Pola Pikir (Mindset) Guru Dalam Menerapkan Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Gender Nunung Juwariah

(1)

POLA PIKIR (MINDSET) GURU DALAM MENERAPKAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI GENDER

(Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Madiun)

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Nunung Juwariah S851302055

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2014 commit to user


(2)

ii commit to user


(3)

iii commit to user


(4)

iv commit to user


(5)

v MOTTO

“… Aku dekat … Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”

-QS Al-Baqarah [2]: 186

Bukan karena masalahnya begitu sulit sehingga kita jadi tidak berani, justru karena tidak beranilah masalahnya menjadi sulit

-Saneca (Maxwell 2009)

Keyakinan menjadi pikiran, pikiran menjadi kata-kata, kata-kata menjadi tindakan, tindakan menjadi kebiasaan. Kebiasaan menjadi nilai dan

nilai menjadi takdir -Mahatma Gandhi-


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Tesis ini Penulis persembahkan kepada: 1. Bapak, Ibu dan keluarga

2. Kakakku Syaiful Anam

3. Teman-teman Pascasarjana Pendidikan Matematika

4. Almamaterku tercinta 5. Dunia Pendidikan.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji sukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, karena dengan nikmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “POLA PIKIR (MINDSET) GURU DALAM MENERAPKAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI GENDER” ini dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Program pascasarjana Pendidikan Matematika. Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya, kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini.

3. Prof. Drs. Tri Atmojo K., M.Sc., Ph.D., Dosen Pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran memberikan motivasi, bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan tesis ini.

4. Dr. Budi Usodo, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang dengan penuh kesabaran memberikan motivasi, bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan tesis ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

6. Drs. Didik Wahyu Widayat, Kepala SMA Negeri 3 Madiun, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian.

7. Umdatun Nafi‟ah, S.Pd,Si dan Hendrijanto, M.Pd, Guru Matematika SMA Negeri 3 Madiun, yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.


(8)

viii

8. Darmadi, M.Pd, Dosen Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun, Drs. Basuki Rachmat, M.Pd, Kepala Sekolah MAN 2 Madiun dan Drs. Yuli Irfan Aliurido, M.Pd, guru matematika MAN 2 Madiun, yang telah bersedia menjadi validator instrument dalam penelitian ini.

9. Keluarga (Bapak, Ibu dan kakak-kakakku) yang selalu memberikan doa dan semangat sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan penyusunan tesis ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, teman-teman Tambahan Dua Angkatan Februari 2013 khususnya kelompok bimbingan serta sahabat kesayangan (Arum dan Ariska) yang telah memberikan bantuan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dinilai sebagai amal kebaikan dan mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi dunia pendidikan pada umumnya.

Surakarta, Agustus 2014

Penulis


(9)

ix ABSTRAK

Nunung Juwariah. S851302055. 2014. Pola Pikir (Mindset) Guru Dalam Menerapkan Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Gender. TESIS. Pembimbing I: Prof. Tri Atmojo Kusumayadi, M.Sc, Ph.D, Pembimbing II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2014.

Tujuan dari penelitian ini: Untuk mendeskripsikan pola pikir guru perempuan dan guru laki-laki dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan subjek adalah purposive sampling. Subjek penelitian adalah guru kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Madiun. Subjek penelitian sebanyak 2 guru terdiri dari 1 guru laki-laki dan 1 guru perempuan. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara dan observasi. Teknik untuk memvalidasi data yaitu triangulasi waktu dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah Miles dan Huberman terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)Pada proses pengamatan guru perempuan lebih memilih menggunakan objek matematika yang bersifat abstrak. Pada kegiatan menanya guru perempuan mengalami kendala, untuk menyelesaikan masalah ini guru perempuan biasanya memancing siswa dengan pernyataan-pernyataan. Pada kegiatan eksperimen guru perempuan membuatkan pertanyaan yang bersifat memandu. Selanjutnya pada kegiatan mengasosiasi guru perempuan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing, yang mengarah pada konsep matematika. Pada langkah mengkomunikasikan guru perempuan memilih menggunakan presentasi, walaupun presentasi memerlukan waktu yang lama. (2) Pada langkah mengamati guru laki-laki lebih memilih menggunakan pendekatan dari apa yg telah dipelajari siswa, membahas problema-problema yang pernah dialami siswa. Untuk membangkitkan kemauan bertanya siswa guru laki-laki membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Selanjutnya pada kegiatan mengasosiasi menurut guru laki-laki tugas guru harus menyempurnakan konsep-konsep matematika yang dimiliki siswa. Pada kegiatan mengkomunikasikan guru laki-laki meminta siswa untuk memaparkan hasil yang telah diperoleh.

Kata kunci: pola pikir, pendekatan saintifik, gender.


(10)

x ABSTRACT

Nunung Juwariah. S851302055. 2014. Teachers Mindset In Implementing Scientific Approach To The Study Of Mathematics In Terms Of Gender. THESIS. Supervisor I: Prof. Tri Atmojo Kusumayadi, M.Sc, Ph.D, Supervisor II: Dr. Budi Usodo, M.Pd. The Graduate program in Mathematics Education, Sebelas Maret University, Surakarta.

The aims of this research was to describe the mindset of female and male teachers in implementing the saintifik approach to the study of mathematics. It was a qualitative research. The subjects were taken by purposive sampling.

The subjects of this research were mathematics teachers of class X SMAN 3 Madiun. The subject of the research as much as 2 teachers consisted of 1 male teacher and 1 female teacher.

Data collection techniques in this research were interviews and observation. Techniques to validate the data source triangulation and time triangulation. The data analysis technique used was the concept of Miles and Huberman consisted of data reduction, data display, and conclusion.

