Analisis pola akuntabilitas organisasi sektor publik (studi kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

(1)

ANALISIS POLA AKUNTABILITAS ORGANISASI SEKTOR

PUBLIK

(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

Oleh : Giat NIM : 132114104

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

ANALISIS POLA AKUNTABILITAS ORGANISASI SEKTOR

PUBLIK

(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

Oleh : Giat NIM : 132114104

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

―Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan

meluruskan jalanmu.”

(Amsal 3 : 6)

"Gantungkan cita-cita mu setinggi langit dan Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau terjatuh,

engkau akan terjatuh di antara bintang-bintang.”

(Ir. Soekarno)

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Kedua orang tuaku Mido S Mahar dan Lida Kristalina

Kakakku Mathias Perdana dan Berkat


(6)

(7)

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat, rahmat serta kasihNya yang melimpah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ―Akuntabilitas Laporan Keuangan Program Desa Tangguh Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta‖ dengan baik. Penulisan ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana pada Progam Studi Akuntansi, Falkutas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing dan memberkati proses selama pembuatan skripsi ini.

2. Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. 3. Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A selaku Dekan Falkutas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma.

4. Drs. YP Supardiyono, M.Si, Akt., QIA selaku Kepala Progam Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma.

5. A. Diksa Kuntara, S.E., M.F.A., QIA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan motivasi dan senyumannya yang sejuk dalam setiap sesi penyusunan skripsi.


(9)

viii

6. Dr. Joko Siswanto, MM., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu membimbing penulis selama kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Heru Suroso, SH. selaku Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah membantu dan mengijinkan penulis meneliti dikantor yang bersangkutan.

8. Yuwono H.,SKM, M.Kes selaku Kepala Subbagian Program Data dan Teknologi Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam melengkapi data-data selama penelitian di kantor yang bersangkutan. 9. Ir. Heri Siswanto selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

Badan Penanggulangana Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah bersedia dimintai keterangan oleh penulis untuk memperoleh data selama proses penelitian.

10.Dwi Fatmaningrum, SE. Selaku Kepala Subbagian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta yang telah bersedia dimintai keterangan oleh penulis untuk memperoleh data selama proses penelitian.

11.Untuk yang terkasih saudaraku Berkat yang selalu menjadi sahabat, teman debat dan teman cerita keluh kesah selama berjuang bersama merancang masa depan yang lebih baik di Jogja.

12.Sahabat seperjuanganku (Felisita Anggi Dewi Kusuma, F. Meliana Ratri S, Aprilia Cesarika C, Barbara Amelia, Maria Angela Charisma B) yang


(10)

(11)

(12)

Bencana Daerah Provinsi DIY... 41 B. Kedudukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Provinsi DIY 42

C. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsi DIY... 42 D. Tujuan... 43 E. Program Desa Tangguh Bencana.... 43 F. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsi DIY... 50 G. Susunan Organisasi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsis DIy... 52 H. Rincian Tugas dan Fungsi... 53 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 67

A. Latar Belakang Program Desa Tangguh Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi

DIy 67

B. Kerjasama Program Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsi DIy 68

1. Kerjasama Di Dalam Desa Tangguh Bencana 68 2. Contoh Kerjasama Dengan Dinas Teknis Terkait

Di Dalam Desa Tangguh Bencana... 68 C. Pola Pelaksanaan Kerjasama Dan Kegiatan Desa

Tangguh Bencana : 69

D. Proses Perencanaan (Termasuk Budgeting) Program Desa Tangguh Bencana Badan Penanggulangan

Bencana Daerah Provinsi DIYuuuuuouo.=eoeoe ... oe .. oe ...u . . u . 72

1. Pengalokasian Dana Badan Penanggulanga Beneana

Daerah Provinsi DIY... 73 2. Pengalokasian Dana Kerjasama Program Dengan

Dinas Teknis Terkait 75 E. Pelaksanaan Program Kegiatan Desa Tangguh Benean

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIy 76 F. Laporan Keuangan Badan Penanggulangan Bencana.

Daerah Provinsi DIy 77

1. Pedoman Laporan Keuangan.... 77 2. Pelaporan Keuangan 78 3. Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Program

Kegiatan Desa Tangguh Bencana 79 G. Bentuk Pertanggungjawaban Program Kegiatan Bersama

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIy 80

BAB VI KESIMPULAN 83

A. Kesimpulan... 83 B. Keterbatasan Penelitian 84

c.

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA... R6

LAMPIRAN 88


(13)

Tabell.

Tabel2. Tabel3.

DAFTAR TABEL

Perbedaan Sifat dan Karakteristik Organisasi Sektor

Publik Dellgall Sektor Swasta . Desain Studi Untuk Penelitian Kualitati£ . Desa Tangguh Bencana Daerah Istimewa

y ogyakarta Yang Sudah Terlaksana .

xii

Halaman

9 36


(14)

DAFTARGAMBAR

Halaman Gambar I. The Interpretive Reasearch Process... 35

Gambar II. Langkah-Iangkah Analisis Dokumen... 39 Gambar III. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta... 51 Gambar IV. Pola Kerjasama Dalam Kegiatan Desa Tangguh Bencana... 70 Gambar V. Pola Kerjasama Dinas Sosial dan BPBD Provo DIY Dalam

Kegiatan Penanggulangan Bencana Di Desa... 71 Gambar VI. Mekanisme Perencanaan Anggaran Program dan Kegiatan

BPBD Pl"'OV. DIy... 74 Gambar VII. Poia Laporan Akuntabilitas Program Kegiatan Desa

Tangguh Bencana BPBD Provo DIY

xiii


(15)

xiv ABSTRAK

Analisis Pola Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik

(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Giat 132114104

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2017

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola akuntabilitas organisasi sektor publik di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan melakukan studi kasus pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui analisis perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban program desa tangguh bencana.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Metode dan desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode interpretasi yaitu penelitian dilakukan secara berulang dengan melibatkan analisis dan refleksi melalui tahapan eksplorasi pada fokus masalah awal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah melakukan wawancara menggunakan unstuctured interview hingga semi-structured interview, menyeleksi hasil wawancara dan mencari kata kunci yang dapat di interpretasikan menjadi data, melakukan interpretasi atau memperdalam titik temu atas perolehan data wawancara, menginterpretasikan transkrip wawancara dan mengambil kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola akuntabilitas organisasi sektor publik untuk program desa tangguh bencana dipertanggungjawabkan masing-masing kepada Gubernur oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pola akuntabilitas organisaasi sektor publik yang diajukan oleh Wilkins (2002).


(16)

xv ABSTRACT

Pattern Analysis of Accountability of Public Sector Organizations (Case Study at Regional Disaster Management Agency of Yogyakarta Special

Province)

Giat 132114104

Sanata Dharma University Yogyakarta

2017

The purpose of this research is to explore the pattern of accountability of public sector organization in Province of Special Region of Yogyakarta, by conducting a case study on the Regional Disaster Management Agency of the Province of Yogyakarta Special Region, through analysis of planning, implementation, and accountability of village disaster resilient programs.

This type of research is a case study. Research method and design in this research was interpretation done by repeated research involving analysis and reflection through exploration stage at initial problem focus. The steps taken were to conduct interviews using unstructured interviews and semi-structured interviews, selected the results of the interview and look for keywords that can be interpreted into data, make interpretation or deepen the intersection of data acquisition interview, interpret the interview transcript and draw conclusions.

The result of the research shows that the pattern of accountability of public sector organization for disaster resilient village program is accounted respectively to the Governor by the Regional Disaster Management Agency and the Social Service of the Province of Yogyakarta Special Region. This is in accordance with the pattern of public sector accountability proposed by Wilkins (2002).


