Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

KELAS XI PADA PEMBELAJARAN SISTEM LAJU REAKSI

MENGGUNAKAN MODEL

PROBLEM SOLVING

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

HUSNA DIATUL HASANAH 108016200001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS

ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran

Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving

Pembelajaran sains saat ini kurang mengindahkan Keterampilan Proses Sains (KPS), padahal aspek keterampilan proses sains merupakan dasar utama dalam pembelajaran sains di laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas keterampilan proses sains siswa dan keterampilan proses sains yang dominan muncul pada kegiatan pembelajaran dan praktikum menggunakan model problem solving. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Untuk mengukur keterampilan proses sains siswa, digunakan instrumen berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan lembar observasi sebagai data primer serta wawancara sebagai data pendukung. Penelitian ini dilakukan dengan metodologi deskriptif kuantitatif. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa aspek yang memiliki nilai tertinggi dan paling dominan muncul adalah aspek observasi dengan persentase rata-rata 84,25%, sedangkan aspek yang memiliki nilai terendah adalah aspek menyusun hipotesis dengan persenatse rata-rata 67,63%. Berdasarkan hasil tersebut, untuk meningkatkan aspek yang memiliki nilai rendah atau cukup, seorang guru perlu menanamkan pemahaman dasar ketika diawal pembelajaran. Upaya tersebut dilakukan agar siswa dapat mengembangkan ide-ide kreatif pada pada kegiatan pembelajaran maupun praktikum.

Kata kunci : Keterampilan Proses Sains (KPS), problem solving

Husna Diatul Hasanah (P. IPA KIMIA)


(6)

by using Problem Solving Model

Presently The Learning of science is inattentive on the process science skill, whereas the aspect of process science skill is the main basic on the learning of science in laboratory. The aim of this research is to identify the quality of students’ process science skill that dominantly arises on learning process and practicum program through problem solving. The subject of this research is 30 students. To measure students’ process science skill, it is used an instrument in the form of students worksheet and observational sheet as the primer data and interview as the supporting data. This research used method quantitative descriptive. Based on the obtained data, it show that the aspect which gain the highest score and most dominant arise is observation with average percentage 84,25%, while the aspect which gain the lowest score is on constructing hypothesis with average percentage 67,63%. Based on the result above, to improve the aspect that gains the lowest score, teacher should give basic understanding in the beginning of learning process. This attempt is carried out; in order students are able to develop a creative idea on learning process or even on practicum program.

Keyword: Process Science Skill, Problem Solving

Husna Diatul Hasanah (P. IPA KIMIA)


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna dan memberikan ilmu pengetahuan lebih dari makhluk lain. Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang tiada putus dan henti-hentinya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan Model Problem Solving ”

Shalawat serta salam semoga selalu teriringkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada keluarga dan sahabat yang selalu istiqomah dalam menjalankan sunnah-nya.

Apresiasi dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta wakil dan para stafnya.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., Ketua Program Studi pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus validator yang telah memberikan saran dan masukan kepada peneliti dalam memperbaiki instrumen penelitian.

4. Bapak Tonih Feronika, M.Pd., Dosen pembimbing I sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan, masukan serta pengarahannya kepada penulis.

5. Ibu Salamah Agung, M.A, Ph.D., Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis.

6. Seluruh dosen jurusan pendidikan IPA, khususnya prodi kimia, terima kasih atas bimbingannya selama menempuh pendidikan di kampus tercinta ini.


(8)

7. Bapak Drs. Watoni, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 8 Ciputat, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Miftah S.Pd., Guru bidang studi mata pelajaran kimia SMA 8 Muhammadiyah Ciputat, yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian.

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta Hasanudin dan Nurbaenah yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, memanjatkan do’a yang tiada henti-hentinya, bagaikan oase di padang pasir yang memberikan kesegaran di saat kekeringan, dan selalu memberikan senyuman ketenangan dikala datang kegelisahan. Semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana ia menyayangi penulis.

10. Kakak-kakakku tercinta khususnya Husnul Khotimah, Olih Tin Kholishoh dan adek-adekku Dede Nasrudin, Huldun Nafilah yang sabar menuntun dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini, serta keponakan- keponakanku terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini baik secara moril maupun materil.

11. Eka Agustini, S.Pd., Winda Mawardah, S.Pd., Lis Isma Ismaya, S.Pd., Halimah, S.Pd., Irzaqotul Inayah S.Pd., Yefiana Yanita Sari, S.Pd., Arif Soleh, S.Pd., dan rekan-rekan mahasiswa Pendidikan kimia 48 yang sedang berjuang meraih kesuksesannya, terima kasih telah mengobarkan api semangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar Racana Fatahillah-Nyi Mas Gandasarai UKM pramuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama angkatan Manja Scout Arie Hidayat, Siti Usniyah, S.Pd.I., M. Kadafi, S.Pd.I., Rini Suhartini, S.Pd., Septiani Resmalasari S.Pd., Siti Humairoh, S.Pd., Zakiyah, A. Irfan Setiawan, A. Zaky, M. Aminudin, Achy Tri Mahathir, Puteri Marjanul Jannah, Alaena Tsaroya yang tak henti-hentinya memotivasi penulis untuk menyelsaikan tugas akhir ini.

13. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Banten, Ikatan Mahasiswa Lebak, HMI Komisariat Tarbiyah dan Cabang Ciputat, terima kasih atas do’a dan dukungannya.


(9)

14. Keluarga Besar Unit Kegiatan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Himpunan Qori-Qori’ah Mahasiswa, RANITA, KMF Kalacitra dan UKM yang lainnya, terima kasih do’a dan dukungannya.

15. Sahabat-sahabatku, kosan biru Yusnita, Ade Nihayatul Barokah, S.Pd, Nurhasanah S.Pd, Nurmayasofa, S.Pd., Eka Retnaningrum, S.Pd., Siti Nurlela, Wiwin Winingsih S.Pd., terima kasih untuk do’a dan semangatnya selama ini.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis persembahkan semuanya. Ditengah-tengah khasanah ilmu pengetahuan yang sangat luas, penyusun tetap berharap semoga karya ini dapat menjadi sumbangsih dan bermanfaat bagi adik- adik jurusan pendidika IPA khususnya program studi kimia. Semoga Allah SWT. membalas semuanya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak terlepas dari ketebatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Jakarta, 03 Desember 2013

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRAC ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II DESKRIPSI TEORITIS A. Landasan Teori... 11

1. Keterampilan Proses Sains ... 11

2. Model Pembelajaran Problem solving... 22

3. Keterkaitan antara KPS dan pembelajaran Problem Solving 28

4. Konsep materi Laju Reaksi ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37 viii


(11)

C. Metode dan Desain Penelitian... 38

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Kalibrasi Instrumen Penelitian ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47

H. Alur Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Hasil Pengamatan KPS Berdasarkan Lembar Observasi ... 51

2. Hasil pengamatan KPS Berdasarkan LKS ... 53

3. Hasil Pengamatan KPS Berdasarkan LO dan LKS ... 54

4. Hasil Wawancara ... 55

5. Data Catatan Lapangan ... 59

B. Pembahasan ... 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator ... 20

Tabel 2.2 Hubungan Aspek KPS dengan Tahapan Model Problem Solving 29 Tabel 3.1 Perhitungan Skala Pengukuran ... 48

Tabel 4.1 KPS Siswa Berdasarkan Lembar Observasi ... 51

Tabel 4.2 KPS Siswa Berdasarkan LKS ... 53

Tabel 4.3 KPS Siswa Berdasarkan Lembar Observasi dan LKS ... 54


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ... 35 Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 50


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Cara perhitungan Hasil Keterampilan Proses sains ... 74

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Lembar Observasi ... 75

Lampiran 3 Hasil Perhitungan LKS ... 76

Lampiran 4 Hasil Perhitungan LKS dan lembar Observasi ... 77

Lampiran 5 Jawaban Hasil Wawancara ... 78

Lampiran 6 Lembar Observasi ... 82

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa ... 85

Lampiran 8 Format Lembar Wawancara ... 92

Lampiran 9 Lembar Catatan lapangan... 93

Lampiran 10 Rubrik Lembar Observasi ... 94

Lampiran 11 Standar Penilain LKS ... 104

Lampiran 12 Saran dan masukan dari validator... 113

Lampiran 13 RPP Pembelajaran ... 115

Lampiran 14 Foto-foto selama kegiatan Penelitian... 129

Lampiran 15 Lembar Uji Referensi... 130


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan tidak mudah dipecahkan kecuali dengan penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM).

