PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN MATERI LARUTAN PENYANGGA MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING.

(1)

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN MATERI LARUTAN PENYANGGA

MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia

oleh :

Ahmad Mulkani 0900651

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

2013

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN MATERI LARUTAN PENYANGGA

MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

Oleh Ahmad Mulkani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Ahmad Mulkani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Nopember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

AHMAD MULKANI

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN MATERI LARUTAN PENYANGGA

MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. Hernani, M.Si NIP. 196711091991012001

Pembimbing II

Dr. F.M. Titin Supriyanti, M.Si NIP. 195810141986012001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si NIP. 196611211991031002


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Profil Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Materi Larutan Penyangga Menggunakan Model Problem solving”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pembelajaran kimia di sekolah secara umum masih berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran yang demikian tidak dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif, akibatnya pengembangan berbagai jenis keterampilan dalam diri siswa termasuk Keterampilan Proses Sains (KPS) menjadi terabaikan. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan model pembelajaran yang tepat, salah satunya problem solving. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai profil KPS siswa setelah penerapan model problem solving pada pembelajaran larutan penyangga. Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen, dengan subjek penelitian sebanyak 38 siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di kota Lembang, Jawa Barat. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui instrumen lembar observasi keterlaksanaan model problem solving, tes tertulis berupa soal uraian sebanyak 13 butir soal, dan pedoman wawancara. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan sembilan langkah problem solving model Mothes. KPS yang diukur pada penelitian ini sebanyak 10 indikator KPS meliputi keterampilan mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, mengamati, menafsirkan, berkomunikasi, meramalkan, mengelompokkan, dan menerapkan konsep. Pencapaian KPS untuk seluruh indikator KPS pada siswa kelompok tinggi berdasarkan nilai N-Gain tergolong kategori tinggi, sedangkan pada siswa kelompok sedang dan rendah tergolong kategori sedang. KPS yang paling berkembang adalah keterampilan meramalkan, sedangkan KPS yang kurang berkembang adalah keterampilan menafsirkan. Peneliti menyarankan, untuk mengukur KPS siswa selain menggunakan butir soal KPS sebaiknya juga menggunakan instrumen lembar observasi, agar KPS siswa yang muncul saat pembelajaran berlangsung dapat terukur dengan jelas.


(5)

ABSTRACT

This research is titled “Student Profiles of Science Process Skills on Buffer Solution Learning Using Problem Solving Method”. The background of this research is the fact that in general, teaching and learning chemistry in the school is still teacher-centered. The teacher-centered method of teaching science can not improve the student skills including science process skills. The purpose of this research is to obtain an overview about students science process skills achievement on buffer solution’s learning using problem solving. In this research, pre-experimental method which was one-group pretest-postest design was implemented. Subjetcs were 38 student in one of senior high school in Lembang city, West Java. Research Instruments are observation sheet of the problem solving method’s accomplishment, 13 question of written test, and interview guidelines. Learning was implemented with nine problem solving step used Mothes model. The 10 indicator of science process skills identified in this research are questioning, hypothesizing, designing experiment, using tools and material, observing, interpreting data, communicating, predicting, classifying, and applying concepts. Result of research revealed that high ability student group’s science process skills achievement for whole indicator are in high category. The result of medium and low ability student group’s science process skills achievement for whole indicator are in medium category. The result also indicated that highest achievement of science process skills for all students is predicting and lowest achievement is interpreting data. Researchers suggest, to measure student science process skills besides using written test also should use instrument of observation sheet, so that science process skills of student can be measured clearly.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAH KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9

B. Kerangka Pemikiran ... 29

C. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 32

B. Desain Penelitian ... 33

C. Metode Penelitian ... 34

D. Definisi Operasional ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 36

F. Proses Pengembangan Instrumen... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Larutan Penyangga ... 42

B. Profil Seluruh Indikator KPS Masing-masing Kelompok Siswa pada Pembelajaran Materi Larutan Penyangga Menggunakan Model Problem Solving ... 53

C. Profil Setiap Indikator KPS Masing-masing Kelompok Siswa pada Pembelajaran Materi Larutan Penyangga Menggunakan Model Problem Solving ... 56

D. KPS Siswa yang Paling Berkembang dan Kurang Berkembang Setelah Penerapan Model Problem solving pada Pembelajaran Larutan Penyangga ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 94

A. Perangkat Pembelajaran ... 94

B. Instrumen Penelitian ... 140

C. Pengolahan Data Penelitian ... 190

D. Surat-surat dan Dokumentasi Penelitian ... 236


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang termasuk ke dalam rumpun bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Seiring dengan perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, kini terjadi pergeseran paradigma IPA sebagai produk berubah menjadi IPA sebagai sebuah proses. Pendidikan IPA yang berorientasi pada proses akan menciptakan suasana pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif (Susanto, 2002).

Pada hakikatnya untuk mewujudkan keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, tenaga pendidik harus benar-benar mempertimbangkan pemilihan strategi pembelajaran (teaching strategy), termasuk pemilihan model pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran yang dimaksud merupakan pola kegiatan pembelajaran yang berurutan yang diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai hasil belajar serta pengembangan ranah kemampuan siswa yang diinginkan (Costa, 1985). Dengan kata lain, model pembelajaran yang dipilih oleh guru diharapkan mampu menumbuhkan, bahkan meningkatkan kemampuan siswa secara menyeluruh, termasuk keterampilan proses sains (KPS) siswa.

Menurut Rustaman (2005), KPS merupakan keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan intelektual, manual, dan sosial. Lebih lanjut Rustaman memaparkan terdapat beberapa jenis keterampilam proses meliputi: keterampilan mengamati (observasi), menafsirkan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Ozgelen (2012), bahwa KPS merupakan keterampilan berpikir yang digunakan oleh para ilmuwan untuk membangun pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan merumuskan hasil. Keterampilan ini melibatkan metode ilmiah, cara berpikir ilmiah, serta berpikir kritis berdasarkan fakta-fakta,


(9)

2

konsep-konsep dan prinsip sains. Dari pengertian tersebut dapat dilihat kaitan antara KPS dengan pembelajaran yaitu siswa diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dalam memperoleh suatu konsep menggunakan cara berpikir ilmiah dan metode ilmiah dengan melibatkan berbagai jenis keterampilan proses yang terintegrasi.