The research findings are as follows (1) the female teacher do not always apply a saintifik approach. During observation process, female teacher used abstract mathematics object. During question activity female teacher had obstacles. To solve this obstacle, female teacher usually persuades students with statements. During experiment activity, female teacher created guidance question. During mobilization activity, female teacher provide questions that provoke and leads to mathematics concepts. During communication activity, female teacher using presentation although it requires long time. (2) During observation male teacher used approach from learned students. during question activity, the male teacher of dividing students became some group then provide opportunitie for students to ask on a friend in the group. During mobilization activity, teacher must have perfected mathematical concepts which belongs to the students. During communication activity, male teacher asked the students to present the result of that has accured.

Keywords: Mindset, saintifik approach, gender.


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 7

1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 7 a. Pengertian Kurikulum ... 7

b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 8

c. Kurikulum 2013 ... 8

2. Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013 ... 21

3. Pendekatan Saintifik ... 23

4. Proses Pembelajaran ... 24

5. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ... 24 6. Penilaian Autentik ... 30 commit to user


(12)

xii

7. Pola pikir (Mindset) Guru ... 31

8. Gender ... 36

B.Penelitian Relevan ... 37

C.Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

B.Jenis Penelitian ... 40

C.Subjek Penelitian ... 41

D.Data dan Sumber Data ... 42

E. Metode Pengumpulan Data ... 42

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 43

G.Validitas Data ... 45

H.Teknik Analisis Data ... 46

I. Prosedur Penelitian ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian 1.Pengembangan Instrumen ... 49

2. Penentuan Subjek Penelitian ... 50

3. Deskripsi Subjek Penelitian ... 52

4. Hasil Analisis Data ... 52

B. Pembahasan ... 88

1. Pola pikir guru perempuan dalam menerapkan pendekatan saintifik pada proses pembelajaran matematika ... 89

2. Pola pikir guru laki-laki dalam menerapkan pendekatan saintifik pada proses pembelajaran matematika ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 96

B.Implikasi ... 98 C.Saran ... 98 commit to user


(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perbedaan antara Kurikulum 2013 dengan KTSP ... 22

Tabel 2.2 : Perubahan pola pikir pada kurikulum 2013 ... 33

Tabel 2.3 : Perubahan pola pikir kurikulum lama dan kurikulum baru pada matematika ... 34

Tabel 2.4 : pola pikir guru dalam menerapkan pendekatan saintifik ... 35

Tabel 2.5 : Karakteristik stereotip antara laki-laki dan perempuan …………36

Tabel 4.1 : Daftar validator instrumen pedoman wawancara ………..50

Tabel 4.2 : Daftar Hasil Validasi pedoman wawancara ... 50

Tabel 4.3 : Nama Validator Instrumen Bantu Kedua ... 51

Tabel 4.4 : Tabel Triangulasi Subjek 1 pada kegiatan mengamati ... 55

Tabel 4.5 : Tabel Triangulasi Subjek 2 pada kegiatan mengamati ... 58

Tabel 4.6 : Tabel Triangulasi Subjek 1 pada kegiatan menanya ... 61

Tabel 4.7 : Tabel Triangulasi Subjek 2 pada kegiatan menanya ... 64

Tabel 4.8 : Tabel Triangulasi Subjek 1 pada kegiatan mengumpulkan informasi/eksperimen……… ……… 66

Tabel 4.9 : Tabel Triangulasi Subjek 2 pada kegiatan mengumpulkan informasi/eksperimen ... 69

Tabel 4.10 : Tabel Triangulasi Subjek 1 pada kegiatan mengasosiasi ... 71

Tabel 4.11 : Tabel Triangulasi Subjek 2 pada kegiatan mengasosiasi ... 73 Tabel 4.12 : Tabel Triangulasi Subjek 1 pada kegiatan mengkomunikasikan 75 Tabel 4.13 : Tabel Triangulasi Subjek 2 pada kegiatan mengkomunikasikan 77


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Instrumen bantu pertama ... 102

Lampiran 2: Validasi instrumen bantu pertama ... 104

Lampiran 3: Instrumen bantu kedua ... 107

Lampiran 4: Validasi instrumen bantu kedua ... 108

Lampiran 5: RPP guru perempuan ... 111

Lampiran 6: RPP guru laki-laki ... 125

Lampiran 7: Catatatan lapangan wawancara pertama guru perempuan ... 145

Lampiran 8: Catatatan lapangan wawancara kedua guru perempuan ... 153

Lampiran 9: Catatatan lapangan wawancara pertama guru laki-laki ... 157

Lampiran 10: Catatatan lapangan wawancara kedua guru laki-laki ... 162

Lampiran 11: Catatatan lapangan observasi guru perempuan ... 170

Lampiran 12: Catatatan lapangan observasi guru laki-laki ... 173

Lampiran 13: Dokumentasi ... 177


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi luhur. Salah satu unsur terpenting dalam pendidikan utamanya pendidikan di sekolah adalah kurikulum.

Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengembangan kurikulum menjadi amat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya serta perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional dan global di masa depan. Aneka kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal dan eksternal di bidang pendidikan.

Salah satu studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan khusus untuk hasil belajar peserta didik yang berusia 14 tahun pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP)yang diikuti oleh Indonesia adalah Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Untuk memberikan uraian bermakna mengenai arti kemampuan pada skala dalam kaitannya dengan pengetahuan dan kecakapan matematika para peserta didik, TIMSS menampilkan empat tingkat pada skala sebagai standar internasional. Empat tingkatan untuk merepresentasikan rentang kemampuan peserta didik berdasar benckmark internasional tersebut adalah standar mahir (625), standar tinggi (550), standar menengah (475), dan standar rendah (400). Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 pada peserta didik kelas 2 SMP, untuk bidang matematika menunjukkan hasil, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advancecommit to user . Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang


(17)

diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional

Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya untuk merespon berbagai tantangan-tantangan internal dan eksternal. Titik tekan pengembangan Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.

