana alam;

b) Pemberian bantuan penyelenggaraan musabaqah tilawatil qur’an (MTQ), Pesparawi, Festival Musik Gereja Inkulturatif, Utsawa Dharma Gita, Festival Seni Baca Kitab Suci Agama Budha dan kegiatan sejenis lainnya; c) Pembentukan jaringan dan kerja sama lintas sektor dengan tokoh dan

organisasi masyarakat untuk memberantas pornografi, pornoaksi, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, perjudian, prostitusi, dan berbagai jenis praktik asusila; serta

d) Pemantapan landasan peraturan perundang-undangan serta pembuatan jaringan lintas sektoral penanggulangan pornografi dan pornoaksi, praktek KKN, penyalahgunaan narkoba, perjudian, prostitusi dan berbagai jenis praktek asusila.

e) Pengembangan materi metodologi, manajemen, penyuluhan dan bimbingan keagamaan,.


(28)

3) Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama, dengan kegiatan:

a) Pengkajian dan pengembangan dalam rangka pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan keagamaan; kualitas pendidikan agama dan keagamaan; pemberdayaan dan pemanfaatan lektur keagamaan; dan melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks.

b) Pembangunan hubungan antar umat beragama, majelis agama dengan pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah;

c) Pendirian sekretariat bersama antar umat beragama di seluruh provinsi dan penyediaan data kerukunan umat beragama; peningkatan potensi kerukunan hidup umat beragama melalui pemanfaatan budaya setempat dan partisipasi masyarakat seperti kegiatan bedah kampung, perbaikan lembaga pendidikan dan rumah ibadah; dan mendorong tumbuh kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai penggerak pembangunan; d) Silaturahmi/safari kerukunan umat beragama baik nasional maupun di

tingkat daerah/regional; Pembentukan Forum Komunikasi Kerukunan Antarumat Beragama di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan; melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi kerukunan antarumat beragama dan meningkatkan peran jaringan kerjasama antarumat beragama; dan silaturahmi antara pemuka agama, cendekiawan agama, dan tokoh agama;

e) Rekonsiliasi tokoh-tokoh agama dan pembinaan umat beragama di daerah pasca konflik; dan penyelenggaraan lomba kegiatan keagamaan bernuansa kerukunan di daerah potensi konflik;

f) Pengembangan wawasan multikultural bagi guru-guru agama dan peningkatan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama;

4) Program Penelitian dan Pengembangan Agama, dengan kegiatan :

a) Pengkajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan beragama (pendidikan agama dan keagamaan);


(29)

pemberdayaan serta pemanfaatan lektur keagamaan; dan melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks;

b) Identifikasi dan merumuskan indikator kinerja pembangunan bidang agama; bidang pendidikan agama dan keagamaan;

c) Peningkatan kreativitas masyarakat untuk menghasilkan karya ilmiah dan karya tulis di bidang keagamaan;

d) Kajian terhadap peraturan tentang kehidupan umat beragama dan rancangan undang-undang kerukunan hidup umat beragama;

e) Penelitian, kajian, dan pemetaan konflik sosial keagamaan;

g) Pengembangan hasil-hasil penelitian dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama.

h) Melaksanakan pentashihan Al Qur’an dan naskah-naskah keagamaan;

5) Program Pengembangan Lembaga-lembaga Sosial Keagamaan dan

Lembaga Pendidikan Keagamaan, dengan kegiatan :

a) Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan, seperti organisasi keagamaan, LP2A, BKM, LPTQ, BP4, BAZ, LAZ, BWI, pengelola dana sosial keagamaan melalui peningkatan program dan pembangunan sarana serta kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

b) Pemberian bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; subsidi dan imbal-swadaya pembangunan dan rehabilitasi sarana serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan

block-grant dalam pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

c) Pembangunan jaringan kerja sama dan sistem informasi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan melakukan kunjungan belajar antar lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

d) Pengkajian, penelitian, dan pengembangan mutu pembinaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan.