KPS hanya dapat diperoleh siswa jika pembelajaran yang diterapkan melibatkan siswa secara aktif. Artinya, siswa tidak hanya diberi konsep saja oleh guru, melainkan siswa diberikan kesempatan untuk membangun konsepnya sendiri melalui kegiatan pembelajaran dengan guru berperan sebagai fasilitator. Akan tetapi, pada kenyataanya proses pembelajaran kimia yang dilakukan di sekolah masih bersifat konvensional dengan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered). Siswa hanya diberi beban untuk menghafal dan membaca materi yang mereka pelajari, tanpa melibatkan mereka untuk menemukan konsep melalui proses sains, sehingga KPS siswa menjadi terabaikan. Dari kenyataan tersebut maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan KPS siswa adalah problem solving. Problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivisme (Susanto, 2002). Pembelajaran dengan model problem solving melibatkan keterampilan-keterampilan dasar sains (Elvan et al., 2010). Keterampilan-keterampilan-keterampilan tersebut digunakan untuk memecahkan permasalahan melalui prosedur ilmiah (Ango, 2002). Melalui pembelajaran problem solving siswa diarahkan untuk berpikir aktif dan ilmiah dengan menggunakan KPS untuk memecahkan berbagai permasalahan. Dengan kata lain, aspek KPS yang dikembangkan akan dapat terlatihkan melalui langkah-langkah pada model pembelajaran problem solving. Dengan demikian, model pembelajaran problem solving sangat sesuai jika diterapkan pada pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan KPS siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Rosbiono (2007), belajar sains dengan problem solving yang menantang dan terbuka sangat memungkinkan siswa menjadi aktif dan membantu pengembangan gaya belajarnya, membuka pemahaman tentang


(10)

3

konsep-konsep sains secara fleksibel dalam arti dapat mengadaptasikannya terhadap situasi yang baru.

Penelitian mengenai KPS siswa dengan model pembelajaran problem solving telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Pusparini (2012), mengenai pengembangan KPS siswa dengan model problem solving pada materi titrasi asam basa. Hasil penelitiannya menunjukkan KPS siswa yang muncul saat penerapan model problem solving tergolong kategori baik, begitupun KPS siswa yang terukur setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model problem solving mengalami peningkatan, dengan pencapaian nilai N-Gain tergolong kategori sedang. Penelitian terkait juga dilakukan oleh Sulastri (2012), mengenai analisis KPS siswa dengan model problem solving pada materi hidrolisis garam. Hasil penelitiannya menunjukkan KPS siswa secara keseluruhan yang muncul pada masing-masing kategori kelompok siswa tergolong kategori baik. Penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Elvan et al. (2010) mengenai dampak model problem solving terhadap KPS siswa dan prestasi belajar siswa yang dilakukan di Turki. Hasil penelitiannya menunjukkan terjadi perkembangan KPS siswa secara signifikan di kelas eksperimen setelah dilakukan pembelajaran dengan model problem solving dibandingkan dengan KPS siswa kelas kontrol yang hanya menerima pembelajaran secara konvensional. Hasil Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan KPS siswa berkembang dengan baik melalui pembelajaran menggunakan model problem solving.

Tidak semua materi kimia cocok dengan penerapan model pembelajaran problem solving. Salah satu materi kimia yang tepat dan dapat diterapkan dengan model pembelajaran problem solving adalah larutan penyangga. Prinsip dan aplikasi dari materi larutan penyangga ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (aplikatif), sehingga sangat sesuai dengan salah satu syarat utama model problem solving yakni materi yang diajarkan harus bersifat kontekstual. Selain itu, materi larutan penyangga dapat dan cukup mudah untuk dipraktikumkan, artinya alat dan bahan yang digunakan mudah didapatkan serta sederhana. Berdasarkan hasil penelitian Susiwi et al. (2009), menunjukkan bahwa praktikum banyak melibatkan KPS siswa. Melalui kegiatan praktikum siswa dapat


(11)

4

mempelajari konsep dengan pengamatan langsung, melatih KPS, serta dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru (Dahar, 1996). Pada penelitian ini siswa yang menjadi subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan perbedaan kemampuan yaitu siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan ini perlu dilakukan untuk melihat perbedaan pencapain KPS masing-masing kelompok siswa tersebut, sehingga nantinya dapat diketahui secara jelas kelompok siswa mana saja yang masih perlu dilatihkan KPS secara instensif dan kelompok mana yang tidak.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan dan hasil penelitian terkait yang relevan maka dirasa perlu bagi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Profil Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Pembelajaran Materi Larutan Penyangga Menggunakan Model Problem Solving”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu metode pembelajaran yang sering diterapkan di sekolah secara umum masih berorientasi pada guru (teacher centered). Pembelajaran yang demikian tidak dapat memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif, akibatnya berbagai jenis keterampilan yang seharusnya dikembangkan dalam diri siswa menjadi terabaikan, termasuk KPS. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar secara aktif, sekaligus dapat mengembangkan KPS siswa, salah satunya model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran ini sangat sesuai diterapkan pada materi kimia yang bersifat aplikatif, salah satunya larutan penyangga. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada tipe problem solving yang digunakan yaitu model Mothes, serta jenis KPS yang diteliti yaitu indikator KPS menurut Rustaman (2005).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah utama yaitu: “Bagaimana Profil keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran materi larutan penyangga menggunakan model problem solving?”


(12)

5

Adapun sub rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah: 1. Bagaimana keterlaksanaan setiap tahapan model pembelajaran problem

solving pada materi larutan penyangga?

2. Bagaimana profil seluruh indikator KPS masing-masing kelompok siswa pada pembelajaran materi larutan penyangga menggunakan model problem solving?

3. Bagaimana profil setiap indikator KPS masing-masing kelompok siswa pada pembelajaran materi larutan penyangga menggunakan model problem solving?