Berbicara mengenai kualitas SDM, pendidikan memegang peran yang sangat penting. Pendidikan secara umum menurut Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 dapat dimengerti bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Hal ini senada dengan fungsi pendidikan nasional dalam Undang- undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.2

1

Inherent Dikti, UUD RI No. 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional, dapat diakses di www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, 05/01/2013 . 10.00 WIB. h. 1

2

Ibid., h. 3.


(16)

Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut, pendidikan ditujukan untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik serta keterampilan yang dapat siswa kembangkan dalam menjalani hidup di masyarakat, bangsa dan negara, dimana salah satu keterampilan yang diharapkan adalah keterampilan proses sains.

Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan berfikir, kecerdasan emosional, berwatak dan keterampilan untuk siap hidup di tengah masyarakat. Proses dalam pendidikan adalah kejadian berubahnya peserta didik dari belum terdidik menjadi peserta terdidik.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya. Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.3 Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup karena kehidupan yang selalu berubah.

Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari peran seorang guru sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia telah dijelaskan No. 20 pasal 40 ayat 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi :

Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban : (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (2) mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan (3) memberi tauladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 4

Dari undang-undang tersebut jelas bahwa peran seorang guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Guru harus mampu melakukan

3

Suyono, dkk., Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Belajar, (Bandung: Rosda, 2001), h. 9.

4


(17)

pembelajaran yang menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan sehingga mereka dapat menangkap informasi yang diberikan guru dengan baik.

Dalam suasana belajar mengajar disekolah, sering kita jumpai beberapa masalah diantaranya siswa memiliki sejumlah ilmu pengetahuan, namun banyak pengetahuan itu diterima dari guru sebagai sebuah informasi saja, sedangkan mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba menemukan sendiri pengetahuan atau informasi itu.5 Sehingga informasi tersebut hanyalah bersifat hafalan belaka, tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari dan cepat terlupakan. Hal inilah yang menyebabkan proses belajar mengajar kurang efektif. Guru kini tidak lagi hanya sekedar “transfer of knowledge” (mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya saja) tetapi juga harus mampu sebagai pendidik sekaligus pembimbing dengan memberikan pengarahan (transfer of value) sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Selama ini pembelajaran dan pengukuran hasil belajar hanya terpaut pada aspek kognitif saja, sehingga guru yang mengajarnya pun hanya sekedar mengejar target nilai aspek kognitif yang telah ditetapkan oleh sistem pendidikan tanpa berusaha untuk mengembangkan dan mengukur keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para peserta didik. Keterampilan proses sains merupakan salah satu hasil belajar siswa, yaitu termasuk kedalam kategori aspek psikomotorik. Sehingga guru seharusnya wajib untuk mengevaluasi dan mengembangkan keterampilan proses sains sesuai dengan UU No. 3 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Salah satu dari cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu kimia. Pelajaran kimia merupakan salah satu pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain. Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan

h. 6


(18)

manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengakui hakikat materi dan perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian kerja.

Pembelajaran kimia dibangun melalui penekanan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa diharapkan menemukan fakta- fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah. Meskipun begitu, bagi sebagian siswa kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit karena didalamnya terdapat konsep-konsep yang abstrak sehingga siswa kurang mampu untuk memahaminya.

Untuk dapat mengkonstruk pengetahuan siswa dengan baik, maka tugas seorang guru adalah menyampaikan materi dengan merancang pembelajaran yang efektif, mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan, serta membuat instrumen pembelajaran yang diperlukan.

Pendekatan ketrampilan proses dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan pada pembelajaran kimia karena selain menguasai konsep-konsep kimia, siswa juga diharapkan memiliki keterampilan-keterampilan proses yang digunakan para ahli dalam memperoleh dan mengembangkan kurikulum. Pendekatan ketrampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa6.

“Pendekatan proses adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan

138 6


(19)

atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.”7 Pendekatan proses dikenal juga dengan keterampilan proses, dengan mengembangkan kemampan fisik dan mental, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang di tuntut.

Dari batasan pendekatan keterampilan proses tersebut, kita memperoleh suatu gambaran bahwa pendekatan ketrampilan proses bukanlah suatu tindakan instruksional yang berada di luar kemampuan siswa, justru dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa, sehingga melalui keterampilan proses yang diperoleh siswa akan lebih bermakna karena keterampilan berpikir siswa akan lebih berkembang.

“Keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri dalam memproses perolehan belajarnya.”8 Dengan mengembangkan kemampuan fisik dan mental, siswa akan mampu menemukan dan menggambarkan sendiri fakta, konsep, serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan proses sains tersebut harus ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. Dengan demikian, keterampilan proses menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap, wawasan, dan nilai.

Jadi, keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran, dimana siswa memperoleh kesempatan untuk melaksanakan suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada penemuan konsep.

Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet. I, h. 93

8


(20)

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.9 Pembelajaran IPA menekankan pada pembelajaran langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.10 Proses mencari tahu ini dapat meliputi menemukan peristiwa, mengamati dan mengolahnya, sedangkan berbuat melakukan proses di mana melakukan kegiatan penemuan atau juga disebut dengan penelitian.

Pada dasarnya siswa memiliki keterampilan dalam belajar, misalnya keterampilan bertanya, hipotesis, investigasi, observasi, klasifikasi, prediksi, interpretasi dan komunikasi. Namun keterampilan-keterampilan tersebut terkadang tidak muncul, maka diperlukan metode dan model pembelajaran yang membangkitkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan tersebut dapat dikembangkan dalam pembelajaran dengan cara mengaitkan materi kimia yang akan dipelajari dengan fenomena alam yang sering dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pendidikan sains, siswa harus menguasai keterampilan dasar praktikum. Keterampilan ini akan dapat dikuasai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran yang sesuai. Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat mempelajari sains dengan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses sains, dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan lain sebagainya. Selain itu praktikum dapat membantu pemahaman siswa terhadap pelajaran. Kegiatan praktikum dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan pengunaan model pembelajaran problem solving.

9 Trianto, Model pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 141 10 Zulfiani, op. cit., h. 48.


(21)

Laju reaksi merupakan salah satu materi yang dapat diterapkan dalam proses pemecahan masalah. Materi di dalamnya merupakan materi yang abstrak dan biasanya materi tersebut diajarkan hanya untuk pemahaman konsep saja maka siswa kurang mengetahui manfaat dari mempelajari materi ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, model pembelajaran problem solving dapat mengaitkan konsep laju reaksi dengan proses pemecahan masalah. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan serta mengembangkan KPS siswa disamping terciptanya pembelajaran yang aktif, menarik, inspiratif dan menyenangkan. Model Problem Solving merupakan model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan pada materi ini, karena pada pebelajarannya siswa dihadapkan pada suatu permasalahan nyata yang harus dipecahkan dengan menerapkan konsep-konsep kimia yang relevan.

Kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh pelajar pada saat ini. Problem solving adalah proses di mana pola penalaran digabungkan, dihaluskan, diperluas dan diciptakan. Problem solving sebagai model pembelajaran telah dikembangkan beberapa ahli, diantaranya Brandsford and Stein dan Mothes. Brandsford juga telah mengembangkan model ini pada pembelajaran sains. Menurut Brandsford, pembelajaran problem solving mencakup 5 tahapan, yaitu: identifikasi masalah, mendefinisikan masalah, mencari solusi, melaksanakan strategi dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruhnya.11

Karakteristik sains sangat unik dimana melibatkan produk dan prosesnya. Karenanya, pendidikan sains memiliki tugas untuk memberikan proporsi yang seimbang baik aspek produk maupun proses dalam membentuk komunitas yang melek sains. Oleh karena itu, untuk memberi masukan dan perbaikan terhadap pembelajaran sains khususnya kimia, peneliti menganalisis keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan 11 Jamie Kirkley, Priciple For Teaching Problem Solving, (Plato Learning Inc. 2003), h. 3


(22)

pendekatan yang menekankan pada aktivitas siswa salah satunya adalah model problem solving, dengan harapan aspek-aspek keterampilan proses sains siswa dapat terungkap, sehingga siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan memiliki sikap positif.

Pada kesempatan kali ini, peneliti mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kualitas keterampilan proses sains yang dimiliki siswa kelas XI IPA 1 di SMA 8 Muhammadiyah Ciputat dalam melakukan kegiatan pembelajaran dan praktikum menggunakan model problem solving. Sehingga peneliti mengambil judul “Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Laju Reaksi Menggunakan

Model Problem Solving”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Adanya konsep-konsep yang abstrak sehingga menjadikan kimia sebagai mata pelajaran yang sulit.

2. Lemahnya peran guru dalam mengaplikasikan model, metode atau strategi pembelajaran untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran.

3. Pembelajaran kimia tidak melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan pengetahuan atau pemahaman sendiri.

4. Pembelajaran kimia belum melatih siswa mengembangkan keterampilan proses sains dalam memecahkan masalah.

5. Pembelajaran kimia lebih banyak menggunakan konsep-konsep materi transfer informasi dan pemberian contoh-contoh yang cenderung di hafal siswa tanpa mengetahui prosesnya.


(23)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar lebih terarah pada ruang lingkup penelitian ini perlu dibatasi. Adapun batasan-batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan siswa yang diteliti adalah keterampilan proses sains siswa mengobservasi, mengklasifikasi, interpretasi, memprediksi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep dan berkomunikasi.

2. Penggunaan model pembelajaran problem solving pada mata pelajaran kimia dengan pokok bahasan laju reaksi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapatlah dirumuskan dalam penelitian ini : Bagaimana kemampuan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA 1 SMA Muhammadiyah 8 Ciputat pada pembelajaran sistem laju reaksi menggunakan model problem solving”.

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas keterampilan proses sains yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA 1SMA 8 Muhammadiyah Ciputat dan mengetahui keterampilan prooses sains yang lebih dominan dimiliki oleh siswa SMA 8 Muhammadiyah Ciputat pda kegiatan pembelajaran model problem solving dan praktikum.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi siswa, dapat membangun pengalamannya sendiri melalui kegiatan penyelidikan atau proses ilmiah. Dan dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses sains siswa.


(24)

b. Bagi guru, dapat dijadikan alternatif pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sains.

c. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan agar peneliti lebih terampil dalam menggunakan model-model pembelajaran yang ada.

d. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan bahan informasi tentang penggunaan model problem solving untuk kepentingan penelitian selanjutnya.


(25)

BAB II DESKRIPSI TEORITIS

A. Landasan Teori

1. Keterampilan Proses Sains (KPS)

Keterampilan adalah kemampuan menggunakan fikiran, nalar dan perbuatan secara efesien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreatifitas. Keterampilan proses dapat diartikan sebagai: (1) wahana dan pengembangan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan bagi diri siswa, (2) memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan, siswa berperan pula menunjang perkembangan keterampilan proses dari diri siswa, dan (3) interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep serta prinsip ilmu pengetahuan yang pada akhirnya akan mengembangan sikap dan nilai ilmuwan dari siswa.1 BSNP menyatakan bahwa ilmu kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah.2

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang biasa dilakukan ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan.3 Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Senada dengan Amalia dan ketut yang menjelaskan bahwa “keterampilan proses menekankan pada fakta yang ditemukan dalam kegiatan pengujian yang

139 1

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 2

BSNP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. ( Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 459 3

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet. I, h. 51


(26)

dilakukan oleh seorang ilmuwan.”4 Gagne menjelaskan pengertian keterampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam yaitu pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip dapat diperoleh bila dia memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains.5 Jadi, Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada penemuan konsep.

Keterampilan proses sains sangat diperlukan dalam pendidikan dasar dan menengah, hal ini dikarenakan keterampilan ini bermanfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, keterampilan tersebut dapat memberikan bekal kepada siswa untuk membentuk konsep sendiri dan cara bagaimana mempelajari sesuatu temuan, mengembangkan kemampuan diri siswa, membantu berfikir konkret serta mengembangkan kreatifitas siswa. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa keterampilan proses sains siswa akan mampu menemukan dan memahami konsep materi yang diajarkan.

Keterampilan proses sains dianggap sangat penting untuk pembelajaran sains. Hal tersebut dikemukakan oleh Semiawan (salah seorang ahli pendidikan) bahwa alasan yang melandasi perlunya pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran, yaitu: 6

a. Dengan begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi para guru untuk mengajar semua fakta dan konsep kepada siswa.

b. Pada dasarnya siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstark jika disertai dengan contoh-contoh yang 4

Amalia Sapriati, dkk., Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), cet. 6, h. 4.1

5 Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 149- 150

6 Conny Semiawa, dkk,. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan


(27)

konkrit, wajar dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mempraktekan sendiri upaya penemuan konsep melalui kegaiatan fisik dan mental.

c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat relatif.

d. Dalam pembelajaran, pengembangan konsep sebaiknya tidak terlepas dari pengembangan sikap dan pengembangan diri anak didik.

Keterampilan proses sains dapat dikembangkan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains di dalam pembelajaran. Nuryani Rustaman mengutip Science A process Approach (SAPA) “Pendekatan keterampilan proses sains adalah pendekatan yang berorientasi pada proses IPA, Namun dalam tujuan dan pelaksanaanya terdapat perbedaan. SAPA tidak mementingkan konsep, selain itu SAPA menuntut pengembangan pendekatan proses secara utuh yaitu metode ilmiah dalam setiap pelaksanannya”.7

Pendekatan keterampilan proses sains merupakan pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa.8 Dengam mengembangkan kemampuan fisik dan mental, siswa akan mampu menemukan dan menggambarkan sendiri fakta, konsep, serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian keterampilan proses menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Jadi, pendekatan keterampilan proses sains adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran, dimana siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan suatu interaksi dengan objek konkret sampai pada penemuan konsep.

7

Nuryani Y. Rustaman, dkk.,Strategi Belajar Mengajar Biologi. (Malang: UNM Press, 2005) h. 78


(28)

Tujuan pengajaran sains adalah sebagai proses yakni untuk meningkatkan keterampilan berfikir siswa, sehingga siswa dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul menurut cara-cara seperti yang dilakukan oleh ilmuan.