(30)

d. Fungsi Pendidikan meliputi :

1) Program Pendidikan Anak Usia Dini, dengan kegiatan :

a) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada seperti ruang kelas MI untuk menyelenggarakan PAUD yang disesuaikan dengan kondisi daerah/ wilayah;

b) Pengembangan kurikulum dan bahan ajar yang bermutu serta perintisan model-model pembelajaran PAUD, yang mengacu pada tahap-tahap perkembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya dan seni;

c) Peningkatan pemahaman mengenai pentingnya pendidikan PAUD kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah daerah, sebagai upaya membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan lebih lanjut;

d) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan anak usia dini sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.

2) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dengan kegiatan :

a) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas termasuk pembangunan unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB), rehabilitasi gedung sekolah/pendidikan, laboratorium, perpustakaan, sarana olah raga, alat keterampilan, buku pelajaran dan peralatan peraga pendidikan, serta penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan secara lebih merata, bermutu, tepat lokasi, terutama untuk daerah pedesaan; wilayah terpencil dan kepulauan;

b) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar baik melalui jalur formal maupun non formal untuk memenuhi kebutuhan, kondisi, dan potensi anak termasuk anak dari keluarga miskin dan berprestasi yang tinggal di wilayah perdesaan lainnya;

c) Peningkatan upaya penarikan kembali siswa putus sekolah jenjang MI/Paket A dan MTs/Paket B dan lulusan MI/Paket A yang tidak


(31)

melanjutkan kedalam sistem pendidikan serta mengoptimalkan upaya menurunkan angka putus sekolah tanpa diskriminasi gender;

d) Pengembangan kurikulum nasional dan lokal yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni termasuk pengembangan pendidikan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan peserta didik;

e) Peningkatan mutu kelembagaan dan lulusannya;

f) Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan dan buku ilmu pengetahuan dan teknologi;

g) Pembinaan minat, bakat, dan kreativitas peserta didik dengan memberi perhatian pada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; h) Penerapan manajemen berbasis sekolah yang memberi wewenang dan

tanggungjawab pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam mengembangkan institusinya dan meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan setempat;

i) Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk memilih pendidikan sesuai kualitas yang diinginkan;

j) Peningkatan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan, pembiayaan, maupun dalam pengelolaan pembangunan pendidikan dasar, dan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dasar bagi anak laki-laki maupun anak perempuan; dan

k) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan dasar sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.

3) Program Pendidikan Menengah, dengan kegiatan:

a) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan termasuk pembangunan USB, RKB, laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran dan peralatan peraga pendidikan, disertai rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak termasuk yang berada diwilayah konflik dan bencana alam, yang


(32)

disertai dengan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan secara lebih merata, bermutu, tepat lokasi;

b) Pengembangan kurikulum nasional dan lokal, bahan ajar, dan model-model pembelajaran yang mengacu pada standar nasional dan mempertimbangkan standar internasional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni termasuk kurikulum pendidikan kecakapan hidup sesuai kebutuhan peserta didik;

c) Peningkatan mutu kelembagaan dan lulusannya;

d) Penataan bidang keahlian pada pendidikan menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja, yang didukung oleh upaya meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri dalam dan luar negeri;

e) Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan dan buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta materi pelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi;

f) Penyediaan layanan pendidikan baik umum mapun kejuruan bagi siswa SMA/SMK/MA sesuai dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi atau untuk bekerja;

g) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah baik formal maupan non formal untuk menampung kebutuhan penduduk miskin, dan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan, terpencil dan kepulauan;

h) Pembinaan minat, bakat, dan kreativitas peserta didik dengan memberi perhatian pada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; i) Penerapan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang memberi

wewenang dan tanggungjawab pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam mengembangkan institusinya dan meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan setempat;

j) Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk memilih pendidikan sesuai kualitas yang diinginkan; k) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,

pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan pendidikan menengah, dan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pendidikan


(33)

menengah baik umum maupun kejuruan bagi anak laki-laki maupun anak perempuan;

l) Penyiapan pelaksanaan Program Pendidikan 12 Tahun terutama untuk daerah-daerah yang APK MTs/Paket B telah mencapai 95% atau lebih; dan m) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi,

dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan menengah sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.

