PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN HARGA DIRI (SELF ESTEEM) SISWA KELAS VII.

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Olahraga

Oleh

GITA FEBRIA FRISKAWATI NIM. 1201047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITSAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

GITA FEBRIA FRISKAWATI, S. Pd UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pasca Sarjana

© Gita Febria Friskawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

PENINGKATAN HARGA DIRI (SELF ESTEEM) SISWA KELAS VII DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Adang Suherman, MA NIP. 19630618198831002

Pembimbing II

Dr. Berliana, M.Pd NIP. 196205131986022001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga

Prof. Dr. H. Adang Suherman, MA NIP. 19630618198831002


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian... 11

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Self Esteem ... 13

1. Esensi Self Esteem ... 13

2. Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem ... 16

3. Self Esteem pada Remaja... 18

4. Self Esteem pada Kelompok dan Individu... 23

B. Model Pembelajaran Inkuiri ... 24

1. Konsep Model Pembelajaran Inkuiri ... 24

2. Hal yang Harus Diperhatikan dalam PembelajaranInkuiri ... 27

3. Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri dalam Penjas... 29

4. Pengajaran Efektif pada Pembelajaran Inkuiri ... 34

5. Keunggulan Model Pembelajaran Inkuiri... 37

6. Hubungan Model Inkuiri dalam Penjas dengan Self Esteem ... 38

C. Perkembangan dan Hasil Penelitian Relevan Terdahulu... 40

D. Kerangka Pikir ... 43

E. Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 49

B. Desain Penelitian ... 52

C. Metode Penelitian ... 56

D. Definisi Oprasional ... 57

E. Instrumen Penelitian ... 60

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 62

G. Teknik Pengumpulan Data... 64

H. Analisis Data... 65

I. Limitasi Penelitian... 65

J. Skenario Pembelajaran... 68


(5)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 70

1. Deskripsi Data ... 70

2. Pengujian Persyaratan Hipotesis ... 71

3. Pengujian Hipotesis ... 73

B. Diskusi Hasil Penelitian... 72

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan ... 89

B.Rekomendasi ... 89


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Some Common Questions Stems for Inquiry Teaching... 36

3.1. Program Pelaksanaan Penelitian... 54

3.2. Kejadian Per hari Model Inkuiri dan Direct... 56

3.3 Analisis Ancaman The Randomized Pretest Postest Control Group Desain... 67

3.4. Format Skenario Umum Model Pembelajaran Inkuiri dan Direct... 69

4.1. Deskripsi Data Self Esteem... 70

4.2. Hasil Uji Normalitas Self Esteem... 72

4.4. Hasil Uji Paired Samples Test Inkuiri... ... 73

4.5. Hasil Uji Paired Samples Test Direct... ... 73


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1. Bagan Alur Penelitian... 57 3.2. The Randomized Pretest-Posttest Control Group Desain... 58 4.1. Data Hasil Retensi Self Esteem... 76


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Instrumen Uji Angket... 96

B. Data Uji Coba Instrumen Self Esteem... 100

C. Hasil Perhitungan Uji Coba Angket Self Esteem... 101

D. Intrumen Penelitian Self Esteem... 111

E. Skenario Pembelajaran Model Inkuiri... 113

F. Data Skor Pre test Self Esteem kelompok Inkuiri... 129

G. Data Skor Pre test Self Esteem kelompok kontrol... 130

H. Data Skor Post test Self Esteem kelompok Inkuiri... 131

I. Data Skor Post test Self Esteem kelompok kontrol... 132

J. Data Skor Retensi Self Esteem kelompok Inkuiri... 131

K. Data Skor Retensi Self Esteem kelompok kontrol... 132

L. Rekap Data Self Esteem Hasil Penelitian Kelompok Inkuiri... 134

M. Rekap Data Self Esteem Hasil Penelitian Kelompok Direct... 135

N. Hasil Analisis Data Normalitas dan Homogenitas... 136

O. Hasil Uji Hipotesis... 140

P. Artikel Hasil Penelitian... 142


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap peningkatan self esteem siswa kelas VII. Metode penelitian yang digunakan untuk mengungkap permasalah tersebut melalui metode eksperimen dengan desain randomize

pretest-posttest control group design.Sampelpenelitianiniadalahseluruh siswa kelas VII B dan

D yang diambil secara cluster random sampling pada kelas VII diSMP Labschool UPI. Penelitiandilakukan 1 kali pertemuansetiapminggunyaselama 5 minggu.Instrumen yang digunakan adalah rating scale SERS (Self Esteem Rating Scale) yang telahmemilikivaliditasdanreliabilitas. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS 16 melalui Uji-t Paired Samples dan independent t test. Hasil Penelitian mengungkapkan bahwa, 1) Terdapat peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test pada self

esteem siswa SMP kelas VII yang menggunakan model pembelajaran inkuiri; 2) Tidak

terdapat peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test pada self esteem siswa SMP kelas VII yang menggunakan model pembelajaran konvensional (direct); 3) Terdapat perbedaan peningkatan self esteem siswa SMP kelas VII pada perlakuan model

pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct).

Berdasarkanhasiltersebutdapatdikatakanbahwa model

pembelajaraninkuirilebihberpengaruhpadapeningkatan self esteem siswa SMP kelas VII

dibandingkandengan model pembelajarankonvensional (direct).

Diperlukanpenelitianlebihlanjuttentang model pembelajaraninkuiridalammeningkatkan self esteem denganmemperbaikikomponen instrument danpemberian post test yang terpisahpadaperlakuan agar self esteem benar-benarterlihat.


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pergeseran paradigma dalam mengajar pendidikan jasmani (penjas) pada pola pembelajaran yang masih terpusat pada guru (teacher centered)perlu diubahmenjadi pembelajaran aktif untuk belajar siswa. Pemaknaan pembelajaran aktif menurut Boeree (2006, hlm.62) yaitu, “Pembelajaran yang menempatkan anak didik dalam kerangka kerja suatu masalah yang sebenarnya dan dengan menempatkan tanggung jawab untuk solusi atas anak didik, memberikan pembelajaran yang penuh makna dan pengaruhnya akan bisa segera dirasakan”. Pelaksanaan pembelajaran penjas apabila menggunakan pola teacher centered akan membatasi kesempatan siswa dalam belajar mengeksplorasi gerak melalui kegiatan aktivitas jasmani. Metzler (2000, hlm.313) menjelaskan tentang belajar siswa melalui gerak, yaitu: “Learning is essentialy a problem solving process, in which the learner use prior knowledge and meaning to create solutions that can be expressed verbally an/or through physical movement”. Seorang guru penjas yang inovatif, mengetahui bahwa ia harus menggunakan model, strategi dan pendekatan yang tidak biasa, inkonvensional dan berulang melakukan pecobaan dalam mengajar agar tercipta suasana pembelajaran aktif untuk belajar siswa.

Salah satu model yang dikembangkan oleh Metzler (2000, hlm.309) dengan menerapkan konsep belajar sebagaiproblem solving process adalah model pembelajaran inkuiri. Pola pembelajaran aktif terlihat dalam konsep model pembelajaran inkuiri, seperti yang dipaparkanoleh Metzler (2000, hlm.313)

bahwa, “The teacher frame the problem by asking question, give student some time to create and explore one or more plausible solutions, and then ask students to demonstrate their solutios as evidance that learning has accoured”.Siswa diberikan tanggungjawab untuk mencari solusi atas masalah dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dan menuangkannya pada gerakan.Pembelajaran pada model inkuiri seperti ini akan bermakna bagi siswa


(11)

ketika mereka berhasil memecahkan masalah yang dihadapinya walaupun gerakan yang disajikan oleh mereka bukan keterampilan tingkat tinggi.

Model pembelajaran inkuiri juga merupakan suatu inovasi dari pembelajaran yang hanya berpusat pada guru atau sering disebut direct teachingmenjadi pembelajaran aktif untuk belajar siswa. Penelitian Oliver, dkk (2013, hlm.1)

memaparkan hasilnya bahwa: “This study describes the outcomes of utilizing an innovative field-based approach to teaching a physical education methods course, student-centered inquiry as curriculum model, as a means of challenging the status quo of physical education in order to better meet the needs of today‟s youth”.Hasil penelitian ini memperkuat bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan inovasi dalam pembelajaran penjas dan akan memenuhi kebutuhan siswa di masa sekarang yang menuntut siswa harus aktif dalam belajar.

Model pembelajaran inkuiri digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa pada domain kognitif dan psikomotor. Graham (1993, hlm.87) menyebutkan bahwa, “The inquiry approach encourage children to think and solve problem rather than simply to copy a teacher‟s or student‟s correct performance of skill. Inquiry approach can encouraging creativity and diversity of responses”.Model pembelajaran inkuiri lebih mengarahkan siswa dalam

berpikir dan memecahkan masalah dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya meniru gerakan yang didemonstrasikan oleh guru atau siswa (model pembelajaran konvensional).Tentang keunggulan model inkuiri lainnya dijelaskan oleh Metzler (2000, hlm.317) bahwa:

Widespread use of inquiry teaching in physical educationgive stong support for its effectiveness in promoting student‟s thinking, creative movement and self esteem. All three of which appear to be growing as goals for contemporary physical education instruction.

Model pembelajaran inkuiri merupakan campuran dari beberapa strategi dan gaya mengajar lain yang menyajikan pertanyaan dalam pembelajaran, salah satunya guided discovery teaching style. Metzler (2000, hlm.315) menyatakan bahwa, „The inquiry teaching models is amalgam os saveral strategies that rely on the teacher to frame and ask question, and the student to think, then move.