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah daerah memiliki otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan secara mandiri sesuai dengan kebijakan desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah dalam suatu negara. Pemerintah diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dalam hal pelaporan dan akuntabilitas kepada publik dari kegiatan-kegiatan yang telah atau sedang di laksanakan. Hal-hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis wilayah Kota Yogyakarta memiliki kerawanan bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun diakibatkan ulah manusia. Bencana yang pernah terjadi di Kota Yogyakarta menimbulkan korban jiwa, pengungsian, kerusakan aset, dan telah menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah maupun kerugian dalam bentuk lain yang


(18)

besar. Pemulihan pasca bencana dan tanggap darurat pun memerlukan anggaran yang sangat besar sehingga dana yang digunakan untuk itu telah mengurangi anggaran yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan wilayah dan program-program pemberantasan kemiskinan.

Penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana,maka Badan penanggulangan Bencana Daerah Yogyakarta perlu mensinergikan ketiga pihak ini dengan cara membentuk program Desa Tangguh Bencana yang akan digunakan untuk mewujudkan kampung-kampung yang tangguh terhadap bencana. Salah satu tujuan khusus pembentukan Desa Tangguh Bencana adalah meningkatkan kerjasama antara pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, pihak pemerintah kota Yogyakarta, sektor swasta, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan kelompok-kelompok lainya yang peduli.

Dengan adanya program bersama yang melibatkan beberapa lembaga pemerintah seperti telah dijabarkan diatas maka akuntabilitas keuangan antar lembaga sangat diperlukan bagi publik. Hal ini menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik. Salah satu informasi yang dibutuhkan oleh publik adalah informasi mengenai pengelolaan dana atau keuangan pada organisasi sektor publik. Informasi


(19)

mengenai pengelolaan dana atau keuangan publik tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan.

Pemakai laporan keuangan / kinerja sektor publik ada lima kelompok utama, yaitu lembaga pemerintah, badan pengawas, konstituen, investor dan kreditur (Anthony, 1999; dalam Mardiasmo, 2002). Bagi lembaga pemerintah (DPR) dan konstituen atau masyarakat laporan keuangan memberikan informasi yang lengkap dan tajam tentang kinerja program organisasi beserta unitnya. Pelaporan keuangan merupakan cerminan dari posisi keuangan serta transaksi yang telah dilakukan suatu organisasi sektor publik (Bastian, 2010:297)

Tren internasional dalam pengelolaan program pemerintah lebih ke arah kerjasama yang melibatkan beberapa lembaga sektor publik. Blair-Goverment

mempromosikan program bersama, dimana departemen pemerintah bekerja sama dengan departemen lain di dalam lingkup pemerintahan yang sama atau departemen pemerintah dengan organisasi non-profit untuk melakukan kerjasama (kabinet perdana mentri dan mentri, 1999; dalam Ryan, 2004: 621). Program-program pemerintah di Kanada melibatkan badan-badan lain yang mengakibatkan akuntabilitas perlu lebih horizontal (Peters, 1998; General Auditor Kanada, 1998, 1999, 2000; Hopkins et al, 2001). Pertanggungjawaban yang horizontal menuntut organisassi sektor publik untuk melaporkan pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (Mahsun at all, 2011: 170)


(20)

New Public Management (NPM) menuntut supaya lembaga-lembaga yang terlibat merinci outputnya dan mengaitkan output tersebut dengan outcome dari pelaksanaan kebijakan pemerintah. Akuntabilitas laporan keuangan di sektor publik pada program bersama menyoroti bagaimana pelaporan keuangan yang baik, dalam hal ini yang diusulkan adalah pelaporan yang sifatnya horizontal, yaitu pertanggungjawaban terhadap masyarakat luas.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pola akuntabilitas Program Kegiatan Desa Tangguh Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini memeiliki batasan yaitu:

1. Penelitian ini hanya dibatasa tentang informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY serta gambaran umum dari program bersama di BPBD.

2. Penelitian ini hanya dibatasi tentang informasi proses dari awal perencanaan/ penganggaran, pelaksanaan, sampai pertanggungjawaban pada program desata tangguh bencana.

D. Tujuan Penelitian

Peneliti hendak mengetahui pola akuntabilitas yang melibatkan beberapa organisasi sektor publik dari proses awal perencanaan/ penganggaran,


(21)

pelaksanan, sampai dengan pertanggungjawaban program desa tangguh bencana.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan:

1. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi DIY

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menyusun kebijakan-kebijakan pemberian layanan pemerintah kepada masyarakat yang melibatkan beberapa organisasi sektor publik.

2. Bagi BPBD Provinsi DIY

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana evaluasi untuk program selanjutnya dalam hal pola pertanggungjawaban yang melibatkan instansi terkait khususnya pada prgram desa tangguh bencana serta dapat digunakan untuk mengambil kebijakan yang lebih baik. 3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi karya tulis mahasiswa di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang dapat digunakan untuk sumber informasi dan referensi akademik.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi dan informasi untuk penelitian dengan topik yang sama mengenai pola akuntabilitas di organisasi sektor publik.


(22)

5. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai saranan mengimplementsikan teori yang dipahami sehingga dapat diterapkan pada kasus tertentu khususnya di organisasi sektor publik.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan topik penelitian sehingga teori tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pengolahan data.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan cara-cara yang akan digunakan dalam melakukan penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang dibutuhkan, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan pengukurnya, serta teknik analisis data.


(23)

Bab IV : Gambaran Umum

Bab ini menjelaskan secara singkat mengenai objek penelitian yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta.

Bab V : Analisis dan Pembahasan

Bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian, analisis data, dan pembahasannya.

Bab VI : Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran yang diharapkan bermanfaat bagi pemerintah.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Organisasi Sektor Publik

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dalam hukum (Mahsun, 2011: 9). Menurut Indra Bastian (2007) Organisasi sektor publik adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti Organisasi Pemerintah Pusat, Organisasi Pemerintah Daerah, Organisasi Partai Politik dan lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah). Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil)

B. Akuntansi Sektor Publik

Akuntansi sektor publik adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh lembaga-lembaga-lembaga publik sebagai salah satu alat pertanggung-jawaban kepada publik. (Renyowijoyo, 2008: 2). Menurut Abdul Halim (2012: 3) akuntansi sektor publik adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi atau entitas publik seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.


(25)

1. Perbedaan sektor publik dengan sektor swasta

Menurut Mardiasmo (2002) terdapat beberapa perbedaan sifat dan karakteristik antara sektor publik dan sektor swasta. Tabel dibawah menunjukan perbedaan di antara keduanya.

Tabel 1.

Perbedaan sifat dan karakteristik organisasi sektor publik dengan sektor swasta

No Aspek Perbedaan

Sektor Publik Sektor Swata

1 Tujuan organisasi

Nonprofit motive Profit motive 2 Sumber

Pendanaan

Pajak, retribusi, utang, oblogasi, laba BUMN/ BUMD,penjualan aset negara, dan sebagainya

Pembiayaan internal: modal sendiri, laba ditahan

Pembiayaan eksternal : Utang bank, oblogasi,

penerbitan saham. 3 Pertanggung-

jawaban

Pertanggungjawaban kepada masyarakat dan parlemen (DPR/DPRD)

Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditur. 4 Struktur

Organisasi

Birokratis, kaku, dan hirarkis

Fleksibel: datar, piramida, lintas fungsional, dan sebagainya

5 Karakteristik anggaran

Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik 6 Sistem

akuntansi

Cash accounting Accrual accounting 7 Kinerja

keberhasilan

Ekonomi, efisien, efektivitas

Laba 8 Kecenderungan

sifat

Organisasi politis Organisasi bisnis 9 Dasar

operasional

Diluar mekanisme pasar Berdasarkan mekanisme pasar


(26)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara sektor publik dan sektor swasta memiliki perbedaan antara tujuan organisasi, sumber pendanaan, pertanggungjawaban, struktur organisasi, karakteristik anggaran, sistem akuntansi, kriteria keberhasilan, kecenderungan sifat, dan dsara operasional. Secara garis besar, organisasi sektor publik berorientasi pada aktivitas nonprofit sedangkan pihak sektor swasta berorientasi pada laba.