Keterampilan Proses Sains (KPS) dibangun dari tiga keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial.9 Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses sains siswa menggunakan fikirannya, keterampilan manual terlibat dalam penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses.10

Sesuai dengan karakteristik sains yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya fakta, konsep, prinsip saja namun menekankan pada penemuan. Kemampuan siswa dalam menemukan kosep perlu dibekalkan dengan kegiatan pembelajaran sanis.11 Terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses ini akan memudahkannya dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah). Peran guru dengan demikian adalah sebagai fasilitator.

Menurut Funk keterampilan proses terbagi menjadi dua kategori yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi.12 Keterampilan proses dasar dan terintegrasi dapat dikembangkan melalui latihan-latihan atau kegiatan-kegiatan praktikum, karena semua keterampilan proses tersebut akan di pakai dalam melakukan kegiatan praktikum. Keteranpilan terintegrasi merupakan keterampilan yang terintegrasi dari 9

Zulfiani, dkk., op. cit., h. 52 10

Rustaman, dkk., op. cit., h. 78 11 BSNP, op. ci.t, h. 459 12


(29)

kemampuan dasar dan juga merupakan pengembangan dari keterampilan- keterampilan dasar. Keterampilan dasar sangat penting, baik secara individu maupun ketika berkelompok karena dapat digunakan dalam urutan peningkatan kemampuan keterampilan proses sains siswa.

Funk menyebutkan ada enam keterampilan proses dasar dan tiga belas keterampilan proses terintegrasi.13 Menurut Harlen dan Rustaman sepuluh keterampilan proses sains antara lain: 1) melakukan observasi, 2) mengklasifikasi, 3) interpretasi, 4) prediksi/ meramalkan, 5) mengajukan pertanyaan, 6) berhipotesis, 7) merencanakan percobaan, 8) menggunakan alat dan bahan, 9) menerapkan konsep, dan 10) berkomunikasi.14

Keterampilan proses sains yang satu memiliki hubungan dengan keterampilan proses yang lain. Penggunaan salah satu keterampilan proses akan mempengaruhi perkembangan keterampilan proses yang lain. Hal ini dikemukakan oleh Funk yang menyatakan bahwa masing- masing keterampilan proses saling bergantung satu sama lain.15 Adapun penjelasan mengenai beberapa keterampilan proses sains siswa adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengamatan (observasi)

Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta mengetahui hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain.16 Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat.17 Mengobservasi atau mengamati objek- objek dan fenomena alam dengan pancaindera: penglihatan,

13

Ibid., h. 140

14

Rustaman, dkk., op. cit., h. 86-87 15 Dimyati dan Mudjiono, op. cit., hal. 141 16

Ibid., h. 142


(30)

pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/ pengecap. 18 Dalam kegiatan ilmiah mengamati berarti menyeleksi fakta-fakta yang relevan dan memadai dari hal-hal yang diamati.

b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

Kemampuan menginterpretasi atau menafsirkan data adalah salah satu keterampilan penting yang umumnya dikuasai oleh para ilmuan.19 Interpretasi meliputi keterampilan mencatat hasil pengamatan dengan bentuk angka-angka, menghubung-hubungkan hasil pengmatan, menemukan pola keteraturan dari satu seri pengamatan hingga memperoleh kesimpulan. Sedangkan inferensi adalah kesimpulan sementara terhadap data hasil observasi, bahkan. merupakan penjelasan sederhana terhadap hasil observasi.20

c. Mengelompokkan (klasifikasi)

Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.21 Dasar keterampilan mengklasifikasikan adalah kemampuan mengidentifkasi perbedaan dan persamaan antara berbagai obyek yang diamati. Termasuk jenis keterampilan ini adalah menggolong-golongkan, membandingkan, mengkontraskan dan mengurutkan. Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi, misalnya menurut suatu ciri khusus, tujuan atau kepentingan tertentu.22

Dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.

18

Dimyati dan Mudjiono, loc. cit., h. 141 19

Conny, S., op. cit., h. 29 20

Zulfiani, dkk., op. cit., h. 53

21 Dimyati dan Mudjiono, op. cit., h. 143 22


(31)

d. Meramalkan (prediksi)

Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang. Berdasarkan pemikiran pada pola atau kecenderungan tertentu atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.23 Keterampilan meramalkan atau memprediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraaan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola data yang sudah ada. Para ilmuwa sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil observasi, pengukuran atau penelitian yang memperlihatkan kecenderungan gejala tertentu.24

e. Berkomunikasi

Menginformasikan hasil pengamatan hasil prediksi atau hasil percobaan kepada orang lain termasuk keterampilan berkomunikasi. “The skill of communication must be included in the early stages of teaching and studying of science”.25 Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Menginformasikan hasil pengamatan, hasil prediksi atau hasil percobaan kepada orang lain termasuk keterampilan berkomunikasi. Bentuk komunikasi bisa dalam bentuk lisan, tulisan, grafik, tabel, diagram, atau gambar. Jenis komunikasi dapat berupa paparan sistematik (laporan) atau transformasi parsial.

23

Dimyati dan Mudjiono, op. cit., h. 144 24

Conny S., op. cit., h. 31 25

Mary L. Ango, Mastery Of Science Process Skills And Their Effective Use In The Teaching Of Scinec : An Educology Of Science In The Nigerian Context, Internasional Journal Of Educology, 2002, h. 17


(32)

f. Berhipotesis

Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan “dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul. Keterampilan menyusun hipotesis menghasilkan rumusan dalam bentuk kalimat pernyataan.26 Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Bila prediksi, inferensi dan interpreatsi didasarkan pada data atau pola data dan kecenderungan dengan metode induktif, maka hipotesis didasarkan pada penemuan suatu teori atau konsep dengan metode deduktif.

g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan

Merencanakan penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspon dalam penelitian secara operasional. Kemungkinan dikontrolnya variabel hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan.27 Keterampilan menentukan alat dan bahan yang diperlukan untuk menguji atau menyelidiki sesuatu dan merencanakan percobaan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak dicantumkan secara khusus alat-alat dan bahan yang diperlukan. Keterampilan ini membantu siswa dalam memproses informasi yang diperoleh dari objek atau peristiwa disekitarnya, membantu mendekati masalah secara umum dan membantu siswa memikirkan kembali gagasannya. Dengan demikian kemampuan siswa dalam mendekati masalah akan berkembang.

h. Menerapkan konsep atau prinsip

Keterampilan menggunakan kosenp-konsep yang telah dipahami untuk menjelaskan peristiwa baru, menerapkan konsep yang dikuasai 26 Dimyati dan Mudjiono, op. cit., h. 148


(33)

pada situasi baru atau menerapkan rumus-rumus pada pemecahan soal-soal baru. Keterampilan ini menjadi penunjang dalam memantapkan dan mengembangkan konsep atau prinsip yang telah dimiliki siswa, megembangkan kemampuan intelektual siswa dan merangsang siswa untuk lebih banyak mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

i. Mengujukan pertanyaan

Keterampilan ini merupakan keterampilan mendasar yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari suatu masalah lebih lanjut. Keterampilan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya, baik yang bersifat penyelidikan maupun yang tidak secara langsung bersifat penyelidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mencerminkan cara berfikir dan dapat pula dikatakan bahwa kualitas pertanyaan yang diajukan menunjukan tinggi rendahnya tingkat berfikir siswa. Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. j. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.28 Keterampilan-keterampilan proses yang dipaparan diatas menjadi kurang begitu bermakna bagi hasil belajar siswa, terutama dalam hal penguasaan konsep apabila tidak ditunjang dengan keterampilan menarik suatu generalisasi dari serangkaian hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan.