4) Program Pendidikan Non Formal, dengan kegiatan :

a) Penguatan satuan-satuan pendidikan non-formal yang meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, serta satuan pendidikan yang sejenis;

b) Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk buta aksara tanpa diskriminasi gender baik di perkotaan maupun pedesaan;

c) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan termasuk pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu secara memadai serta menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan non-formal; d) Pengembangan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran

pendidikan non-formal yang mengacu pada standar nasional sesuai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni, termasuk model kecakapan hidup dan keterampilan bermatapencaharian; e) Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan

termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, dan buku bacaan serta materi pelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;

f) Penyediaan biaya operasional pendidikan dan/atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan non-formal; g) Pemberian kesempatan pelaksanaan pendidikan informal yang dilakukan

oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri dan kelompok;


(34)

h) Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk memilih pendidikan non-formal sesuai dengan minat, potensi, dan kebutuhan;

i) Peningkatan pengendalian pelaksanaan pendidikan kesetaraan untuk menjamin relevansi dan kesetaraan kualitasnya dengan pendidikan formal; dan

j) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan non formal sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.

5) Program Pendidikan Tinggi, dengan kegiatan :

a) Penyediaan dan pengembangan instrumen hukum berupa peraturan perundang-undangan mengenai perguruan tinggi agama sebagai badan hukum pendidikan yang bersifat nirlaba;

b) Penyiapan calon pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan mutu yang sesuai untuk mendukung keberhasilan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

c) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan belajar mengajar termasuk pendidik dan tenaga kependidikan dengan kualifikasi yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan hingga mencapai keadaan yang memungkinkan meningkatnya kualitas proses pembelajaran dan lulusan perguruan tinggi secara berkelanjutan;

d) Pengembangan kurikulum yang mengacu pada standar nasional dan internasional serta pengembangan bahan ajar yang disesuaikan dengan perkembangan jaman dan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni; e) Penyediaan materi pendidikan dan media pengajaran termasuk buku

pelajaran dan jurnal ilmiah dalam dan luar negeri serta materi pelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi;

f) Penyediaan biaya operasional pendidikan dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan tinggi agama termasuk subsidi bagi peserta didik yang kurang beruntung tetapi mempunyai prestasi akademis yang baik;


(35)

g) Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang antara lain ditujukan untuk peningkatan kesesuaian pendidikan tinggi dengan kebutuhan masyarakat;

h) Peningkatan kerjasama perguruan tinggi agama dengan dunia usaha, industri dan pemerintah daerah untuk meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan pengembangan wilayah;

i) Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk memilih pendidikan sesuai kualitas yang diinginkan; dan j) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi,

dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan tinggi sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.

6) Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dengan kegiatan :

a) Peningkatan rasio pelayanan pendidik dan tenaga kependidikan melalui pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan termasuk tutor pendidikan non formal purna waktu secara lebih adil didasarkan pada ketepatan kualifikasi, jumlah, kompetensi dan lokasi;

b) Peningkatan kualitas layanan pendidik dengan melakukan pendidikan dan latihan agar memiliki kualifikasi minimun dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar;

c) Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik dan tenaga kependidikan dengan mengembangkan sistem renumerasi dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; dan

d) Penetapan peraturan perundangan tentang guru yang telah mencakup pengembangan guru sebagai profesi serta kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru.


(36)

a) Penetapan Peraturan Pemerintah yang diperlukan untuk pelaksanaan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; b) Peningkatan kapasitas institusi yang bertanggung jawab dalam

pembangunan pendidikan nasional untuk semua jenjang pemerintahan; c) Pengembangan manajemen pendidikan secara terpadu dan holistik serta

penerapan tatakelola satuan pendidikan yang baik termasuk tata kelola pendidikan swasta baik pada satuan pendidikan umum maupun keagamaan; d) Pengembangan sistem pembiayaan yang berprinsip adil, efisien, efektif,

transparan dan akuntabel;

e) Peningkatan produktivitas dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya yang dialokasikan untuk pembangunan pendidikan agama di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat satuan pendidikan;

f) Peningkatan efektivitas peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Madrasah, serta pembentukan Badan Nasional Sertifikasi dan Profesi (BNSP) untuk meningkatkan kompetensi lulusan;

g) Pengembangan sistem pengelolaan pembangunan pendidikan, sistem kendali mutu dan jaminan kualitas yang dapat merespon era globalisasi bidang pendidikan;

8) Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan,

dengan kegiatan :

a) Penyempurnaan kurikulum dan materi pendidikan agama yang berwawasan multikultural, pengembangan konsep etika sosial berbasis nilai-nilai agama, metodologi pengajaran dan sistem evaluasi;

b) Pengembangan wawasan dan pendalaman materi melalui berbagai lokakarya, workshop, seminar, studi banding dan orientasi; penataran dan penyetaraan D-II dan D-III bagi guru agama pendidikan dasar, S-1 bagi guru agama pendidikan menengah dan pendidikan pascasarjana (2 dan S-3) bagi dosen perguruan tinggi; dan pemenuhan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan agama;

c) Pelaksanaan perkemahan pelajar/mahasiswa, lomba karya ilmiah agama, dan pementasan seni keagamaan; menyelenggarakan pesantren kilat, pasraman kilat, abbajja/samanera/ samaneri; pembinaan dan pengembangan


(37)

bakat kepemimpinan keagamaan bagi peserta didik, santri, brahmacari, mahasiswa, dan guru/dosen agama;

d) Pemberian bantuan sarana, peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaan bernuansa agama lainnya pada sekolah umum, perguruan tinggi umum dan lembaga pendidikan keagamaan; serta

e) Pelaksanaan kerjasama internasional program pendidikan agama dan keagamaan.

f) Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan, termasuk pengembangan televisi pendidikan nasional;

g) Pengembangan kerjasama regional dan internasional dalam membangun pendidikan;

h) Pengembangan dan penerapan sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk sistem tindak lanjut temuan hasil pengawasan terhadap setiap kegiatan pembangunan pendidikan termasuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan.

e. Fungsi Perlindungan Sosial

Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak, dengan kegiatan :

1) Meningkatan kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,

2) Termasuk pusat studi gender, dan lembaga-lembaga penelitian, pemerhati dan pemberdayaan anak;

3) Menyusun berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG di tingkat nasional dan daerah;

4) Melakukan sosialisasi dan advokasi berbagi kebijakan penguatan kelembagaan PUG di tingkat nasional dan daerah;

5) Mengembangkan sarana perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dan

6) Mengembangkan sistem penganggaran yang responsif gender dan anak di tingkat nasional dan daerah.


(38)

BAB III

HIRARKI PENGANGGARAN

A. Struktur Penganggaran

Pasal 11 ayat 5 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa pengeluaran negara dibagi atas unit organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Lebih jauh dalam Pasal 15 ayat 5 juga menyatakan bahwa anggaran yang disetujui oleh DPR dirinci dalam unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. 1. Unit Organisasi

Klasifikasi organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah klasifikasi untuk masing kementerian negara/lembaga. Dalam masing-masing kementerian negara/lembaga dibagi dalam tingkat eselon I yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan suatu program, unit eselon II dan unit eselon III yang bertanggungjawab terhadap suatu pelaksanaan kegiatan pendukung program.

Pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan anggaran akan terjadi suatu senergi yang positif apabila ada sinkronisasi antara struktur program dan kegiatan dengan struktur organisasinya. Tanggung jawab dan kewenangan akan lebih jelas bagi para manajer apabila dalam suatu unit organisasi walaupun tetap akan ada sedikit kesulitan apabila program dimaksud dilaksanakan secara lintas unit organisasi dan lintas kementerian negara/lembaga. Bagian Anggaran merupakan klasifikasi anggaran berdasarkan organisasi antara lain menurut kementerian negara/lembaga.

Kode dan uraian kementerian negara/lembaga dan unit organisasi pada Lampiran I.

2. Fungsi dan Sub Fungsi

Klasifikasi anggaran dibagi menurut fungsi yang akan sangat membantu dalam penyusunan struktur program dan kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Sub fungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Klasifikasi fungsi dibagi kedalam 11 (sebelas) fungsi utama dan dirinci kedalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi. Penggunaan fungsi dan


(39)

sub fungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga.