Untuk melaksanakan isi Kurikulum 2013 serta upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran, selama ini pengetahuan hanya disampaikan untuk selanjutnya diharapkan penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Agar pembelajaran di kelas menarik dan penuh makna, guru perlu mendesain rencana pembelajaran yang memungkinkan siswa berinteraksi aktif dalam pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran matematika yang selama ini dianggap sebagai pembelajaran yang sulit dan membosankan. Motivasi serta minat belajar siswa kurang. Padahal pembelajaran matematika mempunyai peranan penting dalam mengembangkan keterampilan dan berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Hal ini, karena matematika mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada keseluruhan upaya pendidikan, proses belajar mengajar (PBM) merupakan aktivitas yang paling penting, karena melalui proses inilah tujuan pendidikan akan tercapai dalam bentuk perubahan perilaku peserta didik. Setidaknya ada tiga unsur yang harus ada dalam proses belajar mengajar yaitu (1) peserta didik (siswa/mahasiswa) dengan segala karakteristiknya untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar, (2) pengajar (dosen/guru) yang selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat untuk belajar sehingga memungkinkan untuk terjadinya proses pengalaman belajar, dan (3) tujuan, yaitu sesuatu yang diharapkan setelah adanya kegiatan belajar.

Kurikulum 2013 lebih menekankan dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah commit to user


(18)

(scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi.. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Selama ini praktek pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik sudah sering disarankan oleh pemerintah. Misalnya dengan dianjurkan penggunaan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran. Komponen dalam pendekatan kontekstual sangat „dekat‟ dengan langkah-langkah pada pendekatan saintifik.

Selama ini pendekatan saintifik populer digunakan dalam proses pembelajaran sain. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran matematika sama seperti pada mata pelajaran lain yaitu meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

Studi tentang penyelenggaraan Kurikulum 2013 di seluruh Indonesia mulai dilakukan oleh pusat kurikulum pada tahun 2013. Studi tersebut meliputi satuan pendidikan SD, SMP dan SMA. SMA Negeri 3 Madiun merupakan salah satu sekolah dari 3 sekolah yang ditunjuk sebagai sasaran implementasi kurikulum 2013 di kota Madiun. Penunjukan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dan dukungan komite sekolah adalah suatu penghargaan yang cukup besar bagi sekolah. Sebab tidak semua sekolah mendapatkan kesempatan tersebut. Penunjukan itu bukan tanpa alasan bagi pemerintah sebab nama besar SMAN 3 Madiun dengan prestasinya, baik akademik di tingkat kabupaten maupun propinsi sudah sering diraihnya. Misalnya dalam prestasi keikutsertaan pada olimpiade MIPA, bahasa inggris, seni, olahraga dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Dari hasil studi awal melalui wawancara dengan Waka Kesiswaan (September, 2013) di SMA Negeri 3 Madiun, penunjukan itu menjadi tantangan yang sangat berat bagi sekolah. Pertama beratnya beban kurikulum yang harus ditempuh siswa karena banyaknya mata pelajaran yang harus diterima siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan kecerdasan dalam mensiasati kesulitan siswa sehingga siswa tidak merasa terlalu berat dalam menyelesaikan pembelajaran. Kedua, para commit to user


(19)

guru hanya diberi pelatihan beberapa jam untuk menerapkan perubahan kurikulum 2013. Padahal, banyak perbedaan mulai dari metode sampai proses penilaian. Ketiga, banyak materi di kelas X yang membutuhkan pemahaman lebih siswa sehingga akan memakan waktu yang lama, misal materi limit yang memerlukan pengetahuan tentang differesial padahal diffensial belum diajarkan. Keempat, terbatasnya waktu pembelajaran dan banyaknya materi membuat sulitnya penerapan authentics assessment.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU No.14 Tahun 2005). Perubahan pola pikir guru dibutuhkan untuk bisa berperan lebih menjadi fasilitator dan motivator dari pada inisiator dan eksekutor, dalam merubah dari teacher centered ke student centered. Sementara authentics assessment semakin dikedepankan sebagai assessment for learning dari pada assessment of learning. Hal-hal tersebut bisa terwujud tatkala para guru mau untuk merubah mindset-nya bahwa tugas mengajar adalah sebagai komitmen profesi dalam membelajarkan dan mencerdaskan anak bangsa. Menurut Rhinesmith (dalam Jiun-Shiu Chen, 2011) A global mindset means the ability to scan the world from a broad perspective, always looking for unexpected trends and opportunities that may constitute a threat or an opportunity to achieve personal, professional or organizational objectives.

Pola pikir seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor ekternal yang mempengaruhi pola pikir adalah teman dan lingkungan. Dalam masyarakat sering kali dijumpai perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan yang disebut dengan perbedaan gender. Gender didefinisikan sebagai aturan atau normal perilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin dalam suatu sistem masyarakat. Riset menunjukkan bahwa peran gender berada diantara hal pertama yang dipelajari individu karena semua masyarakat memperlakukan laki-laki berbeda dengan perempuan. Banyak perbedaan yang diamati antara pria dan perempuan dapat dikaitkan jelas dengan perbedaan dalam pengalaman-pengalaman sosialisasi. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa commit to user


(20)

a gender was also found not to affect integrated science conceptions (Bimbola, 2012)”. Menurut Jancirani (2012) “Boys and girls differ significantly in their scientific attitude. Boys have high level of scientific attitude than girls.”

Uraian tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui pola pikir guru laki-laki dan perempuan dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, ada dua masalah yang perlu dicari jawabannya dalam penelitian ini.

1. Bagaimana pola pikir guru wanita dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika?

2. Bagaimana pola pikir guru laki-laki dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika?

C. Tujuan Penelitian Pada penelitian ini ada dua tujuan yang ingin dicapai

1. Untuk menjabarkan pola pikir guru wanita dalam menerapkan pendekatan saintifikpada pembelajaran matematika.

2. Untuk menjabarkan pola pikir guru laki-laki dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika.

D. Manfaat Penelitian Ada manfaat teoritis dan praktis dalam penelitian ini.

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada. b. Sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian sejenis selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk memberi perubahan cara mengajar dalam proses pembelajaran matematika dan mengoptimalkan prestasi pendidikan.


(21)

b. Bagi sekolah, hasil penelitian dapat digunakan sebagai kajian yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di sekolah.