(12)

Moston&Aswort (1994) have the most recognized label, Guided Discovery‟.Ada

beberapapenelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh dari pembelajaran yang menggunakan problem solving processsebagai aktivitas melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa dalam pembelajaran penjas terhadap kemampuan kognitif maupun psikomotor siswa.Penelitian (Cleland, 1994; Cleland &Gallahue, 1993; Cleland & Pearse, 1995) dalam Byra (2006, hlm.12) memaparkan bahwa:

Constructivist-oriented teaching help to facilitate critical thinking skills in students in physical education as reflected in their movement actions. Within this genre of teaching structures, the teacher‟s role shifts from one of controlling student decision making to one of inviting students to be problem solvers. Discovery teaching styles are highly student-centered.

Arjunan & Jayachandran (2012, hlm.27) menyebutkan bahwa, “For the retention of the acquired physicomotor skill under the guided discovery style approach is superior when copared with command style”. Penelitian ini telah

menjelaskan bahwa pembelajaran yang menggunakan pertanyaan yang disajikan kepada siswa sebagai suatu masalah termasuk pembelajaran inkuiri dalam penjas akan mengembangkan domain kognitif dan psikomotor siswa.

Pada pembelajaran penjas menggunakan model inkuiri, prioritas pembelajaran lebih menekankan pada pembelajaran kognitif dan psikomotor yang terlihat pada saat siswa berpikir untuk mencari solusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru kemudian dituangkan ke dalam gerakan sebagai hasil dari pemikiran sebelumnya. Namun, tidak lantas menyampingkan pembelajaran afektif bagi siswa. Metzler (2000:314) memaparkan bahwa:

The domain priorities for the inquiry model will be: first, cognitive learning; second, phychomotor learning; third affective learning. However, many teacher use inquiry teaching will pleace affective learning ahead of phychomotor learning to promote student awareness, exploration, creativity and self esteem. The cognitive domain is always given the highest priority‟.


(13)

Salah satu aspek dari domain afektif yang dapat ditingkatkan melalui pembelajaran inkuiri dalam penjas adalah self esteem. Menurut Mruk (2006, hlm.23) mendefinisikanself esteem bahwa:

First, feeling good about oneself without connecting such belief or experience to reality through the expression or appropiate, corresponding behaviour is also lopsided way for understanding self esteem. Second is competance and worthiness creates self esteem.

Penilaian diri sangat penting dalam menggambarkan struktur dari self esteem karena penilaian diri memperlihatkan fakta bahwa self esteem tidak akan terjadi tanpa ada aksi. Penampilan yang berkompeten menghasilkan perasaan positif, sedangkan penampilan yang kurang akan menghasilkan perasaan negatif. Artinya, kompetensi dibutuhkan untuk penilaian diri karena kompetensi akan menghasilkan aksi sehingga akan berarti secara positif terhadap perasaan seseorang.

Selaras dengan konsep self esteem, pembelajaran penjas melalui model inkuiri juga diduga dapat meningkatkan self esteem siswa, Metzler (2000, hlm.314) memaparkan bahwa:

If the teacher want to promot affective learning as the second priority, then student thinking can lead to any number of creativity solution that allowstudent to feel good about thinking and moving, even if theirs motor answers are not highly skilled or proficient.

Ketika pembelajaran penjas dengan menggunakan model inkuiri, siswa diarahkan untuk berusaha mencari solusi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru kemudian melakukan gerakan sesuai apa yang telah dipikirkannya sebagai solusinya. Gerakan yang ditampilkan oleh siswa bukan gerakan keterampilan tingkat tinggi tetapi gerakan yang sesuai dengan kemampuan hasil dari explorasi gerak yang dilakukannya.Graham (1993, hlm.87) juga memaparkan bahwa, “Inquiry is also importance approach for childrent who aren‟t developmantally ready to learn a mature version of skill but who simply need opportunities to explore movement”. Pada saat siswa mampu untuk menjawab pertanyaan ke dalam gerak, diduga siswa akan merasafeeling


(14)

goodkeberhasilan dalam explorasi gerak sehingga mampu meningkatkan self esteem.

Sering ditemui permasalahan di lapangan pada saat melakukan pembelajaran penjas, banyak siswa yang enggan melakukan tugas gerak berikutnya karena tidak mampu melakukan tugas gerak sebelumnya. Guru seringkali menuntut siswa untuk melakukan keterampilan tingkat tinggi namun siswa tidak mampu untuk melakukannya karena tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga siswa enggan untuk mengikuti pembelajaran penjas lagi. Kenyataan yang terjadi menurut Husdarta (dalam Budiman, 2009, hlm.12), „Guru penjas lebih menekankan pada proses mengembangkan keterampilan motorik, bahkan lebih ekstrim lagi adalah skill yang bersifat kecabangan‟. Pemberian tugas gerak dengan keterampilan yang tinggi berupa kecabangan olahraga pada siswa dalam pembelajaran penjas belum bisa diberikan, sehingga apabila siswa mencoba melakukannya kemudian gagal, maka siswa akan frustasi dan enggan melakukannya lagi dalam pembelajaran penjas berikutnya.

Tidak hanya itu, fenomena di kalangan siswa pada saat pembelajaran penjas berlangsung, siswa selalu mencari-cari alasan untuk menghindar dari pembelajaran penjas, sering kali siswa berdalih sakit, takut tenggelam apabila berenang, sedang menstruasi bagi siswa putri sehingga dia tidak bisa melakukan tugas gerak yang diberikan oleh guru, siswa putri juga beralasan enggan mengikuti pembelajaran seperti karena cuaca panas mereka berdalih takut hitam, takut berkeringat banyak, takut sakit badan setelah diberikan pembelajaran gerak (Uhamisastra, 2009, hlm.64).Alasan-alasan yang diberikan oleh siswa seperti ini diduga merupakan akumulasi rasa frustasi siswa karena penetapan tujuan yang kurang realistik diberikan pada siswa berupa penguasaan keterampilan tingkat tinggi tidak bisa tercapai sehingga akan mengakibatkan self esteem siswa rendah.

Selaras dengan ini, Bandura (dalam Auwelee, 1999, hlm.93) menjelaskan

bahwa „Low self esteem may cause people to perceive learning situation as a threatening and stress inducting‟. Suasana pembelajaran penjas yang menuntut siswa untuk melakukan keterampilan tingkat tinggi akan berdampak pada rendahnya self esteem siswa sehingga pembelajaran penjas ini akan dijadikan


(15)

sebuah ancaman dan sumber stres bagi siswa yang mengakibatkan siswa tidak mau lagi mengikuti pembelajaran penjas untuk pertemuan selanjutnya.

Penelitian Donellan, dkk (2005, hlm.328) memaparkan bahwa, “Moreover, our results indicate that self-esteem may foretell future externalizing problems; 11-year-olds with low self-esteem tended to increase in aggression by age 13. Finally, the effect of low self-esteem on aggression was independent of narcissism.Individu di umur 13 tahun dengan self esteem yang rendah rentan terlibat dalam antisocial behaviour termasuk tingkah laku agresifitas seperti perkelahian dan bullying. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan semakin banyaksiswa yang melakukan bullying antar teman, perkelahian maupun tawuran antar sekolah.Mengenai hal ini, Rogers (Dalam Santrock, 2011, hlm.113) menjelaskan bahwa:

Anak dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang tetapi juga sebagai seseorang yang baik. Sebab utama seseorang memiliki penghargaan diri yang rendah adalah karena mereka tidak diberi dukungan emosional dan penerimaan sosial yang memadai.

Salah satu solusi yang dapat meningkatkan kembali self esteem siswa di sekolah yaitu dengan cara pembelajaran yang mengantarkan siswa untuk belajar melalui dan tentang gerakdengan penemuan sendiri ataupun pemecahan masalah baik individu maupun kelompok. Apabila dalam proses pembelajaran penjas siswa memiliki self esteem yang tinggi, dia akan terus memandang dirinya sendiri sebagai seseorang yang baik begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, pembelajaran penjas yang dikemas melalui model pembelajaran yang dipilih harus dapat mengantarkan siswa merasa berhasil dalam proses belajarnya dan merasa feeling good. Kesesuaian pemilihan model pembelajaran yang diberikan oleh guru menjadi salah satu faktor untuk peningkatan self esteem siswa, salah satunya menggunakan model pembelajaran inkuiri.

Penelitian pembelajaran inkuiri telah dilakukan oleh Brickman, dkk (2009, hlm.18) pada pembelajaran science memaparkan hasilnya bahwa pembelajaran inkuiri meningkatkan kepercayaan diri siswa. Salah satu penelitian model


(16)

pembelajaran yang menggunakan problem solving process sebagai inti pembelajaran dalam penjas adalah penelitian Thoedorakou & Zervas (2003, hlm.91) tentang pengaruh the creative movement teaching method terhadap self

esteem siswa dalam pembelajaran penjas. Hasilnya menunjukan bahwa, “Metode mengajar creative movement paling efektif dalam meningkatkan self esteem siswa secara keseluruhan juga pada spesifikasi dari self esteem seperti kemampuan kognitif, sosial dan dibandingkan dengan metode tradisional”.Minimnya penelitian pada model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran penjas terhadap peningkatan self esteem siswa mengaburkan keuntungan penerapan model ini terhadap domain afektif terutama self esteem. Apabila tidak ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini, dikhawatirkan anggapan guru tentang keuntungan menggunakan model pembelajaran inkuiri tidak akan diketahui dan masalah yang tengah terjadi di lapangan akan semakin parah.