Contoh Sub fungsi 01.01. Lembaga Eksekutif dan Legislatif, Keuangan dan Fiskal, serta Urusan Luar Negeri digunakan untuk :

- Administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas negara, utang pemerintah, operasional perpajakan;

- Kegiatan kementerian keuangan;

- Kegiatan luar negeri termasuk menlu, kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll;

- Penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik keuangan dan fiskal;

- Termasuk kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua level – presiden, wakil presiden, gubernur, bupati/walikota dll. Semua tingkatan lembaga legislatif - MPR, DPR, BPK, DPRD; lembaga penasehat, administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif, semua badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif, kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan pada seluruh tingkatan pemerintahan, kegiatan politik dalam negeri, dan penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri;

- Sub fungsi ini (01.01) tidak termasuk untuk kantor-kantor kementerian baik di pusat maupun di daerah, komite antar departemen yang terkait dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan fungsi masing-masing), pembayaran cicilan utang dan berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan utang pemerintah, bantuan pemerintah RI kepada negara lain dalam rangka bantuan ekonomi.

Fungsi dan sub fungsi bagi masing-masing kementerian negara/lembaga diatur lebih lanjut pada Lampiran II.

3. Program

Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan


(40)

tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Penjabaran kebijakan kementerian negara/lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan visi dan misi kementerian negara/lembaga mengacu kepada Lampiran III.

4. Kegiatan dan Sub Kegiatan

Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

Sub Kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut . Timbulnya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan sub kegiatan yang lainnya adalah berdasarkan perbedaan keluaran.

Contoh :

Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara dengan Sub Kegiatan : - Penyelenggaraan Diklat Penjenjangan dengan keluaran antara lain : jumlah

peserta didik, jumlah lulusan, jumlah modul.

- Penyelenggaraan Diklat Fungsional dengan keluaran antara lain : jumlah peserta didik, jumlah lulusan, jumlah modul.

- Pengembangan kurikulum diklat dengan keluaran antara lain : jumlah modul.

5. Jenis Belanja

Klasifikasi anggaran menurut jenis belanja dibagi ke dalam 8 (delapan) kategori yaitu :


(41)

a. Belanja pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dikecualikan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja ini antara lain digunakan untuk gaji dan tunjangan, honorarium, vakasi, lembur dan kontribusi sosial;

b. Belanja barang yaitu Pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja ini antara lain digunakan untuk pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan, dan perjalanan;

c. Belanja modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal. Dalam belanja ini termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya;

d. Beban bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman;

e. Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan perusahaan lainnya;

f. Bantuan sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan. Bantuan ini antara lain untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan ;

g. Hibah yaitu transfer dana yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. Belanja ini antara lain digunakan untuk hibah kepada pemerintah luar negeri dan organisasi internasional ;

h. Belanja lain-lain yaitu pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja pada butir 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh) tersebut diatas.


(42)

Kode dan uraian mengenai klasifikasi anggaran menurut belanja pada Lampiran IV sedangkan rincian lebih lanjut ke dalam Mata Anggaran Kegiatan (MAK) pada Lampiran V ( Kode dan Uraian MAP dan MAK ). Khusus tentang Kode MAK dapat berubah sesuai kebijakan dan perkembangan yang berlaku.

Dalam pengalokasian dana oleh kementerian negara/lembaga harus memperhatikan pagu yang terikat (non discretionary) dan pagu yang tidak terikat (discretionary) yang telah disepakati oleh pemerintah bersama-sama DPR. Pagu terikat adalah jumlah dana yang tidak dapat diubah selain untuk belanja yang sudah ditentukan antara lain pagu pembayaran gaji dan tunjangan (belanja pegawai) serta biaya langganan daya dan jasa.

Sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2003 bahwa belanja negara digunakan untuk keperluan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan pelaksanan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka klasifikasi berdasarkan jenis belanja diupayakan untuk memenuhi ketentuan tersebut.

