Efek Larvisida Ekstrak Etanol Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.var Kathur) Terhadap Culex.

(1)

ABSTRAK

EFEK LARVISIDA EKSTRAK ETANOL CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L. var Kathur) TERHADAP Culex

Caroline Wiraatmaja, 2010, Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani, dr, M.Kes. Pembimbing II: Dra. Rosnaeni, Apt.

Pengendalian terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor filariasis dapat dengan menurunkan jumlah populasi nyamuk dewasa atau dengan memutus siklus hidupnya menggunakan larvisida sintetis. Penggunaan larvisida sintetis secara terus menerus dapat menimbulkan dampak yang merugikan, sehingga perlu dilakukan penelitian penggunaan bahan alami yang mempunyai kemampuan larvisida, salah satunya adalah cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek larvisida ekstrak etanol cabai rawit (EECR) terhadap Culex. Desain penelitian prospektif eksperimental sungguhan, dengan rancangan acak lengkap (RAL) bersifat komparatif. Efek larvisida EECR terhadap Culex menggunakan dosis EECR 3.6 %, 7.2 %, 14.4 % dan 28.8 %, sebagai kontrol CMC 1% dan pembanding Temephos 0.01%. Data yang diukur jumlah larva mati setelah pengamatan 24 jam.

Analisis data menggunakan ANAVA satu arah, apabila terdapat perbedaan dilanjutkan uji Tukey HSD, dengan α=0.05. Hasil penelitian rerata jumlah larva mati pada kelompok yang diberi EECR 3.6 % (2.88), 7.2 % (3.20), 14.4 % (3.35) dan 28.8 % (3.38) berbeda sangat signifikan (p=.000) dengan kelompok kontrol (CMC 1%). Potensi larvisida EECR 3.6 % (2.88), 7.2 % (3.20), dan 14.4 % (3.35) lebih lemah (p=.000) dari Temephos (3.43), sedangkan potensi larvisida EECR 28.8 % (3.38) setara dengan Temephos (p=0.064). Simpulan penelitian ini adalah EECR berefek larvisida terhadap Culex dengan potensi yang bervariasi.


(2)

ABSTRACT

LARVISIDAL EFFECT OF CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L. var Kathur ) ETANOL EXTRACT TO Culex

Caroline Wiraatmaja, 2010, Tutor I : Dr. Susy Tjahjani, dr, M.Kes. Tutor II : Dra. Rosnaeni, Apt.

To control Culex quinquefasciatus mosquito, we can use synthetic larvicide, but the synthetic larvicide can give bad effect for environment. Because of that, we need nature larvicide which is toxic effect for insect and have larvisidal effect, such as cabai rawit (Capsicum frutescens Linn).

The purpose of this research is know larvisidal effect of cabai rawit (Capsicum frutescens L.) in the form of etanol extract to Culex. The experimental course used the comparative Completely Randomized Design (CRD). Larvicidal effect of cabai rawit etanol extract to Culex use 3.6 %, 7.2 %, 14.4 % and 28.8 % dose, CMC 1% as control and Temephos 0.01%. The measured data was sum of death larva in 24 hours.

The data was analysed using one way ANOVA and Tukey HSD α = 0,05. The result show that average of death larva in group I (3.6 %) is 2.88, II (7.2 %) is 3.20, III (14.4 %) is 3.35 and IV (28.8 %) is 3.38 compare with group V (CMC 1%), have significant difference (p=.000). Larvisidal potential of cabai rawit etanol extract 3.6 %, 7.2 % and 14.4 % dose is lower than Temephos, but 28.8 % dose as same effect as with Temephos (p=0.064). The conclusions of this research is that all dose of cabai rawit etanol extract have larvisidal effect and have different larvisidal potential to Culex.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3

1.4.1 Manfaat Praktis ... 3

1.4.2 Manfaat Akademis ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

1.6 Hipotesis ... 4

1.7 Metode Penelitian ... 4

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Nyamuk ... 5

2.2 Culex sp ... 6

2.2.1 Morfologi Nyamuk ... 6


(4)

2.2.5 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp... 8

2.2.6 Perilaku Nyamuk Culex sp ... 11

2.2.7 Filariasis ... 11

2.2.7.1 Etiologi Filariasis ... 12

2.2.7.2 Epidemiologi Filariasis ... 13

2.2.7.3 Patologi Filariasis ... 16

2.2.7.4 Gejala Klinik Filariasis ... 18

2.2.7.5 Diagnosis Filariasis ... 19

2.2.7.6 Pengobatan Filariasis ... 20

2.2.7.7 Pencegahan Filariasis ... 21

2.3 Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)... 21

2.3.1 Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)... 22

2.3.2 Taksonomi Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)... 22

2.3.3 Nama Cabai Rawit... 23

2.3.4 Varietas Cabai Rawit... 23

2.3.5 Gambar Cabai Rawit... 24

2.3.6 Khasiat Cabai Rawit... 24

2.3.7 Kandungan Cabai Rawit... 24

2.4 Larvisida... 25

2.4.1 Larvisida Sintetik... 25

2.4.2 Larvisida Alami... 25

2.5 Mekanisme Kerja Capsaicin Sebagai Larvisida... 25

BAB III ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian... 27

3.2 Metode Penelitian... 27

3.2.1 Desain Penelitian... 27

3.2.2 Variabel Penelitian... 28

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel... 28

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel... 28


(5)