C. Laporan Keuangan Sektor Publik

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. hal tersebut telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahnu 2003, dimana laporan keuangan yang digunakan merupakan jenis General Purpose Financial Statement (GPFS), yang untuk selanjutnya kita sebut dengan Laporan Keuangan Umum. Laporan keuangan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, yang dimaksud dengan


(27)

pengguna adalah masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) / Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), investor / kreditor, manajemen pemerintah, dan lembaga internasional (Nordiawan: 141)

Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik memegang peranan penting dalam rangka menciptakan akuntabilitas sektor publik. Semakin besarnya tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas sektor publik memperbesar kebutuhan akan transparansi informasi keuangan sektor publik. Informasi ini berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Akuntansi sektor publik memiliki peran penting dalam menyiapkan laporan keuangan sebagai perwujudan akuntabilitas publik (Nordiawan, 2006: 131).

1. Peran dan Tujuan Laporan Keuangan Sektor Publik

Mardiasmo (2002: 161) menyebutkan tujuan dan fungsi laporan keuangan sektor publik sebagai berikut :

a. Kepatuhan dan Pengelolaan (Compliance and Stewardship)

Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa pengelolaan sumber daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan.

b. Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (Accountability and Retrospective Reporting)


(28)

Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Laporan keuangan digunakan untuk memonitor kerja dan mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati tren antar kurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis jika ada. Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk memperoleh informasi biaya atas barang dan jasa yang diterima, serta memungkinkan bagi mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya organisasi.

c. Perencanaan dan informasi otoritas (Planning and Authorization Information)

Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan dasar perencanaan kebijakan dan aktivitas di masa yang akan datang. Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi mendukung mengenai otorisasi penggunaan dana.

d. Kelangsungan Orgaanisasi ( Viability)

Laporan keuangan berfungsi untuk membantu pengguna dalam menentukan apakah suatu organisasi atau unit kerja dapat meneruskan menyediakan barang dan jasa (pelayanan) di masa yang akan datang. e. Hubungan Masyarakat (Public Relation)

Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada organisasi untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada pengguna yang dipengaruhi karyawan dan masyarakat.


(29)

Laporan keuangan berfungsi sebagai alat komunikasi dengan publik dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

f. Sumber Fakta dan Gambaran (Source of Facts and Figures)

Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada berbagai kelompok kepentingan yang yang ingin mengetahui organisasi secara lebih dalam.

Financial Accounting Standards Boards—FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) Amerika serikat juga turut menjelaskan tujuan dari laporan organisasi nirlaba. Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 4: Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations, tujuan laporan keuaangan adalah sebaagai berikut:

a. Laporan keuangan organisasi nonbisnis hendaknya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pengguna dan calon pengguna lainnya dalam pembuatan keputusan yang rasional mengenai alokasi sumber daya organisasi. b. Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon

penyedia sumber daya, serta pengguna dan calon pengguna lainnya dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis serta kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan tersebut.

c. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pengguna dan calon pengguna lainnya


(30)

dalam menilai kinerja manajer organisasi nonbisnis atas pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja lainnya.

d. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, kekayaan bersih organisasi, pengaruh dan transaksi, peristiwa dan kejadian, ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut.

e. Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu periode. Pengukuran secara periodik atas perubahan jumlah dan keadaan/kondisi sumber kekayaan bersih organisasi nonbisnis serta informassi mengenai usaha dan hasil pelayanan organisasi secara bersama-sama yang dapat menunjukan informasi yang berguna untuk menilai kinerja.

f. Memberikan informasi mengenai bagai mana organisasi memperoleh dan membelanjakan kas atau sumber daya kas, mengenai utang dan pembayaran kembali utang, dan mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi.

g. Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pengguna dalam memahami informassi keuangan yang diberikan.

2. Peran dan Tujuan Pelaporan Keuangan

Menurut Mahsun (2011: 31), laporan keuangan disusun untuk menyedia-kan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan digunakan untuk membandingkan


(31)

realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas, dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatanya terhadap peraturan perundang-undangan.

Setiap entittas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:

a. Akuntabilitas

Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumberdaya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b. Manajemen

Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. c. Transparansi

Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawa-ban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang


(32)

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

d. Keseimbangan Antargenerasi (Intergenerational Equity)

Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluar-an yang telah dilalokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 3. Komponen Laporan Keuangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah laporan keuangan pokok sektor sektor publik atau lembaga pemerintah terdiri dari :

a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumberdaya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode


(33)

tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. 2) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum

Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi sSaldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

3) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

4) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk memnutup defisit atau memanfaatkan surplusanggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil diinvestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjamaan, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.


(34)

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih ( Laporan Perubahan SAL) Laporan Perubahan Saldo Anggaran lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

c. Neraca

Neraca menggambarkan posisis keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup oleh neraca terdidi dari aset, kewajiban, dan ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Aset adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintrah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumberdaya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

2) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumberdaya ekonomi pemerintah.

3) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.


(35)

d. Laporan Operasional (LO)

Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam laporan operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendapataan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

2) Beban dalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

3) Tranfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh suatu entitas pelaporan kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

4) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi laba.

e. Laporan Arus Kas (LAK)

Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang


(36)

dicakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Negara/Daerah.

2) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Negara/Daerah.

f. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan / menyajikan / menyediakan hal-hal sebagai berikut:


(37)

1) Mengungkapkan informasi umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.

2) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.

3) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.

4) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.

5) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan

6) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Perntaan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

7) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

4. Karakteristik Laporan Keuangan Pemerintah

Menurut Mahsun (2011: 35), karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik


(38)

berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:

a. Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan akan bercirikan memiliki manfaat umpan balik, memiliki manfaat prediktif, tepat waktu dan lengkap.

b. Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka pengguna informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi andal memenuhi karakteristik antara lain:

1) Penyajian jujur

Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.


(39)

2) Dapat Diverifikasi (Verifiability)

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukan simpulan yang tidak berbeda jauh.

3) Netralitas

Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

4) Dapat Dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perandingan dapat dilakukan secara intrnal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.


(40)

5) Dapat Dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan kuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.

D. Akuntabilitas Publik

Menurut Mardiasmo (2002: 20), Akuntabilitas publik adalah kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkap-kan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: (1) akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan akun-tabilitas horisontal ( horizontal accountability).

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.


(41)

Akuntabilitas (accountability) merupakan konsep yang lebih luas dari

stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan suatu aktivitas secara ekonomis dan efisiensi tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh steward

kepada pemberi tanggung jawab.

Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkanya daripada memberantas korupsi (Turner and Hulme, 1997). Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal ( hori-zontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik.

1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability)

Akuntabilitas Vertikal merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR (Mardiasmo 2002). Akuntabilitas vertikal didalam sektor pemerintahan dipenuhi dengan adanya laporan keuangan yang menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu


(42)

entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.

2. Akuntabilitas Horisontal (Horizontal Accountability)

Menurut Mardiasmo (2002: 21), akuntabilitas horisontal adalah per-tanggungjawababn kepada masyarakat luas. Sedangkan didalam jurnal yang ditulis oleh Chrystine Ryan Peter Walsh (2004) akuntabilitas horisontal diartikan tidak hanya sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat luas, tetapi diartikan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban diantara departemen-departemen pemerintah, dimana departemen pemerintah bekerja sama dengan departemen lainya, pemerintah daerah, atau organisasi non-profit untuk melakukan program bersama.

E. Dimensi Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) dalam mardiasmo (2002: 21), menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:

1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.


(43)

2. Akuntabilitas proses

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestastasikan melalui pember-an pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitass proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas prosees juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermaati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering

(CCT), atau dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.


(44)

4. Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan terkain dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas F. Akuntabilitas Dalam Sektor Publik

Akuntabilitas yang dijabarkan pada bagian ini adalah hasil studi yang ditulis/ditelti oleh Christine Ryan dan Peter Walsh pada tahun 2004 dengan judul ―Collaboration of Public Sector Agencies: Reporting and Accountability Challenges‖ dan terdaftar pada International Journal of Public Sector Management. Vol. 17, No 7: 621˗ 631.