Dibutuhkan study untuk mengatasi persoalan yang telah dipaparkan sebelumnya dengan mengkaji model-model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan self esteem siswa dalam mengimplementasikan materi ajar yang ada pada kurikulum penjas, salah satunya model inkuiri. Penelitian ini semakin relevan dengan keadaan yang sedang terjadi di Indonesia saat ini mengenai perubahan kurikulum 2013 yang lebih berpola pada pengajaran student

centered berbasis science dalam rangka mengembangkan keseimbangan antara

pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama, kemampuan intelektual dan psikomotorik. Oleh karena itu, apabila beberapa pertanyaan penelitan ini apabila terjawab, maka akan bermanfaat bagi guru pendidikan jasmani khususnya dan dunia pendidikan umumnya. Penelitian ini akan semakin relevan manakala dikaitkan dengan kurikulum 2013 berbasis

science.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Tantangan pengajaran penjas dalam kurikulum 2013 akan semakin berat apabila guru enggan berusaha untuk melakukan sebuah inovasi pengajaran. Pergeseran pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran aktif perlu dilakukan untuk mengimbangi tuntutan kurikulum 2013. Pengajaran penjas


(17)

yang mengarah pada kurikulum 2013 senantiasa membantu siswa untuk mengembangkan seluruh aspek yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor. Namun, sejauh yang diamati guru penjas seolah mengesampingkan pengembangan aspek afektif dalam proses pembelajarannya.

Masalah afektif pada siswa jarang menjadi sorotan bagi guru dalam pembelajaran penjas di sekolah. Guru hanya menyajikan tugas ajar berupa aktivitas fisik yang dikemas melalui permainan pada setiap materi ajarnya, tanpa memperhatikan pengembangan afektif siswa. Suherman & Mahendra (Dalam Budiman, 2009, hlm.6) menyebutkan bahwa, „Guru kurang mengembangkan domain afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama dan kesenangan siswa terhadap pendidikan jasmani‟. Isu ini menandakan adanya satu indikasi guru penjas dalam pengembangan pembelajaran penjas pada domain afektif yang kurang melalui strategi, pendekatan, gaya mengajar ataupun model pembelelajaran.

Salah satu aspek pada domain afektif adalah self esteem. Self esteem diperlukan dalam belajar.Scoot (2001, hlm.2) menyebutkan bahwa:

Self-esteem is used to refer to the way people evaluate their various abilities and attributes. For example, a person who doubts his ability in school may be said to have low academic self-esteem and a person who thinks she is good at sports may be said to have high athletic self-esteem.

Ketika seorang siswa ragu pada kemampuannya dalam belajar di sekolah, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki self esteem yang rendah. Sedangkan apabila siswa berpikir bahwa ia mampu melakukan gerakan dalam olahraga, dapat dikatakan memiliki self esteem yang tinggi. Pembelajaran melalui gerak untuk menumbuhkan self esteemsiswa salah satunya melalui pembelajaran penjas di sekolah.

Self esteem yang rendah dapat ditemui pada saat proses belajar mengajar

penjas. Contohnya, siswa selalu mencari-cari alasan untuk berusaha menghindar dari pembelajaran penjas. Identifikasi masalah dari alasan yang selalu dilontarkan oleh siswa untuk menghindari pembelajaran penjas ini adalah akumulasi rasa frustasi siswa pada saat melakukan pembelajaran penjas. Siswa sering merasa


(18)

tidak mampu untuk melakukan tugas gerak yang diberikan oleh guru karena terlalu sulit untuk dilakukannya. Guru sering memberikan pembelajaran berupa keterampilan tingkat tinggi pada suatu cabang olahraga yang harus dikuasai siswa tanpa melihat tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa untuk melakukannya. Menurut Suherman (2010, hlm.12), “Salah satu karakteristik program pengajaran penjas yang berkualitas adalah ditandai dengan

Developmantary Appropiate Practice (DAP), yaitu program aktivitas fisik yang

diberikan harus sesuai dengan kemampuan gerak anak didik dan mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik kualitas gerak setiap siswa”.

Kejadian ini juga diduga karena penetapan tujuan yang kurang realistik sehingga siswa tidak mampu untuk mencapainya, akhirnya mengakibatkan self

esteem siswa dalam belajar penjas rendah, sehingga siswa tidak mau lagi untuk

menghadiri pertemuan penjas di minggu selanjutnya. Selaras dengan ini,Bandura (Auwelee, 1999, hlm.93) menjelaskan bahwa “Low self esteem may cause people to perceive learning situation as a threatening and stress inducting”. Ketika siswa tidak mampu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada satu kali pertemuan pembelajaran penjas, maka siswa menganggap pembelajaran itu sebagai sebuah ancaman bagi mereka. Oleh karena itu, siswa selalu mencari-cari alasan untuk menghindari pembelajaran penjas pada pertemuan selanjutnya.

Apabila self esteem siswa dibiarkan begitu saja pada saat pembelajaran penjas berlangsung, maka dikhawatirkan akan berdampak pada tingkah laku siswa yang negatif dalam kehidupan sehari-harinya diantaranya melakukan bullying antar teman, kekerasan, bahkan sampai tawuran antar sekolah. Penelitian Donellan, dkk (2005, hlm.330) memaparkan bahwa individu dengan self esteem yang rendah akan lebih terlibat dalam antisocial behaviour termasuk tingkah laku agresifitas seperti perkelahian dan bullying.

Perlu adanya program untuk meningkatkan self esteem siswa, salah satunya melalui pembelajaran penjasyang dikemas olehguru dalam menyajikan berbagai pendekatan atau model pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan siswa. Seperti halnya dijelaskan oleh Pangrazi & Daeur (1995, hlm.84) bahwa, “Physical education is a part of the general educational


(19)

programs that contributes, primarily through movement experiences, to the total growth and development all of children”.Melalui pengemasan strategi, gaya,

pendekatan dan model pembelajaran penjas diharapkan akan berkontribusi pada seluruh domain pendidikan terutama pada domain afektif.

Banyak faktor selain dari keluarga, teman dan lingkungan yang mempengaruhi self esteem siswa. Salah satunya di lingkungan sekolah, self esteem siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran penjas dengan berbagai model pembelajaran yang disajikan, salah satunya adalah model pembelajaran inkuiri.Model pembelajaran penjas ini diharapkan akan memberikan dampak positif pada pengembangan self esteem siswa.

Sayangnya, kebanyakan guru penjas masih enggan untuk melakukan inovasi dalam pengajarannya. Masih terlihat guru penjas memberikan pengajaran dengan hanya menyajikan berbagai aktivitas permainan tanpa mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai baik kognitif, afektif maupun psikomotor. Selain itu, siswa lebih banyak melakukan aktivitas jasmani dengan intruksi yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui apa yang sedang mereka pelajari sebenarnya. Identifikasi masalah ini diduga karena guru memiliki pengetahuan yang kurang akan penerapan strategi, gaya, pendekatan dan model pembelajaran penjas sehingga pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak bermakna bagi proses belajar siswa.

Referensi akan model-model pembelajaran dibahas oleh Metzler (2000, hlm.302). Banyak terdapat model pembelajaran yang bisa diterapkan oleh guru untuk mencapai tujun prioritas pada domain kognitif, psikomotor, maupun afektif. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan domain afektif siswa terutama self esteem adalah model pembelajaran inkuiri. Setelah masalah yang dijelaskan sebelumnya teridentifikasi, maka diharapkan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran penjas di sekolah dapat menyelesaikan semua masalah itu.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan dalam identifikasi masalah penelitian, maka rumusan masalah penelitian secara umumadalah „Apakah model


(20)

pembelajaran inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan self

esteem siswa kelas VII?‟ Sedangkan rumusan masalah secara khusus adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test pada self esteem siswa SMP kelas VIIdengan menggunakan model pembelajaran inkuiri?

2. Apakah terdapat peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test padaself esteem siswa SMP kelas VIIdengan menggunakan model pembelajaran konvensional (direct)?

3. Apakah terdapat perbedaanpeningkatan self esteem siswa SMP kelas VII pada perlakuan model pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct)?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri pada peningkatan self esteem siswa SMP kelas VII. Berikut merupakan tujuan secara khusus dalam penelitian ini:

1. Mengetahui peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test pada self esteem siswa SMP kelas VII yang menggunakan model pembelajaran inkuiri.

2. Mengetahui peningkatan skor yang signifikan antara skor pre test dan post test padaself esteem siswa SMP kelas VII yang menggunakan model pembelajaran konvensional (direct).

3. Mengetahui perbedaanpeningkatan self esteem siswa SMP kelas VII pada perlakuan model pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct).

E. Manfaat Penelitian

Apabila self esteem pada siswa tidak dikembangkan oleh guru melalui model pembelajaran, maka dikhawatirkan siswa akan memiliki self esteem yang rendah sehingga bermunculan tingkah laku antisosial dan agresifitas.Penelitian Donellan, dkk (2005) memaparkan bahwa individu dengan self esteem yang rendah akan lebih terlibat dalam antisocial behaviour termasuk tingkah laku agresifitas seperti perkelahian dan bullying. Oleh karena itu, penelitian ini akan bermanfaat secara:


(21)

1. Teoritis:

Secara teoritis, penelitian ini akan bermanfaat untuk:

a. Menguatkan teori Metzler yang menjelaskan bahwa model pembelajaran inkuiri akan memberikan dukungan yang kuat bagi peningkatan self

esteem siswa.

b. Menjelaskan dan membuktikan bahwa pembelajaran penjas yang dikemas melalui model pembelajaran inkuiri akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif khususnya

self esteem.

c. Memberikan informasi dan bahan referensi kepada pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan pendidikan jasmani dan olahraga seperti guru pendidikan jasmani, lembaga FPOK, atau lembaga lainnya sebagai rujukan untuk dilakukan penelitian lebih jauh terkait model pembelajaran penjas.

2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk:

a. Mengidentifikasi implikasi penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan evektifitas pembelajaran penjas dalam rangka mengembangkan self esteem siswa.

b. Referensi bagi praktisi penjas khususnya para guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran penjas melalui model pembelajaran inkuiri.