3.3 Prosedur Kerja... 29

3.3.1 Persiapan Hewan Coba... 29

3.3.2 Persiapan Bahan Uji... 30

3.3.3 Prosedur Penelitian... 30

3.4 Metode Penelitian... 31

3.4.1 Hipotesis Statistik... 31

3.4.2 Kriteria Uji... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan... 32

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian... 36

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 37

5.2 Saran... 37

Daftar Pustaka ... 38

Lampiran ... 40


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Jumlah Larva Mati Setelah 24 Jam ... 32 Tabel 4.2 Rerata Larva Mati Setelah 24 Jam dan Hasil Transformasi.. 33 Tabel 4.3 Hasil ANAVA Setelah 24 Jam ... 33 Tabel 4.4 Hasil Uji Tukey HSD Jumlah Larva Mati Setelah 24 Jam.. 34 Tabel 4.5 Hasil Probit Analisis 24 Jam ... 36


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Identifikasi Nyamuk Anopheles, Aedes dan Culex ... 5

Gambar 2.2 Anatomi Nyamuk ... 6

Gambar 2.3 Culex quinquefasciatus ... 7

Gambar 2.4 Culex quinquefasciatus ... 7

Gambar 2.5 Culex territans ... 8

Gambar 2.6 Culex pipiens ... 8

Gambar 2.7 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp ... 8

Gambar 2.8 Metamorfosis Nyamuk Culex sp ... 9

Gambar 2.9 Telur Culex sp ... 9

Gambar 2.10 Larva Culex sp ... 10

Gambar 2.11 Pupa Culex sp ... 10

Gambar 2.12 Nyamuk Dewasa Culex sp ... 10

Gambar 2.13 Penderita Filariasis ... 12

Gambar 2.14 Penyebaran Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori ... 13

Gambar 2.15 Siklus Hidup Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi ... 16

Gambar 2.16 Cabai Rawit (Capsicum frutescens Linn) ... 24


(8)

Lampiran 1 : Prosedur Pembuatan Ekstraksi Prosedur pembuatan ekstrak etanol cabai rawit :

Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cabai rawit yang diperoleh dari Ciwidey.

Cabai rawit yang didapat diseleksi, dipilih dengan kematangan yang sama, tidak ada yang busuk dan tangkainya dibuang.

Cabai rawit yang sudah diseleksi, ditimbang berat basahnya kemudian diperoleh 1 kg Cabai rawit.

1 kg Cabai rawit ini dikeringkan dengan oven dan diperoleh 75 gram bubuk kering Cabai rawit.

Cabai rawit yang sudah kering diblender dengan blender listrik hingga derajat kehalusan tertentu.

75 gram bubuk kering Cabai rawit yang digunakan untuk penelitian ini diekstraksi menggunakan pelarut etanol 95% dengan cara dipanaskan sampai mendidih selama 1 jam.

Disaring dengan menggunakan Whatmann No 1.

Filtrat dipekatkan dengan evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental Cabai rawit seberat 25 gram.


(9)

Lampiran 2 : Pehitungan Dosis Ekstrak Etanol Cabai Rawit Pehitungan dosis ekstrak etanol cabai rawit (EECR) :

Penelitian ini menggunakan dosis EECR 3.6 %, 7.2 %, 14.4 % dan 28.8 % dalam 100 ml CMC 1%.

Pembuatan dosis EECR 28.8 % :

28800 mg EECR dalam 1000 ml CMC 1% 2880 mg EECR dalam 100 ml CMC 1% ___________________________________ 5760 mg EECR dalam 200 ml CMC 1% 5,76 gram EECR dalam 200 ml CMC 1%

Hasil 200 ml 100 ml EECR 28.8 % + 100 ml EECR 28.8 % Pembuatan dosis EECR 14.4 % :

Kemudian 100 ml EECR 28.8 % + 100 ml CMC 1%

Hasil 200 ml 100 ml EECR 14.4 % + 100 ml EECR 14.4 % Pembuatan dosis EECR 7.2 % :

Kemudian 100 ml EECR 14.4 % + 100 ml CMC 1%

Hasil 200 ml 100 ml EECR 7.2 % + 100 ml EECR 7.2 % Pembuatan dosis EECR 3.6 % :

Kemudian 100 ml EECR 7,2 % + 100 ml CMC 1%


(10)

Lampiran 3 : Perhitungan Dosis Temephos Perhitungan dosis Temephos (Abate® 0.01%) :

Abate® sebanyak 10 gram digunakan untuk 100 liter air. Berarti :

10 gram Abate® untuk 100 L air 0,1 gram Abate® untuk 1 L air 0,01 gram Abate® untuk 100 ml air

Dosis Abate® 0.01% yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,01 gram Abate® dilarutkan dalam 100 ml air.


(11)

Lampiran 4 : Pembuatan Suspensi CMC Pembuatan suspensi CMC 1% :

Untuk membuat suspensi CMC 1% diperlukan serbuk CMC sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 100 ml air. Dalam penelitian ini diperlukan suspensi CMC 1% sebanyak 1 liter.

Panaskan 1 liter air hingga mendidih.

Masukan air panas ke dalam sebuah wadah tahan panas.

Kemudian masukan serbuk CMC sebanyak 10 gram ke dalam air panas. Serbuk CMC digerus sampai larut dalam air panas.

Diamkan suspensi selama 24 jam.