28


(34)

Berikut tabel keterampilan proses sains dan indikatornya menurut Rustaman :29

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikator No. Keterampilan Proses Sains Indikator

1. Mengamati a. Menggunakan sebanyak mungkin indera

b. Menggunakan atau mengumpulkan fakta relevan

2. Klasifikasi a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

b. Mencari perbedaan atau persamaan c. Mengkontraskan cirri-ciri

d. Membandingkan

e. Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan

f. Menghubugkan hasil-hasil pengamatan

3. Interpretasi a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

b. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan

c. Menarik kesimpulan

4. Prediksi a. Menggunakan pola-pola/ hasil pengamatan

b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati

5. Mengajukan Pertanyaan

a. Bertanya apa, bagaimana dan mengapa

b. Bertanya untuk meminta penjelasan c. Mengajukan pertanyaan yang

berlatar belakang hipotesis

6. Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian

b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti

29


(35)

7. Merencanakan Percobaan

a. Menentukan alat, bahan dan sumber yang digunakan dalam penelitian b. Menentukan variabel atau faktor

penentu

c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat

d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja 8. Menggunakan

Alat dan Bahan

a. Menggunakan alat/bahan b. Mengetahui alasan mengapa

menggunakan alat/ bahan c. Mengetahui bagaimana

menggunakan alat/bahan 9. Menerapkan

Konsep

a. Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

b. Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

10. Berkomunikasi a. Mengubah bentuk penyajian

b. Memberikan data empiris hasil percobaan dengan tabel/grafik/ diagram

c. Menyampaikan laporan sistematis d. Menjelaskan hasil percobaan e. Membaca grafik, tabel dan diagram f. Mendiskusikan hasil kegiatan

Keterampilan-keterampilan yang telah dipaparkan merupakan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Dengan mengembangkan beberapa keterampilan tersebut, akan mengubah pandangan bahwa kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat kepada guru tetapi guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu, evaluasi tidak lagi pada kemampuan kognitif saja, melainkan pada keterampilan siswa yang mendasari kemampuan intelektual yang harus dimiliki siswa.

Seperti telah dijelaskan diatas, dengan mengembangkan keterampilan proses sains, siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan mereka. Dengan demikian, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep yang mereka temukan.


(36)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan- keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta dapat menumbuhkembangkan sikap serta nilai, sehingga seluruh tindakan dalam proses belajar-mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar siswa aktif, dan itulah tujuan dari pendekatan keterampilan proses.

2. Model Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan Masalah)

Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada pembelajaran kontruktivisme. Pada pembelajran problem solving aktivitasnya bertumpu kepada masalah dengan penyelesainnya dilandaskan atas konsep-konsep atau konsep dasar bidang ilmu.

Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Menurut Jhon Dewey, “masalah adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti.”30 Sedangkan menurut Vessen “suatu masalah adalah ketidaksamaan antara dua pertanyaan atau lebih yang disampaikan kepada siswa pada waktu proses belajar mengajar berlangsung.”31 Kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan.32

Pemecahan masalah adalah keterampilan kognitif tingkat tinggi yang menuntut banyak kemampuan, sehingga membutuhkan banyak usaha dari siswa sendiri untuk berlatih, berkreativitas, berfikir lateral serta pengetahuan formal.33 Menurut Anthony J. Nitko dan Susan M. B

h. 121

30

Mulyati Arifin, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: UPI, 2000) h. 95 31

Ibid., h. 97

32 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011) 33 Liberato Cardellini, Fostering Creative Problem Solving In Chemistry Through Group


(37)

yang disebut dengan “problem solving adalah pemecahan masalah yang menggunakan satu atau lebih proses pemikiran yang tinggi.”34

Dalam problem solving, pembelajaran tidak terlepas dari adanya suatu masalah. Masalah dapat diartikan sebagai “a situasion where at present the answer or goal is not known”35

. Menurut Koschmann, Myers, Feltovich, dan Barrows dalam Rosbiono masalah yang layak di angkat sebagai landasan pembelajaran harus memiliki 5 kriteria, yaitu: (1) memerlukan banyak informasi, (2) tidak memerlukan waktu penyesuaian terlalu lama, (3) bersifat fleksibel dalam penyediaan sarana sumber penyelesaian, (4) membuka peluang untuk diperbaiki atau dikembangkan, dan (5) mengintegrasikan antara tuntutan keterampilan pemecahan masalah dan belajar konten.36

Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan yang tidak hanya membutuhkan informasi dari bidang subjek saja tetapi juga menggunakan metode yang tepat. Pemecahan masalah, minat keingintahuan dan rasa penasaran adalah elemen dasar yang mempermudah pembelajaran. Problem solving mengembangkan kemampuan untuk menggunakan informasi teoritis dalam kehidupan sehari-hari seperti memecahkan masalah yang mereka hadapi, membimbing mereka untuk belajar, dan meningkatkan minat mereka.37

Pemecahan masalah berarti untuk menemukan atau menciptkan solusi baru untuk masalah atau untuk meerapkan aturan baru yang harus dipelajari. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-

34

Anthony J. Nitko dan Susan M. B, “Educational Assessment Of Student”, Chapter Eleven, p. 231

35

Colin Wood. The development of creative problem solving in chemistry. (2006), p. 98 36 Rosbiono, M., Teori Problem Solving Untuk Sains. Materi Diklat TOT Bidang Olimpiade Matematika Dan Sains. 2007, h. 8

37 Elvan dkk, Effect Of Problem Solving Method On Science Process Skills And


(38)

benar bermakna.38 Dengan belajar menemukan solusi masalah dapat membangkitkan keingintahuan, memberi motivasi untuk bekerja keras terus sampai menemukan jawaban-jawaban.

Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, mereka terlibat dalam perilaku berfikir. Dengan mencapai pemecahan suatu masalah secara nyata, para siswa juga berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berfikir.39 Menurut Jhon Dewey belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan.40

Problem solving sebagai suatu keterampilan (skills) dimaknai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam memecahkan permasalahan seperti keterampilan menyusun prosedur kerja, melakukan eksperimen, mengoperasikan peralatan, mengobservasi, mengolah data dalam bentuk verbal, grafik, tabel, menyimpulkan dan mengabstraksi temuan.41 Dalam hal ini motivasi dan aspek sikap usaha, keyakinan, kecemasan, persistensi dan pengetahuan tentang diri adalah sesuatu yang sangat penting dalam pemecahan masalah.42

Mayer mengungkapkan bahwa terdapat tiga karakteristik pemecahan masalah, yaitu : (1) pemecahan masalah merupakan aktivitas

38

Ratna Willis Dahar, op. cit., h. 79 39

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-7, h. 52

40

Syaiful Bahri Djamarah, Stratgei Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet ke-3, h. 18

41 Momo Rosbiono, op. cit., h. 4 42 Made Wena, loc. cit., h. 88


(39)

kognitif, tetapi dipengaruhi oleh perilaku, (2) hasil-hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan atau perilaku dalam mencari pemecahan, dan (3) pemecahan masalah adalah merupakan suatu proses tindakan manipulasi dari pengetahuan masalah adalah merupakan suatu proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang telah dimilki sebelumnya. 43

Jhon Dewey seorang ahli pendidikan dari Amerika menjelaskan ada enam tahapan bentuk penerapan model pembelajaran problem solving, yaitu : (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis masalah, (3) merumuskan hipotesis, (4) menggumpulkan data, (5) pengujian hipotesis, (6) merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.44