(22)

49

BAB III

METODE PENELITIAN

Proses pelaksanaan model inkuiri digunakan sebagai cara pembelajaran pendidikan jasmani. Pemilihan model inkuiri ini diterapkan untuk meningkatkan

self esteem para peserta didik di kelas VII. Materi ajar bolabasket dipilih sebagai

salah satu variabel dalam proses penelitian ini.Keseluruhan pembelajaran dikemas dalam program penelitian eksperimen dengan langkah-langkah sebagai berikut:

A. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMP Lab School UPI Bandung kelas VII yang terdiri dari 5 kelas yaitu A, B, C, D, dan E. Masing-masing kelas memiliki jumlah peserta didik yang berbeda, seperti: Kelas A 28 peserta didik, kelas B 27 peserta didik, kelas C 27 peserta didik, kelas D 28 peserta didik dan kelas E 28 peserta didik. Keseluruhan populasi berjumlah 138 peserta didik. Alasan pengambilan populasi peserta didik kelas VII lebih pada melihat karakteristik peserta didik.Karakteristik siswa pada populasi ini mengacu pada teori Ormrod (2002:105), “Saat memasuki masa remaja dan semakin menguasai kemampuan melakukan pemikiran abstrak, para siswa sudah semakin mampu mengidentifikasi dirinya dalam kerangka ciri-ciri dirinya yang umum dan relatif stabil”.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Labschool UPI yang berada di Bandung. Alasan mengambil populasi ini adalah karena SMP Labschool UPI merupakan salah satu sekolah percontohan di Jawa Barat yang ditujukan untuk pengembangan kualitas pengajaran melalui pendekatan, gaya mengajar maupun model pembelajaran. Oleh sebab itu, peneliti memilih lokasi penelitian di SMP Labschool UPI.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Langkah-langkah dalam menentukan sampel pada penelitian ini yaitu:

1) Tahap pertama, melakukan pengundian menggunakan cluster random dengan cara mengundi lima kelas VII menjadi dua kelas yang berjumlah


(23)

138 peserta didik, terdiri dari kelas A 28 peserta didik, kelas B 27 peserta didik, kelas C 27 peserta didik, kelas D 28 peserta didik dan kelas E 28 peserta didik.

2) Tahap ke dua, melakukan random assigment dengan cara mengundi kembali dua kelas tersebut untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Setelah pengundiandilakukan secara random, maka diperoleh kelas D sebagai kelompok eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

Alasan pengambilan sampel seperti ini adalah karena adanya aturan sekolah tentang penjadwalan mata pelajaran yang harus dipatuhi, artinya jadwal pembelajaran yang sudah ada tidak dapat digeser atau diubah.

Langkah-langkah dalam menentukan sampel ini merupakan teknik cluster

random sampling. Fraenkel dkk(2012, hlm.95-96) menegaskan tentang clusterrandom sampling bahwa:

Frequently, researchers cannot select a sample of individuals due to

administrative or other restrictions. This is especially true in schools… The

advantages of cluster random sampling are that it can be used when its difficult or impossible to select a random sample of individuals, its often far easier to implement in schools.

Keuntungan dari pengambilan sampel melalui teknik cluster random sampling ini yaitu dapat digunakan ketika pengambilan sampelnya sulit atau tidak memungkinkan untuk dilakukan secara random sampling khususunya di lingkungan sekolah, begitu pun pada penelitian ini yang tidak memungkinkan pengambilan sampel secara random sampling karena faktor eksternal yang telah dijelaskan sebelumnya.

Maksum (2012, hlm.57) juga menjelaskan bahwa “Dalam cluster random sampling, yang dipilih bukan individu melainkan kelompok atau area yang

kemudian disebut cluster.Misalnya propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan sebagainya.Bisa juga dalam bentuk kelas dan sekolah. Sedangkan menurut Sudjana (2005, hlm.173) menyebutkan bahwa: “Dalam cluster sampling, populasi dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau klaster. Secara acak klaster-klaster yang


(24)

diperlukan diambil dengan proses pengacakan. Setiap anggota yang berada di dalam klaster-klaster tadi merupakan sampel yang diperlukan”.

Sedangkan menurut Craswell (2009, hlm.2018) memaparkan bahwa:

Prosedur sampling multi tahap atau cluster sampling adalah prosedur sampling yang ideal ketika peneliti merasa tidak mungkin mengumpulkan daftar seluruh elemen yang membentuk populasi.(Babie, 2007).Dalam prosedur multi tahap atau clustering, peneliti terlebih dahulu menentukan kluster-kluster, lalu mengidentifikasi nama-nama individu dalam setiap cluster, baru kemudian men-sampling individu-individu tersebut.

Sudjana (2005, hlm.173) menyebutkan bahwa: “Dalam cluster sampling, populasi dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau klaster. Secara acak klaster-klaster yang diperlukan diambil dengan proses pengacakan. Setiap anggota yang berada di dalam klaster-klaster tadi merupakan sampel yang diperlukan”.Sesuai dengan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam pengambilan sampel, teknik

cluster random sampling dirasa cocok untuk dijadikan landasan konsep dalam

teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini.

3. Sampel

Setelah tahapan yang dilakukan pada teknik cluster random sampling, maka didapat sampel pada kelas B dan D, kelas D sebagai kelompok eksperimen dan kelas B sebagai kelompok kontrol. Sampel yang telah terpilih sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan representatif terhadap populasi yaitu peserta didik kelas VII di SMP Labschool UPI.

Sekaitan dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini, Ali (2010, hlm.257) memaparkan bahwa, “Dalam proses penyampelan, sampel diambil dari populasi yang nyata. Oleh sebab itu, kevalidan berlakunya kesimpulan hanya terkait dengan populasi yang nyata itu”. Sampel akan diambil mewakili dari populasi yang telah ditetapkan sesuai dengan karakteristik self esteem pada peserta didik kelas VII.

Sampel pada penelitian ini terdiri dari satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol yang didapat dari dua kelas hasil dari cluster random sampling yang dilakukan sebelumnya. Alasan untuk mengambil sampel pada dua kelas yang akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sampel tersebut sesuai dengan keberadaan populasi, artinya sampel yang didapat dari teknik cluster


(25)

random sampling dianggap representatif terhadap populasi sehingga apabila setelah

penelitian dilakukan, hasilnya menunjukan pada generalisasi populasi. Menurut Ali (2010, hlm.270) menyebutkan bahwa:

Meskipun dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dalam pengambilan sampel tidak sepenuhnya menjamin kerepresentatifan sampel yang diambil, namun kesesuaian teknik yang digunakan dengan keberadaan populasi menjadi dasar dan alasan utama bahwa sampel yang dipilih dengan teknik itu representatif atau mendekati representatif.

Artinya, pengambilan sampel tidak dipilih secara sengaja tetapi diundi menggunakan cluster random sampling dengan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan sebelumnya pada teknik pengambilan sampel.

B. Desain Penelitian

Sebelum melakukan kegiatan eksperimen, langkah yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Pelaksanaan observasi di SMP Labschool UPI bertujuan untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana yang ada untuk mengajar penjas, mengetahui jadwal jam pengajaran penjas kelas VII, jumlah keseluruhan kelas VII, dan mengurus perizinan dari pihak sekolah.

2. Perencanaan

Tahap yang dilakukan pada perencanaan ini adalah mempersiapkan angket sebagai alat ukur, pemilihan sampel pada kelas VII, membuat program model pembelajaran inkuiri dan direct, memeriksa dan menyediakan sarana prasarana untuk pelaksanaan eksperimen, menentukan pre test dan post test dan berdiskusi bersama guru penjas untuk menyamakan persepsi tentang konsep model pembelajaran inkuiri beserta materi dan skenario yang akan diberikan pada siswa pada saat kegiatan eksperimen.

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 kali pertemuan yang dilaksanakan setiap 1 kali seminggu, jadi penelitian dilakukan selama 5 minggu dari mulai bulan April sampai Mei 2014. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian


(26)

eksperimen menggunakan metode pembelajaran inkuiri untuk pengembangan self

esteem peserta didik: 1. Pre Test

Pre test dilakukan sebelum perlakuan diberikan yaitu pembelajaran penjas dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct) pada materi permainan bolabasket. Pre test dilakukan untuk melihat sejauh mana self

esteem yang telah dimiliki oleh peserta didik pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Untuk melihat skor perolehan pre test, seluruh peserta didik yang telah menjadi anggota kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan SERS.Kemudian, setelah peserta didik mengisi SERS, data diolah dan dianalisis untuk mengetahui kemampuan awal self esteem peserta didik pada kedua kelompok.Pre test telah dilakukan pada hari Selasa, 01 April 2014 di SMP Labschool UPI.

2. Perlakuan

Perlakuan dilakukan pada kelas D sebagai kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam materi bolabasket dan kelas B sebagai kelompok kontrol hanya diberikan materi bolabasket. Model pembelajaran konvensional (direct) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang sudah menjadi kebiasaan guru penjas di SMP Labschool, diasumsikan menggunakan model pembelajaran direct teaching model. Eksperimen ini dilaksanakan 1 kali seminggu dengan alasan bahwa peningkatan self esteem peserta didik diharapkan dapat terjadi perubahan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan ini, teori Mruk (2006, hlm.189) menjelaskan bahwa:

The 5 week period seems to be optimal in terms of making a compromise between having enough time to work on self esteem in a way that allows for some change to occur and for maximizing attendance in a outpatient or educational setting. Standard number of 2 hour season is five. They should be spread evenly over time, such as by meeting once per week.

Teori ini mengungkapkan bahwa 5 minggu menjadi waktu yang optimal untuk dapat memaksimalkan pertemuan dalam setting outpatient atau pendidikan dan


(27)

untuk melihat perubahan yang terjadi dalam self esteem. Waktu yang standar untuk digunakan adalah 2 jam per setiap pertemuan selama 5 minggu.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam pembelajaran penjas, yaitu penelitian Pelish (2006, hlm.204) yang memaparkan bahwa terjadi peningkatan self

esteem peserta didik setelah program pengembangan self esteem selama 3 sampai 4

minggu dengan durasi waktu 40-60 menit per pertemuan dilakukan 1 kali pertemuan setiap minggunya.