(12)

Lampiran 5 : Varietas Cabai Rawit

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 343/Kpts/TP.240/6/2003

Tanggal : 23 Juni 2003

DESKRIPSI CABE RAWIT VARIETAS KATHUR

Asal tanaman : Blitar

Golongan : berseri bebas

Tinggi tanaman : 60 – 70 cm

Umur tanaman : - mulai ber bunga 25 – 30 hari - mulai panen 60 hari

Bentuk kanopi : kompak

Warna batang : hijau

Ukuran daun : panjang 7 – 7,5 cm, lebar 3 – 3,5 cm

Warna daun : bagian atas hijau dan bagian bawah hijau muda Warna kelopak bunga : hijau tua

Warna tangkai bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih Warna kotak sari : ungu Jumlah kotak sari : 5

Warna kepala putik : putih kekuningan Jumlah helai mahkota : 5

Bentuk buah : kerucut

Kulit buah : halus

Tebal kulit buah : 0,08 cm Warna buah muda : hijau Warna buah matang : merah tua

Ukuran buah : panjang 3,5 – 4 cm, diameter 0,7 – 0,8 cm


(13)

Berat buah per tanaman : 0,5 – 0,8 kg

Produksi : 12,0 – 13,5 ton buah segar per hektar Keterangan : cocok untuk daratan rendah sampai tinggi

(5 – 600 m di atas permukaan laut)

Pengusul/peneliti : U.D. RIDWAN TANI Blitar/Sartono, Lirik Darni, Pujianto, Susiyati, Hari Mularsono.


(14)

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 345/Kpts/SR.120/9/2005

TANGGAL: 14 September 2005

DESKRIPSI CABAI RAWIT HIBRIDA VARIETAS DEWATA

Asal : PT. East West Seed Indonesia

Silsilah : 3045 (F) x 3045 (M)

Golongan varietas : hibrida silang tunggal

Tinggi tanaman : ± 50 cm

Umur mulai berbunga : 35 hari setelah tanam Umur mulai panen : 65 panen hari setelah tanam Kerapatan kanopi : kompak

Warna batang : hijau

Bentuk daun : oval

Tepi daun : rata/tidak bergerigi

Ujung daun : lancip

Permukaan daun : rata/tidak bergelombang

Ukuran daun : panjang ± 4,5 cm; lebar ± 2,0 cm

Warna daun : hijau

Warna kelopak bunga : hijau Warna tangkai bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih Jumlah helai mahkota : 5 – 6 helai Warna kotaksari : biru keunguan Jumlah kotaksari : 5 – 6 cm Warna kepala putik : kuning Bentuk buah : bulat panjang

Ukuran buah : panjang ± 4,6 cm; diameter ± 0,8 cm Permukaan kulit buah : halus mengkilap


(15)

Warna buah muda : putih

Warna buah tua : oranye-merah Jumlah buah per pohon : ± 389 buah Berat per buah : ± 1,8 g Berat buah per tanaman : ± 700 g Berat 1.000 biji : 4,8 – 5,2 g

Rasa buah : pedas

Hasil : ± 14,0 ton/ha

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian 10 – 1.300 m dpl


(16)

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 346/Kpts/SR.120/9/2005

TANGGAL: 14 September 2005

DESKRIPSI CABAI RAWIT HIBRIDA VARIETAS JUWITA

Asal : PT. East West Seed Indonesia

Silsilah : 3049 (F) x 3049 (M)

Golongan varietas : hibrida silang tunggal

Tinggi tanaman : ± 55 cm

Umur mulai berbunga : 35 hari setelah tanam Umur mulai panen : 65 panen hari setelah tanam Kerapatan kanopi : kompak

Warna batang : hijau

Bentuk daun : oval

Tepi daun : rata/tidak bergerigi

Ujung daun : lancip

Permukaan daun : rata/tidak bergelombang

Ukuran daun : panjang ± 4,7cm; lebar ± 2,3 cm

Warna duan : hijau

Warna kelopak bunga : hijau Warna tangkai bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih Jumlah helai mahkota : 5 – 6 helai Warna kotaksari : biru keunguan Jumlah kotaksari : 5 – 6 cm Warna kepala putik : kuning Bentuk buah : bulat panjang

Ukuran buah : panjang ± 4,4 cm; diameter ± 0,9 cm Permukaan kulit buah : halus mengkilap


(17)

Warna buah muda : putih

Warna buah tua : oranye-merah Jumlah buah per pohon : ± 429 buah Berat per buah : ± 1,7 g Berat buah per tanaman : ± 730 g Berat 1.000 biji : 4,8 – 5,2 g

Rasa buah : pedas

Hasil : ± 14,6 ton/ha

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai sedang dengan ketinggian 10 – 700 m dpl


(18)

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 2082/Kpts/SR.120/5/2009

TANGGAL: 7 Mei 2009

DESKRIPSI CABAI RAWIT HIBRIDA VARIETAS BHASKARA

Asal : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk,

Indonesia

Silsilah : (HP-1019A x HP-1019B ) x HP-1019C

Golongan varietas : hibrida silang ganda Tinggi tanaman : 85 – 110 cm

Bentuk kanopi : kompak

Kerapatan kanopi : sedang

Bentuk penampang batang : bulat

Diameter batang : 1,1 – 1,2 cm

Warna batang : hijau bergaris ungu

Bentuk daun : oval

Ukuran daun : panjang 11,0 – 12,0 cm, lebar 2,0 – 5,5cm

Warna daun : hijau gelap

Tepi daun : rata

Bentuk ujung daun : lancip

Permukaan daun : agak kasar

Warna kelopak bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih

Warna kotaksari : ungu

Warna kepala putik : putih Jumlah helai mahkota bunga : 5 helai

Jumlah kotaksari : 5 buah

Warna tangkai bunga : hijau

Umur mulai berbunga : 26 – 28 hari setelah tanam Umur mulai panen : 79 – 81 hari setelah tanam