E. Batasan Istilah 1. Pola Pikir

Cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra.

2. Guru

Pendidik profesional yang mempunyai tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan menengah.

3. Pendekatan Saintifik

Serangkaian proses ilmiah yang diawali dengan suatu pengamatan, menanya, mengumpulkan informasi kemudian mengasosiasi dan selanjutnya mengkomunikasikan.

4. Gender

Suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat


(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori

1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 a. Pengertian Kurikulum

Menurut J Galen dan William M. Alexander (Loeloek, 2014: 7) Kurikulum adalah segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas di halaman sekolah atau di luar sekolah. Sedangkan menurut Daniel Tanner & Laurel Tanner Kurikulum merupakan pengalaman pembelajaran yang terarah dan juga terencana secara terstruktur dan tersusun melalui sebuah proses rekonstruksi pengetahuan dan juga pengalaman yang secara sistematis berada dibawah pengawasan lembaga pendidikan sehingga para pembelajar dapat terus memiliki motivasi dan minat untuk belajar. Sehingga memiliki dasar pemikiran bahwa belajar adalah bagian dari sebuah kompetensi sosial yang ada di pribadinya.

Definisi kurikulum yang terdapat dalam UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah bagian atau sub sistem dari sistem sekolah yang dilakukan oleh sekolah untuk memberikan pengalaman belajar siswa.

Di lain pihak ozmantar (2010) mengatakan bahwa “also the new curriculum expects us to teach and creative thinking skills in mathematics” (kurikulum baru mengharapkan kita untuk mengajarkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika). Dalam kurikulum matematika, terdapat dimensi yang harus diwujudkan agar kurikulum matematika dapat berjalan dengan baik.

Bulut (2007) menyatakan “the analysis of the curriculum was realized in there dimensions; (cla ssroom management- cla ssroom physical and commit to user


(23)

emotional environments, teacher and student roles, and interactions, (2) instruction-objectives, planning, implementation, method and techniques, instructional media, and measurement and evaluation, and (3) strength (and/or benefits) and weaknesses (and/or limitation)”. (analisis kurikulum diwujudkan dalam tiga dimensi ; (manajemen kelas lingkungan fisik dan emosional, peran guru dan siswa, dan interaksi, (2) tujuan, perencanaan, implementasi, metode.

b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulun 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi sekolah berada (Loeloek, 2014: 7). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lahir sebagai perwujudan amanat UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kedua perundang-undangan ini mengamanatkan bahwa tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada pedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (Mulyasa, 2007: 169-170)

Prinsip-prinsip penyusunan KTSP, antara lain:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dasn berkesinambungan. 6. Belajar sepanjang hayat, dan commit to user


(24)

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

(Mulyasa, 2007:170) Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan, yaitu:

1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Acuan operasional penyusunan KTSP dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

2. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. 4. Tuntunan pembangunan daerah dan nasional.

5. Tuntutan dunia kerja.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, tenologi dan seni. 7. Agama.

8. Dinamika perkembangan global.

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. 10. Kondisi social budaya masyarakat setempat. 11. Kesetaraan gender.

12. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi misi, misi, tujuan, kondisi dan ciri khas satuan pendidikan.

(Mulyasa, 2007:171) commit to user


(25)

c. Kurikulum 2013

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Kebijakan baru kurikulum 2013 membawa tiga perubahan besar. Perubahan tersebut diimplementasikan di semua jenjang pendidikan mulai SD, SMP, hingga SMA/SMK. perubahan pertama adalah pada konsep kurikulum itu sendiri. "Konsep itu perpaduan antara hardskill dan softskill. Artinya, tidak hanya memberikan bekal pengetahuan pada siswa tapi juga ketrampilan. penilaian konsep kurikulum 2013 berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses penilaian (Kemendikbud, 2013)

Selain itu perubahan lain pada kurikulum baru adalah pada buku yang dipakai. Buku tersebut berbasis kegiatan serta tematik terpadu. Pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pengamatan. Maksudnya dalam mengajar peserta didik guru dapat meminta anak untuk bertanya dan mendorong anak mencari tahu. Mendorong anak berpikir kreatif, inovatif, afektif, produktif.

Terdapat beberapa perubahan mendasar dari kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 yaitu Penataan Pola Pikir, Pendalaman dan Perluasan Materi, Penguatan Proses dan Penyesuaian Beban. Sedangkan elemen yang berubah antara lain, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian (Kemendikbud, 2013).

1. Standar Proses Pembelajaran pada Kurikulum 2013

Berdasarkan lampiran Permendikbud no 81A Lampiran IV, Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik. Proses tersebut commit to user


(26)

mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman, lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta didik yang terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu. Proses pembelajaran dapat pula terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam. Dalam proses pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri setiap peserta didik (Kemendikbud, 2013).

Di dalam pembelajaran, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat.

Pada suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain.

Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Baik pembelajaran langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2 (Kemendikbud, 2013).


(27)

Menurut standar proses pembelajaran (dalam Loeloek, 2014: 150-152) pembelajaran terdiri dari tiga Tahap. Yaitu tahap perencanaan, tahap proses dan tahap penutup. Adapun rincian ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan Pembelajaran

Tahap pertama yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 1) Hakikat RPP

Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.

Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan untuk guru matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok.

Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui MGMP antar sekolah atau antar wilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.


(28)

2) Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP

Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut.

a. RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan

dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

c. Mendorong partisipasi aktif peserta didik

d. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.

e. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

f. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

g. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut.

h. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta


(29)

i. Keterkaitan dan keterpaduan.

j. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. k. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

l. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

3) Komponen dan Sistematika RPP.

Komponen RPP menurut Standar Proses No 65 Th 2013 sebagai berikut. 1. Identitas Sekolah

2. Identitas mata pelajaran 3. Kelas/ semester

4. Materi Pokok 5. Alokasi Waktu 6. Tujuan pembelajaran

7. Kompetensi dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi 8. Materi Pembelajaran

9. Alokasi waktu

10. Metode pembelajaran 11. Media Pembelajaran 12. Sumber belajar

13. Langkah-langkah Pembelajaran 14. Penilaian hasil Pembelajaran


(30)

Komponen-komponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.