Struktur utama pembelajaran problem solving menurut Mothes terdiri atas: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan pemantapan. Struktur pembelajaran pemecahan masalah menurut Mothes terdiri dari delapan tahap pembelajaran, yaitu (1) tahapan motivasi, (2) tahapan penjabaran masalah, (3) tahap penyusunan opini, (4) tahap perencanaan dan kontruksi, (5) tahap percobaan, (6) tahap kesimpulan, (7) tahap abstraksi, dan (8) tahap konsolidasi pengetahuan melalui aplikasi dan praktek.45 Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah, yaitu identifikasi permasalahan, representasi permasalahan, perencanaan pemecahan, mengimplementasikan perencanaan, menilai perencanaan, menilai hasil pemecahan.46

Salah satu model problem solving yang di kembangkan oleh Bransford dikenal dengan model problem solving IDEAL. Pemecahan masalah IDEAL terdiri dari lima tahap pembelajaran, yaitu Identify the problem, Define the problem through thinking about it and sorting out the relevant inforation, Explore solutions through looking at alternatives, 43

Ibid., h. 87

44 Wina Sanjaya, op. cit., h. 217 45

Momo Rosbiono, op. cit., h. 19 46 Made Wena, op. cit., h. 56


(40)

brainstorming, and checking out different ponits of view, Act on the strategy, Look back and evaluate the effect.47 Berikut adalah penjabaran langkah-langkah model pembelajaran problem solving IDEAL.48

a. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari strategi ini. dalam tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami aspek-aspek permasalahan, seperti membantu untuk mengembangkan/ menganalisis permasalahan, mengajukan pertanyaan, mengkaji hubungan antar data, memetakan masalah, mengembangkan hipotesis-hipotesis.

b. Mendefinisikan masalah

Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantu dan membimbing siswa, melihat hal/ data/ variabel yang sudah diketahui dan hal yang belum diketahui, mencari berbagai informasi, menyaring berbagai informasi yang ada dan akhirnya merumuskan permasalahan.

c. Mencari solusi

Dalam tahap ini kegiatan guru membantu dan membimbing siswa mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, melakukan brainstorming, melihat alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang dan akhirnya memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat.

d. Melaksanakan strategi

Melakukan langkah-langkah pemecahan masalah sesuai dengan alternatif yang telah dipilih. Dalam tahap ini siswa dibimbing secara tahap demi tahap dalam melakukan pemecahan masalah.

47

Jamie Kirkley, Priciple For Teaching Problem Solving. (Plato Learning Inc. 2003), h.3 48 Made Wena, op. cit., h. 88


(41)

e. Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh

Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membimbing siswa melihat/ mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah yang telah dilakukan, apakah sudah benar, sudah sempurna, atau sudah lengkap. Disamping itu, siswa juga dibimbing untuk melihat pengaruh strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah.

Pada kurun waktu ini, model problem solving di kategorikan masih general dalam arti membelajarkan problem solving sebagai keterampilan berfikir masih bebas konten, tidak diintegrasikan dengan kurikulum ataupun lingkungan kerja.

Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Solving memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah :49

a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.

b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.

c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

d. Pemecahan maslah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

49


(42)

f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan dengan pengetahuan baru. i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan

pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Di samping keunggulan, di dalam sumber yang sama model problem solving juga memiliki kelemahan diantaranya adalah:50

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

50


(43)

3. Keterkaitan Antara KPS dan Pembelajaran Model Problem Solving

Salah satu peranan model problem solving dalam pembelajaran kimia adalah sebagai suatu keterampilan, dimana keterampilan- keterampilan itu merupakan keterampilan dasar yang diperlukan dalam memecahkan permasalahan, seperti keterampilan mengemukakan hipotesis, merencanakan penelitian, melakukan eksperimen, mengoperasikan alat, mengamati, menyimpulkan, dan sebagainya. Ketermpilan-keterampilan tersebut merupakan bagian dari KPS, dimana KPS meliputi keterampilan mengamati, meramalkan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian, meggunakan alat dan bahan, menafsirkan pengamatan, mengkomunikasikan hasil penelitian dan mengajukan pertanyaan. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran model problem solving dapat dikembangkan keterampilan proses sains siswa yang merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran kimia.

Keterakitan antara KPS dengan pembelajaran model problem solving IDEAL menurut Bransford yang dilaksanakan dalam lima tahapan pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Hubungan Setiap Aspek KPS dengan Tahapan Model Problem Solving

Aspek KPS yang dapat

dikembangkan Tahapan Model Probem Solving 1. Mengajukan pertanyaan

2. Menyusun hipotesis

1. Identifikasi masalah 3. Meramalkan

4. Menerapkan konsep

2. Mendefnisikan masalah 5. Merencanakan percobaan 3. Mencari solusi

6. Menggunakan alat dan bahan 7. Observasi

8. Mengklasifikasikan 9. Interpretasi

4. Melaksanakan strategi

10. Mengkomunikasikan 5. Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh


(44)

Tahap awal pada pembelajaran model problem solving IDEAL menurut Bransford adalah tahap identifikasi masalah. Tahap ini bertujuan untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan antusiasme siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan pada tahap ini adalah dengan menyajikan fenomena alam yang terjadi disekitar siswa, yang dapat menimbulkan permasalahan yang menuntut siswa untuk mengetahui jawabannya. Ketika siswa ingin menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka siswa akan mengajukan pertanyaan guna mencari jawaban dari permasalahannya. Ketika siswa mengajukan pertanyaan maka menggunakan salah satu keterampilan dalam KPS, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan.

Permasalahan yang ditemukan siswa pada tahap sebelumnya mungkin saja masih bersifat umum sehingga pada tahap identifikasi masalah, cakupan permasalahan tersebut dipersempit dengan melakukan pengkajian hubungan antar data dan melakukan pemetaan permasalahan sehingga siswa diharapkan dapat menemukan fokus permasalahan yang akan di bahas. Tujuan dari tahap ini adalah merumuskan suatu pertanyaan ilmiah. Pertanyaan ilmiah merupakan salah satu aspek dari KPS, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. Setelah fokus permasalahan diketahui maka siswa mengemukakan hipotesis atau dugaan-dugaan untuk menyelasaikan permasalahan. Membuat hipotesis ini merupakan salah satu dari aspek KPS, yaitu keterampilan menerapkan konsep untuk menjelaskan apa yang terjadi (berhipotesis).

Tahap kedua pada pembelajaran ini adalah tahap mendefinisikan masalah yaitu bertujuan untuk mencari dan menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber. Setelah semua sumber terkumpul dan dilakukan penyaringan dari berbagai informasi yang terkumpul maka


(45)

langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah. Tahap ini sesuai dengan aspek KPS yaitu keterampilan mermalakan dan menerapkan konsep.

Tahap ketiga dalam pembelajaran ini adalah tahap mencari solusi, yaitu bertujuan untuk membuat rancangan penelitian guna menguji kebenaran dari hipotesis yang dibuat dan melakukan pengkajian terhadap setiap alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang. Merancang penelitian ini merupakan bagian dari aspek KPS, yaitu keterampilan merencanakan percobaan.

Pada tahap Keempat, siswa mengalami pengalaman langsung dalam menggunakan alat, mengamati, mencatat pengamatan, mengolah data ke dalam bentuk tabel, grafik, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari KPS, yaitu keterampilan menggunakan alat dan bahan, observasi, interpretasi dan mengklasifikasikan.

Pada tahap kelima yaitu mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruhnya, dibutuhkan KPS yaitu keterampilan mengkomunikasikan hasil penelitian dan keterampilan menafsirkan hasil pengamatan.