4. KPS apa sajakah yang paling berkembang dan kurang berkembang pada keseluruhan siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model problem solving pada materi larutan penyangga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang profil KPS keseluruhan siswa dan masing-masing kategori kelompok siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan penerapan model problem solving pada materi larutan penyangga.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan diharapkan berguna bagi peserta didik, guru, dan peneliti lainnya. Manfaat yang hendak dicapai yakni:

1. Peserta didik

Bagi peserta didik diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna melalui pembelajaran yang melibatkan pemecahan masalah secara ilmiah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan KPS dan hasil belajar siswa. Melalui model pembelajaran problem solving juga diharapkan dapat membantu siswa dalam menemukan sekaligus memberikan pemecahan masalah yang berhubungan dengan materi pokok yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.


(13)

6

2. Guru

Bagi guru dapat dijadikan bahan rujukan dalam memilih model pembelajaran yang akan diterapkan khususnya untuk materi pokok larutan penyangga. Selain itu, dapat dijadikan pedoman dalam penerapan model pembelajaran problem solving.

3. Peneliti Lain

Bagi peneliti dapat dijadikan bahan acuan dan pertimbangan dalam melakukan penelitian lainnya mengenai model pembelajaran problem solving, khususnya pada analisis KPS dan hasil belajar siswa pada materi pokok yang berbeda.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Berikut ini secara terperinci dijabarkan mengenai urutan penulisan dari setiap bab dan bagian sub bab yang terdapat dalam skripsi ini. Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan; Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian; Bab III Metode penelitian; Bab IV Hasil dan Pembahasan; serta Bab V Kesimpulan dan Saran.

Bab I terdiri atas lima bagian sub bab, meliputi Latar Belakang Penelitian, Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi. Pada latar belakang penelitian dipaparkan mengenai fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti serta pendekatan yang digunakan dari sisi teoritis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pada sub bab identifikasi dan perumusan masalah dijabarkan tentang permasalahan yang teriidentifikasi dari latar belakang yang telah diuraikan, selanjutnya masalah yang teridentifikasi tersebut dinyatakan dalam bentuk rumusan masalah utama dan sub rumusan masalah. Pada sub bab tujuan penelitian dijelaskan tentang informasi yang akan diperoleh mengenai profil KPS siswa dari hasil penelitian yang dilakukan. Pada sub bab manfaat penelitian dijelaskan secara terperinci manfaat yang akan diperoleh dari penelitian yang dilakukan baik bagi perserta didik, guru, maupun bagi peneliti lain. Sub bab struktur organisasi berisi penjelasan secara rinci mengenai bagian bab dan sub bab dalam penulisan skripsi ini, sehingga keterhubungan satu sama lain menjadi jelas.


(14)

7

Bab II terdiri atas tiga bagian sub bab, yaitu Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian. Pada sub bab kajian pustaka dijabarkan secara terperinci mengenai tipe pembelajaran problem solving model Mothes yang digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini, ruang lingkup KPS dan indikator KPS yang diteliti sebagai variabel terikat dalam penelitian ini, deskripsi tentang larutan penyangga dan konteks terkait yang merupakan pokok masalah dari pembelajaran problem solving yang dilakukan, serta dijelaskan penelitian terdahulu yang relevan yang memuat informasi mengenai hasil penelitian-penelitian terkait yang berhubungan dengan KPS siswa dan model problem solving. Pada sub bab kerangka pemikiran dipaparkan secara rinci dasar pemikiran dari penelitian yang dilakukan yang digambarkan dalam bentuk bagan skematis, bagan tersebut memuat informasi mengenai hubungan antar variabel penelitian yang didasarkan pada kajian teoritis sekaligus memuat masalah yang melatarbelakangi penelitian. Pada sub bab hipotesis penelitian diungkapkan tentang dugaan sementara atas rumusan pertanyaan dari masalah utama berdasarkan kajian pustaka yang mendalam.

Bab III terdiri atas delapan bagian sub bab, meliputi Lokasi dan Subjek Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Proses Pengembangan Instrumen, Teknik Pengumpulan Data, serta Teknik Pengolahan dan Analisis Data. Sub bab lokasi dan subjek penelitian memuat informasi tentang sekolah yang menjadi tempat penelitian, jumlah siswa yang terlibat, serta cara pengelompokkan siswa. Pada sub bab desain penelitian dijelaskan tentang desain one group pretest-posttest design yang digunakan pada penelitian ini. Pada sub bab metode penelitian dijelaskan mengenai metode pra-ekperimen yang dipilih sebagai metode penelitian. Pada sub bab definisi operasional dijabarkan tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, baik variabel bebas, terikat, maupun kontrol. Sub bab instrumen penelitian memuat penjelasan tentang instrumen-instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi keterlaksanaan model problem solving, soal pretes dan postes KPS, serta pedoman wawancara. Pada sub bab proses pengembangan instrumen dijabarkan mengenai cara validasi lembar instrumen penelitian, yakni melalui


(15)

8

judgement para ahli yang kompeten. Pada sub bab teknik pengumpulan data dijelaskan cara-cara dan tahapan pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Pada sub bab teknik pengolahan dan analisis data dijelaskan secara terperinci tentang cara-cara pengolahan dan analisis data dari instrumen lembar observasi keterlaksanaan model problem solving, soal tes KPS, dan pedoman wawancara.