Satuan Pendidikan : Kelas/Semester : Mata Pelajaran :

Topik :

Pertemuan Ke- :

Alokasi Waktu :

A. Kompetensi Dasar

B. Indikator pencapaian kompetensi C. Tujuan pembelajaran

D. Materi ajar

E. Metode pembelajaran F Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu

Pendahuluan … …

Inti … …

Penutup … …

G Penilaian Proses dan Hasil Belajar - Teknik

- Bentuk

- Instrumen (Tes dan Non tes) - Kunci dan Pedoman penskoran - Tugas


(31)

4) Langkah-Langkah Pengembangan RPP a. Mengkaji Silabus

Secara umum, untuk setiap materi pokok pada setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan aspek KI (sikap kepada Tuhan, sikap diri dan terhadap lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan). Untuk mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus dirumuskan kegiatan peserta didik secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan peserta didik ini merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah dan mengkomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran, yang membuat peserta didik aktif belajar. Pengkajian terhadap silabus juga meliputi perumusan indikator KD dan penilaiannya.

b. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian KD dengan mempertimbangkan:

1) potensi peserta didik;

2) relevansi dengan karakteristik daerah;

3) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

4) kebermanfaatan bagi peserta didik; 5) struktur keilmuan;

6) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

8) alokasi waktu.


(32)

c. Menentukan Tujuan

Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu pada indikator, paling tidak mengandung dua aspek: Audience (peserta didik) dan Behavior (aspek kemampuan).

d. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar peserta didik dapat melakukan kegiatan seperti di silabus.

3) Kegiatan pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-langkah guru dalam membuat peserta didik aktif belajar. Kegiatan ini diorganisasikan menjadi kegiatan: Pendahuluan, Inti, dan Penutup. Kegiatan inti dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan. Untuk pembelajaran yang bertujuan menguasai prosedur untuk melakukan sesuatu, kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan/demonstrasi oleh guru atau


(33)

ahli, peniruan oleh peserta didik, pengecekan dan pemberian umpan balik oleh guru, dan pelatihan lanjutan.

e. Penjabaran Jenis Penilaian

Di dalam silabus telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena pada setiap pembelajaran peserta didik didorong untuk menghasilkan karya, maka penyajian portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang penilaian yaitu sebagai berikut.

1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu KD-KD pada KI-3 dan KI-4.

2) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan KD yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta


(34)

4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan.

5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan.

f. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu matapelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan disesuaikan lagi di RPP.

g. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

2) Proses Pembelajaran

Tahap kedua dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

1. Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;


(35)

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari;

c. Mengantarkan peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan

d. Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang meliputi proses observasi, menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.

Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum


(36)

menggunakannya peserta didik harus tahu dan terlatih dilanjutkan dengan menerapkannya.

3. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

KD-KD diorganisasikan ke dalam empat KI. KI-1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI-4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3, untuk semua matapelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan langsung, tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.

2. Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013

KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mulai diberlakukan sejak tahun ajaran 2007/2008. Sedangkan Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013, implementasinya telah diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah-sekolah tertentu atau masih terbatas. perbedaan paling mendasar antara Kurikulum 2013 dengan KTSP. Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan. Layanan Pendidik dan commit to user


(37)

Tenaga Kependidikan menjelaskan perbedaan esensial kurikulum 2013 dengan KTSP sebagai berikut.

Tabel. 2.1 Perbedaan antara Kurikulum 2013 dengan KTSP

No. Kurikulum 2013 KTSP

1. SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013

Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006

2. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard

skills yang meliputi aspek

kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan

lebih menekankan pada aspek pengetahuan

3. di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI

di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III

4. Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP

Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013 5. Proses pembelajaran setiap tema di

jenjang SD dan semua mata

pelajaran di jenjang

SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari

Mengamati, Menanya,

mengumpulkan informasi/ eksperimen, Mengasosiasikan, Mengkomunikasikan.

Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi

6. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran

TIK sebagai mata pelajaran

7. Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.

Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan


(38)

No. Kurikulum 2013 KTSP

8. Pramuka menjadi ekstrakuler wajib Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib

9. Peminatan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA

Penjurusan mulai kelas XI

10. BK lebih menekankan

mengembangkan potensi siswa

BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa

3. Pendekatan Saintifik

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode. PendekatanSaintifik berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Discovery Education (2006) menyebutkan bahwa: “The scientific method is the "tool" that scientists use to find the answers to questions. It is the process of thinking through the possible solutions to a problem and testing each possibility to find the best solution”. Scientific Method merupakan serangkaian proses untuk menjawab pertanyaan (questions) melalui suatu proses berpikir, sebuah hipotesis diajukan untuk menjadi jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Serangkaian tes dijalankan untuk menguji hipotesis tersebut, sampai ditemukan jawaban yang sebenarnya atas pertanyaan yang muncul pada bagian awal proses.

Kenneth Lafferty Hess F amily Charitable Foundation (2007) menyatakan bahwa “The Scientific Method is a process for experimentation that is used to explore observations and answer questions. Scientists use the scientific method to search for cause and effect relationships in nature. In other words, they design an experiment so that changes to one item cause something else to vary in a predictable way.

Berdasarkan dua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pendekatan Saintifik atau metode ilmiah merupakan serangkaian proses ilmiah yang diawali dengan suatu pertanyaan, diikuti pengajuan hipotesis sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang muncul, lalu dilakukan proses pengujian commit to user


(39)

hipotesis melalui eksperimen dan pada akhirnya disusun kesimpulan sebagai jawaban yang lebih sahih atas pertanyaan pada bagian awal.