4. Konsep Materi Laju Reaksi

Laju reaksi merupakan besarnya perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu. Laju reaksi adalah besaran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat dalam reaksi kimia, yakni berkurangnya reaktan atau bertambahnya produk tiap satuan waktu.51 Perubahan ini bisa dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi akhir (hasil reaksi) terhadap konsentrasi awal (pereaksi) persatuan waktu. Satuan laju reaksi kimi dinyatakan dengan molaritas per detik (M/t). Molaritas didefinisikan sebagai jumlah mol zat yang terlarut dalam satu liter

51 Ucu Cahyana, dkk., KIMIA untuk SMA dan MA kelas XI, (Jakarta: Piranti Darma kalokatama, 2007), h. 68


(46)

larutan. Larutan sendiri adalah campuran homogen antara zat terlarut dan zat pelarut.

Suatu reaksi kimia akan berlangsung apabila terjadi interaksi antara molekul pereaksi atau disebut dengan tumbukan antara molekul- molekul pereaksi. Namun, tidak semua tumbukan antar molekul pereaksi menghasilkan hasil reaksi, hanya tumbukan yang efektif yang akan menghasilkan hasil reaksi. Selain itu ada pula yang disebut dengan enegi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi kinetik minimum yang dimilki oleh partikel sehingga menghasilkan tumbukan efektif.52 Teori tumbukan dan energi aktivasi dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu faktor luas permukaan, faktor suhu, faktor konsentrasi, dan faktor katalis.

Suatu zat padat akan lebih cepat bereaksi jika permukaanya diperluas dengan mengubah bentuk menjadi kepingan-kepingan kecil atau menjadi serbuk. Semakkin luas bidang sentuh maka akan semakin besar peluang terjadinya tumbukan. Kenaikan suhu menyebabkan gerak partikel atau bertambahnya energi kinetik molekul-molekul perekasi. Semakin cepat gerak partikel menyebabkan energi kinetik semakin besar dan melewati energi aktivasi sehingga laju reaksi semakin cepat.

Semakin besar konsentrasi pereaksi maka akan semakin banyak jumlah partikel/ molekul pereaksinya. Hal ini menyebabkan banyaknya tumbukan yang terjadi sehingga laju reaksi semakin cepat. Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi. Apabila energi aktivasi semakin kecil, maka energi yang dibutuhkan untuk melakukan reaksi pun menjadi kecil dan mempermudah zat untuk melakukan reaksi.

52 Das Salirawati, dkk., Belajar KIMIA Secara Menark Untuk SMA/MA kelas XI, (Jakarta: Grasindo, 2007)


(47)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian Susiwi, dkk. dalam penelitian yang berjudul “Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Model Pembelajaran Praktikum D-E-H” menunjukan bahwa melalui pembelajaran MPP D-E-H: kemammpuan merumuskan hipotesis, mengendalikan variabel dan merancang percobaan dapat dicapai secara tuntas oleh masing-masing subjek penelitian hasil rancangan yang dibuat siswa, terutama percobaan tersebut aman dan efisien untuk dilaksanakan.53

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gebi Dwiyanti dan Wiwi Siswaningsih pada salah satu SMU di Bandung dengan judul “Keterampilan Proses Sains Siswa SMU Kelas II Pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Praktikum” ditemukan nilai yang baik untuk keterampilan observasi, nilai cukup untuk keterampilan menafsirkan hasil pengamatan dan untuk keterampilan berkomunikasi. Hal ini menunjukan metode praktikum dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa.54

C kampourakis dan G Tsaparlis melakukan penelitian yang berjudul “A study of the effect of a partical activity on problem solving in chemistry” menemukan adanya miskonsepsi dan kesalahan penginterpretasian. Kampourakis menyatakan konsep yang diajarkan di kelas dan di praktekan di dalam laboratorium sangat komplikatif. Oleh karena itu, keduanya harus diajarkan secara berkesinambungan dan saling menghubungkan satu sama lain.55

Berdasarkan yang dilakukan oleh Akinyemi Olufunminiyi Akinbobola dan Folashade Afolabi dengan judul “Analysis Of Science Process Skills In West African Senior Secondary School Certificate Physics Practical

53

Susiwi, dkk., Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Model

Pembelajaran Praktikum D-E-H, Jurnal pengajaran MIPA Vol.14, 2009, p. 87-104

54

Gebi Dwiyanti, dan Wiwi Siswaningsih, Keterampilan Proses Sains Siswa SMU Kelas

II Pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Praktikum, 2005, p. 1-8

55 Constantions Kampourakis, Dan Georgios Tsaparlis, A Study O Of Practical Of The

Effect Of Practical Activity On Problem Solving In Chemistry, Chemistry Education: Research


(48)

Examinations In Nigeria” menyimpulkan bahwa terdapat lima keterampilan proses sains yang muncul dalam penelitian selama sepuluh tahun, yaitu manipulasi, perhitungan, mencatat, observasi, dan komunikasi. Adapun hasil persentase tertinggi untuk keterampilan proses sains kategori basic terdapat pada kelas rendah, sedangkan hasil persentase tertinggi untuk keterampilan proses sains kategori integrasi terdapat pada kelas tinggi.56

56

Akinyemi O. A. dan Folashade Afolabi, “Analysis Of Science Process Skills In West

African Senior Secondary School Certificate Physics Practical Examinations In Nigeria”, 2010, h.


(49)

C. Kerangka Berfikir

Pembelajaran merupakan serangkaian interaksi anatara guru dan siswa dimana nantinya akan muncul proses pembelajaran. Dalam pembelajaran ilmu IPA, khususnya ilmu kimia seorang guru harus memberikan suatu pengalaman tertentu agar para siswa dapat menemukan konsepnya sendiri. Pengalaman itulah yang akan mengantarkan siswa memiliki keterampilan-keterampilan proses sains guna menunjang aspek psikomotorik siswa dalam proses pembelajaran maupun praktikum.

Pengetahuan matematis logis dibentuk dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi maupun penggunaan objek yang didasarkan pemikiran logis dan tersusun secara sistematis. Hal ini merupakan bagian dari keterampilan proses sains yaitu merencanakan percobaan dan menerapkan konsep..

Pengetahuan sosial dibentuk melalui interaksi. Interaksi ini dapat diartikan dengan berkomunikasi yang merupakan keterampilan proses sains. Komunikasi antar individu dalam kegiatan praktikum akan mengembangkan dan mengkokohkan pengetahuan yang diterima oleh siswa. Selain itu komunikasi disini dapat digunakan untuk membandingkan data-data yang didapatkan dengan kelompok lain dan juga sebagai informasi pengetahuan bagi siswa lain yang tidak atau belum melakukan percobaan.

keterampilan psikomotorik, kognitif, dan juga afektif. Pada kegiatan praktikum siswa dapat melakukan kegiatan mengamati, menafsirkan data, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan, mengkomunikasikan hasil praktikum dan mengajukan pertanyaan secara langsung, sehingga ketrampilan proses sains dapat dibentuk/dikonstruk secara langsung.


(50)

Adapun kerangka fikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Proses pembelajaran

Keterampilan

proses sains Problem solving

Mengajukan pertanyaan Identifikasi masalah

Menyusun hipotesis

Merencanakan percobaan

Mendefinisikan masalah

Menggunakan alat dan bahan, observasi, mengklasifikasikan,

Mencari solusi

Memprediksi

Melaksanakan strategi

Interpretasi

Menerapkan konsep

Mengkaji kembali dan mengevalusi pengaruh

Mengkomunikasikan


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di SMA 8 Muhammadiyah kelas XI IPA 1. 2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 27 Agustus – 10 September 2013 semester ganjil kelas XI bertepatan dengan pembahasan materi laju reaksi dalam sub pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

B. Metode dan Design Penelitian

Metode yang dapat digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.1 Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama yakni menggambarkan secara sistemik fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat, dalam penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah keterampilan proses sains siswa. Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh gambaran atau informasi mengenai bagaimana keterampilan proses sains siswa pada praktikum konsep laju reaksi.