Pembelajaran penjas dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri merupakan educational setting. Jumlah pertemuan materi bolabasket pada silabus penjas SMP yaitu sebanyak 4 kali pertemuan, oleh karena itu penelitian pada penerapan model pembelajaran inkuiri ini dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan selama 5 minggu dengan 1 kali pertemuan setiap minggunya.Berikut merupakan program perlakuan yang diberikan dalam rangka mengembangkan self esteem peserta didik melalui model pembelajaran inkuiri pada materi ajar bolabasket yang dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan selama 5 minggu.Program pelaksanaan penelitian ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tabel.3.1

Program pelaksanaan penelitian

Pertemuan Materi Waktu

1 Pelaksanaan pre test Selasa, 1 April 2014 2 Melakukan teknik dasar

chest pass

Selasa, 8 April 2014

3 Melakukan teknik dasar

bounce pass

Selasa, 15 April 2014

4 Melakukan teknik dasar

dribbling

Selasa, 22 April 2014

5

Melakukan teknik dasar

dribbling dan

passingPelaksanaan post

test

Selasa, 29 April 2014

6 Melakukan teknik dasar pivot

Pelaksanaan retensi test

Selasa, 13 Mei 2014

Pada saat kegiatan eksperimen dilaksanakan, pengamatan selalu dilakukan untuk melihat sejauh mana siswa senang dalam melakukan kegiatan pembelajaran penjas dan mampu melakukan gerakan hasil dari penemuan mereka dalam


(28)

memecahkan permasalahan yang dihadapinya.Pemberian feedback pada setiap siswa juga selalu diberikan pada kelompok eksperimen, namun pada kelompok kontrol pemberian feedback jarang dilakukan.Evaluasi juga selalu diberikan pada skenario yang diberikan pada saat pengajaran agar kekurangan dari program dapat segera diperbaiki untuk perlakuan selanjutnya agar lebih baik.

a. Catatan daily penerapan model pembelajaran inkuiri

Pertemuan pertama pelakasanaan eksperimen, model pembelajaran inkuiri disajikan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Pemberian feedback dan

reinforcement juga selalu diberikan kepada setiap siswa ketika pembelajaran

berlangsung. Siswa terlihat antusias dalam menjawab pertanyaan dan melakukan gerakan. Namun, siswa masih terlihat kebingungan pada saat melakukan permainan.

Pertemuan kedua, penyajian model pembelajaran inkuiri sesuai dengan revisi skenario pada poin aktifitas pendahuluan. Pembelajaran sudah mulai aktif ditandai dengan banyaknya siswa yang bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan. Siswa mulai terangsang untuk berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sebelum melakukan gerakan. Pada saat melalukan permainan, siswa sudah mulai paham tentang apa, bagaimana dan mengapa harus melakukan gerakan.

Pertemuan ketiga, pembelajaran sudah mulai kondusif, siswa sudah mulai terbiasa dengaan menjawab pertanyaan dengan dituangkan ke dalam gerakan. Ketika melakukan permainan, sudah mulai terpola. Siswa juga sudah bisa menjelaskan kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

Pertemuan keempat, pembelajaran sudah semakin kondusif karena materinya merupakan gabungan dari materi sebelumnya dan siswa sudah terbiasa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Pada saat melakukan permainan, siswa sudah bisa melakukannya dengan baik dengan mengaplikasikan materi yang sudah didapatkan sebelumnya. Suasana pembelajaran semakin kondusif dan siswa terlihat sangat senang karena mereka dapat melalukan gerakan yang benar sesuai dengan jawaban mereka. Ketika perlakuan ke lima diberikan, siswa tetap terbiasa dengan pembelajaran penjas menggunakan inkuiri.


(29)

Setelah diberikan perlakuan selama 5 kali pertemuan yang dilakukan 1 kali setiap minggunya, selanjutnya sampel diberikan kembali SERS pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol untuk melihat sejauh mana pengembangan

self esteem yang terjadi mulai dari sebelum diberikan perlakuan sampai setelah

diberikan perlakuan. Skor hasih SERS yang telah diisi oleh sampel selanjutnya dianalisis untuk melihat perkembangan self esteem pada sampel yang ada dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, selanjutnya hasil analisis itu akan diuji hipotesis untuk dapat menjawab semua pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. Untuk memperjelas alur penelitian, maka dibuat bagan alur penelitian, berikut merupakan bagan alur penelitian yang disajikan pada Gambar 3.1

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian

experiment dengan desain RandomizePretest-Posttest Control Group Design.Menurut Fraenkel dkk(2012, hlm.272)pada desain

RandomizePretest-kesimpulan Analisis dan pengolahan data

Kelompok B

Kontrol Post-test

Ekperimen Kelompok A

Pre test Populasi & Sampel

Realita Permasalahan

Teori

Gambar 3.1


(30)

Posttest Control Group Design dua kelompok subjek diukur atau diamati dua

kali.Pengukuran pertamaberfungsi sebagai pretest, yang kedua sebagaiposttest.Tugas random (R) digunakan untuk membentukkelompok dan pemberian perlakuan (random assigment).Pengukuran atau pengamatan dilakukanpada saat bersamaan untuk kedua kelompok.Pengukuran pertama dilakukan pada kelompok yang diberikan model pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct), selanjutnya setelah diberikan perlakuan dilakukan kembali pengukuran ke dua pada kelompok yang diberikan model pembelajaran inkuiri dan konvensional (direct). Adapun gambaran mengenai desain tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.2

The Randomized Pretest-Posttest Control Group Design (Sumber: Fraenkel dkk.(2012, hlm.272)

Keterangan:

R = Random (Penetapan secara acak pada kelas VII yang dipilih secara random) O = Observasi atau pengukuran

X = Eksperimen (Model Pembelajaran Inquiry)

C = Kontrol (Model Pembelajaran Konvensional (direct))

Alasan mengambil metode eksperimen dengan desain

RandomizePretest-Posttest Control Group Design adalah peneliti ingin melihat sejauh mana hasil

perlakuan dari kedua jenis perlakuan yaitu model pembelajaran inkuiri pada kelompok eksperimen terhadap pengembangan self esteem peserta didik SMP kelas VII. Penelitian ini akan melihat sebab akibat yang terjadi antar setiap variabelnya. Freankel (2012, hlm.265) memaparkan bahwa:

Eksperimen formal didasari oleh dua kondisi yaitu; (1) Setidaknya ada dua kondisi atau lebih atau ada dua metode yang akan dibandingkan sebagai kondisi perlakuan (variabel bebas). (2) variabel bebas dimanipulasi oleh peneliti. Perubahan direncanakan secara sengaja dimanipulasi untuk mempelajari efeknya pada satu atau lebih hasil (variabel terikat).

Treatment groupR O X O


(31)

D. Definisi Operasional

Menurut Mruk (2006, hlm.23) terdapat dua faktor yang dapat mendefinisikan

self esteem pada seseorang, yaitu:

First, feeling good about oneself without connecting such belief or experience to reality through the expression or appropiate, corresponding behaviour is also lopsided way for understanding self esteem. Second is competance and worthiness creates self esteem.

Penilaian diri sangat penting dalam menggambarkan struktur dari self esteem karena penilaian diri memperlihatkan fakta bahwa self esteem tidak akan terjadi tanpa ada aksi. Penampilan yang berkompeten menghasilkan perasaan positif, sedangkan penampilan yang kurang akan menghasilkan perasaan negatif. Artinya, kompetensi dibutuhkan untuk penilaian diri karena kompetensi akan menghasilkan aksi sehingga akan berarti secara positif terhadap perasaan seseorang.

Wells and Marwell dalam Mruk (2006, hlm.10), memberikan definisi pada self

esteem yaitu: “Attempted to organize definitions of self-esteem on the basis of two psychological processes: evaluation (which emphasizes the role of cognition) and affect (which prioritizes the role of feelings) as they pertain to self-esteem”. Merujuk pada pernyataan ini, Mruk (2006, hlm.10) menjelaskan bahwa:

The first and the most basic definition is to simply characterize self-esteem as a certain attitude. A second type of definition is based on the idea of a discrepancy. A third way to go about defining self esteem focuses on the psychological responses a person holds toward himself or herself, rather than attitudes alone. Finally, maintained that self esteem is understood as a function or component of personality.

Sel esteem ini didefinisikan pertama, self esteem merupakan tingkah laku tertentu dalam rentang positif dan negatif yang dituangkan melalui emosinal juga perlakuan. Kedua, self esteem merupakan cerminan diri, artinya bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Terakhir, self esteem merupakan bagian dari motivasi dan self regulasi atau keduanya.


(32)

Self esteem ini juga dapat ditingkatkan. Menurut Santrock (2002, hlm.360) memaparkan bahwa harga diri anak dapat ditingkatkan dengan empat cara, yaitu: “(1) pengidentifikasian sebab-sebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri, (2) dukungan emosional dan persetujuan sosial, (3) prestasi, dan (4) menghadapi masalah”. Berikut penjelasan dari masing-masing cara tersebut:

1) Pengidentifikasian sumber-sumber harga diri pada anak yaitu kompetensi yang penting bagi diri adalah penting untuk meningkatkan harga diri. Harter (1990) dalam Santrock (2002:360) menunjukan hasil penelitiannya bahwa intervensi harus terjadi pada level penyebab harga diri bila individual harus ditingkatkan secara signifikan. Anak memiliki harga diri yang paling tinggi bila mereka berkompetensi dalam bidang yang penting bagi diri. Oleh karena itu, anak harus didorong untuk mengidentifikasi dan menilai bidang-bidang kompetensi.

2) Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain juga sangat mempengaruhi harga diri anak. Harter (1990) dalam Santrock (2002:360). Beberapa anak yang rendah dirinya biasanya berasal dari keluarga atau kondisi konflik dimana mereka mengalami pelecehan/penyiksaan atau pengabaian yakni situasi yang tidak mendukung. 3) Prestasi juga dapat meningkatkan harga diri anak, (Bednar, Well & Peterson,

1989) dalam dalam Santrock (2002:360). Misalnya, pengajaran langsung keterampilan nyata pada anak seringkali berhasil meningkatkan prestasi dengan demikian meningkatkan harga diri. Anak mengembangkan harga diri yang lebih tinggi karena mereka mengetahui tugas-tugas yang penting untuk mencapai tujuan, dan mereka telah berpengalaman mengerjakan tugas-tugas. Penekanan pada pentingnya prestasi untuk meningkatkan harga diri sangat mirip dengan konsep belajar sosial kognitif Badura tentang self efficacy, yang mengacu pada keyakinan individu bahwa mereka dapat menangani suatu situasi dan memberikan hasil positif.

4) Memecahkan masalah, harga diri anak akan meningkat apabila anak mengalami suatu masalah dan mencoba untuk mengahdapinya, bukan malah


(33)

menghindarinya. (Bednar, Well & Peterson, 1989) dalam dalam Santrock (2002:360). Apabila menghadapi dan bukan menghindari masalah maka anak akan sering kali bersikap dan bertindak realistis, jujur dan tidak defensif. Hal ini akan menghasilkan pemikiran evaluasi diri yang lebih menguntungkan yang menghasilkan self generated approval yang menaikan harga diri. Sebaliknya, bila menghindari masalah maka harga diri akan rendah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan rating scale dengan skala sikap. Alasannya adalah karena self esteem merupakan sikap dari seseorang dalam memahami dan menilai dirinya sendiri dan dituangkan ke dalam behaviour, biasanya dalam rentang negatif dan positif.

Pada penelitian ini, rating scale yang digunakan merupakan adopsi dari Self

esteem Rating Scale (SERS) yang dikembangkan oleh R. Nugent & Thomas

(1993).Validitas dan reliabilitas dari SERS ini sudah di uji.Pengujian validitas intrumen ini telah diteliti oleh Nugent dalam penelitian yang berjudul “A Validity Study of Two Forms of the Self-Esteem Rating Scale.Rating scale SERS ini digunakan dalam penilaian klinis pada self esteem. Nugent & Thomas (Dalam Fischer and Corcoran, 2000, hlm.690) memaparkan reliabilitas dari SERS, yaitu: „The SERS has excellent internal consistency, with an alpha of 0.97. The standard error of measurement was 5.67. Data on stability were not reported’.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengadopsi rating

scale SERS dari Nugent & Thomas (1993) untuk mengukur self esteem peserta

didik kelas VII:

1. SERS diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh ahli bahasa, tujuannya agar menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh peserta didik kelas VII di SMP Labschool UPI sehingga memudahkan peserta didik dalam mengisinya.

2. Memindahkan ide yang terkandung dari setiap butir pernyataan pada SERS ke dalam butir-butir pernyataan yang lebih dipahami peserta didik kelas VII,


(34)

selanjutnya dilakukan expert judment oleh orang yang ahli di bidang psikologi.

3. Mencoba mengevaluasi setiap butir pernyataan agar sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik dalam mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya.

4. Melakukan uji keterbacaan pada peserta didik kelas VII(sampel homogen tapi bukan sampel sebenarnya) sebanyak 20 orang. Uji keterbacaan telah dilakukan di SMPN 29 Bandung dengan tujuan untuk melihat apakah tiap pertanyaan pada instrumen SERS dapat dipahami oleh peserta didik kelas VII.

5. Diskusipada ahli tes dan pengukuran (expert judment) untuk melakukan pengujian kembali validitas dan realibilitas SERS.

Rating scale SERS ini bertujuan untuk melihat self esteem. Berikut ini adalah

deskripsi dari rating scale SERS yang dikembangkan oleh Nugent & Thomas (Dalam Fischer and Corcoran, 2000, hlm.690):

The SERS is a 40-item instrument that was developed to provide a clinical measure of esteem that can indicate not only problems in self-esteem but also positive or nonproblematic levels. The items were written to tap into a range of areas of evaluation including overall worth, social competence, problem-solving ability, intellectual ability, self-competence, and worth relative to other people. The SERS is a very useful instrument for measuring both positive and negative aspects of self-esteem in clinical practice.

Nugent & Thomas (Dalam Fischer and Corcoran, 2000, hlm.690)menjelaskan tentang pertanyaan yang dibuat dalam SERS sebagai berikut:

The SERS is scored by scoring the items shown at the bottom of the measure as p/+ positively, and scoring the remaining items (N/-) negatively by placing a minus sign in front of the item score. The items are summed to produce a total score ranging from - 120 to + 120. Positive scores indicate more positive self-esteem and negative scores indicate more negative levels of self-esteem.

Responden harus menilai diri mereka dengan 7 skala poin (Never=1, Rarely=2, A little of the time=3, Some of the time=4, A good part of the time=5, Most of the


(35)

time=6, and always=7). Nilai yang diberikan oleh setiap responden pada skor yang positif akan mengidentifikasi self esteem yang positif sedangkan nilai yang diberikan oleh setiap responden pada skor yang negatif akan mengidentifikasi self

esteem yang negatif.

Untuk kepentingan penelitian ini, skala pengukurannya tidak menggunakan skala pengukuran yang ada di dalam SERS itu sendiri, tapi menggunakan skala Likert. Alasannya, dalam SERS terlalu banyak option yang harus dipilih peserta didik, hal ini akan menimbulkan jawaban yang bias pada setiap butir pernyataan yang diberikan, ditakutkan jawaban tidak menggambarkan keadaan peserta didik sebenarnya. Oleh sebab itu, penggunaan skala Likert yang hanya terdapat lima option akan memudahkan peserta didik dalam memilih jawaban sesuai dengan keadaannya.

Menurut Sugiyono (2010, hlm.134), “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social”. Pada penelitian ini skala Likert digunakan untuk mengukur self esteem peserta didik SMP kelas VII. Sugiyono (2010, hlm.134) juga menjelaskan bahwa, „Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: 1-selalu, 2-sering, 3-jarang dan 4-tidak pernah‟.

F. Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Instrumen

Self esteem yang akan dilihat pengaruhnya melalui pembelajaran pendidikan

jasmani menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan materi ajar basket.

Rating scale SERS yang diadaptasi dari R. Nugent & Thomas (1993) digunakan

untuk melihat sejauh mana perubahan self esteem yang terjadi setelah diberikan perlakuan. Mengadaptasi rating scale SERS yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini telah melalui berbagai tahap dari mulai penerjemahan, pemindahan ide dan uji keterbacaan. Oleh karena itu, rating scaleakan diuji kembali validitas dan realibilitasnya. Uji coba instrument akan dilakukan pada kelas yang tidak terpilih menjadi kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Setelah rating scale SERS diberikan pada kelompok tersebut, dilakukan dengan analisa uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui tingkat keterandalan atau kesahihan alat ukur.


(36)

1. Uji Validitas

Meskipun mengadopsi dari rating scale SERS yang sudah ada, rating scale SERS perlu diuji kembali validitas dan realibilitasnya. Uji validitas instrument

rating scale dengan menggunakan SPSS 17. Berikut langkah-langkah yang telah

dilakukan untuk menguji validitas instrumen SERS sebanyak 40 butir soal menggunakan SPSS 17:

a) Masukan data hasil uji coba instrumen pada entri SPSS.

b) Klik Analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori Realibility Analysis.

c) Setelah masuk pada kategori Realibility Analysis, klik bagian statistic yang berada di pojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted. Selanjutnya klik continoue.

d) Masih pada kategori Realibility Analysis, pindahkan data ke kolom item. Selanjutnya akan muncul data.

e) Nilai hasil uji validitas (r hitung) dapat dilihat dari corrected item total

corelation.

f) Ketentuannya, apabila nilai dari corrected item total corelation< 0,23 maka butir soal tidak valid.

g) Tahap yang dilakukan untuk menyeleksi nilai corrected item total

corelation< 0,23 adalah pertama, buang skor pada corrected item total corelation yang memiliki nilai – dan 0.

h) Kedua, buang skor pada corrected item total corelation yang memiliki nilai 1 dan < 0,23.

i) Apabila setelah tahapan itu sudah dilalui ternyata skor pada corrected item

total corelation masih ada nilai < 0,23 maka buang lagi skor tersebut sampai

semua skor < 0,23.

j) Setelah dilakukan tahapan itu, nilai yang < 0,23terdapat 27 butir soal yang valid.

k) Hasil dari perhitung dan soal yang tekah valid terdapat di lampiran.

2. Uji Reliabilitas


(37)

b) Klik Analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori Realibility Analysis.

c) Setelah masuk pada kategori Realibility Analysis, klik bagian statistic yang berada di pojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted. Selanjutnya klik continoue.

d) Masih pada kategori Realibility Analysis, pindahkan data ke kolom item. Selanjutnya akan muncul data.

e) Untuk nilai reliabilitas dapat dilihat pada tabel Realibility Statistic pada Cronbach‟s Alpha dalam entri data yang muncul. Ketentuannya, apabila nilai Alpha > 0,05 maka reliabel dan apabila nilai Alpha < 0,05 maka tidak reliabel. (Pada hasil pengujian reliabilitas pada SERS ini memiliki nilai Alpha sebesar 0,732 maka 0,732 > 0,05 berarti reliabel.

f) Hasil dari perhitung terdapat di lampiran.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah melalui rating scale SERS.