Konsep mengenai akuntabilitas masih sering diperdebatkan, meski demikian ada kesepakatan umum bahwa akuntabilitas di sektor publik lebih kompleks daripada akuntabilitas disektor swasta. (Sinclair, 1995; Mulgan, 1997; Parker dan Gould, 1999). akuntabilitas tradisional didasarkan pada model hirarkis dengan fokus top-down / bottom-up yang di implementasikan kedalam laporan keuangan.

Di dalam pemberian layanan yang melibatkan beberapa lembaga cendrung telah menimbulkan "ketegangan yang sering terjadi dan dysfunctionalities" (Glynn dan Murphy, 1996, hal. 129). Hal tersebut mangakibatkan ―Silo‖ (sebuah kecendrungan mental ketika beberapa departemen atau sektor tertentu tidak bersedia atau cendrung tertutup untuk berbagi informasi dengan departemen lain di perusahaan yang sama) menjadi


(45)

semakin kuat diantara lembaga-lembaga sektor publik (Bellamy, 1998: p 7). Kettl (2000) berpendapat fungsi struktur pemerintah yang berbasis tradisional tidak memadai dalam menangani masalah berbasis daerah (diantara perangkat daerah), hal tersebut menimbulkan ketegangan saat struktur vertikal pemerintah dihadapkan dengan permasalahan-permasalahn yang horizontal.

Adapun tatantangan didalam melaporkan hasil kinerja program bersama mengungkapkan kurangnya kerangka kerja tata kelola yang efektif, tata kelola yang lebih baik dari silo vertikal pemerintah. Yang perlu diperhatikan adalah kerangka kerja dan mekanisme yang sesuai untuk program bersama antara beberapa lembaga sektor publik.

Untuk permasalahan di atas, di dalam sistem anggaran Invest to save

Pemerintah Inggris mendorong beberapa lembaga bekerjasama dalam memberikan insentif keuangan untuk dua atau lebih lembaga untuk bersama-sama memberikan layanan yang lebih efisien, inovatif, dan lokal responsive (Bellamy, 1998; Prime Menteri dan Menteri Kabinet Office, 1999; UK Cabinet Office, 2000; Kantor Audit Nasional, 2001a, b). Pemerintah Inggris di dalam kasus program bersama mengakui bahwa sistem yang ada dalam mengalokasikan sumberdaya dan anggaran akuntansi adalah penghalang untuk pemerintahan yang join-up. Sebagai alternatife pemerintah Inggris memperkenalkan sebuah model yang menekankan pendanaan terpisah untuk badan-badan didalam program-program prioritas yaitu dimana anggaran dikumpulkan dan dana dikelola oleh satu lembaga walaupun pertanggungjawaban dibagi oleh masing-masing lembaga.


(46)

Kantor Nasional Audit United Kingdom (2001a) mengindikasikan akuntabilitas yang memiliki anggaran bersama membutuhkan peran dan tanggungjawab partner atau pasangannya dalam hal bagaimana kinerja mereka akan diukiur, dilaporkan, bagian akuntansi dan pemerikasaan pengaturan untuk memastikan kepatutan atas pengeluaran pemerintah harus ditetapkan dengan jelas dan dapat dimengerti (P. 8)

General Auditor of Canada (2000) juga mengusulkan kerangka kerja untuk aturan kerjasama. Departemen yang ditunjuk untuk mengelola program horisontal memiliki peran penting untuk memastikan permasalahan-permasalahan dikelola dengan cara yang memenuhi tujuan dan kewajiban pasangan atau partnernya. Departemen yang memimpin harus memiliki kemapuan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawabnya, yaitu memastikan bahwa partnernya terus mendapatkan informasi, pemonitoran kinerja, dan memastikan partnernya memenuhi komitmenya (lihat par. 20, 152). Program bersama bergantung pada tujuan yang jelas dan masing-masing mitra mengetahui secara jelas apa yang menjadi tujuan mereka, hal tersebut memerlukan kerangka kerja yang jelas diawal dan pelaporan yang dapat dipercaya.

Wilkins (2002) memberikan beberapa pilihan mengenai bagaimana para departemen bisa menjelaskan kepada parlemen mengenai kegiatan bersama:

1. Pilihan pertama, masing-masing dari setiap departemen pemerintah untuk menjelaskan bagiannya sendiri dari kegiatan bersama yang


(47)

dilakukan, akan tetapi pelaporan akan terpecah-pecah dan akan sulit untuk mendapatkan informasi yang penting mengenai dampak dari keseluruhan program.

2. Pilihan kedua, departemen yang memimpin program bersama bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan yang dilaksanakan, pilihan ini dapat memberikan pelaporan yang terintegritas, namun ada kemungkinan peran dari lembaga partner akan dikesampingkan. 3. Pilihan ketiga, menteri yang tidak berpartisipasi mengambil peran

koordinasi, untuk sementara opsi ini dapat memberikan keadilan atau ketidak berpihakan, namun demikian menteri yang bersangkutan menjadi bertanggungjawab atas sesuatu yang seharusnya bukan tanggungjawag-nya.

4. Pilihan keempat, mentri mengambil tanggungjawab kolektif. Meskipun hal ini mungkin akan mencapai pelaporan yang terintegritas, tidak ada dasar yang jelas untuk hal ini didalam sistem Westminster yang mengedepankan akuntabilitas kementrian.

5. Pilihan kelima, departemen keuangan/ bendaharawan yang akan melaporkan pertanggungjawaban keuangan keseluruhan program. Singkatnya, jelas terlihat dari literatur tentang akuntabilitas bahwa ketegangan (tensions) yang muncul antara konsep tradisional vertikal dari akuntabilitas pemerintah serta solusi horizontal yang lebih baru sedang diusahakan untuk pemberian program yang akan mulai dibahas dari perspektif teoritis.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah studi kasus, dimana peneliti mendalami suatu keadaan atau kejadian dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya.

Penelitian pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta adalah penelitian eksploratif kualitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian teoritisasi data (grounded theory). Peneliti mengkaji teori-teori yang ada dan berkaitan dengan suatu fenomena yang terjadi kemudian menggali secara luas tentang sebab-sebab ataupun hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 2002: 6). Sumarni et al (2008: 49) menjelaskan penelitian eksploratif merupakan penelitian awal dan terutama digunakan untuk memperjelas permasalahan yang akan dipecahkan, serta bersifat menjelajah sehingga mengembangkan konsep dengan lebih jelas.

Penelitian ini berfokus pada pola akuntabilitas pada program desa tangguh bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY sebagai wujud dari akuntabilitas yang melibatkan beberapa lembaga di dalam sektor publik, diharapakan dapat mengungkapkan dengan menggali dan menjelajah hal tersebut sehingga dapat menggambarkan konsep serta memperjelas topik yang diangkat.


(49)

B. Peran Penulis

Penulis bukanlah orang dalam di pengurusan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, berikut ini hal-hal yang perlu dilakukan oleh Penulis:

1. Peneliti menganalisis informasi sebagai data primer sesuai dengan topik dan meminta informan untuk diwawancarai guna memperoleh data penelitian.

2. Peneliti melengkapi dokumen yang dibutuhkan serta berguna untuk melengkapi hasil dari pihak yang telah diwawancarai.

3. Peneliti melakukan pemisahan informasi antara transkrip wawancara yang berupa data dengan bukan data.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitiannya yaitu Subbagian Program dan Keuangan BPBD Provinsi DIY dan Kepala bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi DIY.

2. Objek dalam penelitian ini adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY.

D. Data Yang Dibutuhkan

1. Gambaran Umum Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta

2. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta.


(50)

3. Paparan mengenai Program Desa Tangguh Bencana.

4. Laporan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan pihak yang diwawancarai yang pada dasarnya pihak tersebut sebagai subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang merupakan data primer, berhubungan dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan salah satu program yang dilaksanakan oleh BPBD Provinsi DIY.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan data berupa catatan–catatan, serta sebagai pelengkap dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif, lalu hasil dari dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai validitas informasi dari informan.