Bagi para saintis, Pendekatan Saintifik atau metode ilmiah dapat digunakan sebagai alat bantu agar mereka tetap fokus pada pertanyaan proyek, mengkonstruksi hipotesis, mendesain dan mengevaluasi eksperimen. Menurut Rothchild “The scientific method is a process for experimentation that is used to explore observations and answer questions. Scientists use the scientific method to search for cause and effect relationships in nature.” Metode ilmiah adalah suatu proses untuk eksperimen yang digunakan untuk mengeksplorasi pengamatan dan menjawab pertanyaan. Para ilmuwan menggunakan metode ilmiah untuk mencari hubungan sebab dan akibat dalam alam.

4. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik seseorang. Salah satu peran yang dimiliki seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, demi mencapai tujuan pembelajaran.

Berikut beberapa definisi mengenai proses pembelajaran, antara lain adalah menurut Prayudi (2007), proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.

Achmad Zaini (2007) menyatakan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam interaksi belajar mengajar ditandai sejumlah unsur, yaitu tujuan yang hendak dicapai; siswa, guru dan sumber lainnya; bahan pelajaran: dan metode yang digunakan untuk mencapai situasi belajar mengajar.


(40)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian proses pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk berinteraksi serta mengolah berbagai informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan saintifik, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu.

Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan belajar mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata).

Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atsu materi ajar agar peserta didik tau tentang “mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.


(41)

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran.

1) Mengamati (observing)

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran melibatkan peserta didik secara langsung. Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan ras ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Irving Rothchild (2006) menyebutkan bahwa Observations are the meat and potatoes of science. We start a research project with observations made either in the field, the library, or the laboratory. How these observations are collected, classified, interpreted, and used as the basis of theorizing (from a hunch to a eureka) is, more or less, what science is about.

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menentukan objek apa yang akan di observasi 2. Membuat pedoman observasi

3. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi 4. Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi

5. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar

6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi 2) Menanya (Questioning)

With observations as the meat and potatoes of science, it’s obvious that our appetite and hunger for them come from our curiosity, our never -ending desire to know. This is why we begin most (if not all) research projects with a


(42)

question and, therefore, why it is so important that we ask the right one. (Irving Rothchild, 2006)

Pertanyaan dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat Tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam (Kemendikbud, 2013).

Menurut Carin, Bass & Contant (dalam Alandeom, 2009) The teacher

also accepts students’ ideas without judging them by repeating and paraphrasing students’ responses; extends students’ inquiries by providing

responses that clarify, compare, correct, and apply students’ ideas; and probes

students’ ideas by responding with follow-up questions that encourage students

to clarify, justify, or verify their own ideas.

3) Mengumpulkan informasi/eksperimen

Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.


(43)

4) Mengasosiasikan

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud (2013) adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5) Mengkomunikasikan/membentuk jejaring

Kegiatan berikutnya pada pendekatan saintifik, adalah mengkomunikasikan, pada langkah ini guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru


(44)

sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud (2013) adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

6. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian Autentik/Authentic Assessment adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai (Nurhadi, 2004: 172). Dalam American Librabry Association penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School, penilaian autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins mendefinisikan penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.

Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, penilaian semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka commit to user


(45)

dalam pengaturan yang lebih autentik. Kata lain dari penilaian autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

Sedangkan Nurhadi mengemukakan bahwa karakteristik Penilaian Autentik adalah sebagai berikut.

a. melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience) b. dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung c. mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi

d. mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta e. berkesinambungan

f. terintegrasi

g. dapat digunakan sebagai umpan balik

h. kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas

(Nurhadi, 2004: 173). Penilaian Autentik akan terlaksana dengan baik, apabila guru memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Penilaian Autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata di luar sekolah.


(46)

7. Pola Pikir (Mindset) Guru

Pola pikir adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra (M. Yunus, 2014: 38). Pola pikir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah sistem atau cara kerja yang diatur oleh otak kemudian disimpan oleh otak dan disebarkan ke seluruh tubuh sebagai acuan dalam bertindak dan sebagai pembentukan karakter. Menurut Gunawan (2010) Pola pikir adalah kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berfikir yang menentukan perilaku dan pandangan, sikap dan masa depan seseorang, sikap mental tertentu atau watak yang menentukan respons dan pemaknaan seseorang terhadap situasi.

Sedangkan menurut Daniel Tamburian (2008) Pola Pikir adalah sikap mental mapan (fixed mental attitude) yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman dan prasangka. Pola pikir sebagai peta mental dipakai sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak. Peta yang mampu menggambarkan kenyataan suatu territorial, menjadikan orang mengetahui dimana dia berada dan kemana dia akan menuju, sehingga dia mampu merencanakan bagaimana dia menuju kesana. Peta yang tidak menggambarkan territorial yang dijelajahi akan menjadikan orang tersesat dan keliru dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola pikir adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU No.14 Tahun 2005). Guru merupakan salah satu pekerjaan profesional, pekerjaan professional berbeda dengan pekerja non professional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khususnya dipersiapkan untuk itu. Guru mempunyai tanggung jawab untuk commit to user


(47)

melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa (Slameto, 2003: 97).

Charalambos (2008) menyatakan “The professional life of teachers has recently become more complicated. The reform needs, accompanied by social demands for accountability, render the work of teaching even more demanding.” Profesi guru memiliki tugas melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan layanan yang optimal dalam bidang pendidikan kepada masyarakat.

Menurut M.Yunus (2014: 40) dalam dunia Pendidikan terdapat ungkapan pola pikir sebagai berikut.

1. Hal yang utama dan pertama dalam belajar adalah belajar bagaimana cara belajar dan belajar bagaimana cara berpikir,

2. Belajar dengan ulangan yang banyak dan volume kecil, jauh lebih baik daripada ulangan sedikit dengan volume besar,

3. Pemahaman jauh lebih penting dan bermanfaat daripada hafalan,

4. Belajar sambil melakukan jauh lebih bermakna daripada hanya sekadar memahami teori.

Untuk menerapkan kurikulum 2013, guru harus mengalami perubahan pola pikir. Menurut Muhammad Nuh (Mendikbud) perubahan pola pikir tersebut dibutuhkan mengingat kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Adapun perubahan pola pikir antara lain sebagai berikut.