(19)

Tipe buah : rawit

Bentuk buah : silindris

Bentuk ujung buah : lancip

Ukuran buah : panjang 5,2 – 6,9 cm, diameter 0,6 – 0,8 Warna buah muda : hijau terang

Warna buah tua : merah cerah

Permukaan kulit buah : halus

Tebal kulit buah : 0,9 – 1,1 mm

Rasa buah : pedas

Kandungan capsicin : 397.500 scoville unit Berat per buah : 2,1 – 3,3 g

Berat buah per tanaman : 443 – 756 g Berat 1.000 biji : 3,4 – 3,6 g Daya simpan buah pada suhu

kamar (25 – 270C)

: 6 – 7 hari setelah panen


(20)

Lampiran 6 : Oneway

ANOVA Ln+1 Larva Mati 24 Jam

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 45,012 5 9,002 11319,632 ,000

Within Groups ,019 24 ,001

Total 45,031 29

Descriptives Ln+1 Larva Mati 24 Jam

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

EECR 3,6% 5 2,8783 ,04672 ,02089 2,8203 2,9363 2,83 2,94

EECR 7,2% 5 3,2022 ,03589 ,01605 3,1577 3,2468 3,18 3,26

EECR 14,4% 5 3,3530 ,03092 ,01383 3,3146 3,3914 3,33 3,40

EECR 28,8% 5 3,3809 ,01857 ,00830 3,3578 3,4039 3,37 3,40

Kontrol 5 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00

Pembanding 5 3,4340 ,00000 ,00000 3,4340 3,4340 3,43 3,43


(21)

Lampiran 7 : Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Ln+1 Larva Mati 24 Jam

Tukey HSD

(I) Kelompok Perlakuan (J) Kelompok Perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

dimension2

EECR 3,6%

dimension3

EECR 7,2% -,32390* ,01784 ,000 -,3791 -,2688

EECR 14,4% -,47470* ,01784 ,000 -,5298 -,4196

EECR 28,8% -,50253* ,01784 ,000 -,5577 -,4474

Kontrol 2,87832* ,01784 ,000 2,8232 2,9335

Pembanding -,55567* ,01784 ,000 -,6108 -,5005

EECR 7,2%

dimension3

EECR 3,6% ,32390* ,01784 ,000 ,2688 ,3791

EECR 14,4% -,15079* ,01784 ,000 -,2059 -,0956

EECR 28,8% -,17863* ,01784 ,000 -,2338 -,1235

Kontrol 3,20223* ,01784 ,000 3,1471 3,2574

Pembanding -,23176* ,01784 ,000 -,2869 -,1766

EECR 14,4%

dimension3

EECR 3,6% ,47470* ,01784 ,000 ,4196 ,5298

EECR 7,2% ,15079* ,01784 ,000 ,0956 ,2059

EECR 28,8% -,02784 ,01784 ,631 -,0830 ,0273

Kontrol 3,35302* ,01784 ,000 3,2979 3,4082

Pembanding -,08097* ,01784 ,002 -,1361 -,0258

EECR 28,8%

dimension3

EECR 3,6% ,50253* ,01784 ,000 ,4474 ,5577

EECR 7,2% ,17863* ,01784 ,000 ,1235 ,2338

EECR 14,4% ,02784 ,01784 ,631 -,0273 ,0830

Kontrol 3,38086* ,01784 ,000 3,3257 3,4360

Pembanding -,05313 ,01784 ,064 -,1083 ,0020

Kontrol

dimension3

EECR 3,6% -2,87832* ,01784 ,000 -2,9335 -2,8232

EECR 7,2% -3,20223* ,01784 ,000 -3,2574 -3,1471

EECR 14,4% -3,35302* ,01784 ,000 -3,4082 -3,2979

EECR 28,8% -3,38086* ,01784 ,000 -3,4360 -3,3257

Pembanding -3,43399* ,01784 ,000 -3,4891 -3,3788

Pembanding

dimension3

EECR 3,6% ,55567* ,01784 ,000 ,5005 ,6108

EECR 7,2% ,23176* ,01784 ,000 ,1766 ,2869

EECR 14,4% ,08097* ,01784 ,002 ,0258 ,1361


(22)

Lampiran 8 : Homogeneous Subsets

Ln+1 Larva Mati 24 Jam Tukey HSDa

Kelompok Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

dimension1

Kontrol 5 ,0000

EECR 3,6% 5 2,8783

EECR 7,2% 5 3,2022

EECR 14,4% 5 3,3530

EECR 28,8% 5 3,3809 3,3809

Pembanding 5 3,4340

Sig. 1,000 1,000 1,000 ,631 ,064

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(23)

Lampiran 9 : Probit Analysis

Cell Counts and Residuals Number Dosis EECR Number of Subjects Observed Responses Expected