Peneliti dapat menggunakan dokumentasi sebagai salah satu data sekunder serta dapat menjadi bukti pelengkap dari hasil wawancara yang telah dilakukan.


(51)

F. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah metode interpretasi. Russel (1996) menjelaskan bahwa metodologi interpretasi sebagai proses penelitian yang dilakukan secara berulang dengan melibatkan analisis dan refleksi melalui tahapan eksplorasi pada fokus masalah awal. Peneliti secara bertahap akan menemukan masalah dan pertanyaan yang terpusat pada informan serta mengembangkan perspektif teoritis yang muncul. Sehingga melalui refleksi dan analisis data, peneliti pada akhirnya mengembangkan pemahaman teoritis dari masalah yang sedang diteliti.

Gambar 1: The Interpretive Research Process

Sumber: Rahman dan Goddard, 1998

Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti pada bagian desain penelitian menurut gambar I sebagai berikut:

1. Peneliti mencari inti masalah yang akan dibuat topik penelitian dengan cara melakukan perkenalan dan wawancara menggunakan unstructured

Problem

focus Data

Research Question

Description and Theory Emergent

Theoretical Perspective


(52)

interview hingga semi-structured interview sehingga peneliti memperoleh gambaran.

2. Peneliti selanjutnya menyeleksi hasil wawancara dan mencari kata kunci yang dapat digunakan untuk di interpretasikan menjadi data.

3. Peneliti masuk pada tahap interpretasi, memperdalam titik temu hasil dari perolehan wawancara sebelumnya dan mencari informasi yang lebih kompleks sehingga peneliti kembali ke lokasi untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang belum diketahui secara mendetail dengan menggunakan semi-structured interview.

4. Jika hasil data dari wawancara telah mencukupi dari keadaan yang sebenarnya. Peneliti dapat membuat transkripsi dari hasil perolehan melalui wawancara yang telah dilakukan lalu dituangkan ke bentuk kata-kata dan diinterpretasikan sehingga dapat mengambil kesimpulan. Namun, jika data yang diperoleh belum menjelaskan secara mendetail maka peneliti dapat kembali ke lokasi yang diteliti untuk lebih memperdalam keadaan yang sebenarnya hingga dirasakan penjelasannya memuaskan.

Tabel 2.

Desain Studi untuk Penelitian Kualitatif (Efferin 2002: 90-91)

Research Question

Sumber data Metode pengumpulan dan

analisis data

Aspek-aspek


(53)

Apakah laporan keuangan BPBD Yogyakarta sudah disajikan dengan memperhatik an aspek-aspek laporan keuangan yang horisontal?

Dari dalam badan: Wawancara

 Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD.

 Subbagian Program dan keuangan BPBD. Analisis Dokumen:  Peraturan Pemerintah, Peraturan

Daerah, dan Peraturan

Gubernur Prov. DIY  Stuktur Organisasi  Berbagai dokumen pendukung. Wawancara Tahap ini dilakukan

kurang lebih dengan total 102 menit. Setiap wawancara diawali dengan metode tidak terstruktur diikuti dengan semi-terstruktur. Wawancara dilakukan secara tatap muka dan semuanya

direkam.

Analisis Dokumen: Total analisis dokumen sekitar 110 menit.

Kepala pelaksana, bagian sekretariat, dan subbagian merupakan aktor-aktor utama dalam pengelolaan Laporan Keuangan BPBD.

Metode wawancara tidak terstruktur di awal setiap sesi wawancara bertujuan untuk membuat peneliti lebih sensitif terhadap isu-isu penting dari sebuah situasi. Selain itu juga digunakan untuk membantu peneliti mengidentifikasi konsep-konsep awal yang perlu dikembangkan lebih jauh dalam wawancara. Wawancara semi-terstruktur adalah untuk memberikan fokus kepada isu-isu yang spesifik.

Analisis dokumen menyediakan informasi

tambahan dan

memverifikasi data yang

diperoleh dari

wawancara

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1. Analisis saat proses penelitian

Analisis ini dilakukan saat dikumpulkannya data dan dianalisis selama proses penelitian yang dapat disebut Grounded Theory,


(54)

metode ini merupakan metode analisis yang menggabungkan antara cara berpikir keilmuan yang menekankan prinsip-prinsip penelitian ilmiah dalam menganalisis data, sedangkan cara berpikir seni menekankan pada kreativitas peneliti saat melakukan proses penelitian sehingga sesuai dengan kondisi lapangan saat itu (Sttraus dan Corbin, 1998; Efferin, 2002). Hartanto (2013: 7) yang dikutip dari Glaser dan Sttraus (1967) menjelaskan Teori Membumi (Grounded Theory) merupakan cara terbaik untuk menjelaskan dan membangun teori dengan menemukanya dari datanya.

2. Analisis data hasil dari wawancara

Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil dari ringkasan desain studi kualitatif, tahap selanjutnya yaitu transkripsi data dari hasil wawancara. Transkrip data dianalisis dari catatan hasil wawancara dan media rekaman sehingga berbentuk salinan tertulis, transkrip data ini dapat memudahkan peneliti dalam menganalisis. 3. Analasis Dokumen

Peneliti menggunakan analisis dokumen pada penelitian ini yang diawali dengan melakukan kompilasi dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Selanjutnya, peneliti memilah dokumen yang telah dikumpulkan berdasarkan kerelevansian dokumen terhadap topik yang sedang diteliti. Dokumen akan dianalisis secara mendalam dan dikaitkan dengan hasil dari wawancara selanjutnya dapat diambil kesimpulan tentang topik yang dipelajari. Jika pada pengambilan


(55)

kesimpulan masih belum memenuhi kelengkapan data yang ada maka dapat kembali ke langkah awal. Berikut ini bagan langkah-langkah analisis dokumen:

Gambar II. Langkah-langkah analisis dokumen (Efferin, 2002: 330)

H. Validasi Data

Peneliti menggunakan validitas data untuk mencegah pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat serta dapat mempertahankan konsistensi dari analisis hasil wawancara maupun analisis dokumen. Efferin (2002: 333) yang dikutip dari Silverman tahun 2000 menjelaskan bahwa validitas data ―Kebenaran‖ sebuah data yaitu sejauh mana sebuah data secara akurat menggambarkan fenomena sosial yang ditunjuk.

Validasi yang dilakukan oleh peneliti saat wawancara berlangsung dengan menggunakan teknik probing. Probing merupakan teknik yang digunakan untuk menstimulasi responden agar menjawab lebih banyak serta relevan (Hartanto, 2013: 16). Berikut ini cara probing yang dilakukan peneliti:

1. Peneliti akan mengkonfirmasi kembali hasil dari jawaban wawancara kepada narasumber saat berlangsungnya wawancara pada saat itu Kompilasi

Dokumen

Pemilihan Dokumen

Analisis Mendalam

Pengambilan Simpulan


(56)

dengan mengulangi jawaban narasumber, sehingga pemahaman dari wawancara yang telah dilakukan sama, tidak ada penyimpangan dari kedua belah pihak.

2. Peneliti melakukan pengulangan pertanyaan wawancara ketika narasumber tidak mengerti dan tidak yakin dengan pertanyaan yang diajukan.

3. Peneliti akan memberikan pertanyaan netral kepada narasumber mengenai topik yang diangkat ketika jawaban yang diberikan tidak secara jelas dipaparkan seperti ―Apa yang Anda Maksud?‖

4. Jika jawaban responden ketika wawancara menyimpang dari topik maka peneliti akan memberikan pertanyaan klarifikasi.


(57)

BAB IV

GAMBARAN UMUM ORGANISASI

A. Sejarah Tumbuh Kembang Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Mengingat letak geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat rawan terjadi bencana yang sangat dominan diakibatkan oleh faktor alam, untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah daerah dalam mengatasi segala risiko-risiko yang mungkin terjadi.

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa (PERDAIS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 3 Thanun 2015 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disingkat BPBD adalah perangkat daerah yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi melaksanakan penanggulangan bencana.