B. Prioritas Penyusunan Anggaran.

Kementerian negara/lembaga menyusun RKA-KL berpedoman kepada rencana kerja pemerintah. RKA-KL terdiri dari rencana kerja kementerian negara/lembaga dan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut. Di dalam rencana kerja diuraikan visi, misi, tujuan, kebijakan, program, hasil yang diharapkan, kegiatan, keluaran yang diharapkan. Di dalam RKA-KL diuraikan biaya untuk masing-masing program dan kegiatan untuk tahun anggaran yang direncanakan yang dirinci menurut jenis belanja, prakiraan maju untuk tahun berikutnya, serta sumber dan sasaran pendapatan kementerian negara/lembaga termasuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan.


(43)

C. Penyusunan RKA-KL

Sesuai dengan perkembangan kebijakan anggaran, aplikasi RKA-KL mengalami penyempurnaan dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan kebijakan keuangangan negara. Secara uumum, hasil penyusunan anggaran dengan menggunakan aplikasi RKA-KL dalam bentuk Form, walaupun mengalami penyempurnaan setiap tahunnya, pada dasarnya hasil penyusunan anggaran Kementerian Lembaga mempunyai kesamaan, dengan komposisi sebagai berikut :

A FORM RINCIAN

1. Rincian Kegiatan dan Keluaran

2. Rincian Anggaran Belanja per Kegiatan 3. Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja 4. Rincian Anggaran Pendapatan

5. Rincian Perhitungan Biaya

B. FORM URAIAN

1. Uraian Kegiatan dan Keluaran 2. Uraian Anggaran Belanja

3. Uraian Anggaran Belanja Perjenis Belanja 4. Uraian Anggaran Belanja dan Pendapatan

C. FORM RINGKASAN

1. Ringkasan Kegiatan dan Keluaran

2. Ringkasan Anggaran Belanja per Kegiatan

3. Ringkasan anggaran Belanja per Jenis Belanja

4. Ringkasan Anggaran Belanja dan Pendapatan

D. FORM LAPORAN/ KERTAS KERJA

Formulir RKA-KL yang dipergunakan dan keterangannya sebagaimana contoh pada Lampiran VI.


(44)

Tata cara Pengisian data pendukung RKA-KL dilakukan sebagai berikut :

1. Merestore data pegawai dari Aplikasi Belanja Pegawai, untuk penghitungan gaji secara sistemik;

2. Merestore Data Barang Inventaris dari Aplikasi penghitungan barang-barang inventaris, untuk penghitungan Belanja Barang secara sistemik;

Tata cara Pengisian Program dan Kegiatan dalam RKA-KL dilakukan sebagai berikut :

1. Di mulai dengan mengisi kode Satuan Kerja,

2. Memilih program dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan,.

3. Memasukkan kode sub kegiatan, pada pengisian sub kegiatan jika terdapat kegiatan yang sejenis pada kode subkegiatan yang sama dapat menggunakan grup AKUN, dengan menggunakan huruf (A,B,C...dst) sebagai kode untuk grup AKUN.

4. Memilih kode AKUN, yang sesuai dengan jenis belanja yang akan di gunakan, dan jenis biaya yang akan dibebankan/ sumber dana ( RM, RMP, PHLN, PNBP, PDN )

5. Merinci detil kegiatan, jika dalam merinci kegiatan memerlukan judul maka di gunakan Header dan jika memerlukan sub judul digunakan Sub header.


(45)

BAB IV

MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA DAN ANGGARAN

Mekanisme penyusunan rencana dan anggaran dilingkungan Departemen Agama dilakukan secara terkoordinasi antara satuan organisasi/satuan kerja di pusat dan di daerah yang terkait, yaitu :

A. Tingkat Pusat

Satuan organisasi ditingkat pusat yang terkait dengan kegiatan penyusunan rencana adalah :

1. Sekretariat Jenderal yang terdiri dari Biro-Biro dan Pusat Informasi Keagamaan, Pusat Kerukunan;

2. Inspektorat Jenderal yang terdiri dari Sekretariat dan Inspektur-Inspektur;

3. Direktorat Jenderal – Direktorat Jenderal yang terdiri dari Sekretariat dan Direktorat-Direktorat;

4. Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan yang terdiri dari Sekretariat dan Pusat-Pusat;

Satker tingkat pusat tersebut selanjutya menjabarkan fungsi-fungsi, yaitu: 1. Sekretariat Jenderal

Sekretariat Jenderal Departemen Agama menyelenggarakan fungsi Perencanaan Departemen Agama . Fungsi tersebut dilakukan oleh Biro Perencanaan, dibantu oleh Biro lainnya dan Pusat-pusat pada Sekretariat Jenderal.