Bab IV terdiri atas empat bagian sub bab. Sub bab pertama yakni Keterlaksanaan Setiap Tahapan Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Larutan Penyangga. Pada sub bab pertama ini dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan keterlaksanaan model problem solving yang diperoleh dari data lembar observasi. Sub bab kedua yakni Profil Seluruh Indikator KPS pada Masing-masing Kelompok Siswa. Pada sub bab kedua ini dipaparkan secara rinci temuan dan pembahasan mengenai pencapaian KPS masing-masing kelompok siswa untuk seluruh indikator KPS yang dilihat dari pencapaian nilai N-Gain. Sub bab ketiga yakni Profil Setiap Indikator KPS pada Masing-masing Kelompok Siswa. Pada sub bab ketiga ini dipaparkan secara rinci temuan dan pembahasan mengenai pencapaian KPS masing-masing kelompok siswa untuk setiap indikator KPS yang dilihat dari pencapaian nilai N-Gain pada setiap aspek indikator KPS yang diteliti. Sub bab keempat yakni KPS Apa Saja yang Paling Berkembang dan Kurang Berkembang Setelah Diterapkan Model Problem Solving. Pada sub bab keempat ini dijelaskan temuan dan pembahasan penelitian mengenai aspek KPS yang paling dan kurang berkembang pada keseluruhan siswa yang dilihat dari pencapaian nilai N-Gain untuk setiap indikator KPS yang diteliti.

Bab V terdiri atas dua bagian sub bab, yaitu Kesimpulan dan Saran. Pada sub bab kesimpulan dipaparkan secara terperinci mengenai kesimpulan hasil keterlaksanan model problem solving, informasi profil seluruh dan setiap indikator KPS pada masing-masing kelompok siswa, serta KPS siswa yang paling berkembang dan kurang berkembang yang dilihat dari pencapaian nilai N-Gain. Sub bab saran memuat beberapa saran yang didasarkan pada temuan dan hasil penelitian.


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diteliti adalah siswa SMA kelas XI IPA semester genap sebanyak satu kelas yang berjumlah 38 siswa, yang diambil dari salah satu SMA Negeri di kota Lembang. Siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yang berbeda, yakni kelompok siswa yang memiliki keterampilan tinggi (kelompok tinggi), kelompok siswa yang memiliki keterampilan sedang (kelompok sedang), dan kelompok siswa yang memiliki keterampilan rendah (kelompok redah). Pengelompokkan siswa dihitung menggunakan cara statistik. Cara pengelompokkan siswa dilakukan dengan menghitung rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Rumus mencari rata-rata (mean) sebagai berikut:

Mean (Arikunto, 2009) Keterangan: : Jumlah skor

N: jumlah siswa

Rumus untuk mencari standar deviasi:

SD = √ (Arikunto, 2009) Keterangan:

SD : Standar deviasi

: Tiap skor dikuadratkan lalu djumlahkan kemudian dibagi dengan N

: Semua skor dijumlahkan, dibagi dengan N lalu dikuadratkan. Hasil perhitungan dengan menggunakan cara di atas akan menghasilkan tiga kategori kelompok siswa sebagai berikut:

1. Siswa yang memiliki nilai rata-rata ulangan harian > (mean+SD), digolongkan ke dalam kategori siswa kelompok tinggi.


(17)

33

2. Siswa yang memiliki nilai rata-rata ulangan harian antara (mean+SD) > (ulangan harian) > (mean-SD), digolongkan ke dalam kategori siswa kelompok sedang.

3. Siswa yang memiliki nilai rata-rata ulangan harian < (mean-SD), digolongkan ke dalam kategori siswa kelompok rendah.

Berdasarkan perhitungan yeng telah dilakukan, siswa yang termasuk ke dalam kelompok tinggi sebanyak lima orang, siswa kelompok sedang sebanyak 26 orang, dan siswa kelompok rendah sebanyak tujuh orang. Data pengelompokkan siswa dapat dilihat pada lampiran C.1.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipilih adalah desain kelompok tunggal (one-group pretest-postest design). Dalam desain ini dipilih kelompok tunggal dengan memberikan tes awal (pretes), kemudian memberikan perlakuan secara sengaja dan sistematis terhadap kelompok tersebut berupa model pembelajaran problem solving, dan diakhir pembelajaran dilakukan evaluasi berupa tes akhir (postes). Menurut Sugiyono (2010) pada desain penelitian one-group pretest-postest design, terdapatnya pretes sebelum perlakuan akan menyebabkan hasil perlakuan diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Bentuk Desain One-group Pretest-postest Design Keterangan:

O1 = pretest, dengan menggunakan instrumen peneltian berupa soal-soal KPS X = treatment, pemberian perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran

problem solving

O2 = postest, dengan menggunakan instrumen penelitian berupa soal-soal KPS


(18)

34

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pra-eksperimen. Disebut demikian karena pada metode ini belum memenuhi persyaratan eksperimen sesungguhnya, seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu, hal ini dapat terjadi karena tidak adanya kelompok kontrol dan sampel tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2010). Pada metode penelitian ini kelompok siswa yang menjadi subjek penelitian diberi perlakuan tertentu. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Pada penelitian ini perlakuan yang dimaksud adalah penerapan model problem solving. Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai keterampilan proses sains (KPS) siswa pada pembelajaran larutan penyangga menggunakan model problem solving.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran variabel yang berasal dari teori dan konsep yang diturunkan ke dalam bentuk indikator-indikator, agar apa yang hendak diteliti semakin nampak jelas dan dapat teramati (Suharsaputra, 2012). Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Ketiga jenis variabel tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Variabel bebas (independent variable/IV), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving. Model problem solving yang digunakan adalah model Mothes. Berikut ini definisi operasional yang diturunkan dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran problem solving.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas

Variabel Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional

Variabel X (variabel bebas):

Model pembelajaran

Model pembelajaran

problem solving merupakan model pembelajaran yang

Kegiatan pembelajaran problem solving yang dilaksanakan meliputi


(19)

35

problem solving didasarkan pada pola pemecahan masalah dengan memberikan alasan ilmiah dalam pemecahan

masalahnya.

beberapa langkah, yaitu langkah motivasi, penjabaran masalah, penyususnan opini-opini, perencanaan dan konstruksi, percobaan, kesimpulan, abstraksi, re-evaluasi, dan

konsolidasi pengetahuan 2. Variabel terikat (dependent variable/DV), merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel terikat pada penelitian ini adalah KPS. Berikut ini definisi operasional yang diturunkan dalam bentuk indikator KPS.

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat

Variabel Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional

Variabel Y (variabel terikat):

Keterampilan proses sains (KPS)

Keterampilan proses sains merupakan bagian

keterampilan berpikir yang digunakan oleh para ilmuwan untuk

membangun pengetahuan dalam rangka

memecahkan masalah dan merumuskan hasil.