Responses Residual Probability

PROBIT

dimension1

1 3,600 30 17 18,593 -1,593 ,620

2 3,600 30 18 18,593 -,593 ,620

3 3,600 30 17 18,593 -1,593 ,620

4 3,600 30 16 18,593 -2,593 ,620

5 3,600 30 16 18,593 -2,593 ,620

6 7,200 30 23 21,302 1,698 ,710

7 7,200 30 23 21,302 1,698 ,710

8 7,200 30 25 21,302 3,698 ,710

9 7,200 30 24 21,302 2,698 ,710

10 7,200 30 23 21,302 1,698 ,710

11 14,400 30 28 25,601 2,399 ,853

12 14,400 30 27 25,601 1,399 ,853

13 14,400 30 29 25,601 3,399 ,853

14 14,400 30 27 25,601 1,399 ,853

15 14,400 30 27 25,601 1,399 ,853

16 28,800 30 29 29,388 -,388 ,980

17 28,800 30 28 29,388 -1,388 ,980

18 28,800 30 29 29,388 -,388 ,980

19 28,800 30 28 29,388 -1,388 ,980

20 28,800 30 28 29,388 -1,388 ,980

21 ,000 30 0 15,672 -15,672 ,522

22 ,000 30 0 15,672 -15,672 ,522

23 ,000 30 0 15,672 -15,672 ,522

24 ,000 30 0 15,672 -15,672 ,522

25 ,000 30 0 15,672 -15,672 ,522

26 ,010 30 30 15,680 14,320 ,523

27 ,010 30 30 15,680 14,320 ,523

28 ,010 30 30 15,680 14,320 ,523

29 ,010 30 30 15,680 14,320 ,523


(24)

Confidence Limits

Probability 95% Confidence Limits for Dosis EECR

Estimate Lower Bound Upper Bound

PROBITa

dimension1

,010 -34,486 -114,597 -18,112

,020 -30,540 -102,812 -15,698

,030 -28,037 -95,341 -14,161

,040 -26,153 -89,724 -13,001

,050 -24,622 -85,158 -12,054

,060 -23,318 -81,274 -11,247

,070 -22,174 -77,870 -10,537

,080 -21,151 -74,824 -9,899

,090 -20,220 -72,055 -9,318

,100 -19,363 -69,508 -8,781

,150 -15,815 -58,981 -6,541

,200 -12,995 -50,643 -4,732

,250 -10,576 -43,520 -3,149

,300 -8,403 -37,160 -1,692

,350 -6,390 -31,311 -,296

,400 -4,480 -25,821 1,088

,450 -2,632 -20,595 2,512

,500 ,813 -15,581 4,044

,550 1,006 -10,779 5,786

,600 2,855 -6,257 7,916

,650 4,765 -2,179 10,712

,700 6,778 1,273 14,503

,750 8,951 4,101 19,493

,800 11,370 6,536 25,764

,850 14,190 8,880 33,567

,900 17,738 11,474 43,740

,910 18,595 12,068 46,230

,920 19,526 12,703 48,945

,930 20,549 13,392 51,940

,940 21,692 14,151 55,295

,950 22,996 15,005 59,132

,960 24,528 15,998 63,652

,970 26,412 17,204 69,223


(25)

Confidence Limits

Probability 95% Confidence Limits for Dosis EECR

Estimate Lower Bound Upper Bound

PROBITa

dimension1

,010 -34,486 -114,597 -18,112

,020 -30,540 -102,812 -15,698

,030 -28,037 -95,341 -14,161

,040 -26,153 -89,724 -13,001

,050 -24,622 -85,158 -12,054

,060 -23,318 -81,274 -11,247

,070 -22,174 -77,870 -10,537

,080 -21,151 -74,824 -9,899

,090 -20,220 -72,055 -9,318

,100 -19,363 -69,508 -8,781

,150 -15,815 -58,981 -6,541

,200 -12,995 -50,643 -4,732

,250 -10,576 -43,520 -3,149

,300 -8,403 -37,160 -1,692

,350 -6,390 -31,311 -,296

,400 -4,480 -25,821 1,088

,450 -2,632 -20,595 2,512

,500 ,813 -15,581 4,044

,550 1,006 -10,779 5,786

,600 2,855 -6,257 7,916

,650 4,765 -2,179 10,712

,700 6,778 1,273 14,503

,750 8,951 4,101 19,493

,800 11,370 6,536 25,764

,850 14,190 8,880 33,567

,900 17,738 11,474 43,740

,910 18,595 12,068 46,230

,920 19,526 12,703 48,945

,930 20,549 13,392 51,940

,940 21,692 14,151 55,295

,950 22,996 15,005 59,132

,960 24,528 15,998 63,652


(26)

(27)

(28)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Caroline Wiraatmaja

NRP : 0710122

Tempat, Tanggal Lahir: Bandung, 30 Juni 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : JL. Mohammad Ali No 25 Cianjur Jawa Barat Riwayat Pendidikan : Lulus TKK BPK Penabur Cianjur, tahun 1995.

Lulus SDK BPK Penabur Cianjur, tahun 2001. Lulus SMPK BPK Penabur Cianjur, tahun 2004. Lulus SMAK 1 BPK Penabur Bandung, tahun 2007.


(29)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang termasuk negara tropis, merupakan daerah endemik untuk penyakit yang penyebarannya ditularkan oleh nyamuk seperti demam berdarah, malaria dan filariasis. Filariasis di Indonesia tersebar luas hampir di seluruh provinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survei pada tahun 2009, diberitakan ada sekitar 980 orang penduduk Jawa Barat yang menderita penyakit kaki gajah dengan jumlah kasus terbanyak di kecamatan Banjaran, Soreang dan Majalaya serta kabupaten Bandung yang mencapai 450 orang (Sandjaja, 2007). Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang mengakibatkan gejala akut dan kronis (kaki membesar seperti kaki gajah), ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di Indonesia telah ditemukan sebanyak 27 jenis nyamuk dari genus Culex, Anopheles dan Aedes. Culex quinquefasciatus adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis) dengan cara mencucuk penderita filariasis sehingga larva cacing filaria masuk dan berkembang di dalam tubuh nyamuk, lalu nyamuk Culex menularkan larva infektif tersebut kepada orang lain melalui cucukannya (Schmidt, 2000).