(58)

B. Kedudukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Badan Penanggulangan Bencana Daerah merupakan unsur pendukung tugas Gubernur di bidang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terdiri dari Kepala, Unsur Pengarah dan Unsur Pelaksana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Bdan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur.

C. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1. Visi

Dalam kedudukannya sebagai unsur Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan Visi yang ingin dicapai selama lima tahun mendatang sebagai berikut:

―Terwujudnya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang Peka, Tanggap Dan Tangguh Terhadap Bencana dalam Menyongsong Peradaban Baru‖

2. Misi

secara sistematis dan bertahap yang menuntut adanya kesiapan dalam menghadapi potensi bencana serta kemampuan untuk menanggulangi


(59)

bencana pada saat maupun setelahnya. Untuk itu, misi BPBD DIY dirumuskan sebagai berikut :

―Mengembangkan tata kelola dan sistem penanggulangan bencana terpadu,terkoordinasi dan menyeluruh ‖

D. Tujuan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk menurunkan risiko bencana yang terjadi oleh faktor alam atau faktor non alam.

E. Program Desa Tanggung Bencana

Program Desa Tangguh Bencana BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan pengelolaan yang di fokuskan pada level kampung, dimana masyarakat memiliki kedekatan sosial yang tinggi. Desa tangguh bencana adalah hasil kajian risiko bencana yang telah dilakukan oleh BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dimana hasil kajian tersebut menunjukan 438 desa di DIY yang tersebar di lima kabupaten kota 301 desa masih berada diwilayah/ kawasan rawan bencana. sampai dengan bulan Juni 2017 BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah membentuk 186 Desa dari 5 Kabupaten dan kota menjadi desa yang tangguh bencana, berikut adalah daftar desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah dibentuk menjadi desa tangguh bencana.


(60)

Tabel 3.

Desa Tangguh Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Sudah Terlaksana

No Desa Kecamatan Kabupaten /

Kota

Pelaksana

1 Mangunan Dlingo Bantul BKPP

2 Srimulyo Piyungan Bantul

3 Selopamioro Imogiri Bantul IOM

4 Seloharjo Pundong Bantul Daya Annisa

5 Muntuk Dlingo Bantul UNDP+Daya

Annisa 6 Karang Tengah Imogiri Bantul BKPP

7 Girirejo Imogiri Bantul BKPP

8 Imogiri Imogiri Bantul

9 Trimulyo Jetis Bantul KYPA

10 Terbah Patuk Gunung Kidul ASB+BPBD Prop

11 Nglegi Patuk Gunung Kidul ASB

12 Semoyo Patuk Gunung Kidul ASB+BPBD Prop 13 Candi Rejo Semin Gunung Kidul ASB+BKPP/BPBD

DIY 14 Karang Sari Semin Gunung Kidul ASB/BPBD DIY 15 Jurang Jero Ngawen Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY 16 Pengkol Nglipar Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY 17 Ngalang Gedang Sari Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY

18 Natah Nglipar Gunung Kidul ASB

19 Giritirto Purwosari Gunung Kidul ASB BPBD DIY 20 Kedungpoh Nglipar Gunung Kidul ASB 21 Sawahan Ponjong Gunung Kidul ASB

22 Semin Semin Gunung Kidul ASB

23 Watu Gajah Gedag Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP

24 Patuk Patuk Gunung Kidul ASB

25 Sambirejo Ngawen Gunung Kidul ASB 26 Katongan Nglipar Gunung Kidul UNDP+ASB+Palu

ma

27 Putat Patuk Gunung Kidul ASB

28 Umbul Rejo Ponjong Gunung Kidul ASB 29 Kepek Wonosari Gunung Kidul ASB 30 Sampang Gedang Sari Gunung Kidul UNDP+ASB+Lingk

ar 31 Tegalrejo Gedang Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP 32 Kampung Ngawen Gunung Kidul ASB 33 Sidoharjo Tepus Gunung Kidul ASB+PMI+DKP

Prop+BKPP 34 Banjarejo Tanjungsari Gunung Kidul ASB+DKP


(61)

Prop+BKPP 35 Girisuko Panggang Gunung Kidul ASB 36 Girikarto Panggang Gunung Kidul ASB+DKP Prop

37 Getas Playen Gunung Kidul ASB

38 Banyusoco Playen Gunung Kidul ASB 39 Kanigoro Sapto Sari Gunung Kidul ASB+DKP

Prop+BKPP 40 Glagah Temon Kulonprogo BPBD Prop+ BKP

Prop BPBD.DIY 41 Sidoharjo Samigaluh Kulonprogo UNDP+BPBD DIY

Prop+PSBAUGM 42 Jangkaran Temon Kulonprogo

DKP Prop/ BPBD.DIY/BNPB

2014 43 Banjarsari Kalibawang Kulonprogo

44 Kalirejo Kokap Kulonprogo BKPP

45 Jatimulyo Girimulyo Kulonprogo 46 Sidomulyo Pengasih Kulonprogo

47 Hargotirto Kokap Kulonprogo UNDP+Damar+BK PP 48 Hargowilis Kokap Kulonprogo

49 Ngargosari Samigaluh Kulonprogo

50 Banjarsari Samigaluh Kulonprogo UNDP+PSBAUGM +BKPP 51 Purwoharjo Samigaluh Kulonprogo PMI+PSBAUGM+B

KPP 52 Kebonharjo Samigaluh Kulonprogo PSBAUGM+BKPP 53 Giripurwo Girimulyo Kulonprogo BKPP 54 Hargorejo Kokap Kulonprogo

55 Hargomulyo Kokap Kulonprogo BKPP 56 Banjararum Kalibawang Kulonprogo BKPP 57 Sindumartani Ngemplak Sleman ASB/BPBD DIY 58 Candi Binangun Pakem Sleman ASB BPBD DIY

59 Giri Kerto Turi Sleman ASB+SAPDA

60 Sindumartani Ngemplak Sleman ASB/BPBD DIY 61 Hargo Binangun Pakem Sleman ASB+MDMC 62 Glagah Harjo Cangkringan Sleman ASB+Combine+SA

PDA 63 Sumber Harjo Prambanan Sleman ASB 64 Wukir Harjo Prambanan Sleman ASB+BKPP 65 Sambi Rejo Prambanan Sleman ASB+PMI 66 Madu Rejo Prambanan Sleman ASB+BKPP 67 Boko Harjo Prambanan Sleman ASB 68 Merdiko Rejo Tempel Sleman ASB+SAPDA 69 Bimo Martani Ngemplak Sleman ASB


(62)

70 Umbulmartani Ngemplak Sleman ASB 71 Harjo Binangun Pakem Sleman ASB 72 Pandeyan Umbulharjo Kota Yogyakarta BPBD DIY 73 Purbayan Kotagede Kota Yogyakarta

74 Kricak Tegalrejo Kota Yogyakarta BPBD DIY 75 Banaran Galur Kulonprogo KKP+DKP Prop 76 Jatimulyo Girimulyo Kulonprogo

77 Banjararum Kalibawang Kulonprogo BKPP 78 Banjarharjo Kalibawang Kulonprogo PMI-IFRC-Danish

RC 79 Banjaroyo Kalibawang Kulonprogo BKPP 80 Gerbosari Kalibawang Kulonprogo BKPP 81 Hargomulyo Kokap Kulonprogo BKPP

82 Kalirejo Kokap Kulonprogo BKPP

83 Hargotirto Kokap Kulonprogo UNDP+Damar+BK PP 84 Tanjungharjo Nanggulan Kulonprogo UNDP 85 Bugel Panjatan Kulonprogo KKP+DKP Prop 86 Gotakan Panjatan Kulonprogo BKPP 87 Kebonharjo Samigaluh Kulonprogo PSBAUGM+BKPP 88 Banjarsari Samigaluh Kulonprogo UNDP+PSBAUGM

+BKPP 89 Purwoharjo Samigaluh Kulonprogo PMI+PSBAUGM+B

KPP 90 Sidoharjo Samigaluh Kulonprogo UNDP+BPBD DIY

Prop+PSBAUGM 91 Tuksono Sentolo Kulonprogo IOM+BKPP 92 Jangkaran Temon Kulonprogo