Rating scale SERS yang diberikan pada saat pre test dan post test pada setiap

kelompok eksperimen maupun kontrol. Alasan pengambilan teknik pengumpulan data menggunakan rating scale SERS adalah data yang dikumpulkan lebih objektif karena menggunakan pernyataan-pernyataan yang dibagikan pada setiap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang akan mendeskriptifkan self esteem mereka. Menurut Ali (2010, hlm.285) menjelaskan bahwa:

Keuntungan menggunakan kuisioner (rating scale) adalah dapat mengumpulkan data dari jumlah besar subjek; data yang dikumpulkan lebih objektif daripada menggunakan wawancara; responden dapat menjawab dengan lebih leluasa, tidak dipengaruhi sikap mental hubungan antara periset dan subjek riset, atau waktu yang tersedia dalam memikirkan jawaban; data yang dikumpulkan lebih mudah dianalisis, karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat tetap dan sama antara yang diajukan kepada satu responden dan yang diajukan pada responden lainnya.

Pengumpulan data yang dilakukan untuk melihat peningkatan self esteem peserta didik kelas VII menggunakan SERS akan menggambarkan apa yang ada dalam diri siswa melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat pada SERS ini.


(38)

H. Analisis Data

Jenis data pada pengembangan self esteem peserta didik adalah data interval dengan skala interval. Sugiyono (2010, hlm.147) menegaskan bahwa “ …bila peneliti ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi, maka teknik yang digunakan adalah statistic inferensial. Setelah data terkumpul selanjutnya melakukan pengolahan data dan analisis data.Teknik analisis data menggunakan teknik analisis statistik, yang digunakan adalah uji t.

Analisis menggunakan SPSS 17 dengan urutan analisis data sebagai berikut: 1) Perhitungan Gain

2) Uji Normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 3) Uji Homogenitas menggunakan Lavene‟s test

4) Pengujian Hipotesis dengan menggunakan Uji-t Paired Samples dan independent t test.

I. Limitasi Penelitian

Pada setiap penelitian pasti ada keterbatasan beberapa faktor yang dapat menjadi ancaman. Pada penelitian ini ancaman datang dari instrument dan treatment.Diperlukannya suatu tindakan untuk meminimalisir ancaman tersebut, salah satunya dengan validasipada instrumendan model penelitian.Berikut adalah upaya untuk meminimalisir ancaman tersebut:

1. Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengukur peningkatan self esteem siswa berupaSelf Esteem Rating Scale (SERS) dari Nugent & Thomas (1993). SERS merupakan angket berbahasa asing yang telah baku dan tidak memiliki komponen indikator self esteem. SERS ini perlu dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.Setelah dialihbahasakan, tidak langsung dilakukan uji validitas dan reliabilitas tetapi melakukan diskusi dengan ahli bahasa dan psikolog (expert

judgement) karena ditakutkan ada ide pada SERS yang tidak terambil, bahasa yang


(39)

akan membingungkan siswa. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan setelah diskusi dengan ahli bahasa dan psikolog.

Karakteristik sampel yang digunakan sebagai uji coba memiliki karakteristik yang menyerupai sampel penelitian yaitu siswa kelas VII. Pengambilan karakteristik yang menyerupai ini dilakukan untuk meminimalisir bias terhadap instrumen.

Adanya penyusutan regresi angket yang cukup besar setelah dilakukan uji coba masih dapat mewakili setiap komponen indikator pengukuran self esteem karena pada SERS asli tidak diketahui komponen indikatornya. Selain itu, melalui expert

judgment ide yang terdapat pada SERS sudah terambil.

2. Validasi Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain The Randomized PretesPosttest Control Group Design. Menurut Freankel (2012, hlm. 280) menjelaskan ancaman yang terjadi pada metode penelitian The Randomized PretesPosttest Control Group Design yang disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.

Analisis ancaman The Randomized PretesPosttest Control Group Design

No Threat Keefektivan

1 Subject characteristics ++

2 Mortality +

3 Location -

4 Instrumen Decay +

5 Data Collector Characteristics -

6 Data Collector Bias -

7 Testing +

8 History +

9 Maturation ++

10 Attitude of Subjects -

11 Regression ++

12 Implementation -

Kesimpulannya, ancaman pada validitas internal yang dapat dikontrol pada metode penelitian ini adalah Subject characteristics, Mortality, instrumen decay,

testing, history, maturation dan regression.Sedangkan ancaman yang dikontrol


(40)

collector bias, attitude of subjects dan implementation.Berikut merupakan beberapa

ancaman validasi yang terkontrol lemah:

a. Location

Lokasi penelitian ini adalah di SMP Labschool UPI. Perlakuan diberikan di lapangan olahraga yang sama dengan jam berbeda.

b. Data collector characteristics

Proses pengumpulan data dibantu oleh rekan penelitian yang sama-sama melakukan penelitian di SMP Labschool UPI kelas VII. Rekan penelitian ini telah mengetahui bagaimana tata cara pengambilan data.

c. Data collector bias

Melakukan penjelasan mengenai tata cara mengisi angket sehingga siswa bisa dengan mudah mengisinya dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Pemaparan bahwa pengisian angket ini tidak akan berpengaruh pada nilai penjas diberikan pada siswa agar siswa tidak perlu takut mengisi angket dengan jujur dan tidak memanipulasinya.

d. Attitude of subjects

Selama proses pengambilan data dan perlakuan diberikan, peneliti didampingi oleh rekan penelitian. Tes dan perlakuan pada kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan pada hari yang sama namun pada jam yang berbeda. Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa diberikan perlakuan yang berbeda.

e. Implementation

Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan oleh peneliti dan rekan peneliti secara bergantian, sehingga kedua kelompok tersebut belajar dengan guru yang sama walaupun bergantian.

Ancaman lain datang dari luar desain penelitian, yaitu pada keterbatasan waktu. Penelitian ini dilakukan selama 5 kali pertemuan karena banyaknya hari libur nasional dan menjelang ujian sekolah. Oleh karena itu, pengambilan data post test dilakukan setelah perlakuan terakhir.


(41)

J. Skenario Pembelajaran

Berikut adalah format skenario secara dari kedua model pembelajaran yang telah dilakukan yang akan disajikan pada Tabel 3.3, sebagai berikut:

Tabel 3.3

Format skenario secara umum model pembelajaran inkuiri dan direct

Adegan Model Pembejaran

Direct

Model Pembelajaran Inquiri

Pendahuluan  Berdoa

 Pemanasan yang relevan dengan materi pembelajaran

 Presensi

 Apersepsi, motivasi dan penjelasan tentang tujuan pembelajaran

 Berdoa

 Pemanasan yang relevan dengan materi pembelajaran

 Presensi

 Apersepsi, motivasi dan menstimulus siswa

Inti  Skill: penjelasan teknik gerak yang

akan dipelajari

 Drill: siswa berlatih teknik gerak yang diajarkan.

Games: siswa mempraktikan teknik gerak yang diajarkan dalam sebuah permainan

 Ekspose masalah gerak

 Analisis Gerak: menentukan materi mengenai pembelajaran gerak melalui pertanyaan yang diajukan yang berisi:

- Penjelasan gerak/permainan - Pengenalan gerak /permainan - Elemen teknik gerak / permainan

 Explorasi:memecahkan permasalahan gerak/permainan melalui pertanyaan-pertanyaan serta memperagakan gerak dengan melibatkan unsur element, pathway, dan directions. - Melakukan element

gerak/permainan

- Bergerak dengan berbagai level gerak

- Bergerak dengan arah gerak yang berbeda

 Penerapan gerak :

perlombaan/pertandingan/permainan.

Penutup  Pendinginan (Cooling Down)

 Evaluasi, diskusi dan Tanya jawab mengenai materi pembelajaran

 Berdoa

 Pendinginan (Cooling Down)

 Evaluasi, diskusi dan Tanya jawab mengenai materi pembelajaran yang telah dan akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya.


(42)

K. Catatan Per Daily Pembelajaran

Berikut adalah catatan per daily pada saat pembelajaran menggunakan model inkuiri dan direct sesuai dengan skenario umum yang disajikan pada Tabel 3.4.

Perlakuan

Model Inkuiri Model Direct

Ekspose

Masalah Solusi

Indikasi Peningkatan

SE

Skill & Drill Games

Indikasi Peningkatan SE 1 Bagaimana melakukan gerakan chest pass secara individu, kelompok & permainan

Siswa belum bereksplorasi gerakan meskipun sudah diarahkan melalui pertanyaan.

Masih terlihat frustasi karena tidak mampu menyesuaikan dengan pembelajaran yang diberikan. Siswa diberikan latihan gerakan chest pass secara individu atau kelompok.

Siswa msih melakukan permainan tanpa memperha-tikan apa yang telah dipelajari.

Terlihat senang meskipun melakukan gerakan yang tidak sesuai materi. 2 Bagaimana melakukan gerakan bounce pass individu, kelompok & permainan

Siswa mulai bereksplorasi gerakan meskipun gerakannya masih ngasal. Kesenangan siswa atas terciptanya solusi sudah nampak. Siswa diberikan latihan gerakan bounce passsecara individu atau kelompok.

Siswa sudah memperha-tikan apa yang telah dipelajari.

Mulai focus pada pencapaian tujuan. 3 Bagaimana melakukan gerakan Dribling individu, kelompok & permainan

Siswa sudah melakukan eksplorasi gerakan.

Kesenangan siswa atas terciptanya solusi sudah nampak. Siswa diberikan latihan gerakan Dribling secara individu atau kelompok.

Siswa sudah melakukan permainan dengan baik.