Keterampilan ini

melibatkan metode ilmiah, cara berpikir ilmiah, serta berpikir kritis berdasarkan fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip sains.

KPS yang diteliti

diturunkan dalam bentuk beberapa indikator KPS, meliputi indikator mengamati atau observasi, mengelompokkan atau klasifikasi, menafsirkan atau interpretasi, meramalkan atau prediksi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, serta menerapkan konsep.


(20)

36

3. Variabel kontrol (control variable/ConV), merupakan variabel pembaur yang dapat dikendalikan pada saat penelitian dilakukan, sehingga pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah subjek dan lokasi penelitian, tingkatan kelas subjek penelitian, dan materi pokok yang diajarkan yaitu larutan penyangga.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi, butir soal tes tertulis, dan pedoman wawancara. Masing-masing instrumen tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, yaitu untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model problem solving. Instrumen ini berupa kolom yang berisi daftar check list yang berkaitan dengan tahap-tahap model pembelajaran problem solving yang digunakan. Lembar observasi ini bertujuan untuk membuat catatan observasi menjadi lebih sistematis. Observer hanya memberikan tanda check list pada daftar tersebut untuk setiap kelompok subjek yang diobservasi.

2. Tes Tertulis (Pretes dan Postes)

Lembar tes tertulis digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua, ketiga, dan keempat. Instrumen tes tertulis yang digunakan berupa butir soal uraian dengan jumlah 13 butir soal. Instrumen tes tertulis digunakan untuk mengetahui KPS awal siswa dan KPS siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model problem solving.

3. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran problem solving yang diterapkan serta untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa selama pembelajaran dilaksanakan. Data dari hasil wawancara digunakan sebagai data tambahan dalam membahas temuan-temuan hasil penelitian. Wawancara yang dilakukan bersifat terstrukur karena


(21)

37

format wawancara telah disusun terlebih dahulu dengan jenis pertanyaan bersifat terbuka, artinya sumber wawancara diberi keleluasaan untuk menjawab pertanyaan wawancara. Wawancara ini dilakukan kepada perwakilan siswa dari masing-masing kelompok tinggi, sedang, dan rendah.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian yang telah dibuat selanjutnya dilakukan pengembangan melalui validasi instrumen. Validitas merupakan ukuran sejauh mana kevalidan atau kesahihan suatu instrumen dapat mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini validasi dilakukan dengan meminta pertimbangan (judgement) para ahli yang berkompeten. Validasi tes tertulis dilakukan dengan menimbang kesesuaian antara indikator keterampilan proses sains yang diteliti dengan butir soal KPS yang akan diujikan. Dengan demikian diharapkan instrumen yang digunakan benar-benar dapat mengukur keterampilan proses sains siswa dan bukan mengukur keterampilan lainnya, sehingga hasil penelitian tidak menjadi bias.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian yang diperoleh dari instrumen lembar observasi, tes tertulis, dan wawancara dilakukan melalui tahap sebagai berikut: 1. Pemberian pretes terhadap subjek penelitian sebelum pelaksanaan

pembelajaran.

2. Pemberian perlakuan dengan pembelajaran menggunakan model problem solving.

3. Pemberian postes terhadap subjek penelitian.

4. Pemberian skor mentah terhadap jawaban pretes dan postes subjek penelitian. 5. Pelaksanaan wawancara terhadap wakil dari tiap-tiap kelompok subjek

penelitian.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini secara terperinci dapat dilihat pada tabel 3.3.


(22)

38

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen Penelitian

1 Keterampilan proses sains siswa sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan

Pelaksanaan pretes dan postes

Tes tertulis, menggunakan soal keterampilan proses sains (KPS) sebanyak 13 butir soal uraian.

2 Keterlaksanaan setiap tahapan model problem solving

Pelaksanaan observasi terhadap keterlaksanaan model problem solving

Lembar observasi keterlaksanaan problem solving

3 Keterampilan proses sains siswa setelah pemberian perlakuan

Pelaksanaan wawancara Pedoman wawancara

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui profil KPS siswa sesuai dengan indikator KPS yang diteliti serta keterlaksanaan tahapan model pembelajaran problem solving pada materi larutan penyangga. Tahapan pengolahan dan analisis data pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Pengolahan dan Analisis Data Lembar Observasi

Data yang diperoleh dari hasil lembar observasi terhadap keterlaksaan pembelajaran model problem solving diolah dan dianalisis sesuai tahapan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data lembar observasi keterlaksanaan setiap langkah model pembelajaran problem solving dari tiga orang observer yang telah melakukan observasi terhadap masing-masing kelompok siswa.


(23)

39

b. Memeriksa keterlaksanaan setiap langkah pembelajaran model problem solving untuk semua kelompok siswa berdasarkan daftar check list yang terdapat pada lembar observasi.

c. Menganalisis keterlaksanaan setiap langkah model pembelajaran problem solving dengan cara menghubungkan hasil data keterlaksanaan pada lembar observasi dengan jawaban-jawaban siswa pada lembar LKS.

d. Mendeskripsikan hasil analisis data keterlaksanaan setiap langkah pembelajaran model problem solving.

2. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Tes Tertulis (Pretes dan Postes)

a. Pengolahan hasil tes tertulis

Jawaban tes tertulis (pretes dan postes) siswa diolah dengan cara pemberian skor mentah yang disesuaikan dengan rubrik penskoran yang telah ditentukan. Rubrik penskoran untuk setiap butir soal pretes dan postes dapat dilihat pada lampiran B.2 dan lampiran B.4.

b. Analisis hasil tes tertulis

Jawaban siswa yang telah diskor, selanjutnya dianalisis sesuai tahapan sebagai berikut:

1) Mengubah skor pretes dan postes siswa ke dalam bentuk persentase. Data skor mentah setiap siswa diubah ke dalam bentuk persentase menggunakan rumus:

Berdasarkan nilai persentase setiap siswa, kemudian ditentukan rerata pretes dan postes masing-masing kelompok siswa (kelompok tinggi, sedang, dan rendah). Persentase rerata pretes dan postes masing-masing kelompok siswa yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan skala kategori kemampuan seperti tertera pada tabel 3.4.