Tindakan pengendalian terhadap nyamuk ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Pengendalian jumlah populasi serangga, umumnya dilakukan menggunakan insektisida sintetik. Salah satu contoh insektisida sintetik adalah Temephos yang memiliki kandungan zat organofosfat sehingga berefek sebagai larvisida. Penggunaan insektisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi lebih menguntungkan (Yoshida dan Toscano, 1994). Dampak negatif dari penggunaan insektisida sintetik secara terus-menerus dan berulang-ulang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam jenis


(30)

2

residunya dapat mencemari lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan (Jerry et al., 2006).

Masalah pencemaran lingkungan dapat dikurangi dengan menggunakan insektisida alami sebagai alternatif pengganti insektisida sintetik. Insektisida alami mengandung bahan-bahan alami yang bersifat toksik bagi serangga, mudah dan cepat terdegradasi di alam serta mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi manusia. Salah satu contoh insektisida alami adalah larvisida alami (Matsumura, 1996).

Larvisida alami terdapat pada bahan-bahan alami seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman. Salah satu tanaman yang mengandung larvisida alami adalah cabai merah (Capsicum annuum). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Dr. V.A.Vijayan pada tahun 2007, ekstrak etanol cabai merah (Capsicum annuum) dapat berefek larvisida terhadap Culex. Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) mengandung banyak senyawa yang sama dengan cabai merah (Capsicum annuum).

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex agar dapat diperoleh suatu produk insektisida alami yang berguna bagi masyarakat yang dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian penyebaran penyakit filariasis dan pemberantasan vektor untuk menurunkan jumlah kasus filariasis. 1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Apakah potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek larvisida alami untuk Culex.


(31)

3

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol cabai rawit sebagai larvisida terhadap Culex.

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Praktis

Memberikan informasi tentang efek larvisida ekstrak etanol cabai rawit terhadap Culex, sehingga ekstrak etanol cabai rawit berfungsi sebagai bahan alternatif bioinsektisida yang dapat digunakan untuk memberantas larva Culex. 1.4.2 Manfaat Akademis

Menambah pengetahuan tentang larvisida di bidang Entomologi dan Parasitologi.

1.5Kerangka Pemikiran

Larvisida dapat menggunakan zat-zat kimia organik sintetis seperti Temephos, Methoprene, Vetrazin dan Triflumuron. Larvisida yang sering digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia adalah Temephos. Cara kerja larvisida sintetik ini adalah dengan menghambat sintesis kolinesterase di sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan kerusakan saraf yang berhubungan dengan saraf-saraf otot, akibatnya otot akan mengalami kontraksi terus menerus dan kelelahan otot, sampai kematian (Jerry et al., 2006).

Cabai rawit mempunyai kandungan bioaktif antara lain senyawa terpenoid yang terdiri dari capsaicin. Capsaicin berfungsi sebagai larvisida, karena dapat menghambat aktivitas makan larva (antifeedant) dan bersifat toksik. Mekanisme kerja capsaicin sebagai antifeedant menyebabkan penolakan makan larva, sehingga aktivitas makan larva terhambat dan akhirnya larva tidak melakukan aktivitas makan. Capsaicin juga dapat mempengaruhi sistem saraf pada larva dan merusak membran sel larva, sehingga larva mengalami kelabilan dan akhirnya


(32)

4

1.6 Hipotesis

1. Ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

1.7 Metode Penelitian

Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) bersifat komparatif. Efek larvisida terhadap Culex diuji dengan menggunakan ekstrak etanol cabai rawit berbagai dosis. Data yang diukur adalah jumlah larva mati dari berbagai perlakuan, setelah pengamatan 24 jam. Analisis data jumlah larva mati menggunakan ANAVA satu arah, bila bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey HSD α = 0,05. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.

1.8Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha


(33)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

1. Ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

3. Dari analisis probit setelah pengamatan 24 jam, diperkirakan LD90 pada penelitian ini, berada pada dosis ekstrak etanol cabai rawit 17.738 %. 5.2 Saran

Penelitian ini merupakan pendahuluan, perlu dilanjutkan dengan : 1. Penelitian efek larvisida cabai rawit varietas lain.


(34)

38

DAFTAR PUSTAKA

Bernardus, Sandjaja. 2007. Helmitologi Kedokteran. Prestasi Pustaka : Jakarta.

Bouchelta A, Boughdad A, Blenzar A. Biocide effects of alkaloids, saponins and flavinoids extracted from Capsicum frutescens L. (Solanaceae) on Bemisia tabaci (Gennidus) (Homoptera: Aleyrodidae). Biotechnol Agron Soc Environ 2005; 94: 259–69. Buck, A.A .1996. Wuchereria bancrofti: The causative agent of Bancroftian Filariasis

http://maven.smith.edu/~sawlab/fgn/pnb/wuch ban.html#bioandepid

Dalimartha, Setiawan. 2004. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid II. Jakarta:Trubus Agriwidya.

Darsie. 2005. Mosquito Morphology. http://www.nwmadil.com/mosquito%20biology.htm. 5 September 2008.

Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Filariasis.

http://www.depkes.go.id/index.php.option=articles&task. 23 November 2008. Ditjen PPM&PLP. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular.

FKUI. 2002. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI:Jakarta. German Commission E. 1992. http: //www.wrc.Net /wrcnet_content/herbalresources

/materiamedica/Cayenne.htm.