Tabel. 2.2 Perubahan pola pikir pada kurikulum 2013

No. Pola pikir

1. Guru dan buku teks bukan satu-satunya sumber belajar 2. Kelas bukan satu-satunya tempat belajar

3. Belajar dengan beraktivitas

4. Menggunakan pendekatan saintifik

5. Pembelajaran Pengetahuan keterampilan sikap Direct commit to user Indirect


(48)

Lanjutan Tabel. 2.2

No. Pola pikir

6. Mengajak siswa mencari tahu, bukan diberi tahu

7. Membuat siswa suka bertanya, bukan guru yang sering bertanya 8. Menekankan kolaborasi-melalui pengerjaan projek

9. Pentingnya proses: procedural, pentingnya strategi: metakognitif 10. Mendahulukan pemahaman Bahasa Indonesia

11. Siswa memiliki kekhasan masing-masing: normal, pengayaan, remedial

12. Penekanan pada higher order thinking & mampu berasumsi (realitis) 13. Pentingnya data (terkait pengamatan dll)

Tabel 2.3 Perubahan pola pikir kurikulum lama dan kurikulum baru pada matematika

No. Implementasi Kurikulum lama Kurikulum 2013 1.

Langsung masuk ke materi abstrak

Mulai dari pengamatan

permasalahan konkret, kemudian ke semi konkret, dan akhirnya abstraksi permasalahan

2.

Banyak rumus yang harus dihafal untuk menyelesaikan permasalahan (hanya bisa menggunakan)

Rumus diturunkan oleh siswa dan permasalahan yang diajukan harus dapat dikerjakan siswa hanya dengan rumus-rumus dan pengertian dasar (tidak hanya bisa mnggunakan tetapi juga memahami asal-usulnya)

3. Permasalahan matematika selalu diasosiasikan dengan [direduksi menjadi] angka

Perimbangan antara matematika dengan angka dan tanpa angka [gambar, grafik, pola, dsb]

4.

Tidak membiasakan siswa untuk berfikir kritis [hanya mekanistis]

Dirancang supaya siswa harus

berfikir kritis untuk

menyelesaikan permasalahan yang diajukan

5. Metode penyelesaian masalah yang tidak terstruktur

Membiasakan siswa berfikir algoritmis

6.

Data dan statistik dikenalkan di kelas IX saja

Memperluas materi mencakup peluang, pengolahan data, dan statistik sejak kelas VII serta materi lain sesuai dengan standar internasional

7.

Matematika adalah eksak Mengenalkan konsep pendekatan dan perkiraan


(49)

Pada kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, megumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Pola pikir pada pendekatan saintifik.

Tabel 2.4. pola pikir guru dalam menerapkan pendekatan saintifik

No. Kegiatan Kinerja Otak Pemikiran

1. Mengamati Menerima Membuka secara luas dan

bervariasi kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan:

melihat, menyimak,

mendengar dan membaca. Memproses Mengajak siswa mengamati

objek matematika nyata atau abtrak

Menganalisis Guru harus melibatkan peserta didik secara langsung

Mempersepsi Guru memilih cara atau metode yang efektif

Menyimpulkan Mengajak siswa mengamati objek matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

2. Menanya Menerima Pertanyaan dalam kerangka

proses pembelajaran

dimaksudkan untuk

memperoleh tanggapan verbal.

Memproses Pertanyaan harus menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam.

Menganalisis Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu

Mempersepsi Memancing siswa untuk bertanya

Menyimpulkan Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kepada guru atau teman commit to user


(50)

Lanjutan Tabel. 2.4

No. Kegiatan Kinerja Otak Pemikiran

3. Mengumpulkan informasi

Menerima Mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/ aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya.

Memproses Memuat proses analisis, mengolah dan mengajukan dugaan

Menganalisis Meminta siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber Mempersepsi Memiilih sumber informasi yang

efektif

Menyimpulkan Membimbing siswa untuk membiasakan diri berkreasi dan berinovasi memperdalam pengetahuan dan keterampilan 4. Mengasosiasi Menerima Mengasosiasi dilakukan untuk

menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

Memproses Guru bersama dengan siswa, memproses informasi yang sudah dikumpulkan

Menganalisis Mencari pola dan keterkaitan informasi

Mempersepsi Menemukan pola dan keterkaitan informasi

Menyimpulkan Menarik kesimpulan dari fenomena khusus ke fenomena umum

5. Mengkomunikasi kan

Menerima Guru harus memandu siswa untuk menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau media lainnya.

Memproses Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbeda pendapat Menganalisis Mencari cara yang efektif supaya

siswa mampu membuat kesimpulan dan menyampaikannya

Mempersepsi Menggunakan pemaparan hasil atau presentasi

Menyimpulkan Siswa menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan


(1)

Selanjutnya pada kegiatan mengasosiasi menurut guru laki-laki tugas guru harus menyempurnakan dan memberi tahu darimana konsep-konsep matematika yang dimiliki siswa berasal. Sedangkan pada kegiatan mengkomunikasikan guru laki-laki menyisipkan langkah ini pada proses menanya dan eksperimen. Jadi langkah ini tidak harus dilakukan pada akhir pembelajaran. Dalam mengkomunikasikan siswa diminta untuk memaparkan hasil yang telah diperoleh.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola pikir guru dalam menerapkan pendekatan saintifik yang telah dilakukan, dapat dikemukakan implikasi teoritis dan implikasi praktis sebagai berikut.

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis dapat diungkapkan bahwa penelitian ini menggambarkan pola pikir guru laki-laki dan guru wanita dalam menerapkan pendeatan saintifik pada pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian tampak bahwa baik guru wanita maupun laki-laki masih mengalami kendala dalam menerapkan pendekatan saintifik khususnya pada kegiatan menanya. Hasil ini dapat digunakan sebagai inspirasi dan dasar penelitian selanjutnya dengan sudut peninjauan atau jenjang pendidikan yang mungkin saja berbeda. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk melakukan penelitian pengembangan berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini.