Persentase =


(24)

40

Tabel 3.4 Skala Kategori Kemampuan

Nilai (%) Kategori

0-20 Sangat kurang

21-40 Kurang

41-60 Cukup

61-80 Baik

81-100 Sangat baik (Arikunto, 2009) 2) Menghitung rerata gain ternormalisasi

Untuk mengetahui peningkatan KPS masing-masing kelompok siswa, selanjutnya ditentukan nilai rerata N-Gain ternormalisasi menggunakan rumus:

(Hake, 2002) Keterangan:

% <pretes> : Rerata nilai pretes (%) % <postes>: Rerata nilai postes (%)

Besarnya pencapaian rerata gain ternormalisasi ditafsirkan berdasarkan kreteria yang tertera pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kriteria Rerata Gain Ternormalisasi

Batasan Kategori

(<g>) ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ (<g>) < 0,7 Sedang (<g>) < 0,3 Rendah (Hake, 1998)

3) Nilai rerata N-Gain yang telah ditafsirkan, selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk persentase dengan cara dikalikan 100%. Dengan demikian nilai N-Gain yang dimuat pada pemaparan hasil dan pembahasan penelitian telah terkonversi dalam bentuk nilai persentase.

<g> =


(25)

41

3. Pengolahan Hasil Wawancara

Hasil wawancara yang diperoleh ditranskripsikan dalam bentuk narasi untuk mengetahui respon siswa dan kesulitan yang dihadapi siswa selama pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh digunakan sebagai data pendukung dari temuan dalam penelitian.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran larutan penyangga dengan menggunakan model problem solving dibagi ke dalam tiga pertemuan, yang sesuai dengan kesembilan langkah pembelajaran problem solving model Mothes. Pada pertemuan pertama dilaksanakan empat langkah yaitu, 1) langkah motivasi, siswa membaca artikel yang berkaitan dengan konsep larutan penyangga dengan seksama dan sungguh-sungguh; 2) langkah penjabaran masalah, siswa mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada artikel dan mengungkapkannya dalam bentuk pertanyaan ilmiah; 3) langkah penyusunan opini, siswa memperkirakan jawaban sementara atas pertanyaan ilmiah yang mereka ajukan; 4) langkah perencanaan dan konstruksi, siswa secara berkelompok menyusun rencana percobaan yang akan dilaksanakan. Pada pertemuan kedua dilaksanakan tiga langkah meliputi, 5) langkah percobaan, siswa melakukan percobaan mengenai komponen dan sifat larutan penyangga; 6) langkah penarikan kesimpulan, siswa membuat kesimpulan dari percobaan yang dilaksanakan dan mendiskusikannya di depan kelas, 7) langkah abstraksi, siswa membuat intisari yang lebih umum. Pada pertemuan ketiga dilaksanakan dua langkah yaitu, 8) langkah re-evaluasi, siswa mendiskusikan kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang dialami selama pembelajaran dilaksanakan dan 9) langkah konsolidasi pengetahuan, siswa menggunakan konsep larutan penyangga untuk melakukan perhitungan pH larutan penyangga dan menjelaskan berbagai fenomena yang berkaitan.

2. Keterampilan proses sains (KPS) siswa kelompok tinggi untuk seluruh indikator KPS berdasarkan pencapaian nilai N-Gain sebesar 83% tergolong kategori tinggi, sedangkan untuk siswa kelompok sedang dan rendah


(27)

89

berdasarkan pencapaian nilai N-Gain masing-masing sebesar 69% dan 47% tergolong kategori sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah diterapkan model problem solving, KPS semua kelompok siswa untuk seluruh indikator KPS mengalami peningkatan dengan pencapaian nilai N-Gain yang berbeda-beda pada setiap kelompok siswa.

3. KPS siswa kelompok tinggi untuk setiap indikator KPS yang diukur tergolong kategori tinggi, kecuali pada indikator menggunakan alat/bahan dan indikator berkomunikasi yang tergolong kategori sedang. Untuk siswa kelompok sedang terdapat lima indikator yang tergolong kategori tinggi (KPS mengajukan pertanyaan, berhipotesis, mengamati, meramalkan, dan mengelompokkan), sedangkan lima indikator lainnya tergolong kategori sedang (KPS merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menafsirkan, berkomunikasi, dan menerapkan konsep). Sedangkan untuk siswa kelompok rendah terdapat satu indikator yang tergolong kategori tinggi (KPS mengamati) dan satu indikator yang tergolong kategori rendah (KPS menafsirkan), sedangkan indikator lainnya tergolong kategori sedang.

4. KPS siswa secara keseluruhan yang paling berkembang setelah diterapkan model problem solving pada pembelajaran larutan penyangga adalah keterampilan meramalkan dengan kategori peningkatan tinggi dengan pencapaian nilai N-Gain sebesar 89%, sedangkan KPS siswa secara keseluruhan yang kurang berkembang adalah keterampilan menafsirkan dengan kategori peningkatan sedang dengan pencapaian nilai N-Gain sebesar 38%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, adapun beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti antara lain:

1. Dalam pelaksanaan langkah-langkah model problem solving hendaknya diberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk melakukan diskusi, terutama pada langkah-langkah menentukan hipotesis dan menarik kesimpulan.


(28)

90

2. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai KPS siswa, selain menggunakan butir soal KPS sebaiknya juga menggunakan instrumen lembar observasi, agar KPS siswa yang muncul saat pembelajaran berlangsung dapat terukur dengan jelas.

3. Pencapaian keterampilan siswa pada sub indikator menggunakan alat dan bahan tergolong kategori cukup rendah terutama pada siswa kelompok rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman siswa dalam menggunakan alat dan bahan. Peneliti menyarankan agar keterampilan ini dilatihkan sesering mungkin, misalnya melalui kegiatan praktikum, karena melalui kegiatan praktikum sub keterampilan ini banyak dilibatkan.