Penelitian ini memiliki lima tahapan. Adapun uraian kegiatan pada setiap tahapan adalah sebagai berikut :

a. Tahap pertama (sebelum melakukan penelitian)

Pada tahap pertama, persiapan untuk melakukan kegiatan praktikum. Dimana pada tahap ini mulai melakukan kegiatan 1

M. Subana, dkk., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 89


(52)

pembelajaran menggunakan model problem solving IDEAL. Pada tahap ini, siswa melakukan diskusi mengenai materi laju reaksi dengan sub bab yang telah diberikan oleh guru. Pembagian kelompok siswa dibagi ke dalam lima kelompok, setiap kelompok terdapat siswa laki-laki dan siswa perempuan, siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Pada tahap ini guru menugaskan siswa untuk mencari dan mengumpulkan berbagai referensi seputar materi tentang pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Sebelum tahap kedua dimulai, para observer diberikan pengarahan tentang cara penilaian pada lembar observasi dan sudah memiliki lembar observasi serta mengetahui siswa yang akan di observasi.

b. Tahap kedua

Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok siswa untuk kemudian dipelajari dan didiskusikan bersama anggota kelompoknya. Siswa ditugaskan untuk melengkapi LKS yang telah diberikan oleh guru. LKS yang telah dilengkapi akan dijadikan pedoman siswa untuk melakukan kegiatan praktikum pada tahap selanjutnya.

Pada tahap ini mulai dilakukan observasi terhadap keterampilan proses sains siswa selama melakukan kegiatan diskusi. Setiap kelompk didampingi satu observer yang bertugas untuk mencatat kemunculan keterampilan proses sains siswa pada saat diskusi. Aspek keterampilan proses sains yang diamati observer pada bagian ini adalah aspek bertanya dan hipotesis.

c. Tahap ketiga

Pada tahap ketiga dilakukan kegiatan praktikum untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pada tahap ketiga ini dilakukan pula observasi terhadap keterampilan proses sains siswa selama melakukan praktikum. Aspek keterampilan proses sains yang di amati yaitu aspek observasi, aspek investigasi, klasifikasi, dan aspek prediksi.


(53)

d. Tahap keempat

Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan diskusi mengeni hasil praktikum yang telah mereka lakukan pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini pula dilakukan pula observasi terhadap keterampilan proses sains siswa. Aspek keterampilan proses yang diamati adalah aspek interpretasi dan komunikasi,.

e. Tahap kelima

Pada tahap ini dilakukan wawancara terhadap perwakilan siswa pada masing-masing kelompok, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model problem solving IDEAL.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.2 Jadi, populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Mengingat luasnya populasi maka populasi dalam penelitian ini dibatasi untuk membantu mempermudah penarikan sampel. Dalam hal ini populasi targetnya kelas XI SMA 8 Muhammadiyah Ciputat.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.3 Sampel dalam penelitian ini merupakan bagian dari populasi yang menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan teknik purposive sampling peneliti bisa menentukan sampel berdasarkan tujuan teretntu.4 Sedangkan sampelnya

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), Cet ke-15, h. 117

3

Ibid., h. 118

4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. XIV, h. 183


(54)

satu kelas yaitu kelas XI IPA 1 SMA 8 Muhammadiyah Ciputat. Dalam hal penentuan sampel, pihak sekolah atau guru bersangkutan terlibat dalam menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kemampuan siswa dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik berbeda-beda.

Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok, dimana dalam setiap anggota kelompok terdapat siswa laki-laki dan perempuan, siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan agar setiap kelompok mempunyai kemampuan yang merata dalam hal diskusi dan praktikum.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu: 1. Tahapan persiapan

a. Menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar Isi mata pelajaran kimia SMA kelas XI sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dipergunakan, serta menganalisis materi pada buku teks atau paket untuk menentukan pokok bahasan yang pembelajarannya dapat menggunakan metode diskusi dan praktikum dengan menggunakan pembelajaran model problem solving IDEAL. pada penelitian ini pokok bahasan yang dipilih adalah laju reaksi dalam sub pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

b. Membuat Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). c. Membuat LKS (Lembar Kerja Siswa)

d. Membuat instrumen penilaian sebagai alat pengumpulan data yaitu lembar observasi, lembar wawancara dan catatan lapangan.

e. Memvalidasi instrumen penelitian oleh para ahli, kemudian diperbaiki sesuai dengan sasaran para ahli. Apabila instrumen tersebut telah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

HUSNA DIATUL HASANAH, lahir di Lebak, 13 Maret 1990. Biasa dipanggil Husna (oleh orang-orang yang baru dikenal), atau Nha (oleh keluarga besar) atau juga Emak (oleh sahabat pramuka UIN). Alamat asal penulis adalah Jl. Malingping- Bayah Kp. Gardu RT/RW 001/003 Situregen Panggarangan Lebak Banten 42392.

Anak kedua dari empat bersaudara ini pernah menempuh pendidikan di SDN Situregen 1 dari tahun ajaran 1996-2002. Lalu melanjutkan pendidikannya ke MTs. MA Cisiih dan lulus tahun 2005 dan diteruskan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di MAN Bayah lulus tahun 2008. Sembari menempuh pendidikan sekolah, atas dukungan dari kedua orangtua penulis menempuh pendidikan pesantren di Ponpes MA Cisiih selama 6 tahun. Penulis dan keluarga sangat mementingkan pendidikan. Atas dasar itulah penulis melanjutkan pendidikan untuk menempuh sarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil jurusan Pendidikan Kimia tahun 2008. Berkat tekad, kemauan yang tinggi, dukungan dari keluarga, sahabat, akhirnya penulis menyelesaikan studi S1 pada tanggal 11 Maret 2014 bergeser dari rencana awal.

Selama menempuh pendidikan, penulis sangat hobi berorganisasi. Dari sejak MTs.-MA penulis aktif dalam kepengurusan kelas, OSIS dan Pramuka. Ketika menempuh pendidikan Sarjana, penulispun melakukan hal yang sama. Aktif dalam berbagai organisasi kampus baik internal maupun eksternal, diantaranya adalah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Pramuka Racana UIN Jakarta, HIQMA (Himpunan

Qori-Qori’ah Mahasiswa), HMB (Himpunan Mahasiswa Banten), dan IMALA (Ikatan

Mahasiswa Lebak). Selain kegiatan organisasi, penulispun sering mengikuti pelatihan- pelatihan seperti SAR (Search and Rescue) Brigade Penolong DKI Jakarta, Writer University, PBB dan TUB TNI AD Jakarta Selatan, Diklat SAR Salatiga Semarang IAIN Walisongo, LPK Dewan Kerja Daerah DKI Jakarta di Rindam jaya dan yang lainnya.


(6)

Selain kegiatan diatas, kegiatan partisipan Nasional untusan UIN Jakarta pernah diikutinya, seperti Perkemahan Wirakarya Nasional PTAI se-Indonesia Ke-X di Ambon dan Perkemahan Puteri Nasional ke-2 di Jambi. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan kedua orangtua.

Bagi teman-teman yang mau berbagi pengalaman dan sharing tentang dunia

pendidikan dan organisasi, bisa dilakukan melalui email

husnadiatulhasanah@gmail.com, facebook Husna Diatul Hasanah, atau twitter