DKP Prop/ BPBD.DIY/BNPB

2014 93 Glagah Temon Kulonprogo BPBD Prop+ BKP

Prop BPBD.DIY 94 Mulyodadi Bambang Lipuro Bantul UNDP+YP2SU+BP

BD Bantul+GJB 95 Sumbermulyo Bambang Lipuro Bantul GJB+BKPP 96 Jagalan Banguntapan Bantul

97 Jambidan Banguntapan Bantul Paluma

98 Muntuk Dlingo Bantul UNDP+Daya

Annisa

99 Jatimulyo Dlingo Bantul UNDP+Daya

Annisa

100 Terong Dlingo Bantul IOM+Combine

101 Selopamioro Imogiri Bantul IOM

102 Sriharjo Imogiri Bantul KYPA+BKPP 103 Wukirsari Imogiri Bantul Dinsos Prop


(63)

104 Bangunjiwo Kasihan Bantul GJB 105 Tirtohargo Kretek Bantul

GIZ IS+DKP Prop+PMI BPBD.DIY/BNPB

2013 106 Parangtritis Kretek Bantul

GIZ IS+DKP Prop+MDMC+PSB

AUGM,BNPB 2014

107 Tirtomulyo Kretek Bantul PMI

108 Guwosari Pajangan Bantul

109 Gilangharjo Pandak Bantul GJB

110 Wijirejo Pandak Bantul GJB

111 Srimartani Piyungan Bantul GJB

112 Pleret Pleret Bantul Paluma

113 Bawuran Pleret Bantul

Daya Annisa+Paluma+B

KPP 114 Wonolelo Pleret Bantul UNDP+YP2SU+BP

BD Bantul+BKPP 115 Seloharjo Pundong Bantul Daya Annisa 116 Srihardono Pundong Bantul YP2SU+BKPP

117 Gadingsari Sanden Bantul

GIZ IS+BNPB+YP2SU+ BPBD Prop+DKP Prop+BPBD Bantul/BNPB 2012 118 Gadingharjo Sanden Bantul

GIZ IS.BPBD/BNPB.20

13 119 Srigading Sanden Bantul GIZ IS+DKP Prop,

BNPB 2014

120 Bangunharjo Sewon Bantul GJB

121 Poncosari Srandakan Bantul

GIZ IS+BNPB+PMI+YP 2SU+BPBD Prop+DKP Prop+BPBD Bantul+MDMC+K YPA BNPB.2012 122 Hargo Mulyo Gedang Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP 123 Mertelu Gedang Sari Gunung Kidul ASB 124 Tegalrejo Gedang Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP 125 Watu Gajah Gedang Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP 126 Sampang Gedang Sari Gunung Kidul UNDP+ASB+Lingk


(64)

ar 127 Serut Gedang Sari Gunung Kidul ASB+BKPP 128 Kampung Ngawen Gunung Kidul ASB 129 Tancep Ngawen Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP 130 Kedung Keris Nglipar Gunung Kidul UNDP+ASB+Palu

ma+BKPP 131 Katongan Nglipar Gunung Kidul UNDP+ASB+Palu

ma 132 Pilang Rejo Nglipar Gunung Kidul ASB 133 Giriharjo Panggang Gunung Kidul ASB+BKPP 134 Giriwungu Panggang Gunung Kidul ASB+DKP

Prop+BKPP 135 Semoyo Patuk Gunung Kidul ASB+BPBD Prop 136 Pengkok Patuk Gunung Kidul UNDP+ASB+Lingk

ar

137 Nglegi Patuk Gunung Kidul ASB

138 Salam Patuk Gunung Kidul ASB

139 Ngoro-Oro Patuk Gunung Kidul ASB 140 Nglanggeran Patuk Gunung Kidul IOM+ASB 141 Terbah Patuk Gunung Kidul ASB+BPBD Prop 142 Giripurwo Purwosari Gunung Kidul IOM+ASB+DKP

Prop 143 Krambil Sawit Sapto Sari Gunung Kidul ASB+DKP

Prop+BKPP 144 Dadapayu Semanu Gunung Kidul ASB+BKPP 145 Pundung Sari Semin Gunung Kidul ASB+BKPP 146 Karang Sari Semin Gunung Kidul ASB/BPBD DIY 147 Candi Rejo Semin Gunung Kidul ASB+BKPP/BPBD

DIY 148 Kemadang Tanjungsari Gunung Kidul ASB+DKP Prop 149 Banjarejo Tanjungsari Gunung Kidul ASB+DKP

Prop+BKPP 150 Sidoharjo Tepus Gunung Kidul ASB+PMI+DKP

Prop+BKPP

151 Mulo Wonosari Gunung Kidul ASB

152 Sumbersari Moyudan Sleman ASB+BKPP 153 Sendang Mulyo Minggir Sleman ASB+Hijau 154 Margomulyo Sayegan Sleman ASB+BKPP 155 Sumber Harjo Prambanan Sleman ASB 156 Wukir Harjo Prambanan Sleman ASB+BKPP 157 Sambi Rejo Prambanan Sleman ASB+PMI 158 Boko Harjo Prambanan Sleman ASB 159 Taman Martani Kalasan Sleman ASB 160 Bimo Martani Ngemplak Sleman ASB 161 Sindumartani Ngemplak Sleman ASB/BPBD DIY


(65)

162 Bangun Kerto Turi Sleman ASB

163 Donokerto Turi Sleman ASB+SAPDA

164 Giri Kerto Turi Sleman ASB+SAPDA

165 Wono Kerto Turi Sleman ASB+YLI+SAPDA 166 Purwo Binangun Pakem Sleman ASB+PMI 167 Hargo Binangun Pakem Sleman ASB+MDMC 168 Wukir Sari Cangkringan Sleman ASB+IOM+SAPDA 169 Argo Mulyo Cangkringan Sleman

170 Glagah Harjo Cangkringan Sleman ASB+Combine+SA PDA 171 Kepuh Harjo Cangkringan Sleman

ASB+Idea+Combi ne+IOM+YP2SU+S

APDA 172 Umbul Harjo Cangkringan Sleman

ASB+Dinsos Prop+IOM+SAPD

A 173 Wirogunan Mergangsan Kota Yogyakarta

174 Sorosutan Umbulharjo Kota Yogyakarta BPBD DIY 175 Pandeyan Umbulharjo Kota Yogyakarta BPBD DIY 176 Muja-Muju Umbulharjo Kota Yogyakarta BPBD Kota YK 177 Prenggan Kotagede Kota Yogyakarta PMI-IFRC-Danish

RC 178 Terban Gondokusuman Kota Yogyakarta

179 Suryatmajan Danurejan Kota Yogyakarta 180 Tegal Panggung Danurejan Kota Yogyakarta 181 Prawirodirjan Gondomanan Kota Yogyakarta 182 Gowongan Jetis Kota Yogyakarta 183 Cokrodingratan Jetis Kota Yogyakarta 184 Tegalrejo Tegalrejo Kota Yogyakarta

185 Bener Tegalrejo Kota Yogyakarta PMI-IFRC-Danish RC 186 Kricak Tegalrejo Kota Yogyakarta BPBD DIY

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Program Desa Tangguh Bencana sudah ada sejak tahun 2009 dimana saat itu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mengelola seluruh kegiatanya hingga tahun 2011 BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didirikan sebagai badan yang mengelola penanggulangan bencana dan pada tahun 2012


(66)

BPBD resmi sebagai badan pemerintah yang mengelola Program Desa Tangguh Bencana.