4. Pencapaian keterampilan siswa pada sub indikator menerapkan konsep pada fenomena lain yang berkaitan tergolong kategori paling rendah terutama pada siswa kelompok rendah, hal ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa dengan tipe soal penerapan konsep. Peneliti menyarankan agar jenis soal penerapan konsep dilatihkan sesering mungkin, termasuk pada materi yang berbeda.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Akinbobola, A.O dan Afolabi, F. (2010). Analysis of science process skills in west African senior secondary school certificate physics practical examination in Nigeria. American-Eruasian journal of scientific research. 5, (4), 234-240.

Ango-Mary, L. (2002). “Mastery of science process skills and their effective use in the teaching of science: an educology of science education in Nigerian context”. International journal of educology. 16, (1), 11-30.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi aksara. Costa, L.A (1985). The behaviors of intelligence, in A.L Costa (ed) developing

mind, a resouces book for teaching thinking. Alexandria: ASDC.

Dahar, R.W. (1985). Kesiapan guru mengajar sains di sekolah dasar ditinjau dari segi pengembangan keterampilan proses sains. Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Effendy. (2008). A-level chemistry for senor high school students. Malang:

Bayumedia Publishing.

Elvan, I. K., Guven, E. dan Aydogdu, M. (2010). “Effect of problem solving method on science process skills and academic achievements”. Journal of Turkish science education. 7, (4), 13-25.

Gunderson-Christopher, R. (2011). Mastery of a problem solving strategy for improving high school chemistry students achievement. Tesis Master Pendidikan Sains pada Montana State University: Tidak diterbitkan. Hake, R.R (2002). Assessments of students learning in introductory science

courses. Indiana: Physics department Indiana university.

Hake, R.R. (1998). “Interactive-engagements Vs traditional methods: a six thousand student survey of mechanics test data for introductory physics courses”. American journal of physics. 66, (1), 64-67.


(30)

92

Kirley, J. (2003). Principles for teaching problem solving. Indiana: Plato Learning Inc.

Nugroho, I.K. (2010). Jenis pengetahuan, keterampilan proses sains, dan buku teks sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Ozgelen, Z. (2012). “Students’ science process skills within a cognitive domain frame work.”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 8, (4), 283-292.

Purba, M. (2007). Kimia untuk SMA kelas XI semester 2. Jakarta: Erlangga.

Pusparini, R. (2012). Pengembangan keterampilan proses sains siswa SMA pada pembelajaran titrasi asam basa menggunakan model problem solving. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Rezba, J.R., Sparague, C. Fiel, R.L. (2003). Learning and assessing science process skills. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.

Rosbiono, M. (2007). Teori problem solving untuk sains. Jakarta: Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas.

Rustaman, N. (2003). Kemampuan ilimiah dalam proses pembelajaran sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. (2005). Strategi belajar mengajar biologi. Malang: UM Press. Semiawan, C. et al. (1985). Pendekatam keterampilan proses. Jakarta: PT

Gramedia.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuatitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan tindakan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sulastri, O. (2012). Analisis keterampilan proses sains kimia siswa kelas XI pada pembelajaran hidrolisis garam menggunkan model problem solving. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan

Sumarna, O., Hernani dan Mulyani, S. (2006). Kimia untuk SMA/MA kelas XI. Bogor: CV Regina.


(31)

93

Sumartini, T. (2012). Penerapan model problem solving untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi titrasi asam basa. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Susanto, P. (2002). Keterampilan dasar mengajar IPA berbasis konstruktivisme. Malang: Jurusan pendidikan biologi, Universitas Negeri Malang.

Susiwi, et al. (2009). “Analisis keterampilan proses sains siswa pada model pembelajaran praktikum D-E-H”. Jurnal pengajaran MIPA. 14, (2), 87-104.

Wood, C. (2006). “The development of creative problem solving in chemistry”. The Royal Society Of Chemistry. 7, (2), 96-113.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran larutan penyangga dengan menggunakan model

problem solving dibagi ke dalam tiga pertemuan, yang sesuai dengan

kesembilan langkah pembelajaran problem solving model Mothes. Pada pertemuan pertama dilaksanakan empat langkah yaitu, 1) langkah motivasi, siswa membaca artikel yang berkaitan dengan konsep larutan penyangga dengan seksama dan sungguh-sungguh; 2) langkah penjabaran masalah, siswa mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada artikel dan mengungkapkannya dalam bentuk pertanyaan ilmiah; 3) langkah penyusunan opini, siswa memperkirakan jawaban sementara atas pertanyaan ilmiah yang mereka ajukan; 4) langkah perencanaan dan konstruksi, siswa secara berkelompok menyusun rencana percobaan yang akan dilaksanakan. Pada pertemuan kedua dilaksanakan tiga langkah meliputi, 5) langkah percobaan, siswa melakukan percobaan mengenai komponen dan sifat larutan penyangga; 6) langkah penarikan kesimpulan, siswa membuat kesimpulan dari percobaan yang dilaksanakan dan mendiskusikannya di depan kelas, 7) langkah abstraksi, siswa membuat intisari yang lebih umum. Pada pertemuan ketiga dilaksanakan dua langkah yaitu, 8) langkah re-evaluasi, siswa mendiskusikan kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang dialami selama pembelajaran dilaksanakan dan 9) langkah konsolidasi pengetahuan, siswa menggunakan konsep larutan penyangga untuk melakukan perhitungan pH larutan penyangga dan menjelaskan berbagai fenomena yang berkaitan.

2. Keterampilan proses sains (KPS) siswa kelompok tinggi untuk seluruh indikator KPS berdasarkan pencapaian nilai N-Gain sebesar 83% tergolong


(2)

berdasarkan pencapaian nilai N-Gain masing-masing sebesar 69% dan 47% tergolong kategori sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah diterapkan model problem solving, KPS semua kelompok siswa untuk seluruh indikator KPS mengalami peningkatan dengan pencapaian nilai N-Gain yang berbeda-beda pada setiap kelompok siswa.