2. Implikasi Praktis

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa terdapat perbedaan pola pikir guru laki-laki dan guru wanita dalam menerapkan pendekatan saintifik. Akan tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan, Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan bagi pendidik dan calon pendidik untuk menerapkan pendekatan saintifik sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.


(2)

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, dapat disampaikan saran sebagai berikut.

1. Bagi guru

a.Guru harus berusaha menyesuaikan pola pikir yang sesuai dengan Kurikulum yang digunakan.

b.Guru harus mampu memberikan motivasi yang baik, sehingga minat siswa untuk bertanya meningkat dan memiliki sikap belajar yang baik, serta menumbuhkan rasa ingin tahu.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya hendaknya melaksanakan penelitian pada jenjang pendidikan yang berbeda dengan memperluas faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses pembelajaran. Hal tersebut dilakukan supaya proses pemebelajaran matematika di kelas berjalan lebih baik tanpa adanya kendala yang berarti.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bimbola, O and Daniel, O .2009. Preservice; Nigerian science teachers‟ conceptions of integrated science. Educational Research and Review. Vol. 4 (7), pp. 340-344

Bilesanmi, A.J and Daniel, O.2012. Effectiveness of Cooperative Learning Strategies on Nigerian Junior Secondary Students‟ Academic Achievement In Basic Science. British Journal of Education, Society & Behavioural Science, 2(3): 307-325

Chambers, Paul. 2007. Teaching Mathematics: Developing as A Reflective Secondary Teacher, Thousand Oaks, CA: Sage Publication Inc.

Charalambos Y.C.2008.Tracing the development of preservice teachersefficacy beliefs in teaching mathematics during fieldwork. Educ Stud Math 67:125–142

Discovery Education.2006.Scientific Method. Diambil pada tanggal 24 September 2013 jam 08.05 dari

http://school.discovery.com/sciencefaircentral/scifairstudio/handbook/

scientificmethod.html

Efklides, A & Papadaki, M. 1999. Individual differences in school mathematics performance and feelings of difficulty: The effects of cognitive ability, affect, age, and gender. European Journal of Psychology of Education, Vol. XlV. n" 1,57-69

Eko Yuliandri. 2008. P rogram Kurikulum. (http://sman1belitang.com). Diakses 29 Agustus 2013 jam 17.11.

Prayudi. 2007. Proses dan Tahapan Belajar. (http://fitria95.wordpress.com). Diakses 2 Oktober 2013 jam 10.52

Goodwin, S & Ostrom, L. 2009. Gender Differences in Mathematics Self-Efficacy and Back Substitution in Multiple-Choice Assessment. Journal of Adult Education Volume 38, Number 1, Page 22-42

http://layananptk.wordpress.com/2013/07/02/perbedaan-esensial-ktsp-dan-kurikulum-2013/

http://pendidikansosiologiumm.blogspot.com/2013/09/teori-nature-dalam-gender.html

Huang, G. 2006. Informal Forum: Fostering Active Learning In a Teacher Preparation Program. Journal of Education. Vol. 127 n1, page 31-38. .


(4)

Jancirani, D. 2012. A Study on Scientific Attitude of Adolescence Students in Namakkal District. International Educational E-Journal, {Quarterly}, ISSN 2277-2456, Volume-I, Issue-IV.

Jiun-Shiu Chen. 2011. Developing A Global Mindset: The Relationship Between An International Assignment And Cultural Intelligence. International Journal Of Business And Social Science Vol. 2 No. 9, Pp. 275-283 Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching & Learning: what it is and why it’s here

to stay. Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, “Contextual Teaching & Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Kementrian dan Kebudayaan. 2013. Modul Pela tihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian dan Kebudayaan

Kenneth Lafferty Hess Family Charitable Foundation.2007.Steps of The Scientific Method. Diambil pada tanggal 24 September 2013 jam 08.30 dari

http://www.sciencebuddies.org/mentoring/project_scientific_method.sht ml

Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Loeloek & Sofan. 2014. Panduan Memahami Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka

Muhammad Yunus. 2014. Mindset Revolution. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.

Monanghan, J. & Ozmantar, M.F. (2004). Abstraction and consolidation. In M. J. Hoines & A. B. Flugestad (Eds.), “Proceedings of the 28th Internation Conference for the Psychology of Matematics Education”, Vol. 3 (pp.353-360). Bergen, Norway: Bergen University College

Muhibbin Syah. 2003. P sikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rodaskarya. Nana Syaodih Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Surabaya.


(5)

Oliveira, A.2009. Developing Elementary Teachers‟ Understanding of The Discourse Structure of Inquiry-Based Science Classrooms. International Journal of Science And Mathematics Education 8: 247-269

Ozmantar, M.F. 2010. Rethinking About The Pedagogy for Pedagogical Content Knowledge in The Context of Mathematics Teaching. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. Vol 7 No.1. 15-27

Permendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.

Quinn, M., & George, K. D. 1975. Teaching hypothesis formation. Science Education, 59, pp 289-296.

Rothchild, I. Induction, Deduction, And The Scientific Method an Eclectric Overview of The Practice of Science Biol Reprod. Science Education. 2006; 68:3-7.

Silberman, M. 2001. Active Learning: 101 Cara Belajar Aktif. Bandung: Falah Production.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin.2005.Cooperative learning. Bandung:Nusa Indah

Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tim. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Thiel, R., & George, D. K. 1976. Some factors affecting the use of the science

process skill of prediction by elementary school children. Journal of Research in Science Teaching, 13, 155-166.

Tomera, A. 1974. Transfer and retention of transfer of the science processes of observation and comparison in junior high school students. Science Education, 58, 195-203.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586.

Wiggins, G. P. 1993. Assessing student performance: Exploring the purpose and limits of testing. San Francisco: Jossey-Bass.


(6)

Yatim Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media