Pengelolaan Program Desa Tangguh Bencana memiliki tiga sumber dana dari pemerintah yaitu dari Pusat (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Provinsi, dan Kabupaten. Dana-dana tersebut dikaji didalam APBN dan APBD pemerintah dengan mekanisme perencanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama pada Program Desa Tangguh Bencana, BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga bekerjasama dengan instansi lain dan beberapa LSM seperti LSM PALUMA (Gunung Kidul), LSM YP2MU (Bantul dan Yogyakarta), LSM LINGKAR (Sleman), dan LSM DAMAR (Kulonprogo) yang memiliki tujuan yang sama dengan BPBD. Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan BPBD dengan instansi pemerintah yang lain yaitu menjalin kerjasama dengan Dinas Sosial dalam mengisi kapasitas Desa Tangguh Bencana, dalam hal ini Dinas Sosial memiliki kegiatan membuat gudang logistik di desa yang rawan bencana. F. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa (PERDAIS) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY struktur organisasi BPBD DIY adalah sebagaimana dalam bagan berikut :


(67)

KEPALA UNSUR PELAKSANA KEPALA PELAKSANA BPBD UNSUR PENGARAH  INSTANSI  PROFESIONAL/AHLI SEKERTARIAT SUBBAGIAN UMUM SUBBAGIAN KEUANGAN SUBBAGIAN

PROGRAM, DATA DAN TI BIDANG KEDARRURATAN DAN LOGISTIK SEKSI KEDARURATAN SEKSI LOGISTIK BIDANG REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI SEKSI REHABILITAS SEKSI REKONSTRUKSI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN SEKSI PENCEGAHAN SEKSI KESIAPSIAGAAN UPT KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Gambar 3: Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta


(68)

G. Susunan Organisasi Badan Penanggulangan Bencana daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1. Susunan Organisasi Badan terdiri dari:

a. Unsur Kepala: secara ex-officio dijabat oleh Sekertaris Daerah b. Unsur Pengarah

c. Unsur Pelaksana yang terdiri dari:

(1) Pimpinan : Kepala pelaksana

(2) Pembantu Pimpinan : Sekertariat yang terdiri dari Subbagian- Subbagian

(3) Teknis Pelaksana : - Bidang-bidang yang terdiri dari Subbidang-Subbidang

- Unit Pelaksana Teknis

- Kelompok Jabatan Fungsional 2. Organisasi Unsur Pelaksana Badan terdiri dari:

a. Sekretariat, terdiri atas:

(1) Sub Bagian Program, Data dan TI (2) Sub Bagian Umum

(3) Sub Bagian Keuangan

b. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdiri atas: (1) Kepala Seksi Pencegahan


(69)

c. Bidang Kedaruratan dan Logistik, terdiri atas: (1) Kepala Seksi Kedaruratan

(2) Kepala Seksi Logistik

d. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, terdiri atas: (1) Kepala Seksi Rehabilitas

(2) Kepala Seksi Rekonstruksi e. Unit Pelaksana Teknis

f. Kelompok Jabatan Fungsional H. Rincian Tugas dan Fungsi

1. Unsur Pengarah

1) Unsur Pengarah mempunyai tugas memberikan masukan dan saran kepada Kepala Badan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unsur Pengarah mempunyai fungsi:

a) penyusunan konsep kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah;

b) pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah; dan

c) koordinasi dengan instansi Pemerintah di daerah, instansi Pemerintah Daerah dan lembaga non-pemerintah.


(70)

2. Unsur Pelaksana

1) Unsur Pelaksana mempunyai tugas menyelenggarakan penanggulangan bencana yang meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana secara terintegrasi.

2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unsur Pelaksana mempunyai fungsi:

a) penyusunan dan pengendalian program urusan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah;

b) perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan urusan penanggulangan bencana di daerah;

c) penyusunan dan penetapan prosedur tetap penanganan bencana; d) pengintegrasian pengurangan resiko bencana dalam pembangunan; e) fasilitasi, koordinasi dan pelaksanaan penyelenggaraan

penanggulangan bencana di daerah pada saat prabencana; f) fasilitasi kelembagaan penanggulangan bencana;

g) penyusunan, penetapan, dan penginformasian peta resiko bencana; h) fasilitasi dan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana

di daerah pada saat pascabencana;

i) pengendalian penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah; j) pelaksanaan kegiatan ketatausahaan;

k) pelaksanaan tugas lain yang diberikan pimpinan sesuai tugas dan fungsinya.


(71)

3. Sekretariat

1) Kepala Sekretariat mempunyai tugas membantu kepala pelaksana dalam mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumberdaya serta kerjasama.

2) Dalam melaksanakan tugas Kepala Sekretariat mempunyai fungsi membantu Kepala Pelaksana dalam:

a) pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi program perencanaan, dan perumusan kebijakan di lingkungan BPBD;

b) pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum dan peraturan perundang-undangan, organisasi, tatalaksana, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, keuangan, perlengkapan, dan rumah tangga;

c) pembinaan dan pelaksanaan hubungan masyarakat dan protokol; d) fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pengarah

pe-nanggulangan bencana;

e) pengumpulan data dan informasi kebencanaan di wilayah nya; dan f) pengkoordinasian dalam penyusunan laporan penang-gulangan

bencana. 4. Subbagian Umum

Subbagian Umum mempunyai tugas melaksanakan kearsipan, kerumahtanggaan, pengelolaan barang, kepegawaian, kehimasan, kepustakaan, efisiensi dan tatalaksana Badan.


(72)

5. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

1) Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi, koordinasi dan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat prabencana.

2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 14, Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, mempunyai fungsi:

a) penyusunan program Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan;

b) perumusan kebijakan teknis dan penyiapan pedoman di bidang pencegahan dan kesiapsiagaan bencana;

c) koordinasi dan fasilitasi upaya pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana;

d) penyelenggaraan pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana;

e) penyusunan dan penginformasian peta resiko bencana;

f) pengintegrasian pengurangan resiko bencana dalam perencanaan pembangunan;

g) penyusunan dan penyiapan penetapan prosedur tetap penanganan bencana;

h) koordinasi pemberian rekomendasi status dan tingkatan bencana;

i) fasilitasi dan pembinaan kelembagaan penanggulangan bencana; j) kerjasama teknis di bidang pencegahan dan kesiapsiagaan;

k) pengendalian dan pelaporan penyelenggaraan pencegahan dan kesiapsiagan bencana;


(73)

l) evaluasi dan penyusunan laporan program Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan;

m) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya;

6. Seksi Pencegahan

1) Seksi Pencegahan mempunyai tugas dan fasilitasi dan penyelenggaraan pencegahan bencana.

2) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Seksi Pencegahan mempunyai fungsi :

a) penyusunan program Seksi Pencegahan;

b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan pedoman di bidang pencegahan bencana;

c) penyusunan analisis resiko bencana dan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana;

d) pemantauan resiko bencana;

e) penyusunan dan penginformasian peta resiko bencana; f) penyusunan rencana penanggulangan bencana;

g) penyusunan rencana aksi daerah pengurangan resiko bencana; h) penyiapan bahan pengintegrasian pengurangan resiko bencana

dalam perencanaan pembangunan;

i) penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tata ruang dan standar keselamatan bangunan;


(74)

j) pemberian dukungan, asistensi dan supervisi pelaksanaan analisis resiko bencana terhadap kegiatan yang potensial menimbulkan bencana;

k) penyiapan bahan koordinasi dan kerjasama penyelenggaraan pencegahan bencana;

l) pelaporan penyelenggaraan upaya pencegahan bencana;

m) pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laboran pelaksanaan program Seksi Pencegahan.

7. Seksi Kesiapsiagaan

1) Seksi Kesiapsiagaan mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi dan penyelenggaraan keisapsiagaan bencana.

2) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Seksi Kesiapsiagaan mempunyai fungsi:

a) penyusunan program Seksi Kesiapsiagaan;

b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan pedoman di bidang kesiapsiagaan bencana;

c) penyusunan rencana penanggulangan kedaruratan bencana; d) penyelenggaraan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan

bencana;

e) penyiapan bahan penyusunan dan penetapan prosedur tetap penanganan bencana;

f) pengembangan sistem manajemen logistik dan peralatan kebencanaan;


(1)

93

LAMPIRAN III


(2)

(3)

95

LANJUTAN LAMPIRAN III


(4)

(5)

97

LAMPIRAN IV


(6)