Fungsi Perencanaan tersebut dilakukan oleh Biro-Biro sebagai berikut : a. Biro Perencanaan mempunyai fungsi :

1) Menyiapkan data untuk perencanaan;

2) Menyusun Program, kegiatan, dan anggaran;

3) Melakukan Koordinasi perencanaan dan mengusahakan keserasian penganggaran di lingkungan Departemen Agama ;

4) Menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Departemen Agama bersama Biro Keuangan.

5) Menyusun rencana kerja dan anggaran, disampaikan ke Sekretaris Jenderal Departemen. Agama


(46)

6) Mengamati persiapan dan perkembangan pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran;

7) Melakukan penilaian Pelaksanaan Program, Kegiatan dan Anggaran;

8) Menyusun laporan pelaksanaan program Departemen.

b. Fungsi Biro Kepegawaian adalah : 1) Menyiapkan data kepegawaian ; 2) Menyusun kegiatan Biro;

3) Menyusun rencana kerja dan anggaran, disampaikan ke Sekretaris Jenderal Departemen. Agama

4) Menyusun rencana pengadaan, pengangkatan pengembangan, pemberhentian, pemensiunan, kesejahteraan dan mutasi pegawai ; 5) Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program;

6) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan.

c. Fungsi Biro Keuangan dan BMN adalah :

1) Mempersiapkan bahan Pembinaan Pelaksanaan Anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Agama bersama dengan Biro Perencanaan ;

2) Mengatur pengurusan dan pelaksanaan pertanggung jawaban keuangan Departemen Agama ;

3) Menyusun perhitungan anggaran Departemen Agama ;

4) Menyusun rencana kerja dan anggaran, disampaikan ke Sekretaris Jenderal Departemen. Agama

5) Mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Departemen Agama ;

6) Menyelenggarakan pengolahan perbendaharaan di lingkungan Departemen Agama.

d. Fungsi Biro Organisasi dan Tatalaksana adalah : 1) Menyusun kegiatan Biro ;

2) Menyusun rencana kerja dan anggaran, disampaikan ke Sekretaris Jenderal Departemen. Agama

3) Menyiapkan bahan dan hasil kajian kekuatan, kelemahan dan peluang dan hambatan terhadap sumber daya, lingkungan, IPTEK bagi rencana Departemen Agama ;


(1)

1

TELAAHAN KEBI JAKAN OLEH SATKER PUSAT, I NSTANSI

VERTI KAL DAN UPT (Minggu I Januari)

2

PENYUSUNAN RENCANA OLEH SATKER PUSAT, I NSTANSI

VERTI KAL DAN UPT SBG BAHAN PERSI APAN PAGU

I NDI KATI F (Minggu I I Januari)

RAKOR I NTERNAL SATKER PUSAT, I NSTANSI VERTI KAL

DAN UPT SBG BAHAN USULAN PAGU I NDI KATI F

(Minggu I I I Januari)

3

RAKOR/ KONSULTASI PENYUSUNAN PAGU I NDI KATI F OLEH SATKER PUSAT, I NSTANSI VERTI KAL

DAN UPT SBG BAHAN 4

RENJA-KL (Minggu I V Januari)

5

PENYAMPAI AN USULAN PAGU I NDI KATI F OLEH MENAG KPD MENEG PPN/ KA BAPPENAS,

MENKEU DAN DPR (Minggu I Pebruari)

6

PENGALOKASI AN PAGU I NDI KATI F OLEH SEKJEN KPD

SATKER PUSAT, I NSTANSI VERTI KAL DAN UPT (Minggu I I – I I I Pebruari)

7

PENYUSUNAN PAGU I NDI KATI F KE DALAM PRA RKA-KL OLEH SATKER & DI SAMPAI KAN KPD SEKJEN DAN DI BAHAS DG BI RO

PERENCANAAN (Minggu, I – I I I Maret)