Hopkins, W. G. and N. P. A.HOner. 2004. Introduction to Plant Physiology. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ontario.

Jerry et al,. 2006. Source Reduction.

http://co.gaveston.tx.us/mosquito_control/source_reduction.htm. 1 Oktober 2008. Jill BP. Pesticidal compounds from higher plants. Pestic Sci 1993; 39: 95102.

Govindarajan VS, Sathyanarayana MN. Capsicum production, technology, chemistry and quality, pt V. Impact on physiology, nutrition and metabolism: critical review. Food Sci Nutr 1991; 29: 435–74.

Johsen, Mark. 2007. Mosquito Life Cycle.

http://www.aestamu.edu/mosquito%20life%20cycle. 5 Oktober 2008.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Prinsip Percobaan dan Perancangannya. Rancangan Percobaan Aplikatif:Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Maizels, R.M. 2000. Lymphatic Filariasis. WHO Mediacentre.


(35)

39

Moser, Melanie. 2007. Genetic Code of Parasitic Worm That Causes Elephantiasis.

http://www.sciencedaily.com/releases/2007/09/0709145417.htm. 21 September 2008. Muchjidin, Rachmat. 2008. Tanaman Biofarmaka Sebagai Biopestisida.

http://ditsayur.holtikultura.deptan.go.id/index.php.option.com. 6 November 2008. North Dakota State University. 1991. Mosquitos. http: //www. ext. nodak. edu/extpubs/

ansci/horse/eb55-2.htm (Accested 7 Januari 2010).

Oqueka, T, T. Supali , I. I. Ismid , Purnomo, P. Ruckert, M. H Bradley and Peter Fischer. 2005. Impact of two rounds of mass drug administration using diethylcarbamazine combined with albendazole on the prevalence of Brugia timori and of intestinal helminths on Alor Island, Indonesia.

Rochman Naim. 2004. http://www.kompas.com/kompas-cetak /0409 /15 /sorotan/1265264.htm (Accested 20 Agustus 2005).

Rush J, et al, The impact of filariasis mass treatment using DEC, conducted in a long-term and short-term period on clearance of microfilaremia and it side effect. Cermin Dunia Kedokteran. 1980.

Schimdt, G.D., Roberts, L.S., 2000. Foundation of Parasitology. 6thed. The McGraw Hi Companies, Inc.

Soedarto. 2007. Entomologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sri Sugati Syamsuhidayat, Johnny Ria Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat(I). Jakarta: Balitbangkes Depkes RI.

Tarumingkeng, R. C. 1992. Insektisida: Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.

Taylor, L. 2005. The healing power of rainforest herbs. http://www.raintree.nutrition.com 25 November 2008.

Waluyo et al,. 2004. Parasitologi Medik (Helmintologi). Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta.

Wuvcd. 2006. Mosquito Life Cycle. http://wuvcd.org/mosquito.gif. 6 Maret 2008. Yoshida dan Toscano, 1994 dalam Nursal dan Pasaribu, 2003.


(1)

2

residunya dapat mencemari lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan (Jerry et al., 2006).

Masalah pencemaran lingkungan dapat dikurangi dengan menggunakan insektisida alami sebagai alternatif pengganti insektisida sintetik. Insektisida alami mengandung bahan-bahan alami yang bersifat toksik bagi serangga, mudah dan cepat terdegradasi di alam serta mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi manusia. Salah satu contoh insektisida alami adalah larvisida alami (Matsumura, 1996).

Larvisida alami terdapat pada bahan-bahan alami seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman. Salah satu tanaman yang mengandung larvisida alami adalah cabai merah (Capsicum annuum). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Dr. V.A.Vijayan pada tahun 2007, ekstrak etanol cabai merah (Capsicum annuum) dapat berefek larvisida terhadap Culex. Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) mengandung banyak senyawa yang sama dengan cabai merah (Capsicum annuum).

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex agar dapat diperoleh suatu produk insektisida alami yang berguna bagi masyarakat yang dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian penyebaran penyakit filariasis dan pemberantasan vektor untuk menurunkan jumlah kasus filariasis.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Apakah potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek larvisida alami untuk Culex.


(2)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol cabai rawit sebagai larvisida terhadap Culex.

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Praktis

Memberikan informasi tentang efek larvisida ekstrak etanol cabai rawit terhadap Culex, sehingga ekstrak etanol cabai rawit berfungsi sebagai bahan alternatif bioinsektisida yang dapat digunakan untuk memberantas larva Culex.

1.4.2 Manfaat Akademis

Menambah pengetahuan tentang larvisida di bidang Entomologi dan Parasitologi.

1.5Kerangka Pemikiran

Larvisida dapat menggunakan zat-zat kimia organik sintetis seperti Temephos, Methoprene, Vetrazin dan Triflumuron. Larvisida yang sering digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia adalah Temephos. Cara kerja larvisida sintetik ini adalah dengan menghambat sintesis kolinesterase di sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan kerusakan saraf yang berhubungan dengan saraf-saraf otot, akibatnya otot akan mengalami kontraksi terus menerus dan kelelahan otot, sampai kematian (Jerry et al., 2006).

Cabai rawit mempunyai kandungan bioaktif antara lain senyawa terpenoid yang terdiri dari capsaicin. Capsaicin berfungsi sebagai larvisida, karena dapat menghambat aktivitas makan larva (antifeedant) dan bersifat toksik. Mekanisme kerja capsaicin sebagai antifeedant menyebabkan penolakan makan larva, sehingga aktivitas makan larva terhambat dan akhirnya larva tidak melakukan aktivitas makan. Capsaicin juga dapat mempengaruhi sistem saraf pada larva dan merusak membran sel larva, sehingga larva mengalami kelabilan dan akhirnya mati (Rohman Naim, 2004).