Merasa senang karena dapat melakukan permainan dengan baik. 4 Bagaimana melakukan gerakan Dribling & Passing individu, kelompok & permainan

Siswa sudah terbiasa melakukan eksplorasi gerakan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan sendiri. Terlihat luapan emosional kesenangan

siswa yang

sangat ketika siswa bisa memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Siswa diberikan latihan gerakan Dribling & Passing secara individu atau kelompok.

Siswa sudah merasa bosan melakukan permainan.

Karena bosan, siswa tidak menunjukan rasa senang saat melakukan pembelajaran. 5 Bagaimana melakukan gerakan

Siswa sudah terbiasa melakukan Terlihat luapan emosional Siswa diberikan latihan

Siswa sudah merasa bosan

Karena bosan, siswa tidak menunjukan Tabel 3.4


(43)

pivot individu, kelompok & permainan

eksplorasi gerakan sesuai dengan yang mereka pikirkan

kesenangan siswa ketika bisa

memecahkan permasalahan

gerakan pivot secara individu/ kelompok

melakukan permainan.

rasa senang saat

melakukan pembelajaran.


(1)

berpikir secara kritis dan kreatif dalam merumuskan solusi yang dituangkan ke dalam bentuk gerakan. Kenyataan ini semakin memperkuat bahwa pembelajaran penjas di sekolah akan berdampak pada perkembangan siswa secara holistik baik dari segi afektif, kognitif maupun psikomotor.

Penerapan model pembelajaran yang disajikan pada siswa dalam penelitian ini menjelaskan bahwa ternyata pembelajaran penjas yang scientific dapat diberikan melalui model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran penjas yang scientific melalui model pembelajaran inkuiri dapat disajikan melalui pemberian masalah dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa melalui gerakan yang ditampilkan. Model pembelajaran inkuiri ini menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berpikir dalam menemukan solusi dari permasalah yang dihadapinya, tentunya disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan siswa.

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya, penulis mengajukan rekomendasi bagi praktisi penjas dalam rangka peningkatan self esteem siswa sebagai berikut:

1. Penyajian model pembelajaran inkuiri dalam proses belajar mengajar penjas hendaknya selalu disertai dengan pemberian feedback positif dan reinforcment yang dilakukan secara konsisten pada setiap siswa, sehingga siswa akan merasa terawasi dan akan fokus dalam belajar. Ketika siswa berhasil maupun tidak dalam meyelesaikan tugas geraknya hendaknya feedback positif tetap diberikan. Penyelesaian tugas secara berpasangan maupun kelompok memudahkan bagi guru dalam pemberian feedback. 2. Model pembelajaran penjas yang scientific dapat diberikan melalui model

pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri menyajikan banyak kesempatan bagi siswa dalam berpikir dalam mengeksplorasi sejumlah kemungkinan jawaban yang merupakan solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Jawaban dari solusi ini dituangkan ke dalam gerakan. Penerapan kurikulum yang menganjurkan penyajian pembelajaran scientific dalam penjas dapat diberikan melalui model pembelajaran inkuiri. Penelitian ini


(2)

memberikan referensi bagi guru penjas dalam menerapkan pembelajaran scientific melalui skenario model pembelajaran inkuiri.

3. Tidak hanya pada model pembelajaran inkuiri, pemberian model pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa merasa nyaman karena dapat mencapai tujuannya perlu diberikan secara rutin agar peningkatan self esteem siswa tetap terjaga.

4. Penelitian peningkatan self esteem siswa melalui model pembelajaran inkuiri perlu dilakukan kembali dengan memperbaiki komponen instrumen dan pemberian post test yang terpisah dengan perlakuan agar peningkatan self esteem siswa dapat terlihat lebih jelas. Penelitian ini juga dapat diteruskan dengan jumlah sampel yang lebih besar lagi dan waktu penelitian yang lebih lama agar self esteem siswa benar-benar terlihat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abuarrosh, Muhamed M. (2011). Self esteem Definition and Measurement. [Online]. Tersedia: www.garyounis.edu/art/magazine_art/art28/28/11.pdf. [24 Mei 2011]. Ali, Muhammad. (2010). Metodologi dan Aplikasi Risep Pendidikan. Bandung:

Pustaka Cendikia Utama.

Anjas. (2011). Teori Belajar Gagne. [Online]. Tersedia: www. Anjas.bee.blogspot.com/2011/08/teori-belajar-gagne.html?m=1.pdf [7 Agustus 2011].

Arjunan & Jayachandran. (2012). Effects of Command and Guided Discovery Teaching Styles on Retention of a Psychomotor Skill. Journal of Humanities and Social Science (JHSS). (6), 1, 27-32.

Auweelee, VY dkk. (1999). Psychology for Physical Education. USA: FEPSAC.

Berliana, dkk. (2008). Belajar Pembelajaran Dalam Pelatihan Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia – FPOK.

Baron, AR & Byrne, D. (2002). Psikologi sosial (edisi pertama). Jakarta: Erlangga. Boeree, George C. (2006). Metode Pembelajaran dan Pengajaran. Jogjakarta: Ar

Ruz Media.

Bookshelf. (2007). Discovery Learning (Bruner). [Online]. Tersedia di http://www.learning-theories.com/discovery-learning-bruner.html [2013].

Brickman, dkk. (2009). Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills. and Confidence. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. (3), 2, 1-22.

Budiman, Didin. (2009). Model Pengembangan Proses Sosial Siswa Dengan Metode Dan Pendekatan Pembelajaran Penjas. Tesis SPS UPI.

Byra, M. (2006). Teaching styles and inclusive pedagogies. In D. Kirk, M.O’Sullivan, & D. Macdonald (Eds.), Handbook of research in physical education (449-466). London: SAGE Publications.


(4)

Dalgas-Pelish, P. (2006). Effects of a self-esteem intervention program on school-age children. Pediatric Nursing. (8), 4, 341-349.

Donnellan, dkk. (2005). Low Self-Esteem Is Related to Aggression, Antisocial Behavior,and Delinquency. American Psychological Society Journal. (16), 4, 328-335.

Freankel, Jack R, dkk. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw Hill.Children Moving. A Reflective Approach to Teaching Phyisical Education. California: Mayfield Publishing Company.

Graham, G, at al. (1993). Children Moving and Reflective Approach to Teaching Physical Education. California: Myfield Publishing Company.

Juliantine, Tite. (2009). Pengembangan Kreativitas Siswa Melalui Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri dalam Penjas. Portal Jurnal UPI. 1 (2).

Maksum, A. (2012). Metodologi Penelitian. Semarang: Unesa University Press. Marx, Ronald W, dkk. (2004). Inquiry-Based Science in the Middle Grades:

Assessment of Learning in Urban Systemic Reform. Journal of Research in Science Teaching 41 (10):1063-1080.

Metzler, Michael W. (2000). Intrictional Model For Physical Education. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Murk, JC. (2006). Self Esteem, Research, Theory and Practice. United States: Maple Vail Book Manufacturing Group.

National Research Council. (2000). Inquiry and the national science education standards, a guide for teaching and learning. Washington, D.C. National Academy Press.

Naismith, James. (1995). Physical Activitu Promote Self esteem. [Online]. Tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov./pmc/articles/PMC1487216/ [20 September 2011]. Nezhad, dkk. (2013). The effect of selected games of school on self-esteem and

creativity of 10-12 years old girl students of Shoushtar. AENSI Journals. (11), 7, 3434-3439.


(5)

NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and the National Science Education Standar: Guide for Teaching and Learning. Woshington: National Academic Press.

Nugroho, Charles (2011). Pengaruh Kegiatan Olahraga terhadap Self esteem Siswa. Tesis, SPS UPI

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo Ormrod, Ellis. (2002). Psikologi Pendidikan (edisi keenam). Jakarta: Erlangga.

Pangrazi, R. & Daeur, V. (1995). Dynnamic Physical Education For Elementary School Children (edisi 8). New York: Macmillan.

Prihadi K, Chua M. (2012). Students' Self-Esteem at School: The Risk, the Challenge, and the Cure. Journal of Education and Learning. Vol.6 (1) pp. 1-14. Rink, E. Judith. (1993). Teaching Physical Education for Learning (Secon Edition).

USA: Mosbi Years Book.

Ruswana, Meta A. (2013). Pendekatan Pembelajaran Peer Intruction with Structured Inquiri (PISI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Tesis SPS UPI.

Santrock, WJ. (2002). Life Span Development (edisi keenam). Jakarta: Erlangga. Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA Sudjana, (1996). Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito.

Scoot, G.N (2001). Student Self Estem and the School System.: Perseption and Implication. University of North Florida. (88), 5, 286-293.

Schmidt, Richad A dan Wrisberg, Craig A. (2000). Motor Learning and Performance. USA: Human Kinetics.

Sternbeg, R. J. (2008). Psikologi Kognitif. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Suherman, Adang. (2009). Revitalisasi Peengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.


(6)

Theodorakou, k & Zervas, Y. (2003). The Effects of the Creative Movement Teaching Method and the Traditional Teaching Method on Elementary School Children's Self-esteem. Sport, Education and Society. (1) 8 91-104.

Tinning, R. (2010). Pedagogy and Human Movement. New York: Routledge.

Uhamisastra, M.S. (2010). Pengaruh Pendekatan Belajar Koperatif dan Belajar Kompetitif serta Kemampuan Motori terhadap Pengembangan Self esteem Melalui Kegiatan Olahraga Permainan pada siswa Sekolah Dasar. Desertasi kepada Universitas Pendidikan Indonesia.

W. R. Nugent, and J. W. Thomas (1993). Validation of the Self-Esteem Rating Scale. Research on Social Work Practice. (3), 191–207.

White, Barbara, dkk. (1999). Enabling Students to Construct Theories of Collaborative Inquiry and Reflective Learning: Computer Support for Metacognitive Development. International Journal of Artificial Intelligence in Education (10):151-182.

Yusuf, LN & Nurihsan, Juntika. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.