8

PEMBI CARAAN PENDAHULUAN PAGU I NDI KATI F DG MENEG PPN/ KA BAPPENAS, MENKEU

DAN DPR (Minggu I V Maret) 10

PEMBAHASAN PAGU SEMENTARA OLEH SATKER DG

BI RO PERENCANAAN DAN DI TJEN ANGGARAN DEPKU

(Minggu I I I Juni) 11

PENYAMPAI N RKA-KL KE BAPPENAS, DJA DAN DPR

(Minggu I V Juni) 12

PEMBAHASAN RKA-KL PAGU SEMENTARA DG

DPR KOMI SI VI I I (Minggu V Juni- September)

13

PENYUSUNAN & PEMBAHASAN RKA-KL PAGU DEFI NI TI F

SATKER DG BI RO PERENCANAAN DAN DI TJEN ANGGARAN DEPKU

(Minggu I I Okt – I I Nop) 14

PENELAHAAN & PENERBI TAN DI PA/ SRAA OLEH DI TJEN PERBENDAHARAAN DEPKU (Minggu I I I – I V Nopember)

SI KLUS PERENCAN DEPARTEM AAN EN AGAMA 9 PENYUSUNAN PAGU SEMENTARA OLEH SATKER

KE DALAM RKA-KL (Minggu I I Juni)


(2)

BAB VI

PENGENDALIAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI

A. Pengendalian dan Pemantauan

1.

Setiap pimpinan Satker melakukan pengendalian pelaksanaan rencana di

lingkungannya sesuai dengan tugas dan fungsi yang melekat pada

masing-masing Satker;

2.

Pengendalian sebagaimana dimaksud pada poin 1 Bab ini meliputi

pengendalian program, kegiatan dan anggaran sesuai dengan target dan sasaran

yang telah ditetapkan;

3.

Pengendalian pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran dimaksudkan

sebagai upaya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan;

4.

Untuk mengetahui perkembangan dan realisasi program, kegiatan, dan

anggaran sekaligus untuk mengetahui kendala dalam melaksanakan kegiatan

dilakukan pemantauan. Dengan pemantauan diharapkan dapat diketahui secara

dini tingkat perkembangan kegiatan.

B. Evaluasi

1.

Setiap pimpinan Satker sesuai dengan tugas dan fungsi melakukan evaluasi

terhadap program, kegiatan, dan anggaran di lingkungannya;

2.

Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran

berdasar indikator dan sasaran kinerja dan dilaksanakan secara sistematika,

obyektif , dan transparan;

3.

Hasil evaluasi sebagaimana poin angka 1 dan 2 BAB ini sebagai bahan

pengambilan kebijakan lebih lanjut;


(3)

BAB VII

P E N U T U P

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Sistem Perencanaan Departemen Agama ini,

apabila dipandang perlu akan diatur dan ditetapkan kemudian.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juli 2008

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMMAD

M.

BASYUNI


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ... ii

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA RI NOMOR ...TAHUN 2008

TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA 1

BAB I

:

PENDAHULUAN ... 3

A. Umum ... 3

B. Maksud dan Tujuan ...

6

C. Asas ... 6

D. Pengertian-pengertian ... 7

BAB II

:

TATA CARA DAN PROSES PENYUSUNAN

RENCANA………. 9

A. Tata Cara ... 9

B. Proses Penyusunan Rencana ... 14

BAB III

:

HIRARKI PENGANGGARAN………. 38

A. Struktur Penganggaran ... 38

B. Prioritas Penyusunan Anggaran ... 42

C. Penyusunan RKA-KL ... 43

BAB IV

:

MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA DAN

ANGGARAN……….. 45

A. Tk. Pusat ... 45

B. Tk. Daerah ... 50

C. Pengajuan Usulan ……… 53

D.

Tahapan

Koordinasi

dan Sinkronisasi ……… 53


(5)

BAB V

:

JADUAL PERENCANAAN... 55

A. Penyiapan Pagu Indikatif ……… 55

B. Pagu Sementara ……….. 56

C. Pagu Definitif ………. 56

D. Jadual ………. 56

BAB VI

:

PENGENDALIAN, PEMANTAUAN DAN

EVALUASI………. 58

A. Pengendalian dan Pemantauan ... 58

B. Evaluasi ... 58


(6)