(3)

4

1.6 Hipotesis

1. Ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

1.7 Metode Penelitian

Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) bersifat komparatif. Efek larvisida terhadap Culex diuji dengan menggunakan ekstrak etanol cabai rawit berbagai dosis. Data yang diukur adalah jumlah larva mati dari berbagai perlakuan, setelah pengamatan 24 jam. Analisis data jumlah larva mati menggunakan ANAVA satu arah, bila bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey HSD α = 0,05. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.

1.8Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha


(4)

38

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

1. Ekstrak etanol cabai rawit berefek larvisida terhadap Culex.

2. Potensi larvisida ekstrak etanol cabai rawit lebih lemah dibanding Temephos.

3. Dari analisis probit setelah pengamatan 24 jam, diperkirakan LD90 pada penelitian ini, berada pada dosis ekstrak etanol cabai rawit 17.738 %.

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan pendahuluan, perlu dilanjutkan dengan :

1. Penelitian efek larvisida cabai rawit varietas lain.


(5)

38

DAFTAR PUSTAKA

Bernardus, Sandjaja. 2007. Helmitologi Kedokteran. Prestasi Pustaka : Jakarta.

Bouchelta A, Boughdad A, Blenzar A. Biocide effects of alkaloids, saponins and flavinoids extracted from Capsicum frutescens L. (Solanaceae) on Bemisia tabaci (Gennidus) (Homoptera: Aleyrodidae). Biotechnol Agron Soc Environ 2005; 94: 259–69. Buck, A.A .1996. Wuchereria bancrofti: The causative agent of Bancroftian Filariasis

http://maven.smith.edu/~sawlab/fgn/pnb/wuch ban.html#bioandepid

Dalimartha, Setiawan. 2004. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid II. Jakarta:Trubus Agriwidya.

Darsie. 2005. Mosquito Morphology. http://www.nwmadil.com/mosquito%20biology.htm. 5 September 2008.

Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Filariasis.

http://www.depkes.go.id/index.php.option=articles&task. 23 November 2008.

Ditjen PPM&PLP. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular.

FKUI. 2002. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI:Jakarta.

German Commission E. 1992. http: //www.wrc.Net /wrcnet_content/herbalresources /materiamedica/Cayenne.htm.

Hopkins, W. G. and N. P. A.HOner. 2004. Introduction to Plant Physiology. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ontario.

Jerry et al,. 2006. Source Reduction.

http://co.gaveston.tx.us/mosquito_control/source_reduction.htm. 1 Oktober 2008.

Jill BP. Pesticidal compounds from higher plants. Pestic Sci 1993; 39: 95102.

Govindarajan VS, Sathyanarayana MN. Capsicum production, technology, chemistry and quality, pt V. Impact on physiology, nutrition and metabolism: critical review. Food Sci Nutr 1991; 29: 435–74.

Johsen, Mark. 2007. Mosquito Life Cycle.

http://www.aestamu.edu/mosquito%20life%20cycle. 5 Oktober 2008.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Prinsip Percobaan dan Perancangannya. Rancangan Percobaan Aplikatif:Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Maizels, R.M. 2000. Lymphatic Filariasis. WHO Mediacentre.

http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs102/en/index.html


(6)

Moser, Melanie. 2007. Genetic Code of Parasitic Worm That Causes Elephantiasis.

http://www.sciencedaily.com/releases/2007/09/0709145417.htm. 21 September 2008.

Muchjidin, Rachmat. 2008. Tanaman Biofarmaka Sebagai Biopestisida.

http://ditsayur.holtikultura.deptan.go.id/index.php.option.com. 6 November 2008.

North Dakota State University. 1991. Mosquitos. http: //www. ext. nodak. edu/extpubs/ ansci/horse/eb55-2.htm (Accested 7 Januari 2010).

Oqueka, T, T. Supali , I. I. Ismid , Purnomo, P. Ruckert, M. H Bradley and Peter Fischer. 2005. Impact of two rounds of mass drug administration using diethylcarbamazine combined with albendazole on the prevalence of Brugia timori and of intestinal helminths on Alor Island, Indonesia.

Rochman Naim. 2004. http://www.kompas.com/kompas-cetak /0409 /15 /sorotan/1265264.htm (Accested 20 Agustus 2005).

Rush J, et al, The impact of filariasis mass treatment using DEC, conducted in a long-term and short-term period on clearance of microfilaremia and it side effect. Cermin Dunia Kedokteran. 1980.

Schimdt, G.D., Roberts, L.S., 2000. Foundation of Parasitology. 6thed. The McGraw Hi Companies, Inc.

Soedarto. 2007. Entomologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sri Sugati Syamsuhidayat, Johnny Ria Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat(I). Jakarta: Balitbangkes Depkes RI.

Tarumingkeng, R. C. 1992. Insektisida: Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.

Taylor, L. 2005. The healing power of rainforest herbs. http://www.raintree.nutrition.com 25 November 2008.

Waluyo et al,. 2004. Parasitologi Medik (Helmintologi). Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta.

Wuvcd. 2006. Mosquito Life Cycle. http://wuvcd.org/mosquito.gif. 6 Maret 2008.

Yoshida dan Toscano, 1994 dalam Nursal dan Pasaribu, 2003.