3. KPS siswa kelompok tinggi untuk setiap indikator KPS yang diukur tergolong kategori tinggi, kecuali pada indikator menggunakan alat/bahan dan indikator berkomunikasi yang tergolong kategori sedang. Untuk siswa kelompok sedang terdapat lima indikator yang tergolong kategori tinggi (KPS mengajukan pertanyaan, berhipotesis, mengamati, meramalkan, dan mengelompokkan), sedangkan lima indikator lainnya tergolong kategori sedang (KPS merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menafsirkan, berkomunikasi, dan menerapkan konsep). Sedangkan untuk siswa kelompok rendah terdapat satu indikator yang tergolong kategori tinggi (KPS mengamati) dan satu indikator yang tergolong kategori rendah (KPS menafsirkan), sedangkan indikator lainnya tergolong kategori sedang.

4. KPS siswa secara keseluruhan yang paling berkembang setelah diterapkan model problem solving pada pembelajaran larutan penyangga adalah keterampilan meramalkan dengan kategori peningkatan tinggi dengan pencapaian nilai N-Gain sebesar 89%, sedangkan KPS siswa secara keseluruhan yang kurang berkembang adalah keterampilan menafsirkan dengan kategori peningkatan sedang dengan pencapaian nilai N-Gain sebesar 38%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, adapun beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti antara lain:

1. Dalam pelaksanaan langkah-langkah model problem solving hendaknya diberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk melakukan diskusi, terutama pada langkah-langkah menentukan hipotesis dan menarik kesimpulan.


(3)

90

2. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai KPS siswa, selain menggunakan butir soal KPS sebaiknya juga menggunakan instrumen lembar observasi, agar KPS siswa yang muncul saat pembelajaran berlangsung dapat terukur dengan jelas.

3. Pencapaian keterampilan siswa pada sub indikator menggunakan alat dan bahan tergolong kategori cukup rendah terutama pada siswa kelompok rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman siswa dalam menggunakan alat dan bahan. Peneliti menyarankan agar keterampilan ini dilatihkan sesering mungkin, misalnya melalui kegiatan praktikum, karena melalui kegiatan praktikum sub keterampilan ini banyak dilibatkan.

4. Pencapaian keterampilan siswa pada sub indikator menerapkan konsep pada fenomena lain yang berkaitan tergolong kategori paling rendah terutama pada siswa kelompok rendah, hal ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa dengan tipe soal penerapan konsep. Peneliti menyarankan agar jenis soal penerapan konsep dilatihkan sesering mungkin, termasuk pada materi yang berbeda.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akinbobola, A.O dan Afolabi, F. (2010). Analysis of science process skills in west African senior secondary school certificate physics practical examination in Nigeria. American-Eruasian journal of scientific research. 5, (4), 234-240.

Ango-Mary, L. (2002). “Mastery of science process skills and their effective use in the teaching of science: an educology of science education in Nigerian

context”. International journal of educology. 16, (1), 11-30.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi aksara. Costa, L.A (1985). The behaviors of intelligence, in A.L Costa (ed) developing

mind, a resouces book for teaching thinking. Alexandria: ASDC.

Dahar, R.W. (1985). Kesiapan guru mengajar sains di sekolah dasar ditinjau dari

segi pengembangan keterampilan proses sains. Disertasi Doktor PPS IKIP

Bandung: Tidak diterbitkan.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Effendy. (2008). A-level chemistry for senor high school students. Malang:

Bayumedia Publishing.

Elvan, I. K., Guven, E. dan Aydogdu, M. (2010). “Effect of problem solving

method on science process skills and academic achievements”. Journal of Turkish science education. 7, (4), 13-25.

Gunderson-Christopher, R. (2011). Mastery of a problem solving strategy for

improving high school chemistry students achievement. Tesis Master

Pendidikan Sains pada Montana State University: Tidak diterbitkan. Hake, R.R (2002). Assessments of students learning in introductory science

courses. Indiana: Physics department Indiana university.

Hake, R.R. (1998). “Interactive-engagements Vs traditional methods: a six thousand student survey of mechanics test data for introductory physics


(5)

92

Kirley, J. (2003). Principles for teaching problem solving. Indiana: Plato Learning Inc.

Nugroho, I.K. (2010). Jenis pengetahuan, keterampilan proses sains, dan buku

teks sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Ozgelen, Z. (2012). “Students’ science process skills within a cognitive domain frame work.”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 8, (4), 283-292.

Purba, M. (2007). Kimia untuk SMA kelas XI semester 2. Jakarta: Erlangga.

Pusparini, R. (2012). Pengembangan keterampilan proses sains siswa SMA pada

pembelajaran titrasi asam basa menggunakan model problem solving.

Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Rezba, J.R., Sparague, C. Fiel, R.L. (2003). Learning and assessing science

process skills. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.

Rosbiono, M. (2007). Teori problem solving untuk sains. Jakarta: Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas.

Rustaman, N. (2003). Kemampuan ilimiah dalam proses pembelajaran sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. (2005). Strategi belajar mengajar biologi. Malang: UM Press. Semiawan, C. et al. (1985). Pendekatam keterampilan proses. Jakarta: PT

Gramedia.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuatitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan tindakan.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Sulastri, O. (2012). Analisis keterampilan proses sains kimia siswa kelas XI pada

pembelajaran hidrolisis garam menggunkan model problem solving.

Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan

Sumarna, O., Hernani dan Mulyani, S. (2006). Kimia untuk SMA/MA kelas XI. Bogor: CV Regina.


(6)

Sumartini, T. (2012). Penerapan model problem solving untuk meningkatkan

penguasaan konsep siswa pada materi titrasi asam basa. Skripsi

Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Susanto, P. (2002). Keterampilan dasar mengajar IPA berbasis konstruktivisme. Malang: Jurusan pendidikan biologi, Universitas Negeri Malang.

Susiwi, et al. (2009). “Analisis keterampilan proses sains siswa pada model pembelajaran praktikum D-E-H”. Jurnal pengajaran MIPA. 14, (2),

87-104.

Wood, C. (2006). “The development of creative problem solving in chemistry”.